tentang ramal meramal dan ilmu-ilmu gaib memang mahaguru secara terbuka mengatakan bahwa hal itu dilakukan hanya sebagai pancingan (baca: Marketing tools). dan memang bukan ajaran Buddha.
Anda berani mengaku secara terbuka bahwa
ramal-meramal dan "ilmu-ilmu gaib" yang dilakukan LSY hanyalah
marketing tools. Terimakasih atas sikap kooperatif Anda dalam berdiskusi. Seperti yang sudah saya nyatakan sebelumnya, Sang Buddha tidak pernah menyetujui dan mendukung untuk melakukan hal-hal tersebut. Artinya, jika sekarang ada aliran atau orang yang mengatas-namakan Buddhisme (Agama Buddha ataupun Ajaran Sang Buddha) namun melakukan hal tersebut, itu namanya tidak sesuai dengan Buddhisme.
Dalam kesehariannya Buddha mungkin tidak memakai perhiasan di tubuhnya. tapi beliau menerima banyak perhiasan , emas, perak, baju donasi dari umat-umat-Nya atau dengan kata lain: Sang Buddha itu kaya raya seumur hidupnya . Masa-masa Sang Buddha boleh dibilang tidak memiliki harta itu hanya pada saat beliau bermeditasi di bawah pohon Boddhi ! . Salah satu penyebab Devadatta iri hati adalah donasi yang melimpah ruah kepada Buddha. Anda mungkin tau kisah Anathapindika yang mendonasikan sebagian besar hartanya untuk keperluan sangha, sampai-sampai dia menjadi jatuh miskin, (walaupun di kemudian hari usahanya menanjak lagi, dan kembali menjadi orang kaya ).
Sedangkan kisah tentang membunuh itu ada di kisah jataka, dimana Bodhisatta membunuh 500 perampok untuk menyelamatkan orang-orang lainnya.
nb: Sehubungan dengan mahaguru Lu Sheng Yen, beliau dalam keseharian tidak memakai perhiasan, hanya dalam upacara-upacara tertentu saja. Saya sudah pernah mempostingkan artikel bahwa perhiasan itu hanya sebagai lambang saja.
kutipan teks:
sumber: http://www.sacred-texts.com/bud/lob/lob39.htm
"Listen well, inhabitants of Cravasti! Seven days from this day, the merchant Anathapindika, riding an elephant, will go through the streets of the city. He will ask all of you for alms, which he will then offer to the Buddha and to his disciples. Let each one of you give him whatever he can afford."
On the day announced, Anathapindika mounted his finest elephant and rode through the streets, asking every one for donations for the Master and for the community. They crowded around him: this one gave gold, that one silver; one woman took
p. 194
off her necklace, another her bracelet, a third an anklet; and even the humblest gifts were accepted.
Now, there lived in Cravasti a young girl who was extremely poor. It had taken her three months to save enough money to buy a piece of coarse material, out of which she had just made a dress for herself. She saw Anathapindika with a great crowd around him.
"The merchant Anathapindika appears to be begging," she said to a bystander.
"Yes, he is begging," was the reply.
"But he is said to be the richest man in Cravasti. Why should he be begging?"
"Did you not hear the royal proclamation being cried through the streets, seven days ago?"
"No."
"Anathapindika is not collecting alms for himself. He wants every one to participate in the good he is doing, and he is asking for donations for the Buddha and his disciples. All those who give will be entitled to a future reward."
The young girl said to herself, "I have never done anything deserving of praise. It would be wonderful to make an offering to the Buddha. But I am poor. What have I to give?" She walked away, wistfully. She looked at her new dress. "I have only
p. 195
this dress to offer him. But I can not go through the streets naked."
She went home and took off the dress. Then she sat at the window and watched for Anathapindika, and when he passed in front of her house, she threw the dress to him. He took it and showed it to his servants.
Jika kembali merujuk pada kisah Jataka di Mahayana, memang saddhana abhicaruka itu termasuk dalam
upaya kausalya. Namun setahu saya, kisah Bodhisatta yang membunuh 500 perampok itu tidak terdapat dalam Jataka di Theravada. Membandingkan sifat-sifat Buddha Gotama di Sutta Theravada dan Buddha Gotama di Sutra Mahayana seperti membandingkan 2 orang berbeda dengan nama yang sama. Saya tidak ingin meruncingkan topik yang ini dulu...
Namun jika Anda mengutip kisah Jataka itu sebagai referensi saddhana abhicaruka, saya masih kurang setuju. Di kisah Jataka itu, yang membunuh adalah Bodhisatta. Ketika Siddhattha Gotama sudah menjadi Buddha, Beliau tidak lagi membunuh dan tidak menyetujui pembunuhan. Jadi sekali lagi:
jika ada ajaran yang mengajarkan membunuh (meskipun katanya untuk menolong), itu jelas bukan Ajaran Buddha Gotama.
----------------------
Dahulu, Buddha dan Sangha menerima pemberian yang bermacam-macam dari umat. Mulai dari makanan basi, jubah, bahkan hutan sebagai tempat tinggal (vihara) untuk Sangha. Namun Sang Buddha dan Sangha tidak pernah menyimpan materi-materi duniawi seperti perhiasan, uang, kendaraan (kuda atau gajah), dipan (kursi), dan sebagainya. Beberapa perbedaan antara Buddha Gotama dan LSY adalah:
- Buddha tidak menyimpan dan memakai perhiasan ― LSY menyimpan dan memakainya
- Buddha tidak menerima dan menggunakan gajah atau kuda sebagai kendaraan ― LSY menerima dan menggunakan Rolls Royce sebagai kendaraan
- Buddha tidak menyimpan uang untuk membangun vihara ― LSY menerima donasi uang dan menggunakannya
Bukti historik juga membuktikan Buddha Gotama hidup dalam kesederhanaan. Buddha Gotama hidup berkelana dari satu daerah ke daerah lain; hanya memakai kain kuning sebagai jubah, dengan sebuah mangkuk, berjalan kaki tanpa menggunakan alas, tidak menyimpan uang dan perhiasan, menyebarkan Ajaran-Nya tanpa mengeluarkan uang sepeser pun, tidak mencari orang kaya dan justru lebih fokus pada orang-orang miskin. Buddha Gotama sering dicerca oleh petapa aliran lain di zaman-Nya sebagai petapa gundul, dan para bhikkhu (yang berpindapata) sering diejek sebagai pengemis.
Ini perbedaan jelas antara prinsip Buddha Gotama dan LSY. Saya tidak menyatakan bahwa prinsip LSY itu salah atau benar. Saya hanya menyajikan fakta bahwa prinsip LSY tidak sejalan dengan prinsip Buddha Gotama. Apakah Anda setuju?