//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.  (Read 552141 times)

0 Members and 2 Guests are viewing this topic.

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
« Reply #390 on: 30 December 2010, 12:37:16 PM »
sori, saya ketinggalan nulis "aku", seharusnya:
disaat aware ini muncul dengan berjalannya waktu, aku menjadi semakin lemah, aware menjadi semakin kuat sampai akhirnya aku (please jangan lagi diputarbalikkan aku=pancakhanda, tetap berada dikonteks) hancur dan si praktisi tidak lagi berpikir "ini aku, ini milikku, ini diriku" secara permanen.

seperti yg dibilang om kain, saat melek alpabet, buta huruf hancur.

ok, aktifitas pikiran seseorang yang aware itu seperti bagaimana?
apakah dia masih berpikir atau tidak?
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline Satria

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 673
  • Reputasi: -17
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
« Reply #391 on: 30 December 2010, 12:44:59 PM »
Quote from: febian C
seorang Arahat yang tak memiliki "keakuan" masih mengalami penderitaan jasmani.

betul sekali. siapapun yang masih hidup, tentu ia mengalami penderitaan jasmani. tidak seorangpun yang memiliki tubuh, tidak mengalami penderitaan tubuh. setidaknya, tidak pernah saya temukan dalam sutta sang Buddha bersabda bahwa ada manusia yang memiliki tubuh, tapi sudah tidak mengalami  penderitaan jasmani.

apa bedanya dua kalimat berikut ini :

Quote from: febian C
Sang Buddha mengatakan "kalau "kemelekatan" tidak lahir maka penderitaan tidak mengikuti

Quote from: Febian C
Sang Buddha mengatakan dimana ada kondisi (sankhara) maka penderitaan mengikuti.

mana sebenarnya yang dikatakan oleh sang Buddha? yang pertama, yang kedua atau keduanya?

Bagaimana cara menyimpulkan kedua kalimat tersebut?

semua kemelekatan itu sankhara. true or false?

semua sankhara itu kemelekatan. true or false?

apakah hubungan kedua kalimat tersebut dengan kalimat berikut :

Quote
kata2 langsung dari bhante pannavaro: "Kalau keakuan tidak lahir, penderitaan tidak mengikuti. Pada saat aku lahir, penderitaan mulai", sejalan dengan kata2 Buddha seorang arahat tidak lagi berpikir "ini aku, ini milikku, ini diriku"

semua keakuan adalah sankara. true or false?
semua sankara adalah keakuan. true or false?

semua keakuan adalah kemelekatan. true or false?
semua kemelekatan adalah keakuan. tru or false?

Offline Kelana

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.225
  • Reputasi: 142
Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
« Reply #392 on: 30 December 2010, 12:51:07 PM »
om kelana, menurut saya, sutta itu mencoba menerangkan pembebasan diri yg lebih makro, dari seseorang berkeinginan bebas dari dukkha sampai menjadi arahat. apa yg mau disampaikan ph adalah pada level yg lebih mikro dalam satu praktek meditasi. sebagai guru meditasi, ph harus bersikap dan berkata seperti itu demi pengertian dan kemajuan praktek murid2nya.

begitu juga dengan paragraf pertama anda di atas. ph ingin menyampaikan bahwa semua usaha dan gerak aktif -termasuk duduk meditasi mencoba untuk menjadi tenang, dsb- tidak akan berhasil. disaat semuanya berhenti, maka si aku juga berhenti. sekali lagi sebagai guru meditasi, ph harus menyampaikan prinsip ini dengan konsisten...

dan bagaimana berhenti itu bisa tiba2 ada? ya dengan sadar aja. saat sadar ada, aku berhenti. disaat berkeinginan dan berusaha, sadar tidak ada. berusaha untuk menyingkirkan keinginan itu sama saja dengan bermeditasi sambil berkata dalam hati "stop ingin itu.. jangan ingin.. stop ingin.. ayo dong, jangan ingin". gak akan berhasil. saya pikir, ini prinsip yg ingin disampaikan ph.

demikian menurut saya.


Saya rasa sama dalam tujuannya, Sdr. Morpheus, hanya istilah anda dan caranya saja beda, yang satu ingin bebas dari dukkha menjadi arahat. dan yang lain: bebas dari aku (keinginan, dst) dan menerbitkan sadar. Yang membedakan adalah PH tidak mengakui adanya cara atau jalan dan menganggap sepenuhnya aku (keinginan, dst) tidak bermanfat sama sekali. Sedangkan dalam sutta nampak ada jalan dan nampak bahwa aku (keinginan, dst) ada manfaatnya sebagai batu loncatan untuk memadamkan aku (keinginan, dst) itu sendiri, abandon desire by means of desire.

Jika PH tidak mengakui adanya jalan, cara dan mengatakan aku (keinginan, dst) harus dimusnahkan, lalu praktik meditasi bagaimana bisa jalan? Siapa yang bisa bayar retreat MMD ke PH jika tidak ada keinginan untuk bayar MMD? 

Dan seperti yang saya duga, jika penjelasan Sdr. Morpheus benar seperti yang dimaksud PH, maka semakin jelas bagi saya bahwa selama ini PH dalam promosi MMD-nya tidak memisahkan antara kondisi sebelum praktik meditasi dengan kondisi saat meditasi. Dalam pembahasannya ia tidak memisahkan yang sudah sampai diseberang dengan yang sedang menyeberang dan dengan yang belum menyeberang. Semua dicampur aduk sehingga timbullah kekeacauan pemahaman.

Ini semua hanya pemahaman saya, jadi bisa salah. Dan saya rasa saya cukup membahas tentang PH.

Demikian.
GKBU
 
_/\_ suvatthi hotu


- finire -

Offline morpheus

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.750
  • Reputasi: 110
  • Ragu pangkal cerah!
Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
« Reply #393 on: 30 December 2010, 01:01:02 PM »
Bro Morpheus yang baik, pak Hudoyo mengatakan bahwa pikiran/batin dilekati aku, padahal tak ada aku yang melekati, yang ada adalah cetasika yang menyertai setiap bentuk citta. Tak pernah dikatakan dalam Sutta atau Abhidhamma bahwa "aku melekati setiap bentuk pikiran" seperti yang diklaim pak Hudoyo.
om fabi, kapan ph bilang batin dilekati aku? saya mohon anda pakai kata yg persis, karena maknanya bisa berubah banyak kalo pake filter anda sendiri...

Saya kutipkan postingan tersebut (saya hanya mengutip yang ini karena mudah dicari)
Orang yg tidak memahami dualitas pikiran, ia akan macet dalam dualitas itu, terus-menerus berjuang mengikis lobha, dosa, moha yg kasar, tanpa menyadari lobha, dosa & moha yg halus dan sangat halus, yg bersumber pada pikiran & akunya, dan oleh karena itu tidak akan pernah bebas.

Perhatikan yang saya italic, jelas disini pak Hudoyo mengatakan bahwa sumber dari lobha, dosa dan moha adalah dari si "aku" Dimanakah pernah ditemukan pernyataan ini di Tipitaka? Ini adalah ajaran Jiddu Krishnamurti.
Sang Buddha mengajarkan bahwa lobha, dosa, moha dan avijja yang menyebabkan timbulnya persepsi "aku" (sakkaya ditthi).

Jadi perbedaannya menurut Sang Buddha dan Jiddu Krishnamurti/Hudoyo Hupudio:
Sang Buddha:lobha, dosa, moha dan avijja menjadi sebab. Persepsi aku sebagai akibat.
Jiddu Krishnamurti dan Hudoyo Hupudio: Aku sebagai sebab. Lobha, dosa dan moha sebagai akibat.
om fabi, kedua ajaran itu sama saja kalo anda mau mengerti terminologinya. saya memandang aku itu tidak lain adalah avijja itu juga.
anda memandangnya dari segi doktrinal, ph memandangnya dari segi praktis meditatif.
kedua2nya hanya menjadi spekulasi kalo tidak dialami dalam meditasi...
keduanya sah2 saja mengklaim sebagai penafsiran yg benar, namun yg tidak baik adalah mengkafirkan penafsiran yg lain dan mengatakan penafsirannya sendiri yg paling benar dan direstui Buddha.

yg lebih penting daripada spekulasi2 itu adalah bagaimana dukkha itu bisa lenyap.

Dalam board ini memang dibahas pemikiran Theravada bro, tentu saja saya menggunakan Tipitaka sebagai rujukan.
saya gak meminta anda membuang tipitaka dan stop memakai terminologi tipitaka.
saya hanya menyarankan, untuk memahami kata2 pak hudoyo, jangan dihubungkan dengan terminologi tipitaka anda. sesudah anda mengerti, silakan pake lagi tipitaka anda.

maksudnya Arahat tidak mempersepsikan "ini aku, ini milikku, ini diriku" terhadap segala sesuatu yang muncul dalam batinnya, karena sakkaya ditthi dan berbagai kemelekatan yang terhalus sekalipun telah lenyap.
kalau menurut saya tak ada aku disana hanya kemelekatan/lobha yang muncul terhadap jam tangannya tersebut, dan kemelekatan/lobha juga anicca. Contohnya bila jam itu sudah terlalu tua, terlalu jelek atau harganya telah turun tak ada harganya sama sekali, bila pecah ia tentu biasa saja. Jadi sekali lagi pandangan bahwa "segala sesuatu berasal dari aku" adalah pandangan salah sakkaya ditthi.
sama seperti di atas.
dalam prakteknya, mudah sekali melihat penderitaan pecahnya jam itu berasal dari asosiasi si aku dengan barang tersebut, ketimbang mencoba melihat lobha sebagai sesuatu yg terpisah dari diri.


menurut Sang Buddha: dengan kondisi-kondisi (sankhara) sebagai sebab, maka sebab-sebab itu juga bersifat tidak kekal. Karena tidak kekal maka menimbulkan penderitaan.
Sang Buddha mengatakan "kalau "kemelekatan" tidak lahir maka penderitaan tidak mengikuti, pada saat kemelekatan lahir,penderitaan mulai"
Apakah teman-teman ada yang bisa membantu menunjukkan dimana Sang Buddha mengatakan "Kalau keakuan tidak lahir, penderitaan tidak mengikuti. Pada saat aku lahir, penderitaan mulai"? Setahu saya Sang Buddha mengatakan dimana ada kondisi (sankhara) maka penderitaan mengikuti. Karena seorang Arahat yang tak memiliki "keakuan" masih mengalami penderitaan jasmani.
sekali lagi, yg lebih penting adalah bagaimana dukkha itu lenyap, seperti yg dikatakan Buddha:
"Kalau begitu, Bahiya, engkau harus berlatih demikian: berkaitan dengan apa yang terlihat, hanya ada yang terlihat. Berkaitan dengan apa yang terdengar, hanya ada yang terdengar. Berkaitan dengan apa yang tercerap [dengan ketiga indra lain], hanya ada yang tercerap. Berkaitan dengan apa yang dikenal [dalam batin], hanya ada yang dikenal. Demikianlah engkau harus berlatih. Bila bagimu hanya ada yang terlihat berkaitan dengan apa yang terlihat, hanya ada yang terdengar berkaitan dengan apa yang terdengar, hanya ada yang tercerap berkaitan dengan apa yang tercerap, hanya ada yang dikenal berkaitan dengan apa yang dikenal, maka, Bahiya, tidak ada engkau sehubungan dengan itu. Bila tidak ada engkau sehubungan dengan itu, maka tidak ada engkau di situ. Bila tidak ada engkau di situ, maka engkau tidak ada di sini, atau di sana, atau di antara keduanya. Inilah, hanya inilah, akhir dukkha."
* I'm trying to free your mind, Neo. But I can only show you the door. You're the one that has to walk through it
* Neo, sooner or later you're going to realize just as I did that there's a difference between knowing the path and walking the path

Offline morpheus

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.750
  • Reputasi: 110
  • Ragu pangkal cerah!
Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
« Reply #394 on: 30 December 2010, 01:06:21 PM »
ok, aktifitas pikiran seseorang yang aware itu seperti bagaimana?
apakah dia masih berpikir atau tidak?
yg ini saya gak tau. masih perlu dibuktikan... apakah ini penting?
menurut anda?
* I'm trying to free your mind, Neo. But I can only show you the door. You're the one that has to walk through it
* Neo, sooner or later you're going to realize just as I did that there's a difference between knowing the path and walking the path

Offline fabian c

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.095
  • Reputasi: 128
  • Gender: Male
  • 2 akibat pandangan salah: neraka atau rahim hewan
Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
« Reply #395 on: 30 December 2010, 01:16:09 PM »
betul sekali. siapapun yang masih hidup, tentu ia mengalami penderitaan jasmani. tidak seorangpun yang memiliki tubuh, tidak mengalami penderitaan tubuh. setidaknya, tidak pernah saya temukan dalam sutta sang Buddha bersabda bahwa ada manusia yang memiliki tubuh, tapi sudah tidak mengalami  penderitaan jasmani.

apa bedanya dua kalimat berikut ini :

mana sebenarnya yang dikatakan oleh sang Buddha? yang pertama, yang kedua atau keduanya?
Bagaimana cara menyimpulkan kedua kalimat tersebut? Bro Satria yang baik, keduanya menimbulkan penderitaan, dimana dengan diawali avijja lalu timbullah sankhara, lalu nama-rupa....hingga upadana (kemelekatan) semua ini adalah bagian dari paticca samuppada.

Quote
semua kemelekatan itu sankhara. true or false?

semua sankhara itu kemelekatan. true or false?
Berdasarkan kondisi-kondisi (sankhara), timbullah kemelekatan

Quote
apakah hubungan kedua kalimat tersebut dengan kalimat berikut :

semua keakuan adalah sankara. true or false?
semua sankara adalah keakuan. true or false?
Keakuan adalah ditthi (pandangan) yang muncul oleh sebab-sebab tertentu.

Quote
semua keakuan adalah kemelekatan. true or false?
semua kemelekatan adalah keakuan. tru or false?
Keakuan timbul dari kemelekatan.
Tiga hal ini, O para bhikkhu dilakukan secara rahasia, bukan secara terbuka.
Bercinta dengan wanita, mantra para Brahmana dan pandangan salah.

Tiga hal ini, O para Bhikkhu, bersinar secara terbuka, bukan secara rahasia.
Lingkaran rembulan, lingkaran matahari serta Dhamma dan Vinaya Sang Tathagata

Offline morpheus

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.750
  • Reputasi: 110
  • Ragu pangkal cerah!
Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
« Reply #396 on: 30 December 2010, 01:20:08 PM »
Saya rasa sama dalam tujuannya, Sdr. Morpheus, hanya istilah anda dan caranya saja beda, yang satu ingin bebas dari dukkha menjadi arahat. dan yang lain: bebas dari aku (keinginan, dst) dan menerbitkan sadar. Yang membedakan adalah PH tidak mengakui adanya cara atau jalan dan menganggap sepenuhnya aku (keinginan, dst) tidak bermanfat sama sekali. Sedangkan dalam sutta nampak ada jalan dan nampak bahwa aku (keinginan, dst) ada manfaatnya sebagai batu loncatan untuk memadamkan aku (keinginan, dst) itu sendiri, abandon desire by means of desire.
seperti yg saya bilang di atas, yg berbeda adalah konteksnya, om.
bisa jadi keduanya benar.

mengenai ph menganggap pikiran tidak bermanfaat sama sekali, berulang kali dia bilang pikiran masih diperlukan dalam kehidupan sehari2. yg ini ditanyakan ke yg bersangkutan aja.


Jika PH tidak mengakui adanya jalan, cara dan mengatakan aku (keinginan, dst) harus dimusnahkan, lalu praktik meditasi bagaimana bisa jalan? Siapa yang bisa bayar retreat MMD ke PH jika tidak ada keinginan untuk bayar MMD? 
setahu saya mmd itu gratis:
"Pada prinsipnya, pelatihan ini diberikan secara gratis. Pembimbing dan para petugas dalam retret ini tidak menerima imbalan dalam bentuk apa pun. Namun, apabila retret ini diadakan di sebuah vihara, pada akhir retret para peserta diharapkan menyumbang secara sukarela (dengan jumlah yang tidak ditentukan besarnya) kepada vihara. Bila retret ini diadakan di sebuah tempat yang disewa untuk itu, maka biaya akomodasi dan konsumsi ditanggung bersama-sama secara transparan oleh para peserta."

Dan seperti yang saya duga, jika penjelasan Sdr. Morpheus benar seperti yang dimaksud PH, maka semakin jelas bagi saya bahwa selama ini PH dalam promosi MMD-nya tidak memisahkan antara kondisi sebelum praktik meditasi dengan kondisi saat meditasi. Dalam pembahasannya ia tidak memisahkan yang sudah sampai diseberang dengan yang sedang menyeberang dan dengan yang belum menyeberang. Semua dicampur aduk sehingga timbullah kekeacauan pemahaman.
perbedaan dalam konteks.
dan saya bisa mengerti sebagai pengajar, ph mau tidak mau harus mengatakan hal itu tanpa kompromi.

sampai di sini, om.
* I'm trying to free your mind, Neo. But I can only show you the door. You're the one that has to walk through it
* Neo, sooner or later you're going to realize just as I did that there's a difference between knowing the path and walking the path

Offline Satria

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 673
  • Reputasi: -17
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
« Reply #397 on: 30 December 2010, 01:23:39 PM »
Quote from: febian C
Bagaimana cara menyimpulkan kedua kalimat tersebut? Bro Satria yang baik, keduanya menimbulkan penderitaan, dimana dengan diawali avijja lalu timbullah sankhara, lalu nama-rupa....hingga upadana (kemelekatan) semua ini adalah bagian dari paticca samuppada.

anda betul.  dari sankara, timbulah nama rupa. ketika nama rupa ini muncul, apakah penderitaan muncul bersamanya, ataukah muncul kemudian? jika muncul kemudian, maka seberapa tempo yang diperlukan dari nama rupa hingga penderitaan?

Quote from: Febian C
Keakuan timbul dari kemelekatan.

dari mana asal muasal pengetahuan Anda ini?
apakah keakuan timbul bersama munculnya kemelekatan. ataukah keakuan muncul beberapa waktu setelah munculnya kemelekatan?

jika "aku" tidak ada, maka apakah yang melekat pada objek?

Offline fabian c

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.095
  • Reputasi: 128
  • Gender: Male
  • 2 akibat pandangan salah: neraka atau rahim hewan
Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
« Reply #398 on: 30 December 2010, 01:38:52 PM »
om fabi, kapan ph bilang batin dilekati aku? saya mohon anda pakai kata yg persis, karena maknanya bisa berubah banyak kalo pake filter anda sendiri...
Baiklah bro, lebih tepatnya pikiran. Sekarang saya tanyakan bila anda berpikir 700 X 5, apakah ada keakuan disana? bila anda melihat batu jelek di pinggir jalan, apakah timbul "keakuan...."?

Quote
om fabi, kedua ajaran itu sama saja kalo anda mau mengerti terminologinya. saya memandang aku itu tidak lain adalah avijja itu juga.
Saya tak mau mengatakan mana salah mana benar, menurut saya "keakuan" timbul dari avijja bukan sebaliknya.

Quote
anda memandangnya dari segi doktrinal, ph memandangnya dari segi praktis meditatif.
Menurut saya PH melihatnya dari segi persepsi dan teorinya sendiri. Saya lebih suka memendam ini dari segi kebenaran masing-masing, tapi yang jelas anda keliru kalau menganggap bahwa saya hanya memandang segala persoalan dari segi doktrinal. Saya melihat segala sesuatu berdasarkan pengalaman saya dan menggunakan doktrin sebagai referensi.

Quote
kedua2nya hanya menjadi spekulasi kalo tidak dialami dalam meditasi...
Time will tell the truth....

Quote
keduanya sah2 saja mengklaim sebagai penafsiran yg benar, namun yg tidak baik adalah mengkafirkan penafsiran yg lain dan mengatakan penafsirannya sendiri yg paling benar dan direstui Buddha.
Ini adalah pernyataan yang sifatnya personal bro... Saya tidak pernah mengatakan bahwa pernyataan saya direstui Buddha atau tidak... saya mempersilahkan membandingkan pernyataan saya dan PH dibandingkan dengan Tipitaka sebagai referensi.

Quote
yg lebih penting daripada spekulasi2 itu adalah bagaimana dukkha itu bisa lenyap.
Benar... berbagai kepercayaan menggunakan berbagai metode berusaha melenyapkan dukkha, apakah dukkha bisa lenyap dengan cara lain?

Quote
saya gak meminta anda membuang tipitaka dan stop memakai terminologi tipitaka.
saya hanya menyarankan, untuk memahami kata2 pak hudoyo, jangan dihubungkan dengan terminologi tipitaka anda. sesudah anda mengerti, silakan pake lagi tipitaka anda.
Saya rasa pernyataan PH sendiri sudah jelas bahwa apa yang dikemukakannya tidak sesuai dengan Tipitaka, hanya sesuai dengan ti Sutta, ya kan...? Apakah ada yang lebih tepat dari pernyataannya sendiri...?

Quote
sama seperti di atas.
dalam prakteknya, mudah sekali melihat penderitaan pecahnya jam itu berasal dari asosiasi si aku dengan barang tersebut, ketimbang mencoba melihat lobha sebagai sesuatu yg terpisah dari diri.
Kalau begitu menurut anda mana yang lebih tepat?
Lobha, dosa, moha dan avijja sebagai sebab dan "aku" sebagai akibat atau
"Aku" sebagai sebab dan lobha, dosa, moha sebagai akibat...?
Atau anda memiliki pendapat sendiri...?

Quote
sekali lagi, yg lebih penting adalah bagaimana dukkha itu lenyap, seperti yg dikatakan Buddha:
"Kalau begitu, Bahiya, engkau harus berlatih demikian: berkaitan dengan apa yang terlihat, hanya ada yang terlihat. Berkaitan dengan apa yang terdengar, hanya ada yang terdengar. Berkaitan dengan apa yang tercerap [dengan ketiga indra lain], hanya ada yang tercerap. Berkaitan dengan apa yang dikenal [dalam batin], hanya ada yang dikenal. Demikianlah engkau harus berlatih. Bila bagimu hanya ada yang terlihat berkaitan dengan apa yang terlihat, hanya ada yang terdengar berkaitan dengan apa yang terdengar, hanya ada yang tercerap berkaitan dengan apa yang tercerap, hanya ada yang dikenal berkaitan dengan apa yang dikenal, maka, Bahiya, tidak ada engkau sehubungan dengan itu. Bila tidak ada engkau sehubungan dengan itu, maka tidak ada engkau di situ. Bila tidak ada engkau di situ, maka engkau tidak ada di sini, atau di sana, atau di antara keduanya. Inilah, hanya inilah, akhir dukkha."
Saya kira mengenai hal ini telah dibahas dalam reply saya kepada bro Kainyn.

Tiga hal ini, O para bhikkhu dilakukan secara rahasia, bukan secara terbuka.
Bercinta dengan wanita, mantra para Brahmana dan pandangan salah.

Tiga hal ini, O para Bhikkhu, bersinar secara terbuka, bukan secara rahasia.
Lingkaran rembulan, lingkaran matahari serta Dhamma dan Vinaya Sang Tathagata

Offline choroqie

  • Bukan Tamu
  • *
  • Posts: 21
  • Reputasi: 2
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
« Reply #399 on: 30 December 2010, 01:51:47 PM »
jika "aku" tidak ada, maka apakah yang melekat pada objek?

salam,
ijinkan nubie menjawab yg ini, menurut abhidhamma bukanlah "aku" yg melekat pada objek,melainkan rangkaian citta dan cetasika yg selalu timbul tenggelam dengan sangat cepat yg kemudian sering disalah-pahami sebagai "aku"

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
« Reply #400 on: 30 December 2010, 01:52:49 PM »
ya itulah, maka harus diberikan pandangan2, ini saat samadi, ini saat keseharian.

seseorang samadi bagus tapi keseharian tidak bagus maka sepetinya itu sia2.

ibarat, ketika samadi aware terus, tapi ketika sudah tidak samadi eh pikirannya kemana2.
Keseharian seseorang terefleksi dalam samadhinya, dan apa yang diperoleh dalam samadhinya itu biasa terefleksi pula dalam kesehariannya. Walaupun kita tidak bisa benar-benar tahu samadhi seseorang, tapi bisa sedikit banyak dinilai dari kesehariannya.

Kalau (katanya) samadhinya bagus tapi kesehariannya berperilaku tidak baik, bukan berarti samadhinya sia-sia, tapi mungkin samadhinya tidak berhasil.
« Last Edit: 30 December 2010, 01:56:31 PM by Kainyn_Kutho »

Offline Satria

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 673
  • Reputasi: -17
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
« Reply #401 on: 30 December 2010, 01:58:25 PM »
salam,
ijinkan nubie menjawab yg ini, menurut abhidhamma bukanlah "aku" yg melekat pada objek,melainkan rangkaian citta dan cetasika yg selalu timbul tenggelam dengan sangat cepat yg kemudian sering disalah-pahami sebagai "aku"

jika seseorang tidak menyalah fahami rangkaian citta dan cetasika sebagai aku, maka apakah ia masih memiliki kemelekatan?

Offline morpheus

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.750
  • Reputasi: 110
  • Ragu pangkal cerah!
Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
« Reply #402 on: 30 December 2010, 02:16:53 PM »
Baiklah bro, lebih tepatnya pikiran. Sekarang saya tanyakan bila anda berpikir 700 X 5, apakah ada keakuan disana? bila anda melihat batu jelek di pinggir jalan, apakah timbul "keakuan...."?
saya gak tau gimana pemahaman ph, jadi saya jawab menurut pemahaman saya.

apa sih "aku" itu?
bagi saya, aku itu adalah sebuah garis ilusi. garis yg memisahkan antara aku (di dalam garis) dan lingkungan (di luar garis).
karena ada ilusi ini, segala sesuatu kita kelompokan sebagai aku dan bukan aku.
jadi pada saat saya melihat batu jelek di pinggir jalan, pikiran saya otomatis menggolongkannya sebagai bukan aku.

pada orang yg akunya gede, banyak sekali yg ada di dalam garis: tubuhku, mobilku, rumahku, karyaku, istriku, agamaku, doktrinku, viharaku, pencapaianku, dsb. dan diluar garis: tubuhmu, mobilmu, rumahmu, dsb.
nyenggol segala sesuatu yg ada di dalam garis, dia akan menderita.
kalo yg ada di luar garis kesenggol, dia santai2 aja.

pada orang yg tipis akunya, sedikit yg ada di dalam garis...
pada orang yg tercerahkan, garis ilusi ini lenyap...


Saya tak mau mengatakan mana salah mana benar, menurut saya "keakuan" timbul dari avijja bukan sebaliknya.
di sini lah cara pandang kita beda. bagi saya, dalam doktrin theravada, aku itu adalah avijja.

Ini adalah pernyataan yang sifatnya personal bro... Saya tidak pernah mengatakan bahwa pernyataan saya direstui Buddha atau tidak... saya mempersilahkan membandingkan pernyataan saya dan PH dibandingkan dengan Tipitaka sebagai referensi.
nah itu dia. ph mengklaim dia juga berbasis tipitaka.

Saya rasa pernyataan PH sendiri sudah jelas bahwa apa yang dikemukakannya tidak sesuai dengan Tipitaka, hanya sesuai dengan ti Sutta, ya kan...? Apakah ada yang lebih tepat dari pernyataannya sendiri...?
saya pikir tipitaka bukan harga mati.
segenggam sutta kalo itu bisa membawa pembebasan dan akhir dukkha, itu udah cukup.
sah2 saja kalo orang diluaran menolak abhidhamma, tidak perlu memaksakan kepercayaan dan pemahaman kepada orang lain.

Kalau begitu menurut anda mana yang lebih tepat?
Lobha, dosa, moha dan avijja sebagai sebab dan "aku" sebagai akibat atau
"Aku" sebagai sebab dan lobha, dosa, moha sebagai akibat...?
saya melihat delusi sang aku itulah avijja.
dalam kesehariannya, lebih mudah melihat sang aku yg membuat dukkha, ketimbang mencoba melihat lobha, dosa, moha.
itulah perbedaan pandangannya. let ph keeps his view and om fabian keeps his view. serahkan sama pembaca.

btw, saya jadi mau tau pendapat anda. menurut teori atau pengalaman anda, gimana caranya lobha bisa menjadi sebab aku?
* I'm trying to free your mind, Neo. But I can only show you the door. You're the one that has to walk through it
* Neo, sooner or later you're going to realize just as I did that there's a difference between knowing the path and walking the path

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
« Reply #403 on: 30 December 2010, 02:43:25 PM »
Bro Kainyn yang baik, Apakah bisa diperjelas maksud pertanyaannya...?
Untuk menggambarkan "ilusi pikiran", Pak Hudoyo menggunakan istilah "aku"; Saya dalam contoh anak kecil menggambarkannya dengan "monster".
Sebelum memahami, "aku" ada dalam pikiran. Setelah memahami kebenarannya, "aku" itu hilang.
Sebelum memahami, "monster" ada dalam pikiran. Setelah memahami kebenarannya, "monster" itu hilang.

Mengapa Bro Fabian mengatakan itu pandangan salah? Apakah ketika saya mengatakan "monster" itu ada di dalam pikiran, berarti saya termasuk pada salah satu pandangan salah ("monster" identik/ada pada/terpisah/memiliki pikiran)?


Quote
Saya akan memperjelas apa yang dimaksud oleh Sutta ini, seorang Arahat sudah tidak mempersepsikan apa yang masuk ke panca inderanya/dialaminya, jadi Mereka melihat apa adanya. Karena melihat apa adanya maka tidak timbul anggapan-anggapan dan persepsi terhadap apa yang dialaminya.
Ini pernyataan saya sebelumnya:
"Sebab para Arahat melihat jasmani sebagai jasmani, tidak berpikir ada aku di sana, tidak berpikir ada aku di dalam, tidak berpikir ada aku di luar. Karena tidak melekat, maka tidak ada penderitaan (berupa kemarahan)."
Adakah yang tidak sesuai?


Quote
"Para bhikkhu, seorang bhikkhu yang adalah seorang Arahant dengan noda-noda telah dihancurkan, yang telah menjalani kehidupan suci, telah melakukan apa yang harus dilakukan, telah menurunkan beban, telah mencapai tujuan sesungguhnya, telah menghancurkan belenggu-belenggu penjelmaan, dan sepenuhnya terbebas melalui pengetahuan akhir, ia juga secara langsung mengetahui tanah sebagai tanah. Setelah secara langsung mengetahui tanah sebagai tanah, ia tidak menganggap [dirinya sebagai] tanah, ia tidak menganggap [dirinya] dalam tanah, ia tidak menganggap [dirinya terpisah] dari tanah, ia tidak menganggap tanah sebagai ‘milikku,’ ia tidak bergembira dalam tanah. Mengapakah? Karena ia telah memahami sepenuhnya, Aku katakan."
Quote
Jadi kalimat warna biru sebenarnya adalah keterangan untuk lebih mempertegas kalimat yang saya bold.
Yang berpandangan paling benar adalah mereka yang melihat sesuatu apa adanya, tanpa persepsi.
Betul itu adalah keterangannya. Karena Bro Fabian awalnya menolak keterangan saya dengan mengatakan "Lebih tepatnya Arahat hanya melihat jasmani sebagai jasmani, titik.", maka saya mencantumkan sutta yang memberikan keterangan.

Setahu saya, sebetulnya yang biasa Pak Hudoyo maksud dengan "menghentikan pikiran" adalah proses "titik" yang disebut Bro Fabian tersebut. Setelah mengenali "objek sebagai objek", maka berhenti, tidak dilanjutkan lagi. Inilah yang saya pahami bahwa sebetulnya dalam hal ini, Pak Hudoyo juga sesuai dengan Buddhisme (walaupun saya tidak tahu meditasinya bagaimana bentuknya). 


Quote
Yang membentuk persepsi aku adalah lobha, dosa, moha dan avijja. yang menimbulkan delusi persepsi (sanna vipallasa), delusi pikiran (citta vipallasa) dan delusi pandangan (ditthi vipallasa).
Bisa dijelaskan lebih detail, dan berhubungan dengan (khanda) apa sajakah lobha-dosa-moha ini?


Offline Sostradanie

  • Sebelumnya: sriyeklina
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.375
  • Reputasi: 42
Re: Pertanyaan kritis mengenai theravada menurut pandangan yg berbeda.
« Reply #404 on: 30 December 2010, 02:48:42 PM »
saya gak tau gimana pemahaman ph, jadi saya jawab menurut pemahaman saya.

apa sih "aku" itu?
bagi saya, aku itu adalah sebuah garis ilusi. garis yg memisahkan antara aku (di dalam garis) dan lingkungan (di luar garis).
karena ada ilusi ini, segala sesuatu kita kelompokan sebagai aku dan bukan aku.
jadi pada saat saya melihat batu jelek di pinggir jalan, pikiran saya otomatis menggolongkannya sebagai bukan aku.

Bagaimana proses-nya terjadi penggolongan di pikiran anda dalam melihat sesuatu?

Sekarang misalnya ada sebuah mobil yang terletak di pinggir jalan. Bagaimana bisa terjadi keputusan bahwa itu mobilku atau bukan mobilku?Di luar garis atau didalam garis?

PEMUSNAHAN BAIK ADANYA (2019)

 

anything