25/12/2008
20:20 Baca Ratana Sutta, kemudian baca artinya.
20:35-21:45
Mengatur posisi duduk yg nyaman, punggung tegak seperti tadi pagi, sehingga berat badan bertumpu di kedua paha.
Kali ini nafas sudah tenang sendiri, jadi aku pengennya merenungkan apa saja yg aku alami hari ini. (jadi obyek meditasi yg tanpa direncana).
Dimulai dari sesuatu yg membuat pikiranku membandingkan diri dgn orang lain, merasa diri sendiri lebih ok. Aku catatkan ini sebagai kesombongan.
Dan kedua yg paling nyata dan parah adalah, aku dalam sehari ini masih banyak gak sadar dan masuk dalam khayalan.
Lalu, dimulai dari kesombongan dulu.
Aku kerap sekali merasa diri sendiri lebih ok dibanding orang lain, parahnya juga pada temanku sendiri. Ini salah satu mara. Apalagi kalo ada yg memujiku, aku langsung senang dan dalam hati kecilku ada rasa bangga. Lalu, aku bertanya.. apa sebetulnya dalam diriku yg layak aku sombongkan? aku merenungkan sendiri tubuhku yg sedang duduk ini, mulai dari kepala, turun ke badan, hingga kaki. Aku teringat bahwa tubuh ini tidak kekal, aku bayangkan ia kian hari terus mengalami proses perubahan.. sel-selnya lahir, menua, mati dan ulang lagi, akhirnya kulitku jadi keriput, tua, lalu kubayangkan ia berubah jd seperti mayat, membiru dengan kulit mulai bengkak dan terkelupas. Menjijikkan sekali, inikah yg kusebut diriku yg ok itu? Suatu hari nanti, aku akan mati. Karena yg lahir pasti mengalami proses menua dan mati. Sebenarnya tubuhku sudah sedang mengalami penuaan walaupun tanpa kusadari..
Kedua, aku merenungkan kenapa tiap kali aku sering lengah dan masuk dalam khayalan, aku belum bisa sadar sepenuhnya dalam satu hari. Karna kontak.. pikiranku memikirkan objek itu, ia membuatku merasa senang, dan aku mengira itu diriku yg sedang senang. Karena itulah, aku terus-terusan larut dalam khayalan yg membuatku bahagia itu. Phassa paccaya vedana. Vedana paccaya tanha. Aku teringat Maha Satipatthana, yg kuanggap aku yg senang itu hanyalah badan, perasaan, pikiran dan objek pikiran ini. Diriku tidak ada. Hmm.. lain kali aku harus ingat ini lagi di saat mengkhayal.
Tiba2 ada pikiran lain yg terlintas, dan ia lewat saja, berpikir.. berpikir..
Sekarang di kakiku sedang terasa sakit, tubuh ini.. hmh.. dukkha.. Tubuhku terdiri dari unsur cair, panas, udara dan padat. Nafas yg kurasakan melewati hidungku ini unsur udara, ia tidak kekal, sebentar panjang, sebentar pendek, tidak bisa kuatur semauku. Kakiku terasa sakit, ini kenyataan, ini dukkha.. Rasa sakit ini. Perasaan ini.. kadang senang, kadang tidak enak.. ini juga terus berubah-ubah, tanpa bisa kukendalikan seperti yg ku mau.
Sesekali ada suara di dapur, telinga mendengar.. telinga mendengar.. aku merenungkan enam landasan indria, salayatana paccaya phassa. Namarupa paccaya salayatana. Aku yg sedang duduk ini. Hanya tubuh dan pikiran. Pancakhanda.. vedana, sanna, sankhara, vijnana. Pikiran yg lalu lalang.. tidak perlu dicerap.
Lalu aku merenungkan avijja paccaya sankhara. Di sini aku memang sering agak kesulitan menyelaraskannya dengan sankhara yg di pancakhanda. Duh, bagaimana ini..? Yg satu setelah sanna, sankhara. Yg satu setelah avijja, sankhara. Ketika rasanya mulai ada suara dalam diri, aku catat itu berpikir berpikir.. Dan aku renungkan saja mana yg bisa. Avijja.. tidak tahu Empat Kebenaran Mulia.. Lalu aku lanjut dari Empat Kebenaran Mulia. Pertama, dukkha.. tubuh & pikiranku ini. Kedua, penyebabnya, karena keinginan muncul setelah melekat pada tubuh & pikiran ini. Ketiga, Nibbana.. Nibbana.. kebahagiaan tertinggi, tidak terkondisi.. bagaimanakah rasanya Nibbana? Kebahagiaan aku duduk di sini sekarang dengan kebahagiaan dari khayalanku yg biasanya. Memang kenikmatan dari enam landasan indria terasa enak, tapi keenakan itu menyakitkan. Ia membuatku melekat dan tidak sadar. Tapi yg ini tidak. Hanya ada tubuh dan pikiran. Aku cuma duduk di sini, aku hanya mengerjakan apapun dengan sadar setiap saat, aku duduk hanya duduk, melihat hanya melihat, kakiku yg sakit ini hanya kaki yg sakit, sakitnya menghilang dengan sendirinya. Mungkin itu bahagianya, tidak ada satupun yg kumiliki. Lanjut keempat, caranya, jalan mulia beruas delapan.. Sila samadhi panna. Panna sila samadhi. Panna = Pandangan benar, pikiran benar, Sila = ucapan benar, perbuatan benar, penghidupan benar, Samadhi = usaha benar, perhatian benar, konsentrasi benar.
Pandangan benar.. Aku hanya terdiri dari tubuh dan pikiran.. Pikiran benar.. Setiap pikiran yg muncul dapat kukenali dan kutahan langsung, tidak masuk lagi dlm khayalan yg membawaku melayang jauh. Ucapan benar.. Jika pikiran sudah jernih, ucapan pun bisa terkendali. Perbuatan benar, Penghidupan benar.. begitu juga setiap tindakan akan dikendalikan. Usaha benar.. Perhatian benar.. berusaha tetap sadar, terus-menerus menjaga perhatian pada 4 ini, tubuh, perasaan, pikiran & objek pikiran.. Konsentrasi benar.. Jhana.. Jhana.. Bagaimana ini? Aku pindah fokus pada nafas. Masih tidak bisa.. ya pikiranku masih merenung, jadi tidak bisa.. Aku coba lagi fokus ke satu titik nafas di ujung hidung.. fokus.. fokus.. terasa seperti ada suatu benda mengumpul di hidung. Kemudian seperti sebelumnya lagi, aku resah. Gimana ini? Perhatian pada nafas seketika hilang saat aku bertanya. Ulang lagi fokusnya.. Juga sama lagi seperti awal. Hmmh.. sudah deh, pelan-pelan aku buka mata. Sabbe satta bhavantu sukhitatta.. semoga semua makhluk hidup berbahagia.. Sadhu.. sadhu.. sadhu..
Kali ini bangkitnya terasa agak puas. Banyak juga yg kurenungkan, he.. seakan baru saja dapat insight. Apa aku sudah sotapanna ya? (pandangan salah, keraguan, kemelekatan pada ritual). He2x.. Lagi-lagi pikiran.. pikiran.. Ini pun cuma sementara saja..
Ada gak orang yg bisa dan bersedia sharing sama aku soal Jhana? Bagaimana caranya meletakkan fokus terus pada nafas? Aku belum bisa melakukannya..