Mengenai batu jelek sudah dijawab, bagaimana dengan menghitung 700 X 5 apakah "keakuan" timbul dengan menghitung 700 X 5...?
oh, itu maksudnya...
ada, om. sewaktu menghitung 700 x 5, saya berpikir "saya diminta om fabi menghitung 700 x 5".
Bila seseorang mendapatkan rumah yang lama diidam-idamkannya karena dapat rejeki besar, apakah ia menderita karena "berpikir ini milikku" terhadap rumah yang baru kemarin didapatkannya tersebut...? I don't think so.
nah, menurut saya, ini pengertian yg sangat sangat sangat penting mengenai dukkha.
dalam pengertian saya, dukkha itu bukanlah hanya sakit, bukanlah sedih, atau hal2 negatif lainnya.
bagi saya, dukkha itu selalu ada karena dukkha adalah gap antara realita dengan keinginan si aku.
selama saya hidup dan belum tercerahkan, keinginan saya akan selalu satu langkah di depan realita seperti keledai yg ditunggangi orang yg memancingnya pake wortel.
dalam contoh anda, apakah dengan mendapatkan rumah lalu dukkha berhenti? no way. di saat itu juga, didetik itu juga, rumah masuk ke dalam garis "milikku" dan keinginan dia maju lagi satu langkah kepada hal2 diluar garis yg "bukan milikku". keinginan ini akan terus menerus menggerakkan kita kesana kemari, jungkir balik, mengejar hp model baru, cewe yg hot, pendidikan yg lebih tinggi, belajar teori buddhis, makan makanan enak, ketenangan jhana, pengetahuan yg lebih dalam, tamat sd, tamat smp, tamat sma, tamat s1, s2, pegawai senior, manager, direktur, ceo, kepala suku, rumah rss, rumah dua tingkat, apartemen... segalanya. belum ditambah dukkha yg timbul dari menjaga keabadian "milikku" tadi.
gap antara realita dan keinginan si aku ini tidak akan pernah tertutup, hanya bisa tertutup, tidak ada gap lagi disaat aku berhenti.
ini yg dikatakan Buddha: tidak lagi berpikir "ini aku, ini milikku, ini diriku".
bukankah ini sangat jelas terlihat di dalam sana?
inilah pengertian yg saya anggap amat sangat penting, mengenai dukkha.
Tipitaka menerangkan empat jenis manusia tersebut yaitu:
1. Ughatitannu, cukup beberapa baris saja untuk mencapai kesucian
2. Vipancitannu, perlu hingga akhir sutta untuk mencapai kesucian
3. Neyya, perlu belajar teori dan praktek intensive untuk mencapai kesucian.
4. padaparama, tak akan mencapai kesucian apapun. Walau siapapun yang mengajar dan sekuat apapun latihannya.
Nope... impossible. Tak ada manusia seperti itu terlahir di jaman sekarang.
lah, tulisan anda di atas sekalipun kan tidak menjabarkan si neyya ini harus belajar buanyak sutta dan buku2. bisa saja si neyya ini belajar satu sutta dan mempraktekkannya dengan intensive. instruksi meditasi di satu sutta saja mungkin gak akan habis2 kalo dipraktekkan seumur hidup.
dan anda menyimpulkan itu impossible berdasarkan ....?
Anda salah mengerti maksud saya. Ajaran non-Buddhis yang berbeda dengan Buddhis biarkan saja perbedaannya, jangan disama-samakan. Ajaran non-Buddhis yang sama dengan Buddhis wajar bila kita akui persamaannya.
sampai sekarang pernahkah saya menjawab pake kitabnya jk? bukannya semua pertanyaan anda saya jawab dengan teori buddhis?
jadi menurut saya, ada orang2 yg merasa apa yg diajarkan ph itu buddhism, dan ada orang2 yg merasa itu bukan seperti anda.
wajar saja, boleh saja, selama yg satu tidak mengkafirkan pemahaman yg lain...
Penyebab saya tak setuju dengan pak Hudoyo karena ia mengatakan bahwa penulis Tipitaka keliru kecuali tiSutta, lebih lanjut secara implisit ia mengatakan bahwa Krishnamurti lebih benar daripada tipitaka (kecuali tiSutta) bahwa ajaran Krishnamurti lebih sejalan dengan ajaran Sang Buddha dibandingkan dengan Tipitaka.
saya yakin ph tidak pernah dan tidak akan pernah mengatakan "penulis Tipitaka keliru kecuali tiSutta". sekali lagi saya mohon anda memakai kata2 yg akurat. jelas2 ph sering sekali memakai referensi sutta2 lain. kalo menolak abhidhamma sih emang jelas iya dan itu tidak aneh di dunia buddhism. wong mereka yg menyelidiki dan mempelajari secara mendalam seperti ajahn brahm dan skolar2 lain juga menolak abhidhamma kok... biasa aja. tipitaka bukan harga mati buat buddhis.
Apakah menurut anda hal-hal seperti itu terlihat pada orang yang tak pernah bermeditasi...?
arah pertanyaan saya adalah anda mengaku melihat, merasakan, mengamati arus keinginan dan proses batin belaka.
pertanyaannya: dimanakah anda melihat dan merasakannya? di batin
ku ataukah batin orang lain atau di tempat lain?