//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: ANGUTTARA NIKAYA buku SEPULUH  (Read 11826 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
ANGUTTARA NIKAYA buku SEPULUH
« on: 07 October 2013, 07:32:14 PM »
[101]BUKU KELOMPOK SEPULUH

Terpujilah Sang Bhagavā, Sang Arahant,
Yang Tercerahkan Sempurna


Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku SEPULUH
« Reply #1 on: 07 October 2013, 07:32:46 PM »
LIMA PULUH PERTAMA

 
I. MANFAAT

1 (1)  Tujuan Apakah?

Demikianlah yang kudengar. Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Kemudian Yang Mulia Ānanda mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, duduk di satu sisi, dan berkata kepada Beliau:

(1) “Bhante, Apakah tujuan dan manfaat dari perilaku bermoral yang bermanfaat?”

(2) “Ānanda,  tujuan dan manfaat dari perilaku bermoral yang bermanfaat adalah ketidak-menyesalan.”

(3) “Dan apakah, Bhante, tujuan dan manfaat dari ketidak-menyesalan?”

“Tujuan dan manfaat dari ketidak-menyesalan adalah kegembiraan.”

(4) “Dan apakah, Bhante, tujuan dan manfaat dari kegembiraan?”

“Tujuan dan manfaat dari kegembiraan adalah sukacita.”

(5) “Dan apakah, Bhante, tujuan dan manfaat dari sukacita?”

“Tujuan dan manfaat dari sukacita adalah ketenangan.”

(6) “Dan apakah, Bhante, tujuan dan manfaat dari ketenangan?”

“Tujuan dan manfaat dari ketenangan adalah kenikmatan.”

(7) “Dan apakah, Bhante, tujuan dan manfaat dari kenikmatan.”

“Tujuan dan manfaat dari kenikmatan [2] adalah konsentrasi.”

(8 ) “Dan apakah, Bhante, tujuan dan manfaat dari konsentrasi?”


“Tujuan dan manfaat dari konsentrasi adalah pengetahuan dan penglihatan pada segala sesuatu sebagaimana adanya.”

(9) “Dan apakah, Bhante, tujuan dan manfaat dari pengetahuan dan penglihatan pada segala sesuatu sebagaimana adanya?”

“Tujuan dan manfaat dari pengetahuan dan penglihatan pada segala sesuatu sebagaimana adanya adalah kekecewaan dan kebosanan.”

(10) Dan apakah, Bhante, tujuan dan manfaat dari kekecewaan dan kebosanan?”

“Tujuan dan manfaat dari kekecewaan dan kebosanan adalah pengetahuan dan penglihatan pada kebebasan.

“Demikianlah, Ānanda, (1)-(2) tujuan dan manfaat dari perilaku bermoral yang bermanfaat adalah ketidak-menyesalan; (2) tujuan dan manfaat dari ketidak-menyesalan adalah kegembiraan; (4) tujuan dan manfaat dari kegembiraan adalah sukacita; (5) tujuan dan manfaat dari sukacita adalah ketenangan; (6) tujuan dan manfaat dari ketenangan adalah kenikmatan; (7) tujuan dan manfaat dari  kenikmatan adalah konsentrasi; (8 ) tujuan dan manfaat dari konsentrasi adalah pengetahuan dan penglihatan pada segala sesuatu sebagaimana adanya; (8 ) tujuan dan manfaat dari pengetahuan dan penglihatan pada segala sesuatu sebagaimana adanya adalah kekecewaan dan kebosanan; dan (10) tujuan dan manfaat dari kekecewaan dan kebosanan adalah pengetahuan dan penglihatan pada kebebasan. Demikianlah, Ānanda, perilaku bermoral yang bermanfaat secara bertahap mengarah pada yang terunggul.”<1964>

(2) Kehendak

(1)-(2) “Para bhikkhu, bagi seorang yang bermoral, seorang yang perilakunya bermoral, tidak ada kehendak yang perlu dikerahkan: ‘Semoga ketidak-menyesalan muncul padaku.’ Adalah sewajarnya<1965> bahwa ketidak-menyesalan muncul pada seorang yang bermoral, seorang yang perilakunya bermoral.

(3) “Bagi seorang yang tanpa penyesalan tidak ada kehendak yang perlu dikerahkan: ‘Semoga kegembiraan muncul padaku.’ Adalah sewajarnya bahwa kegembiraan muncul pada seorang yang tanpa penyesalan.

(4) “Bagi seorang yang bergembira tidak ada kehendak yang perlu dikerahkan: ‘Semoga sukacita muncul padaku.’ Adalah sewajarnya bahwa sukacita muncul pada seoarang yang bergembira. [3]

(5) “Bagi seorang yang bersukacita tidak ada kehendak yang perlu dikerahkan: ‘Semoga jasmaniku menjadi tenang.’ Adalah sewajarnya bahwa jasmani seorang yang bersukacita menjadi tenang.

(6) “Bagi seorang yang tenang dalam jasmani tidak ada kehendak yang perlu dikerahkan: ‘Semoga aku merasakan kenikmatan.’ Adalah sewajarnya bahwa seorang yang tenang dalam jasmani merasakan kenikmatan.

(7) “Bagi seorang yang merasakan kenikmatan tidak ada kehendak yang perlu dikerahkan: ‘Semoga pikiranku terkonsentrasi.’ Adalah sewajarnya bahwa pikiran seorang yang merasakan kenikmatan menjadi terkonsentrasi.

(8 ) “Bagi seorang yang terkonsentrasi tidak ada kehendak yang perlu dikerahkan: ‘Semoga aku mengetahui dan melihat segala sesuatu sebagaimana adanya.’ Adalah sewajarnya bahwa seorang yang terkonsentrasi mengetahui dan melihat segala sesuatu sebagaimana adanya.

(9) “Bagi seorang yang mengetahui dan melihat segala sesuatu sebagaimana adanya tidak ada kehendak yang perlu dikerahkan: ‘Semoga aku menjadi kecewa dan bosan.’ Adalah sewajarnya bahwa seorang yang mengetahui dan melihat segala sesuatu sebagaimana adanya menjadi kecewa dan bosan.

(10) “Bagi seorang yang kecewa dan bosan tidak ada kehendak yang perlu dikerahkan: ‘Semoga aku merealisasikan pengetahuan dan penglihatan pada kebebasan.’ Adalah sewajarnya bahwa seorang yang kecewa dan bosan merealisasikan pengetahuan dan penglihatan pada kebebasan.

“Demikianlah, para bhikkhu, (9)-(10) pengetahuan dan penglihatan pada kebebasan adalah tujuan dan manfaat dari kekecewaan dan kebosanan; (8 ) kekecewaan dan kebosanan adalah tujuan and manfaat dari pengetahuan dan penglihatan pada segala sesuatu sebagaimana adanya; (7) pengetahuan dan penglihatan pada segala sesuatu sebagaimana adanya adalah tujuan dan manfaat dari konsentrasi; (6) konsentrasi adalah tujuan dan manfaat dari kenikmatan; (5) kenikmatan adalah tujuan dan manfaat dari ketenangan; (4) ketenangan adalah tujuan dan manfaat dari sukacita; (3) sukacita adalah tujuan dan manfaat dari kegembiraan; (2) kegembiraan adalah tujuan dan manfaat dari ketidak-menyesalan; (1) ketidak-menyesalan adalah tujuan dan manfaat dari perilaku bermoral.

“Demikianlah, para bhikkhu, satu tahap [4] mengalir menuju tahap berikutnya, satu tahap mengisi tahap berikutnya, untuk pergi dari pantai sini ke pantai seberang.”<1966>

3 (3) Perilaku Bermoral <1967>

“Para bhikkhu, (1) pada seorang yang tidak bermoral, pada seorang yang tidak memiliki  perilaku bermoral, maka (2) ketidak-menyesalan tidak memiliki penyebab terdekatnya. Ketika tidak ada ketidak-menyesalan, pada seorang tidak memiliki ketidak-menyesalan, maka (3) kegembiraan tidak memiliki penyebab terdekatnya. Ketika tidak ada kegembiraan, pada seorang yang tidak memiliki kegembiraan, maka (4) sukacita tidak memiliki penyebab terdekatnya. Ketika tidak ada sukacita, pada seorang yang tidak memiliki sukacita, maka (5) ketenangan tidak memiliki penyebab terdekatnya. Ketika tidak ada ketenangan, pada seorang yang tidak memiliki ketenangan, maka (6) kenikmatan tidak memiliki penyebab terdekatnya. Ketika tidak ada kenikmatan, pada seorang yang tidak memiliki kenikmatan, maka (7) konsentrasi benar tidak memiliki penyebab terdekatnya. Ketika tidak ada konsentrasi benar, pada seorang yang tidak memiliki konsentrasi benar, maka (8 ) pengetahuan dan penglihatan pada segala sesuatu sebagaimana adanya tidak memiliki penyebab terdekatnya. Ketika tidak ada pengetahuan dan penglihatan pada segala sesuatu sebagaimana adanya, pada seorang yang tidak memiliki pengetahuan dan penglihatan pada segala sesuatu sebagaimana adanya, maka (9) kekecewaan dan kebosaan tidak memiliki penyebab terdekatnya. Ketika tidak ada kekecewaan dan kebosanan, pada seorang yang tidak memiliki kekecewaan dan kebosanan, maka (10) pengetahuan dan penglihatan pada kebebasan tidak memiliki penyebab terdekatnya.

“Misalkan ada sebatang pohon yang tidak memiliki dahan-dahan dan dedaunan. Maka tunasnya tidak tumbuh sempurna; kulit kayunya, kayu lunaknya, dan inti kayunya juga tidak tumbuh sempurna. Demikian pula, pada seorang yang tidak bermoral, seorang yang kurang dalam hal perilaku bermoral, maka ketidak-menyesalan tidak memiliki penyebab terdekatnya. Ketika tidak ada ketidak-menyesalan,… maka pengetahuan dan penglihatan pada kebebasan tidak memiliki penyebab terdekatnya.

“Para bhikkhu, (1) pada seorang yang bermoral, pada seorang yang perilakunya bermoral, maka (2) ketidak-menyesalan memiliki penyebab terdekatnya. Ketika ada ketidak-menyesalan, pada seorang yang memiliki ketidak-menyesalan, maka (3) kegembiraan memiliki penyebab terdekatnya. Ketika ada kegembiraan, pada seorang yang memiliki kegembiraan, maka (4) sukacita memiliki penyebab terdekatnya. Ketika ada sukacita, pada seorang yang memiliki sukacita, maka (5) ketenangan memiliki penyebab terdekatnya. Ketika ada ketenangan, pada seorang yang memiliki ketenangan, maka (6) kenikmatan memiliki penyebab terdekatnya. Ketika ada kenikmatan, pada seorang yang memiliki kenikmatan, maka (7) konsentrasi benar memiliki penyebab terdekatnya. [5] Ketika ada konsentrasi benar, pada seorang yang memiliki konsentrasi benar, maka (8 ) pengetahuan dan penglihatan pada segala sesuatu sebagaimana adanya memiliki penyebab terdekatnya. Ketika ada pengetahuan dan penglihatan pada segala sesuatu sebagaimana adanya, pada seorang yang memiliki pengetahuan dan penglihatan pada segala sesuatu sebagaimana adanya, maka (9) kekecewaan dan kebosanan memiliki penyebab terdekatnya. Ketika ada kekecewaan dan kebosanan, pada seorang yang memiliki kekecewaan dan kebosanan, maka (10) pengetahuan dan penglihatan pada kebebasan memiliki penyebab terdekatnya.

“Misalkan ada sebatang pohon yang memiliki dahan-dahan dan dedaunan. Maka tunasnya tumbuh sempurna; kulit kayunya, kayu lunaknya, dan inti kayunya juga tumbuh sempurna. Demikian pula, pada seorang yang bermoral, seorang yang tidak perilakunya bermoral, maka ketidak-menyesalan memiliki penyebab terdekatnya. Ketika ada ketidak-menyesalan,… maka pengetahuan dan penglihatan pada kebebasan memiliki penyebab terdekatnya.”

4 (4) Penyebab Terdekat

Di sana Yang Mulia Sāriputta berkata kepada para bhikkhu:

[Identik dengan 10:3, tatapi dibabarkan oleh Sāriputta.] [6]

5 (5) Ānanda

Di sana Yang Mulia Ānanda kepada para bhikkhu:

[Identik dengan 10:3, tatapi dibabarkan oleh Ānanda.] [7]

6 (6) Konsentrasi

Yang Mulia Ānanda mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, duduk di satu sisi, dan berkata kepada Beliau:

“Bhante, dapatkah seorang bhikkhu mencapai suatu keadaan konsentrasi di mana (1) ia tidak menyadari tanah sehubungan dengan tanah;<1968> (2) tidak menyadari air sehubungan dengan air; (3) tidak menyadari api sehubungan dengan api; (4) tidak menyadari udara sehubungan dengan udara; (5) tidak menyadari landasan ruang tanpa batas sehubungan dengan landasan ruang tanpa batas; (6) tidak menyadari landasan kesadaran tanpa batas sehubungan dengan landasan kesadaran tanpa batas; (7) tidak menyadari landasan kekosongan sehubungan dengan landasan kekosongan; (8 ) tidak menyadari landasan bukan persepsi juga bukan bukan-persepsi sehubungan dengan landasan bukan persepsi juga bukan bukan-persepsi; (9) tidak menyadari dunia ini sehubungan dengan dunia ini; (10) tidak menyadari dunia lain sehubungan dengan dunia lain, tetapi ia masih sadar?”

“Dapat, Ānanda.”

“Tetapi bagaimanakah, Bhante, ia dapat mencapai keadaan konsentrasi demikian?” [8]

“Di sini. Ānanda, seorang bhikkhu mempersepsikan sebagai berikut: ‘Ini damai, ini luhur, yaitu, tenangnya segala aktivitas, lepasnya segala perolehan, hancurnya ketagihan, kebosanan, lenyapnya, nibbāna.’<1969> Dengan cara inilah, Ānanda, seorang bhikkhu dapat mencapai keadaan konsentrasi demikian di mana ia tidak menyadari tanah sehubungan dengan tanah; tidak menyadari air sehubungan dengan air tidak menyadari api sehubungan dengan api; tidak menyadari udara sehubungan dengan udara; tidak menyadari landasan ruang tanpa batas sehubungan dengan landasan ruang tanpa batas; tidak menyadari landasan kesadaran tanpa batas sehubungan dengan landasan kesadaran tanpa batas; tidak menyadari landasan kekosongan sehubungan dengan landasan kekosongan; tidak menyadari landasan bukan persepsi juga bukan bukan-persepsi sehubungan dengan landasan bukan persepsi juga bukan bukan-persepsi; tidak menyadari dunia ini sehubungan dengan dunia ini; tidak menyadari dunia lain sehubungan dengan dunia lain, tetapi ia masih sadar.”

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku SEPULUH
« Reply #2 on: 07 October 2013, 07:33:15 PM »
(7) Sāriputta

Yang Mulia Ānanda mendatangi Yang Mulia Sāriputta dan saling bertukar sapa dengannya. Ketika mereka telah mengakhiri ramah-tamah itu, ia duduk di satu sisis dan berkata kepada Yang Mulia Sāriputta:

“Teman Sāriputta, dapatkah seorang bhikkhu mencapai suatu keadaan konsentrasi di mana (1) ia tidak menyadari tanah sehubungan dengan tanah; (2) tidak menyadari air sehubungan dengan air; (3) tidak menyadari api sehubungan dengan api; (4) tidak menyadari udara sehubungan dengan udara; (5) tidak menyadari landasan ruang tanpa batas sehubungan dengan landasan ruang tanpa batas; [9] (6) tidak menyadari landasan kesadaran tanpa batas sehubungan dengan landasan kesadaran tanpa batas; (7) tidak menyadari landasan kekosongan sehubungan dengan landasan kekosongan; (8 ) tidak menyadari landasan bukan persepsi juga bukan bukan-persepsi sehubungan dengan landasan bukan persepsi juga bukan bukan-persepsi; (9) tidak menyadari dunia ini sehubungan dengan dunia ini; (10) tidak menyadari dunia lain sehubungan dengan dunia lain, tetapi ia masih sadar?”

“Dapat, Ānanda.”

“Tetapi bagaimanakah, teman Sāriputta, ia dapat mencapai keadaan konsentrasi demikian?”

“Pada suatu ketika, teman Ānanda, aku sedang menetap di sini di Sāvatthī di Hutan Orang Buta. Di sana aku mencapai keadaan konsentrasi demikian di mana aku tidak menyadari tanah sehubungan dengan tanah; tidak menyadari air sehubungan dengan air tidak menyadari api sehubungan dengan api; tidak menyadari udara sehubungan dengan udara; tidak menyadari landasan ruang tanpa batas sehubungan dengan landasan ruang tanpa batas; tidak menyadari landasan kesadaran tanpa batas sehubungan dengan landasan kesadaran tanpa batas; tidak menyadari landasan kekosongan sehubungan dengan landasan kekosongan; tidak menyadari landasan bukan persepsi juga bukan bukan-persepsi sehubungan dengan landasan bukan persepsi juga bukan bukan-persepsi; tidak menyadari dunia ini sehubungan dengan dunia ini; tidak menyadari dunia lain sehubungan dengan dunia lain, tetapi aku masih sadar.”

“Tetapi apakah yang Yang Mulia Sāriputta sadari pada saat itu?”

“Satu persepsi muncul dan persepsi lainnya lenyap padaku: ‘Lenyapnya penjelmaan adalah nibbāna; lenyapnya penjelmaan adalah nibbāna.’<1970> Seperti halnya, ketika api ranting sedang membakar, satu lidah api muncul dan lidah api lainnya lenyap, demikian pula satu persepsi [10] muncul dan persepsi lainnya lenyap padaku: ‘Lenyapnya penjelmaan adalah nibbāna; lenyapnya penjelmaan adalah nibbāna.’ Pada saat itu, aku menyadari: ‘Lenyapnya penjelmaan adalah nibbāna.’”

(8 ) Keyakinan <1971>

(1) “Para bhikkhu, seorang bhikkhu mungkin memiliki keyakinan tetapi ia tidak bermoral; dengan demikian ia tidak lengkap sehubungan dengan faktor itu. Ia harus memenuhi faktor itu, [dengan berpikir]: ‘Bagaimanakah aku dapat memiliki keyakinan dan juga menjadi bermoral?’ Tetapi ketika seorang bhikkhu memiliki keyakinan dan juga bermoral, maka ia lengkap sehubungan dengan faktor itu.

(2) “Seorang bhikkhu mungkin memiliki keyakinan dan bermoral, tetapi ia tidak terpelajar … (3) … terpelajar, tetapi bukan seorang pembabar Dhamma … (4) … seorang pembabar Dhamma, tetapi bukan seorang yang sering mengunjungi kumpulan-kumpulan … (5) … seorang yang sering mengunjungi kumpulan-kumpulan, tetapi bukan seorang yang dengan percaya-diri mengajarkan Dhamma kepada suatu kumpulan … (6) … seorang yang dengan percaya-diri mengajarkan Dhamma kepada suatu kumpulan, tetapi bukan seorang ahli disiplin … (7) … seorang ahli disiplin, tetapi bukan seorang penghuni-hutan yang mendatangi tempat-tempat terpencil … (8 ) … seorang penghuni-hutan yang mendatangi tempat-tempat terpencil, tetapi bukan seorang yang memperoleh sesuai kehendak, tanpa kesusahan atau kesulitan, keempat jhāna yang merupakan pikiran yang lebih tinggi dan keberdiaman yang nyaman dalam kehidupan ini … (9) … seorang yang memperoleh sesuai kehendak, tanpa kesusahan atau kesulitan, keempat jhāna yang merupakan pikiran yang lebih tinggi dan keberdiaman yang nyaman dalam kehidupan ini, tetapi bukan seorang yang, dengan hancurnya noda-noda, telah merealisasikan untuk dirinya sendiri dengan pengetahuan langsung, dalam kehidupan ini, kebebasan pikiran yang tanpa noda, kebebasan melalui kebijaksanaan, dan setelah memasukinya, ia berdiam di dalamnya.

“Dengan demikian ia tidak lengkap sehubungan dengan faktor itu. Ia harus memenuhi faktor itu, [dengan berpikir]: ‘Bagaimanakah aku dapat memiliki keyakinan … [11] … dan juga menjadi seorang yang, dengan hancurnya noda-noda, telah merealisasikan untuk dirinya sendiri dengan pengetahuan langsung, dalam kehidupan ini, kebebasan pikiran yang tanpa noda, kebebasan melalui kebijaksanaan, dan setelah memasukinya, aku berdiam di dalamnya?’

(10) “Tetapi ketika seorang bhikkhu (i) memiliki keyakinan, (ii) bermoral, dan (iii) terpelajar; (iv) seorang pembabar Dhamma; (v) seorang yang sering mengunjungi kumpulan-kumpulan; (vi) seorang yang dengan percaya-diri mengajarkan Dhamma kepada suatu kumpulan; (vii)  seorang ahli disiplin; (viii) seorang penghuni-hutan yang mendatangi tempat-tempat terpencil; (ix) seorang yang memperoleh sesuai kehendak, tanpa kesusahan atau kesulitan, keempat jhāna yang merupakan pikiran yang lebih tinggi dan keberdiaman yang nyaman dalam kehidupan ini; dan (x) seorang yang, dengan hancurnya noda-noda, telah merealisasikan untuk dirinya sendiri dengan pengetahuan langsung, dalam kehidupan ini, kebebasan pikiran yang tanpa noda, kebebasan melalui kebijaksanaan, dan setelah memasukinya, ia berdiam di dalamnya, maka ia lengkap sehubungan dengan faktor itu.

“Seorang bhikkhu yang memiliki kesepuluh kualitas ini adalah seorang yang menginspirasi keyakinan dalam segala hal dan yang telah lengkap dalam segala aspek.”

9 (9) Damai <1972>

(1) “Para bhikkhu, seorang bhikkhu mungkin memiliki keyakinan tetapi ia tidak bermoral … (2) … memiliki keyakinan dan bermoral, tetapi ia tidak terpelajar … (3) … terpelajar, tetapi bukan seorang pembabar Dhamma … (4) … seorang pembabar Dhamma, tetapi bukan seorang yang sering mengunjungi kumpulan-kumpulan … (5) … seorang yang sering mengunjungi kumpulan-kumpulan, tetapi bukan seorang yang dengan percaya-diri mengajarkan Dhamma kepada suatu kumpulan … (6) … seorang yang dengan percaya-diri mengajarkan Dhamma kepada suatu kumpulan, tetapi bukan seorang ahli disiplin … (7) … seorang ahli disiplin, tetapi bukan seorang penghuni-hutan yang mendatangi tempat-tempat terpencil … (8 ) … seorang penghuni-hutan yang mendatangi tempat-tempat terpencil, tetapi bukan seorang yang menyentuh dengan jasmaninya dan berdiam dalam kebebasan-kebebasan yang damai itu, yang melampaui bentuk-bentuk, [12] yang tanpa bentuk,  … (9) … seorang yang menyentuh dengan jasmaninya dan berdiam dalam kebebasan-kebebasan yang damai itu, yang melampaui bentuk-bentuk,  yang tanpa bentuk, tetapi bukan seorang yang, dengan hancurnya noda-noda, telah merealisasikan untuk dirinya sendiri dengan pengetahuan langsung, dalam kehidupan ini, kebebasan pikiran yang tanpa noda, kebebasan melalui kebijaksanaan, dan setelah memasukinya, ia berdiam di dalamnya.

“Dengan demikian ia tidak lengkap sehubungan dengan faktor itu. Ia harus memenuhi faktor itu, [dengan berpikir]: ‘Bagaimanakah aku dapat memiliki keyakinan … dan juga menjadi seorang yang, dengan hancurnya noda-noda, telah merealisasikan untuk dirinya sendiri dengan pengetahuan langsung, dalam kehidupan ini, kebebasan pikiran yang tanpa noda, kebebasan melalui kebijaksanaan, dan setelah memasukinya, aku berdiam di dalamnya?’

 (10) “Tetapi ketika seorang bhikkhu (i) memiliki keyakinan, (ii) bermoral, dan (iii) terpelajar; (iv) seorang pembabar Dhamma; (v) seorang yang sering mengunjungi kumpulan-kumpulan; (vi) seorang yang dengan percaya-diri mengajarkan Dhamma kepada suatu kumpulan; (vii)  seorang ahli disiplin; (viii) seorang penghuni-hutan yang mendatangi tempat-tempat terpencil; (ix) seorang yang menyentuh dengan jasmaninya dan berdiam dalam kebebasan-kebebasan yang damai itu, yang melampaui bentuk-bentuk,  yang tanpa bentuk; dan (x) seorang yang, dengan hancurnya noda-noda, telah merealisasikan untuk dirinya sendiri dengan pengetahuan langsung, dalam kehidupan ini, kebebasan pikiran yang tanpa noda, kebebasan melalui kebijaksanaan, dan setelah memasukinya, ia berdiam di dalamnya, maka ia lengkap sehubungan dengan faktor itu.

“Seorang bhikkhu yang memiliki kesepuluh kualitas ini adalah seorang yang menginspirasi keyakinan dalam segala hal dan yang telah lengkap dalam segala aspek.”

(10) Pengetahuan Sejati


(1) “Para bhikkhu, seorang bhikkhu mungkin memiliki keyakinan tetapi ia tidak bermoral … [13] … (2) … memiliki keyakinan dan bermoral, tetapi ia tidak terpelajar … (3) … terpelajar, tetapi bukan seorang pembabar Dhamma … (4) … seorang pembabar Dhamma, tetapi bukan seorang yang sering mengunjungi kumpulan-kumpulan … (5) … seorang yang sering mengunjungi kumpulan-kumpulan, tetapi bukan seorang yang dengan percaya-diri mengajarkan Dhamma kepada suatu kumpulan … (6) … seorang yang dengan percaya-diri mengajarkan Dhamma kepada suatu kumpulan, tetapi bukan seorang ahli disiplin … (7) … seorang ahli disiplin, tetapi bukan seorang yang mengingat banyak kehidupan lampaunya, yaitu, satu kelahiran, dua kelahiran … [seperti pada 6:2 §4] … demikianlah ia tidak mengingat banyak kehidupan lampaunya dengan aspek-aspek dan rinciannya … (8 ) … seorang yang mengingat banyak kehidupan lampaunya … tetapi bukan seorang yang, dengan mata dewa, yang murni dan melampaui manusia … [seperti pada 6:2 §5] … memahami bagaimana makhluk-makhluk mengembara sesuai kamma mereka … (9) … seorang yang, dengan mata dewa … memahami bagaimana makhluk-makhluk mengembara sesuai kamma mereka, tetapi bukan seorang yang, dengan hancurnya noda-noda, telah merealisasikan untuk dirinya sendiri dengan pengetahuan langsung, dalam kehidupan ini, kebebasan pikiran yang tanpa noda, kebebasan melalui kebijaksanaan, dan setelah memasukinya, ia berdiam di dalamnya..

“Dengan demikian ia tidak lengkap sehubungan dengan faktor itu. Ia harus memenuhi faktor itu, [dengan berpikir]: ‘Bagaimanakah aku dapat memiliki keyakinan … [14] … dan juga menjadi seorang yang, dengan hancurnya noda-noda, telah merealisasikan untuk dirinya sendiri dengan pengetahuan langsung, dalam kehidupan ini, kebebasan pikiran yang tanpa noda, kebebasan melalui kebijaksanaan, dan setelah memasukinya, aku berdiam di dalamnya?’

(10) “Tetapi ketika seorang bhikkhu (i) memiliki keyakinan, (ii) bermoral, dan (iii) terpelajar; (iv) seorang pembabar Dhamma; (v) seorang yang sering mengunjungi kumpulan-kumpulan; (vi) seorang yang dengan percaya-diri mengajarkan Dhamma kepada suatu kumpulan; (vii)  seorang ahli disiplin; (viii) seorang yang mengingat banyak kehidupan lampaunya … dengan aspek-aspek dan rinciannya; (ix) seorang yang, dengan mata dewa … memahami bagaimana makhluk-makhluk mengembara sesuai kamma mereka; dan (x) seorang yang, dengan hancurnya noda-noda, telah merealisasikan untuk dirinya sendiri dengan pengetahuan langsung, dalam kehidupan ini, kebebasan pikiran yang tanpa noda, kebebasan melalui kebijaksanaan, dan setelah memasukinya, ia berdiam di dalamnya, maka ia lengkap sehubungan dengan faktor itu.

“Seorang bhikkhu yang memiliki kesepuluh kualitas ini adalah seorang yang menginspirasi keyakinan dalam segala hal dan yang telah lengkap dalam segala aspek.” [15]

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku SEPULUH
« Reply #3 on: 07 October 2013, 07:33:50 PM »
II. PELINDUNG

11 (1) Tempat Tinggal <1973>

“Para bhikkhu, ketika seorang bhikkhu memiliki lima faktor mendatangi dan menggunakan sebuah tempat tinggal yang memiliki lima faktor, maka dalam waktu tidak lama, dengan hancurnya noda-noda, ia dapat merealisasikan untuk dirinya sendiri dengan pengetahuan langsung, dalam kehidupan ini, kebebasan pikiran yang tanpa noda, kebebasan melalui kebijaksanaan, dan setelah memasukinya, ia berdiam di dalamnya.

“Dan bagaimanakah, para bhikkhu, seorang bhikkhu memiliki lima faktor?

(1) “Di sini, seorang bhikkhu memiliki keyakinan. Ia berkeyakinan pada pencerahan Sang Tathāgata sebagai berikut: : ‘Sang Bhagavā adalah seorang Arahant, tercerahkan sempurna, sempurna dalam pengetahuan sejati dan perilaku, berbahagia, pengenal dunia, pelatih terbaik bagi orang-orang yang harus dijinakkan, guru para deva dan manusia, Yang Tercerahkan, Yang Suci.’

(2) “Ia jarang sakit atau menderita, memiliki pencernaan yang baik yang tidak terlalu dingin juga tidak terlalu panas melainkan sedang dan sesuai untuk berusaha.

(3) “Ia jujur dan terbuka, seorang yang mengungkapkan dirinya sebagaimana adanya kepada Sang Guru dan teman-temannya para bhikkhu yang bijaksana.

(4) “Ia telah membangkitkan kegigihan untuk meninggalkan kualitas-kualitas yang tidak bermanfaat dan mendapatkan kualitas-kualitas yang bermanfaat; ia kuat, teguh dalam pengerahan usaha, tidak mengabaikan tugas melatih kualitas-kualitas bermanfaat.

(5) “Ia bijaksana; ia memiliki kebijaksanaan yang melihat muncul dan lenyapnya, yang mulia dan menembus dan mengarah menuju kehancuran penderitaan sepenuhnya.

“Dengan cara inilah seorang bhikkhu memiliki lima faktor.

“Dan bagaimanakah sebuah tempat tinggal memiliki lima faktor?

(6) “Di sini, tempat tinggal itu tidak terlalu jauh [dari tempat mengumpulkan  dana makanan] juga tidak terlalu dekat, dan memiliki jalan untuk pergi dan kembali.

(7) “Pada siang hari tempat itu tidak terganggu oleh orang-orang dan pada malam hari tempat itu tenang dan hening.

(8 ) “Terdapat sedikit kontak dengan lalat, nyamuk, angin, dan panas matahari, dan ular-ular.

(9) “Orang yang menetap di dalam tempat itu dapat dengan mudah memperoleh jubah, makanan, tempat tinggal, dan obat-obatan dan perlengkapan bagi yang sakit.

(10) “Di dalam tempat itu berdiam para bhikkhu senior yang terpelajar, pewaris warisan, [16] ahli dalam Dhamma, ahli dalam disiplin, ahli dalam kerangka. Ia dari waktu ke waktu mendatangi mereka dan bertanya: ‘Bagaimanakah ini, Bhante? Apakah makna dari ini?’ Para mulia itu kemudian mengungkapkan kepadanya apa yang belum diungkapkan, menjelaskan apa yang tersamar, dan menghalau kebingungan terhadap banyak hal yang membingungkan.

“Dengan cara inilah sebuah tempat tinggal memiliki lima faktor.

“Ketika seorang bhikkhu memiliki lima faktor mendatangi dan menggunakan sebuah tempat tinggal yang memiliki lima faktor, maka dalam waktu tidak lama, dengan hancurnya noda-noda, ia dapat merealisasikan untuk dirinya sendiri dengan pengetahuan langsung, dalam kehidupan ini, kebebasan pikiran yang tanpa noda, kebebasan melalui kebijaksanaan, dan setelah memasukinya, ia berdiam di dalamnya.”

12 (2) Lima Faktor <1974>

“Para bhikkhu, seorang bhikkhu yang telah meninggalkan lima faktor dan memiliki lima faktor disebut, dalam Dhamma dan disiplin ini, sebagai seorang tertinggi yang sempurna dan telah sepenuhnya menjalani kehidupan spiritual.

“Dan bagaimanakah seorang bhikkhu yang telah meninggalkan lima faktor? Di sini, seorang bhikkhu telah meninggalkan keinginan indria, niat buruk, ketumpulan dan kantuk, kegelisahan dan penyesalan, dan keragu-raguan. Dengan cara inilah seorang bhikkhu telah meninggalkan lima faktor.

“Dan bagaimanakah seorang bhikkhu yang memiliki lima faktor? Di sini, seorang bhikkhu memiliki kelompok perilaku bermoral dari seorang yang melampaui latihan, kelompok konsentrasi dari seorang yang melampaui latihan, kelompok kebijaksanaan dari seorang yang melampaui latihan, kelompok kebebasan dari seorang yang melampaui latihan, dan kelompok pengetahuan dan penglihatan pada kebebasan dari seorang yang melampaui latihan. Dengan cara inilah seorang bhikkhu memiliki lima faktor.

“Ketika seorang bhikkhu yang telah meninggalkan lima faktor dan memiliki lima faktor disebut, dalam Dhamma dan disiplin ini, sebagai seorang tertinggi yang sempurna dan telah sepenuhnya menjalani kehidupan spiritual.”

   Ketika keinginan indria dan niat buruk,
   Ketumpulan dan kantuk,
   Kegelisahan, dan keragu-raguan
   Sama sekali tidak ada pada seorang bhikkhu; [17]
   Ketika seorang seperti ini memiliki
   Moralitas dan konsentrasi
   Dari seorang yang melampaui latihan,
   Dan [demikian pula dengan] kebebasan dan pengetahuan;
   Dengan memiliki lima faktor ini
   Dan setelah melenyapkan lima faktor,
   Ia benar-benar disebut seorang yang sempurna
   Dalam Dhamma dan disiplin ini.

13 (3) Belenggu

“Para bhikkhu, ada sepuluh belenggu ini. Apakah sepuluh ini? Lima belenggu yang lebih rendah dan lima belenggu yang lebih tinggi. Dan apakah lima belenggu yang lebih rendah? Pandangan eksistensi-diri, keragu-raguan, genggaman salah pada ritual dan upacara, keinginan indria, dan niat buruk. Ini adalah kelima belenggu yang lebih rendah itu. Dan apakah lima belenggu yang lebih tinggi? Nafsu pada bentuk, nafsu pada tanpa-bentuk, keangkuhan, kegelisahan, dan ketidak-tahuan. Ini adalah kelima belenggu yang lebih tinggi itu. Ini, para bhikkhu, adalah kesepuluh belenggu itu.”

14 (4) Kemandulan Pikiran <1975>

“Para bhikkhu, jika bhikkhu atau bhikkhunī mana pun belum meninggalkan lima jenis kemandulan pikiran dan belum mematahkan lima belenggu pikiran, maka, apakah siang atau malam, hanya kemunduran dalam kualitas-kualitas bermanfaat dan bukan kemajuan yang akan menanti orang ini.

“Apakah kelima jenis kemandulan pikiran yang belum ia tinggalkan?

(1) “Di sini, seorang bhikkhu bingung terhadap Sang Guru, meragukanNya,tidak mempercayaiNya, dan tidak berkeyakinan padaNya. Ketika seorang bhikkhu bingung terhadap Sang Guru, meragukanNya, tidak mempercayaiNya, dan tidak berkeyakinan padaNya, maka pikirannya tidak condong pada semangat, usaha, ketekunan, dan perjuangan. Karena pikirannya tidak condong pada semangat … [18] … dan perjuangan, maka ini adalah jenis pertama kemandulan pikiran yang belum ia tinggalkan.

(2)-(5) “Kemudian, seorang bhikkhu bingung terhadap Dhamma … bingung terhadap Saṅgha … bingung terhadap latihan … menjadi jengkel karena teman-temannya para bhikkhu, tidak senang pada mereka, kesal terhadap mereka, bersikap jahat terhadap mereka, maka pikirannya tidak condong pada semangat, usaha, ketekunan, dan perjuangan. Karena pikirannya tidak condong pada semangat … dan perjuangan, maka ini adalah jenis ke lima kemandulan pikiran yang belum ia tinggalkan.

“Ini adalah kelima jenis kemandulan pikiran itu yang belum ia tinggalkan.

“Apakah kelima belenggu pikiran yang belum ia patahkan?

(6) “Di sini, seorang bhikkhu tidak hampa dari nafsu pada kenikmatan indria, tidak hampa dari keinginan, cinta, dahaga, kegemaran, dan ketagihan padanya. Ketika seorang bhikkhu tidak hampa dari nafsu pada kenikmatan indria, tidak hampa dari keinginan, cinta, dahaga, kegemaran, dan ketagihan padanya, maka pikirannya tidak condong pada semangat, usaha, ketekunan, dan perjuangan. Karena pikirannya tidak condong pada semangat … dan perjuangan, maka ini adalah belenggu pikiran yang pertama yang belum ia patahkan.

(7)-(10) “Kemudian, seorang bhikkhu tidak hampa dari nafsu pada jasmani, tidak hampa dari keinginan, cinta, dahaga, kegemaran, dan ketagihan padanya ... Ia tidak hampa dari nafsu pada bentuk, tidak hampa dari keinginan, cinta, dahaga, kegemaran, dan ketagihan padanya  … setelah makan sebanyak yang ia inginkan hingga perutnya penuh, ia condong pada kenikmatan beristirahat, kenikmatan kelambanan, kenikmatan tidur … ia menjalani kehiduapn spiritual demi [kelahiran kembali dalam] kelompok deva tertentu, [dengan berpikir]: ‘Dengan perilaku bermoral, pelaksanaan, praktik keras, atau kehidupan spiritual ini aku akan menjadi salah satu deva atau salah satu [pengikut] para deva.’ Ketika ia menjalani kehiduapn spiritual demi [kelahiran kembali dalam] kelompok deva tertentu … maka pikirannya tidak condong [19] pada semangat, usaha, ketekunan, dan perjuangan. Karena pikirannya tidak condong pada semangat … dan perjuangan, maka ini adalah belenggu pikiran yang ke lima yang belum ia patahkan.

“Ini adalah kelima belenggu pikiran itu yang belum ia patahkan.”

“Para bhikkhu, jika bhikkhu atau bhikkhunī mana pun belum meninggalkan lima jenis kemandulan pikiran dan belum mematahkan lima belenggu pikiran, maka, apakah siang atau malam, hanya kemunduran dan bukan kemajuan dalam kualitas-kualitas bermanfaat yang akan menanti orang ini. Seperti halnya, selama paruh bulan gelap, apakah malam atau siang, rembulan hanya mengalami kemunduran dalam hal keindahan, kebulatan, dan cahaya, dalam hal diameter dan kelilingnya, demikian pula jika bhikkhu atau bhikkhunī mana pun belum meninggalkan kelima jenis kemandulan pikiran ini … hanya kemunduran … yang akan menanti orang ini.

“Para bhikkhu, jika bhikkhu atau bhikkhunī mana pun telah meninggalkan lima jenis kemandulan pikiran dan telah mematahkan lima belenggu pikiran,<1976> maka, apakah siang atau malam, hanya kemajuan dalam kualitas-kualitas bermanfaat dan bukan kemunduran yang akan menanti orang ini.

 “Dan apakah kelima jenis kemandulan pikiran yang telah ia tinggalkan?

(1) “Di sini, seorang bhikkhu tidak bingung terhadap Sang Guru, tidak meragukanNya, mempercayaiNya, dan berkeyakinan padaNya. Ketika seorang bhikkhu tidak bingung terhadap Sang Guru, tidak meragukanNya, mempercayaiNya, dan berkeyakinan padaNya, maka pikirannya condong pada semangat, usaha, ketekunan, dan perjuangan. Karena pikirannya condong pada semangat … dan perjuangan, maka ini adalah jenis pertama kemandulan pikiran yang telah ia tinggalkan.

(2)-(5) “Kemudian, seorang bhikkhu tidak bingung terhadap Dhamma … tidak bingung terhadap Saṅgha … tidak bingung terhadap latihan [20] … tidak menjadi jengkel karena teman-temannya para bhikkhu, senang pada mereka, tidak kesal terhadap mereka, tidak bersikap jahat terhadap mereka, maka pikirannya condong pada semangat, usaha, ketekunan, dan perjuangan. Karena pikirannya condong pada semangat … dan perjuangan, maka ini adalah jenis ke lima kemandulan pikiran yang telah ia tinggalkan.

“Ini adalah kelima jenis kemandulan pikiran itu yang telah ia tinggalkan.

“Apakah kelima belenggu pikiran yang telah ia patahkan dengan baik?

(6) “Di sini, seorang bhikkhu hampa dari nafsu pada kenikmatan indria, hampa dari keinginan, cinta, dahaga, kegemaran, dan ketagihan padanya. Ketika seorang bhikkhu hampa dari nafsu pada kenikmatan indria, hampa dari keinginan, cinta, dahaga, kegemaran, dan ketagihan padanya, maka condong pada semangat, usaha, ketekunan, dan perjuangan. Karena pikirannya condong pada semangat … dan perjuangan, maka ini adalah belenggu pikiran yang pertama yang telah ia patahkan dengan baik.

(7)-(10) “Kemudian, seorang bhikkhu hampa dari nafsu pada jasmani, hampa dari keinginan, cinta, dahaga, kegemaran, dan ketagihan padanya ... Ia hampa dari nafsu pada bentuk, hampa dari keinginan, cinta, dahaga, kegemaran, dan ketagihan padanya  … ia tidak makan sebanyak yang ia inginkan hingga perutnya penuh juga  ia tidak condong pada kenikmatan beristirahat, kenikmatan kelambanan, kenikmatan tidur … ia tidak menjalani kehidupan spiritual demi [kelahiran kembali dalam] kelompok deva tertentu, [dengan berpikir]: ‘Dengan perilaku bermoral, pelaksanaan, praktik keras, atau kehidupan spiritual ini aku akan menjadi salah satu deva atau salah satu [pengikut] para deva.’ Karena ia tidak menjalani kehidupan spiritual demi [kelahiran kembali dalam] kelompok deva tertentu … maka pikirannya condong pada semangat, usaha, ketekunan, dan perjuangan. Karena pikirannya condong pada semangat … dan perjuangan, maka ini adalah belenggu pikiran yang ke lima yang telah ia patahkan dengan baik.

“Ini adalah kelima belenggu pikiran itu yang telah ia patahkan dengan baik.”

“Jika bhikkhu atau bhikkhunī mana pun telah meninggalkan kelima jenis kemandulan pikiran ini dan telah mematahkan kelima belenggu pikiran ini, [21] maka, apakah siang atau malam, hanya kemajuan dalam kualitas-kualitas bermanfaat dan bukan kemunduran yang akan menanti orang ini. Seperti halnya, selama paruh bulan terang, apakah malam atau siang, rembulan hanya mengalami kemajuan dalam hal keindahan, kebulatan, dan cahaya, dalam hal diameter dan kelilingnya, demikian pula jika bhikkhu atau bhikkhunī mana pun telah meninggalkan kelima jenis kemandulan pikiran ini dan telah mematahkan kelima jenis belenggu pikiran ini, apakah siang atau malam, hanya kemajuan dalam kualitas-kualitas bermanfaat dan bukan kemunduran yang akan menanti orang ini.”

15 (5) Ketekunan

(1) “Para bhikkhu, makhluk-makhluk apa pun juga, apakah tanpa kaki atau berkaki dua,  berkaki empat, atau berkaki banyak, apakah berbentuk atau tanpa bentuk, apakah memiliki persepsi atau tanpa persepsi, atau bukan tanpa persepsi juga bukan bukan-tanpa-persepsi, Sang Tathāgata, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna dinyatakan sebagai yang terunggul.<1977> Demikian pula, semua kualitas bermanfaat berakar pada ketekunan dan bertemu pada ketekunan dan ketekunan dinyatakan sebagai yang terunggul di antaranya.

(2) “Seperti halnya jejak-jejak kaki semua binatang yang berkeliaran di atas tanah dapat masuk ke dalam jejak kaki gajah, dan jejak kaki gajah dinyatakan sebagai yang terunggul di antaranya, yaitu, dalam hal ukuran, demikian pula, semua kualitas bermanfaat berakar pada ketekunan dan bertemu pada ketekunan dan ketekunan dinyatakan sebagai yang terunggul di antaranya.

(3) “Seperti halnya semua kasau dari sebuah rumah beratap lancip condong ke arah puncak atap, miring kea rah puncak atap, bertemu di puncak atap, dan puncak atap dinyatakan sebagai yang terunggul di antaranya, demikian pula, semua kualitas bermanfaat berakar pada ketekunan dan bertemu pada ketekunan dan ketekunan dinyatakan sebagai yang terunggul di antaranya. [22]

(4) “Seperti halnya, di antara semua akar harum, orris hitam dinyatakan sebagai yang terunggul di antaranya, demikian pula …

(5) “Seperti halnya, di antara semua inti kayu, kayu cendana merah dinyatakan sebagai yang terunggul di antaranya, demikian pula …

(6) “Seperti halnya, di antara semua bunga harum, bunga melati dinyatakan sebagai yang terunggul di antaranya, demikian pula …

(7) “Seperti halnya semua pangeran kecil adalah bawahan dari seorang raja pemutar-roda, dan raja pemutar-roda dinyatakan sebagai yang terunggul di antaranya, demikian pula …

(8 ) “Seperti halnya cahaya semua bintang tidak sebanding dengan seper enam belas dari cahaya rembulan, dan cahaya rembulan dinyatakan sebagai yang terunggul di antaranya, demikian pula …

(9) “Seperti halnya, di musim gugur, ketika langit cerah dan tanpa awan, matahari, naik ke langit, menghalau segala kegelapan dari angkasa sewaktu bersinar dan menyorot dan memancarkan cahayanya, demikian pula …

(10) “Seperti halnya, sungai besar mana pun juga – yaitu, Gangga, Yamunā, Aciravatī, Sarabhū, dan Mahī – semuanya mengarah menuju samudra, menurun, miring, dan condong ke arah samudra, dan samudra dinyatakan sebagai yang terunggul di antaranya, demikian pula, semua kualitas bermanfaat berakar pada ketekunan dan bertemu pada ketekunan dan ketekunan dinyatakan sebagai yang terunggul di antaranya.” [23]

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku SEPULUH
« Reply #4 on: 07 October 2013, 07:34:24 PM »
16 (6) Layak Menerima Pemberian <1978>

“Para bhikkhu, sepuluh orang ini layak menerima pemberian, layak menerima keramahan, layak menerima persembahan, layak menerima penghormatan, lahan jasa yang tiada taranya di dunia. Apakah sepuluh ini? Sang Tathāgata, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna; seorang paccekabuddha; seorang yang terbebaskan dalam kedua aspek; seorang yang terbebaskan melalui kebijaksanaan; saksi-tubuh; seorang yang mencapai pandangan; seorang yang terbebaskan melalui keyakinan; pengikut Dhamma; pengikut keyakinan; dan anggota suku. Kesepuluh orang ini adalah layak menerima pemberian, layak menerima keramahan, layak menerima persembahan, layak menerima penghormatan, lahan jasa yang tiada taranya di dunia.”

17 (7) Pelindung (1)

“Para bhikkhu, hiduplah di bawah pelindung, bukan tanpa pelindung. Seorang yang tanpa pelindung hidup dalam penderitaan. Ada sepuluh kualitas ini yang berfungsi sebagai pelindung.<1979> Apakah sepuluh ini?

(1) “Di sini, seorang bhikkhu adalah bermoral; ia berdiam dengan terkendali oleh Pātimokkha, memiliki perilaku dan tempat kunjungan yang baik, melihat bahaya dalam pelanggaran-pelanggaran kecil. Setelah menerima aturan-aturan latihan, ia berlatih di dalamnya. Karena seorang bhikkhu bermoral … berlatih di dalamnya, maka ini adalah sebuah kualitas yang berfungsi sebagai pelindung.

(2) “Kemudian, seorang bhikkhu telah banyak belajar, mengingat apa yang telah ia pelajari, dan mengumpulkan apa yang telah ia pelajari. Ajaran-ajaran itu yang baik di awal, baik di tengah, dan baik di akhir, dengan kata-kata dan makna yang benar, yang mengungkapkan kehidupan spiritual yang lengkap dan murni sempurna – ajaran-ajaran demikian telah banyak ia pelajari, diingat, dilafalkan secara lisan, diselidiki dengan pikiran, dan ditembus dengan baik melalui pandangan. Karena seorang bhikkhu telah banyak belajar … dan ditembus dengan baik melalui pandangan, maka ini juga adalah sebuah kualitas yang berfungsi sebagai pelindung.

(3) “Kemudian, seorang bhikkhu memiliki teman-teman yang baik, [24] sahabat-sahabat yang baik, kawan-kawan yang baik. Karena seorang bhikkhu memiliki teman-teman yang baik, sahabat-sahabat yang baik, kawan-kawan yang baik, maka ini juga adalah sebuah kualitas yang berfungsi sebagai pelindung.

(4) “Kemudian, seorang bhikkhu mudah dikoreksi dan memiliki kualitas-kualitas yang membuatnya mudah dikoreksi; ia sabar dan menerima ajaran dengan hormat. Karena seorang bhikkhu mudah dikoreksi … dan menerima ajaran dengan hormat, maka ini juga adalah sebuah kualitas yang berfungsi sebagai pelindung.

(5) “Kemudian, seorang bhikkhu terampil dan rajin dalam melakukan berbagai tugas yang harus dilakukan demi teman-temannya para bhikkhu; ia memiliki penilaian benar sehubungan dengan tugas-tugas itu agar dapat menjalankan dan mengurusnya dengan benar. Karena seorang bhikkhu terampil dan rajin … maka ini juga adalah sebuah kualitas yang berfungsi sebagai pelindung.

(6) “Kemudian, seorang bhikkhu menyukai Dhamma dan menyenangkan dalam pernyataan-pernyataannya, penuh dengan kegembiraan luhur yang berhubungan dengan Dhamma and disiplin.<1980> Karena seorang bhikkhu menyukai Dhamma … maka ini juga adalah sebuah kualitas yang berfungsi sebagai pelindung.

(7) “Kemudian, seorang bhikkhu telah membangkitkan kegigihan untuk meninggalkan kualitas-kualitas yang tidak bermanfaat dan mendapatkan kualitas-kualitas yang bermanfaat; ia kuat, teguh dalam pengerahan usaha, tidak mengabaikan tugas melatih kualitas-kualitas bermanfaat. Karena seorang bhikkhu telah membangkitkan kegigihan … tidak mengabaikan tugas melatih kualitas-kualitas bermanfaat, maka ini juga adalah sebuah kualitas yang berfungsi sebagai pelindung. [25]

(8 ) “Kemudian, seorang bhikkhu puas dengan segala jenis jubah, makanan, tempat tinggal, dan obat-obatan dan perlengkapan bagi yang sakit. Karena seorang bhikkhu puas dengan segala jenis jubah … perlengkapan bagi yang sakit, maka ini juga adalah sebuah kualitas yang berfungsi sebagai pelindung.

(9) “Kemudian, seorang bhikkhu penuh perhatian, memiliki perhatian dan kewaspadaan tertinggi, seorang yang mengingat apa yang telah dilakukan dan diucapkan yang telah lama berlalu. Karena seorang bhikkhu penuh perhatian … dan mengingat apa yang telah dilakukan dan diucapkan yang telah lama berlalu, maka ini juga adalah sebuah kualitas yang berfungsi sebagai pelindung.

(10) “Kemudian, seorang bhikkhu bijaksana; ia memiliki kebijaksanaan yang melihat muncul dan lenyapnya, yang mulia dan menembus dan mengarah pada kehancuran penderitaan sepenuhnya. Karena seorang bhikkhu bijaksana … maka ini juga adalah sebuah kualitas yang berfungsi sebagai pelindung.

“Para bhikkhu, hiduplah di bawah pelindung, bukan tanpa pelindung. Seorang yang tanpa pelindung hidup dalam penderitaan. Ini adalah kesepuluh kualitas itu yang berfungsi sebagai pelindung.”

18 (8 ) Pelindung (2)

“Para bhikkhu, hiduplah di bawah pelindung, bukan tanpa pelindung. Seorang yang tanpa pelindung hidup dalam penderitaan. Ada sepuluh kualitas ini yang berfungsi sebagai pelindung. Apakah sepuluh ini?

(1) “Di sini, seorang bhikkhu adalah bermoral; ia berdiam dengan terkendali oleh Pātimokkha, memiliki perilaku dan tempat kunjungan yang baik, melihat bahaya dalam pelanggaran-pelanggaran kecil. Setelah menerima aturan-aturan latihan, ia berlatih di dalamnya. [Setelah mempertimbangkan:] ‘Bhikkhu ini sungguh bermoral … Setelah menerima aturan-aturan latihan, ia berlatih di dalamnya,’ para bhikkhu senior, [26] para bhikkhu menengah, dan para bhikkhu junior berpikir bahwa ia harus dikoreksi dan diajari. Karena mereka semua berbelas kasih padanya, maka hanya kemajuan dalam kualitas-kualitas bermanfaat dan bukan kemunduran yang menantinya. Ini adalah satu kualitas yang berfungsi sebagai pelindung.

(2) “Kemudian, seorang bhikkhu telah banyak belajar, mengingat apa yang telah ia pelajari, dan mengumpulkan apa yang telah ia pelajari. Ajaran-ajaran itu yang baik di awal … dengan kata-kata dan makna yang benar, yang mengungkapkan kehidupan spiritual yang lengkap dan murni sempurna – ajaran-ajaran demikian telah banyak ia pelajari, diingat, dilafalkan secara lisan, diselidiki dengan pikiran, dan ditembus dengan baik melalui pandangan. [Setelah mempertimbangkan:] ‘Bhikkhu ini sungguh telah banyak belajar … dan ditembus dengan baik melalui pandangan,’ para bhikkhu senior, para bhikkhu menengah, dan para bhikkhu junior berpikir bahwa ia harus dikoreksi dan diajari. Karena mereka semua berbelas kasih padanya, maka hanya kemajuan dalam kualitas-kualitas bermanfaat dan bukan kemunduran yang menantinya. Ini juga adalah satu kualitas yang berfungsi sebagai pelindung.

(3) “Kemudian, seorang bhikkhu memiliki teman-teman yang baik, sahabat-sahabat yang baik, kawan-kawan yang baik. [Setelah mempertimbangkan:] ‘Bhikkhu ini sungguh memiliki teman-teman yang baik, sahabat-sahabat yang baik, kawan-kawan yang baik,’ para bhikkhu senior, para bhikkhu menengah, dan para bhikkhu junior berpikir bahwa ia harus dikoreksi dan diajari. Karena mereka semua berbelas kasih padanya, maka hanya kemajuan dalam kualitas-kualitas bermanfaat dan bukan kemunduran yang menantinya. Ini juga adalah satu kualitas yang berfungsi sebagai pelindung.

(4) “Kemudian, seorang bhikkhu mudah dikoreksi dan memiliki kualitas-kualitas yang membuatnya mudah dikoreksi; ia sabar dan menerima ajaran dengan hormat. [Setelah mempertimbangkan:] ‘Bhikkhu ini sungguh mudah dikoreksi dan memiliki kualitas-kualitas yang membuatnya mudah dikoreksi; ia sabar dan menerima ajaran dengan hormat,’ para bhikkhu senior, [27] para bhikkhu menengah, dan para bhikkhu junior berpikir bahwa ia harus dikoreksi dan diajari. Karena mereka semua berbelas kasih padanya, maka hanya kemajuan dalam kualitas-kualitas bermanfaat dan bukan kemunduran yang menantinya. Ini juga adalah satu kualitas yang berfungsi sebagai pelindung.

(5) “Kemudian, seorang bhikkhu terampil dan rajin dalam melakukan berbagai tugas yang harus dilakukan demi teman-temannya para bhikkhu; ia memiliki penilaian benar sehubungan dengan tugas-tugas itu agar dapat menjalankan dan mengurusnya dengan benar. [Setelah mempertimbangkan:] ‘Bhikkhu ini sungguh terampil dan rajin … agar dapat menjalankan dan mengurusnya dengan benar,’ para bhikkhu senior, para bhikkhu menengah, dan para bhikkhu junior berpikir bahwa ia harus dikoreksi dan diajari. Karena mereka semua berbelas kasih padanya, maka hanya kemajuan dalam kualitas-kualitas bermanfaat dan bukan kemunduran yang menantinya. Ini juga adalah satu kualitas yang berfungsi sebagai pelindung.

(6) “Kemudian, seorang bhikkhu menyukai Dhamma dan menyenangkan dalam pernyataan-pernyataannya, penuh dengan kegembiraan luhur yang berhubungan dengan Dhamma and disiplin. [Setelah mempertimbangkan:] ‘Bhikkhu ini sungguh menyukai Dhamma dan menyenangkan dalam pernyataan-pernyataannya, penuh dengan kegembiraan luhur yang berhubungan dengan Dhamma and disiplin,’ para bhikkhu senior, para bhikkhu menengah, dan para bhikkhu junior berpikir bahwa ia harus dikoreksi dan diajari. Karena mereka semua berbelas kasih padanya, maka hanya kemajuan dalam kualitas-kualitas bermanfaat dan bukan kemunduran yang menantinya. Ini juga adalah satu kualitas yang berfungsi sebagai pelindung.

(7) “Kemudian, seorang bhikkhu telah membangkitkan kegigihan untuk meninggalkan kualitas-kualitas yang tidak bermanfaat dan mendapatkan kualitas-kualitas yang bermanfaat; ia kuat, teguh dalam pengerahan usaha, tidak mengabaikan tugas melatih kualitas-kualitas bermanfaat. [Setelah mempertimbangkan:] ‘Bhikkhu ini sungguh telah membangkitkan kegigihan … [28] … tidak mengabaikan tugas melatih kualitas-kualitas bermanfaat,’ para bhikkhu senior, para bhikkhu menengah, dan para bhikkhu junior berpikir bahwa ia harus dikoreksi dan diajari. Karena mereka semua berbelas kasih padanya, maka hanya kemajuan dalam kualitas-kualitas bermanfaat dan bukan kemunduran yang menantinya. Ini juga adalah satu kualitas yang berfungsi sebagai pelindung.

(8 ) “Kemudian, seorang bhikkhu puas dengan segala jenis jubah, makanan, tempat tinggal, dan obat-obatan dan perlengkapan bagi yang sakit. [Setelah mempertimbangkan:] ‘Bhikkhu ini sungguh puas dengan segala jenis jubah, makanan, tempat tinggal, dan obat-obatan dan perlengkapan bagi yang sakit,’ para bhikkhu senior, para bhikkhu menengah, dan para bhikkhu junior berpikir bahwa ia harus dikoreksi dan diajari. Karena mereka semua berbelas kasih padanya, maka hanya kemajuan dalam kualitas-kualitas bermanfaat dan bukan kemunduran yang menantinya. Ini juga adalah satu kualitas yang berfungsi sebagai pelindung.

(9) “Kemudian, seorang bhikkhu penuh perhatian, memiliki perhatian dan kewaspadaan tertinggi, seorang yang mengingat apa yang telah dilakukan dan diucapkan yang telah lama berlalu. [Setelah mempertimbangkan:] ‘Bhikkhu ini sungguh penuh perhatian, memiliki perhatian dan kewaspadaan tertinggi, seorang yang mengingat apa yang telah dilakukan dan diucapkan yang telah lama berlalu,’ para bhikkhu senior, para bhikkhu menengah, dan para bhikkhu junior berpikir bahwa ia harus dikoreksi dan diajari. Karena mereka semua berbelas kasih padanya, maka hanya kemajuan dalam kualitas-kualitas bermanfaat dan bukan kemunduran yang menantinya. Ini juga adalah satu kualitas yang berfungsi sebagai pelindung.

(10) “Kemudian, seorang bhikkhu bijaksana; ia memiliki kebijaksanaan yang melihat muncul dan lenyapnya, yang mulia dan menembus dan mengarah pada kehancuran penderitaan sepenuhnya. [Setelah mempertimbangkan:] ‘Bhikkhu ini sungguh bijaksana; ia memiliki kebijaksanaan yang melihat muncul dan lenyapnya, yang mulia dan menembus dan mengarah pada kehancuran penderitaan sepenuhnya,’ para bhikkhu senior, para bhikkhu menengah, dan para bhikkhu junior berpikir bahwa ia harus dikoreksi [29] dan diajari. Karena mereka semua berbelas kasih padanya, maka hanya kemajuan dalam kualitas-kualitas bermanfaat dan bukan kemunduran yang menantinya. Ini juga adalah satu kualitas yang berfungsi sebagai pelindung.

“Para bhikkhu, hiduplah di bawah pelindung, bukan tanpa pelindung. Seorang yang tanpa pelindung hidup dalam penderitaan. Ini adalah kesepuluh kualitas itu yang berfungsi sebagai pelindung.”

19 (9) Keberdiaman Para Mulia (1)

“Para bhikkhu, ada sepuluh keberdiaman para mulia ini di mana para mulia di masa lampau, masa sekarang, dan masa depan berdiam.<1981> Apakah sepuluh ini?

“Di sini, seorang bhikkhu (1) telah meninggalkan lima faktor; (2) memiliki enam faktor; (3) memiliki penjaga tunggal (4) dan empat pendukung; (5) telah melenyapkan kebenaran-kebenaran pribadi, (6) sama sekali telah meninggalkan pencarian, (7) telah memurnikan kehendak-kehendaknya, (8 ) telah menenangkan aktivitas jasmani, dan menjadi (9) terbebaskan dengan baik dalam pikiran dan (10) terbebaskan dengan baik melalui kebijaksanaan. Ini adalah kesepuluh keberdiaman para mulia itu di mana para mulia di masa lampau, masa sekarang, dan masa depan berdiam.”

20 (10) Keberdiaman Para Mulia (2)

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang nenetap di antara penduduk Kuru di dekat pemukiman Kuru bernama Kammāsadamma. [30] di sana Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu … Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

“Para bhikkhu, ada sepuluh keberdiaman para mulia ini di mana para mulia di masa lampau, masa sekarang, dan masa depan berdiam. Apakah sepuluh ini?

“Di sini, seorang bhikkhu (1) telah meninggalkan lima faktor; (2) memiliki enam faktor; (3) memiliki penjaga tunggal (4) dan empat pendukung; (5) telah melenyapkan kebenaran-kebenaran pribadi, (6) sama sekali telah meninggalkan pencarian, (7) telah memurnikan kehendak-kehendaknya, (8 ) telah menenangkan aktivitas jasmani, dan menjadi (9) terbebaskan dengan baik dalam pikiran dan (10) terbebaskan dengan baik melalui kebijaksanaan.

(1) “Dan bagaimanakah seorang bhikkhu telah meninggalkan lima faktor? Di sini, seorang bhikkhu telah meninggalkan keinginan indria, niat buruk, ketumpulan dan kantuk, kegelisahan dan penyesalan, dan keragu-raguan. Dengan cara inilah seorang bhikkhu telah meninggalkan lima faktor.

(2) “Dan bagaimanakah seorang bhikkhu memiliki enam faktor? Di sini, setelah melihat sebuah bentuk dengan mata, seorang bhikkhu tidak bergembira juga tidak bersedih, melainkan berdiam dengan seimbang, penuh perhatian dan memahami dengan jernih. Setelah mendengar suatu suara dengan telinga … Setelah mencium suatu bau-bauan dengan hidung … Setelah mengalami suatu rasa kecapan dengan lidah … Setelah merasakan suatu objek sentuhan dengan badan … Setelah mengenali suatu fenomena pikiran dengan pikiran, seorang bhikkhu tidak bergembira juga tidak bersedih, melainkan berdiam dengan seimbang, penuh perhatian dan memahami dengan jernih.<1982> Dengan cara inilah seorang bhikkhu memiliki enam faktor.

(3) “Dan bagaimanakah seorang bhikkhu memiliki penjaga tunggal? Di sini, seorang bhikkhu memiliki pikiran yang dijaga oleh perhatian. Dengan cara inilah seorang bhikkhu memiliki penjaga tunggal.

(4) “Dan bagaimanakah seorang bhikkhu memiliki empat pendukung? Di sini, setelah merefleksikan, seorang bhikkhu menggunakan suatu hal, dengan sabar menahankan hal lainnya, menghindari hal lainnya lagi, dan menghalau hal lainnya lagi. Dengan cara inilah seorang bhikkhu memiliki empat pendukung. [31]

(5) “Dan bagaimanakah seorang bhikkhu telah melenyapkan kebenaran-kebenaran pribadi? Di sini, kebenaran pribadi biasa apa pun yang dianut oleh para petapa dan brahmana biasa – yaitu, ‘Dunia adalah abadi’ atau ‘Dunia adalah tidak abadi’; ‘Dunia adalah terbatas’ atau ‘Dunia adalah tidak terbatas’; ‘Jiawa dan badan adalah sama’ atau ‘Jiwa adalah satu hal dan badan adalah hal lainnya’; ‘Sang Tathāgata ada setelah kematian’ atau ‘Sang Tathāgata tidak ada setelah kematian’ atau ‘Sang Tathāgata ada dan juga tidak ada setelah kematian’ atau ‘Sang Tathāgata bukan ada dan juga bukan tidak ada setelah kematian’ – seorang bhikkhu telah membuang dan melenyapkannya semua, menghentikannya, menolaknya, membiarkannya, meninggalkannya dan melepaskannya. Dengan cara inilah seorang bhikkhu telah melenyapkan kebenaran-kebenaran pribadi.

(6) “Dan bagaimanakah seorang bhikkhu sama sekali telah meninggalkan pencarian? Di sini, seorang bhikkhu telah meninggalkan pencarian kenikmatan-kenikmatan indria dan pencarian penjelmaan dan telah menenangkan pencarian kehidupan spiritual. Dengan cara inilah seorang bhikkhu sama sekali telah meninggalkan pencarian.

(7) “Dan bagaimanakah seorang bhikkhu telah memurnikan kehendak-kehendaknya? Di sini, seorang bhikkhu telah meninggalkan kehendak indriawi, kehendak berniat buruk, dan kehendak mencelakai. Dengan cara inilah seorang bhikkhu bhikkhu telah memurnikan kehendak-kehendaknya.

(8 ) “Dan bagaimanakah seorang bhikkhu telah menenangkan aktivitas jasmani? Di sini, dengan meninggalkan kenikmatan dan kesakitan, dan dengan pelenyapan sebelumnya atas kegembiraan dan kesedihan, seorang bhikkhu masuk dan berdiam dalam jhāna ke empat, yang bukan menyakitkan juga bukan menyenangkan, dengan pemurnian perhatian melalui keseimbangan. Dengan cara inilah seorang bhikkhu telah menenangkan aktivitas jasmani.

(9) “Dan bagaimanakah seorang bhikkhu terbebaskan dengan baik dalam pikiran? Di sini, pikiran seorang bhikkhu terbebaskan dari nafsu, kebencian, dan delusi. Dengan cara inilah seorang bhikkhu terbebaskan dengan baik dalam pikiran.

(10) “Dan bagaimanakah seorang bhikkhu terbebaskan dengan baik melalui kebijaksanaan? [32] Di sini, seorang bhikkhu memahami: ‘Aku telah meninggalkan nafsu, telah memotongnya di akar, membuatnya seperti tunggul pohon palem, melenyapkannya sehingga tidak muncul lagi di masa depan; aku telah meninggalkan kebencian … telah meninggalkan delusi, telah memotongnya di akar, membuatnya seperti tunggul pohon palem, melenyapkannya sehingga tidak muncul lagi di masa depan.’ Dengan cara inilah seorang bhikkhu terbebaskan dengan baik melalui kebijaksanaan.

“Para bhikkhu, para mulia mana pun di masa lampau yang berdiam dalam keberdiaman mulia, semuanya berdiam dalam sepuluh keberdiaman mulia yang sama ini. Para mulia mana pun di masa depan yang akan berdiam dalam keberdiaman mulia, semuanya  akan berdiam dalam sepuluh keberdiaman mulia yang sama ini. Para mulia mana pun di masa sekarang yang berdiam dalam keberdiaman mulia, semuanya berdiam dalam sepuluh keberdiaman mulia yang sama ini.

“Ini adalah kesepuluh keberdiaman para mulia di mana para mulia di masa lampau, masa sekarang, dan masa depan berdiam.”

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku SEPULUH
« Reply #5 on: 07 October 2013, 07:34:48 PM »
III. BAB PANJANG

21 (1) Singa

“Para bhikkhu, pada malam hari singa, raja binatang buas, keluar dari sarangnya, meregangkan tubuhnya, mengamati empat penjuru sekeliling, [33] dan mengaumkan auman singanya tiga kali.  Kemudian ia pergi berburu. Karena alasan apakah? [Dengan berpikir:] ‘Semoga aku tidak membahayakan makhluk-makhluk kecil yang mungkin melintas di jalanku.’

“‘Singa,’ para bhikkhu, adalah sebutan untuk Sang Tathāgata, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna. Ketika Sang Tathāgata mengajarkan Dhamma kepada suatu kumpulan, itu adalah auman singaNya.

“Para bhikkhu, ada sepuluh kekuatan Tathāgata ini yang dimiliki oleh Sang Tathāgata, yang dengan memilikinya Beliau mengklaim posisi sapi pemimpin, mengaumkan auman singaNya di tengah kumpulan-kumpulan, dan memutar roda brahma.<1983> Apakah sepuluh ini?

(1) “Di sini, Sang Tathāgata memahami sebagaimana adanya yang mungkin sebagai mungkin dan yang tidak mungkin sebagai tidak mungkin. Karena Sang Tathāgata memahami sebagaimana adanya yang mungkin sebagai mungkin dan yang tidak mungkin sebagai tidak mungkin, maka ini adalah satu kekuatan Tathāgata yang dimiliki oleh Sang Tathāgata, yang dengan memilikinya Beliau mengklaim posisi sapi pemimpin, mengaumkan auman singaNya di tengah kumpulan-kumpula, dan memutar roda brahma.

(2) “Kemudian, Sang Tathāgata memahami sebagaimana adanya akibat dari kamma yang dilakukan di masa lampau, masa depan, dan masa sekarang dalam hal kemungkinan-kemungkinan dan penyebab-penyebab. Karena Sang Tathāgata memahami sebagaimana adanya … akibat dari kamma yang dilakukan … maka ini juga adalah satu kekuatan Tathāgata yang dimiliki oleh Sang Tathāgata, yang dengan memilikinya Beliau … memutar roda brahma.

(3) “Kemudian, Sang Tathāgata memahami sebagaimana adanya jalan yang mengarah menuju ke segala tujuan.<1984> Karena Sang Tathāgata memahami sebagaimana adanya jalan yang mengarah menuju ke segala tujuan, maka ini juga adalah satu kekuatan Tathāgata yang dimiliki oleh Sang Tathāgata, yang dengan memilikinya Beliau  … memutar roda brahma.

(4) “Kemudian, Sang Tathāgata [34] memahami sebagaimana adanya dunia ini dengan banyak elemennya yang beraneka-ragam.<1985> Karena Sang Tathāgata memahami sebagaimana adanya dunia ini dengan banyak elemennya yang beraneka-ragam, maka ini juga adalah satu kekuatan Tathāgata yang dimiliki oleh Sang Tathāgata, yang dengan memilikinya Beliau … memutar roda brahma.

(5) “Kemudian, Sang Tathāgata memahami sebagaimana adanya keberagaman watak makhluk-makhluk.<1986> Karena Sang Tathāgata memahami sebagaimana adanya keberagaman watak makhluk-makhluk, maka ini juga adalah satu kekuatan Tathāgata yang dimiliki oleh Sang Tathāgata, yang dengan memilikinya Beliau … memutar roda brahma.

(6) “Kemudian, Sang Tathāgata memahami sebagaimana adanya kondisi tinggi dan rendah dari indria-indria makhluk-makhluk dan orang-orang lain.<1987> Karena Sang Tathāgata memahami sebagaimana adanya kondisi tinggi dan rendah dari indria-indria makhluk-makhluk dan orang-orang lain, maka ini juga adalah satu kekuatan Tathāgata yang dimiliki oleh Sang Tathāgata, yang dengan memilikinya Beliau … memutar roda brahma.

(7) “Kemudian, Sang Tathāgata memahami sebagaimana adanya kekotoran, pembersihan, dan keluarnya sehubungan dengan jhāna-jhāna, kebebasan-kebebasan, konsentrasi-konentrasi, dan pencapaian-pencapaian meditatif. Karena Sang Tathāgata memahami sebagaimana adanya kekotoran, pembersihan, dan keluarnya sehubungan dengan jhāna-jhāna … maka ini juga adalah satu kekuatan Tathāgata yang dimiliki oleh Sang Tathāgata, yang dengan memilikinya Beliau … memutar roda brahma.

(8 ) “Kemudian, Sang Tathāgata mengingat banyak kehidupan lampauNya, yaitu, satu kelahiran, dua kelahiran, tiga kelahiran, empat kelahiran, lima kelahiran, sepuluh kelahiran, dua puluh kelahiran, tiga puluh kelahiran, empat puluh [35] kelahiran, lima puluh kelahiran, seratus kelahiran, seribu kelahiran, seratus ribu kelahiran, banyak kappa penghancuran dunia, banyak kappa pengembangan dunia, banyak kappa penghancuran dunia dan pengembangan dunia, sebagai berikut: “Di sana  Aku bernama ini, dari suku ini, dengan penampilan begini, makananKu seperti ini, pengalaman kenikmatan dan kesakitanku seperti ini, umur kehidupanKu selama ini; meninggal dunia dari sana, Aku terlahir kembali di tempat lain, dan di sana juga Aku bernama itu, dari suku itu, dengan penampilan begitu, makananku seperti itu, pengalaman kenikmatan dan kesakitanku seperti itu, umur kehidupanKu selama itu; meninggal dunia dari sana, Aku terlahir kembali di sini.” Demikianlah Beliau mengingat banyak kehidupan lampauNya dengan aspek-aspek dan rinciannya. Karena Sang Tathāgata mengingat banyak kehidupan lampauNya … dengan aspek-aspek dan rinciannya, maka ini juga adalah satu kekuatan Tathāgata yang dimiliki oleh Sang Tathāgata, yang dengan memilikinya Beliau … memutar roda brahma.

(9) “Kemudian, dengan mata dewa, yang murni dan melampaui manusia, Sang Tathāgata melihat makhluk-makhluk meninggal dunia dan terlahir kembali, hina dan mulia, cantik dan buruk rupa, kaya dan miskin, dan memahami bagaimana makhluk-makhluk mengembara sesuai kamma mereka sebagai berikut: “Makhluk-makhluk ini yang terlibat dalam perbuatan buruk melalui jasmani, ucapan, dan pikiran, yang mencela para mulia, menganut pandangan salah, dan melakukan kamma yang berdasarkan pada pandangan salah, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, telah terlahir kembali di alam sengsara, di alam tujuan  yang buruk, di alam rendah, di neraka; tetapi makhluk-makhluk ini yang terlibat dalam perbuatan baik melalui jasmani, ucapan, dan pikiran, yang tidak mencela para mulia, yang menganut pandangan benar, dan melakukan kamma yang berdasarkan pada pandangan benar, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, telah terlahir kembali di alam tujuan  yang baik, di alam surga.’ Demikianlah dengan mata dewa, yang murni dan melampaui manusia, Beliau melihat makhluk-makhluk meninggal dunia dan terlahir kembali, hina dan mulia, cantik dan buruk rupa, kaya dan miskin, dan memahami bagaimana makhluk-makhluk mengembara sesuai kamma mereka. [36] Karena Sang Tathāgata …  memahami bagaimana makhluk-makhluk mengembara sesuai kamma mereka, maka ini juga adalah satu kekuatan Tathāgata yang dimiliki oleh Sang Tathāgata, yang dengan memilikinya Beliau … memutar roda brahma

(10) “Kemudian, dengan hancurnya noda-noda, Sang Tathāgata telah merealisasikan untuk diriNya sendiri dengan pengetahuan langsung, dalam kehidupan ini, kebebasan pikiran yang tanpa noda, kebebasan melalui kebijaksanaan, dan setelah memasukinya, Beliau berdiam di dalamnya. Karena Sang Tathāgata telah merealisasikan untuk diriNya sendiri … kebebasan pikiran yang tanpa noda, kebebasan melalui kebijaksanaan … maka ini juga adalah satu kekuatan Tathāgata yang dimiliki oleh Sang Tathāgata, yang dengan memilikinya Beliau mengklaim posisi sapi pemimpin, mengaumkan auman singaNya di tengah kumpulan-kumpula, dan memutar roda brahma.

“Ini, para bhikkhu, adalah kesepuluh kekuatan Tathāgata itu yang dimiliki oleh Sang Tathāgata, yang dengan memilikinya Beliau mengklaim posisi sapi pemimpin, mengaumkan auman singaNya di tengah kumpulan-kumpulan, dan memutar roda brahma.”

22 (2) Prinsip-Prinsip Doktrin

Yang Mulia Ānanda mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, dan duduk di satu sisi. Kemudian Sang Bhagavā berkata kepadanya:

“Ānanda, Aku mengklaim berkeyakinan melalui pengetahuan langsung sehubungan dengan hal-hal yang mengarah pada realisasi berbagai prinsip doktrin,<1988>  [dan dengan demikian Aku mampu] mengajar Dhamma kepada berbagai orang dalam berbagai cara sedemikian sehingga orang yang mempraktikkannya akan mengetahui apa yang ada bahwa itu ada dan apa yang tidak ada bahwa itu tidak ada; sedemikian sehingga sehingga orang yang mempraktikkannya akan mengetahui apa yang rendah bahwa itu rendah dan apa yang luhur bahwa itu luhur; sedemikian sehingga sehingga orang yang mempraktikkannya akan mengetahui apa yang terlampaui bahwa itu terlampaui dan apa yang tidak terlampaui bahwa itu tidak terlampaui; sedemikian sehingga [37] adalah mungkin bahwa seseorang yang akan mengetahui, melihat, dan merealisasikan ini persis seperti yang seharusnya diketahui, dilihat, dan direalisasikan.

“Tetapi di antara pengetahuan-pengetahuan, Ānanda, yang satu ini adalah tidak terlampaui, yaitu, pengetahuan hal-hal ini dan hal-hal itu sebagaimana adanya.<1989> Dan, Aku katakan, tidak ada pengetahuan lain yang lebih tinggi atau lebih baik daripada ini.

“Ada, Ānanda, sepuluh kekuatan Tathāgata ini yang dimiliki oleh Sang Tathāgata, yang dengan memilikinya Beliau mengklaim posisi sapi pemimpin, mengaumkan auman singaNya di tengah kumpulan-kumpula, dan memutar roda brahma. Apakah sepuluh ini?

[Seperti pada 10:21] [38]

“Ini, Ānanda, adalah kesepuluh kekuatan Tathāgata itu yang dimiliki oleh Sang Tathāgata, yang dengan memilikinya Beliau mengklaim posisi sapi pemimpin, mengaumkan auman singaNya di tengah kumpulan-kumpula, dan memutar roda brahma.” [39]

23 (3) Jasmani

“Para bhikkhu, ada hal-hal yang harus ditinggalkan melalui jasmani, bukan melalui ucapan. Ada hal-hal yang harus ditinggalkan melalui ucapan, bukan melalui jasmani. Ada hal-hal yang harus ditinggalkan bukan melalui jasmani juga bukan melalui ucapan melainkan dengan berulang-ulang melihatnya dengan kebijaksanaan.<1990>

“Dan apakah, para bhikkhu, hal-hal yang harus ditinggalkan melalui jasmani, bukan melalui ucapan? Di sini, seorang bhikkhu telah melakukan perbuatan buruk tertentu yang tidak bermanfaat melalui jasmani. Teman-temannya para bhikkhu yang bijaksana menyelidikinya dan berkata sebagai berikut: ‘Engkau telah melakukan perbuatan buruk tertentu yang tidak bermanfaat melalui jasmani. Baik sekali jika engkau dapat meninggalkan perbuatan buruk melalui jasmani dan mengembangkan perbuatan baik melalui jasmani.’ Ketika teman-temannya para bhikkhu yang bijaksana menyelidikinya dan berkata kepadanya, ia meninggalkan perbuatan buruk melalui jasmani yang tidak bermanfaat dan mengembangkan perbuatan baik melalui jasmani yang bermanfaat. Ini disebut hal-hal yang harus ditinggalkan melalui jasmani, bukan melalui ucapan.

“Dan apakah, para bhikkhu, hal-hal yang harus ditinggalkan melalui ucapan, bukan melalui melalui? Di sini, seorang bhikkhu telah melakukan perbuatan buruk tertentu yang tidak bermanfaat melalui ucapan. Teman-temannya para bhikkhu yang bijaksana menyelidikinya dan berkata sebagai berikut: ‘Engkau telah melakukan perbuatan buruk tertentu yang tidak bermanfaat melalui ucapan. Baik sekali jika engkau dapat meninggalkan perbuatan buruk melalui ucapan dan mengembangkan perbuatan baik melalui ucapan.’ Ketika teman-temannya para bhikkhu yang bijaksana menyelidikinya dan berkata kepadanya, ia meninggalkan perbuatan buruk yang tidak bermanfaat melalui ucapan dan mengembangkan perbuatan baik yang bermanfaat melalui ucapan. Ini disebut hal-hal yang harus ditinggalkan melalui ucapan, bukan melalui jasmani.

“Dan apakah hal-hal yang harus ditinggalkan bukan melalui jasmani juga bukan melalui ucapan melainkan dengan berulang-ulang melihatnya dengan kebijaksanaan? Keserakahan harus ditinggalkan bukan melalui jasmani juga bukan melalui ucapan melainkan dengan berulang-ulang melihatnya dengan kebijaksanaan. Kebencian … Delusi … Kemarahan … Permusuhan … sikap merendahkan … sikap kurang-ajar [40] … kekikiran harus ditinggalkan bukan melalui jasmani juga bukan melalui ucapan melainkan dengan berulang-ulang melihatnya dengan kebijaksanaan.

“Sikap iri yang jahat,<1991> para bhikkhu, harus ditinggalkan bukan melalui jasmani juga bukan melalui ucapan melainkan dengan berulang-ulang melihatnya dengan kebijaksanaan. Dan apakah sikap iri yang jahat itu? Di sini, seorang perumah tangga atau putra perumah tangga makmur dalam hal kekayaan atau hasil panen, dalam hal perak atau emas. Seorang budak atau seseorang yang bergantung padanya mungkin berpikir tentangnya: ‘Oh, semoga perumah tangga atau putra perumah tangga ini tidak makmur dalam hal kekayaan atau hasil panen, dalam hal perak atau emas!’ atau seorang petapa atau brahmana memperoleh jubah, makanan, tempat tinggal, dan obat-obatan dan perlengkapan bagi yang sakit. Seorang petapa atau brahmana lainnya mungkin berpikir tentangnya: ‘Oh, semoga yang mulia ini tidak memperoleh jubah, makanan, tempat tinggal, dan obat-obatan dan perlengkapan bagi yang sakit!’ Ini disebut sikap iri yang jahat. Sikap iri yang jahat harus ditinggalkan bukan melalui jasmani juga bukan melalui ucapan melainkan dengan berulang-ulang melihatnya dengan kebijaksanaan.

“Keinginan jahat, para bhikkhu, harus ditinggalkan bukan melalui jasmani juga bukan melalui ucapan melainkan dengan berulang-ulang melihatnya dengan kebijaksanaan. Apakah keinginan jahat itu? Di sini seorang yang tanpa keyakinan menginginkan: ‘Semoga mereka mengenalku sebagai seorang yang memiliki keyakinan.’ Seorang yang tidak bermoral menginginkan: ‘Semoga mereka mengenalku sebagai seorang yang bermoral.’ Seorang yang sedikit belajar menginginkan: ‘Semoga mereka mengenalki sebagai seorang terpelajar.’ Seorang yang bersenang dalam kumpulan menginginkan: ‘Semoga mereka mengenalku sebagai seorang yang penyendiri.’ Seorang yang malas menginginkan: ‘Semoga mereka mengenalku sebagai seorang yang bersemangat.’ Seorang yang berpikiran-kacau menginginkan: ‘Semoga mereka mengenalku sebagai seorang yang penuh perhatian.’ Seorang yang tidak terkonsentrasi menginginkan: ‘Semoga mereka mengenalku sebagai seorang yang terkonsentrasi.’ Seorang yang tidak bijaksana menginginkan: ‘Semoga mereka mengenalku sebagai seorang yang bijaksana.’ Seorang yang noda-nodanya belum dihancurkan menginginkan: ‘Semoga mereka mengenalku sebagai seorang yang noda-nodanya telah dihancurkan.’ [41] Ini disebut keinginan jahat. Keinginan jahat harus ditinggalkan bukan melalui jasmani juga bukan melalui ucapan melainkan dengan berulang-ulang melihatnya dengan kebijaksanaan.

“Jika, para bhikkhu, keserakahan menguasai bhikkhu itu dan berlanjut; jika kebencian … delusi … kemarahan … permusuhan … sikap merendahkan … sikap kurang-ajar … kekikiran … sikap iri yang jahat … keinginan jahat menguasai bhikkhu itu dan berlanjut,<1992> maka ia harus dipahami sebagai berikut: ‘Yang mulia ini tidak memahami bahwa ia seharusnya tidak memiliki keserakahan; karena itu keserakahan menguasainya dan berlanjut. Yang mulia ini tidak memahami bahwa ia seharusnya tidak memiliki kebencian … tidak memiliki delusi … tidak memiliki kemarahan … tidak memiliki permusuhan … tidak memiliki sikap merendahkan … tidak memiliki sikap kurang-ajar … tidak memiliki kekikiran … tidak memiliki sikap iri yang jahat … tidak memiliki keinginan jahat; karena itu keinginan jahat menguasainya dan berlanjut.’

“Jika, para bhikkhu, keserakahan tidak menguasai bhikkhu itu dan tidak berlanjut; jika kebencian … delusi … kemarahan … permusuhan … sikap merendahkan … sikap kurang-ajar … kekikiran … sikap iri yang jahat … keinginan jahat tidak menguasai bhikkhu itu dan tidak berlanjut, maka ia harus dipahami sebagai berikut: ‘Yang mulia ini memahami bahwa ia seharusnya tidak memiliki keserakahan; karena itu keserakahan tidak menguasainya dan tidak berlanjut. Yang mulia ini memahami bahwa ia seharusnya tidak memiliki kebencian … tidak memiliki delusi … tidak memiliki kemarahan … tidak memiliki permusuhan … tidak memiliki sikap merendahkan … tidak memiliki sikap kurang-ajar … tidak memiliki kekikiran … tidak memiliki sikap iri yang jahat … tidak memiliki keinginan jahat; karena itu keinginan jahat tidak menguasainya dan tidak berlanjut.’”

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku SEPULUH
« Reply #6 on: 07 October 2013, 07:35:29 PM »
24 (4) Cunda

Pada suatu ketika Yang Mulia Mahācunda sedang menetap di antara penduduk Ceti di Sahajāti. Di sana Yang Mulia Mahācunda berkata kepada para bhikkhu: “Teman-teman, para bhikkhu!”

“Teman!” para bhikkhu [42] itu menjawab. Yang Mulia Mahācunda berkata sebagai berikut:

“Teman-teman, dalam membuat pernyataan pengetahuan, seorang bhikkhu mengatakan: ‘Aku mengetahui Dhamma ini, aku melihat Dhamma ini.’<1993> Akan tetapi, jika keserakahan menguasai bhikkhu itu dan bertahan;<1994> jika kebencian … delusi … kemarahan … permusuhan … sikap merendahkan … sikap kurang-ajar … kekikiran … sikap iri yang jahat … keinginan jahat menguasai bhikkhu itu dan bertahan, maka ia harus dipahami dipahami sebagai berikut: ‘Yang mulia ini tidak memahami bahwa ia seharusnya tidak memiliki keserakahan; karena itu keserakahan menguasainya dan bertahan. Yang mulia ini tidak memahami bahwa ia seharusnya tidak memiliki kebencian … tidak memiliki delusi … tidak memiliki kemarahan … tidak memiliki permusuhan … tidak memiliki sikap merendahkan … tidak memiliki sikap kurang-ajar … tidak memiliki kekikiran … tidak memiliki sikap iri yang jahat … tidak memiliki keinginan jahat; karena itu keinginan jahat menguasainya dan bertahan.’

“Teman-teman, dalam membuat pernyataan pengembangan, seorang bhikkhu mengatakan: ‘Aku terkembang dalam jasmani, perilaku bermoral, pikiran, dan kebijaksanaan.’ Akan tetapi, jika keserakahan menguasai bhikkhu itu dan bertahan; jika kebencian … keinginan jahat menguasai bhikkhu itu dan bertahan, maka ia harus dipahami dipahami sebagai berikut: ‘Yang mulia ini tidak memahami bahwa ia seharusnya tidak memiliki keserakahan; karena itu keserakahan menguasainya dan bertahan. Yang mulia ini tidak memahami bahwa ia seharusnya tidak memiliki kebencian … tidak memiliki keinginan jahat; karena itu keinginan jahat menguasainya dan bertahan.’

“Teman-teman, dalam membuat pernyataan pengetahuan dan pengembangan, seorang bhikkhu mengatakan: ‘Aku mengetahui Dhamma ini, aku melihat Dhamma ini. Aku terkembang dalam jasmani, perilaku bermoral, pikiran, dan kebijaksanaan.’ Akan tetapi, jika keserakahan menguasai bhikkhu itu dan bertahan; jika kebencian … keinginan jahat [43] menguasai bhikkhu itu dan bertahan, maka ia harus dipahami dipahami sebagai berikut: ‘Yang mulia ini tidak memahami bahwa ia seharusnya tidak memiliki keserakahan; karena itu keserakahan menguasainya dan bertahan. Yang mulia ini tidak memahami bahwa ia seharusnya tidak memiliki kebencian … tidak memiliki keinginan jahat; karena itu keinginan jahat menguasainya dan bertahan.’

“Misalkan, seorang yang miskin, papa, dan kekuarangan mengaku sebagai seorang yang kaya, makmur, dan memiliki banyak harta. Jika, ketika ia ingin membeli sesuatu, ia tidak mampu membayar dengan uang, beras, perak, atau emas, maka mereka akan mengenalnya sebagai seorang yang miskin, papa, dan kekuarangan yang mengaku sebagai seorang yang kaya, makmur, dan memiliki banyak harta. Karena alasan apakah? Karena ketika ia ingin membeli sesuatu, ia tidak mampu membayar dengan uang, beras, perak, atau emas.

“Demikian pula, teman-teman, dalam membuat pernyataan pengetahuan dan pengembangan, seorang bhikkhu mengatakan: ‘Aku mengetahui Dhamma ini, aku melihat Dhamma ini. Aku terkembang dalam jasmani, perilaku bermoral, pikiran, dan kebijaksanaan.’ Akan tetapi, jika keserakahan menguasai bhikkhu itu dan bertahan … keinginan jahat menguasai bhikkhu itu dan bertahan, maka ia harus dipahami dipahami sebagai berikut: ‘Yang mulia ini tidak memahami bahwa ia seharusnya tidak memiliki keserakahan; karena itu keserakahan menguasainya dan bertahan. Yang mulia ini tidak memahami bahwa ia seharusnya tidak memiliki kebencian … [44] … tidak memiliki keinginan jahat; karena itu keinginan jahat menguasainya dan bertahan.’

“Teman-teman, dalam membuat pernyataan pengetahuan, seorang bhikkhu mengatakan: ‘Aku mengetahui Dhamma ini, aku melihat Dhamma ini.’ Jika keserakahan tidak menguasai bhikkhu itu dan tidak bertahan; jika kebencian … delusi … kemarahan … permusuhan … sikap merendahkan … sikap kurang-ajar … kekikiran … sikap iri yang jahat … keinginan jahat tidak menguasai bhikkhu itu dan tidak bertahan, maka ia harus dipahami dipahami sebagai berikut: ‘Yang mulia ini memahami bahwa ia seharusnya tidak memiliki keserakahan; karena itu keserakahan tidak menguasainya dan tidak bertahan. Yang mulia ini memahami bahwa ia seharusnya tidak memiliki kebencian … tidak memiliki delusi … tidak memiliki kemarahan … tidak memiliki permusuhan … tidak memiliki sikap merendahkan … tidak memiliki sikap kurang-ajar … tidak memiliki kekikiran … tidak memiliki sikap iri yang jahat … tidak memiliki keinginan jahat; karena itu keinginan jahat tidak menguasainya dan tidak bertahan.’

“Teman-teman, dalam membuat pernyataan pengembangan, seorang bhikkhu mengatakan: ‘Aku terkembang dalam jasmani, perilaku bermoral, pikiran, dan kebijaksanaan.’ Jika keserakahan tidak menguasai bhikkhu itu dan tidak bertahan; jika kebencian … keinginan jahat tidak menguasai bhikkhu itu dan tidak bertahan, maka ia harus dipahami dipahami sebagai berikut: ‘Yang mulia ini memahami bahwa ia seharusnya tidak memiliki keserakahan; karena itu keserakahan tidak menguasainya dan tidak bertahan. Yang mulia ini memahami bahwa ia seharusnya tidak memiliki kebencian … tidak memiliki keinginan jahat; karena itu keinginan jahat tidak menguasainya dan tidak bertahan.’

“Teman-teman, dalam membuat pernyataan pengetahuan dan pengembangan, seorang bhikkhu mengatakan: ‘Aku mengetahui Dhamma ini, aku melihat Dhamma ini. Aku terkembang dalam jasmani, perilaku bermoral, pikiran, dan kebijaksanaan.’ Jika keserakahan tidak menguasai bhikkhu itu dan tidak bertahan; jika kebencian … keinginan jahat tidak menguasai bhikkhu itu dan tidak bertahan, maka ia harus dipahami dipahami sebagai berikut: ‘Yang mulia ini memahami bahwa ia seharusnya tidak memiliki keserakahan; [45] karena itu keserakahan tidak menguasainya dan tidak bertahan. Yang mulia ini memahami bahwa ia seharusnya tidak memiliki kebencian … tidak memiliki keinginan jahat; karena itu keinginan jahat tidak menguasainya dan tidak bertahan.’

“Misalkan, seorang yang kaya, makmur, dan memiliki banyak harta mengaku sebagai seorang yang kaya, makmur, dan memiliki banyak harta. Jika, ketika ia ingin membeli sesuatu, ia mampu membayar dengan uang, beras, perak, atau emas, maka mereka akan mengenalnya sebagai seorang kaya, makmur, dan memiliki banyak harta yang mengaku sebagai seorang yang kaya, makmur, dan memiliki banyak harta. Karena alasan apakah? Karena ketika ia ingin membeli sesuatu, ia mampu membayar dengan uang, beras, perak, atau emas.

“Demikian pula, teman-teman, dalam membuat pernyataan pengetahuan dan pengembangan, seorang bhikkhu mengatakan: ‘Aku mengetahui Dhamma ini, aku melihat Dhamma ini. Aku terkembang dalam jasmani, perilaku bermoral, pikiran, dan kebijaksanaan.’ Jika keserakahan tidak menguasai bhikkhu itu dan tidak bertahan; jika kebencian … delusi … kemarahan … permusuhan … sikap merendahkan … sikap kurang-ajar … kekikiran … sikap iri yang jahat … keinginan jahat tidak  menguasai bhikkhu itu dan tidak bertahan, maka ia harus dipahami dipahami sebagai berikut: ‘Yang mulia ini memahami bahwa ia seharusnya tidak memiliki keserakahan; karena itu keserakahan tidak menguasainya dan tidak bertahan. Yang mulia ini memahami bahwa ia seharusnya tidak memiliki kebencian … tidak memiliki keinginan jahat; karena itu keinginan jahat tidak menguasainya dan tidak bertahan.’ [46]

25 (5) Kasiṇa

“Para bhikkhu, ada sepuluh landasan kasiṇa ini.<1995> Apakah sepuluh ini? Satu orang mempersepsikan kasiṇa tanah ke atas, ke bawah, ke sekeliling, tidak mendua, tanpa batas.<1996> Satu orang mempersepsikan kasiṇa air … kasiṇa api … kasiṇa udara … kasiṇa biru … kasiṇa kuning … kasiṇa merah ... kasiṇa putih … kasiṇa ruang … kasiṇa kesadaran ke atas, ke bawah, ke sekeliling, tidak mendua, tanpa batas. Ini adalah kesepuluh kasiṇa itu.”

26 (6) Kāḷi

Pada suatu ketika Yang Mulia Mahākaccāna sedang menetap di antara penduduk Avantī di Gunung Pavatta di Kuraraghara. Kemudian umat awam perempuan Kāḷi dari Kuraraghara mendatanginya, bersujud kepadanya, duduk di satu sisi, dan berkata kepadanya:<1997>

“Bhante, ini dikatakan oleh Sang Bhagavā dalam ‘Pertanyaan-pertanyaan Para Perawan’:<1998>

   “Setelah menaklukkan bala tentara dari yang menyenangkan dan disukai,
   Bermeditasi sendirian, Aku menemukan kebahagiaan,
   Pencapaian tujuan, kedamaian batin.
   Oleh karena itu Aku tidak membentuk ikatan keakraban dengan orang-orang,
Juga tidak keakraban dengan siapa pun yang berkesempatan bertemu denganku.’ [47]

“Bagaimanakah, Bhante, makna dari pernyataan yang diucapkan secara ringkas oleh Sang Bhagavā agar dipahami secara terperinci?”

“Beberapa petapa dan brahmana, saudari, yang padanya pencapaian kasiṇa tanah adalah yang tertinggi, dijadikan sebagai tujuan mereka.<1999> Sang Bhagavā secara langsung mengetahui sejauh apa pencapaian kasiṇa tanah itu adalah yang tertinggi. Setelah secara langsung mengetahui ini, Beliau melihat awal,<2000> bahaya, dan jalan membebaskan diri, dan Beliau melihat pengetahuan dan penglihatan pada sang jalan dan bukan-jalan. Dengan melihat awal, bahaya, dan jalan membebaskan diri, dan dengan melihat pengetahuan dan penglihatan pada sang jalan dan bukan-jalan, Beliau mengetahui pencapaian tujuan, kedamaian batin.

“Beberapa petapa dan brahmana, saudari, yang padanya pencapaian kasiṇa air …  kasiṇa api … kasiṇa udara … kasiṇa biru … kasiṇa kuning … kasiṇa merah ... kasiṇa putih … kasiṇa ruang … kasiṇa kesadaran adalah yang tertinggi, dijadikan sebagai tujuan mereka. Sang Bhagavā secara langsung mengetahui sejauh apa pencapaian kasiṇa kesadaran itu adalah yang tertinggi. Setelah secara langsung mengetahui ini, Beliau melihat awal, bahaya, dan jalan membebaskan diri, dan Beliau melihat pengetahuan dan penglihatan pada sang jalan dan bukan-jalan. Dengan melihat awal, bahaya, dan jalan membebaskan diri, dan dengan melihat pengetahuan dan penglihatan pada sang jalan dan bukan-jalan, Beliau mengetahui pencapaian tujuan, kedamaian batin

“Demikianlah, saudari, adalah dengan cara itu makna dari pernyataan yang diucapkan secara ringkas oleh Sang Bhagavā dalam ‘Pertanyaan-pertanyaan Para Perawan’ harus dipahami secara terperinci:

   “‘Setelah menaklukkan bala tentara dari yang menyenangkan dan disukai,
   Bermeditasi sendirian, Aku menemukan kebahagiaan,
   Pencapaian tujuan, kedamaian batin. [48]
   Oleh karena itu Aku tidak membentuk ikatan keakraban dengan orang-orang,
   Juga tidak keakraban dengan siapa pun yang berhasil dalam kasusKu.’”

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku SEPULUH
« Reply #7 on: 07 October 2013, 07:36:10 PM »
27 (7) Pertanyaan Panjang (1)

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Kemudian, pada suatu pagi, sejumlah para bhikkhu merapikan jubah, membawa mangkuk dan jubah mereka, dan memasuki Sāvatthī untuk menerima dana makanan. Kemudian para bhikkhu itu berpikir: “Masih terlalu pagi untuk berjalan menerima dana makanan di Sāvatthī. Biarlah kami pergi ke taman para pengembara sekte lain.”

Kemudian para bhikkhu itu pergi ke taman para pengembara sekte lain. Mereka saling bertukar sapa dengan para pengembara itu, ketika mereka telah mengakhiri ramah-tamah itu, mereka duduk di satu sisi. Kemudian para pengembara itu berkata kepada mereka:

“Teman-teman, Petapa Gotama mengajarkan Dhamma kepada para siswaNya sebagai berikut: ‘Marilah, para bhikkhu, ketahuilah secara langsung segala fenomena.<2001> Berdiamlah setelah mengetahui segala fenomena.’<2002> Kami juga mengajarkan Dhamma kepada para siswa kami demikian: ‘Marilah, teman-teman, ketahuilah secara langsung segala fenomena. Berdiamlah setelah mengetahui segala fenomena.’ Sekarang apakah kesenjangan, disparitas, perbedaan antara ajaran Dhamma Petapa [49] Gotama dan ajaran kami, antara instruksiNya dan instruksi kami?”

Kemudian para bhikkhu itu dengan tidak menyetujui juga tidak menolak pernyataan dari para pengembara itu. Tanpa menyetujuinya, tanpa menolaknya, mereka bangkit dari duduknya dan pergi, [dengan berpikir]: “Kami akan mengetahui apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā sehubungan dengan pernyataan ini.”

Kemudian, ketika para bhikkhu itu telah berjalan menerima dana makanan di Sāvatthī, setelah makan, ketika kembali dari perjalanan menerima dana makanan itu, mereka mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, duduk di satu sisi, dan berkata: “Di sini, Bhante, di pagi hari, kami merapikan jubah, membawa mangkuk dan jubah kami, dan memasuki Sāvatthī untuk menerima dana makanan … [Di sini mereka melaporkan keseluruhan kejadian itu, hingga:] [50] kami bangkit dari duduk kami dan pergi, [dengan berpikir]: ‘Kami akan mengetahui apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā sehubungan dengan pernyataan ini.’”

“Para bhikkhu, ketika para pengembara sekte lain berkata demikian, maka mereka harus dijawab sebagai berikut: ‘Sebuah pertanyaan tentang yang satu, sebuah pernyataan ringkas tentang yang satu, sebuah penjelasan tentang yang satu.<2003> Sebuah pertanyaan tentang yang dua, sebuah pernyataan ringkas tentang yang dua, sebuah penjelasan tentang yang dua. Sebuah pertanyaan tentang yang tiga, sebuah pernyataan ringkas tentang yang tiga, sebuah penjelasan tentang yang tiga. Sebuah pertanyaan tentang yang empat, sebuah pernyataan ringkas tentang yang empat, sebuah penjelasan tentang yang empat. Sebuah pertanyaan tentang yang lima, sebuah pernyataan ringkas tentang yang lima, sebuah penjelasan tentang yang lima. Sebuah pertanyaan tentang yang enam, sebuah pernyataan ringkas tentang yang enam, sebuah penjelasan tentang yang enam. Sebuah pertanyaan tentang yang tujuh, sebuah pernyataan ringkas tentang yang tujuh, sebuah penjelasan tentang yang tujuh. Sebuah pertanyaan tentang yang delapan, sebuah pernyataan ringkas tentang yang delapan, sebuah penjelasan tentang yang delapan. Sebuah pertanyaan tentang yang sembilan, sebuah pernyataan ringkas tentang yang sembilan, sebuah penjelasan tentang yang sembilan. Sebuah pertanyaan tentang yang sepuluh, sebuah pernyataan ringkas tentang yang sepuluh, sebuah penjelasan tentang yang sepuluh. Jika para pengembara sekte lain ditanya demikian, mereka tidak akan mampu menjawab, dan lebih jauh lagi, mereka akan menemui kesulitan. Karena alasan apakah? Karena hal itu bukan wilayah mereka. Aku tidak melihat siapa pun, para bhikkhu, di dunia ini bersama dengan para deva, Māra, dan Brahmā, dalam populasi ini bersama dengan para petapa dan brahmana, para deva dan manusia, yang dapat memuaskan pikiran dengan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini selain dari Sang Tathāgata atau seorang siswa Sang Tathāgata atau seseorang yang telah mendengarnya dari Beliau.

(1) “Ketika dikatakan: ‘Sebuah pertanyaan tentang yang satu, sebuah pernyataan ringkas tentang yang satu, sebuah penjelasan tentang yang satu,’ sehubungan dengan apakah hal ini dikatakan?<2004> Ketika seorang bhikkhu sepenuhnya kecewa dengan satu hal, sepenuhnya bosan padanya, sepenuhnya terbebaskan darinya, sepenuhnya melihat batasannya, dan sepenuhnya menembus maknanya, maka dalam kehidupan ini ia mengakhiri penderitaan. Apakah satu hal ini? Semua makhluk ada melalui makanan.<2005> [51] Ketika seorang bhikkhu sepenuhnya kecewa dengan satu hal ini, sepenuhnya bosan padanya, sepenuhnya terbebaskan darinya, sepenuhnya melihat batasannya, dan sepenuhnya menembus maknanya, maka dalam kehidupan ini ia mengakhiri penderitaan.

“Ketika dikatakan: ‘Sebuah pertanyaan tentang yang satu, sebuah pernyataan ringkas tentang yang satu, sebuah penjelasan tentang yang satu,’ adalah sehubungan dengan itu  hal ini dikatakan.

(2) “Ketika dikatakan: ‘Sebuah pertanyaan tentang yang dua, sebuah pernyataan ringkas tentang yang dua, sebuah penjelasan tentang yang dua,’ sehubungan dengan apakah hal ini dikatakan? Ketika seorang bhikkhu sepenuhnya kecewa dengan dua hal, sepenuhnya bosan padanya, sepenuhnya terbebaskan darinya, sepenuhnya melihat batasannya, dan sepenuhnya menembus maknanya, maka dalam kehidupan ini ia mengakhiri penderitaan. Apakah dua hal ini? Nama dan bentuk. Ketika seorang bhikkhu sepenuhnya kecewa dengan dua hal ini … maka dalam kehidupan ini ia mengakhiri penderitaan.

“Ketika dikatakan: ‘Sebuah pertanyaan tentang yang dua, sebuah pernyataan ringkas tentang yang dua, sebuah penjelasan tentang yang dua,’ adalah sehubungan dengan itu  hal ini dikatakan.

(3) “Ketika dikatakan: ‘Sebuah pertanyaan tentang yang tiga, sebuah pernyataan ringkas tentang yang tiga, sebuah penjelasan tentang yang tiga,’ sehubungan dengan apakah hal ini dikatakan? Ketika seorang bhikkhu sepenuhnya kecewa dengan tiga hal, sepenuhnya bosan padanya, sepenuhnya terbebaskan darinya, sepenuhnya melihat batasannya, dan sepenuhnya menembus maknanya, maka dalam kehidupan ini ia mengakhiri penderitaan. Apakah tiga hal ini? Tiga jenis perasaan.<2006> Ketika seorang bhikkhu sepenuhnya kecewa dengan tiga hal ini … maka dalam kehidupan ini ia mengakhiri penderitaan.

“Ketika dikatakan: ‘Sebuah pertanyaan tentang yang tiga, sebuah pernyataan ringkas tentang yang tiga, sebuah penjelasan tentang yang tiga,’ adalah sehubungan dengan itu  hal ini dikatakan.

(4) “Ketika dikatakan: ‘Sebuah pertanyaan tentang yang empat, sebuah pernyataan ringkas tentang yang empat, sebuah penjelasan tentang yang empat,’ sehubungan dengan apakah hal ini dikatakan? [52] Ketika seorang bhikkhu sepenuhnya kecewa dengan empat hal, sepenuhnya bosan padanya, sepenuhnya terbebaskan darinya, sepenuhnya melihat batasannya, dan sepenuhnya menembus maknanya, maka dalam kehidupan ini ia mengakhiri penderitaan. Apakah empat hal ini? Empat jenis makanan.<2007> Ketika seorang bhikkhu sepenuhnya kecewa dengan empat hal ini … maka dalam kehidupan ini ia mengakhiri penderitaan.

“Ketika dikatakan: ‘Sebuah pertanyaan tentang yang empat, sebuah pernyataan ringkas tentang yang empat, sebuah penjelasan tentang yang empat,’ adalah sehubungan dengan itu  hal ini dikatakan.

(5) “Ketika dikatakan: ‘Sebuah pertanyaan tentang yang lima, sebuah pernyataan ringkas tentang yang lima, sebuah penjelasan tentang yang lima,’ sehubungan dengan apakah hal ini dikatakan? Ketika seorang bhikkhu sepenuhnya kecewa dengan lima hal, sepenuhnya bosan padanya, sepenuhnya terbebaskan darinya, sepenuhnya melihat batasannya, dan sepenuhnya menembus maknanya, maka dalam kehidupan ini ia mengakhiri penderitaan. Apakah lima hal ini? Lima kelompok unsur kehidupan yang tunduk pada kemelekatan. Ketika seorang bhikkhu sepenuhnya kecewa dengan lima hal ini … maka dalam kehidupan ini ia mengakhiri penderitaan.

“Ketika dikatakan: ‘Sebuah pertanyaan tentang yang lima, sebuah pernyataan ringkas tentang yang lima, sebuah penjelasan tentang yang lima,’ adalah sehubungan dengan itu  hal ini dikatakan.

(6) “Ketika dikatakan: ‘Sebuah pertanyaan tentang yang enam, sebuah pernyataan ringkas tentang yang enam, sebuah penjelasan tentang yang enam,’ sehubungan dengan apakah hal ini dikatakan? Ketika seorang bhikkhu sepenuhnya kecewa dengan enam hal, sepenuhnya bosan padanya, sepenuhnya terbebaskan darinya, sepenuhnya melihat batasannya, dan sepenuhnya menembus maknanya, maka dalam kehidupan ini ia mengakhiri penderitaan. Apakah enam hal ini? Enam landasan indria internal. Ketika seorang bhikkhu sepenuhnya kecewa dengan enam hal ini … maka dalam kehidupan ini ia mengakhiri penderitaan. [53]

“Ketika dikatakan: ‘Sebuah pertanyaan tentang yang enam, sebuah pernyataan ringkas tentang yang enam, sebuah penjelasan tentang yang enam,’ adalah sehubungan dengan itu  hal ini dikatakan.

(7) “Ketika dikatakan: ‘Sebuah pertanyaan tentang yang tujuh, sebuah pernyataan ringkas tentang yang tujuh, sebuah penjelasan tentang yang tujuh,’ sehubungan dengan apakah hal ini dikatakan? Ketika seorang bhikkhu sepenuhnya kecewa dengan tujuh hal, sepenuhnya bosan padanya, sepenuhnya terbebaskan darinya, sepenuhnya melihat batasannya, dan sepenuhnya menembus maknanya, maka dalam kehidupan ini ia mengakhiri penderitaan. Apakah tujuh hal ini? Tujuh stasiun kesadaran.<2008> Ketika seorang bhikkhu sepenuhnya kecewa dengan tujuh hal ini … maka dalam kehidupan ini ia mengakhiri penderitaan.

“Ketika dikatakan: ‘Sebuah pertanyaan tentang yang tujuh, sebuah pernyataan ringkas tentang yang tujuh, sebuah penjelasan tentang yang tujuh,’ adalah sehubungan dengan itu  hal ini dikatakan.

(8 ) “Ketika dikatakan: ‘Sebuah pertanyaan tentang yang delapan, sebuah pernyataan ringkas tentang yang delapan, sebuah penjelasan tentang yang delapan,’ sehubungan dengan apakah hal ini dikatakan? Ketika seorang bhikkhu sepenuhnya kecewa dengan delapan hal, sepenuhnya bosan padanya, sepenuhnya terbebaskan darinya, sepenuhnya melihat batasannya, dan sepenuhnya menembus maknanya, maka dalam kehidupan ini ia mengakhiri penderitaan. Apakah delapan hal ini? Delapan kondisi duniawi<2009> Ketika seorang bhikkhu sepenuhnya kecewa dengan delapan hal ini … maka dalam kehidupan ini ia mengakhiri penderitaan.

“Ketika dikatakan: ‘Sebuah pertanyaan tentang yang delapan, sebuah pernyataan ringkas tentang yang delapan, sebuah penjelasan tentang yang delapan,’ adalah sehubungan dengan itu  hal ini dikatakan.

(9) “Ketika dikatakan: ‘Sebuah pertanyaan tentang yang sembilan, sebuah pernyataan ringkas tentang yang sembilan, sebuah penjelasan tentang yang sembilan,’ sehubungan dengan apakah hal ini dikatakan? Ketika seorang bhikkhu sepenuhnya kecewa dengan sembilan hal, sepenuhnya bosan padanya, sepenuhnya terbebaskan darinya, sepenuhnya melihat batasannya, dan sepenuhnya menembus maknanya, maka dalam kehidupan ini ia mengakhiri penderitaan. Apakah sembilan hal ini? Sembilan keberdiaman makhluk-makhluk.<2010> [54] Ketika seorang bhikkhu sepenuhnya kecewa dengan sembilan hal ini … maka dalam kehidupan ini ia mengakhiri penderitaan.

“Ketika dikatakan: ‘Sebuah pertanyaan tentang yang sembilan, sebuah pernyataan ringkas tentang yang sembilan, sebuah penjelasan tentang yang sembilan,’ adalah sehubungan dengan itu  hal ini dikatakan.

(10) “Ketika dikatakan: ‘Sebuah pertanyaan tentang yang sepuluh, sebuah pernyataan ringkas tentang yang sepuluh, sebuah penjelasan tentang yang sepuluh,’ sehubungan dengan apakah hal ini dikatakan? Ketika seorang bhikkhu sepenuhnya kecewa dengan sepuluh hal, sepenuhnya bosan padanya, sepenuhnya terbebaskan darinya, sepenuhnya melihat batasannya, dan sepenuhnya menembus maknanya, maka dalam kehidupan ini ia mengakhiri penderitaan. Apakah sepuluh hal ini? Sepuluh jalan kamma tidak bermanfaat.<2011>  Ketika seorang bhikkhu sepenuhnya kecewa dengan sepuluh hal ini … maka dalam kehidupan ini ia mengakhiri penderitaan.

“Ketika dikatakan: ‘Sebuah pertanyaan tentang yang sepuluh, sebuah pernyataan ringkas tentang yang sepuluh, sebuah penjelasan tentang yang sepuluh,’ adalah sehubungan dengan itu  hal ini dikatakan.


Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku SEPULUH
« Reply #8 on: 07 October 2013, 07:37:22 PM »
28 (8 ) Pertanyaan Panjang (2)

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Kajaṅgalā di Hutan Bambu. Kemudian sejumlah umat awam dari Kajaṅgalā mendatangi seorang bhikkhunī dari Kajaṅgalā,<2012> bersujud kepadanya, duduk di satu sisi, dan berkata kepadanya:

“Nyonya mulia, hal ini dikatakan oleh Sang Bhagavā dalam ‘Pertanyaan-pertanyaan Panjang’: ‘Sebuah pertanyaan tentang yang satu, sebuah pernyataan ringkas tentang yang satu, sebuah penjelasan tentang yang satu. Sebuah pertanyaan tentang yang dua, sebuah pernyataan ringkas tentang yang dua, sebuah penjelasan tentang yang dua. Sebuah pertanyaan tentang yang tiga, sebuah pernyataan ringkas tentang yang tiga, sebuah penjelasan tentang yang tiga. [55] Sebuah pertanyaan tentang yang empat, sebuah pernyataan ringkas tentang yang empat, sebuah penjelasan tentang yang empat. Sebuah pertanyaan tentang yang lima, sebuah pernyataan ringkas tentang yang lima, sebuah penjelasan tentang yang lima. Sebuah pertanyaan tentang yang enam, sebuah pernyataan ringkas tentang yang enam, sebuah penjelasan tentang yang enam. Sebuah pertanyaan tentang yang tujuh, sebuah pernyataan ringkas tentang yang tujuh, sebuah penjelasan tentang yang tujuh. Sebuah pertanyaan tentang yang delapan, sebuah pernyataan ringkas tentang yang delapan, sebuah penjelasan tentang yang delapan. Sebuah pertanyaan tentang yang sembilan, sebuah pernyataan ringkas tentang yang sembilan, sebuah penjelasan tentang yang sembilan. Sebuah pertanyaan tentang yang sepuluh, sebuah pernyataan ringkas tentang yang sepuluh, sebuah penjelasan tentang yang sepuluh.’ Bagaimanakah, Nyonya mulia, makna dari pernyataan yang diucapkan secara ringkas oleh Sang Bhagavā agar dipahami secara terperinci?”

“Teman-teman, aku tidak mendengar dan mempelajari hal ini di hadapan Sang Bhagavā, juga tidak mendengar dan mempelajari hal ini di hadapan para bhikkhu terhormat. Akan tetapi, dengarkan dan perhatikanlah seperti apa yang aku jelaskan menurut pendapatku.”

“Baik, Nyonya mulia,” para umat awam dari Kajaṅgalā menjawab. Bhikkhunī dari Kajaṅgala itu berkata sebagai berikut:

(1) “Ketika dikatakan oleh Sang Bhagavā: ‘Sebuah pertanyaan tentang yang satu, sebuah pernyataan ringkas tentang yang satu, sebuah penjelasan tentang yang satu,’ sehubungan dengan apakah hal ini dikatakan? Ketika seorang bhikkhu sepenuhnya kecewa dengan satu hal, sepenuhnya bosan padanya, sepenuhnya terbebaskan darinya, sepenuhnya melihat batasannya, dan sepenuhnya menembus maknanya, maka dalam kehidupan ini ia mengakhiri penderitaan. Apakah satu hal ini? Semua makhluk ada melalui makanan. Ketika seorang bhikkhu sepenuhnya kecewa dengan satu hal ini, sepenuhnya bosan padanya, sepenuhnya terbebaskan darinya, sepenuhnya melihat batasannya, dan sepenuhnya menembus maknanya, maka dalam kehidupan ini ia mengakhiri penderitaan.

“Ketika dikatakan oleh Sang Bhagavā: ‘Sebuah pertanyaan tentang yang satu, sebuah pernyataan ringkas tentang yang satu, sebuah penjelasan tentang yang satu,’ adalah sehubungan dengan itu  hal ini dikatakan. [56]

(2) “Ketika dikatakan oleh Sang Bhagavā: ‘Sebuah pertanyaan tentang yang dua, sebuah pernyataan ringkas tentang yang dua, sebuah penjelasan tentang yang dua,’ sehubungan dengan apakah hal ini dikatakan? Ketika seorang bhikkhu sepenuhnya kecewa dengan dua hal, sepenuhnya bosan padanya, sepenuhnya terbebaskan darinya, sepenuhnya melihat batasannya, dan sepenuhnya menembus maknanya, maka dalam kehidupan ini ia mengakhiri penderitaan. Apakah dua hal ini? Nama dan bentuk ...

(3) … Apakah tiga hal ini? Tiga jenis perasaan. Ketika seorang bhikkhu sepenuhnya kecewa dengan tiga hal ini … maka dalam kehidupan ini ia mengakhiri penderitaan.

“Ketika dikatakan oleh Sang Bhagavā: ‘Sebuah pertanyaan tentang yang tiga, sebuah pernyataan ringkas tentang yang tiga, sebuah penjelasan tentang yang tiga,’ adalah sehubungan dengan itu  hal ini dikatakan.

(4) “Ketika dikatakan oleh Sang Bhagavā: ‘Sebuah pertanyaan tentang yang empat, sebuah pernyataan ringkas tentang yang empat, sebuah penjelasan tentang yang empat,’ sehubungan dengan apakah hal ini dikatakan? Ketika seorang bhikkhu memiliki pikiran yang sepenuhnya terkembang dengan baik dalam empat hal, sepenuhnya melihat batasannya, dan sepenuhnya menembus maknanya, maka dalam kehidupan ini ia mengakhiri penderitaan.<2013> Apakah empat hal ini? Empat penegakan perhatian. Ketika seorang bhikkhu memiliki pikiran yang sepenuhnya terkembang dengan baik dalam empat hal ini … maka dalam kehidupan ini ia mengakhiri penderitaan.

“Ketika dikatakan oleh Sang Bhagavā: ‘Sebuah pertanyaan tentang yang empat, sebuah pernyataan ringkas tentang yang empat, sebuah penjelasan tentang yang empat,’ adalah sehubungan dengan itu  hal ini dikatakan.

(5)-(8 ) “Ketika dikatakan oleh Sang Bhagavā: ‘Sebuah pertanyaan tentang yang lima, sebuah pernyataan ringkas tentang yang lima, sebuah penjelasan tentang yang lima,’ sehubungan dengan apakah hal ini dikatakan? Ketika seorang bhikkhu memiliki pikiran yang sepenuhnya terkembang dengan baik dalam lima hal, sepenuhnya melihat batasannya, dan sepenuhnya menembus maknanya, maka dalam kehidupan ini ia mengakhiri penderitaan. Apakah lima hal ini? Lima indria.<2014> … Apakah enam hal ini? [57] Enam elemen membebaskan diri.<2015> … Apakah tujuh hal ini? Tujuh faktor pencerahan … Apakah delapan hal ini? Jalan Mulia Berunsur Delapan. Ketika seorang bhikkhu memiliki pikiran yang sepenuhnya terkembang dengan baik dalam delapan hal ini … maka dalam kehidupan ini ia mengakhiri penderitaan.

“Ketika dikatakan oleh Sang Bhagavā: ‘Sebuah pertanyaan tentang yang delapan, sebuah pernyataan ringkas tentang yang delapan, sebuah penjelasan tentang yang delapan,’ adalah sehubungan dengan itu  hal ini dikatakan.

(9) “Ketika dikatakan oleh Sang Bhagavā: ‘Sebuah pertanyaan tentang yang sembilan, sebuah pernyataan ringkas tentang yang sembilan, sebuah penjelasan tentang yang sembilan,’ sehubungan dengan apakah hal ini dikatakan? Ketika seorang bhikkhu sepenuhnya kecewa dengan sembilan hal, sepenuhnya bosan padanya, sepenuhnya terbebaskan darinya, sepenuhnya melihat batasannya, dan sepenuhnya menembus maknanya, maka dalam kehidupan ini ia mengakhiri penderitaan. Apakah sembilan hal ini? Sembilan keberdiaman makhluk-makhluk Ketika seorang bhikkhu sepenuhnya kecewa dengan sembilan hal ini … maka dalam kehidupan ini ia mengakhiri penderitaan.

“Ketika dikatakan oleh Sang Bhagavā: ‘Sebuah pertanyaan tentang yang sembilan, sebuah pernyataan ringkas tentang yang sembilan, sebuah penjelasan tentang yang sembilan,’ adalah sehubungan dengan itu  hal ini dikatakan.

(10) “Ketika dikatakan oleh Sang Bhagavā: ‘Sebuah pertanyaan tentang yang sepuluh, sebuah pernyataan ringkas tentang yang sepuluh, sebuah penjelasan tentang yang sepuluh,’ sehubungan dengan apakah hal ini dikatakan? Ketika seorang bhikkhu memiliki pikiran yang sepenuhnya terkembang dengan baik dalam sepuluh hal, sepenuhnya melihat batasannya, dan sepenuhnya menembus maknanya, maka dalam kehidupan ini ia mengakhiri penderitaan. Apakah sepuluh hal ini? Sepuluh kamma bermanfaat. [58] Ketika seorang bhikkhu memiliki pikiran yang sepenuhnya terkembang dengan baik dalam sepuluh hal ini … maka dalam kehidupan ini ia mengakhiri penderitaan.

“Ketika dikatakan oleh Sang Bhagavā: ‘Sebuah pertanyaan tentang yang sepuluh, sebuah pernyataan ringkas tentang yang sepuluh, sebuah penjelasan tentang yang sepuluh,’ adalah sehubungan dengan itu  hal ini dikatakan.

“Demikianlah, teman-teman, ketika dikatakan oleh Sang Bhagavā dalam ‘Pertanyaan-pertanyaan Panjang’: ‘Sebuah pertanyaan tentang yang satu, sebuah pernyataan ringkas tentang yang satu, sebuah penjelasan tentang yang satu ... Sebuah pertanyaan tentang yang sepuluh, sebuah pernyataan ringkas tentang yang sepuluh, sebuah penjelasan tentang yang sepuluh,’ Adalah dengan cara ini aku memahami secara terperinci makna dari pernyataan ini yang dibabarkan secara ringkas oleh Sang Bhagavā. Tetapi jika kalian menginginkan, datangilah Sang Bhagavā dan tanyakan kepada Beliau tentang persoalan ini. Sebagaimana Sang Bhagavā menjawab kalian, demikianlah kalian harus mengingatnya.”

Dengan berkata: “Baik, Nyonya mulia,” para umat awam dari Kajaṅgalā itu senang dan gembira mendengar pernyataan bhikkhunī dari Kajaṅgalā itu. Kemudian mereka bangkit dari duduk mereka, bersujud kepadanya, mengelilinginya dengan sisi kanan mereka menghadapnya, dan mendatangi Sang Bhagavā. Mereka bersujud kepada Sang Bhagavā, duduk di satu sisi, dan melaporkan kepada Sang Bhagavā tentang keseluruhan diskusi mereka dengan bhikkhunī dari Kajaṅgalā. [Sang Bhagavā berkata:]

“Bagus, bagus, para perumah tangga! Bhikkhunī dari Kajaṅgalā bijaksana, memiliki kebijaksanaan tinggi. Jika kalian mendatangiKu dan bertanya kepadaKu tentang persoalan ini. Aku [59] akan menjawab dengan cara yang persis sama dengan jawaban bhikkhunī dari Kajaṅgala itu. Demikianlah maknanya, dan dengan cara demikianlah kalian harus mengingatnya.”


Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku SEPULUH
« Reply #9 on: 07 October 2013, 07:37:31 PM »
29 (9) Kosala (1)

(1) “Para bhikkhu, sejauh Kāsi dan Kosala membentang, sejauh wilayah Raja Pasenadi dari Kosala membentang, di sana Raja Pasenadi dari Kosala menempati posisi sebagai yang terunggul. Tetapi bahkan bagi Raja Pasenadi terjadi penggantian; terjadi perubahan. Melihat demikian, siswa mulia yang terpelajar menjadi kecewa terhadapnya; karena kecewa, ia menjadi bosan terhadap yang terunggul, apalagi terhadap apa yang rendah.

(2) “Para bhikkhu, sejauh matahari dan rembulan berputar dan menerangi segala penjuru dengan cahayanya, sejauh seribu sistem dunia membentang.<2016> Dalam seribu sistem dunia itu terdapat seribu rembulan, seribu matahari, seribu Sineru raja pegunungan, seribu Jambudīpa, seribu Aparagoyāna, seribu Uttarakuru, seribu Pubbavideha, dan seribu empat samudra raya; seribu empat raja dewa, seribu [surga yang dipimpin oleh] empat raja dewa, seribu [surga] Tāvatiṃsa, seribu [surga] Yāma, seribu [surga] Tusita, seribu [surga] para deva yang bersenang dalam penciptaan, seribu [surga] para deva yang mengendalikan ciptaan para deva lain, seribu alam brahmā. Sejauh, para bhikkhu, seribu sistem dunia ini membentang, Mahābrahmā [60] menempati posisi sebagai yang terunggul. Tetapi bahkan bagi Mahābrahmā terjadi penggantian; terjadi perubahan. Melihat demikian, siswa mulia yang terpelajar menjadi kecewa terhadapnya; karena kecewa, ia menjadi bosan terhadap yang terunggul, apalagi terhadap apa yang rendah.

(3) “Ada saatnya, para bhikkhu, ketika dunia ini terurai. Ketika dunia ini terurai, sebagian besar makhluk-makhluk berpindah menjadi para deva dengan cahaya gemerlap.<2017> Di sana mereka eksis dengan ciptaan pikiran, mendapatkan makanan dari sukacita, memancarkan cahaya, melayang-layang di angkasa, hidup dalam keagungan, dan mereka berdiam demikian untuk waktu yang sangat lama. Ketika dunia ini terurai, para deva dengan cahaya gemerlap menempati posisi sebagai yang terunggul. Tetapi bahkan bagi para deva ini terjadi penggantian; terjadi perubahan. Melihat demikian, siswa mulia yang terpelajar menjadi kecewa terhadapnya; karena kecewa, ia menjadi bosan terhadap yang terunggul, apalagi terhadap apa yang rendah.

(4) “Para bhikkhu, ada sepuluh landasan kasiṇa ini.<2018> Apakah sepuluh ini? Satu orang mempersepsikan kasiṇa tanah ke atas, ke bawah, ke sekeliling, tidak terbagi, tanpa batas. Satu orang mempersepsikan kasiṇa air … kasiṇa api … kasiṇa udara … kasiṇa biru … kasiṇa kuning … kasiṇa merah ... kasiṇa putih … kasiṇa ruang … kasiṇa kesadaran ke atas, ke bawah, ke sekeliling, tidak terbagi, tanpa batas. Ini adalah kesepuluh kasiṇa itu. Di antara sepuluh landasan kasiṇa ini, ini adalah yang terunggul, yaitu, ketika seseorang mempersepsikan kasiṇa kesadaran ke atas, ke bawah, ke sekeliling, tidak terbagi, tanpa batas. Ada makhluk-makhluk yang mempersepsikan demikian. Tetapi bahkan bagi makhluk-makhluk yang mempersepsikan demikian terjadi pergantian; terjadi perubahan. Melihat demikian, [61] siswa mulia yang terpelajar menjadi kecewa terhadapnya; karena kecewa, ia menjadi bosan terhadap yang terunggul, apalagi terhadap apa yang rendah.

(5) “Para bhikkhu, ada delapan landasan yang melampaui ini.<2019> Apakah delapan ini?

(i) “Seseorang mempersepsikan bentuk-bentuk secara internal melihat bentuk-bentuk secara eksternal, terbatas, indah atau buruk. Setelah melampauinya, ia ṃempersepsikan sebagai berikut: ‘Aku mengetahui, aku melihat.’ Ini adalah landasan yang melampaui yang pertama.

(ii) “Seseorang mempersepsikan bentuk-bentuk secara internal melihat bentuk-bentuk secara eksternal, tidak terbatas, indah atau buruk. Setelah melampauinya, ia ṃempersepsikan sebagai berikut: ‘Aku mengetahui, aku melihat.’ Ini adalah landasan yang melampaui yang ke dua.

(iii) “Seseorang tidak mempersepsikan bentuk-bentuk secara internal melihat bentuk-bentuk secara eksternal, terbatas, indah atau buruk. Setelah melampauinya, ia ṃempersepsikan sebagai berikut: ‘Aku mengetahui, aku melihat.’ Ini adalah landasan yang melampaui yang ke tiga.

(iv) “Seseorang tidak mempersepsikan bentuk-bentuk secara internal melihat bentuk-bentuk secara eksternal, tidak terbatas, indah atau buruk. Setelah melampauinya, ia ṃempersepsikan sebagai berikut: ‘Aku mengetahui, aku melihat.’ Ini adalah landasan yang melampaui yang ke empat.

(v) “Seseorang tidak mempersepsikan bentuk-bentuk secara internal melihat bentuk-bentuk secara eksternal, yang biru, berwarna biru, bercorak biru, bernuansa biru. Bagaikan bunga rami yang biru, berwarna biru, bercorak biru, bernuansa biru, atau bagaikan kain Bārāṇasī, yang halus pada kedua sisinya yang biru, berwarna biru, bercorak biru, bernuansa biru, demikian pula, Seseorang tidak mempersepsikan bentuk-bentuk secara internal melihat bentuk-bentuk secara eksternal, yang biru … Setelah melampauinya, ia ṃempersepsikan sebagai berikut: ‘Aku mengetahui, aku melihat.’ Ini adalah landasan yang melampaui yang ke lima.

(vi) “Seseorang tidak mempersepsikan bentuk-bentuk secara internal melihat bentuk-bentuk secara eksternal, yang kuning, berwarna kuning, bercorak kuning, bernuansa kuning. Bagaikan bunga kaṇikāra yang kuning, berwarna kuning, bercorak kuning, bernuansa kuning, atau bagaikan kain Bārāṇasī, [62] yang halus pada kedua sisinya yang kuning, berwarna kuning, bercorak kuning, bernuansa kuning, demikian pula, Seseorang tidak mempersepsikan bentuk-bentuk secara internal melihat bentuk-bentuk secara eksternal, yang kuning … Setelah melampauinya, ia ṃempersepsikan sebagai berikut: ‘Aku mengetahui, aku melihat.’ Ini adalah landasan yang melampaui yang ke enam.

(vii) “Seseorang tidak mempersepsikan bentuk-bentuk secara internal melihat bentuk-bentuk secara eksternal, yang merah, berwarna merah, bercorak merah, bernuansa merah. Bagaikan bunga bandhujīvaka yang merah, berwarna merah, bercorak merah, bernuansa merah, atau bagaikan kain Bārāṇasī, yang halus pada kedua sisinya yang merah, berwarna merah, bercorak merah, bernuansa merah, demikian pula, Seseorang tidak mempersepsikan bentuk-bentuk secara internal melihat bentuk-bentuk secara eksternal, yang merah … Setelah melampauinya, ia ṃempersepsikan sebagai berikut: ‘Aku mengetahui, aku melihat.’ Ini adalah landasan yang melampaui yang ke tujuh.

(viii) “Seseorang tidak mempersepsikan bentuk-bentuk secara internal melihat bentuk-bentuk secara eksternal, yang putih, berwarna putih, bercorak putih, bernuansa putih. Bagaikan bintang pagi yang putih, berwarna putih, bercorak putih, bernuansa putih, atau bagaikan kain Bārāṇasī, yang halus pada kedua sisinya yang putih, berwarna putih, bercorak putih, bernuansa putih, demikian pula, Seseorang tidak mempersepsikan bentuk-bentuk secara internal melihat bentuk-bentuk secara eksternal, yang putih … Setelah melampauinya, ia ṃempersepsikan sebagai berikut: ‘Aku mengetahui, aku melihat.’ Ini adalah landasan yang melampaui yang ke delapan.

“Ini adalah kedelapan landasan yang melampaui itu. Di antara kedelapan landasan yang melampaui ini, yang ini adalah yang terunggul, yaitu, seorang yang tidak mempersepsikan bentuk-bentuk secara internal melihat bentuk-bentuk secara eksternal, yang putih, berwarna putih, bercorak putih, bernuansa putih, dan setelah melampauinya, ia ṃempersepsikan sebagai berikut: ‘Aku mengetahui, aku melihat.’ Ada makhluk-makhluk yang mempersepsikan demikian. Tetapi bahkan bagi makhluk-makhluk yang mempersepsikan demikian terjadi [63] pergantian; terjadi perubahan. Melihat demikian, siswa mulia yang terpelajar menjadi kecewa terhadapnya; karena kecewa, ia menjadi bosan terhadap yang terunggul, apalagi terhadap apa yang rendah.

(6) “Para bhikkhu, ada empat modus praktik ini.<2020> Apakah empat ini? Praktik yang menyakitkan dengan pengetahuan langsung yang lambat; praktik yang menyakitkan dengan pengetahuan langsung yang cepat; praktik yang menyenangkan dengan pengetahuan langsung yang lambat; dan praktik yang menyenangkan dengan pengetahuan langsung yang cepat. Di antara keempat modus praktik ini, yang ini adalah yang terunggul, yaitu, praktik yang menyenangkan dengan pengetahuan langsung yang cepat. Ada makhluk-makhluk yang berpraktik demikian. Tetapi bahkan bagi makhluk-makhluk yang berpraktik demikian terjadi pergantian; terjadi perubahan. Melihat demikian, siswa mulia yang terpelajar menjadi kecewa terhadapnya; karena kecewa, ia menjadi bosan terhadap yang terunggul, apalagi terhadap apa yang rendah.

(7) “Para bhikkhu, ada empat modus persepsi ini. Apakah empat ini? Satu orang mempersepsikan apa yang terbatas; orang lainnya mempersepsikan apa yang luhur; orang lainnya mempersepsikan apa yang tidak terbatas; dan orang lainnya lagi, [dengan mempersepsikan] ‘Tidak ada apa-apa,’ mempersepsikan landasan kekosongan.<2021> Ini adalah keempat modus persepsi itu. Di antara keempat modus persepsi ini, yang ini adalah yang terunggul, yaitu, ketika, [dengan mempersepsikan] ‘Tidak ada apa-apa,’ seseorang mempersepsikan landasan kekosongan. Ada makhluk-makhluk yang mempersepsikan demikian. Tetapi bahkan bagi makhluk-makhluk yang mempersepsikan demikian terjadi pergantian; terjadi perubahan. Melihat demikian, siswa mulia yang terpelajar menjadi kecewa terhadapnya; karena kecewa, ia menjadi bosan terhadap yang terunggul, apalagi terhadap apa yang rendah.

(8 ) “Para bhikkhu, di antara pandangan-pandangan spekulatif yang dianut pihak luar, yang ini adalah yang terunggul, yaitu: : ‘Sebelumnya tidak ada, dan tidak ada milikku. Tidak akan ada; [dan] tidak akan ada milikku.’<2022> Karena dapat diharapkan bahwa orang yang menganut pandangan demikian tidak akan menjadi tidak muak oleh penjelmaan [64] dan tidak akan menjadi muak oleh lenyapnya penjelmaan.<2023> Ada makhluk-makhluk yang menganut pandangan demikian. Tetapi bahkan bagi makhluk-makhluk yang menganut pandangan demikian terjadi pergantian; terjadi perubahan. Melihat demikian, siswa mulia yang terpelajar menjadi kecewa terhadapnya; karena kecewa, ia menjadi bosan terhadap yang terunggul, apalagi terhadap apa yang rendah.

(9) “Para bhikkhu, ada beberapa petapa dan brahmana yang menyatakan pemurnian tertinggi.<2024> Di antara mereka yang menyatakan pemurnian tertinggi, yang ini adalah yang terunggul, yaitu, dengan sepenuhnya melampaui landasan kekosongan, seseorang masuk dan berdiam dalam landasan bukan persepsi juga bukan bukan-persepsi. Mereka mengajarkan Dhamma demi pengetahuan langsung dan merealisasikan hal ini. Ada makhluk-makhluk yang menyatakan demikian. Tetapi bahkan bagi makhluk-makhluk yang menyatakan demikian terjadi pergantian; terjadi perubahan. Melihat demikian, siswa mulia yang terpelajar menjadi kecewa terhadapnya; karena kecewa, ia menjadi bosan terhadap yang terunggul, apalagi terhadap apa yang rendah.

(10) “Para bhikkhu, ada beberapa petapa dan brahmana yang menyatakan nibbāna tertinggi dalam kehidupan ini.<2025> Di antara mereka yang menyatakan nibbāna tertinggi dalam kehidupan ini, yang ini adalah yang terunggul, yaitu, kebebasan melalui ketidak-melekatan setelah seseorang melihat sebagaimana adanya pada asal-mula dan lenyapnya, kepuasan, bahaya, dan jalan membebaskan diri sehubungan dengan enam landasan bagi kontak.

“Para bhikkhu, walaupun Aku menegaskan dan menyatakan [ajaranKu] dengan cara demikian, namun beberapa petapa dan brahmana secara bohong, secara tanpa dasar, secara salah, dan secara keliru menafsirkanKu, [dengan mengatakan]: ‘Petapa Gotama tidak menyatakan pemahaman penuh pada kenikmatan-kenikmatan indria, pemahaman penuh pada bentuk-bentuk, pemahaman penuh pada perasaan-perasaan.’ [65] Padahal, para bhikkhu, Aku menyatakan pemahaman penuh pada kenikmatan-kenikmatan indria, pemahaman penuh pada bentuk-bentuk, pemahaman penuh pada perasaan-perasaan. Dalam kehidupan ini, tanpa lapar, terpuaskan, dan sejuk, Aku menyatakan nibbāna akhir melalui ketidak-melekatan.”<2026>

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku SEPULUH
« Reply #10 on: 07 October 2013, 07:37:54 PM »
30 (10) Kosala (2)

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Pada saat itu Raja Pasenadi dari Kosala telah kembali dari garis depan peperangan, pemenang dalam peperangan, tujuannya telah tercapai.<2027> Ia mengendarai kereta sejauh tanah yang dapat dilalui kereta, dan kemudian ia turun dari keretanya dan memasuki taman dengan berjalan kaki. Pada saat itu sejumlah bhikkhu sedang berjalan mondar-mandir di ruang terbuka. Kemudian Raja Pasenadi dari Kosala mendatangi para bhikkhu itu dan bertanya kepada mereka:

“Bhante, di manakah Sang Bhagavā, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna sekarang berada? Karena aku ingin bertemu Sang Bhagavā, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna.”

“Baginda, itu adalah kediaman Beliau yang pintunya tertutup. Datangilah dengan tenang. Dengan tidak terburu-buru, masukilah berandanya, berdehemlah, dan ketuk gerendelnya. Sang Bhagavā akan membukakan pintu untukmu.”

Kemudian, Raja Pasenadi dari Kosala dengan tenang mendatangi kediaman yang pintunya tertutup. Dengan tidak terburu-buru, ia memasukinya berandanya, berdehem, dan mengetuk gerendelnya. Sang Bhagavā membuka pintu.

Kemudian Raja Pasenadi dari Kosala memasuki kediaman itu, bersujud dengan kepalanya di kaki Sang Bhagavā, dan menyelimuti kaki Sang Bhagavā dengan ciuman dan mengusapnya dengan tangannya, sambil memperkenalkan namanya: “Aku adalah Raja Pasenadi dari Kosala!, Bhante; aku adalah Raja [66] Pasenadi dari Kosala!”<2028>

“Tetapi, Baginda, dengan alasan apakah yang engkau memperlihatkan penghormatan yang begitu tinggi pada tubuh ini dan memperlihatkan cinta-kasih demikian padaKu?”

“Bhante, adalah karena rasa bersyukur dan terima kasih maka aku memperlihatkan penghormatan yang begitu tinggi pada Sang Bhagavā dan memperlihatkan cinta-kasih demikian kepada Beliau.

(1) “Karena, Bhante, Sang Bhagavā berpraktik demi kesejahteraan banyak orang, demi kebahagiaan banyak orang; Beliau telah menegakkan banyak orang dalam metode mulia, yaitu, dalam jalan Dhamma sejati, dalam jalan Dhamma yang bermanfaat.<2029> Ini adalah satu alasan aku memperlihatkan penghormatan yang begitu tinggi pada Sang Bhagavā dan memperlihatkan cinta-kasih demikian kepada Beliau.

(2) “Kemudian, Bhante, Sang Bhagavā bermoral, memiliki perilaku yang matang, berperilaku mulia, berperilaku bermanfaat, memiliki perilaku bermanfaat. Ini adalah alasan lainnya aku memperlihatkan penghormatan yang begitu tinggi pada Sang Bhagavā …

(3) “Kemudian, Bhante, sejak lama Sang Bhagavā telah menjadi penghuni-hutan yang mendatangi tempat-tempat tinggal terpencil di dalam hutan dan belantara. Karena hal itu [67], ini adalah alasan lainnya aku memperlihatkan penghormatan yang begitu tinggi pada Sang Bhagavā …

(4) “Kemudian, Bhante, Sang Bhagavā puas dengan segala jenis jubah, makanan, tempat tinggal, dan obat-obatan dan perlengkapan bagi yang sakit. Ini adalah alasan lainnya aku memperlihatkan penghormatan yang begitu tinggi pada Sang Bhagavā …

(5) “Kemudian, Bhante, Sang Bhagavā layak menerima pemberian, layak menerima keramahan, layak menerima persembahan, layak menerima penghormatan, lahan jasa yang tiada taranya di dunia. Ini adalah alasan lainnya aku memperlihatkan penghormatan yang begitu tinggi pada Sang Bhagavā …

(6) “Kemudian, Bhante, Sang Bhagavā dapat mendengar sesuai kehendak, tanpa kesusahan atau kesulitan, pembicaraan yang berhubungan dengan kehidupan keras yang mengarah pada lenyapnya [kekotoran-kekotoran], yang kondusif untuk membuka pikiran, yaitu, pembicaraan tentang keinginan yang sedikit, tentang kepuasan, tentang kesendirian, tentang tidak bergaul akrab [dengan orang lain], tentang pembangkitan kegigihan, tentang perilaku bermoral, tentang konsentrasi, tentang kebijaksanaan, tentang kebebasan, tentang pengetahuan dan penglihatan pada kebebasan. Ini adalah alasan lainnya aku memperlihatkan penghormatan yang begitu tinggi pada Sang Bhagavā …

(7) “Kemudian, Bhante, Bhagavā dapat mencapai sesuai kehendak, tanpa kesusahan atau kesulitan, keempat jhāna yang merupakan pikiran yang lebih tinggi dan keberdiaman yang nyaman dalam kehidupan ini. [68] Ini adalah alasan lainnya aku memperlihatkan penghormatan yang begitu tinggi pada Sang Bhagavā …

(8 ) “Kemudian, Bhante, Sang Bhagavā mengingat banyak kehidupan lampauNya, yaitu, satu kelahiran, dua kelahiran, tiga kelahiran, empat kelahiran, lima kelahiran, sepuluh kelahiran, dua puluh kelahiran, tiga puluh kelahiran, empat puluh kelahiran, lima puluh kelahiran, seratus kelahiran, seribu kelahiran, seratus ribu kelahiran, banyak kappa penghancuran dunia, banyak kappa pengembangan dunia, banyak kappa penghancuran dunia dan pengembangan dunia, sebagai berikut: “Di sana  Aku bernama ini, dari suku ini, dengan penampilan begini, makananKu seperti ini, pengalaman kenikmatan dan kesakitanku seperti ini, umur kehidupanKu selama ini; meninggal dunia dari sana, Aku terlahir kembali di tempat lain, dan di sana juga Aku bernama itu, dari suku itu, dengan penampilan begitu, makananku seperti itu, pengalaman kenikmatan dan kesakitanku seperti itu, umur kehidupanKu selama itu; meninggal dunia dari sana, Aku terlahir kembali di sini.” Demikianlah Beliau mengingat banyak kehidupan lampauNya dengan aspek-aspek dan rinciannya. Karena hal itu, ini adalah alasan lainnya aku memperlihatkan penghormatan yang begitu tinggi pada Sang Bhagavā …

(9) “Kemudian, Bhante, dengan mata dewa, yang murni dan melampaui manusia, Sang Bhagavā melihat makhluk-makhluk meninggal dunia dan terlahir kembali, hina dan mulia, cantik dan buruk rupa, kaya dan miskin, dan Beliau memahami bagaimana makhluk-makhluk mengembara sesuai kamma mereka sebagai berikut: “Makhluk-makhluk ini yang terlibat dalam perbuatan buruk melalui jasmani, ucapan, dan pikiran, yang mencela para mulia, [69] menganut pandangan salah, dan melakukan kamma yang berdasarkan pada pandangan salah, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, telah terlahir kembali di alam sengsara, di alam tujuan  kelahiran yang buruk, di alam rendah, di neraka; tetapi makhluk-makhluk ini yang terlibat dalam perbuatan baik melalui jasmani, ucapan, dan pikiran, yang tidak mencela para mulia, yang menganut pandangan benar, dan melakukan kamma yang berdasarkan pada pandangan benar, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, telah terlahir kembali di alam tujuan  kelahiran yang baik, di alam surga.’ Demikianlah dengan mata dewa, yang murni dan melampaui manusia, Beliau melihat makhluk-makhluk meninggal dunia dan terlahir kembali, hina dan mulia, cantik dan buruk rupa, kaya dan miskin, dan memahami bagaimana makhluk-makhluk mengembara sesuai kamma mereka. Karena hal itu, ini adalah alasan lainnya aku memperlihatkan penghormatan yang begitu tinggi pada Sang Bhagavā …

(10) “Kemudian, dengan hancurnya noda-noda, Sang Bhagavā telah merealisasikan untuk diriNya sendiri dengan pengetahuan langsung, dalam kehidupan ini, kebebasan pikiran yang tanpa noda, kebebasan melalui kebijaksanaan, dan setelah memasukinya, Beliau berdiam di dalamnya. Karena hal itu, ini adalah alasan lainnya aku memperlihatkan penghormatan yang begitu tinggi pada Sang Bhagavā …

“Dan sekarang, Bhante, kami harus pergi. Kami sibuk dan banyak yang harus dilakukan.”

“Silakan engkau pergi, Baginda.”

Kemudian Raja Pasenadi dari Kosala bangkit dari duduknya, bersujud kepada Sang Bhagavā, mengelilingi Beliau dengan sisi kanannya menghadap Beliau, dan pergi. [70]

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku SEPULUH
« Reply #11 on: 07 October 2013, 07:38:13 PM »
IV. UPĀLI

31 (1) Upāli

Yang Mulia Upāli mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, duduk di satu sisi, dan berkata kepada Beliau:

“Bhante, atas berapa banyak dasarkah Sang Tathāgata menetapkan aturan-aturan latihan<2030> bagi para siswaNya dan melafalkan Pātimokkha?”

“Adalah, Upāli, atas sepuluh dasar Sang Tathāgata menetapkan aturan-aturan latihan bagi para siswaNya dan melafalkan Pātimokkha. Apakah sepuluh ini? (1) Demi kemakmuran Saṅgha; (2) demi kenyamanan Saṅgha; (3) untuk menekan orang-orang yang membandel; (4) sehingga para bhikkhu yang berperilaku baik dapat berdiam dengan nyaman; (5) untuk mengendalikan noda-noda yang berhubungan dengan kehidupan ini; (6) untuk menghalau noda-noda yang berhubungan dengan kehidupan mendatang; (7) agar mereka yang tanpa keyakinan dapat memperoleh keyakinan; dan (8 ) untuk meningkatkan [keyakinan] dari mereka yang berkeyakinan; (9) demi keberlangsungan Dhamma sejati; dan (10) untuk memajukan disiplin.

“Adalah atas kesepuluh dasar ini Sang Tathāgata menetapkan aturan-aturan latihan bagi para siswaNya dan melafalkan Patimokkha.”

32 (2) Menskors <2031>

“Bhante, ada berapa alasankah untuk menskors Pātimokkha?

“Ada, Upāli, sepuluh alasan untuk menskors Pātimokkha. Apakah sepuluh ini? (1) Seorang yang telah melakukan pārājika sedang duduk dalam kumpulan itu; (2) sebuah diskusi tentang seorang yang telah melakukan pārājika sedang berlangsung;<2032> (3) seorang yang belum ditahbiskan secara penuh sedang duduk dalam kumpulan itu; [71] (4) sebuah diskusi tentang seorang yang belum ditahbiskan secara penuh sedang berlangsung; (5) seorang yang telah meninggalkan latihan sedang duduk dalam kumpulan itu; (6) sebuah diskusi tentang seorang yang telah meninggalkan latihan sedang berlangsung; (7) seorang kasim sedang duduk dalam kumpulan itu;<2033> (8 ) sebuah diskusi tentang seorang kasim sedang berlangsung; (9) seorang penggoda bhikkhunī sedang duduk dalam kumpulan itu;<2034> (10) sebuah diskusi tentang seorang penggoda bhikkhunī sedang berlangsung. Ini adalah kesepuluh alasan itu untuk menskors Pātimokkha.”

33 (3) Pengambilan Keputusan

“Bhante, berapa banyakkah kualiats yang harus dimiliki oleh seorang bhikkhu agar dapat ditunjuk untuk mengambil keputusan [dalam persoalan disiplin]?”<2035>

“Seorang bhikkhu yang memiliki sepuluh kualitas, Upāli, dapat ditunjuk untuk mengambil keputusan [dalam persoalan disiplin]. Apakah sepuluh ini? (1) Di sini, seorang bhikkhu bermoral; ia berdiam dengan terkendali oleh Pātimokkha, memiliki perilaku dan tempat kunjungan yang baik, melihat bahaya dalam pelanggaran-pelanggaran kecil. Setelah menerima aturan-aturan latihan, ia berlatih di dalamnya. (2) Ia telah banyak belajar, mengingat apa yang telah ia pelajari, dan mengumpulkan apa yang telah ia pelajari. Ajaran-ajaran itu yang baik di awal, baik di tengah, dan baik di akhir, dengan kata-kata dan makna yang benar, yang mengungkapkan kehidupan spiritual yang lengkap dan murni sempurna – ajaran-ajaran demikian telah banyak ia pelajari, diingat, dilafalkan secara lisan, diselidiki dengan pikiran, dan ditembus dengan baik melalui pandangan. (3) Kedua Pātimokkha telah disampaikan dengan baik kepadanya secara terperinci, dianalisis dengan baik, dikuasai dengan baik, dipastikan dengan baik dalam hal aturan-aturan dan penjelasan terperincinya. (4) Ia kokoh dalam disiplin, tidak tergoyahkan. (5) Ia mampu meyakinkan kedua belah pihak dari persoalan itu, menjelaskan permasalahannya kepada mereka, membujuk mereka, menunjukkan kepada mereka, dan mendamaikan mereka. (6) Ia terampil dalam hal asal-mula dan [72] penyelesaian persoalan-persoalan disiplin. (7) Ia mengetahui apa itu persoalan disiplin.<2036> (8 ) Ia mengetahui asal-mula persoalan disiplin. (9) Ia mengetahui lenyapnya persoalan disiplin. (10) Ia mengetahui jalan menuju lenyapnya persoalan disiplin.<2037> Seorang bhikkhu yang memiliki kesepuluh kualitas ini dapat ditunjuk untuk mengambil keputusan [dalam persoalan disiplin].”

34 (4) Penahbisan Penuh

“Bhante, berapa banyakkah kualitas yang harus dimiliki oleh seorang bhikkhu untuk memberikan penahbisan penuh?’

“Seorang bhikkhu yang memiliki sepuluh kualitas, Upāli, dapat memberikan penahbisan penuh. Apakah sepuluh ini? (1) Di sini, seorang bhikkhu bermoral … ia berlatih di dalamnya. (2) Ia telah banyak belajar … dan ditembus dengan baik melalui pandangan. (3) Kedua Pātimokkha telah disampaikan dengan baik kepadanya secara terperinci, dianalisis dengan baik, dikuasai dengan baik, dipastikan dengan baik dalam hal aturan-aturan dan penjelasan terperincinya. (4) Ia mampu merawat seorang pasien atau mencari orang lain untuk merawatnya. (5) Ia mampu melenyapkan ketidak-puasan seseorang atau mencari orang lain untuk melenyapkannya. (6) Ia mampu menggunakan Dhamma untuk menghalau penyesalan yang mungkin muncul [pada murid-muridnya]. (7) Ia mampu menghindarkan mereka, melalui Dhamma, dari pandangan-pandangan salah yang telah muncul. (8 ) Ia mampu mendorong mereka dalam perilaku bermoral yang lebih tinggi. (9) Ia mampu mendorong mereka dalam pikiran yang lebih tinggi. (10) Ia mampu mendorong mereka dalam kebijaksanaan yang lebih tinggi. Seorang bhikkhu yang memiliki kesepuluh kualitas ini dapat memberikan penahbisan penuh.” [73]

35 (5) Kebergantungan

“Bhante, berapa banyakkah kualitas yang harus dimiliki oleh seorang bhikkhu untuk memberikan kebergantungan?”

“Seorang bhikkhu yang memiliki sepuluh kualitas, Upāli, dapat memberikan kebergantungan. Apakah sepuluh ini? …

[Sepuluh kualitas yang sama seperti pada sutta sebelumnya.]

“Seorang bhikkhu yang memiliki kesepuluh kualitas ini dapat memberikan kebergantungan.”

36 (6) Samaṇera <2038>

“Bhante, berapa banyakkah kualitas yang harus dimiliki oleh seorang bhikkhu agar boleh dilayani oleh seorang samaṇera?”

“Seorang bhikkhu yang memiliki kesepuluh kualitas ini boleh dilayani oleh seorang samaṇera. Apakah sepuluh ini? …

[Sepuluh kualitas yang sama seperti pada sutta sebelumnya.]

“Seorang bhikkhu yang memiliki kesepuluh kualitas ini boleh dilayani oleh seorang samaṇera.”

37 (7) Perpecahan (1)

“Bhante, dikatakan: ‘Perpecahan dalam Saṅgha, perpecahan dalam Saṅgha.’ Bagaimanakah, Bhante, terjadinya perpecahan dalam Saṅgha?”

“Di sini, Upāli, (1) para bhikkhu menjelaskan bukan-Dhamma sebagai Dhamma, (2) dan Dhamma sebagai bukan-Dhamma. (3) Mereka menjelaskan bukan-disiplin sebagai disiplin, [74] dan (4) disiplin sebagai bukan-disiplin. (5) Mereka menjelaskan apa yang tidak dinyatakan dan tidak diucapkan oleh Sang Tathāgata sebagai dinyatakan dan diucapkan oleh Beliau, dan (6) apa yang dinyatakan dan diucapkan oleh Sang Tathāgata sebagai tidak dinyatakan dan tidak diucapkan oleh Beliau. (7) Mereka menjelaskan apa yang tidak dipraktikkan oleh Sang Tathāgata sebagai dipraktikkan oleh Beliau, dan (8 ) apa yang dipraktikkan oleh Sang Tathāgata sebagai tidak dipraktikkan oleh Beliau. (9) Mereka menjelaskan apa yang tidak ditetapkan oleh Sang Tathāgata sebagai ditetapkan oleh Beliau, dan (10) apa yang ditetapkan oleh Sang Tathāgata sebagai tidak ditetapkan oleh Beliau. Atas sepuluh dasar ini mereka menarik diri dan berpisah. Mereka melakukan tindakan-tindakan resmi secara terpisah dan melafalkan Pātimokkha secara terpisah. Dengan cara inilah, Upāli, terjadi perpecahan dalam Saṅgha.”

38 (8 ) Perpecahan (2)

“Bhante, dikatakan: ‘Kerukunan dalam Saṅgha, kerukunan dalam Saṅgha.’ Bagaimanakah, Bhante, terjadinya kerukunan dalam Saṅgha?”

“Di sini, Upāli, (1) para bhikkhu menjelaskan bukan-Dhamma sebagai bukan-Dhamma, dan (2) Dhamma sebagai Dhamma. (3) Mereka menjelaskan bukan-disiplin sebagai bukan-disiplin, dan (4) disiplin sebagai disiplin. (5) Mereka menjelaskan apa yang tidak dinyatakan dan tidak diucapkan oleh Sang Tathāgata sebagai tidak dinyatakan dan tidak diucapkan oleh Beliau, dan (6) apa yang dinyatakan dan diucapkan oleh Sang Tathāgata sebagai dinyatakan dan diucapkan oleh Beliau. (7) Mereka menjelaskan apa yang tidak dipraktikkan oleh Sang Tathāgata sebagai tidak dipraktikkan oleh Beliau, dan (8 ) apa yang dipraktikkan oleh Sang Tathāgata sebagai dipraktikkan oleh Beliau. (9) Mereka menjelaskan apa yang tidak ditetapkan oleh Sang Tathāgata sebagai tidak ditetapkan oleh Beliau, dan (10) apa yang ditetapkan oleh Sang Tathāgata sebagai ditetapkan oleh Beliau. Atas sepuluh dasar ini mereka tidak menarik diri dan tidak berpisah. Mereka tidak melakukan tindakan-tindakan resmi secara terpisah dan tidak melafalkan Pātimokkha secara terpisah. Dengan cara inilah, Upāli, terjadi kerukunan dalam Saṅgha.” [75]

39 (9) Ānanda (1)

Yang Mulia Ānanda mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, duduk di satu sisi, dan berkata kepada Beliau:

“Bhante, dikatakan: ‘Perpecahan dalam Saṅgha, perpecahan dalam Saṅgha.’ Bagaimanakah terjadinya perpecahan dalam Saṅgha?”

“Di sini, Ānanda, (1) para bhikkhu menjelaskan bukan-Dhamma sebagai Dhamma … [seperti pada 10:37] … dan (10) apa yang ditetapkan oleh Sang Tathāgata sebagai tidak ditetapkan oleh Beliau. Atas sepuluh dasar ini mereka menarik diri dan berpisah. Mereka melakukan tindakan-tindakan resmi secara terpisah dan melafalkan Pātimokkha secara terpisah. Dengan cara inilah, Ānanda, terjadi perpecahan dalam Saṅgha.”<2039>

“Tetapi, Bhante, ketika seseorang menyebabkan perpecahan dalam Saṅgha yang rukun, apakah yang ia hasilkan?”

“Ia menghasilkan keburukan selama satu kappa, Ānanda.”<2040>

“Tetapi, Bhante, keburukan apakah itu yang berlangsung selama satu kappa?”

“Ia disiksa di neraka selama satu kappa, Ānanda.” [76]

Seseorang yang menyebabkan perpecahan dalam Saṅgha mengarah menuju  kesengsaraan,
Mengarah menuju neraka, menetap di sana selama satu kappa.
Bersenang dalam perpecahan, kokoh dalam bukan-Dhamma,
Ia jatuh dari keamanan dari belenggu.
Setelah menyebabkan perpecahan dalam Saṅgha yang rukun,
Ia disiksa di neraka selama satu kappa.

40 (10) Ānanda (2)

“Bhante, dikatakan: ‘Kerukunan dalam Saṅgha, kerukunan dalam Saṅgha.’ Bagaimanakah, Bhante, terjadinya kerukunan dalam Saṅgha?”

“Di sini, Ānanda, (1) para bhikkhu menjelaskan bukan-Dhamma sebagai bukan-Dhamma … [seperti pada 10:38] …  dan (10) apa yang ditetapkan oleh Sang Tathāgata sebagai ditetapkan oleh Beliau. Atas sepuluh dasar ini mereka tidak menarik diri dan tidak berpisah. Mereka tidak melakukan tindakan-tindakan resmi secara terpisah dan tidak melafalkan Pātimokkha secara terpisah. Dengan cara inilah, Ānanda, terjadi kerukunan dalam Saṅgha.”<2041>

“Tetapi, Bhante, ketika seseorang merukunkan Saṅgha yang terpecah, apakah yang ia hasilkan?”

“Ia menghasilkan jasa surgawi, Ānanda.”

“Tetapi, Bhante, apakah jasa surgawi itu”

“Ia bergembira di surga selama satu kappa, Ānanda.” [77]

Kerukunan dalam Saṅgha adalah menyenangkan,
Dan saling membantu<2042> dari meereka yang hidup dalam kerukunan.
Bersenang dalam kerukunan, kokoh dalam Dhamma,
Ia tidak jatuh dari keamanan dari belenggu.
Setelah membawakan kerukunan kepada Saṅgha,
Ia bergembira di surga selama satu kappa.

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku SEPULUH
« Reply #12 on: 07 October 2013, 07:38:40 PM »
V. PENGHINAAN

41 (1) Perselisihan

Yang Mulia Upāli mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, duduk di satu sisi, dan berkata kepada Beliau:

“Bhante, mengapakah argumen-argumen, pertengkaran, perdebatan, dan perselisihan muncul dalam Saṅgha dan para bhikkhu tidak berdiam dengan nyaman?”

“Di sini, Upāli, (1) para bhikkhu menjelaskan bukan-Dhamma sebagai Dhamma … [seperti pada 10:37] … [78] … dan (10) apa yang ditetapkan oleh Sang Tathāgata sebagai tidak ditetapkan oleh Beliau. Ini, Upāli, adalah mengapa argumen-argumen, pertengkaran, perdebatan, dan perselisihan muncul dalam Saṅgha dan para bhikkhu tidak berdiam dengan nyaman.”

42 (2) Akar (1)

“Bhante, ada berapa banyakkah akar perselisihan?”

“Ada, Upāli, sepuluh akar perselisihan. Apakah sepuluh ini? Di sini, (1) para bhikkhu menjelaskan bukan-Dhamma sebagai Dhamma … [seperti pada 10:37] … dan (10) apa yang ditetapkan oleh Sang Tathāgata sebagai tidak ditetapkan oleh Beliau. Ini, Upāli, adalah kesepuluh akar perselisihan itu.”

43 (3) Akar (2)

“Bhante, ada berapa banyakkah akar perselisihan?”

“Ada, Upāli, sepuluh akar perselisihan. Apakah sepuluh ini? Di sini, (1) Para bhikkhu menjelaskan apa yang bukan pelanggaran sebagai pelanggaran, dan (2) apa yang merupakan pelanggaran sebagai bukan-pelanggaran. (3) Mereka menjelaskan sebuah pelanggaran ringan sebagai pelanggaran berat, dan (4) sebuah pelanggaran berat sebagai pelanggaran ringan. (5) Mereka menjelaskan sebuah pelanggaran kasar sebagai bukan pelanggaran kasar, dan (6) sebuah pelanggaran tidak kasar sebagai pelanggaran kasar. (7) Mereka menjelaskan sebuah pelanggaran yang dapat ditebus sebagai pelanggaran yang tidak dapat ditebus, dan (8 ) sebuah pelanggaran yang tidak dapat ditebus sebagai pelanggaran yang dapat ditebus. [79] (9) Mereka menjelaskan sebuah pelanggaran yang dapat diperbaiki sebagai pelanggaran yang tidak dapat diperbaiki, dan (10) sebuah pelanggaran yang tidak dapat diperbaiki sebagai pelanggaran yang dapat diperbaiki.<2043> Ini, Upāli, adalah kesepuluh akar perselisihan itu.”

44 (4) Kusināra

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Kusināra, di hutan belantara pengorbanan. Di sana Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Para bhikkhu!”

“Yang Mulia!” para bhikkhu itu menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

“Para bhikkhu, seorang bhikkhu yang ingin menegur orang lain harus memeriksa dirinya sendiri sehubungan dengan lima hal dan menegakkan lima hal dalam dirinya sebelum ia menegur orang lain.<2044> Sehubungan dengan lima hal apakah ia harus memeriksa dirinya sendiri?

(1) “Para bhikkhu, seorang bhikkhu yang ingin menegur orang lain harus memeriksa dirinya sendiri sebagai berikut: ‘Apakah perilaku jasmaniku murni? Apakah aku memiliki perilaku jasmani yang murni, tanpa cacat, dan tidak dapat ditegur? Apakah kualitas ini ada padaku atau tidak?’ Jika perilaku jasmani bhikkhu tersebut tidak murni, dan ia tidak memiliki perilaku jasmani yang murni, tanpa cacat, dan tidak dapat ditegur, maka akan ada yang berkata kepadanya: ‘Pertama-tama, latihlah perilaku jasmanimu terlebih dulu.’ Akan ada yang berkata demikian kepadanya.

(2) “Kemudian, seorang bhikkhu yang ingin menegur orang lain harus memeriksa dirinya sendiri sebagai berikut: ‘Apakah perilaku ucapanku murni? Apakah aku memiliki perilaku ucapan yang murni, tanpa cacat, dan tidak dapat ditegur? Apakah kualitas ini ada padaku atau tidak?’ Jika perilaku ucapan bhikkhu tersebut tidak murni, dan ia tidak memiliki perilaku ucapan yang murni, tanpa cacat, dan tidak dapat ditegur, maka akan ada yang berkata kepadanya: ‘Pertama-tama, latihlah perilaku ucapanmu terlebih dulu.’ Akan ada yang berkata demikian kepadanya. [80]

(3) “Kemudian, seorang bhikkhu yang ingin menegur orang lain harus memeriksa dirinya sendiri sebagai berikut: ‘Sudahkah aku menegakkan pikiran cinta-kasih tanpa kekesalan pada teman-temanku para bhikkhu? Apakah kualitas ini ada padaku atau tidak?’ jika bhikkhu tersebut belum menegakkan pikiran cinta-kasih tanpa kekesalan pada teman-temannya para bhikkhu, maka akan ada yang berkata kepadanya: ‘Pertama-tama tegakkanlah pikiran cinta-kasih terhadap teman-temanmu para bhikkhu terlebih dulu.’ Akan ada yang berkata demikian kepadanya.

(4) “Kemudian, seorang bhikkhu yang ingin menegur orang lain harus memeriksa dirinya sendiri sebagai berikut: ‘Apakah aku terpelajar, dan apakah aku mengingat dan melestarikan apa yang telah kupelajari? Sudahkah aku banyak mempelajari ajaran-ajaran itu yang baik di awal, baik di pertengahan, dan baik di akhir, dengan makna dan frasa yang benar, yang mengungkapan kehidupan spiritual yang murni dan lengkap sempurna? Sudahkah aku mengingatnya, melafalkannya secara lisan, menyelidikinya dalam pikiran, dan menembusnya dengan baik melalui pandangan? Apakah kualitas ini ada padaku atau tidak?’ Jika bhikkhu tersebut tidak terpelajar … dan belum menembusnya dengan baik melalui pandangan, maka akan ada yang berkata kepadanya: ‘Pertama-tema pelajarilah warisan itu terlebih dulu.’ Akan ada yang berkata demikian kepadanya.

(5) “Kemudian, seorang bhikkhu yang ingin menegur orang lain harus memeriksa dirinya sendiri sebagai berikut: ‘Sudahkan kedua Pātimokkha disampaikan dengan baik kepadaku secara terperinci, dianalisis dengan baik, dikuasai dengan baik, dipastikan dengan baik dalam hal aturan-aturan dan penjelasan terperincinya? Apakah kualitas ini ada padaku atau tidak?’ Jika kedua Pātimokkha [81] belum disampaikan dengan baik kepadaku secara terperinci … dalam hal aturan-aturan dan penjelasan terperincinya, dan jika, ketika ditanya: ‘Di manakah Sang Bhagavā menyatakan hal ini?’ ia tidak mampu menjawab, maka akan ada yang berkata kepadanya: ‘Pertama-tama pelajarilah disiplin terlebih dulu.’ Akan ada yang berkata demikian kepadanya.

“Adalah sehubungan dengan kelima hal ini maka ia harus memeriksa dirinya sendiri.

“Dan apakah lima hal yang harus ditegakkan dalam dirinya sendiri? [Ia harus mempertimbangkan:] ‘(6) Aku akan berbicara pada waktu yang tepat, bukan pada waktu yang tidak tepat; (7) aku akan berbicara secara jujur, bukan dengan berbohong; (8 ) aku akan berbicara dengan lembut, bukan dengan kasar; (9) aku akan berbicara dengan cara yang bermanfaat, bukan dengan cara yang berbahaya; (10) aku akan berbicara dengan pikiran cinta-kasih, bukan ketika sedang memendam kebencian.’ Ini adalah lima hal yang harus ia tegakkan dalam dirinya.

“Para bhikkhu, seorang bhikkhu yang ingin menegur orang lain harus memeriksa dirinya sendiri sehubungan dengan kelima hal itu dan menegakkan kelima hal ini dalam dirinya sebelum ia menegur orang lain.”

45 (5) Memasuki

“Para bhikkhu, ada sepuluh bahaya ini dalam memasuki istana dalam seorang raja. Apakah sepuluh ini?

(1) “Di sini, sang raja sedang duduk bersama ratunya. Seorang bhikkhu masuk, dan apakah ratu tersenyum ketika ia melihat bhikkhu itu atau bhikkhu itu tersenyum ketika ia melihat sang ratu. Raja berpikir: ‘Pasti, ada sesuatu di antara mereka, atau sesuatu akan terjadi.’ Ini adalah bahaya pertama dalam memasuki istana dalam seorang raja.

(2) “Kemudian, ketika sang raja sedang sibuk, terlibat dalam banyak pekerjaan, ia telah melakukan hubungan seksual dengan salah satu perempuan tetapi tidak mengingatnya, dan karena hubungan itu perempuan itu menjadi hamil. Raja berpikir: ‘Tidak ada orang [82] yang masuk ke sini kecuali bhikkhu itu. Mungkinkah ini adalah pekerjaan bhikkhu itu?’ Ini adalah bahaya ke dua dalam memasuki istana dalam seorang raja.

(3) “Kemudian, sebuah permata telah hilang dalam istana dalam sang raja. Raja berpikir: ‘Tidak ada orang yang masuk ke sini kecuali bhikkhu itu. Mungkinkah ini adalah pekerjaan bhikkhu itu?’ Ini adalah bahaya ke tiga dalam memasuki istana dalam seorang raja.

(4) “Kemudian, rapat-rapat rahasia di istana dalam sang raja telah bocor ke luar.<2045> Raja berpikir: ‘Tidak ada orang yang masuk ke sini kecuali bhikkhu itu. Mungkinkah ini adalah pekerjaan bhikkhu itu?’ Ini adalah bahaya ke empat dalam memasuki istana dalam seorang raja.

(5) “Kemudian, di dalam istana dalam sang raja seorang ayah merindukan putranya, atau seorang putra merindukan ayahnya.<2046> Mereka berpikir: ‘Tidak ada orang yang masuk ke sini kecuali bhikkhu itu. Mungkinkah ini adalah pekerjaan bhikkhu itu?’ Ini adalah bahaya ke lima dalam memasuki istana dalam seorang raja.

(6) “Kemudian, raja mempromosikan seseorang. Mereka yang tidak senang dengan hal ini berpikir: ‘Raja berhubungan erat dengan bhikkhu itu. Mungkinkah ini adalah pekerjaan bhikkhu itu?’ Ini adalah bahaya ke enam dalam memasuki istana dalam seorang raja.

(7) “Kemudian, raja menurunkan jabatan seseorang. Mereka yang tidak senang dengan hal ini berpikir: ‘Raja berhubungan erat dengan bhikkhu itu. Mungkinkah ini adalah pekerjaan bhikkhu itu?’ Ini adalah bahaya ke tujuh dalam memasuki istana dalam seorang raja.

(8 ) “Kemudian, raja mengutus bala tentaranya pada waktu yang tidak tepat. Mereka yang tidak senang dengan hal ini berpikir: ‘Raja berhubungan erat dengan bhikkhu itu. Mungkinkah ini adalah pekerjaan bhikkhu itu?’ Ini adalah bahaya ke delapan dalam memasuki istana dalam seorang raja.

(9) “Kemudian, setelah mengutus bala tentaranya pada waktu yang tidak tepat, raja memerintahkan mereka untuk kembali selagi masih dalam perjalanan. Mereka yang tidak senang dengan hal ini berpikir: [83] ‘Raja berhubungan erat dengan bhikkhu itu. Mungkinkah ini adalah pekerjaan bhikkhu itu?’ Ini adalah bahaya ke delapan dalam memasuki istana dalam seorang raja.

(10) “Kemudian, di istana dalam sang raja ada hentakan gajah-gajah,<2047> kuda-kuda, kereta-kereta, serta bentuk-bentuk yang menggoda, suara-suara, bau-bauan, rasa kecapan, dan objek-objek sentuhan yang tidak layak bagi seorang bhikkhu. Ini adalah bahaya ke sepuluh dalam memasuki istana dalam seorang raja.

“Ini, para bhikkhu, kesepuluh bahaya itu dalam memasuki istana dalam seorang raja.”

46 (6) Sakya

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di tengah-tengah penduduk Sakya di Kapilavatthu di Taman Pohon Banyan. Kemudian, pada hari uposatha, sejumlah umat awam Sakya mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, dan duduk di satu sisi. Kemudian Sang Bhagavā berkata kepada mereka:

“Para Sakya, apakah kalian menjalankan uposatha yang lengkap dalam delapan faktor?”<2048>

“Kadang-kadang kami melakukannya, Bhante, dan kadang-kadang tidak.”

“Adalah kerugian dan kemalangan bagi kalian, para Sakya! Ketika kehidupan terancam oleh dukacita dan kematian, kalian menjalankan uposatha yang lengkap dalam delapan faktor [hanya] kadang-kadang, dan kadang-kadang tidak. Bagaimana menurut kalian, para Sakya? Misalkan ada seseorang di sini yang, tanpa melakukan apa pun yang tidak bermanfaat, memperoleh setengah kahāpaṇa setiap hari atas pekerjaannya. [84] Apakah itu cukup untuk menyebutnya seorang yang berusaha dan cerdas?”

“Ya, Bhante.”

“Bagaimana menurut kalian, para Sakya? Misalkan ada seseorang di sini yang, tanpa melakukan apa pun yang tidak bermanfaat, memperoleh satu kahāpaṇa setiap hari atas pekerjaannya. Apakah itu cukup untuk menyebutnya seorang yang berusaha dan cerdas?”

“Ya, Bhante.”

“Bagaimana menurut kalian, para Sakya? Misalkan ada seseorang di sini yang, tanpa melakukan apa pun yang tidak bermanfaat, memperoleh dua kahāpaṇa … tiga … empat … lima … enam … tujuh … delapan … sembilan … sepuluh … dua puluh … tiga puluh … empat puluh … lima puluh kahāpaṇa<2049> setiap hari atas pekerjaannya. Apakah itu cukup untuk menyebutnya seorang yang berusaha dan cerdas?”

“Ya, Bhante.”

“Bagaimana menurut kalian, para Sakya? Jika ia memperoleh seratus atau seribu kahāpaṇa hari demi hari, menabung apa pun yang ia peroleh, dan memiliki umur kehidupan seratus tahun, hidup selama seratus tahun, akankah ia memperoleh banyak kekayaan?”

“Ya, Bhante.”

“Bagaimana menurut kalian, para Sakya? Berkat kekayaannya itu, karena kekayaannya, dengan alasan kekayaannya, dapatkah orang itu mengalami kebahagiaan eksklusif selama satu maalm atau satu hari, atau selama setengah malam atau setengah hari?”

“Tidak, Bhante. Mengapa tidak? Karena kenikmatan indria adalah tidak kekal, kosong, palsu, dan menipu.”

“Akan tetapi, para Sakya, siswaKu yang berdiam dengan tekun, rajin, dan bersungguh-sungguh selama sepuluh tahun, mempraktikkan sesuai apa yang Kuajarkan kepadanya, dapat mengalami kebahagiaan eksklusif selama seratus tahun, seribu tahun,<2050> [85] seratus ribu tahun, dan sepuluh juta tahun.<2051> Dan ia mungkin menjadi seorang yang-kembali-sekali, seorang yang-tidak-kembali, atau pasti seorang pemasuk-arus.

“Jangankan sepuluh tahun, para Sakya. SiswaKu yang berdiam dengan tekun, rajin, dan bersungguh-sungguh selama sembilan tahun … delapan tahun … tujuh tahun … enam tahun … lima tahun … empat tahun … tiga tahun … dua tahun … satu tahun, mempraktikkan sesuai apa yang Kuajarkan kepadanya, dapat mengalami kebahagiaan eksklusif selama seratus tahun, seribu tahun, seratus ribu tahun, dan sepuluh juta tahun. Dan ia mungkin menjadi seorang yang-kembali-sekali, seorang yang-tidak-kembali, atau pasti seorang pemasuk-arus.

“Jangankan satu tahun, para Sakya. SiswaKu yang berdiam dengan tekun, rajin, dan bersungguh-sungguh selama sepuluh bulan, mempraktikkan sesuai apa yang Kuajarkan kepadanya, dapat mengalami kebahagiaan eksklusif selama seratus tahun, seribu tahun, seratus ribu tahun, dan sepuluh juta tahun. Dan ia mungkin menjadi seorang yang-kembali-sekali, seorang yang-tidak-kembali, atau pasti seorang pemasuk-arus.

“Jangankan sepuluh bulan, para Sakya. SiswaKu yang berdiam dengan tekun, rajin, dan bersungguh-sungguh selama sembilan bulan … delapan bulan … tujuh bulan … enam bulan … lima bulan … empat bulan … tiga bulan … dua bulan … satu bulan … setengah bulan, mempraktikkan sesuai apa yang Kuajarkan kepadanya, dapat mengalami kebahagiaan eksklusif selama seratus tahun, seribu tahun, seratus ribu tahun, dan sepuluh juta tahun. Dan ia mungkin menjadi seorang yang-kembali-sekali, seorang yang-tidak-kembali, atau pasti seorang pemasuk-arus.

“Jangankan setengah bulan, para Sakya. SiswaKu yang berdiam dengan tekun, rajin, dan bersungguh-sungguh selama sepuluh hari sepuluh malam, mempraktikkan sesuai apa yang Kuajarkan kepadanya, dapat mengalami kebahagiaan eksklusif selama seratus tahun, seribu tahun, seratus ribu tahun, dan sepuluh juta tahun. Dan ia mungkin menjadi seorang yang-kembali-sekali, seorang yang-tidak-kembali, atau pasti seorang pemasuk-arus.

“Jangankan sepuluh hari sepuluh malam, para Sakya. SiswaKu yang berdiam dengan tekun, rajin, dan bersungguh-sungguh selama sembilan hari sembilan malam … delapan hari delapan malam … tujuh hari tujuh malam … [86] enam hari enam malam … lima hari lima malam … empat hari empat malam … tiga hari tiga malam … dua hari dua malam … sehari semalam, mempraktikkan sesuai apa yang Kuajarkan kepadanya, dapat mengalami kebahagiaan eksklusif selama seratus tahun, seribu tahun, seratus ribu tahun, dan sepuluh juta tahun. Dan ia mungkin menjadi seorang yang-kembali-sekali, seorang yang-tidak-kembali, atau pasti seorang pemasuk-arus.

“Adalah kerugian dan kemalangan bagi kalian, para Sakya! Ketika kehidupan terancam oleh dukacita dan kematian, kaliam menjalankan uposatha yang lengkap dalam delapan faktor [hanya] kadang-kadang, dan kadang-kadang tidak.”

“Mulai hari ini, Bhante, kami akan melaksanakan uposatha yang lengkap dalam delapan faktor.”

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku SEPULUH
« Reply #13 on: 07 October 2013, 07:39:05 PM »
47 (7) Mahāli

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Vesālī di aula beratap lancip di Hutan Besar. Kemudian Mahāli orang Licchavi mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, duduk di satu sisi, dan berkata kepada Beliau:

“Bhante, apakah penyebab dan kondisi bagi dilakukannya kamma buruk, bagi terjadinya kamma buruk?”<2052>

“Mahāli, (1) keserakahan adalah penyebab dan kondisi bagi dilakukannya kamma buruk, bagi terjadinya kamma buruk. (2) Kebencian adalah penyebab dan kondisi … (3) Delusi adalah penyebab dan kondisi … (4) Perhatian tidak seksama adalah penyebab [87] dan kondisi … (5) Pikiran yang diarahkan secara salah adalah penyebab dan kondisi bagi dilakukannya kamma buruk, bagi terjadinya kamma buruk. Ini adalah penyebab dan kondisi bagi dilakukannya kamma buruk, bagi terjadinya kamma buruk.

“Bhante, apakah penyebab dan kondisi bagi dilakukannya kamma baik, bagi terjadinya kamma baik?”

“Mahāli, (1) ketidak-serakahan adalah penyebab dan kondisi bagi dilakukannya kamma baik, bagi terjadinya kamma baik. (2) Ketidak-bencian adalah penyebab dan kondisi … (3) Ketidak-delusian adalah penyebab dan kondisi … (4) Perhatian seksama adalah penyebab dan kondisi … (5) Pikiran yang diarahkan dengan benar adalah penyebab dan kondisi bagi dilakukannya kamma baik, bagi terjadinya kamma baik. Ini adalah penyebab dan kondisi bagi dilakukannya kamma baik, bagi terjadinya kamma baik.

“Jika, Mahāli, kesepuluh kualitas ini tidak ada di dunia ini, maka perbuatan tidak baik, perbuatan yang bertentangan dengan Dhamma, dan perbuatan yang baik, perbuatan yang sesuai dengan Dhamma, tidak akan terlihat. Tetapi karena kesepuluh kualitas ini ada di dunia ini, maka perbuatan tidak baik, perbuatan yang bertentangan dengan Dhamma, dan perbuatan yang baik, perbuatan yang sesuai dengan Dhamma, menjadi terlihat.”

48 (8 ) Hal-hal

“Para bhikkhu, ada sepuluh hal ini yang harus sering direfleksikan oleh seorang yang telah meninggalkan keduniawian. Apakah sepuluh ini?

(1) “Seorang yang telah meninggalkan keduniawian harus sering merefleksikan: ‘Aku telah memasuki kondisi tanpa kasta.’<2053>

(2) “Seorang yang telah meninggalkan keduniawian harus sering merefleksikan: ‘Penghidupanku bergantung pada orang lain.’<2054> [88]

(3) “Seorang yang telah meninggalkan keduniawian harus sering merefleksikan: ‘Sikapku harus berbeda.’<2055>

(4) “Seorang yang telah meninggalkan keduniawian harus sering merefleksikan: ‘Apakah aku mencela diriku sendiri sehubungan dengan perilaku bermoral?’<2056>

(5) “Seorang yang telah meninggalkan keduniawian harus sering merefleksikan: ‘Apakah teman-temanku para bhikkhu yang bijaksana, setelah menyelidiki, mencelaku sehubungan denagn perilaku bermoral?’

(6) “Seorang yang telah meninggalkan keduniawian harus sering merefleksikan: ‘Aku pasti berpisah dan ditinggal oleh siapa pun dan apa pun yang kusayangi dan menyenangkan bagiku.’<2057>

(7) “Seorang yang telah meninggalkan keduniawian harus sering merefleksikan: ‘Aku adalah pemilik kammaku, pewaris kammaku; aku memiliki kamma sebagai asal-mulaku, kamma sebagai sanak saudaraku, kamma sebagai pelindungku; aku akan mewarisi kamma apa pun, baik atau buruk, yang kulakukan.’

(8 ) “Seorang yang telah meninggalkan keduniawian harus sering merefleksikan: ‘Bagaimanakah aku melewati malam dan siangku?’

(9) “Seorang yang telah meninggalkan keduniawian harus sering merefleksikan: ‘Apakah aku bersenang dalam gubuk kosong?’

(10) “Seorang yang telah meninggalkan keduniawian harus sering merefleksikan: ‘Sudahkah aku mencapai keluhuran apa pun yang melampaui manusia dalam pengetahuan dan penglihatan selayaknya para mulia, sehingga pada hari terakhirku, ketika aku ditanya oleh teman-temanku para bhikkhu, aku tidak akan merasa malu?’

“Ini, para bhikkhu, adalah  kesepuluh hal itu yang harus sering direfleksikan oleh seorang yang telah meninggalkan keduniawian.”

49 (9) Hidup Melalui Jasmani

“Para bhikkhu, sepuluh hal ini hidup melalui jasmani. Apakah sepuluh ini? Dingin, panas, lapar, haus, buang air besar, buang air kecil, pengendalian diri, pengendalian ucapan, pengendalian dalam hal penghidupan seseorang, dan aktivitas pertumbuhan kehidupan yang mengarah pada penjelmaan baru.<2058> Ini adalah kesepuluh hal itu yang hidup melalui jasmani.”

50 (10) Perdebatan

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Pada saat itu, [89] setelah mereka makan, ketika kembali dari perjalan menerima dana makanan, sejumlah bhikkhu berkumpul di aula pertemuan dan sedang duduk bersama ketika mereka berdebat dan bertengkar dan jatuh ke dalam perselisihan, saling menyerang satu sama lain dengan kata-kata menusuk.

Kemudian, pada malam harinya, Sang Bhagavā keluar dari keterasingan dan mendatangi aula pertemuan, di mana Beliau duduk di tempat yang telah dipersiapkan. Kemudian Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu:

“Para bhikkhu, diskusi apakah yang sedang kalian lakukan barusan ketika kalian sedang duduk bersama di sini? Perbincangan apakah yang sedang berlangsung?”

“Di sini, Bhante, setelah kami makan, ketika kembali dari perjalan menerima dana makanan, kami berkumpul di aula pertemuan dan sedang duduk bersama ketika kami berdebat dan bertengkar dan jatuh ke dalam perselisihan, saling menyerang satu sama lain dengan kata-kata menusuk.”

“Para bhikkhu, tidaklah selayaknya bagi kalian, para anggota keluarga yang telah meninggalkan keduniawian karena keyakinan dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah untuk berdebat dan bertengkar dan jatuh ke dalam perselisihan, saling menyerang satu sama lain dengan kata-kata menusuk.”

“Ada, para bhikkhu, sepuluh prinsip kerukunan ini yang menciptakan kasih-sayang dan penghornatan dan membantu tercapainya kekompakan, tanpa-perselisihan, kerukunan, dan persatuan.<2059> Apakah sepuluh ini?

(1) seorang bhikkhu adalah bermoral; ia berdiam dengan terkendali oleh Pātimokkha, memiliki perilaku dan tempat kunjungan yang baik, melihat bahaya dalam pelanggaran-pelanggaran kecil. Setelah menerima aturan-aturan latihan, ia berlatih di dalamnya. Karena seorang bhikkhu bermoral … ini adalah satu prinsip kerukunan yang menciptakan kasih-sayang dan penghornatan dan membantu tercapainya kekompakan, tanpa-perselisihan, kerukunan, dan persatuan.

(2) “Kemudian, seorang bhikkhu telah banyak belajar, mengingat apa yang telah ia pelajari, dan mengumpulkan apa yang telah ia pelajari. Ajaran-ajaran itu yang baik di awal, baik di tengah, dan baik di akhir, dengan kata-kata dan makna yang benar, yang mengungkapkan kehidupan spiritual yang lengkap dan murni sempurna – ajaran-ajaran demikian telah banyak ia pelajari, diingat, dilafalkan secara lisan, [90] diselidiki dengan pikiran, dan ditembus dengan baik melalui pandangan. Karena seorang bhikkhu telah banyak belajar … ini adalah satu prinsip kerukunan yang menciptakan kasih-sayang dan penghornatan dan membantu tercapainya … persatuan.

(3) “Kemudian, seorang bhikkhu memiliki teman-teman yang baik, sahabat-sahabat yang baik, kawan-kawan yang baik. Karena seorang bhikkhu memiliki teman-teman yang baik … ini adalah satu prinsip kerukunan yang menciptakan kasih-sayang dan penghornatan dan membantu tercapainya … persatuan.

(4) “Kemudian, seorang bhikkhu mudah dikoreksi dan memiliki kualitas-kualitas yang membuatnya mudah dikoreksi; ia sabar dan menerima ajaran dengan hormat. Karena seorang bhikkhu mudah dikoreksi … ini adalah satu prinsip kerukunan yang menciptakan kasih-sayang dan penghornatan dan membantu tercapainya … persatuan.

(5) “Kemudian, seorang bhikkhu terampil dan rajin dalam melakukan berbagai tugas yang harus dilakukan demi teman-temannya para bhikkhu; ia memiliki penilaian benar sehubungan dengan tugas-tugas itu agar dapat menjalankan dan mengurusnya dengan benar. Karena seorang bhikkhu terampil dan rajin … ini adalah satu prinsip kerukunan yang menciptakan kasih-sayang dan penghornatan dan membantu tercapainya … persatuan.

(6) “Kemudian, seorang bhikkhu menyukai Dhamma dan menyenangkan dalam pernyataan-pernyataannya, penuh dengan kegembiraan luhur yang berhubungan dengan Dhamma and disiplin. Karena seorang bhikkhu menyukai Dhamma … ini adalah satu prinsip kerukunan yang menciptakan kasih-sayang dan penghornatan dan membantu tercapainya … persatuan.

(7) “Kemudian, seorang bhikkhu telah membangkitkan kegigihan untuk meninggalkan kualitas-kualitas yang tidak bermanfaat dan mendapatkan kualitas-kualitas yang bermanfaat; ia kuat, teguh dalam pengerahan usaha, tidak mengabaikan tugas melatih kualitas-kualitas bermanfaat. Karena seorang bhikkhu telah membangkitkan kegigihan … [91] … ini adalah satu prinsip kerukunan yang menciptakan kasih-sayang dan penghornatan dan membantu tercapainya … persatuan.

(8 ) “Kemudian, seorang bhikkhu puas dengan segala jenis jubah, makanan, tempat tinggal, dan obat-obatan dan perlengkapan bagi yang sakit. Karena seorang bhikkhu puas dengan segala jenis jubah … ini adalah satu prinsip kerukunan yang menciptakan kasih-sayang dan penghornatan dan membantu tercapainya … persatuan.

(9) “Kemudian, seorang bhikkhu penuh perhatian, memiliki perhatian dan kewaspadaan tertinggi, seorang yang mengingat apa yang telah dilakukan dan diucapkan yang telah lama berlalu. Karena seorang bhikkhu penuh perhatian ini adalah satu prinsip kerukunan yang menciptakan kasih-sayang dan penghornatan dan membantu tercapainya … persatuan.

(10) “Kemudian, seorang bhikkhu bijaksana; ia memiliki kebijaksanaan yang melihat muncul dan lenyapnya, yang mulia dan menembus dan mengarah pada kehancuran penderitaan sepenuhnya. Karena seorang bhikkhu bijaksana … ini adalah satu prinsip kerukunan yang menciptakan kasih-sayang dan penghornatan dan membantu tercapainya … persatuan.

“Ini, para bhikkhu, adalah kesepuluh prinsip kerukunan itu yang menciptakan kasih-sayang dan penghornatan dan membantu tercapainya kekompakan, tanpa-perselisihan, kerukunan, dan persatuan.” [92]


Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku SEPULUH
« Reply #14 on: 07 October 2013, 07:39:35 PM »
LIMA PULUH KE DUA


I. PIKIRAN SENDIRI

51 (1) Pikiran Sendiri

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Di sana Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Para bhikkhu!”

“Yang Mulia!” para bhikkhu itu menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

“Para bhikkhu, seorang bhikkhu yang tidak terampil dalam jalan pikiran orang-orang lain [harus berlatih]: ‘Aku akan terampil dalam jalan pikiranku sendiri.’ Dengan cara inilah kalian harus berlatih.

“Dan bagaimanakah seorang bhikkhu terampil dalam jalan pikirannya sendiri? Seperti halnya seorang perempuan atau laki-laki – muda, berpenampilan muda, dan menyukai perhiasan – akan melihat pantulan wajahnya di sebuah cermin yang bersih dan cemerlang atau di dalam semangkuk air jernih. Jika mereka melihat debu atau noda apa pun di sana, maka mereka akan berusaha untuk menghilangkannya. Tetapi jika mereka tidak melihat debu atau noda di sana, maka mereka menjadi gembira; dan keinginan mereka terpenuhi, mereka akan berpikir, ‘Betapa beruntungnya bahwa aku bersih!’<2060> Demikian pula, pemeriksaan-diri adalah sangat membantu bagi seorang bhikkhu [agar tumbuh] dalam kualitas-kualitas bermanfaat.

“[Seseorang harus bertanya kepada diri sendiri:] (1) ‘Apakah aku sering condong pada kerinduan [93] atau tanpa kerinduan? (2) Apakah aku sering condong pada niat-buruk atau tanpa niat-buruk? (3) Apakah aku sering dikuasai oleh ketumpulan dan kantuk atau bebas dari ketumpulan dan kantuk? (4) Apakah aku sering gelisah atau tenang? (5) Apakah aku sering diserang oleh keragu-raguan atau bebas dari keragu-raguan? (6) Apakah aku sering marah atau tanpa kemarahan? (7) Apakah pikiranku sering kotor atau tidak kotor? (8 ) Apakah jasmaniku sering bergejolak atau tidak bergejolak? (9) Apakah aku sering malas atau bersemangat? (10) Apakah aku sering tidak terkonsentrasi atau terkonsentrasi?’<2061>

“Jika, melalui pemeriksaan-diri demikian, seorang bhikkhu mengetahui: ‘Aku sering condong pada kerinduan, condong pada niat-buruk, condong pada ketumpulan dan kantuk, gelisah, diserang oleh keragu-raguan, marah, kotor dalam pikiran, bergejolak dalam jasmani, malas, dan tidak terkonsentrasi,’ maka ia harus mengerahkan keinginan luar biasa, usaha luar biasa, kemauan luar biasa, semangat luar biasa, ketanpa-lelahan luar biasa, perhatian luar biasa, dan pemahaman jernih luar biasa untuk meninggalkan kualitas-kualitas buruk yang tidak bermanfaat itu. Seperti halnya seseorang yang pakaian atau kepalanya terbakar akan mengerahkan keinginan luar biasa, usaha luar biasa, kemauan luar biasa, semangat luar biasa, ketanpa-lelahan luar biasa, perhatian luar biasa, dan pemahaman jernih luar biasa untuk memadamkan [api pada] pakaian atau kepalanya, demikian pula bhikkhu itu harus mengerahkan keinginan luar biasa, usaha luar biasa, kemauan luar biasa, semangat luar biasa, ketanpa-lelahan luar biasa, perhatian luar biasa, dan pemahaman jernih luar biasa untuk meninggalkan kualitas-kualitas buruk yang tidak bermanfaat itu. [94]

“Tetapi, jika, melalui pemeriksaan-diri demikian, seorang bhikkhu mengetahui: ‘Aku sering tanpa kerinduan, tanpa niat-buruk, bebas dari ketumpulan dan kantuk, tenang, bebas dari keragu-raguan, tanpa kemarahan, tidak kotor dalam pikiran, tidak bergejolak dalam jasmani, bersemangat, dan terkonsentrasi,’ maka ia harus mendasarkan dirinya pada kualitas-kualitas bermanfaat yang sama itu dan berusaha lebih lanjut untuk mencapai hancurnya noda-noda.”

52 (2) Sāriputta

Di sana Yang Mulia Sāriputta berkata kepada para bhikkhu: “Teman-teman, para bhikkhu!”

“Teman!” para bhikkhu itu menjawab. Yang Mulia Sāriputta berkata sebagai berikut:

[Identik dengan 10:51, tetapi dibabarkan oleh Sāriputta.] [95-96]

53 (3) Kemandekan

“Para bhikkhu, Aku tidak memuji bahkan kemandekan dalam kualitas-kualitas bermanfaat, apalagi kemunduran. Aku hanya memuji kemajuan dalam kualitas-kualitas bermanfaat, bukan kemandekan atau kemerosotan.<2062>

“Dan bagaimanakah terjadinya kemerosotan – bukan kemandekan atau kemajuan – dalam kualitas-kualitas bermanfaat? Di sini, seorang bhikkhu memiliki tingkatan tertentu atas keyakinan, perilaku bermoral, pembelajaran, pelepasan keduniawian, kebijaksanaan, dan kearifan. Kualitas-kualitas itu tidak tetap sama atau meningkat. Ini, Aku katakan, adalah kemerosotan bukan kemandekan atau kemajuan – dalam kualiatas-kualitas bermanfaat.

 “Dan bagaimanakah terjadinya kemandekan – bukan kemerosotan atau kemajuan – dalam kualitas-kualitas bermanfaat? Di sini, seorang bhikkhu memiliki tingkatan tertentu atas keyakinan, perilaku bermoral, pembelajaran, pelepasan keduniawian, kebijaksanaan, dan kearifan. Kualitas-kualitas itu tidak merosot atau meningkat. Ini, Aku katakan, adalah kemandekan bukan kemerosotan atau kemajuan – dalam kualiatas-kualitas bermanfaat. Demikianlah terjadinya kemandekan – bukan kemerosotan atau kemajuan – dalam kualitas-kualitas bermanfaat

“Dan bagaimanakah terjadinya kemajuan – bukan kemandekan atau kemerosotan – dalam kualitas-kualitas bermanfaat? Di sini, seorang bhikkhu memiliki tingkatan tertentu atas keyakinan, perilaku bermoral, pembelajaran, pelepasan keduniawian, kebijaksanaan, dan kearifan. Kualitas-kualitas itu tidak tetap sama atau merosot. Ini, Aku katakan, adalah kemajuan bukan kemandekan atau kemerosotan – dalam kualiatas-kualitas bermanfaat. Demikianlah terjadinya kemajuan – bukan kemandekan atau kemerosotan – dalam kualitas-kualitas bermanfaat.

“Para bhikkhu, seorang bhikkhu yang tidak terampil dalam jalan pikiran orang lain [harus berlatih]: ‘Aku akan terampil dalam jalan pikiraku sendiri.’ … [97-98] … [seperti pada 10:51 hingga:] … Tetapi, jika, melalui pemeriksaan-diri demikian, seorang bhikkhu mengetahui: ‘Aku sering tanpa kerinduan … dan terkonsentrasi,’ maka ia harus mendasarkan dirinya pada kualitas-kualitas bermanfaat yang sama itu dan berusaha lebih lanjut untuk mencapai hancurnya noda-noda.”

54 (4) Ketenangan

“Para bhikkhu, seorang bhikkhu yang tidak terampil dalam jalan pikiran orang-orang lain [harus berlatih]: ‘Aku akan terampil dalam jalan pikiraku sendiri.’ Dengan cara inilah kalian harus berlatih.

“Dan bagaimanakah seorang bhikkhu terampil dalam jalan pikirannya sendiri? Seperti halnya seorang perempuan atau laki-laki – muda, berpenampilan muda, dan menyukai perhiasan – akan melihat pantulan wajahnya di sebuah cermin yang bersih dan cemerlang atau di dalam semangkuk air jernih. Jika mereka melihat debu atau noda apa pun di sana, maka mereka akan berusaha untuk menghilangkannya. Tetapi jika mereka tidak melihat debu atau noda di sana, maka mereka menjadi gembira, [99] dan keinginan mereka terpenuhi, mereka akan berpikir, ‘Betapa beruntungnya bahwa aku bersih!’

“Demikian pula, para bhikkhu, pemeriksaan-diri adalah sangat membantu bagi seorang bhikkhu [agar tumbuh] dalam kualitas-kualitas bermanfaat:<2063> ‘Apakah aku memperoleh ketenangan pikiran atau tidak? Apakah aku memperoleh kebijaksanaan pandangan terang yang lebih tinggi ke dalam fenomena-fenomena atau tidak?’

(1) “Jika, melalui pemeriksaan-diri demikian, seorang bhikkhu mengetahui: ‘Aku memperoleh ketenangan pikiran internal tetapi tidak memperoleh kebijaksanaan pandangan terang yang lebih tinggi ke dalam fenomena-fenomena,’ maka ia harus mendasarkan dirinya pada ketenangan pikiran internal itu dan mengerahkan usaha untuk mendapatkan kebijaksanaan pandangan terang yang lebih tinggi ke dalam fenomena-fenomena. Kemudian, beberapa waktu kemudian, ia memperoleh ketenangan pikiran internal serta kebijaksanaan pandangan terang yang lebih tinggi ke dalam fenomena-fenomena.

(2) “Tetapi jika, melalui pemeriksaan-diri demikian, ia mengetahui: ‘Aku memperoleh kebijaksanaan pandangan terang yang lebih tinggi ke dalam fenomena-fenomena tetapi tidak memperoleh ketenangan pikiran internal,’ maka ia harus mendasarkan dirinya pada kebijaksanaan pandangan terang yang lebih tinggi ke dalam fenomena-fenomena itu dan mengerahkan usaha untuk mendapatkan ketenangan pikiran internal. Kemudian, beberapa waktu kemudian, ia memperoleh kebijaksanaan pandangan terang yang lebih tinggi ke dalam fenomena-fenomena serta ketenangan pikiran internal.

(3) Tetapi jika, melalui pemeriksaan-diri demikian, ia mengetahui: ‘Aku tidak memperoleh ketenangan pikiran internal dan juga tidak memperoleh kebijaksanaan pandangan terang yang lebih tinggi ke dalam fenomena-fenomena,’ maka ia harus mengerahkan keinginan luar biasa, usaha luar biasa, kemauan luar biasa, semangat luar biasa, ketanpa-lelahan luar biasa, perhatian luar biasa, dan pemahaman jernih luar biasa untuk memperoleh kedua kualitas bermanfaat itu. Seperti halnya seseorang yang pakaian atau kepalanya terbakar api akan mengerahkan  keinginan luar biasa, usaha luar biasa, kemauan luar biasa, semangat luar biasa, ketanpa-lelahan luar biasa, perhatian luar biasa, dan pemahaman jernih luar biasa untuk memadamkan [api] di pakaian atau kepalanya, demikian pula bhikkhu itu harus mengerahkan keinginan luar biasa, [100] usaha luar biasa, kemauan luar biasa, semangat luar biasa, ketanpa-lelahan luar biasa, perhatian luar biasa, dan pemahaman jernih luar biasa untuk memperoleh kedua kualitas bermanfaat itu. Kemudian, beberapa waktu kemudian, ia memperoleh ketenangan pikiran internal serta memperoleh kebijaksanaan pandangan terang yang lebih tinggi ke dalam fenomena-fenomena.

(4) Tetapi jika, melalui pemeriksaan-diri demikian, ia mengetahui: ‘Aku memperoleh ketenangan pikiran internal serta kebijaksanaan pandangan terang yang lebih tinggi ke dalam fenomena-fenomena,’ maka ia harus mendasarkan dirinya pada kualitas-kualitas bermanfaat yang sama itu dan berusaha lebih lanjut untuk mencapai hancurnya noda-noda.”

“Jubah, Aku katakan, ada dua jenis: yang harus digunakan dan yang tidak boleh digunakan.<2064> Makanan juga, Aku katakan, ada dua jenis: dua jenis: yang harus dimakan dan yang tidak boleh dimakan. Tempat tinggal juga, Aku katakan, ada dua jenis: : yang harus digunakan dan yang tidak boleh digunakan. Pedesaan dan pemukiman juga, Aku katakan, ada dua jenis: yang harus dikunjungi dan yang tidak boleh dikunjungi. Negara-negara dan wilayah-wilayah juga, Aku katakan, ada dua jenis: yang harus dikunjungi dan yang tidak boleh dikunjungi. Orang-orang juga, Aku katakan, ada dua jenis: mereka yang harus didekati, dan mereka yang tidak boleh didekati.

(5) “Ketika dikatakan: ‘Jubah, Aku katakan, ada dua jenis: yang harus digunakan dan yang tidak boleh digunakan,’ karena alasan apakah ini dikatakan? Jika seseorang mengetahui tentang sehelai jubah: ‘Ketika aku menggunakan jubah ini, kualitas-kualitas tidak bermanfaat bertambah dalam diriku dan kualitas-kualitas bermanfaat berkurang,’ maka ia tidak boleh menggunakan jubah demikian. Tetapi jika ia mengetahui tentang sehelai jubah: ‘Ketika aku menggunakan jubah ini, kualitas-kualitas tidak bermanfaat berkurang dalam diriku dan kualitas-kualitas bermanfaat bertambah,’ maka ia harus menggunakan jubah demikian. Ketika dikatakan: ‘Jubah, Aku katakan, ada dua jenis: yang harus digunakan dan yang tidak boleh digunakan,’ adalah karena ini maka hal itu dikatakan.

(6) “Ketika dikatakan: ‘Makanan juga, Aku katakan, ada dua jenis: yang harus dimakan dan yang tidak boleh dimakan,’ karena alasan apakah ini dikatakan? Jika seseorang mengetahui tentang suatu makanan: ‘Ketika aku memakan makanan ini, kualitas-kualitas tidak bermanfaat bertambah dalam diriku dan kualitas-kualitas bermanfaat [101] berkurang,’ maka ia tidak boleh memakan makanan demikian. Tetapi jika ia mengetahui tentang suatu makanan: ‘Ketika aku memakan makanan ini, kualitas-kualitas tidak bermanfaat berkurang dalam diriku dan kualitas-kualitas bermanfaat bertambah,’ maka ia harus memakan makanan demikian. Ketika dikatakan: ‘Makanan juga, Aku katakan, ada dua jenis: yang harus dimakan dan yang tidak boleh dimakan,’ adalah karena ini maka hal itu dikatakan.

(7) “Ketika dikatakan: ‘Tempat tinggal juga, Aku katakan, ada dua jenis: : yang harus digunakan dan yang tidak boleh digunakan,’ karena alasan apakah ini dikatakan? Jika seseorang mengetahui tentang suatu tempat tinggal: ‘Ketika aku menggunakan tempat tinggal ini, kualitas-kualitas tidak bermanfaat bertambah dalam diriku dan kualitas-kualitas bermanfaat berkurang,’ maka ia tidak boleh menggunakan tempat tinggal demikian. Tetapi jika ia mengetahui tentang suatu tempat tinggal: ‘Ketika aku menggunakan tempat tinggal ini, kualitas-kualitas tidak bermanfaat berkurang dalam diriku dan kualitas-kualitas bermanfaat bertambah,’ maka ia harus menggunakan tempat tinggal demikian. Ketika dikatakan: ‘Tempat tinggal juga, Aku katakan, ada dua jenis: yang harus digunakan dan yang tidak boleh digunakan,’ adalah karena ini maka hal itu dikatakan.

(8 ) “Ketika dikatakan: ‘Pedesaan dan pemukiman juga, Aku katakan, ada dua jenis: yang harus dikunjungi dan yang tidak boleh dikunjungi,’ karena alasan apakah hal ini dikatakan? Jika seseorang mengetahui tentang suatu desa atau pemukiman: ‘Ketika aku mengunjungi pedesaan atau pemukiman ini, kualitas-kualitas tidak bermanfaat bertambah dalam diriku dan kualitas-kualitas bermanfaat berkurang,’ maka ia tidak boleh mengunjungi pedesaan atau pemukiman demikian. Tetapi jika ia mengetahui tentang suatu desa atau pemukiman: ‘Ketika aku mengunjungi pedesaan atau pemukiman ini, kualitas-kualitas tidak bermanfaat berkurang dalam diriku dan kualitas-kualitas bermanfaat bertambah,’ maka ia harus mengunjungi pedesaan atau pemukiman demikian. Ketika dikatakan: ‘pedesaan atau pemukiman juga, Aku katakan, ada dua jenis: yang harus dikunjungi dan yang tidak boleh dikunjungi,’ adalah karena ini maka hal itu dikatakan.

(9) “Ketika dikatakan: ‘Negara-negara dan wilayah-wilayah juga, Aku katakan, ada dua jenis: yang harus dikunjungi dan yang tidak boleh dikunjungi,’ karena alasan apakah hal ini dikatakan? Jika seseorang mengetahui tentang suatu negara atau wilayah: ‘Ketika aku mengunjungi negara atau wilayah ini, kualitas-kualitas tidak bermanfaat bertambah dalam diriku [102] dan kualitas-kualitas bermanfaat berkurang,’ maka ia tidak boleh mengunjungi negara atau wilayah demikian. Tetapi jika ia mengetahui tentang suatu negara atau wilayah: ‘Ketika aku mengunjungi negara atau wilayah ini, kualitas-kualitas tidak bermanfaat berkurang dalam diriku dan kualitas-kualitas bermanfaat bertambah,’ maka ia harus mengunjungi negara atau wilayah demikian. Ketika dikatakan: ‘Negara-negara dan wilayah-wilayah juga, Aku katakan, ada dua jenis: yang harus dikunjungi dan yang tidak boleh dikunjungi,’ adalah karena ini maka hal itu dikatakan.

(10) “Ketika dikatakan: ‘Orang-orang juga, Aku katakan, ada dua jenis: mereka yang harus didekati, dan mereka yang tidak boleh didekati,’ karena alasan apakah hal ini dikatakan? Jika seseorang mengetahui tentang orang lain: ‘Ketika aku bergaul dengan orang ini, kualitas-kualitas tidak bermanfaat bertambah dalam diriku dan kualitas-kualitas bermanfaat berkurang,’ maka ia tidak boleh medekati orang demikian. Tetapi jika ia mengetahui tentang orang lain: ‘Ketika aku bergaul dengan orang ini, kualitas-kualitas tidak bermanfaat berkurang dalam diriku dan kualitas-kualitas bermanfaat bertambah,’ maka ia harus medekati orang demikian. Ketika dikatakan: ‘Orang-orang juga, Aku katakan, ada dua jenis: mereka yang harus didekati, dan mereka yang tidak boleh didekati,’ adalah karena ini maka hal itu dikatakan.”

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku SEPULUH
« Reply #15 on: 07 October 2013, 07:40:16 PM »
55 (5) Kemunduran

Di sana Yang Mulia Sāriputta berkata kepada para bhikkhu: “Teman-teman, para bhikkhu!”

“Teman!” para bhikkhu itu menjawab. Yang Mulia Sāriputta berkata sebagai berikut:

“Teman-teman, dikatakan: ‘Seorang yang tunduk pada kemunduran, seorang yang tunduk pada kemunduran.’ Dengan cara bagaimanakah Sang Bhagavā mengatakan tentang seorang yang tunduk pada kemunduran, dan dengan cara bagaimanakah seorang yang tidak tunduk pada kemunduran?”

“Kami datang dari jauh, teman, untuk mempelajari makna dari pernyataan ini dari Yang Mulia Sāriputta. Baik sekali jika ia sudi menjelaskan makna dari pernyataan ini. [103] Setelah mendengarnya darinya, para bhikkhu akan mengingatnya.”

“Kalau begitu, teman-teman, dengarkan dan perhatikanlah dengan seksama. Aku akan berbicara.”

“Baik, teman,” para bhikkhu itu menjawab. Yang Mulia Sāriputta berkata sebagai berikut:

“Dengan cara bagaimanakah, teman-teman, Sang Bhagavā mengatakan tentang seorang yang tunduk pada kemunduran? Di sini, seorang bhikkhu tidak dapat mendengarkan ajaran yang belum ia dengar sebelumnya, melupakan ajaran yang telah ia dengar, tidak mengingat ajaran-ajaran itu yang telah terbiasa baginya, dan tidak memahami apa yang belum dipahami. Dengan cara inilah Sang Bhagavā mengatakan tentang seorang yang tunduk pada kemunduran.<2065>

“Dan dengan cara bagaimanakah, teman-teman, Sang Bhagavā mengatakan tentang seorang yang tidak tunduk pada kemunduran? Di sini, seorang bhikkhu dapat mendengarkan ajaran yang belum ia dengar sebelumnya, tidak melupakan ajaran yang telah ia dengar, mengingat ajaran-ajaran itu yang telah terbiasa baginya, dan memahami apa yang belum dipahami. Dengan cara inilah Sang Bhagavā mengatakan tentang seorang yang tidak tunduk pada kemunduran.

“Teman-teman, seorang bhikkhu yang tidak terampil dalam jalan pikiran orang-orang lain [harus berlatih]: ‘Aku akan terampil dalam jalan pikiraku sendiri.’ Dengan cara inilah kalian harus berlatih.

“Dan bagaimanakah seorang bhikkhu terampil dalam jalan pikirannya sendiri? Seperti halnya seorang perempuan atau laki-laki – muda, berpenampilan muda, dan menyukai perhiasan – akan melihat pantulan wajahnya di sebuah cermin yang bersih dan cemerlang atau di dalam semangkuk air jernih. Jika mereka melihat debu atau noda apa pun di sana, maka mereka akan berusaha untuk menghilangkannya. Tetapi jika mereka tidak melihat debu atau noda di sana, maka mereka menjadi gembira; [104] dan keinginan mereka terpenuhi, mereka akan berpikir, ‘Betapa beruntungnya bahwa aku bersih!’ Demikian pula, pemeriksaan-diri adalah sangat membantu bagi seorang bhikkhu [agar tumbuh] dalam kualitas-kualitas bermanfaat.

“[Seseorang harus bertanya kepada diri sendiri:] (1) ‘Apakah aku sering tanpa kerinduan? Apakah kualitas ini ada padaku atau tidak? (2) Apakah aku sering tanpa niat-buruk? Apakah kualitas ini ada padaku atau tidak? (3) Apakah aku sering terbebas dari  ketumpulan dan kantuk? Apakah kualitas ini ada padaku atau tidak? (4) Apakah aku sering tenang? Apakah kualitas ini ada padaku atau tidak? (5) Apakah aku sering terbebas dari keragu-raguan? Apakah kualitas ini ada padaku atau tidak? (6) Apakah aku sering tanpa kemarahan? Apakah kualitas ini ada padaku atau tidak? (7) Apakah pikiranku sering tidak kotor? Apakah kualitas ini ada padaku atau tidak? (8 ) Apakah aku memperoleh kegembiraan internal karena Dhamma? Apakah kualitas ini ada padaku atau tidak? (9) Apakah aku memperoleh ketenangan pikiran internal? Apakah kualitas ini ada padaku atau tidak? (10) Apakah aku memperoleh kebijaksanaan pandangan terang yang lebih tinggi ke dalam fenomena-fenomena? ? Apakah kualitas ini ada padaku atau tidak?

“Jika, melalui pemeriksaan-diri demikian, seorang bhikkhu tidak melihat kualitas-kualitas bermanfaat ini ada pada dirinya, maka ia harus mengerahkan keinginan luar biasa, usaha luar biasa, kemauan luar biasa, semangat luar biasa, ketanpa-lelahan luar biasa, perhatian luar biasa, dan pemahaman jernih luar biasa untuk mendapatkan kualitas-kualitas bermanfaat itu. Seperti halnya seseorang yang pakaian atau kepalanya terbakar akan mengerahkan keinginan luar biasa, usaha luar biasa, kemauan luar biasa, semangat luar biasa, ketanpa-lelahan luar biasa, perhatian luar biasa, dan pemahaman jernih luar biasa untuk memadamkan [api pada] pakaian atau kepalanya, demikian pula bhikkhu itu harus mengerahkan keinginan luar biasa, usaha luar biasa, kemauan luar biasa, semangat luar biasa, ketanpa-lelahan luar biasa, perhatian luar biasa, dan pemahaman jernih luar biasa untuk mendapatkan kualitas-kualitas bermanfaat itu.

“Tetapi, jika, melalui pemeriksaan-diri demikian, seorang bhikkhu melihat beberapa kualitas bermanfaat ada dalam dirinya tetapi beberapa lainnya tidak, [105] maka ia harus mendasarkan dirinya pada kualitas-kualitas bermanfaat yang ia lihat ada dalam dirinya dan mengerahkan keinginan luar biasa, usaha luar biasa, kemauan luar biasa, semangat luar biasa, ketanpa-lelahan luar biasa, perhatian luar biasa, dan pemahaman jernih luar biasa untuk mendapatkan kualitas-kualitas bermanfaat yang ia lihat tidak ada dalam dirinya. Seperti halnya seseorang yang pakaian atau kepalanya terbakar akan mengerahkan keinginan luar biasa … memadamkan [api pada] pakaian atau kepalanya, demikian pula bhikkhu itu harus mendasarkan dirinya pada kualitas-kualitas bermanfaat yang ia lihat ada dalam dirinya dan mengerahkan keinginan luar biasa … untuk mendapatkan kualitas-kualitas bermanfaat yang ia lihat tidak ada dalam dirinya.

“Tetapi jika, melalui pemeriksaan-diri demikian, seorang bhikkhu melihat semua kualitas-kualitas bermanfaat ini ada dalam dirinya, maka ia harus mendasarkan dirinya pada kualitas-kualitas bermanfaat yang sama itu dan berusaha lebih lanjut untuk mencapai hancurnya noda-noda.”

56 (6) Persepsi (1)

“Para bhikkhu, sepuluh persepsi ini, ketika dikembangkan dan dilatih, adalah berbuah dan bermanfaat besar, memuncak pada keabadian, dengan keabadian sebagai kesempurnaannya.<2066> Apakah sepuluh ini? (1) persepsi ketidak-menarikan, (2) persepsi kematian, (3) persepsi kejijikan pada makanan, (4) persepsi ketidak-senangan pada seluruh dunia, (5) persepsi ketidak-kekalan, (6) persepsi penderitaan dalam apa yang tidak kekal, (7) persepsi bukan-diri dalam apa yang merupakan penderitaan, (8 ) persepsi meninggalkan, (9) persepsi kebosanan, dan (10) persepsi lenyapnya. Kesepuluh persepsi ini, ketika dikembangkan dan dilatih, adalah berbuah dan bermanfaat besar, memuncak pada keabadian, dengan keabadian sebagai kesempurnaannya.” [106]

57 (7) Persepsi (2)

“Para bhikkhu, sepuluh persepsi ini, ketika dikembangkan dan dilatih, adalah berbuah dan bermanfaat besar, memuncak pada keabadian, dengan keabadian sebagai kesempurnaannya. Apakah sepuluh ini? (1) Persepsi ketidak-kekalan, (2) persepsi bukan-diri, (3) persepsi kematian, (4) persepsi kejijikan pada makanan, (5) persepsi ketidak-senangan pada seluruh dunia, (6) persepsi tulang-belulang, (7) persepsi mayat yang dikerubuti belatung, (8 ) persepsi mayat yang pucat kelabu, (9) persepsi mayat yang tercabik, dan (10) persepsi mayat yang membengkak.<2067> Kesepuluh persepsi ini, ketika dikembangkan dan dilatih, adalah berbuah dan bermanfaat besar, memuncak pada keabadian, dengan keabadian sebagai kesempurnaannya.

58 (8 ) Akar

“Para bhikkhu, para pengembara sekte lain mungkin bertanya kepada kalian: (1) ‘Dalam apakah, teman-teman, segala sesuatu berakar? (2) melalui apakah segala sesuatu itu muncul? (3) dari apakah segala sesuatu itu berasal-mula? (4) Di manakah segala sesuatu itu bertemu? (5) Oleh apakah segala sesuatu itu dipimpin? (6) Apakah yang mengendalikan kekuasaan atasnya? (7) Apakah yang menjadi pengawasnya? (8 ) Apakah intinya? (9) Dalam apakah segala sesuatu itu memuncak? (10) Apakah yang menjadi kesempurnaannya?’ Jika kalian ditanya demikian, bagaimanakah kalian akan menjawabnya?”<2068>

“Bhante, ajaran kami berakar pada Sang Bhagavā, dituntun oleh Sang Bhagavā, dilindungi oleh Sang Bhagavā. Baik sekali jika Sang Bhagavā sudi menjelaskan makna dari pernyataan ini. Setelah mendengarnya dari Beliau, para bhikkhu akan mengingatnya.”

“Maka dengarkanlah, para bhikkhu, dan perhatikanlah dengan seksama. Aku akan berbicara.”

‘Baik, Bhante,” para bhikkhu itu menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

“Para bhikkhu, jika para pengembara sekte lain bertanya kepada kalian: ‘Dalam apakah, teman-teman, segala sesuatu berakar? … [107] … Apakah yang menjadi kesempurnaannya?’ maka kalian harus menjawabnya sebagai berikut:

“‘Teman-teman, (1) segala sesuatu berakar dalam keinginan. (2) Segala sesuatu muncul melalui perhatian. (3) Segala sesuatu berasal-mula dari kontak. (4) Segala sesuatu itu bertemu pada perasaan. (5) Segala sesuatu dipimpin oleh konsentrasi. (6) Perhatian mengendalikan kekuasaan atasnya. (7) Kebijaksanaan adalah pengawasnya. (8 ) Pembebasan adalah intinya. (9) Segala sesuatu memuncak dalam keabadian. (10) Kesempurnaannya adalah nibbāna.’<2069>

“Jika kalian ditanya demikian, para bhikkhu, dengan cara demikianlah kalian harus menjawab para pengembara sekte lain itu.”

59 (9) Pelepasan Keduniawian

“Oleh karena itu, para bhikkhu, kalian harus berlatih sebagai berikut: ‘Pikiran kami akan diperkuat sesuai dengan [semangat] pelepasan keduniawian kami, dan kualitas-kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang telah muncul tidak akan menguasai pikiran kami.<2070> (1) Pikiran kami akan diperkuat dalam persepsi ketidak-kekalan. (2) Pikiran kami akan diperkuat dalam persepsi bukan-diri. (3) Pikiran kami akan diperkuat dalam persepsi ketidak-menarikan. (4) Pikiran kami akan diperkuat dalam persepsi bahaya. (5) Kami akan mengetahui jalan yang rata dan jalan yang tidak rata di dunia,<2071> dan pikiran kami akan diperkuat dalam persepsi ini. (6) Kami akan mengetahui kemunculan dan kemusnahan dunia,<2072> dan pikiran kami akan diperkuat dalam persepsi ini. (7) Kami akan mengetahui asal-mula dan lenyapnya dunia, dan pikiran kami akan diperkuat dalam persepsi ini. (8 ) Pikiran kami akan diperkuat dalam persepsi meninggalkan. (9) Pikiran kami akan diperkuat dalam persepsi kebosanan. (10) Pikiran kami akan diperkuat dalam persepsi lenyapnya.’<2073> [108] Dengan cara demikianlah kalian harus berlatih

“Ketika pikiran seorang bhikkhu telah diperkuat sesuai dengan [semangat] pelepasan keduniawian¸dan kualitas-kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang telah muncul tidak menguasai pikirannya – ketika pikirannya telah diperkuat dalam persepsi ketidak-kekalan … ketika pikirannya telah diperkuat dalam persepsi lenyapnya – salah satu dari dua buah menantinya: apakah pengetahuan akhir dalam kehidupan ini atau, jika masih ada sisa yang tertinggal, yang-tidak-kembali.”


Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku SEPULUH
« Reply #16 on: 07 October 2013, 07:40:56 PM »
60 (10) Girimānanda

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Pada saat itu Yang Mulia Girimānanda sedang sakit, menderita, sakit parah.<2074> Kemudian Yang Mulia Ānanda mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, duduk di satu sisi, dan berkata kepada Beliau:

“Bhante, Yang Mulia Girimānanda sedang sakit, menderita, dan sakit parah. Baik sekali jika Sang Bhagavā sudi menjenguknya demi belas kasihan.”

“Jika, Ānanda, engkau menjenguk Bhikkhu Girimānanda dan menyampaikan sepuluh persepsi kepadanya, maka adalah mungkin bahwa setelah mendengarnya penderitaannya akan segera mereda. Apakah sepuluh ini? [109]

“(1) Persepsi ketidak-kekalan, (2) persepsi bukan-diri, (3) persepsi ketidak-menarikan, (4) persepsi bahaya, (5) persepsi meninggalkan, (6) persepsi kebosanan, (7) persepsi lenyapnya, (8 ) persepsi ketidak-senangan pada seluruh dunia, (9) persepsi ketidak-kekalan dalam segala fenomena terkondisi, dan (10) perhatian pada pernafasan.

(1) “Dan apakah, Ānanda, persepsi ketidak-kekalan? Di sini, setelah pergi ke hutan, ke bawah sebatang pohon, atau ke gubuk kosong, seorang bhikkhu merenungkan sebagai berikut: ‘Bentuk adalah tidak kekal, perasaan adalah tidak kekal, persepsi adalah tidak kekal, aktivitas-aktivitas kehendak adalah tidak kekal, kesadaran adalah tidak kekal.’ Demikianlah ia berdiam dengan merenungkan ketidak-kekalan dalam kelima kelompok unsur kehidupan yang tunduk pada kemelekatan. Ini disebut persepsi ketidak-kekalan.

(2) “Dan apakah, Ānanda, persepsi bukan-diri? Di sini, setelah pergi ke hutan, ke bawah sebatang pohon, atau ke gubuk kosong, seorang bhikkhu merenungkan sebagai berikut: ‘Mata adalah bukan-diri, bentuk-bentuk adalah bukan-diri; telinga adalah bukan-diri, suara-suara adalah bukan-diri; hidung adalah bukan-diri, bau-bauan adalah bukan-diri; lidah adalah bukan-diri, rasa kecapan adalah bukan-diri; badan adalah bukan-diri, objek-objek sentuhan adalah bukan-diri; pikiran adalah bukan-diri, fenomena pikiran adalah bukan-diri.’ Demikianlah ia berdiam dengan merenungkan bukan-diri dalam enam landasan indria internal dan eksternal. Ini disebut persepsi bukan-diri.

(3) “Dan apakah, Ānanda, persepsi ketidak-menarikan? Di sini, seorang bhikkhu memeriksa tubuh ini ke atas dari telapak kaki dan ke bawah dari ujung rambut, yang diselubungi oleh kulit, sebagai penuh dengan berbagai jenis kekotoran: ‘Ada pada tubuh ini rambut kepala, bulu badan, kuku, gigi, kulit, daging, urat, tulang, sumsum, ginjal, jantung, hati, selaput paru-paru, limpa, paru-paru, usus, selaput perut, lambung, kotoran tinja, empedu, dahak, nanah, darah, keringat, lemak, air mata, pelumas, ludah, ingus, cairan sendi, air kencing.’ Demikianlah ia berdiam dengan merenungkan ketidak-menarikan dalam tubuh ini. Ini disebut persepsi ketidak-menarikan.

(4) “Dan apakah, Ānanda, persepsi bahaya? Di sini, setelah pergi ke hutan, ke bawah sebatang pohon, atau ke gubuk kosong, seorang bhikkhu merenungkan sebagai berikut: ‘Tubuh ini adalah sumber dari begitu banyak kesakitan [110] dan bahaya; karena segala jenis penyakit muncul dalam tubuh ini, yaitu, penyakit-mata, penyakit bagian dalam telinga, penyakit-hidung, penyakit-lidah, penyakit-badan, penyakit-kepala, penyakit telinga bagian luar, penyakit-gigi,<2075> batuk, asma, radang selaput lendir hidung, pireksia, demam, sakit perut, pingsan, disentri, keluhan-keluhan, kolera, lepra, bisul, eksim, tuberkulosis, epilepsi, kurap, gatal, keropeng, cacar, kudis, pendarahan, diabetes, wasir, kanker, hiliran; penyakit yang berasal-mula dari empedu, dahak, angin, atau kombinasinya; penyakit yang disebabkan karena perubahan iklim; penyakit yang disebabkan oleh perilaku ceroboh; penyakit yang disebabkan karena serangan; atau penyakit yang disebabkan karena akibat kamma; dan dingin, panas, lapar, haus, buang air besar, dan buang air kecil.’ Demikianlah ia berdiam dengan merenungkan bahaya dalam tubuh ini. Ini disebut persepsi bahaya.

(5) “Dan apakah, Ānanda, persepsi meninggalkan? Di sini, seorang bhikkhu tidak mentolerir pikiran nafsu indria yang telah muncul; ia meninggalkannya, menghalaunya, menghentikannya, dan melenyapkannya. Ia tidak mentolerir pikiran berniat buruk yang telah muncul … pikiran mencelakai yang telah muncul … kondisi-kondisi buruk yang tidak bermanfaat kapan pun pikiran-pikiran itu muncul; ia meninggalkannya, menghalaunya, menghentikannya, dan melenyapkannya. Ini disebut persepsi meninggalkan.

(6) “Dan apakah, Ānanda, persepsi kebosanan? Di sini, setelah pergi ke hutan, ke bawah sebatang pohon, atau ke gubuk kosong, seorang bhikkhu merenungkan sebagai berikut: ‘Ini damai, ini luhur, yaitu, tenangnya segala aktivitas, lepasnya segala perolehan, hancurnya ketagihan, kebosanan, nibbāna.’ Ini disebut persepsi kebosanan.<2076>

(7) “Dan apakah, Ānanda, persepsi lenyapnya? Di sini, setelah pergi ke hutan, ke bawah sebatang pohon, atau ke gubuk kosong, seorang bhikkhu merenungkan sebagai berikut: Ini damai, [111] ini luhur, yaitu, tenangnya segala aktivitas, lepasnya segala perolehan, hancurnya ketagihan, lenyapnya, nibbāna.’ Ini disebut persepsi lenyapnya.

(8 ) “Dan apakah, Ānanda, persepsi ketidak-senangan pada seluruh dunia? Di sini, seorang bhikkhu menahan diri dari<2077> segala keterlibatan dan kemelekatan, sudut-sudut pandang pikiran, ketaatan, dan kecenderungan tersembunyi sehubungan dengan dunia, meninggalkannya tanpa melekat padanya. Ini disebut persepsi ketidak-senangan pada seluruh dunia.

(9) “Dan apakah, Ānanda, persepsi ketidak-kekalan dalam segala fenomena terkondisi? Di sini, seorang bhikkhu merasa muak, malu, dan jijik oleh segala fenomena terkondisi. Ini disebut persepsi ketidak-kekalan dalam segala fenomena terkondisi.<2078>

(10) “Dan apakah, Ānanda, perhatian pada pernafasan? Di sini, seorang bhikkhu, setelah pergi ke hutan, ke bawah sebatang pohon, atau ke gubuk kosong, duduk bersila, menegakkan tubuhnya, dan menegakkan perhatian di depannya, dengan penuh perhatian ia menarik nafas, penuh perhatian ia mengembuskan nafas.

“Menarik nafas panjang, ia mengetahui: ‘Aku menarik nafas panjang’; atau mengembuskan nafas panjang, ia mengetahui: ‘Aku mengembuskan nafas panjang.’ Menarik nafas pendek, ia mengetahui: ‘Aku menarik nafas pendek; atau mengembuskan nafas pendek, ia mengetahui: ‘Aku mengembuskan nafas pendek.’ Ia berlatih sebagai berikut: ‘Dengan mengalami seluruh tubuh, aku akan menarik nafas; ia berlatih sebagai berikut: ‘Dengan mengalami seluruh tubuh, aku akan mengembuskan nafas.’ Ia berlatih sebagai berikut: ‘Dengan menenangkan aktivitas jasmani, aku menarik nafas; ia berlatih sebagai berikut: ‘Dengan menenangkan aktivitas jasmani, aku mengembuskan nafas.’

“Ia berlatih sebagai berikut: ‘Dengan mengalami sukacita, aku akan menarik nafas’; ia berlatih sebagai berikut: ‘Dengan mengalami sukacita, aku akan mengembuskan nafas.’ Ia berlatih sebagai berikut: ‘Dengan mengalami kebahagiaan, aku akan menarik nafas’; ia berlatih sebagai berikut: ‘Dengan mengalami kebahagiaan, aku akan mengembuskan nafas.’ Ia berlatih sebagai berikut: ‘Dengan mengalami aktivitas pikiran, aku akan menarik nafas’; ia berlatih sebagai berikut: ‘Dengan mengalami aktivitas pikiran, aku akan mengembuskan nafas.’ Ia berlatih sebagai berikut: ‘Dengan menenangkan aktivitas pikiran, aku akan menarik nafas’; ia berlatih sebagai berikut: ‘Dengan menenangkan aktivitas pikiran, aku akan mengembuskan nafas.’<2079>

“Ia berlatih sebagai berikut: ‘Dengan mengalami pikiran, aku akan menarik nafas’; ia berlatih sebagai berikut: ‘Dengan mengalami pikiran, aku akan mengembuskan nafas.’ [112] Ia berlatih sebagai berikut: ‘Dengan menggembirakan pikiran, aku akan menarik nafas’; ia berlatih sebagai berikut: ‘Dengan menggembirakan pikiran, aku akan mengembuskan nafas.’ Ia berlatih sebagai berikut: ‘Dengan mengkonsentrasikan pikiran, aku akan menarik nafas’; ia berlatih sebagai berikut: ‘Dengan mengkonsentrasikan pikiran, aku akan mengembuskan nafas.’ Ia berlatih sebagai berikut: ‘Dengan membebaskan pikiran, aku akan menarik nafas’; ia berlatih sebagai berikut: ‘Dengan membebaskan pikiran, aku akan mengembuskan nafas.’<2080>

“Ia berlatih sebagai berikut: ‘Dengan merenungkan ketidak-kekalan, aku akan menarik nafas’; ia berlatih sebagai berikut: ‘Dengan merenungkan ketidak-kekalan, aku akan mengembuskan nafas.’ Ia berlatih sebagai berikut: ‘Dengan merenungkan peluruhan, aku akan menarik nafas’; ia berlatih sebagai berikut: ‘Dengan merenungkan peluruhan, aku akan mengembuskan nafas.’ Ia berlatih sebagai berikut: ‘Dengan merenungkan lenyapnya, aku akan menarik nafas’; ia berlatih sebagai berikut: ‘Dengan merenungkan lenyapnya, aku akan mengembuskan nafas.’ Ia berlatih sebagai berikut: ‘Dengan merenungkan pelepasan, aku akan menarik nafas’; ia berlatih sebagai berikut: ‘Dengan merenungkan pelepasan, aku akan mengembuskan nafas.’

“Ini disebut perhatian pada pernafasan.

“Jika, Ānanda, engkau menjenguk Bhikkhu Girimānanda dan menyampaikan kesepuluh persepsi ini kepadanya, maka adalah mungkin bahwa setelah mendengarnya ia akan segera sembuh dari penyakitnya.”

Kemudian, ketika Yang Mulia Ānanda telah mempelajari kesepuluh persepsi ini dari Sang Bhagavā, ia mendatangi Yang Mulia Girimānanda dan menyampaikan kesepuluh persepsi ini. Ketika Yang Mulia Girimānanda mendengar tentang kesepuluh persepsi ini, penyakitnya seketika mereda. Yang Mulia Girimānanda sembuh dari penyakitnya, dan itu adalah bagaimana ia sembuh dari penyakitnya. [113]

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku SEPULUH
« Reply #17 on: 07 October 2013, 07:41:17 PM »
II. PASANGAN

61 (1) Ketidak-tahuan

“Pāra bhikkhu, dikatakan: ‘Titik awal ketidak-tahuan, para bhikkhu, tidak terlihat sedemikian bahwa sebelum ini tidak ada ketidak-tahuan dan setelahnya menjadi ada.’<2081> Namun, ketidak-tahuan masih terlihat memiliki kondisi khusus.

“Aku katakan, para bhikkhu, bahwa ketidak-tahuan memiliki makanan;<2082> bukan tanpa makanan. Dan apakah makanan bagi ketidak-tahuan? Ini harus dijawab: lima rintangan. Kelima rintangan ini juga, Aku katakan, memiliki makanan; bukan tanpa makanan. Dan apakah makanan bagi kelima rintangan ini? Ini harus dijawab: tiga jenis perilaku salah. Ketiga jenis perilaku salah ini juga, Aku katakan, memiliki makanan; bukan tanpa makanan. Dan apakah makanan bagi ketiga jenis perilaku salah? Ini harus dijawab: ketiadaan pengendalian atas organ-organ indria. Ketiadaan pengendalian atas organ-organ indria ini juga, Aku katakan, memiliki makanan; bukan tanpa makanan. Dan apakah makanan bagi ketiadaan pengendalian atas organ-organ indria? Ini harus dijawab: kurangnya perhatian dan pemahaman jernih. Kurangnya perhatian dan pemahaman jernih ini juga, Aku katakan, memiliki makanan; bukan tanpa makanan. Dan apakah makanan bagi kurangnya perhatian dan pemahaman jernih? Ini harus dijawab: perhatian tidak seksama. Perhatian tidak seksama ini juga, Aku katakan, memiliki makanan; bukan tanpa makanan. Dan apakah makanan bagi perhatian tidak seksama? Ini harus dijawab: kurangnya keyakinan. Kurangnya keyakinan juga, Aku katakan, memiliki makanan; bukan tanpa makanan. Dan apakah makanan bagi kurangnya keyakinan? Ini harus dijawab: tidak mendengarkan Dhamma sejati. Tidak mendengarkan Dhamma sejati juga, Aku katakan, memiliki makanan, bukan tanpa makanan. Dan apakah makanan bagi tidak mendengarkan Dhamma sejati? Ini harus dijawab: tidak bergaul dengan orang-orang baik.<2083>

“Demikianlah tidak bergaul dengan orang-orang baik, menjadi penuh, mengisi tidak mendengarkan Dhamma sejati. Tidak mendengarkan Dhamma sejati, menjadi penuh, mengisi kurangnya keyakinan. Kurangnya keyakinan, menjadi penuh, mengisi perhatian tidak seksama. Perhatian tidak seksama, menjadi penuh, mengisi kurangnya perhatian dan pemahaman jernih. Kurangnya perhatian dan pemahaman jernih, menjadi penuh, [114] mengisi ketiadaan pengendalian atas organ-organ indria. Ketiadaan pengendalian atas organ-organ indria, menjadi penuh, mengisi tiga jenis perilaku salah. Ketiga jenis perilaku salah, menjadi penuh, mengisi lima rintangan. Kelima rintangan, menjadi penuh, mengisi ketidak-tahuan. Demikianlah ada makanan bagi ketidak-tahuan, dan dengan cara inilah ketidak-tahuan menjadi penuh.

“Seperti halnya, ketika hujan deras turun dalam tetesan-tetesan besar di puncak gunung, dan air mengalir menuruni lereng dan mengisi celah, selokan, dan anak sungai; celah, selokan, dan anak sungai ini menjadi penuh, mengisi danau-danau; danau-danau, menjadi penuh, mengisi sungai-sungai kecil; sungai-sungai kecil, menjadi penuh, mengisi sungai-sungai besar; dan sungai-sungai besar, menjadi penuh, mengisi samudra raya; demikianlah ada makanan bagi samudra raya, dan dengan cara inilah samudra raya menjadi penuh. Demikian pula, tidak bergaul dengan orang-orang baik, menjadi penuh, mengisi tidak mendengarkan Dhamma sejati …  Kelima rintangan, menjadi penuh, mengisi ketidak-tahuan. Demikianlah ada makanan bagi ketidak-tahuan, dan dengan cara inilah ketidak-tahuan menjadi penuh.

“Aku katakan, para bhikkhu, bahwa (1) pengetahuan sejati dan pembebasan memiliki makanan; bukan tanpa makanan. Dan apakah makanan bagi pengetahuan sejati dan pembebasan? Ini harus dijawab: (2) tujuh faktor pencerahan. Ketujuh faktor pencerahan juga, Aku katakan, memiliki makanan; bukan tanpa makanan. Dan apakah makanan bagi ketujuh faktor pencerahan? Ini harus dijawab: (3) Empat penegakan perhatian. Keempat penegakan perhatian juga, Aku katakan, memiliki makanan; bukan tanpa makanan. Dan apakah makanan bagi keempat penegakan perhatian? Ini harus dijawab: (4) Tiga jenis perilaku baik. [115] Ketiga jenis perilaku baik ini juga, Aku katakan, memiliki makanan; bukan tanpa makanan. Dan apakah makanan bagi ketiga jenis perilaku baik ini? Ini harus dijawab: (5) pengendalian organ-organ indria. Pengendalian organ-organ indria juga, Aku katakan, memiliki makanan; bukan tanpa makanan. Dan apakah makanan bagi pengendalian organ-organ indria? Ini harus dijawab: (6) perhatian dan pemahaman jernih. Perhatian dan pemahaman jernih juga, Aku katakan, memiliki makanan; bukan tanpa makanan. Dan apakah makanan bagi perhatian dan pemahaman jernih? Ini harus dijawab: (7) perhatian seksama. Perhatian seksama juga, Aku katakan, memiliki makanan; bukan tanpa makanan. Dan apakah makanan bagi perhatian seksama? Ini harus dijawab: (8 ) keyakinan. Keyakinan juga, Aku katakan, memiliki makanan; bukan tanpa makanan. Dan apakah makanan bagi keyakinan? Ini harus dijawab: (9) mendengarkan Dhamma sejati. Mendengarkan Dhamma sejati juga, Aku katakan, memiliki makanan; bukan tanpa makanan. Dan apakah makanan bagi mendengarkan Dhamma sejati? Ini harus dijawab: (10) bergaul dengan orang-orang baik.

“Demikianlah bergaul dengan orang-orang baik, menjadi penuh, mengisi mendengarkan Dhamma sejati. Mendengarkan Dhamma sejati, menjadi penuh, mengisi keyakinan. Keyakinan, menjadi penuh, mengisi perhatian seksama. Perhatian seksama, menjadi penuh, mengisi perhatian dan pemahaman jernih. Perhatian dan pemahaman jernih, menjadi penuh, mengisi pengendalian organ-organ indria. Pengendalian organ-organ indria, menjadi penuh, mengisi tiga jenis perilaku baik. Ketiga jenis perilaku baik, menjadi penuh, mengisi empat penegakan perhatian. Keempat penegakan perhatian, menjadi penuh, mengisi tujuh faktor pencerahan. Ketujuh faktor pencerahan, menjadi penuh, mengisi pengetahuan sejati dan pembebasan. Demikianlah ada makanan bagi pengetahuan sejati dan pembebasan, dan dengan cara inilah pengetahuan sejati dan pembebasan menjadi penuh.

“Seperti halnya, ketika hujan deras turun dalam tetesan-tetesan besar di puncak gunung, dan air mengalir menuruni lereng dan mengisi celah, selokan, dan anak sungai; celah, selokan, dan anak sungai ini menjadi penuh, mengisi danau-danau; danau-danau, menjadi penuh, mengisi sungai-sungai kecil; sungai-sungai kecil, menjadi penuh, mengisi sungai-sungai besar; dan sungai-sungai besar, menjadi penuh, [116] mengisi samudra raya; demikianlah ada makanan bagi samudra raya, dan dengan cara inilah samudra raya menjadi penuh. Demikian pula, bergaul dengan orang-orang baik, menjadi penuh, mengisi mendengarkan Dhamma sejati …  Ketujuh faktor pencerahan, menjadi penuh, mengisi pengetahuan sejati dan pembebasan. Demikianlah ada makanan bagi pengetahuan sejati dan pembebasan, dan dengan cara inilah pengetahuan sejati dan pembebasan menjadi penuh.

62 (2) Ketagihan

“Pāra bhikkhu, dikatakan: ‘Titik awal ketagihan pada penjelmaan, para bhikkhu, tidak terlihat sedemikian bahwa sebelum ini tidak ada ketagihan pada penjelmaan dan setelahnya menjadi ada.’ Namun, ketagihan pada penjelmaan masih terlihat memiliki kondisi khusus.

“Aku katakan, para bhikkhu, bahwa ketagihan pada penjelmaan memiliki makanan; bukan tanpa makanan. Dan apakah makanan bagi ketagihan pada penjelmaan? Ini harus dijawab: ketidak-tahuan. ketidak-tahuan ini juga, Aku katakan, memiliki makanan; bukan tanpa makanan. Dan apakah makanan bagi ketidak-tahuan ini? Ini harus dijawab: lima rintangan ... [seperti pada 10:61] [117] … Dan apakah makanan bagi tidak mendengarkan Dhamma sejati? Ini harus dijawab: tidak bergaul dengan orang-orang baik.

“Demikianlah tidak bergaul dengan orang-orang baik, menjadi penuh, mengisi tidak mendengarkan Dhamma sejati ... Kelima rintangan, menjadi penuh, mengisi ketidak-tahuan. Ketidak-tahuan, menjadi penuh, mengisi ketagihan pada penjelmaan . Demikianlah ada makanan bagi ketagihan pada penjelmaan tahuan, dan dengan cara inilah ketagihan pada penjelmaan menjadi penuh.

“Seperti halnya, ketika hujan deras turun dalam tetesan-tetesan besar di puncak gunung, dan air mengalir menuruni lereng … [118] … dan sungai-sungai besar, menjadi penuh, mengisi samudra raya; demikianlah ada makanan bagi samudra raya, dan dengan cara inilah samudra raya menjadi penuh. Demikian pula, tidak bergaul dengan orang-orang baik, menjadi penuh, mengisi tidak mendengarkan Dhamma sejati … dan ketidak-tahuan, menjadi penuh, mengisi ketagihan pada penjelmaan. Demikianlah ada makanan bagi ketagihan pada penjelmaan, dan dengan cara inilah ketagihan pada penjelmaan menjadi penuh.

“Aku katakan, para bhikkhu, bahwa (1) pengetahuan sejati dan kebebasan memiliki makanan; bukan tanpa makanan. Dan apakah makanan bagi pengetahuan sejati dan kebebasan? Ini harus dijawab: (2) tujuh faktor pencerahan … Mendengarkan Dhamma sejati juga, Aku katakan, memiliki makanan; bukan tanpa makanan. Dan apakah makanan bagi mendengarkan Dhamma sejati? Ini harus dijawab: (10) bergaul dengan orang-orang baik.

“Demikianlah bergaul dengan orang-orang baik, menjadi penuh, mengisi mendengarkan Dhamma sejati … [119]  Ketujuh faktor pencerahan, menjadi penuh, mengisi pengetahuan sejati dan kebebasan. Demikianlah ada makanan bagi pengetahuan sejati dan kebebasan, dan dengan cara inilah pengetahuan sejati dan kebebasan menjadi penuh.

“Seperti halnya, ketika hujan deras turun dalam tetesan-tetesan besar di puncak gunung, dan air mengalir menuruni lereng …dan dan sungai-sungai besar, menjadi penuh, mengisi samudra raya; demikianlah ada makanan bagi samudra raya, dan dengan cara inilah samudra raya menjadi penuh. Demikian pula, bergaul dengan orang-orang baik, menjadi penuh, mengisi mendengarkan Dhamma sejati …  Ketujuh faktor pencerahan, menjadi penuh, mengisi pengetahuan sejati dan kebebasan. Demikianlah ada makanan bagi pengetahuan sejati dan kebebasan, dan dengan cara inilah pengetahuan sejati dan kebebasan menjadi penuh.”

63 (3) Kepastian

“Para bhikkhu, mereka semua yang telah mencapai kepastian tentang Aku adalah sempurna dalam pandangan. Di antara mereka yang sempurna dalam pandangan, lima mencapai tujuan di sini di dunia ini;<2084> lima mencapai tujuan setelah meninggalkan dunia ini.

“Siapakah lima yang mencapai tujuan di sini di dunia ini? [120] Yang mencapai paling-banyak-tujuh-kali, yang mencapai dari keluarga-ke-keluarga, yang mencapai satu-benih,<2085> yang-kembali-sekali, dan seorang yang, dalam kehidupan ini, adalah seorang Arahant. Ini adalah lima yang mencapai tujuan di sini di dunia ini.

“Siapakah lima yang mencapai tujuan setelah meninggalkan dunia ini? Yang mencapai nibbāna pada masa antara, yang mencapai nibbāna pada saat mendarat, yang mencapai nibbāna tanpa berusaha, yang mencapai nibbāna dengan berusaha, dan seorang yang mengarah ke atas, menuju alam Akaniṭṭha.<2086> Ini adalah lima yang mencapai tujuan setelah meninggalkan dunia ini.

“Mereka semua, para bhikkhu, yang telah mencapai kepastian tentang Aku adalah sempurna dalam pandangan. Di antara mereka yang sempurna dalam pandangan, lima pertama mencapai tujuan di sini di dunia ini; lima lainnya mencapai tujuan setelah meninggalkan dunia ini.”

64 (4) Tak Tergoyahkan

“Para bhikkhu, mereka semua yang memiliki keyakinan tak tergoyahkan padaKu adalah para pemasuk-arus.<2087> . Di antara para pemasuk-arus itu, lima mencapai tujuan di sini di dunia ini; lima mencapai tujuan setelah meninggalkan dunia ini.

“Siapakah lima yang mencapai tujuan di sini di dunia ini? Yang mencapai paling-banyak-tujuh-kali, yang mencapai dari keluarga-ke-keluarga, yang mencapai satu-benih, yang-kembali-sekali, dan seorang yang, dalam kehidupan ini, adalah seorang Arahant. Ini adalah lima yang mencapai tujuan di sini di dunia ini.

“Siapakah lima yang mencapai tujuan setelah meninggalkan dunia ini? Yang mencapai nibbāna pada masa antara, yang mencapai nibbāna pada saat mendarat, yang mencapai nibbāna tanpa berusaha, yang mencapai nibbāna dengan berusaha, dan seorang yang mengarah ke atas, menuju alam Akaniṭṭha. Ini adalah lima yang mencapai tujuan setelah meninggalkan dunia ini.

“Mereka semua, para bhikkhu, yang memiliki keyakinan tak tergoyahkan padaKu adalah para pemasuk-arus. Di antara para pemasuk-arus itu, lima pertama mencapai tujuan di sini di dunia ini; lima lainnya mencapai tujuan setelah meninggalkan dunia ini.”

65 (5) Kebahagiaan (1)

Pada suatu ketika Yang Mulia Sāriputta sedang menetap di antara penduduk Magadha di Nālakagāmaka. Kemudian Pengembara Sāmaṇḍakāni [121] mendatangi Yang Mulia Sāriputta dan saling bertukar sapa dengannya. Ketika mereka telah mengakhiri ramah-tamah itu, ia duduk di satu sisi dan berkata kepada Yang Mulia Sāriputta:

“Teman Sāriputta, apakah kebahagiaan? Apakah penderitaan?”

“Kelahiran kembali, teman, adalah penderitaan. Tidak terlahir kembali adalah kebahagiaan. Ketika ada kelahiran kembali, maka penderitaan ini menanti: dingin, panas, lapar, haus, buang air besar, buang air kecil; didera oleh api, tongkat pemukul, atau pisau; dan sanak saudara dan teman-teman berkumpul dan memarahi seseorang. Ketika ada kelahiran kembali, maka penderitaan ini menanti.

“Ketika tidak ada kelahiran kembali, maka kebahagiaan ini menanti: tidak ada dingin, tidak ada panas, tidak ada lapar, tidak ada haus, tidak ada buang air besar, dan tidak ada buang air kecil; tidak didera oleh api, tongkat pemukul, atau pisau; dan sanak saudara dan teman-teman tidak berkumpul dan tidak memarahi seseorang. Ketika tidak ada kelahiran kembali, maka kebahagiaan ini menanti.”

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku SEPULUH
« Reply #18 on: 07 October 2013, 07:41:48 PM »
66 (6) Kebahagiaan (2)

Pada suatu ketika Yang Mulia Sāriputta sedang menetap di tengah-tengah penduduk Magadha di Nālakagāmaka. Kemudian Pengembara Sāmaṇḍakāni mendatangi Yang Mulia Sāriputta dan saling bertukar sapa dengannya. Ketika mereka telah mengakhiri ramah-tamah itu, ia duduk di satu sisi [122] dan berkata kepada Yang Mulia Sāriputta:

“Teman Sāriputta, apakah kebahagiaan dalam Dhamma dan disiplin ini? Apakah penderitaan?”

“Ketidak-puasan, teman, adalah penderitaan dalam Dhamma dan disiplin ini. Kenikmatan adalah kebahagiaan. Ketika ada ketidak-puasan, maka penderitaan ini menanti. (1) Ketika berjalan, seseorang tidak menemukan kebahagiaan atau kenyamanan. (2) Ketika berdiri diam … (3) Ketika duduk … (4) Ketika berbaring … (5) Ketika berada di sebuah desa … (6) Ketika berada di dalam hutan … (7) Ketika berada di bawah sebatang pohon … (8 ) Ketika berada di dalam sebuah gubuk kosong … (9) Ketika berada di ruang terbuka … (10) Ketika berada di tengah-tengah para bhikkhu, ia tidak menemukan kebahagiaan atau kenyamanan. Ketika ada ketidak-puasan, maka penderitaan ini menanti.

“Ketika ada kenikmatan, maka kebahagiaan ini menanti. 1) Ketika berjalan, seseorang menemukan kebahagiaan dan kenyamanan. (2) Ketika berdiri diam … (3) Ketika duduk … (4) Ketika berbaring … (5) Ketika berada di sebuah desa … (6) Ketika berada di dalam hutan … (7) Ketika berada di bawah sebatang pohon … (8 ) Ketika berada di dalam sebuah gubuk kosong … (9) Ketika berada di ruang terbuka … (10) Ketika berada di tengah-tengah para bhikkhu, ia menemukan kebahagiaan atau kenyamanan. Ketika ada kenikmatan, maka kebahagiaan ini menanti.”

67 (7) Naḷakapāna (1)

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang mengembara dalam suatu perjalanan di tengah-tengah penduduk Kosala bersama dengan sejumlah besar Saṅgha para bhikkhu ketika ia tiba di pemukiman Kosala bernama Naḷakapāna. Di sana di Naḷakapāna Sang Bhagavā menetap di hutan pohon Judas. Pada saat itu, pada hari uposatha, Sang Bhagavā sedang duduk di kelilingi oleh Saṅgha para bhikkhu. Setelah mengajarkan, mendorong, menginspirasi, dan menggembirakan Saṅgha para bhikkhu dengan khotbah Dhamma pada sebagian besar malam itu, dan setelah mengamati Saṅgha para bhikkhu yang sama sekali hening, Sang Bhagavā berkata kepada Yang Mulia Sāriputta: “Saṅgha para bhikkhu bebas dari ketumpulan dan kantuk, Sāriputta. Babarkanlah [123] khotbah Dhamma kepada para bhikkhu. punggungKu sakit, Aku akan meregangkannya.”

“Baik, Bhante,” Yang Mulia Sāriputta menjawab.

Kemudian Sang Bhagavā melipat empat jubah luarNya dan berbaring pada sisi kanan dalam postur singa, dengan satu kakinya menindih kaki lainnya, dengan penuh perhatian dan memahami dengan jernih, setelah mencatat dalam pikirannya gagasan untuk terjaga. Kemudian Yang Mulia Sāriputta berkata kepada para bhikkhu: “Teman-teman, para bhikkhu!”

“Teman!” para bhikkhu itu menjawab. Yang Mulia Sāriputta berkata sebagai berikut:

“Teman-teman, pada seseorang yang tidak memiliki keyakinan dalam [melatih] kualitas-kualitas bermanfaat, yang tidak memiliki rasa malu bermoral … yang tidak memiliki rasa takut bermoral … yang tidak memiliki kegigihan … yang tidak memiliki kebijaksanaan dalam melatih] kualitas-kualitas bermanfaat, apakah siang atau malam menjelang, hanya kemerosotan dan bukan kemajuan dalam kualitas-kualitas bermanfaat yang menantinya. Seperti halnya, selama dwi-mingguan gelap, apakah siang atau malam menjelang, rembulan hanya merosot dalam hal keindahan, kebulatan, dan kecerahan, dalam hal diameter dan kelilingnya, demikian pula, pada seseorang yang tidak memiliki keyakinan … kebijaksanaan dalam [melatih] kualitas-kualitas bermanfaat, apakah siang atau malam menjelang, hanya kemerosotan dan bukan kemajuan dalam kualitas-kualitas bermanfaat yang menantinya.

(1) “‘Seorang yang tanpa keyakinan,’ teman-teman: ini adalah sebuah kasus kemunduran. (2) ‘Seorang yang secara moral tidak tahu malu’ … (3) ‘Seorang yang sembrono secara moral’ … (4) ‘Seorang yang malas’ … (5) ‘Seorang yang tidak bijaksana’ … (6) ‘Seorang yang marah’ … (7) ‘Seorang yang bersikap bermusuhan’ … (8 ) ‘Seorang yang berkeinginan jahat’ … (9) ‘Seorang yang memiliki teman-teman yang jahat’ … (10) ‘Seorang yang menganut pandangan salah’: ini adalah sebuah kasus kemunduran.

“Teman-teman, pada seseorang yang memiliki keyakinan dalam [melatih] kualitas-kualitas bermanfaat, pada seorang yang memiliki rasa malu bermoral … pada seorang yang memiliki rasa takut bermoral … pada seorang yang memiliki kegigihan … [124] pada seorang yang memiliki kebijaksanaan dalam [melatih] kualitas-kualitas bermanfaat, apakah siang atau malam menjelang, hanya kemajuan dan bukan kemerosotan dalam kualitas-kualitas bermanfaat yang menantinya. Seperti halnya, selama dwi-mingguan terang, apakah siang atau malam menjelang, rembulan hanya meningkat dalam hal keindahan, kebulatan, dan kecerahan, dalam hal diameter dan kelilingnya, demikian pula, pada seseorang yang memiliki keyakinan … kebijaksanaan dalam [melatih] kualitas-kualitas bermanfaat, apakah siang atau malam menjelang, hanya kemajuan dan bukan kemerosotan dalam kualitas-kualitas bermanfaat yang menantinya.

(1) “‘Seorang dengan keyakinan,’ teman-teman: ini adalah sebuah kasus ketidak-munduran. (2) ‘Seorang yang memiliki rasa malu bermoral’ … (3) ‘Seorang yang memiliki rasa takut bermoral’ … (4) ‘Seorang yang bersemangat … (5) ‘Seorang yang bijaksana’ … (6) ‘Seorang yang tanpa kemarahan’ … (7) ‘Seorang yang tanpa-permusuhan’ … (8 ) ‘Seorang yang tanpa keinginan jahat’ … (9) ‘Seorang yang memiliki teman-teman yang baik … (10) ‘Seorang yang menganut pandangan benar: ini adalah sebuah kasus ketidak-munduran.”

Kemudian Sang Bhagavā bangkit dan berkata kepada Yang Mulia Sāriputta: “Bagus, bagus, Sāriputta! Sāriputta, pada seorang yang tidak memiliki keyakinan dalam [melatih] kualitas-kualitas bermanfaat … [di sini Sang Buddha mengulangi keseluruhan khotbah dari Sāriputta:] [125] … (10) ‘Seorang yang menganut pandangan benar: ini adalah sebuah kasus ketidak-munduran.”

68 (8 ) Naḷakapāna (2)

[Pembukaan sama seperti 10:67, hingga:] [126]

Kemudian Yang Mulia Sāriputta berkata kepada para bhikkhu: “Teman-teman, para bhikkhu!”

“Teman!” para bhikkhu itu menjawab. Yang Mulia Sāriputta berkata sebagai berikut:

“Teman-teman, pada seseorang (1) yang tidak memiliki keyakinan dalam [melatih] kualitas-kualitas bermanfaat, (2) yang tidak memiliki rasa malu bermoral … (3) yang tidak memiliki rasa takut bermoral … (4) yang tidak memiliki kegigihan … (5) yang tidak memiliki kebijaksanaan … (6) yang tidak menyimak … (7) yang tidak mengingat Dhamma … (8 ) yang tidak memeriksa makna … (9) yang tidak berlatih sesuai Dhamma … (10) yang tidak tekun dalam [melatih] kualitas-kualitas bermanfaat, apakah siang atau malam menjelang, hanya kemerosotan dan bukan kemajuan dalam kualitas-kualitas bermanfaat yang menantinya. Seperti halnya, selama dwi-mingguan gelap, apakah siang atau malam menjelang, rembulan hanya merosot dalam hal keindahan, kebulatan, dan kecerahan, dalam hal diameter dan kelilingnya, demikian pula, pada seseorang yang tidak memiliki keyakinan … pada seorang yang tidak tekun dalam [melatih] kualitas-kualitas bermanfaat, apakah siang atau malam menjelang, hanya kemerosotan dan bukan kemajuan dalam kualitas-kualitas bermanfaat yang menantinya.

“Teman-teman, pada seseorang (1) yang memiliki keyakinan dalam [melatih] kualitas-kualitas bermanfaat, (2) yang memiliki rasa malu bermoral … (3) yang memiliki rasa takut bermoral … (4) yang memiliki kegigihan … (5) yang memiliki kebijaksanaan … (6) yang menyimak … (7) yang mengingat Dhamma … (8 ) yang memeriksa makna … (9) yang berlatih sesuai Dhamma … (10) yang tekun dalam [melatih] kualitas-kualitas bermanfaat, apakah siang atau malam menjelang, hanya kemajuan dan bukan kemerosotan dalam kualitas-kualitas bermanfaat yang menantinya. Seperti halnya, [127] selama dwi-mingguan terang, apakah siang atau malam menjelang, rembulan hanya meningkat dalam hal keindahan, kebulatan, dan kecerahan, dalam hal diameter dan kelilingnya, demikian pula, pada seseorang yang memiliki keyakinan … ketekunan dalam [melatih] kualitas-kualitas bermanfaat, apakah siang atau malam menjelang, hanya kemajuan dan bukan kemerosotan dalam kualitas-kualitas bermanfaat yang menantinya.

Kemudian Sang Bhagavā bangkit dan berkata kepada Yang Mulia Sāriputta: “Bagus, bagus, Sāriputta! Sāriputta, pada seorang yang tidak memiliki keyakinan dalam [melatih] kualitas-kualitas bermanfaat … [di sini Sang Buddha mengulangi keseluruhan khotbah dari Sāriputta:] [128] … apakah siang atau malam menjelang, hanya kemajuan dan bukan kemerosotan dalam kualitas-kualitas bermanfaat yang menantinya.”

69 (9) Topik Diskusi (1)

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Pada saat itu, setelah mereka makan, ketika kembali dari perjalan menerima dana makanan, sejumlah bhikkhu berkumpul di aula pertemuan dan sedang duduk bersama ketika mereka terlibat dalam berbagai jenis pembicaraan tanpa arah, seperti: pembicaraan tentang raja-raja, pencuri-pencuri, dan para menteri kerajaan; pembicaraan tentang bala tentara, bahaya-bahaya, dan peperangan; pembicaraan tentang makanan, minuman, pakaian, dan tempat tidur; pembicaraan tentang kalung bunga dan wewangian; pembicaraan tentang sanak-saudara, kendaraan, desa-desa, pemukiman-pemukiman, kota, dan Negara; pembicaraan tentang para perempuan dan pembicaraan tentang para pehlawan; pembicaraan jalanan dan pembicaraan di tepi sumur; pembicaraan tentang orang yang telah meninggal dunia; berbagai jenis pembicaraan; spekulasi tentang dunia dan samudra; pembicaraan tentang menjadi ini atau itu.

Kemudian, pada malam harinya, Sang Bhagavā keluar dari keterasingan dan mendatangi aula pertemuan, di mana Beliau duduk di tempat yang telah dipersiapkan. Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu:

“Para bhikkhu, diskusi apakah yang sedang kalian lakukan barusan ketika kalian sedang duduk bersama di sini? Perbincangan apakah yang sedang berlangsung?”

“Di sini, Bhante, setelah makan, ketika kembali dari perjalan menerima dana makanan, kami berkumpul di aula pertemuan dan sedang duduk bersama ketika kami terlibat dalam berbagai jenis pembicaraan tanpa arah, seperti: pembicaraan tentang raja-raja, pencuri-pencuri, dan para menteri kerajaan … pembicaraan tentang menjadi ini atau itu.”

“Para bhikkhu, tidaklah selayaknya bagi kalian, [129] para anggota keluarga yang telah meninggalkan keduniawian karena keyakinan dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah untuk terlibat dalam berbagai jenis pembicaraan tanpa arah, seperti: pembicaraan tentang raja-raja, pencuri-pencuri, dan para menteri kerajaan … pembicaraan tentang menjadi ini atau itu.

“Ada, para bhikkhu, sepuluh topik diskusi ini. Apakah sepuluh ini? Pembicaraan tentang keinginan yang sedikit, tentang kepuasan, tentang kesendirian, tentang tidak terikat erat dengan orang lain, tentang pembangkitan kegigihan, tentang perilaku bermoral, tentang konsentrasi, tentang kebijaksanaan, tentang kebebasan, tentang pengetahuan dan penglihatan pada kebebasan. Ini adalah kesepuluh topik diskusi itu.

“Jika, para bhikkhu, kalian terlibat dalam diskusi tentang salah satu dari sepuluh topik ini, maka kemegahan kalian bahkan akan melebihi kemegahan matahari dan rembulan, sekuat dan seperkasa matahari dan rembulan, apalagi jika dibandingkan dengan para pengembara sekte lain!”

70 (10) Topik Diskusi (2)

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Pada saat itu, setelah mereka makan, ketika kembali dari perjalan menerima dana makanan, sejumlah bhikkhu berkumpul di aula pertemuan dan sedang duduk bersama ketika mereka terlibat dalam berbagai jenis pembicaraan tanpa arah, seperti: pembicaraan tentang raja-raja, pencuri-pencuri, dan para menteri kerajaan … pembicaraan tentang menjadi ini atau itu.<2088>

“Para bhikkhu, ada sepuluh dasar bagi pujian ini. Apakah sepuluh ini? [130]

(1) “Di sini, seorang bhikkhu memiliki sedikit keinginan dan ia berbicara kepada para bhikkhu tentang keinginan yang sedikit. Ini adalah satu dasar bagi pujian: ‘Bhikkhu itu sendiri memiliki sedikit keinginan dan ia berbicara kepada para bhikkhu tentang keinginan yang sedikit.’

(2) “Ia sendiri puas dan berbicara kepada para bhikkhu tentang kepuasan. Ini adalah satu dasar bagi pujian: ‘Bhikkhu itu sediri puas …’

(3) “Ia condong pada kesendirian dan berbicara kepada para bhikkhu tentang kesendirian. Ini adalah satu dasar bagi pujian: ‘Bhikkhu itu sediri condong pada kesendirian …’

(4) “Ia sendiri tidak terikat dengan orang lain dan berbicara kepada para bhikkhu tentang ketidak-terikatan dengan orang lain. Ini adalah satu dasar bagi pujian: ‘Bhikkhu itu sediri tidak terikat dengan orang lain …’

(5) “Ia sendiri bersemangat dan berbicara kepada para bhikkhu tentang pembangkitan kegigihan. Ini adalah satu dasar bagi pujian: ‘Bhikkhu itu sediri bersemangat …’

(6) “Ia sendiri sempurna dalam perilaku bermoral dan berbicara kepada para bhikkhu tentang penyempurnaan dalam perilaku bermoral. Ini adalah satu dasar bagi pujian: ‘Bhikkhu itu sediri sempurna dalam perilaku bermoral …’

(7) “Ia sendiri sempurna dalam konsentrasi dan berbicara kepada para bhikkhu tentang penyempurnaan dalam konsentrasi. Ini adalah satu dasar bagi pujian: ‘Bhikkhu itu sediri sempurna dalam konsentrasi …’

(8 ) “Ia sendiri sempurna dalam kebijaksanaan dan berbicara kepada para bhikkhu tentang penyempurnaan dalam kebijaksanaan. Ini adalah satu dasar bagi pujian: ‘Bhikkhu itu sediri sempurna dalam kebijaksanaan …’

(9) “Ia sendiri sempurna dalam kebebasan dan berbicara kepada para bhikkhu tentang penyempurnaan dalam kebebasan. Ini adalah satu dasar bagi pujian: ‘Bhikkhu itu sediri sempurna dalam kebebasan …’

(10) “Ia sendiri sempurna dalam pengetahuan dan penglihatan pada kebebasan dan berbicara kepada para bhikkhu tentang penyempurnaan dalam pengetahuan dan penglihatan pada kebebasan. Ini adalah satu dasar bagi pujian: ‘Bhikkhu itu sediri sempurna dalam pengetahuan dan penglihatan pada kebebasan dan berbicara kepada para bhikkhu tentang penyempurnaan dalam pengetahuan dan penglihatan pada kebebasan.’

“Ini, para bhikkhu, adalah kesepuluh dasar bagi pujian itu.” [131]

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku SEPULUH
« Reply #19 on: 07 October 2013, 07:42:53 PM »
III. HARAPAN

71 (1) Harapan <2089>

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Di sana Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Para bhikkhu!”

“Yang Mulia,” para bhikkhu itu menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

“Para bhikkhu, jadilah pelaksana perilaku bermoral dan pelaksana Pātimokkha. Berdiamlah dengan terkendali oleh Pātimokkha, memiliki perilaku dan tempat kunjungan yang baik, melihat bahaya dalam pelanggaran-pelanggaran kecil. Setelah menerimanya, berlatihlah di dalam aturan-aturan latihan.

(1) “Jika seorang bhikkhu mengharapkan: ‘Semoga aku menyenangkan dan disukai oleh teman-temanku para bhikkhu, dihormati dan dihargai oleh mereka,’ biarlah ia memenuhi perilaku bermoral, menekuni ketenangan pikiran internal, tidak mengabaikan jhāna-jhāna, memiliki pandangan terang, dan mendatangi gubuk-gubuk kosong.

(2) “Jika seorang bhikkhu mengharapkan: ‘Semoga aku memperoleh jubah, makanan, tempat tinggal, dan obat-obatan dan perlengkapan bagi yang sakit,’ biarlah ia memenuhi perilaku bermoral … dan mendatangi gubuk-gubuk kosong.

(3) “Jika seorang bhikkhu mengharapkan: ‘Semoga pelayanan dari mereka memberikan jubah, makanan, tempat tinggal, dan obat-obatan dan perlengkapan bagi yang sakit kepadaku dapat berbuah dan bermanfaat besar bagi mereka,’ biarlah ia memenuhi perilaku bermoral … dan mendatangi gubuk-gubuk kosong.

(4) “Jika seorang bhikkhu mengharapkan: [132] ‘Ketika sanak saudara dan anggota keluargaku, setelah meninggal dunia, mengingatku dengan penuh keyakinan dalam pikiran mereka, semoga hal ini berbuah dan bermanfaat besar bagi mereka,’ biarlah ia memenuhi perilaku bermoral … dan mendatangi gubuk-gubuk kosong.

(5) “Jika seorang bhikkhu mengharapkan: ‘Semoga aku puas dengan segala jenis jubah, makanan, tempat tinggal, dan obat-obatan dan perlengkapan bagi yang sakit,’ biarlah ia memenuhi perilaku bermoral … dan mendatangi gubuk-gubuk kosong.

(6) “Jika seorang bhikkhu mengharapkan: ‘Semoga aku dapat dengan sabar menahankan dingin dan panas; lapar dan haus; kontak dengan lalat, nyamuk, angin, panas matahari, dan ular; dan gaya bicara yang kasar dan menyinggung. Semoga aku mampu menahankan perasaan jasmani yang telah muncul yang menyakitkan, mencelakai, tajam, menusuk, menyiksa, melemahkan vitalitas seseorang,’ biarlah ia memenuhi perilaku bermoral … dan mendatangi gubuk-gubuk kosong.

(7) “Jika seorang bhikkhu mengharapkan: ‘Semoga aku menjadi seorang yang menaklukkan ketidak-puasan dan kesenangan, dan semoga ketidak-puasan dan kesenangan tidak menaklukkan aku. Semoga aku mengatasi ketidak-puasan dan kesenangan kapan pun munculnya,’ biarlah ia memenuhi perilaku bermoral … dan mendatangi gubuk-gubuk kosong.

(8 ) “Jika seorang bhikkhu mengharapkan: ‘Semoga aku menjadi seorang yang menaklukkan ketakutan dan teror, dan semoga ketakutan dan teror tidak menaklukkan aku. Semoga aku mengatasi ketakutan dan teror kapan pun munculnya,’ biarlah ia memenuhi perilaku bermoral … dan mendatangi gubuk-gubuk kosong.

(9) “Jika seorang bhikkhu mengharapkan: ‘Semoga aku memperoleh sesuai kehendak, tanpa kesusahan atau kesulitan, keempat jhāna yang merupakan pikiran yang lebih tinggi dan keberdiaman yang nyaman dalam kehidupan ini,’ biarlah ia memenuhi perilaku bermoral … dan mendatangi gubuk-gubuk kosong.

(10) “Jika seorang bhikkhu mengharapkan: ‘Semoga aku, dengan hancurnya noda-noda, merealisasikan untuk diriku sendiri dengan pengetahuan langsung, dalam kehidupan ini, kebebasan pikiran yang tanpa noda, kebebasan melalui kebijaksanaan, [133] dan setelah memasukinya, aku berdiam di dalamnya,’ ’ biarlah ia memenuhi perilaku bermoral, menekuni ketenangan pikiran internal, tidak mengabaikan jhāna-jhāna, memiliki pandangan terang, dan mendatangi gubuk-gubuk kosong.

“Ketika dikatakan: ‘Para bhikkhu, jadilah pelaksana perilaku bermoral dan pelaksana Pātimokkha. Berdiamlah dengan terkendali oleh Pātimokkha, memiliki perilaku dan tempat kunjungan yang baik, melihat bahaya dalam pelanggaran-pelanggaran kecil. Setelah menerimanya, berlatihlah di dalam aturan-aturan latihan,’ adalah karena ini maka hal itu dikatakan.”

72 (2) Duri

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Vesālī di aula beratap lancip di Hutan Besar bersama dengan sejumlah siswa senior yang terkenal: Yang Mulia Cāla, Yang Mulia Upacāla, Yang Mulia Kakkaṭa, Yang Mulia Kaṭimbha, Yang Mulia Kaṭa, Yang Mulia Kaṭissaṅga, dan para siswa senior yang terkenal lainnya.

Pada saat itu sejumlah Licchavi yang terkenal memasuki Hutan Besar untuk menemui Sang Bhagavā, dan ketika mereka beriringan dalam kereta-kereta terbaik mereka, mereka membuat keributan dan kegaduhan. Para mulia itu berpikir: “Sejumlah Licchavi yang terkenal memasuki Hutan Besar untuk menemui Sang Bhagavā, dan ketika mereka beriringan dalam kereta-kereta terbaik mereka, mereka membuat keributan dan kegaduhan. Sang Bhagavā telah menyebut kebisingan sebagai duri bagi jhāṅa-jhāna. Biarlah kami pergi ke Hutan Sal Gosiṅga. [134] Di sana kami akan dapat berdiam dengan nyaman, tanpa kebisingan dan tanpa keramaian.” Kemudian para mulia itu pergi ke Hutan Sal Gosiṅga, di mana mereka berdiam dengan nyaman, tanpa kebisingan dan keramaian.

Kemudian Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Para bhikkhu, di manakah Cāla? Di manakah Upacāla? Di manakah Kakkaṭa? di manakah Kaṭimbha? Di manakah Kaṭa? Di manakah Kaṭissaṅga? Ke manakah para siswa senior pergi?”

“Bhante, para mulia itu berpikir: ‘Sejumlah Licchavi yang terkenal … membuat keributan dan kegaduhan. Biarlah kami pergi ke Hutan Sal Gosiṅga. Di sana kami akan dapat berdiam dengan nyaman, tanpa kebisingan dan tanpa keramaian.’ Maka para mulia itu pergi ke Hutan Sal Gosiṅga, di mana mereka berdiam dengan nyaman, tanpa kebisingan dan keramaian.”

“Bagus, bagus, para bhikkhu! Para siswa besar itu berkata benar ketika mereka mengatakan bahwa Aku telah menyebut kebisingan sebagai duri bagi jhāna-jhāna. Ada, para bhikkhu, sepuluh duri ini. Apakah sepuluh ini? (1) Bersenang dalam kumpulan adalah duri bagi seorang yang bersenang dalam kesendirian. (2) Mengejar objek yang menarik adalah duri bagi seorang yang menekuni meditasi pada gambaran yang tidak menarik. (3) Pertunjukan yang tidak selayaknya adalah duri bagi seorang yang menjaga pintu-pintu indrianya. (4) Bergaul dengan para perempuan adalah duri bagi kehidupan selibat. [135] (5) Kebisingan adalah duri bagi jhāna pertama. (6) Pemikiran dan pemeriksaan adalah duri bagi jhāna ke dua. (7) Sukacita adalah duri bagi jhāna ke tiga. (8 ) Nafas-masuk dan nafas-keluar adalah duri bagi jhāna ke empat. (9) Persepsi dan perasaan adalah duri bagi pencapaian lenyapnya persepsi dan perasaan. (10) Nafsu adalah duri, kebencian adalah duri, dan delusi adalah duri. Berdiamlah tanpa duri, para bhikkhu! Berdiamlah dengan tidak memiliki duri! Para Arahant adalah tanpa duri. Para Arahant tidak memiliki duri. Para Arahant adalah tanpa duri dan tidak memiliki duri.”

73 (3) Diharapkan

“Para bhikkhu, ada sepuluh hal ini yang diharapkan, diinginkan, menyenangkan, dan jarang diperoleh di dunia ini. Apakah sepuluh ini? (1) Kekayaan adalah diharapkan, diinginkan, menyenangkan, dan jarang diperoleh di dunia ini. (2) Kecantikan … (3) Kesehatan … (4) Perilaku bermoral … (5) Kehidupan selibat … (6) Teman-teman … (7) Pembelajaran … (8 ) Kebijaksanaan … (9) Kualitas-kualitas baik … (10) Surga adalah diharapkan, diinginkan, menyenangkan, dan jarang diperoleh di dunia ini. [136] Kesepuluh hal ini adalah diharapkan, diinginkan, menyenangkan, dan jarang diperoleh di dunia ini.

“Ada sepuluh hal [lainnya], para bhikkhu, yang merupakan halangan bagi kesepuluh hal itu yang diharapkan, diinginkan, menyenangkan, dan jarang diperoleh di dunia ini. (1) Kelembaman dan kurangnya inisiatif adalah halangan bagi [diperolehnya] kekayaan. (2) Tidak menghias dan mempercantik diri adalah halangan bagi kecantikan. (3) Melakukan apa yang tidak berguna adalah halangan bagi kesehatan. (4) Pertemanan yang buruk adalah halangan bagi perilaku bermoral. (5) Ketiadaan pengendalian atas organ-organ indria adalah halangan bagi kehidupan selibat. (6) Bermuka-dua adalah halangan bagi pertemanan. (7) Tidak melafalkan adalah halangan bagi pembelajaran. (8 ) Keengganan untuk mendengarkan dan mengajukan pertanyaan adalah halangan bagi kebijaksanaan. (9) Tidak mengerahkan diri dan kurangnya refleksi adalah halangan bagi kualitas-kualitas baik. (10) Praktik yang salah adalah halangan bagi surga. Ini adalah kesepuluh hal [lainnya] yang merupakan halangan bagi kesepuluh hal yang diharapkan, diinginkan, menyenangkan, dan jarang diperoleh di dunia ini.

“Ada sepuluh hal [lainnya], para bhikkhu, yang merupakan makanan bagi kesepuluh hal itu yang diharapkan, diinginkan, menyenangkan, dan jarang diperoleh di dunia ini. (1) Rajin dan berinisiatif adalah makanan bagi [diperolehnya] kekayaan. (2) Menghias dan mempercantik diri adalah makanan bagi kecantikan. (3) Melakukan apa yang berguna adalah makanan bagi kesehatan. (4) Pertemanan yang baik adalah makanan bagi perilaku bermoral. (5) Pengendalian organ-organ indria adalah makanan bagi kehidupan selibat. (6) Ketulusan adalah makanan bagi pertemanan. (7) Pelafalan adalah makanan bagi pembelajaran. (8 ) Kemauan untuk mendengarkan dan mengajukan pertanyaan adalah makanan bagi kebijaksanaan. (9) Praktik yang benar adalah makanan bagi kualitas-kualitas baik. Ini adalah kesepuluh hal [lainnya] yang merupakan makanan bagi kesepuluh hal yang diharapkan, diinginkan, menyenangkan, dan jarang diperoleh di dunia ini.” [137]

74 (4) Pertumbuhan <2090>

“Para bhikkhu, dengan tumbuh dalam sepuluh cara, seorang siswa mulia tumbuh melalui pertumbuhan mulia, dan ia menyerap inti dan apa yang terbaik dari kehidupan ini. Apakah sepuluh ini? (1) Ia tumbuh dalam ladang dan lahan; (2) dalam kekayan dan hasil panen; (3) dalam istri-istri dan anak-anak; (4) dalam para budak, pekerja, dan pelayan; dalam (5) binatang-binatang ternak; (6)-(10) dalam keyakinan, perilaku bermoral, pembelajaran, kedermawanan, dan kebijaksanaan. Dengan tumbuh dalam kesepuluh cara ini, seorang siswa mulia tumbuh melalui pertumbuhan mulia, dan ia menyerap inti dan apa yang terbaik dari kehidupan ini.”

   Seorang yang tumbuh di sini dalam kekayaan dan hasil panen,
   Dalam anak-anak, istri-istri, dan ternak,
   Adalah kaya, terkenal, dan dihormati
   Oleh  sanak saudara, teman-teman, dan lingkungan kerajaan.

   Orang yang arif demikian –
   Yang tumbuh di sini dalam keyakinan dan perilaku bermoral,
   Dalam kebijaksanaan, kedermawanan, dan pembelajaran –
   Tumbuh dalam kedua cara dalam kehidupan ini.

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku SEPULUH
« Reply #20 on: 07 October 2013, 07:43:32 PM »
75 (5) Migasāla <2091>

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Kemudian, pada suatu pagi, Yang Mulia Ānanda merapikan jubah, membawa mangkuk dan jubahnya, dan pergi ke rumah umat awam perempuan bernama Migasāla, di mana ia duduk di tempat yang telah dipersiapkan untuknya. Kemudian umat awam Migasāla mendatangi Yang Mulia Ānanda, bersujud kepadanya, duduk di satu sisi, dan berkata:

“Bhante Ānanda, bagaimanakah ajaran [138] Sang Bhagavā ini seharusnya dipahami, di mana seorang yang hidup selibat dan seorang yang tidak hidup selibat keduanya memiliki alam tujuan kelahiran yang persis sama dalam kehidupan mereka berikutnya? Ayahku Purāṇa menjalani hidup selibat, hidup terpisah, menghindari hubungan seksual, praktik orang-orang biasa. Ketika ia meninggal dunia, Sang Bhagavā menyatakan: ‘Ia mencapai tingkat yang-kembali-sekali dan telah terlahir kembali di kelompok [para deva] Tusita.’ Pamanku dari pihak ayah bernama Isidatta<2092> tidak hidup selibat melainkah hidup menikah yang memuaskan. Ketika ia meninggal dunia, Sang Bhagavā juga menyatakan: ‘Ia mencapai tingkat yang-kembali-sekali dan telah terlahir kembali di kelompok [para deva] Tusita.’ Bhante Ānanda, bagaimanakah ajaran Sang Bhagavā ini seharusnya dipahami, di mana seorang yang hidup selibat dan seorang yang tidak hidup selibat keduanya memiliki alam tujuan kelahiran yang persis sama dalam kehidupan mereka berikutnya?

“Persis seperti demikianlah, saudari, Sang Bhagavā menyatakannya.”

Kemudian, ketika Yang Mulia Ānanda telah menerima dana makanan di rumah Migasālā, ia bangkit dari duduknya dan pergi. Setelah makan, ketika kembali dari perjalanan menerima dana makanan, ia mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, duduk di satu sisi, dan berkata: “Di sini, Bhante, di pagi hari, aku merapikan jubah, membawa mangkuk dan jubahku, dan pergi ke rumah umat awam perempuan Migasālā … [139] [seluruhnya seperti di atas, hingga] … Ketika ia menanyakan hal ini kepadaku, aku menjawab: ‘“Persis demikianlah, Saudari, Sang Bhagavā menyatakannya.’”

[Sang Bhagavā berkata:] “Siapakah sesungguhnya umat awam perempuan Migasālā ini, seorang perempuan yang dungu dan tidak kompeten dengan kecerdasan seorang perempuan? Dan siapakah mereka [yang memiliki] pengetahuan tentang orang-orang lain sebagai tinggi dan rendah?<2093>

“Ada, Ānanda, sepuluh jenis orang ini terdapat di dunia. Apakah sepuluh ini?

(1) “Di sini, Ānanda, ada seorang yang tidak bermoral dan ia tidak memahami sebagaimana adanya kebebasan pikiran, kebebasan melalui kebijaksanaan, di mana ketidak-bermoralannya lenyap tanpa sisa.<2094> Dan ia tidak mendengarkan [ajaran-ajaran], tidak menjadi terpelajar [di dalam ajaran-ajaran itu], tidak menembus [ajaran-ajaran itu] melalui pandangan, dan ia tidak mencapai kebebasan sementara. Dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia mengarah menuju kemerosotan, bukan menuju keluhuran; ia adalah seorang yang pergi menuju kemerosotan, bukan menuju keluhuran.

(2) “Kemudian, Ānanda, ada seorang yang tidak bermoral namun ia memahami sebagaimana adanya kebebasan pikiran, kebebasan melalui kebijaksanaan, [140] di mana ketidak-bermoralannya lenyap tanpa sisa. Dan ia telah mendengarkan [ajaran-ajaran], menjadi terpelajar [di dalam ajaran-ajaran itu], menembus [ajaran-ajaran itu] melalui pandangan, dan ia mencapai kebebasan sementara. Dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia mengarah menuju keluhuran, bukan menuju kemerosotan; ia adalah seorang yang pergi menuju keluhuran, bukan menuju kemerosotan.

“Ānanda, mereka yang bersikap menghakimi akan memberikan penilaian demikian tentang mereka: ‘Orang ini memiliki kualitas yang sama dengan yang lainnya. Mengapakah yang satu menjadi lebih rendah dan yang lain lebih tinggi?’ [Penilaian] mereka yang demikian sesungguhnya akan mengarah pada bahaya dan penderitaan mereka untuk waktu yang lama.

“Di antara mereka, Ānanda, seorang yang tidak bermoral, dan yang memahami sebagaimana adanya kebebasan pikiran, kebebasan melalui kebijaksanaan, di mana ketidak-bermoralannya lenyap tanpa sisa; yang telah mendengarkan [ajaran-ajaran], menjadi terpelajar [di dalam ajaran-ajaran itu], menembus [ajaran-ajaran itu] melalui pandangan, dan yang mencapai kebebasan sementara, adalah melampaui dan mengungguli seorang lainnya. Karena alasan apakah? Karena arus-Dhamma membawanya serta. Tetapi siapakah yang dapat mengetahui perbedaan ini selain Sang Tathāgata?

“Oleh karena itu, Ānanda, jangan bersikap menghakimi sehubungan dengan orang-orang. Jangan memberikan penilaian atas orang-orang. Mereka yang memberikan penilaian atas orang-orang telah membahayakan diri mereka sendiri. Aku sendiri, atau seorang yang sepertiKu, yang boleh memberikan penilaian atas orang-orang. [141]

(3) “Kemudian, Ānanda, ada seorang yang bermoral namun ia tidak memahami sebagaimana adanya kebebasan pikiran, kebebasan melalui kebijaksanaan, di mana perilaku-bermoralnya lenyap tanpa sisa. Dan ia tidak mendengarkan [ajaran-ajaran], tidak menjadi terpelajar [di dalam ajaran-ajaran itu], tidak menembus [ajaran-ajaran itu] melalui pandangan, dan ia tidak mencapai kebebasan sementara. Dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia mengarah menuju kemerosotan, bukan menuju keluhuran; ia adalah seorang yang pergi menuju kemerosotan, bukan menuju keluhuran.

(4) “Kemudian, Ānanda, ada seorang yang bermoral dan ia memahami sebagaimana adanya kebebasan pikiran, kebebasan melalui kebijaksanaan, di mana perilaku-bermoralnya lenyap tanpa sisa. Dan ia telah mendengarkan [ajaran-ajaran] … dan ia mencapai kebebasan sementara. Dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia mengarah menuju keluhuran, bukan menuju kemerosotan; ia adalah seorang yang pergi menuju keluhuran, bukan menuju kemerosotan.

“Ānanda, mereka yang bersikap menghakimi akan memberikan penilaian demikian tentang mereka … Aku sendiri, atau seorang yang sepertiKu, yang boleh memberikan penilaian atas orang-orang.

(5) “Kemudian, Ānanda, ada seorang yang sangat rentan pada nafsu dan ia tidak memahami sebagaimana adanya kebebasan pikiran, kebebasan melalui kebijaksanaan, di mana nafsunya lenyap tanpa sisa. Dan ia tidak mendengarkan [ajaran-ajaran] … ia tidak mencapai kebebasan sementara. Dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia mengarah menuju kemerosotan, bukan menuju keluhuran; ia adalah seorang yang pergi menuju kemerosotan, bukan menuju keluhuran.

(6) “Kemudian, Ānanda, ada seorang yang sangat rentan pada nafsu namun ia memahami sebagaimana adanya kebebasan pikiran, kebebasan melalui kebijaksanaan, di mana nafsunya lenyap tanpa sisa. Dan ia mendengarkan [ajaran-ajaran] … dan ia mencapai kebebasan sementara. [142] Dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia mengarah menuju keluhuran, bukan menuju kemerosotan; ia adalah seorang yang pergi menuju keluhuran, bukan menuju kemerosotan.

“Ānanda, mereka yang bersikap menghakimi akan memberikan penilaian demikian tentang mereka … Aku sendiri, atau seorang yang sepertiKu, yang boleh memberikan penilaian atas orang-orang.

(7) “Kemudian, Ānanda, ada seorang yang sangat rentan pada kemarahan dan ia tidak memahami sebagaimana adanya kebebasan pikiran, kebebasan melalui kebijaksanaan, di mana kemarahannya lenyap tanpa sisa. Dan ia tidak mendengarkan [ajaran-ajaran] … ia tidak mencapai kebebasan sementara. Dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia mengarah menuju kemerosotan, bukan menuju keluhuran; ia adalah seorang yang pergi menuju kemerosotan, bukan menuju keluhuran.

(8 ) “Kemudian, Ānanda, ada seorang yang sangat rentan pada kemarahan namun ia memahami sebagaimana adanya kebebasan pikiran, kebebasan melalui kebijaksanaan, di mana kemarahannya lenyap tanpa sisa. Dan ia mendengarkan [ajaran-ajaran] … ia mencapai kebebasan sementara. Dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia mengarah menuju keluhuran, bukan menuju kemerosotan; ia adalah seorang yang pergi menuju keluhuran, bukan menuju kemerosotan.

“Ānanda, mereka yang bersikap menghakimi akan memberikan penilaian demikian tentang mereka … Aku sendiri, atau seorang yang sepertiKu, yang boleh memberikan penilaian atas orang-orang.

(9) “Kemudian, Ānanda, ada seorang yang gelisah dan ia tidak memahami sebagaimana adanya kebebasan pikiran, kebebasan melalui kebijaksanaan, di mana kegelisahannya lenyap tanpa sisa. Dan ia tidak mendengarkan [ajaran-ajaran] … ia tidak mencapai kebebasan sementara. Dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia mengarah menuju kemerosotan, bukan menuju keluhuran; ia adalah seorang yang pergi menuju kemerosotan, bukan menuju keluhuran.

(10) “Kemudian, Ānanda, ada seorang yang gelisah namun ia memahami sebagaimana adanya kebebasan pikiran, kebebasan melalui kebijaksanaan, di mana kegelisahannya lenyap tanpa sisa. Dan ia mendengarkan [ajaran-ajaran], menjadi terpelajar [di dalam ajaran-ajaran itu], menembus [ajaran-ajaran itu] melalui pandangan, [143] dan ia mencapai kebebasan sementara. Dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia mengarah menuju keluhuran, bukan menuju kemerosotan; ia adalah seorang yang pergi menuju keluhuran, bukan menuju kemerosotan.

“Ānanda, mereka yang bersikap menghakimi akan memberikan penilaian demikian tentang mereka: ‘Orang ini memiliki kualitas yang sama dengan yang lainnya. Mengapakah yang satu menjadi lebih rendah dan yang lain lebih tinggi?’ [Penilaian] mereka yang demikian sesungguhnya akan mengarah pada bahaya dan penderitaan mereka untuk waktu yang lama.

“Di antara mereka, Ānanda, seorang yang gelisah, dan yang memahami sebagaimana adanya kebebasan pikiran, kebebasan melalui kebijaksanaan, di mana kegelisahannya lenyap tanpa sisa; yang telah mendengarkan [ajaran-ajaran], menjadi terpelajar [di dalam ajaran-ajaran itu], menembus [ajaran-ajaran itu] melalui pandangan, dan yang mencapai kebebasan sementara, adalah melampaui dan mengungguli seorang lainnya. Karena alasan apakah? Karena arus-Dhamma membawanya serta. Tetapi siapakah yang dapat mengetahui perbedaan ini selain Sang Tathāgata?

“Oleh karena itu, Ānanda, jangan bersikap menghakimi sehubungan dengan orang-orang. Jangan memberikan penilaian atas orang-orang. Mereka yang memberikan penilaian atas orang-orang telah membahayakan diri mereka sendiri. Aku sendiri, atau seorang yang sepertiKu, yang boleh memberikan penilaian atas orang-orang.

“Siapakah sesungguhnya umat awam perempuan Migasālā ini, seorang perempuan yang dungu dan tidak kompeten dengan kecerdasan seorang perempuan? Dan siapakah mereka [yang memiliki] pengetahuan tentang orang-orang lain sebagai tinggi dan rendah?

“Ini adalah kesepuluh jenis orang itu yang terdapat di dunia.

“Ānanda, jika Isidatta memiliki perilaku bermoral yang sama dengan yang dimiliki oleh Purāṇa, maka Purāṇa bahkan tidak dapat mengetahui alam tujuan kelahiran Isidatta. [144] Dan jika Purāṇa memiliki kebijaksanaan yang sama dengan yang dimiliki oleh Isidatta, maka Isidatta bahkan tidak dapat mengetahui alam tujuan kelahiran Purāṇa. demikianlah, Ānanda, kedua orang ini masing-masing kurang dalam satu aspek.”

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku SEPULUH
« Reply #21 on: 07 October 2013, 07:43:59 PM »
76 (6) Tidak Mampu

(1) “Para bhikkhu, jika ketiga hal ini<2095> tidak terdapat di dunia ini, Sang Tathāgata, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna tidak akan muncul di dunia ini, dan Dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Beliau tidak akan bersinar di dunia ini. Apakah tiga ini? Kelahiran, penuaan, dan kematian. Jika ketiga hal ini tidak terdapat di dunia ini, Sang Tathāgata, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna tidak akan muncul di dunia ini, dan Dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Beliau tidak akan bersinar di dunia ini. Tetapi karena ketiga hal ini terdapat di dunia ini, maka Sang Tathāgata, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna muncul di dunia ini, dan Dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Beliau bersinar di dunia ini.

(2) “Tanpa meninggalkan ketiga hal ini, seseorang tidak mampu meninggalkan kelahiran, penuaan, dan kematian. Apakah tiga ini? Nafsu, kebencian, dan delusi. Tanpa meninggalkan ketiga hal ini, seseorang tidak mampu meninggalkan kelahiran, penuaan, dan kematian.

(3) “Tanpa meninggalkan ketiga hal ini, seseorang tidak mampu meninggalkan nafsu, kebencian, dan delusi. Apakah tiga ini? Pandangan eksistensi-diri, keragu-raguan, dan genggaman keliru pada ritual dan upacara. Tanpa meninggalkan ketiga hal ini, seseorang tidak mampu meninggalkan nafsu, kebencian, dan delusi. [145]

(4) “Tanpa meninggalkan ketiga hal ini, seseorang tidak mampu meninggalkan pandangan eksistensi-diri, keragu-raguan, dan genggaman keliru pada ritual dan upacara. Apakah tiga ini? Perhatian tidak seksama, mengikuti jalan yang salah, dan kelambanan pikiran. Tanpa meninggalkan ketiga hal ini, seseorang tidak mampu meninggalkan pandangan eksistensi-diri, keragu-raguan, dan genggaman keliru pada ritual dan upacara.

(5) “Tanpa meninggalkan ketiga hal ini, seseorang tidak mampu meninggalkan perhatian tidak seksama, mengikuti jalan yang salah, dan kelambanan pikiran. Apakah tiga ini? Kekacauan-pikiran, kurangnya pemahaman jernih, dan gangguan pikiran. Tanpa meninggalkan ketiga hal ini, seseorang tidak mampu meninggalkan perhatian tidak seksama, mengikuti jalan yang salah, dan kelambanan pikiran.

(6) “Tanpa meninggalkan ketiga hal ini, seseorang tidak mampu meninggalkan kekacauan-pikiran, kurangnya pemahaman jernih, dan gangguan pikiran. Apakah tiga ini? Kurangnya keinginan untuk menemui para mulia, kurangnya keinginan untuk mendengarkan Dhamma mulia, dan pikiran yang condong pada kritikan. Tanpa meninggalkan ketiga hal ini, seseorang tidak mampu meninggalkan kekacauan-pikiran, kurangnya pemahaman jernih, dan gangguan pikiran.

(7) “Tanpa meninggalkan ketiga hal ini, seseorang tidak mampu meninggalkan kurangnya keinginan untuk menemui para mulia, kurangnya keinginan untuk mendengarkan Dhamma mulia, dan pikiran yang condong pada kritikan. Apakah tiga ini? Kegelisahan, tanpa-pengendalian, dan ketidak-bermoralan. Tanpa meninggalkan ketiga hal ini, seseorang tidak mampu meninggalkan kurangnya keinginan untuk menemui para mulia, kurangnya keinginan untuk mendengarkan Dhamma mulia, dan pikiran yang condong pada kritikan. [146]

(8 ) “Tanpa meninggalkan ketiga hal ini, seseorang tidak mampu meninggalkan kegelisahan, tanpa-pengendalian, dan ketidak-bermoralan. Apakah tiga ini? Kurangnya keyakinan, ketidak-dermawanan, dan kemalasan. Tanpa meninggalkan ketiga hal ini, seseorang tidak mampu meninggalkan kegelisahan, tanpa-pengendalian, dan ketidak-bermoralan.

(9) “Tanpa meninggalkan ketiga hal ini, seseorang tidak mampu meninggalkan kurangnya keyakinan, ketidak-dermawanan, dan kemalasan. Apakah tiga ini? Sikap tidak hormat, sulit dikoreksi, dan pertemanan yang buruk. Tanpa meninggalkan ketiga hal ini, seseorang tidak mampu meninggalkan kurangnya keyakinan, ketidak-dermawanan, dan kemalasan.

(10) “Tanpa meninggalkan ketiga hal ini, seseorang tidak mampu meninggalkan sikap tidak hormat, sulit dikoreksi, dan pertemanan yang buruk. Apakah tiga ini? Sikap tidak tahu malu, moralitas yang sembrono, dan kelengahan. Tanpa meninggalkan ketiga hal ini, seseorang tidak mampu meninggalkan Sikap tidak hormat, sulit dikoreksi, dan pertemanan yang buruk.

“Para bhikkhu, seorang yang bersikap tidak tahu malu dan memiliki moralitas yang sembrono. Seorang yang lengah tidak mampu meninggalkan sikap tidak hormat, sulit dikoreksi, dan pertemanan yang buruk. Seorang yang memiliki teman-teman yang jahat tidak mampu meninggalkan kurangnya keyakinan, ketidak-dermawanan, dan kemalasan. Seorang yang malas tidak mampu meninggalkan kegelisahan, tanpa-pengendalian, dan ketidak-bermoralan. Seorang yang tidak bermoral tidak mampu meninggalkan kurangnya keinginan untuk menemui para mulia, kurangnya keinginan untuk mendengarkan Dhamma mulia, dan pikiran yang condong pada kritikan. Seorang yang pikirannya condong pada kritikan tidak mampu meninggalkan kekacauan-pikiran, kurangnya pemahaman jernih, dan gangguan pikiran. Seorang yang [147] pikirannya terganggu tidak mampu meninggalkan perhatian tidak seksama, mengikuti jalan yang salah, dan kelambanan pikiran. Seorang yang pikirannya lamban tidak mampu meninggalkan pandangan eksistensi-diri, keragu-raguan, dan genggaman keliru pada ritual dan upacara. Seorang yang memiliki keragu-raguan tidak mampu meninggalkan nafsu, kebencian, dan delusi. Tanpa meninggalkan nafsu, kebencian, dan delusi, seseorang tidak mampu meninggalkan kelahiran, penuaan, dan kematian.

(1) “Setelah meninggalkan ketiga hal ini, seseorang mampu meninggalkan kelahiran, penuaan, dan kematian. Apakah tiga ini? Nafsu, kebencian, dan delusi. Setelah meninggalkan ketiga hal ini, seseorang mampu meninggalkan kelahiran, penuaan, dan kematian.

(2) “Setelah meninggalkan ketiga hal ini, seseorang mampu meninggalkan nafsu, kebencian, dan delusi. Apakah tiga ini? Pandangan eksistensi-diri, keragu-raguan, dan genggaman keliru pada ritual dan upacara. Setelah meninggalkan ketiga hal ini, seseorang mampu meninggalkan nafsu, kebencian, dan delusi.

(3) “Setelah meninggalkan ketiga hal ini, seseorang mampu meninggalkan pandangan eksistensi-diri, keragu-raguan, dan genggaman keliru pada ritual dan upacara. Apakah tiga ini? Perhatian tidak seksama, mengikuti jalan yang salah, dan kelambanan pikiran. Setelah meninggalkan ketiga hal ini, seseorang mampu meninggalkan pandangan eksistensi-diri, keragu-raguan, dan genggaman keliru pada ritual dan upacara.

(4) “Setelah meninggalkan ketiga hal ini, seseorang mampu meninggalkan perhatian tidak seksama, mengikuti jalan yang salah, dan kelambanan pikiran. Apakah tiga ini? Kekacauan-pikiran, kurangnya pemahaman jernih, dan gangguan pikiran. Setelah meninggalkan ketiga hal ini, seseorang mampu meninggalkan perhatian tidak seksama, mengikuti jalan yang salah, dan kelambanan pikiran. [148]

(5) “Setelah meninggalkan ketiga hal ini, seseorang mampu meninggalkan kekacauan-pikiran, kurangnya pemahaman jernih, dan gangguan pikiran. Apakah tiga ini? Kurangnya keinginan untuk menemui para mulia, kurangnya keinginan untuk mendengarkan Dhamma mulia, dan pikiran yang condong pada kritikan. Setelah meninggalkan ketiga hal ini, seseorang mampu meninggalkan kekacauan-pikiran, kurangnya pemahaman jernih, dan gangguan pikiran.

(6) “Setelah meninggalkan ketiga hal ini, seseorang mampu meninggalkan kurangnya keinginan untuk menemui para mulia, kurangnya keinginan untuk mendengarkan Dhamma mulia, dan pikiran yang condong pada kritikan. Apakah tiga ini? Kegelisahan, tanpa-pengendalian, dan ketidak-bermoralan. Setelah meninggalkan ketiga hal ini, seseorang mampu meninggalkan kurangnya keinginan untuk menemui para mulia, kurangnya keinginan untuk mendengarkan Dhamma mulia, dan pikiran yang condong pada kritikan.

(7) “Setelah meninggalkan ketiga hal ini, seseorang mampu meninggalkan kegelisahan, tanpa-pengendalian, dan ketidak-bermoralan. Apakah tiga ini? Kurangnya keyakinan, ketidak-dermawanan, dan kemalasan. Setelah meninggalkan ketiga hal ini, seseorang mampu meninggalkan kegelisahan, tanpa-pengendalian, dan ketidak-bermoralan.

(8 ) “Setelah meninggalkan ketiga hal ini, seseorang mampu meninggalkan kurangnya keyakinan, ketidak-dermawanan, dan kemalasan. Apakah tiga ini? Sikap tidak hormat, sulit dikoreksi, dan pertemanan yang buruk. Setelah meninggalkan ketiga hal ini, seseorang mampu meninggalkan kurangnya keyakinan, ketidak-dermawanan, dan kemalasan.

(9) “Setelah meninggalkan ketiga hal ini, seseorang mampu meninggalkan sikap tidak hormat, sulit dikoreksi, dan pertemanan yang buruk. Apakah tiga ini? Sikap tidak tahu malu, moralitas yang sembrono, dan kelengahan. Setelah meninggalkan ketiga hal ini, seseorang mampu meninggalkan Sikap tidak hormat, sulit dikoreksi, dan pertemanan yang buruk.

(10) “Para bhikkhu, seorang yang memiliki rasa malu bermoral dan rasa takut bermoral adalah seorang yang tekun. Seorang yang tekun mampu meninggalkan sikap tidak hormat, sulit diajak bicara, dan pertemanan yang buruk. Seorang yang memiliki teman-teman yang baik [149] mampu meninggalkan kurangnya keyakinan, ketidak-dermawanan, dan kemalasan. Seorang yang bersemangat mampu meninggalkan kegelisahan, tanpa-pengendalian, dan ketidak-bermoralan. Seorang yang bermoral mampu meninggalkan kurangnya keinginan untuk menemui para mulia, kurangnya keinginan untuk mendengarkan Dhamma mulia, dan pikiran yang condong pada kritikan. Seorang yang pikirannya tidak condong pada kritikan mampu meninggalkan kekacauan-pikiran, kurangnya pemahaman jernih, dan gangguan pikiran. Seorang yang pikirannya tidak terganggu mampu meninggalkan perhatian tidak seksama, mengikuti jalan yang salah, dan kelambanan pikiran. Seorang yang pikirannya tidak lamban mampu meninggalkan pandangan eksistensi-diri, keragu-raguan, dan genggaman keliru pada ritual dan upacara. Seorang yang tidak ragu-ragu mampu meninggalkan nafsu, kebencian, dan delusi. Setelah meninggalkan nafsu, kebencian, dan delusi, seseorang mampu meninggalkan kelahiran, penuaan, dan kematian.”

77 (7) Burung Gagak

“Para bhikkhu, seekor burung gagak memiliki sepuluh kualitas buruk. Apakah sepuluh ini? Ia bersifat merusak dan kurang ajar, selalu lapar dan rakus, kejam dan bengis, lemah dan bersuara parau, berpikiran kacau dan tamak. Seekor burung gagak memiliki kesepuluh kualitas buruk ini. Demikian pula, seorang bhikkhu jahat memiliki sepuluh kualitas buruk ini. Apakah sepuluh ini? Ia bersifat merusak dan kurang ajar, selalu lapar dan rakus, kejam dan bengis, lemah dan bersuara parau, berpikiran kacau dan tamak. Seorang bhikkhu jahat memiliki kesepuluh kualitas buruk ini.” [150]

78 (8 ) Para Nigaṇṭha

“Para bhikkhu, para Nigaṇṭha memiliki sepuluh kualitas buruk. Apakah sepuluh ini? (1) Para Nigaṇṭha tidak memiliki keyakinan, (2) tidak bermoral, (3) tidak tahu malu, (4) bermoral sembrono, (5) dan membaktikan diri pada orang-orang jahat. (6) Mereka memuji diri mereka sendiri dan menghina orang lain. (7) Mereka menggenggam pandangan-pandangan mereka sendiri, memegangnya dengan erat, dan melepaskannya dengan susah-payah. (8 ) Mereka adalah para penipu, (9) memiliki keinginan jahat, dan (10) menganut pandangan salah.<2096> Para Nigaṇṭha memiliki kesepuluh kualitas buruk ini.

79 (9) Dasar (1) <2097>

“Para bhikkhu, ada sepuluh dasar bagi kekesalan ini. Apakah sepuluh ini? (1) [Dengan berpikir:] ‘Mereka telah bertindak demi bahaya bagiku,’ seseorang memendam kekesalan. (2) [Dengan berpikir:] ‘Mereka sedang bertindak demi bahaya bagiku,’ seseorang memendam kekesalan. (3) [Dengan berpikir:] ‘Mereka akan bertindak demi bahaya bagiku,’ seseorang memendam kekesalan. (4) [Dengan berpikir:] ‘Mereka telah bertindak demi bahaya bagi orang yang kusayangi dan kusukai,’ seseorang memendam kekesalan. (5) [Dengan berpikir:] ‘Mereka sedang bertindak demi bahaya bagi orang yang kusayangi dan kusukai,’ seseorang memendam kekesalan. (6) [Dengan berpikir:] ‘Mereka akan bertindak demi bahaya bagi orang yang kusayangi dan kusukai,’ seseorang memendam kekesalan. (7) [Dengan berpikir:] ‘Mereka telah bertindak demi manfaat bagi orang yang tidak kusayangi dan tidak kusukai,’ seseorang memendam kekesalan. (8 ) [Dengan berpikir:] ‘Mereka sedang bertindak demi manfaat bagi orang yang tidak kusayangi dan tidak kusukai,’ seseorang memendam kekesalan. (9) [Dengan berpikir:] ‘Mereka akan bertindak demi manfaat bagi orang yang tidak kusayangi dan tidak kusukai,’ seseorang memendam kekesalan. (10) Dan seseorang menjadi marah tanpa alasan.<2098> Ini, para bhikkhu, adalah kesepuluh dasar bagi kekesalan itu.”

80 (10) Dasar (2) <2099>

“Para bhikkhu, ada sepuluh cara ini untuk melenyapkan kekesalan. Apakah sepuluh ini? (1) [Dengan berpikir:] ‘Mereka telah bertindak demi bahaya bagiku, tetapi apakah yang dapat dilakukan sehubungan dengan hal ini?’  seseorang melenyapkan kekesalan. [151] (2) [Dengan berpikir:] ‘Mereka sedang bertindak demi bahaya bagiku, tetapi apakah yang dapat dilakukan sehubungan dengan hal ini?’ seseorang melenyapkan kekesalan. (3) [Dengan berpikir:] ‘Mereka akan bertindak demi bahaya bagiku, tetapi apakah yang dapat dilakukan sehubungan dengan hal ini?’ seseorang melenyapkan kekesalan. (4) [Dengan berpikir:] ‘Mereka telah bertindak ...’ (5) [Dengan berpikir:] ‘Mereka sedang bertindak …’ (6) … ‘Mereka akan bertindak demi bahaya bagi orang yang kusayangi dan kusukai, tetapi apakah yang dapat dilakukan sehubungan dengan hal ini?’ seseorang melenyapkan kekesalan. (7) [Dengan berpikir:] ‘Mereka telah bertindak …’ (8 ) … ‘Mereka sedang bertindak …’ (9) … ‘Mereka akan bertindak demi manfaat bagi orang yang tidak kusayangi dan tidak kusukai, tetapi apakah yang dapat dilakukan sehubungan dengan hal ini?’ seseorang melenyapkan kekesalan. (10) Dan seseorang tidak menjadi marah tanpa alasan. Ini, para bhikkhu, adalah kesepuluh cara itu untuk melenyapkan kekesalan.”

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku SEPULUH
« Reply #22 on: 07 October 2013, 07:45:05 PM »
IV. PARA SESEPUH

81 (1) Bāhuna

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Campā di tepi Kolam Teratai Gaggārā. Kemudian Yang Mulia Bāhuna mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, duduk di satu sisi, dan berkata kepada Beliau:

“Bhante, dari berapa halkah Sang Tathāgata terlepas, terpisah, dan terbebas, sehingga Beliau berdiam dengan pikiran yang bebas dari batasan-batasan?” [152]

“Bāhuna, adalah karena Sang Tathāgata terlepas, terpisah, dan terbebas dari sepuluh hal maka Beliau berdiam dengan pikiran yang bebas dari batasan-batasan. Apakah sepuluh ini? (1) Adalah karena Sang Tathāgata terlepas, terpisah, dan terbebas dari bentuk maka Beliau berdiam dengan pikiran yang bebas dari batasan-batasan. (2)-(5) Adalah karena Sang Tathāgata terlepas, terpisah, dan terbebas dari perasaan … persepsi … aktivitas-aktivitas kehendak … kesadaran maka Beliau berdiam dengan pikiran yang bebas dari batasan-batasan. (6)-(10) Adalah karena Sang Tathāgata terlepas, terpisah, dan terbebas dari kelahiran … penuaan … kematian … penderitaan … kekotoran-kekotoran maka Beliau berdiam dengan pikiran yang bebas dari batasan-batasan.

“Seperti halnya bunga teratai biru, merah, atau putih, walaupun terlahir di dalam air dan tumbuh di dalam air, menjulang ke atas air dan berdiri tanpa dikotori oleh air,<2100> demikian pula, Bāhuna, adalah karena Sang Tathāgata terlepas, terpisah, dan terbebas dari kesepuluh hal ini maka Beliau berdiam dengan pikiran yang bebas dari batasan-batasan.”

82 (2) Ānanda

Yang Mulia Ānanda mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, dan duduk di satu sisi. Kemudian Sang Bhagavā berkata kepadanya:

(1) “Adalah tidak mungkin, Ānanda, bahwa seorang bhikkhu yang tanpa keyakinan akan mencapai pertumbuhan, kemajuan, dan kematangan dalam Dhamma dan disiplin ini. (2) Adalah tidak mungkin bahwa seorang bhikkhu yang tidak bermoral … (3) … seorang bhikkhu yang sedikit belajar … (4) … seorang bhikkhu yang sulit dikoreksi …  [153] (5) … seorang bhikkhu yang memiliki teman-teman yang jahat … (6) … seorang bhikkhu yang malas … (7) … seorang bhikkhu yang berpikiran kacau … (8 ) … seorang bhikkhu yang tidak puas … (9) … seorang bhikkhu yang berkeinginan jahat … (10) … seorang bhikkhu yang menganut pandangan salah akan mencapai pertumbuhan, kemajuan, dan kematangan dalam Dhamma dan disiplin ini. Adalah tidak mungkin bahwa seorang bhikkhu yang memiliki kesepuluh kualitas ini akan mencapai pertumbuhan, kemajuan, dan kematangan dalam Dhamma dan disiplin ini.

(1) “Adalah mungkin, Ānanda, bahwa seorang bhikkhu yang berkeyakinan akan mencapai pertumbuhan, kemajuan, dan kematangan dalam Dhamma dan disiplin ini. (2) Adalah mungkin bahwa seorang bhikkhu yang bermoral … (3) … seorang bhikkhu yang banyak belajar … (4) … seorang bhikkhu yang mudah dikoreksi … (5) … seorang bhikkhu yang memiliki teman-teman yang baik … (6) … seorang bhikkhu yang bersemangat … (7) … seorang bhikkhu yang penuh perhatian … [154] (8 ) … seorang bhikkhu yang puas … (9) … seorang bhikkhu yang berkeinginan sedikit … (10) … seorang bhikkhu yang menganut pandangan benar akan mencapai pertumbuhan, kemajuan, dan kematangan dalam Dhamma dan disiplin ini. Adalah mungkin bahwa seorang bhikkhu yang memiliki kesepuluh kualitas ini akan mencapai pertumbuhan, kemajuan, dan kematangan dalam Dhamma dan disiplin ini.”

83 (3) Puṇṇiya <2101>

Yang Mulia Puṇṇiya mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, duduk di satu sisi, dan berkata kepada Beliau:

“Bhante, mengapakah kadang-kadang Sang Tathāgata condong untuk mengajarkan Dhamma dan kadang-kadang tidak condong untuk mengajar?”

(1) “Ketika, Puṇṇiya, seorang bhikkhu memiliki keyakinan tetapi tidak mendatangi Beliau, maka Sang Tathāgata tidak condong untuk mengajarkan Dhamma. (2) Tetapi ketika seorang bhikkhu memiliki keyakinan dan mendatangi Beliau, maka Sang Tathāgata condong untuk mengajar.

(3) “Ketika seorang bhikkhu memiliki keyakinan dan mendatangi Beliau, tetapi ia tidak memperhatikan Beliau … (4) Ketika ia memperhatikan Beliau tetapi tidak mengajukan pertanyaan … (5) Ketika ia mengajukan pertanyaan tetapi tidak mendengarkan Dhamma dengan menyimak … (6) Ketika ia mendengarkan Dhamma dengan menyimak, tetapi setelah mendengarnya, ia tidak mengingatnya … (7) ketika, setelah mendengarnya, ia mengingatnya tetapi tidak memeriksa makna dari ajaran-ajaran yang telah diingat … (8 ) Ketika ia memeriksa makna dari ajaran-ajaran yang telah diingat tetapi tidak [155] memahami makna dan Dhamma dan kemudian berlatih sesuai Dhamma … (9) Ketika ia memahami makna dan Dhamma dan kemudian berlatih sesuai Dhamma, tetapi ia bukan seorang pembabar yang baik dengan penyampaian yang baik, seorang yang berbakat dalam memberikan khotbah yang dipoles, jernih, jelas, ekspresif dalam makna … (10) Ketika ia adalah seorang pembabar yang baik dengan penyampaian yang baik, seorang yang berbakat dalam memberikan khotbah yang dipoles, jernih, jelas, ekspresif dalam makna, tetapi ia tidak mengajarkan, mendorong, menginspirasi, dan menggembirakan teman-temannya para bhikkhu, maka Sang Tathāgata tidak condong untuk mengajar.

“Tetapi, Puṇṇiya, (1) ketika seorang bhikkhu memiliki keyakinan, (2) mendatangi [Sang Tathāgata], (3) memperhatikan [Sang Tathāgata], (4) mengajukan pertanyaan, dan (5) mendengarkan Dhamma dengan menyimak; dan (6) setelah mendengarkan Dhamma, ia mengingatnya, (7) memeriksa makna ajaran-ajaran yang telah ia ingat, dan (8 ) memahami makna dan Dhamma dan kemudian berlatih sesuai Dhamma; dan (9) ia adalah  seorang pembabar yang baik dengan penyampaian yang baik, seorang yang berbakat dalam memberikan khotbah yang dipoles, jernih, jelas, ekspresif dalam makna; dan (10) ia mengajarkan, mendorong, menginspirasi, dan menggembirakan teman-temannya para bhikkhu, maka Sang Tathāgata condong untuk mengajarkan Dhamma. Ketika, Puṇṇiya, seseorang memiliki kesepuluh kualitas ini, maka Sang Tathāgata sepenuhnya condong untuk mengajarkan Dhamma.”

84 (4) Pernyataan

Di sana Yang Mulia Mahāmoggallāna berkata kepada para bhikkhu: “Teman-teman, para bhikkhu!”

“Teman,” para bhikkhu itu menjawab. Yang Mulia Mahāmoggallāna berkata sebagai berikut:

“Di sini, teman-teman, seorang bhikkhu menyatakan pengetahuan akhir sebagai berikut: ‘Aku memahami: “Kelahiran telah dihancurkan, kehidupan spiritual telah dijalani, apa yang dilakukan telah dilakukan, tidak akan kembali lagi pada kondisi makhluk apa pun.”’ Sang Tathāgata [156] atau siswaNya yang adalah seorang yang telah mencapai jhāna – mahir dalam pencapaian, mahir dalam pikiran orang-orang lain, mahir dalam jalan pikiran orang-orang lain – menanyainya, menginterogasinya, dan memeriksanya. Ketika ia sedang ditanyai, diinterogasi, dan diperiksa oleh Sang Tathāgata atau siswaNya, ia menemui kebuntuan dan gugup. Ia menemui malapetaka, menemui bencana, menemui malapetaka dan bencana.

“Sang Tathāgata atau siswaNya yang adalah seorang yang telah mencapai jhāna … dengan pikirannya melingkupi pikiran bhikkhu itu dan mempertimbangkan: ‘Mengapakah yang mulia ini menyatakan pengetahuan akhir sebagai berikut: “‘Aku memahami: ‘Kelahiran telah dihancurkan, kehidupan spiritual telah dijalani, apa yang dilakukan telah dilakukan, tidak akan kembali lagi pada kondisi makhluk apa pun.’”?’ Sang Tathāgata atau siswaNya, setelah dengan pikirannya melingkupi pikiran bhikkhu itu, memahami:

(1) “‘Yang mulia ini rentan pada kemarahan dan pikirannya sering dikuasai oleh kemarahan. Tetapi dalam Dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Tathāgata, dikuasai oleh kemarahan adalah satu kasus kemunduran.

(2) “‘Yang mulia ini bersikap bermusuhan dan pikirannya sering dikuasai oleh permusuhan. Tetapi dalam Dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Tathāgata, dikuasai oleh permusuhan adalah satu kasus kemunduran.

(3) “‘Yang mulia ini cenderung bersikap merendahkan dan pikirannya sering dikuasai oleh sikap merendahkan. Tetapi dalam Dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Tathāgata, dikuasai oleh sikap merendahkan adalah satu kasus kemunduran.

(4) “‘Yang mulia ini bersikap kurang-ajar dan pikirannya sering dikuasai oleh sikap kurang-ajar. Tetapi dalam Dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Tathāgata, dikuasai oleh sikap kurang-ajar adalah satu kasus kemunduran.

(5) “‘Yang mulia ini bersikap iri dan pikirannya sering dikuasai oleh sikap iri. Tetapi dalam Dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Tathāgata, dikuasai oleh sikap iri adalah satu kasus kemunduran.

(6) “‘Yang mulia ini kikir dan pikirannya sering dikuasai oleh kekikiran. [157] Tetapi dalam Dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Tathāgata, dikuasai oleh kekikiran adalah satu kasus kemunduran.

(7) “‘Yang mulia ini licik dan pikirannya sering dikuasai oleh kelicikan. Tetapi dalam Dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Tathāgata, dikuasai oleh kelicikan adalah satu kasus kemunduran.

(8 ) “‘Yang mulia ini penuh muslihat dan pikirannya sering dikuasai oleh muslihat. Tetapi dalam Dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Tathāgata, dikuasai oleh muslihat adalah satu kasus kemunduran.

(9) “‘Yang mulia ini memiliki keinginan jahat dan pikirannya sering dikuasai oleh keinginan. Tetapi dalam Dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Tathāgata, dikuasai oleh keinginan adalah satu kasus kemunduran.

(10) “‘Ketika masih ada yang harus dilakukan lebih lanjut,<2102> yang mulia ini berhenti di tengah jalan karena suatu pencapaian keluhuran yang lebih rendah. Tetapi dalam Dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Tathāgata, berhenti di tengah jalan adalah satu kasus kemunduran.’

“Sungguh, teman-teman, adalah tidak mungkin bagi seorang bhikkhu yang belum meninggalkan kesepuluh hal ini untuk mencapai pertumbuhan, kemajuan, dan kematangan dalam Dhamma dan disiplin ini. Tetapi adalah mungkin bagi seorang bhikkhu yang telah meninggalkan kesepuluh hal ini untuk mencapai pertumbuhan, kemajuan, dan kematangan dalam Dhamma dan disiplin ini.”

85 (5) Pembual

Pada suatu ketika Yang Mulia Mahācunda sedang menetap di antara penduduk Ceti di Sahajāti. Di sana Yang Mulia Mahācunda berkata kepada para bhikkhu:

“Teman-teman, para bhikkhu!”

“Teman!” para bhikkhu itu menjawab. Yang Mulia Mahācunda berkata sebagai berikut:

“Di sini, teman-teman, seorang bhikkhu adalah seorang pembual, seorang yang menyombongkan tentang pencapaian-pencapaiannya: ‘Aku mencapai dan keluar dari jhāna pertama. Aku mencapai dan keluar dari jhāna ke dua … jhāna ke tiga … jhāna ke empat … [158] … landasan ruang tanpa batas … landasan kesadaran tanpa batas … landasan kekosongan … landasan bukan persepsi juga bukan bukan-persepsi. Aku mencapai dan keluar dari lenyapnya perasaan dan persepsi.’ Sang Tathāgata atau siswaNya yang adalah seorang yang telah mencapai jhāna – mahir dalam pencapaian, mahir dalam pikiran orang-orang lain, mahir dalam jalan pikiran orang-orang lain – menanyainya, menginterogasinya, dan memeriksanya. Ketika ia sedang ditanyai, diinterogasi, dan diperiksa oleh Sang Tathāgata atau siswaNya, ia menemui kebuntuan dan gugup. Ia menemui malapetaka, menemui bencana, menemui malapetaka dan bencana.

“Sang Tathāgata atau siswaNya yang adalah seorang yang telah mencapai jhāna … dengan pikirannya melingkupi pikiran bhikkhu itu dan mempertimbangkan: ‘Mengapakah yang mulia ini menjadi seorang pembual, seorang yang menyombongkan tentang pencapaian-pencapaiannya: ‘Aku mencapai dan keluar dari jhāna pertama … Aku mencapai dan keluar dari lenyapnya perasaan dan persepsi. Sang Tathāgata atau siswaNya, setelah dengan pikirannya melingkupi pikiran bhikkhu itu, memahami:

(1) “‘Sejak lama perilaku yang mulia ini telah rusak, cacat, ternoda, dan bebercak, dan ia tidak secara konsisten menjalankan dan mengikuti perilaku bermoral. Yang mulia ini tidak bermoral. Tetapi dalam Dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Tathāgata, ketidak-bermoralan adalah satu kasus kemunduran.

(2) “‘Yang mulia ini tanpa keyakinan. Tetapi dalam Dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Tathāgata, dikuasai oleh kurangnya keyakinan adalah satu kasus kemunduran.

(3) “‘Yang mulia ini sedikit belakar dan tanpa perilaku yang selayaknya. Tetapi dalam Dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Tathāgata, sedikit belajar adalah satu kasus kemunduran. [159]

(4) “‘Yang mulia ini sulit dikoreksi. Tetapi dalam Dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Tathāgata, menjadi seorang yang sulit dikoreksi adalah satu kasus kemunduran.

(5) “‘Yang mulia ini memiliki teman-teman yang jahat. Tetapi dalam Dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Tathāgata, pertemanan yang buruk adalah satu kasus kemunduran.

(6) “‘Yang mulia ini malas. Tetapi dalam Dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Tathāgata, kemalasan adalah satu kasus kemunduran.

(7) “‘Yang mulia ini berpikiran-kacau. Tetapi dalam Dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Tathāgata, berpikiran kacau adalah satu kasus kemunduran.

(8 ) “‘Yang mulia ini adalah seorang penipu. Tetapi dalam Dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Tathāgata, penipuan adalah satu kasus kemunduran.

(9) “‘Yang mulia ini sulit disokong. Tetapi dalam Dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Tathāgata, menjadi seorang yang sulit disokong adalah satu kasus kemunduran.

(10) “‘Yang mulia ini tidak bijaksana. Tetapi dalam Dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Tathāgata, kurangnya kebijaksanaan adalah satu kasus kemunduran.’

“Misalkan, teman-teman, seseorang berkata kepada temannya: ‘Kapan saja engkau memerlukan uang untuk apa pun, temanku, mintalah padaku dan aku akan memberikannya kepadamu.’ Ketika temannya memerlukan uang, ia berkata kepada temannya: ‘Aku memerlukan uang, teman. Berikanlah kepadaku.’ Yang lainnya berkata: ‘Kalau begitu, teman, galilah di sini.’ Ia menggali di sana tetapi tidak menemukan apa pun. Kemudian ia berkata: ‘Engkau berbohong kepadaku, teman, engkau tidak jujur ketika engkau menyuruhku menggali di sini.’ Yang lainnya berkata: ‘Aku tidak membohongimu, teman, aku bukan tidak jujur. Kalau begitu, galilah di sana.’ Ia menggali di sana juga tetapi tidak menemukan apa pun. Sekali lagi, ia berkata: ‘Engkau berbohong kepadaku, teman, engkau tidak jujur ketika engkau menyuruhku menggali di sana.’ Yang lainnya berkata: ‘Aku tidak membohongimu, teman, aku bukan tidak jujur. [160] Kalau begitu, galilah di sana.’ Ia menggali di sana juga tetapi tidak menemukan apa pun. Kemudian ia berkata: ‘Engkau berbohong kepadaku, teman, engkau tidak jujur ketika engkau menyuruhku menggali di sana.’<2103> Yang lainnya berkata: ‘Aku tidak membohongimu, teman, aku bukan tidak jujur. Aku gila, aku kehilangan akal sehat.’

“Demikian pula, teman-teman, seorang bhikkhu adalah seorang pembual, seorang yang menyombongkan tentang pencapaian-pencapaiannya: ‘Aku mencapai dan keluar dari jhāna pertama … [Seluruhnya seperti di atas hingga:] [161] … (10) “‘Yang mulia ini tidak bijaksana. Tetapi dalam Dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Tathāgata, kurangnya kebijaksanaan adalah satu kasus kemunduran.’

“Sungguh, teman-teman, adalah tidak mungkin bagi seorang bhikkhu yang belum meninggalkan kesepuluh hal ini untuk mencapai pertumbuhan, kemajuan, dan kematangan dalam Dhamma dan disiplin ini. Tetapi adalah mungkin bagi seorang bhikkhu yang telah meninggalkan kesepuluh hal ini untuk mencapai pertumbuhan, kemajuan, dan kematangan dalam Dhamma dan disiplin ini.”

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku SEPULUH
« Reply #23 on: 07 October 2013, 07:45:30 PM »
86 (6) Pengetahuan Akhir

Pada suatu ketika Yang Mulia Mahākassapa sedang menetap di Rājagaha di Hutan Bambu, taman suaka tupai. Di sana Yang Mulia [162] Mahākassapa berkata kepada para bhikkhu: “Teman-teman, para bhikkhu!”

“Teman,” para bhikkhu itu menjawab. Yang Mulia Mahākassapa berkata sebagai berikut:

“Di sini, teman-teman, seorang bhikkhu menyatakan pengetahuan akhir sebagai berikut: ‘Aku memahami: “Kelahiran telah dihancurkan, kehidupan spiritual telah dijalani, apa yang dilakukan telah dilakukan, tidak akan kembali lagi pada kondisi makhluk apa pun.”’ Sang Tathāgata atau siswaNya yang adalah seorang yang telah mencapai jhāna – mahir dalam pencapaian, mahir dalam pikiran orang-orang lain, mahir dalam jalan pikiran orang-orang lain – menanyainya, menginterogasinya, dan memeriksanya. Ketika ia sedang ditanyai, diinterogasi, dan diperiksa oleh Sang Tathāgata atau siswaNya, ia menemui kebuntuan dan gugup. Ia menemui malapetaka, menemui bencana, menemui malapetaka dan bencana.

“Sang Tathāgata atau siswaNya yang adalah seorang yang telah mencapai jhāna … dengan pikirannya melingkupi pikiran bhikkhu itu dan mempertimbangkan: ‘Mengapakah yang mulia ini menyatakan pengetahuan akhir sebagai berikut: ‘Aku memahami: “Kelahiran telah dihancurkan … tidak akan kembali lagi pada kondisi makhluk apa pun.”’?’ Sang Tathāgata atau siswaNya, setelah dengan pikirannya melingkupi pikiran bhikkhu itu, memahami: ‘Yang mulia ini menilai dirinya terlalu tinggi dan membayangkan bahwa penilaiannya itu benar; berpikir bahwa ia telah memperoleh apa yang belum ia peroleh, telah menyelesaikan apa yang belum ia selesaikan, dan mencapai apa yang belum ia capai; dan dengan menilai dirinya terlalu tinggi, ia menyatakan pengetahuan akhir sebagai berikut: “Aku memahami: ‘Kelahiran telah dihancurkan … tidak akan kembali lagi pada kondisi makhluk apa pun’”’

Sang Tathāgata atau siswaNya yang adalah seorang yang telah mencapai jhāna … setelah dengan pikirannya melingkupi pikiran bhikkhu itu, mempertimbangkan: ‘Mengapakah yang mulia ini menilai dirinya terlalu tinggi dan membayangkan bahwa penilaiannya itu benar; berpikir bahwa ia telah memperoleh apa yang belum ia peroleh, telah menyelesaikan apa yang belum ia selesaikan, dan mencapai apa yang belum ia capai; dan mengapakah, dengan menilai dirinya terlalu tinggi, ia menyatakan pengetahuan akhir sebagai berikut: “Aku memahami: ‘Kelahiran telah [163] dihancurkan … tidak akan kembali lagi pada kondisi makhluk apa pun’”?’

Sang Tathāgata atau siswaNya yang adalah seorang yang telah mencapai jhāna … setelah dengan pikirannya melingkupi pikiran bhikkhu itu, mempertimbangkan: ‘Yang mulia ini telah banyak belajar, mengingat apa yang telah ia pelajari, dan mengumpulkan apa yang telah ia pelajari. Ajaran-ajaran itu yang baik di awal, baik di tengah, dan baik di akhir, dengan kata-kata dan makna yang benar, yang mengungkapkan kehidupan spiritual yang lengkap dan murni sempurna – ajaran-ajaran demikian telah banyak ia pelajari, diingat, dilafalkan secara lisan, diselidiki dengan pikiran, dan ditembus dengan baik melalui pandangan. Oleh karena itu yang mulia ini menilai dirinya terlalu tinggi dan membayangkan bahwa penilaiannya itu benar; ia berpikir bahwa ia telah memperoleh apa yang belum ia peroleh, menyelesaikan apa yang belum ia selesaikan, da mencapai apa yang belum ia capai; dan dengan menilai dirinya terlalu tinggi ia menyatakan pengetahuan akhir sebagai berikut: “Aku memahami: ‘Kelahiran telah dihancurkan … tidak akan kembali lagi pada kondisi makhluk apa pun.’”’

Sang Tathāgata atau siswaNya yang adalah seorang yang telah mencapai jhāna … setelah dengan pikirannya melingkupi pikiran bhikkhu itu, memahami:

(1) “‘Yang mulia ini penuh kerinduan, dan pikirannya sering dikuasai oleh kerinduan. Tetapi dalam Dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Tathāgata, dikuasai oleh kerinduan adalah satu kasus kemunduran.

(2) “‘Yang mulia ini penuh niat buruk, dan pikirannya sering dikuasai oleh niat buruk. Tetapi dalam Dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Tathāgata, dikuasai oleh niat buruk adalah satu kasus kemunduran.

 (3) “‘Yang mulia ini menyerah pada ketumpulan dan kantuk, dan pikirannya sering dikuasai oleh ketumpulan dan kantuk. Tetapi dalam Dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Tathāgata, dikuasai oleh ketumpulan dan kantuk adalah satu kasus kemunduran.

(4) “‘Yang mulia ini gelisah, dan pikirannya sering dikuasai oleh kegelisahan. Tetapi dalam Dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Tathāgata, dikuasai oleh kegelisahan adalah satu kasus kemunduran.

(5) “‘Yang mulia ini menyerah pada keragu-raguan, dan pikirannya sering dikuasai oleh keragu-raguan. Tetapi dalam Dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Tathāgata, dikuasai oleh keragu-raguan adalah satu kasus kemunduran.

(6) “‘Yang mulia ini menyukai bekerja, bersenang dalam bekerja, dan menekuni kesenangan dalam bekerja. [164] Tetapi dalam Dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Tathāgata, bersenang dalam bekerja adalah satu kasus kemunduran.

(7) “‘Yang mulia ini menyukai berbicara, bersenang dalam berbicara, dan menekuni kesenangan dalam berbicara. Tetapi dalam Dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Tathāgata, bersenang dalam berbicara adalah satu kasus kemunduran.

(8 ) “‘Yang mulia ini menyukai tidur, bersenang dalam tidur, dan menekuni kesenangan dalam tidur. Tetapi dalam Dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Tathāgata, bersenang dalam tidur adalah satu kasus kemunduran.

(9) “‘Yang mulia ini menyukai kumpulan, bersenang dalam kumpulan, dan menekuni kesenangan dalam kumpulan. Tetapi dalam Dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Tathāgata, bersenang dalam kumpulan adalah satu kasus kemunduran.

(10) “‘Ketika masih ada yang harus dilakukan lebih lanjut,<2104> yang mulia ini berhenti di tengah jalan karena suatu pencapaian keluhuran yang lebih rendah. Tetapi dalam Dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Tathāgata, berhenti di tengah jalan adalah satu kasus kemunduran.’

“Sungguh, teman-teman, adalah tidak mungkin bagi seorang bhikkhu yang belum meninggalkan kesepuluh hal ini untuk mencapai pertumbuhan, kemajuan, dan kematangan dalam Dhamma dan disiplin ini. Tetapi adalah mungkin bagi seorang bhikkhu yang telah meninggalkan kesepuluh hal ini untuk mencapai pertumbuhan, kemajuan, dan kematangan dalam Dhamma dan disiplin ini.”

87 (7) Persoalan Disiplin

Di sana Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu sehubungan dengan Bhikkhu Kalandaka:<2105> “Para bhikkhu!”

“Yang Mulia!” para bhikkhu itu menjawab:

Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

(1) “Di sini, seorang bhikkhu adalah seorang pembuat persoalan disiplin dan ia tidak memuji penyelesaian persoalan-persoalan disiplin. Ketika seorang bhikkhu adalah seorang pembuat persoalan disiplin dan ia tidak memuji penyelesaian persoalan-persoalan disiplin, ini adalah satu kualitas yang tidak mengarah menuju kasih-sayang, penghormatan, penghargaan, kerukunan, atau persatuan.<2106> [165]

(2) “Kemudian, seorang bhikkhu tidak menginginkan latihan dan ia tidak memuji pelaksanaan latihan. Ketika seorang bhikkhu tidak menginginkan latihan … ini juga, adalah satu kualitas yang tidak mengarah menuju … persatuan.

(3) “Kemudian, seorang bhikkhu memiliki keinginan jahat dan ia tidak memuji pelenyapan keinginan. Ketika seorang bhikkhu memiliki keinginan jahat … ini juga, adalah satu kualitas yang tidak mengarah menuju … persatuan.

(4) “Kemudian, seorang bhikkhu rentan pada kemarahan dan ia tidak memuji pelenyapan kemarahan. Ketika seorang bhikkhu rentan pada kemarahan … ini juga, adalah satu kualitas yang tidak mengarah menuju … persatuan.

(5) “Kemudian, seorang bhikkhu adalah seorang yang merendahkan [orang lain] dan ia tidak memuji pelenyapan sikap merendahkan. Ketika seorang bhikkhu adalah seorang yang merendahkan … ini juga, adalah satu kualitas yang tidak mengarah menuju … persatuan.

(6) “Kemudian, seorang bhikkhu bersifat licik dan ia tidak memuji pelenyapan kelicikan. Ketika seorang bhikkhu bersifat licik … ini juga, adalah satu kualitas yang tidak mengarah menuju … persatuan.

(7) “Kemudian, seorang bhikkhu penuh muslihat dan ia tidak memuji pelenyapan muslihat. Ketika seorang bhikkhu penuh muslihat … ini juga, adalah satu kualitas yang tidak mengarah menuju … persatuan. [166]

(8 ) “Kemudian, seorang bhikkhu tidak condong untuk memperhatikan ajaran-ajaran dan ia tidak memuji sikap memperhatikan ajaran-ajaran. Ketika seorang bhikkhu tidak condong untuk memperhatikan ajaran-ajaran … ini juga, adalah satu kualitas yang tidak mengarah menuju … persatuan.

(9) “Kemudian, seorang bhikkhu tidak condong pada keterasingan dan ia tidak memuji keterasingan. Ketika seorang bhikkhu tidak condong pada keterasingan … ini juga, adalah satu kualitas yang tidak mengarah menuju … persatuan.

(10) “Kemudian, seorang bhikkhu tidak menunjukkan keramahan kepada teman-temannya para bhikkhu dan ia tidak memuji seorang yang menunjukkan keramahan. Ketika seorang bhikkhu tidak menunjukkan keramahan kepada teman-temannya para bhikkhu dan ia tidak memuji seorang yang menunjukkan keramahan, ini juga adalah satu kualitas yang tidak mengarah menuju kasih-sayang, penghormatan, penghargaan, kerukunan, atau persatuan.

“Walaupun bhikkhu itu mungkin berharap: ‘Oh, seandainya teman-temanku para bhikkhu menghormati, menghargai, menjunjung, dan memuliakanku!’ namun teman-temannya para bhikkhu tidak menghormati, menghargai, menjunjung, dan memuliakannya. Karena alasan apakah? Karena teman-temannya para bhikkhu yang bijaksana melihat bahwa ia belum meninggalkan kualitas-kualitas buruk yang tidak bermanfaat itu.

“Misalkan seekor anak kuda liar berharap: ‘Oh, seandainya orang-orang menempatkanku pada posisi seekor kuda berdarah murni, memberikan makanan kuda berdarah murni kepadaku, dan merawatku seperti seekor kuda berdarah murni!’ namun orang-orang tidak menempatkannya pada posisi seekor kuda berdarah murni, memberikan makanan kuda berdarah murni kepadanya, dan merawatnya seperti seekor kuda berdarah murni. [167] Karena alasan apakah? Karena orang-orang bijaksana melihat bahwa ia belum meninggalkan tipuan, taktik, strategi, dan muslihatnya. Demikian pula, walaupun bhikkhu itu mungkin berharap: ‘Oh, seandainya teman-temanku para bhikkhu menghormati, menghargai, menjunjung, dan memuliakanku!’ namun teman-temannya para bhikkhu tidak menghormati, menghargai, menjunjung, dan memuliakannya. Karena alasan apakah? Karena teman-temannya para bhikkhu yang bijaksana melihat bahwa ia belum meninggalkan kualitas-kualitas buruk yang tidak bermanfaat itu.

(1) “Tetapi, seorang bhikkhu yang bukan seorang pembuat persoalan disiplin dan ia memuji penyelesaian persoalan-persoalan disiplin. Ketika seorang bhikkhu bukan seorang pembuat persoalan disiplin dan ia memuji penyelesaian persoalan-persoalan disiplin, ini adalah satu kualitas yang mengarah menuju kasih-sayang, penghormatan, penghargaan, kerukunan, atau persatuan.

(2) “Kemudian, seorang bhikkhu menginginkan latihan dan ia memuji pelaksanaan latihan. Ketika seorang bhikkhu menginginkan latihan … ini juga, adalah satu kualitas yang mengarah menuju … persatuan.

(3) “Kemudian, seorang bhikkhu memiliki sedikit keinginan dan ia memuji pelenyapan keinginan. Ketika seorang bhikkhu memiliki sedikit keinginan … ini juga, adalah satu kualitas yang mengarah menuju … persatuan.

(4) “Kemudian, seorang bhikkhu tidak rentan pada kemarahan dan ia memuji pelenyapan kemarahan. Ketika seorang bhikkhu tidak rentan pada kemarahan … ini juga, adalah satu kualitas yang mengarah menuju … persatuan.

(5) “Kemudian, seorang bhikkhu bukanlah seorang yang merendahkan [orang lain] dan ia memuji pelenyapan sikap merendahkan. Ketika seorang bhikkhu bukan seorang yang merendahkan [orang lain] … ini juga, adalah satu kualitas yang mengarah menuju … persatuan. [168]

(6) “Kemudian, seorang bhikkhu tidak bersifat licik dan ia memuji pelenyapan kelicikan. Ketika seorang bhikkhu tidak bersifat licik … ini juga, adalah satu kualitas yang mengarah menuju … persatuan.

(7) “Kemudian, seorang bhikkhu tidak penuh muslihat dan ia memuji pelenyapan muslihat. Ketika seorang bhikkhu tidak penuh muslihat … ini juga, adalah satu kualitas yang mengarah menuju … persatuan.

(8 ) “Kemudian, seorang bhikkhu condong untuk memperhatikan ajaran-ajaran dan ia memuji sikap memperhatikan ajaran-ajaran. Ketika seorang bhikkhu condong untuk memperhatikan ajaran-ajaran … ini juga, adalah satu kualitas yang tidak mengarah menuju … persatuan.

(9) “Kemudian, seorang bhikkhu condong pada keterasingan dan ia memuji keterasingan. Ketika seorang bhikkhu condong pada keterasingan … ini juga, adalah satu kualitas yang tidak mengarah menuju … persatuan.

(10) “Kemudian, seorang bhikkhu menunjukkan keramahan kepada teman-temannya para bhikkhu dan ia memuji seorang yang menunjukkan keramahan. Ketika seorang bhikkhu menunjukkan keramahan kepada teman-temannya para bhikkhu dan ia memuji seorang yang menunjukkan keramahan, ini juga adalah satu kualitas yang mengarah menuju kasih-sayang, penghormatan, penghargaan, kerukunan, atau persatuan.

“Walaupun bhikkhu itu tidak berharap: ‘Oh, seandainya teman-temanku para bhikkhu menghormati, menghargai, menjunjung, dan memuliakanku!’ namun teman-temannya para bhikkhu akan menghormati, menghargai, menjunjung, dan memuliakannya. Karena alasan apakah? Karena teman-temannya para bhikkhu yang bijaksana melihat bahwa ia telah meninggalkan kualitas-kualitas buruk yang tidak bermanfaat itu.

“Misalkan seekor kuda berdarah murni tidak berharap: ‘Oh, seandainya orang-orang menempatkanku pada posisi seekor kuda berdarah murni, memberikan makanan kuda berdarah murni kepadaku, dan merawatku seperti seekor kuda berdarah murni!’ namun orang-orang menempatkannya pada posisi seekor kuda berdarah murni, memberikan makanan kuda berdarah murni kepadanya, [169] dan merawatnya seperti seekor kuda berdarah murni. Karena alasan apakah? Karena orang-orang bijaksana melihat bahwa ia telah meninggalkan tipuan, taktik, strategi, dan muslihatnya. Demikian pula, walaupun bhikkhu itu tidak berharap: ‘Oh, seandainya teman-temanku para bhikkhu menghormati, menghargai, menjunjung, dan memuliakanku!’ namun teman-temannya para bhikkhu menghormati, menghargai, menjunjung, dan memuliakannya. Karena alasan apakah? Karena teman-temannya para bhikkhu yang bijaksana melihat bahwa ia telah meninggalkan kualitas-kualitas buruk yang tidak bermanfaat itu.”

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku SEPULUH
« Reply #24 on: 07 October 2013, 07:45:53 PM »
88 (8 ) Seorang Yang Menghina <2107>

“Para bhikkhu, ketika seorang bhikkhu adalah seorang yang menghina dan meremehkan teman-temannya para bhikkhu, seorang pencela para mulia, adalah tidak mungkin dan tidak terbayangkan bahwa ia tidak akan mengalami paling sedikit satu di antara sepuluh bencana ini. Apakah sepuluh ini? (1) Ia tidak mencapai apa yang belum ia capai. (2) ia jatuh dari apa yang telah ia capai. (3) kualitas-kualitas baiknya tidak dipoles.<2108> (4) Ia menilai terlalu tinggi kualitas-kualitas baiknya, atau (5) menjalani kehidupan spiritual dengan tidak puas, atau (6) melakukan pelanggaran kotor tertentu, atau (7) mengidap penyakit parah, atau (8 ) menjadi gila dan kehilangan akal sehat. (9) Ia meninggal dunia dalam kebingungan. (10) Dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali di alam sengsara, di alam tujuan kelahiran yang buruk, di alam rendah, di neraka. Ketika seorang bhikkhu adalah seorang yang menghina dan meremehkan teman-temannya para bhikkhu, seorang pencela para mulia, adalah tidak mungkin dan tidak terbayangkan bahwa ia tidak akan mengalami paling sedikit satu di antara sepuluh bencana itu.” [170]

89 (9) Kokālika <2109>

Bhikkhu Kokālika mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, duduk di satu sisi, dan berkata: “Bhante, Sāriputta dan Moggallāna memiliki keinginan jahat dan dikuasai oleh keinginan jahat.”

[Sang Bhagavā menjawab:] “Jangan berkata begitu, Kokālika! Jangan berkata begitu, Kokālika!<2110> Yakinlah pada Sāriputta dan Moggallāna, Kokālika. Sāriputta dan Moggallāna berperilaku baik.”

Untuk ke dua kalinya Bhikkhu Kokālika berkata kepada Sang Bhagavā: “Bhante, walaupun aku menganggap bahwa Sang Bhagavā layak diyakini dan dipercayai, [namun aku tetap mengatakan bahwa] Sāriputta dan Moggallāna memiliki keinginan jahat dan dikuasai oleh keinginan jahat.”

“Jangan berkata begitu, Kokālika! … Sāriputta dan Moggallāna berperilaku baik.”

Untuk ke tiga kalinya Bhikkhu Kokālika berkata kepada Sang Bhagavā: “Bhante, walaupun aku menganggap bahwa Sang Bhagavā layak diyakini dan dipercayai, [namun aku tetap mengatakan bahwa] Sāriputta dan Moggallāna memiliki keinginan jahat dan dikuasai oleh keinginan jahat.”

“Jangan berkata begitu, Kokālika! Jangan berkata begitu, Kokālika! Yakinlah pada Sāriputta dan Moggallāna, Kokālika. Sāriputta dan Moggallāna berperilaku baik.”

Kemudian Bhikkhu Kokālika bangkit dari duduknya, bersujud kepada Sang Bhagavā, mengelilingi Beliau dengan sisi kanannya menghadap Beliau, dan pergi.  Tidak lama setelah Bhikkhu Kokālika pergi, seluruh tubuhnya menjadi dipenuhi oleh bisul-bisul sebesar biji mostar. Bisul-bisul ini kemudian membesar seukuran kacang hijau; kemudian seukuran biji kacang buncis; kemudian seukuran biji buah ceri; kemudian seukuran buah ceri; kemudian seukuran buah myrobalan; kemudian sekuran buah maja yang belum matang;<2111> kemudian sekuran buah maja yang sudah matang. Ketika bisul-bisul itu telah membesar seukuran buah maja yang sudah matang, bisul-bisul itu pecah, [171] memancarkan nanah dan darah. Kemudian ia hanya berbaring di atas daun pisang seperti seekor ikan yang telah menelan racun.

Kemudian Brahmā mandiri Tudu mendatangi Bhikkhu Kokālika,<2112> berdiri di angkasa, dan berkata kepadanya: “Yakinlah pada Sāriputta dan Moggallāna, Kokālika. Sāriputta dan Moggallāna berperilaku baik.”

“Siapakah engkau, teman?”

“Aku adalah Brahmā mandiri Tudu.”

“Tidakkah Sang Bhagavā menyatakan engkau sebagai seorang yang-tidak-kembali, teman? Mengapa engkau kembali ke sini? Lihatlah betapa besarnya kekeliruan yang telah engkau lakukan.”<2113>

Kemudian Brahmā mandiri Tudu berkata kepada Bhikkhu Kokālika dalam syair:

   “Ketika seseorang telah terlahir
   Sebuah kapak muncul di dalam mulutnya
   Yang dengannya si dungu memotong dirinya sendiri
   Dengan mengucapkan ucapan salah.

   “Ia yang memuji seorang yang layak dicela<2114>
   Atau mencela seorang yang layak dipuji
   Melakukan lemparan yang tidak beruntung melalui mulutnya
   Yang karenanya ia tidak menemukan kebahagiaan.

   “Lemparan dadu yang tidak beruntung adalah kecil
   Yang mengakibatkan hilangnya kekayaan seseorang,
   [kehilangan] segalanya, termasuk dirinya sendiri;
   Lebih buruk lagi adalah lemparan tidak beruntung
   Memendam kebencian pada para mulia.

   “Selama seratus ribu
   Dan tiga puluh enam nirabbuda, ditambah lima abbuda,<2115>
   
Pemfitnah para mulia pergi ke neraka,
Setelah mencemarkan reputasi mereka dengan ucapan dan pikiran jahat.” [172]


Kemudian Bhikkhu Kokālika meninggal dunia karena penyakit itu, dan karena kekesalannya pada Sāriputta dan Moggallāna, setelah kematian ia terlahir kembali di neraka seroja-merah.<2116>

Kemudian, ketika malam telah larut, Brahmā Sahampati, dengan keindahan mempesona, menerangi seluruh Hutan Jeta, mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, berdiri di satu sisi, dan berkata kepada Beliau: “Bhante, Bhikkhu Kokālika telah meninggal dunia, dan karena kekesalannya pada Sāriputta dan Moggallāna, setelah kematian ia terlahir kembali di neraka seroja-merah.” Ini adalah apa yang dikatakan oelh Brahmā Sahampati. Kemudian ia bersujud kepada Sang Bhagavā, mengelilingi Beliau dengan sisi kanannya menghadap Beliau, dan lenyap dari sana.

Kemudian, ketika malam telah berlalu, Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Para bhikkhu, tadi malam, ketika malam telah larut, Brahmā Sahampati mendatangiKu dan berkata kepadaKu … [seperti di atas] … Kemudian ia bersujud kepadaKu, mengelilingiKu dengan sisi kanannya menghadapKu, dan lenyap dari sana.”

Ketika hal ini dikatakan, seorang bhikkhu tertentu berkata kepada Sang Bhagavā: “Berapa lamakah, Bhante, umur kehidupan di neraka seroja-merah itu?”<2117>

“Umur kehidupan di neraka seroja-merah sangat panjang, bhikkhu. Tidaklah mudah untuk menghitungnya sebagai sekian [173] tahun, atau sekian ratus tahun, atau sekian ribu tahun. Atau sekian ratus ribu tahun.”

“Kalau begitu mungkinkah, Bhante, untuk memberikan perumpamaan?”

“Mungkin saja, Bhikkhu.” Sang Bhagavā berkata: “Misalkan terdapat sebuah gerobak Kosala berisi biji wijen sebanyak 20 takaran. Pada akhir setiap seratus tahun seseorang akan mengambil sebutir biji dari gerobak itu. Dengan cara ini gerobak Kosala berisi biji wijen sebanyak 20 takaran itu akan habis dan kosong lebih cepat daripada (1) berlalunya satu kehidupan di neraka abbuda. (2) satu kehidupan di neraka nirabbuda adalah setara dengan dua puluh kehidupan di neraka abbuda; (3) satu kehidupan di neraka ababa adalah setara dengan dua puluh kehidupan di neraka nirabudda; (4) satu kehidupan di neraka ahaha adalah setara dengan dua puluh kehidupan di neraka ababa; (5) satu kehidupan di neraka aṭaṭa adalah setara dengan dua puluh kehidupan di neraka ahaha; (6) satu kehidupan di neraka teratai adalah setara dengan dua puluh kehidupan di neraka aṭaṭa (7) satu kehidupan di neraka beraroma-harum adalah setara dengan dua puluh kehidupan di neraka teratai; (8 ) satu kehidupan di neraka seroja-biru adalah setara dengan dua puluh kehidupan di neraka beraroma-harum; (9) satu kehidupan di neraka seroja-putih adalah setara dengan dua puluh kehidupan di neraka seroja-biru; (10) satu kehidupan di neraka seroja-merah adalah setara dengan dua puluh kehidupan di neraka seroja-putih. Sekarang, karena ia memendam kekesalan terhadap Sāriputta dan Moggallāna, Bhikkhu Kokālika telah terlahir kembali di neraka seroja-merah.”

Ini adalah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā. Setelah mengatakan ini, Yang Berbahagia, Sang Guru, lebih lanjut berkata sebagai berikut: [174]

[Empat baik syair yang identik dengan syair yang persis di atas.]

90 (10) Kekuatan <2118>

Yang Mulia Sāriputta mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, dan duduk di satu sisi. Kemudian Sang Bhagavā berkata kepadanya:

“Sāriputta, ketika noda-noda seorang bhikkhu telah dihancurkan, berapa banyakkah kekuatan yang ia miliki yang karenanya ia boleh mengaku [telah mencapai] hancurnya noda-noda: ‘Noda-nodaku telah dihancurkan’?”

“Bhante, ketika noda-noda seorang bhikkhu telah dihancurkan, maka ia memiliki sepuluh kekuatan yang karenanya ia boleh mengaku [telah mencapai] hancurnya noda-noda: ‘Noda-nodaku telah dihancurkan.’ Apakah sepuluh ini?

(1) “Di sini, Bhante, seorang bhikkhu dengan noda-noda dihancurkan telah dengan jelas melihat segala fenomena terkondisi sebagaimana adanya dengan kebijaksanaan benar sebagai tidak kekal. [175] Ini adalah satu kekuatan seorang bhikkhu dengan noda-noda dihancurkan yang karenanya ia boleh mengaku [telah mencapai] hancurnya noda-noda: ‘Noda-nodaku telah dihancurkan.’

(2) “Kemudian, seorang bhikkhu dengan noda-noda dihancurkan telah dengan jelas melihat kenikmatan-kenikmatan indriawi sebagaimana adanya dengan kebijaksanaan benar sebagai serupa dengan lubang arang membara. Ini adalah satu kekuatan seorang bhikkhu dengan noda-noda dihancurkan …

(3) “Kemudian, pikiran seorang bhikkhu dengan noda-noda dihancurkan miring, melandai, dan condong pada kesendirian; pikirannya terasing, bersenang dalam pelepasan keduniawian, dan sepenuhnya selesai dengan segala sesuatu yang menjadi landasan bagi noda-noda. Ini adalah satu kekuatan seorang bhikkhu dengan noda-noda dihancurkan …

(4) “Kemudian, seorang bhikkhu dengan noda-noda dihancurkan telah mengembangkan dan mengembangkan dengan baik keempat penegakan perhatian. Karena itu, ini adalah satu kekuatan seorang bhikkhu dengan noda-noda dihancurkan …

(5) – (10) “Kemudian, seorang bhikkhu dengan noda-noda dihancurkan telah mengembangkan dan mengembangkan dengan baik empat usaha benar … empat landasan kekuatan batin … lima indria spiritual … lima kekuatan [176] … tujuh faktor pencerahan … jalan mulia berunsur delapan. . Ini adalah satu kekuatan seorang bhikkhu dengan noda-noda dihancurkan yang karenanya ia boleh mengaku [telah mencapai] hancurnya noda-noda: ‘Noda-nodaku telah dihancurkan.’

“Bhante, ketika noda-noda seorang bhikkhu telah dihancurkan, maka ia memiliki kesepuluh kekuatan ini yang dengan berlandaskan pada kekuatan-kekuatan ini ia boleh mengaku [telah mencapai] hancurnya noda-noda: ‘Noda-nodaku telah dihancurkan.’”

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku SEPULUH
« Reply #25 on: 07 October 2013, 07:46:37 PM »
V. UPĀLI<2119>

91 (1) Seorang Yang Menikmati Kenikmatan Indria <2120>

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Kemudian perumah tangga Anāthapiṇḍika mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, dan duduk di satu sisi. Kemudian Sang Bhagavā berkata kepadanya: [177]

“Perumah tangga, ada sepuluh jenis orang ini yang menikmati kenikmatan indria yang terdapat di dunia ini. Apakah sepuluh ini?<2121>

[I. PEMBABARAN]

[A. Mereka Yang Mencari Kekayaan dengan Tidak Benar]

(1) “Di sini, perumah tangga, seseorang yang menikmati kenikmatan indria mencari kekayaan dengan tidak benar, dengan kekerasan. Setelah melakukan demikian, ia tidak membuat dirinya bahagia dan gembira, juga ia tidak membagi kekayaannya dan tidak melakukan perbuatan-perbuatan berjasa.

(2) “Seorang lainnya yang menikmati kenikmatan indria mencari kekayaan dengan tidak benar, dengan kekerasan. Setelah melakukan demikian, ia membuat dirinya bahagia dan gembira, tetapi ia tidak membagi kekayaannya dan tidak melakukan perbuatan-perbuatan berjasa.

(3) “Seorang lainnya lagi yang menikmati kenikmatan indria mencari kekayaan dengan tidak benar, dengan kekerasan. Setelah melakukan demikian, ia membuat dirinya bahagia dan gembira, dan ia membagi kekayaannya dan melakukan perbuatan-perbuatan berjasa.

[B. Mereka Yang Mencari Kekayaan dengan Benar dan dengan Tidak Benar]

(4) “Berikutnya, perumah tangga, seseorang yang menikmati kenikmatan indria mencari kekayaan dengan benar dan dengan tidak benar, dengan kekerasan dan tanpa kekerasan. Setelah melakukan demikian, ia tidak membuat dirinya bahagia dan gembira, juga ia tidak membagi kekayaannya dan tidak melakukan perbuatan-perbuatan berjasa.

(5) “Seorang lainnya yang menikmati kenikmatan indria mencari kekayaan dengan benar dan dengan tidak benar, dengan kekerasan dan tanpa kekerasan. Setelah melakukan demikian, ia membuat dirinya bahagia dan gembira, tetapi ia tidak membagi kekayaannya dan tidak melakukan perbuatan-perbuatan berjasa.

(6) “Seorang lainnya lagi yang menikmati kenikmatan indria mencari kekayaan dengan benar dan dengan tidak benar, dengan kekerasan dan tanpa kekerasan. Setelah melakukan demikian, ia membuat dirinya bahagia dan gembira, dan ia membagi kekayaannya dan melakukan perbuatan-perbuatan berjasa.

[C. Mereka Yang Mencari Kekayaan dengan Benar]

(7) “Berikutnya, perumah tangga, seseorang yang menikmati kenikmatan indria mencari kekayaan dengan benar, tanpa kekerasan. Setelah melakukan demikian, ia tidak membuat dirinya bahagia dan gembira, juga ia tidak membagi kekayaannya dan tidak melakukan perbuatan-perbuatan berjasa.

(8 ) “Seorang lainnya yang menikmati kenikmatan indria mencari kekayaan dengan benar, tanpa kekerasan. Setelah melakukan demikian, [178] ia membuat dirinya bahagia dan gembira, tetapi ia tidak membagi kekayaannya dan tidak melakukan perbuatan-perbuatan berjasa.

(9) “Seorang lainnya lagi yang menikmati kenikmatan indria mencari kekayaan dengan benar, tanpa kekerasan. Setelah melakukan demikian, ia membuat dirinya bahagia dan gembira, dan ia membagi kekayaannya dan melakukan perbuatan-perbuatan berjasa. Tetapi ia menggunakan kekayaannya dengan terikat pada kekayannya, tergila-gila padanya, dan secara membuta tenggelam di dalamnya, tidak melihat bahaya di dalamnya dan tidak memahami jalan membebaskan diri darinya.

(10) “Dan seorang lainnya lagi yang menikmati kenikmatan indria mencari kekayaan dengan benar, tanpa kekerasan. Setelah melakukan demikian, ia membuat dirinya bahagia dan gembira, dan ia membagi kekayaannya dan melakukan perbuatan-perbuatan berjasa. Dan ia menggunakan kekayaannya tanpa terikat pada kekayannya, tidak tergila-gila padanya, dan tidak secara membuta tenggelam di dalamnya, melihat bahaya di dalamnya dan memahami jalan membebaskan diri darinya.

[II. Evaluasi]

[A. Mereka Yang Mencari Kekayaan dengan Tidak Benar]

(1) “Ia yang yang menikmati kenikmatan indria yang mencari kekayaan dengan tidak benar, dengan kekerasan, dan tidak membuat dirinya bahagia dan gembira, dan juga tidak membagi kekayaannya dan tidak melakukan perbuatan-perbuatan berjasa, dapat dikritik atas tiga dasar. Dasar pertama yang dengannya ia dapat dikritik adalah bahwa ia mencari kekayaannya dengan tidak benar, dengan kekerasan. Dasar ke dua yang dengannya ia dapat dikritik adalah bahwa ia tidak membuat dirinya sendiri bahagia dan gembira. Dasar ke tiga yang dengannya ia dapat dikritik adalah bahwa ia tidak membagi kekayaannya dan tidak melakukan perbuatan-perbuatan berjasa. Orang yang menikmati kenikmatan indria ini dapat dikritik atas ketiga dasar ini.

(2) “Ia yang yang menikmati kenikmatan indria yang mencari kekayaan dengan tidak benar, dengan kekerasan, dan membuat dirinya bahagia dan gembira, tetapi tidak membagi kekayaannya dan tidak melakukan perbuatan-perbuatan berjasa, dapat dikritik atas dua dasar dan dipuji atas satu dasar. Dasar pertama yang dengannya ia dapat dikritik adalah bahwa ia mencari kekayaannya dengan tidak benar, dengan kekerasan. Satu dasar yang dengannya ia dapat dipuji adalah bahwa ia membuat dirinya sendiri bahagia dan gembira. Dasar ke dua yang dengannya ia dapat dikritik adalah bahwa ia tidak membagi kekayaannya dan tidak melakukan perbuatan-perbuatan berjasa. Orang yang menikmati kenikmatan indria ini dapat dikritik atas kedua dasar ini dan dipuji atas satu dasar ini. [179]

(3) “Ia yang yang menikmati kenikmatan indria yang mencari kekayaan dengan tidak benar, dengan kekerasan, dan membuat dirinya bahagia dan gembira, dan membagi kekayaannya dan melakukan perbuatan-perbuatan berjasa, dapat dikritik atas satu dasar dan dipuji atas dua dasar. Satu dasar yang dengannya ia dapat dikritik adalah bahwa ia mencari kekayaannya dengan tidak benar, dengan kekerasan. Dasar pertama yang dengannya ia dapat dipuji adalah bahwa ia membuat dirinya sendiri bahagia dan gembira. Dasar ke dua yang dengannya ia dapat dipuji adalah bahwa ia membagi kekayaannya dan melakukan perbuatan-perbuatan berjasa. Orang yang menikmati kenikmatan indria ini dapat dikritik dalam satu dasar ini dan dipuji atas dua dasar ini.

[B. Mereka Yang Mencari Kekayaan dengan Benar dan dengan Tidak Benar]

(4) “Berikutnya, perumah tangga, ia yang menikmati kenikmatan indria yang mencari kekayaan dengan benar dan dengan tidak benar, dengan kekerasan dan tanpa kekerasan, dan tidak membuat dirinya bahagia dan gembira, dan tidak membagi kekayaannya dan tidak melakukan perbuatan-perbuatan berjasa, dapat dipuji atas satu dasar dan dikritik atas tiga dasar. Satu dasar yang dengannya ia dapat puji adalah bahwa ia mencari kekayaannya dengan benar, tanpa kekerasan. Dasar pertama yang dengannya ia dapat dikritik adalah bahwa ia mencari kekayaannya dengan tidak benar, dengan kekerasan. Dasar ke dua yang dengannya ia dapat dikritik adalah bahwa ia tidak membuat dirinya sendiri bahagia dan gembira. Dasar ke tiga yang dengannya ia dapat dikritik adalah bahwa ia tidak membagi kekayaannya dan tidak melakukan perbuatan-perbuatan berjasa. Orang yang menikmati kenikmatan indria ini dapat dipuji atas satu dasar ini dan dikritik atas tiga dasar ini.

(5) “Ia yang menikmati kenikmatan indria yang mencari kekayaan dengan benar dan dengan tidak benar, dengan kekerasan dan tanpa kekerasan, dan membuat dirinya bahagia dan gembira, tetapi tidak membagi kekayaannya dan tidak melakukan perbuatan-perbuatan berjasa, dapat dipuji atas dua dasar dan dikritik atas dua dasar. Dasar pertama yang dengannya ia dapat puji adalah bahwa ia mencari kekayaannya dengan benar, tanpa kekerasan. Dasar pertama yang dengannya ia dapat dikritik adalah bahwa ia mencari kekayaannya dengan tidak benar, dengan kekerasan. Dasar ke dua yang dengannya ia dapat puji adalah bahwa ia membuat dirinya sendiri bahagia dan gembira. Dasar ke dua yang dengannya ia dapat dikritik adalah bahwa ia tidak membagi kekayaannya dan tidak melakukan perbuatan-perbuatan berjasa. [180] Orang yang menikmati kenikmatan indria ini dapat dipuji atas dua dasar ini dan dikritik atas dua dasar ini.

(6) “Ia yang menikmati kenikmatan indria yang mencari kekayaan dengan benar dan dengan tidak benar, dengan kekerasan dan tanpa kekerasan, dan membuat dirinya bahagia dan gembira, dan membagi kekayaannya dan melakukan perbuatan-perbuatan berjasa, dapat dipuji atas tiga dasar dan dikritik atas satu dasar. Dasar pertama yang dengannya ia dapat puji adalah bahwa ia mencari kekayaannya dengan benar, tanpa kekerasan. Satu dasar yang dengannya ia dapat dikritik adalah bahwa ia mencari kekayaannya dengan tidak benar, dengan kekerasan. Dasar ke dua yang dengannya ia dapat dipuji adalah bahwa ia membuat dirinya sendiri bahagia dan gembira. Dasar ke tiga yang dengannya ia dapat dipuji adalah bahwa ia membagi kekayaannya dan melakukan perbuatan-perbuatan berjasa. Orang yang menikmati kenikmatan indria ini dapat dipuji atas tiga dasar ini dan dikritik atas satu dasar ini.

[C. Mereka Yang Mencari Kekayaan dengan Benar]

(7) “Berikutnya, perumah tangga, ia yang menikmati kenikmatan indria yang mencari kekayaan dengan benar, tanpa kekerasan, dan tidak membuat dirinya bahagia dan gembira, dan juga tidak membagi kekayaannya dan tidak melakukan perbuatan-perbuatan berjasa, dapat dipuji atas satu dasar dan dikritik atas dua dasar. Satu dasar yang dengannya ia dapat puji adalah bahwa ia mencari kekayaannya dengan benar, tanpa kekerasan. Dasar pertama yang dengannya ia dapat dikritik adalah bahwa ia tidak membuat dirinya sendiri bahagia dan gembira. Dasar ke dua yang dengannya ia dapat dikritik adalah bahwa ia tidak membagi kekayaannya dan tidak melakukan perbuatan-perbuatan berjasa. Orang yang menikmati kenikmatan indria ini dapat dipuji atas satu dasar ini dan dikritik atas dua dasar ini.

(8 ) “Ia yang menikmati kenikmatan indria yang mencari kekayaan dengan benar, tanpa kekerasan, dan membuat dirinya bahagia dan gembira, tetapi tidak membagi kekayaannya dan tidak melakukan perbuatan-perbuatan berjasa, dapat dipuji atas dua dasar dan dikritik atas satu dasar. Dasar pertama yang dengannya ia dapat puji adalah bahwa ia mencari kekayaannya dengan benar, tanpa kekerasan. Dasar ke dua yang dengannya ia dapat dipuji adalah bahwa ia membuat dirinya sendiri bahagia dan gembira. Satu dasar yang dengannya ia dapat dikritik adalah bahwa ia tidak membagi kekayaannya dan tidak melakukan perbuatan-perbuatan berjasa. [181] Orang yang menikmati kenikmatan indria ini dapat dipuji atas dua dasar ini dan dikritik atas satu dasar ini.

(9) “Ia yang menikmati kenikmatan indria yang mencari kekayaan dengan benar, tanpa kekerasan, dan membuat dirinya bahagia dan gembira, dan membagi kekayaannya dan melakukan perbuatan-perbuatan berjasa, tetapi ia menggunakan kekayaannya dengan terikat pada kekayannya, tergila-gila padanya, dan secara membuta tenggelam di dalamnya, tidak melihat bahaya di dalamnya dan tidak memahami jalan membebaskan diri darinya – ia dapat dipuji atas tiga dasar dan dikritik atas satu dasar. Dasar pertama yang dengannya ia dapat puji adalah bahwa ia mencari kekayaannya dengan benar, tanpa kekerasan. Dasar ke dua yang dengannya ia dapat dipuji adalah bahwa ia membuat dirinya sendiri bahagia dan gembira. Dasar ke tiga yang dengannya ia dapat dipuji adalah bahwa ia membagi kekayaannya dan melakukan perbuatan-perbuatan berjasa. Satu dasar yang dengannya ia dapat dikritik adalah bahwa ia menggunakan kekayaannya dengan terikat pada kekayannya, tergila-gila padanya, dan secara membuta tenggelam di dalamnya, tidak melihat bahaya di dalamnya dan tidak memahami jalan membebaskan diri darinya. Orang yang menikmati kenikmatan indria ini dapat dipuji atas tiga dasar ini dan dikritik atas satu dasar ini.

(10) “Ia yang menikmati kenikmatan indria yang mencari kekayaan dengan benar, tanpa kekerasan, dan membuat dirinya bahagia dan gembira, dan membagi kekayaannya dan melakukan perbuatan-perbuatan berjasa, dan ia menggunakan kekayaannya tanpa terikat pada kekayannya, tidak tergila-gila padanya, dan tidak secara membuta tenggelam di dalamnya, melihat bahaya di dalamnya dan memahami jalan membebaskan diri darinya – ia dapat dipuji atas empat dasar. Dasar pertama yang dengannya ia dapat puji adalah bahwa ia mencari kekayaannya dengan benar, tanpa kekerasan. Dasar ke dua yang dengannya ia dapat dipuji adalah bahwa ia membuat dirinya sendiri bahagia dan gembira. Dasar ke tiga yang dengannya ia dapat dipuji adalah bahwa ia membagi kekayaannya dan melakukan perbuatan-perbuatan berjasa. Dasar ke empat yang dengannya ia dapat dipuji adalah bahwa ia menggunakan kekayaannya tanpa terikat pada kekayannya, tidak tergila-gila padanya, dan tidak secara membuta tenggelam di dalamnya, melihat bahaya di dalamnya dan memahami jalan membebaskan diri darinya. Orang yang menikmati kenikmatan indria ini dapat dipuji atas empat dasar ini.

[Penutup]

“Ini, perumah tangga, adalah kesepuluh jenis orang itu yang menikmati kenikmatan indria yang terdapat di dunia ini. Di antara kesepuluh orang ini, [182] Yang terkemuka, terbaik, terunggul, tertinggi, dan terhalus adalah seorang yang menikmati kenikmatan indria yang mencari kekayaan dengan benar, tanpa kekerasan, dan membuat dirinya bahagia dan gembira, dan membagi kekayaannya dan melakukan perbuatan-perbuatan berjasa, dan ia menggunakan kekayaannya tanpa terikat pada kekayannya, tidak tergila-gila padanya, dan tidak secara membuta tenggelam di dalamnya, melihat bahaya di dalamnya dan memahami jalan membebaskan diri darinya. Seperti halnya, dari sapi dihasilkan susu, dari susu dihasilkan dadih, dari dadih dihasilkan mentega,  dari mentega dihasilkan ghee, dan dari ghee dihasilkan krim-ghee, yang dianggap sebagai yang terbaik di antara semua itu, demikian pula, di antara kesepuluh kesepuluh jenis orang itu yang menikmati kenikmatan indria ini yang terdapat di dunia, yang terunggul, yang terbaik, yang menonjol, yang tertinggi, dan yang terhalus adalah ia yang mencari kekayaan dengan benar, tanpa kekerasan, dan membuat dirinya bahagia dan gembira, dan membagi kekayaannya dan melakukan perbuatan-perbuatan berjasa, dan ia menggunakan kekayaannya tanpa terikat pada kekayannya, tidak tergila-gila padanya, dan tidak secara membuta tenggelam di dalamnya.”


Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku SEPULUH
« Reply #26 on: 07 October 2013, 07:46:51 PM »
92 (2) Permusuhan <2122>

Perumah tangga Anāthapiṇḍika mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, dan duduk di satu sisi. Kemudian Sang Bhagavā berkata kepadanya:

“Perumah tangga, ketika seorang siswa mulia telah melenyapkan lima bahaya dan permusuhan, memiliki empat faktor memasuki-arus, dan telah melihat dengan jelas dan secara seksama menembus metode mulia dengan kebijaksanaan, ia dapat, jika ia menghendaki, menyatakan dirinya: ‘Aku adalah seorang yang sudah selesai dengan neraka, alam binatang, dan alam hantu menderita; aku sudah selesai dengan alam sengsara, alam tujuan kelahiran yang buruk, alam rendah; aku adalah seorang pemasuk-arus, tidak lagi tunduk pada [kelahiran kembali] di alam rendah, pasti dalam tujuan, mengarah menuju pencerahan.’

“Apakah lima bahaya dan permusuhan yang telah dilenyapkan? [183] (1) Perumah tangga, seorang yang membunuh, dengan pembunuhan sebagai kondisi, menciptakan bahaya dan permusuhan yang berhubungan dengan kehidupan ini dan bahaya dan permusuhan yang berhubungan dengan kehidupan mendatang, dan ia juga mengalami kesakitan batin dan kesedihan. Seorang yang menghindari membunuh tidak menciptakan bahaya dan permusuhan demikian yang berhubungan dengan kehidupan ini atau bahaya dan permusuhan demikian yang berhubungan dengan kehidupan mendatang, juga ia tidak mengalami kesakitan batin dan kesedihan. Dengan demikian, pada seorang yang menghindari membunuh, bahaya dan permusuhan itu telah dilenyapkan.

(2) “Seorang yang mengambil apa yang tidak diberikan … (3) Seorang yang melakukan hubungan seksual yang salah … (4) Seorang yang berbohong … (5) Seorang yang menikmati minuman keras, anggur, dan minuman memabukkan, yang menjadi landasan bagi kelengahan, dengan menikmati minuman keras, anggur, dan minuman memabukkan sebagai kondisi, menciptakan bahaya dan permusuhan yang berhubungan dengan kehidupan ini dan bahaya dan permusuhan yang berhubungan dengan kehidupan mendatang, dan ia juga mengalami kesakitan batin dan kesedihan. Seorang yang menghindari menikmati minuman keras, anggur, dan minuman memabukkan, yang menjadi landasan bagi kelengahan, tidak menciptakan bahaya dan permusuhan demikian yang berhubungan dengan kehidupan ini atau bahaya dan permusuhan demikian yang berhubungan dengan kehidupan mendatang, juga ia tidak mengalami kesakitan batin dan kesedihan. Dengan demikian, pada seorang yang menghindari menikmati minuman keras, anggur, dan minuman memabukkan, yang menjadi landasan bagi kelengahan, bahaya dan permusuhan itu telah dilenyapkan.

“Ini adalah kelima bahaya dan permusuhan itu yang telah dilenyapkan.

“Dan apakah empat faktor memasuki-arus yang ia miliki? (6) Di sini, perumah tangga, seorang siswa mulia memiliki keyakinan yang tak tergoyahkan pada Sang Buddha sebagai berikut: ‘‘Sang Bhagavā adalah seorang Arahant, tercerahkan sempurna, sempurna dalam pengetahuan sejati dan perilaku, berbahagia, pengenal dunia, pelatih terbaik bagi orang-orang yang harus dijinakkan, guru para deva dan manusia, Yang Tercerahkan, Yang Suci.’ (7) Ia memiliki keyakinan tak tergoyahkan pada Dhamma sebagai berikut: “Dhamma telah dibabarkan dengan baik oleh Sang Bhagavā, terlihat langsung, segera, mengundang seseorang untuk datang dan melihat, dapat diterapkan, untuk dialami secara pribadi oleh para bijaksana.’ (8 ) Ia itu memiliki keyakinan tak tergoyahkan pada Saṅgha sebagai berikut: ‘Saṅgha para siswa Sang Bhagavā mempraktikkan jalan yang baik, mempraktikkan jalan yang lurus, mempraktikkan jalan yang benar, mempraktikkan jalan yang selayaknya; yaitu empat pasang makhluk, delapan jenis individu - Saṅgha para siswa Sang Bhagavā ini layak menerima pemberian, layak menerima keramahan, layak menerima persembahan, layak menerima penghormatan, lahan jasa yang tiada taranya di dunia.’ (9) Ia memiliki memiliki perilaku bermoral yang disukai oleh para mulia, [184] yang tidak rusak, tidak cacat, tanpa noda, tanpa bercak, membebaskan, dipuji oleh para bijaksana, tidak digenggam, mengarah pada konsentrasi. Ini adalah keempat faktor memasuki-arus yang ia miliki.

“Dan apakah metode mulia yang telah ia lihat dengan jelas dan secara seksama ditembus dengan kebijaksanaan?<2123> (10) Di sini, perumah tangga, siswa mulia itu merefleksikan sebagai berikut: ‘Ketika ini ada, maka itu muncul; dengan munculnya ini, maka muncul pula itu. Ketika ini tidak ada, maka itu tidak muncul; dengan lenyapnya ini, maka lenyap pula itu. Yaitu, dengan ketidak-tahuan sebagai kondisi, maka aktivitas-aktivitas kehendak [muncul]; dengan aktivitas-aktivitas kehendak sebagai kondisi, maka kesadaran; dengan kesadaran sebagai kondisi, maka nama-dan-bentuk; dengan nama-dan-bentuk sebagai kondisi, maka enam landasan indria; dengan enam landasan indria sebagai kondisi, maka kontak; dengan kontak sebagai kondisi, maka perasaan; dengan perasaan sebagai kondisi, maka ketagihan; dengan ketagihan sebagai kondisi, maka kemelekatan; dengan kemelekatan sebagai kondisi, maka penjelmaan; dengan penjelmaan sebagai kondisi, maka kelahiran; dengan kelahiran sebagai kondisi, maka penuaan dan kematian, dukacita, ratapan, kesakitan, kesedihan, dan kesengsaraan muncul. Demikianlah asal-mula keseluruhan kumpulan penderitaan ini.

“‘Tetapi dengan peluruhan tanpa sisa dan lenyapnya ketidak-tahuan, maka lenyap pula aktivitas-aktivitas kehendak; dengan lenyapnya aktivitas-aktivitas kehendak, maka lenyap pula kesadaran; dengan lenyapnya kesadaran, maka lenyap pula nama-dan-bentuk; dengan lenyapnya nama-dan-bentuk, maka lenyap pula enam landasan indria; dengan lenyapnya enam landasan indria, maka lenyap pula kontak; dengan lenyapnya kontak, maka lenyap pula perasaan; dengan lenyapnya perasaan, maka lenyap pula ketagihan; dengan lenyapnya ketagihan, maka lenyap pula kemelekatan; dengan lenyapnya kemelekatan, maka lenyap pula penjelmaan; dengan lenyapnya penjelmaan, maka lenyap pula kelahiran; dengan lenyapnya kelahiran, maka lenyap pula penuaan dan kematian, dukacita, ratapan, kesakitan, kesedihan, dan kesengsaraan. Demikianlah lenyapnya keseluruhan kumpulan penderitaan ini.

“Ini adalah metode mulia itu yang telah ia lihat dengan jelas dan secara seksama ditembus dengan kebijaksanaan.

“Perumah tangga, ketika seorang siswa mulia telah melenyapkan lima bahaya dan permusuhan, memiliki empat faktor memasuki-arus, dan telah melihat dengan jelas dan secara seksama menembus metode mulia dengan kebijaksanaan, ia dapat, jika ia menghendaki, menyatakan dirinya: ‘Aku adalah seorang yang sudah selesai dengan neraka, alam binatang, dan alam hantu menderita; aku sudah selesai dengan alam sengsara, alam tujuan kelahiran yang buruk, alam rendah; aku adalah seorang pemasuk-arus, tidak lagi tunduk pada [kelahiran kembali] di alam rendah, pasti dalam tujuan, mengarah menuju pencerahan.’” [185]

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku SEPULUH
« Reply #27 on: 07 October 2013, 07:47:16 PM »
93 (3) Pandangan

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Kemudian perumah tangga Anāthapiṇḍika meninggalkan Sāvatthī di tengah hari untuk menemui Sang Bhagavā. Kemudian ia berpikir: “Sekarang bukanlah saat yang tepat untuk menemui Sang Bhagavā, yang sedang berada dalam keterasingan, juga bukan saat yang tepat untuk menemui para bhikkhu terhormat, yang juga sedang berada dalam keterasingan. Biarlah aku pergi ke taman para pengembara sekte lain.”

Kemudian perumah tangga Anāthapiṇḍika pergi ke taman para pengembara sekte lain. Pada saat itu para pengembara sekte lain telah berkumpul dan sedang membuat kegaduhan ketika mereka duduk dengan riuh dan ramai mendiskusikan berbagai topik tanpa tujuan. Dari kejauhan para pengembara itu melihat perumah tangga Anāthapiṇḍika datang dan saling menenangkan satu sama lain: “Tuan-tuan, diamlah, tuan-tuan, jangan berisik. Telah datang perumah tangga Anāthapiṇḍika, seorang siswa Petapa Gotama, salah satu di antara umat awam berjubah putih dari Petapa Gotama yang menetap di Sāvatthī. Sekarang para mulia ini menyukai ketenangan, disiplin dalam ketenangan, dan memuji ketenangan. Mungkin jika ia melihat kumpulan kita yang tenang, ia akan berpikir untuk mendatangi kita.” Kemudian para pengembara sekte lain itu menjadi diam.

Kemudian perumah tangga Anāthapiṇḍika mendatangi para pengembara itu dan saling bertukar sapa dengan mereka. Ketika mereka telah mengakhiri ramah tamah itu [186], ia duduk di satu sisi. Kemudian para pengembara itu berkata kepadanya:

“Katakanlah, perumah tangga, apakah pandangan Petapa Gotama?”

“Bhante, aku tidak mengetahui pandangan Sang Bhagavā secara keseluruhan.”

“Jadi, perumah tangga, engkau mengatakan bahwa engkau tidak mengetahui pandangan Sang Bhagavā secara keseluruhan. Kalau begitu, katakanlah, apakah pandangan para bhikkhu?”

“Bhante, aku juga tidak mengetahui pandangan para bhikkhu secara keseluruhan.”

“Jadi, perumah tangga, engkau mengatakan bahwa engkau tidak mengetahui pandangan Sang Bhagavā secara keseluruhan dan engkau juga tidak mengetahui pandangan para bhikkhu secara keseluruhan.. Kalau begitu, katakanlah, apakah pandanganmu?”

“Tidaklah sulit bagiku untuk menjelaskan pandanganku, Bhante. Tetapi pertama-tama jelaskanlah pandanganmu. Setelah itu tidaklah sulit bagiku untuk menjelaskan pandanganku.”

Ketika hal ini dikatakan, seorang pengembara berkata kepada perumah tangga Anāthapiṇḍika: (1) “‘Dunia adalah abadi; hanya ini yang benar, semua yang lainnya adalah salah’: demikianlah pandanganku, perumah tangga.” (2) Pengembara lainnya berkata: “‘Dunia ini adalah tidak abadi; hanya ini yang benar, semua yang lainnya adalah salah’: demikianlah pandanganku, perumah tangga.” (3)-(4) Pengembara yang lainnya lagi berkata: “‘Dunia adalah terbatas’ … ‘Dunia adalah tidak terbatas’ … (5)-(6) ‘Jiwa dan badan adalah sama’ … ‘Jiwa adalah satu hal, badan adalah hal lainnya’ … (7)-(10) ‘Sang Tathāgata ada setelah kematian’ … ‘Sang Tathāgata tidak ada setelah kematian’ … ‘Sang Tathagata ada dan juga tidak ada setelah kematian’ … ‘Sang Tathāgata bukan ada dan juga bukan tidak ada setelah kematian’; hanya ini yang benar, semua yang lainnya adalah salah’: demikianlah pandanganku, perumah tangga.”<2124>

Ketika hal ini dikatakan, perumah tangga Anāthapiṇḍika berkata kepada para pengembara itu: “Bhante, yang mulia ini berkata sebagai berikut: ‘“Dunia adalah abadi; hanya ini yang benar, semua yang lainnya adalah salah”: demikianlah pandanganku, [187] perumah tangga.’ Pandangannya ini muncul karena perhatian tidak seksamanya atau dikondisikan oleh ucapan orang lain. Sekarang pandangan ini telah muncul dan terkondisi, sebuah produk kehendak, muncul secara bergantungan. Tetapi apa pun yang muncul dan terkondisi, sebuah produk kehendak, muncul secara bergantungan, adalah tidak kekal. Apa pun yang tidak kekal adalah penderitaan. Adalah persis penderitaan itu yang ia lekati dan ia genggam.

“Bhante, yang mulia [lainnya] ini berkata sebagai beriut: ‘“Dunia adalah tidak abadi; hanya ini yang benar, semua yang lainnya adalah salah”: demikianlah pandanganku, perumah tangga.’ Pandangannya ini juga muncul karena perhatian tidak seksamanya atau dikondisikan oleh ucapan orang lain. Sekarang pandangan ini telah muncul dan terkondisi, sebuah produk kehendak, muncul secara bergantungan. Tetapi apa pun yang muncul dan terkondisi, sebuah produk kehendak, muncul secara bergantungan, adalah tidak kekal. Apa pun yang tidak kekal adalah penderitaan. Adalah persis penderitaan itu yang ia lekati dan ia genggam.

“Bhante, yang mulia ini berkata sebagai berikut: ‘“Dunia adalah terbatas” … “Dunia adalah tidak terbatas” … “Jiwa dan badan adalah sama” … “Jiwa adalah satu hal, badan adalah hal lainnya” … “Sang Tathāgata ada setelah kematian” … “Sang Tathāgata tidak ada setelah kematian” … “Sang Tathagata ada dan juga tidak ada setelah kematian” … “Sang Tathāgata bukan ada dan juga bukan tidak ada setelah kematian”; hanya ini yang benar, semua yang lainnya adalah salah’: demikianlah pandanganku, perumah tangga.’ Pandangannya ini juga muncul karena perhatian tidak seksamanya atau dikondisikan oleh ucapan orang lain. Sekarang pandangan ini telah muncul dan terkondisi, sebuah produk kehendak, muncul secara bergantungan. Tetapi apa pun yang muncul dan terkondisi, sebuah produk kehendak, muncul secara bergantungan, adalah tidak kekal. Apa pun yang tidak kekal adalah penderitaan. Adalah persis penderitaan itu yang ia lekati dan ia genggam.” [188]

Ketika hal ini dikatakan, para pengembara itu berkata kepada perumah tangga Anāthapiṇḍika: “Kami masing-masing telah menjelaskan pandangan kami, perumah tangga. Sekarang katakanlah pandanganmu.”

“Bhante, apa pun yang muncul dan terkondisi, sebuah produk kehendak, muncul secara bergantungan, adalah tidak kekal. Apa pun yang tidak kekal adalah penderitaan. Apa pun yang merupakan penderitaan adalah bukan milikku; aku bukan ini;  ini bukan diriku. Itulah pandanganku.”

“Perumah tangga, apa pun yang muncul dan terkondisi, sebuah produk kehendak, muncul secara bergantungan, adalah tidak kekal. Apa pun yang tidak kekal adalah penderitaan. Adalah persis penderitaan itu yang engkau lekati dan engkau genggam.”

“Bhante, apa pun yang muncul dan terkondisi, sebuah produk kehendak, muncul secara bergantungan, adalah tidak kekal. Apa pun yang tidak kekal adalah penderitaan. Setelah dengan jelas melihat apa penderitaan itu sebagaimana adanya dengan kebijaksanaan benar sebagai berikut: ‘Ini bukan milikku; aku bukan ini; ini bukan diriku,’ aku memahami sebagaimana adanya jalan membebaskan diri yang tertinggi darinya.”

Ketika hal ini dikatakan, para pengembara itu duduk diam, kebingungan, menundukkan kepala, menatap ke bawah, muram, dan tidak mampu berkata-kata. Kemudian perumah tangga Anāthapiṇḍika, setelah memahami bahwa para pengembara itu [duduk] diam … dan tidak mampu berkata-kata, bangkit dari duduknya dan mendatangi Sang Bhagavā. Ia bersujud kepada Sang Bhagavā, duduk di satu sisi, dan melaporkan kepada Sang Bhagavā keseluruhan percakapannya dengan para pengembara itu.

[Sang Bhagavā berkata:] “Bagus, bagus, perumah tangga! Dengan cara demikianlah para manusia kosong itu harus dari waktu ke waktu dibantah sepenuhnya dengan argumen yang logis.”<2125> Kemudian Sang Bhagavā mengajarkan, mendorong, menginspirasi, dan menggembirakan perumah tangga Anāthapiṇḍika dengan khotbah Dhamma. Kemudian ketika perumah tangga Anāthapiṇḍika telah diajari, didorong, diinspirasi, dan digembirakan oleh Sang Bhagavā dengan khotbah Dhamma, [189] ia bangkit dari duduknya, bersujud kepada Sang Bhagavā, mengelilingi Beliau dengan sisi kanannya menghadap Beliau, dan pergi.

Kemudian, tidak lama setelah perumah tangga Anāthapiṇḍika pergi, Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Para bhikkhu, jika bhikkhu mana pun, bahkan seorang yang telah ditahbiskan selama seratus tahun dalam Dhamma dan disiplin ini, akan sepenuhnya membantah para pengembara sekte lain dengan argumen yang logis, maka ia harus membantahnya persis seperti yang telah dilakukan oleh perumah tangga Anāthapiṇḍika.”

94 (4) Vajjiyamāhita

 Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Campā di tepi Kolam Seroja Gaggarā. Kemudian perumah tangga Vajjiyamāhita meninggalkan Campā di tengah hari untuk menemui Sang Bhagavā. Kemudian ia berpikir: “Sekarang bukanlah saat yang tepat untuk menemui Sang Bhagavā, yang sedang berada dalam keterasingan, juga bukan saat yang tepat untuk menemui para bhikkhu terhormat, yang juga sedang berada dalam keterasingan. Biarlah aku pergi ke taman para pengembara sekte lain.”

Kemudian perumah tangga Vajjiyamāhita pergi ke taman para pengembara sekte lain … [seluruhnya seperti pada 10:93] [190] …

Kemudian perumah tangga Vajjiyamāhita mendatangi para pengembara itu dan saling bertukar sapa dengan mereka. Ketika mereka telah mengakhiri ramah tamah itu, ia duduk di satu sisi. Kemudian para pengembara itu berkata kepadanya:

“Benarkah, perumah tangga, seperti dikatakan, bahwa Petapa Gotama mengkritik semua praktik pertapaan keras dan bahwa Beliau secara berterus terang mencela dan menyalahkan mereka semua yang menjalani kehidupan yang kasar dan keras?”

“Tidak, Bhante, Sang Bhagavā tidak tidak mengkritik semua praktik pertapaan keras dan tidak secara berterus terang mencela dan menyalahkan mereka semua yang menjalani kehidupan yang kasar dan keras. Sang Bhagavā mengkritik apa yang selayaknya dikritik dan memuji apa yang selayaknya dipuji. Dengan mengkritik apa yang selayaknya dikritik dan memuji apa yang selayaknya dipuji, Sang Bhagavā berbicara atas dasar perbedaan-perbedaan; Beliau tidak membicaraan hal-hal demikian secara sepihak.”<2126>

Ketika hal ini dikatakan, seorang pengembara berkata kepada perumah tangga Vajjiyamāhita: “Tunggu dulu, perumah tangga! Petapa Gotama yang engkau puji itu adalah seorang panganut penghapusan yang menghindari membuat pernyataan pasti.”

“Aku akan membantah hal itu juga, Bhante. Sang Bhagavā telah dengan tegas menyatakan: ‘Ini bermanfaat’ dan: ‘Ini tidak bermanfaat.’ Dengan demikian, ketika Beliau menyatakan apa yang bermanfaat dan apa yang tidak bermanfaat, Sang Bhagavā membuat pernyataan pasti. Beliau bukan seorang panganut penghapusan yang menghindari membuat pernyataan pasti.”

Ketika hal ini dikatakan, para pengembara itu [191] duduk diam, kebingungan, menundukkan kepala, menatap ke bawah, muram, dan tidak mampu berkata-kata. Kemudian perumah tangga Vajjiyamāhita, setelah memahami bahwa para pengembara itu [duduk] diam … dan tidak mampu berkata-kata, bangkit dari duduknya dan mendatangi Sang Bhagavā. Ia bersujud kepada Sang Bhagavā, duduk di satu sisi, dan melaporkan kepada Sang Bhagavā keseluruhan percakapannya dengan para pengembara itu.

[Sang Bhagavā berkata:] “Bagus, bagus, perumah tangga! Dengan cara demikianlah para manusia kosong itu harus dari waktu ke waktu dibantah sepenuhnya dengan argumen yang logis.”

(1)-(2) “Aku tidak mengatakan, perumah tangga, bahwa segala jenis pertapaan keras harus dipraktikkan; juga Aku tidak mengatakan bahwa segala jenis pertapaan keras tidak boleh dipraktikkan. (3)-(4) Aku tidak mengatakan tentang segala bentuk pelaksanaan bahwa hal itu harus dilakukan; juga Aku tidak tidak mengatakan tentang segala bentuk pelaksanaan bahwa hal itu tidak boleh dilakukan. (5)-(6) Aku tidak mengatakan bahwa seseorang harus berusaha dalam segala cara; juga Aku tidak mengatakan bahwa seseorang tidak boleh berusaha dalam cara apa pun. (7)-(8 ) Aku tidak mengatakan bahwa seseorang harus melakukan segala jenis pelepasan; juga Aku tidak mengatakan bahwa seseorang tidak boleh melakukan pelepasan apa pun. (9)-(10) Aku tidak mengatakan bahwa seseorang harus mencapai segala jenis kebebasan; juga Aku tidak mengatakan bahwa seseorang tidak boleh mencapai kebebasan apa pun.

(1)-(2) “Jika, perumah tangga, ketika seseorang melakukan pertapaan keras tertentu, kualitas-kualitas tidak bermanfaat bertambah dan kualitas-kualitas bermanfaat berkurang, maka, Aku katakan, ia tidak boleh mempraktikkan pertapaan keras demikian. Tetapi jika, ketika seseorang melakukan pertapaan keras tertentu, kualitas-kualitas tidak bermanfaat berkurang dan kualitas-kualitas bermanfaat [192] bertambah, maka, Aku katakan, ia harus mempraktikkan pertapaan keras demikian.

(3)-(4) “Jika, perumah tangga, ketika seseorang melakukan pelaksanaan tertentu, kualitas-kualitas tidak bermanfaat bertambah dan kualitas-kualitas bermanfaat berkurang, maka, Aku katakan, ia tidak boleh melakukan pelaksanaan demikian. Tetapi jika, ketika seseorang melakukan pelaksanaan tertentu, kualitas-kualitas tidak bermanfaat berkurang dan kualitas-kualitas bermanfaat bertambah, maka, Aku katakan, ia harus melakukan pelaksanaan demikian.

(5)-(6) “Jika, perumah tangga, ketika seseorang berusaha dalam cara tertentu, kualitas-kualitas tidak bermanfaat bertambah dan kualitas-kualitas bermanfaat berkurang, maka, Aku katakan, ia tidak boleh berusaha dengan cara demikian. Tetapi jika, ketika seseorang berusaha dalam cara tertentu, kualitas-kualitas tidak bermanfaat berkurang dan kualitas-kualitas bermanfaat bertambah, maka, Aku katakan, ia harus berusaha dengan cara demikian.

(7)-(8 ) “Jika, perumah tangga, ketika seseorang melepaskan sesuatu, kualitas-kualitas tidak bermanfaat bertambah dan kualitas-kualitas bermanfaat berkurang, maka, Aku katakan, ia tidak boleh melakukan pelepasan demikian. Tetapi jika, ketika seseorang melepaskan sesuatu, kualitas-kualitas tidak bermanfaat berkurang dan kualitas-kualitas bermanfaat bertambah, maka, Aku katakan, ia harus melakukan pelepasan demikian.

(9)-(10) “Jika, perumah tangga, ketika seseorang mencapai kebebasan tertentu, kualitas-kualitas tidak bermanfaat bertambah dan kualitas-kualitas bermanfaat berkurang, maka, Aku katakan, ia tidak boleh mencapai kebebasan demikian. Tetapi jika, ketika seseorang mencapai kebebasan tertentu.u, kualitas-kualitas tidak bermanfaat berkurang dan kualitas-kualitas bermanfaat bertambah, maka, Aku katakan, ia harus mencapai kebebasan demikian.”

Kemudian ketika perumah tangga Vajjiyamāhita telah diajari, didorong, diinspirasi, dan digembirakan oleh Sang Bhagavā dengan khotbah Dhamma, ia bangkit dari duduknya, bersujud kepada Sang Bhagavā, mengelilingi Beliau dengan sisi kanannya menghadap Beliau, dan pergi.

Kemudian, tidak lama setelah perumah tangga Vajjiyamāhita pergi, Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Para bhikkhu, jika bhikkhu mana pun, bahkan seorang yang telah ditahbiskan selama seratus tahun dalam Dhamma dan disiplin ini, akan sepenuhnya membantah para pengembara sekte lain dengan argumen yang logis, maka ia harus membantahnya persis seperti yang telah dilakukan oleh perumah tangga Vajjiyamāhita. [193]

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku SEPULUH
« Reply #28 on: 07 October 2013, 07:47:45 PM »
95 (5) Uttiya

Pengembara Uttiya mendatangi Sang Bhagavā dan saling bertukar sapa dengan Beliau. Ketika mereka telah mengakhiri ramah-tamah ini, ia duduk di satu sisi dan berkata kepada Sang Bhagavā:

(1) “Bagaimanakah ini, Guru Gotama, apakah dunia adalah abadi? Apakah hanya ini yang benar dan yang lainnya salah?”

“Uttiya, Aku tidak menyatakan: ‘Dunia adalah abadi; hanya ini yang benar, yang lainnya salah.’”

(2) “Kalau begitu, Guru Gotama, apakah dunia adalah tidak abadi? Apakah hanya ini yang benar dan yang lainnya salah?”

“Uttiya, Aku juga tidak menyatakan: ‘Dunia adalah tidak abadi; hanya ini yang benar, yang lainnya salah.’”

(3)-(4) “Kalau begitu, bagaimanakah, Guru Gotama, apakah dunia adalah terbatas? … Apakah dunia adalah tidak terbatas? … (5)-(6) Apakah jiwa dan badan adalah sama? … Apakah jiwa adalah satu hal, badan adalah hal lainnya? … (7)-(10) Apakah Sang Tathāgata ada setelah kematian? … Apakah Sang Tathāgata tidak ada setelah kematian? … Apakah Sang Tathāgata ada juga tidak ada setelah kematian? Apakah Sang Tathāgata bukan ada juga bukan tidak ada setelah kematian? Apakah hanya ini yang benar dan yang lainnya salah?”

“Uttiya, Aku juga tidak menyatakan: ‘Sang Tathāgata bukan ada juga bukan tidak ada setelah kematian; hanya ini yang benar, yang lainnya salah.’”<2127>

“Ketika aku bertanya kepadaMu: ‘Bagaimanakah, Guru Gotama, apakah dunia adalah abadi? Apakah hanya ini yang benar, yang lainnya salah?’ Engkau berkata: ‘Uttiya, Aku tidak menyatakan: “Dunia adalah abadi; hanya ini yang benar, yang lainnya salah.” Tetapi ketika aku bertanya kepadaMu: ‘Kalau begitu, Guru Gotama, apakah dunia adalah tidak abadi? Apakah hanya ini yang benar dan yang lainnya salah?’ Engkau berkata: “Uttiya, Aku juga tidak menyatakan: ‘Dunia adalah tidak abadi; hanya ini yang benar, yang lainnya salah.”’ Ketika aku bertanya kepadaMu: ‘Kalau begitu, bagaimanakah, Guru Gotama, apakah dunia adalah terbatas? … Apakah Sang Tathāgata bukan ada juga bukan tidak ada setelah kematian? Apakah hanya ini yang benar dan yang lainnya salah?’ [194] Engkau berkata: ‘Uttiya, Aku juga tidak menyatakan: “Sang Tathāgata bukan ada juga bukan tidak ada setelah kematian; hanya ini yang benar, yang lainnya salah.”’ Kalau begitu, apakah yang dinyatakan oleh Guru Gotama?”

“Melalui pengetahuan langsung, Uttiya, Aku mengajarkan Dhamma kepada para siswaKu demi pemurnian makhluk-makhluk, untuk mengatasi dukacita dan ratapan, demi lenyapnya kesakitan dan kesedihan, demi pencapaian metode, demi merealisasikan nibbana.”

“Tetapi ketika Guru Gotama, melalui pengetahuan langsung, mengajarkan Dhamma kepada para siswaNya demi pemurnian makhluk-makhluk, untuk mengatasi dukacita dan ratapan, demi lenyapnya kesakitan dan kesedihan, demi pencapaian metode, demi merealisasikan nibbana, apakah karena hal itu seluruh dunia akan terbebaskan, atau setengah dunia, atau seper tiga dunia?”

Ketika hal ini ditanyakan, Sang Bhagavā berdiam diri. Kemudian Yang Mulia Ānanda berpikir: “Pengembara Uttiya lebih baik tidak memendam pandangan jahat: ‘Ketika aku menanyakan pertanyaan yang paling tinggi kepada Petapa Gotama, Beliau gugup dan tidak menjawab.<2128> Pasti karena Beliau tidak mampu menjawab.’ Hal ini akan mengarahkan Pengembara Uttiya pada bahaya dan penderitaan untuk waktu yang lama.”

Kemudian Yang Mulia Ānanda berkata kepada Pengembara Uttiya: “Baiklah, teman Uttiya, aku akan memberikan perumpamaan. Beberapa orang cerdas di sini memahami makna dari apa yang dikatakan melalui perumpamaan. Misalnya seorang raja memiliki sebuah kota perbatasan dengan benteng, tembok, dan kubah yang kuat, dan dengan gerbang tunggal. Penjaga gerbang yang ditempatkan di sana adalah seorang yang bijaksana, kompeten, dan cerdas; seorang yang mencegah masuknya orang-orang asing [195] dan mengizinkan orang-orang yang dikenal. Sewaktu ia sedang berjalan di sepanjang jalan yang mengelilingi kota ia tidak melihat sebuah celah atau bukaan di dinding yang cukup besar bahkan untuk seekor kucing menyelinap masuk. Ia mungkin tidak mengetahui berapa banyak makhluk hidup yang masuk atau keluar dari kota, tetapi ia dapat memastikan bahwa makhluk apa pun yang cukup besar yang masuk atau keluar dari kota itu semuanya masuk dan keluar melalui gerbang itu. Demikian pula, teman Uttiya, Sang Tathāgata tidak peduli apakah seluruh dunia akan terbebaskan, atau setengah dunia, atau seper tiga dunia. Tetapi Beliau dapat memastikan bahwa mereka semua yang telah terbebaskan, atau yang sedang terbebaskan, atau yang akan terbebaskan dari dunia pertama-tama meninggalkan lima rintanagn, kekotoran pikiran yang melemahkan kebijaksanaan, dan kemudian, dengan pikiran mereka yang ditegakkan dengan baik dalam empat penegakan perhatian, mereka dengan benar mengembangkan tujuh faktor pencerahan. Dengan cara inilah mereka telah terbebaskan, atau sedang terbebaskan, atau akan terbebaskan dari dunia.

“Teman, Uttiya, engkau bertanya kepada Sang Bhagavā dari sudut pandang yang berbeda dengan pertanyaan yang sama yang telah engkau tanyakan kepada Beliau.<2129> Oleh karena itu Sang Bhagavā tidak memjawabmu.” [196]

96 (6) Kokanada <2130>

Pada suatu ketika Yang Mulia Ānanda sedang menetap di Rājagaha di Taman Sumber Air Panas. Kemudian, ketika hari menjelang pagi, Yang Mulia Ānanda bangun dan pergi ke sumber air panas untuk mandi. Setelah mandi di sumber air panas dan keluar dari sana, ia berdiri dengan satu jubah untuk mengeringkan tubuhnya. Pengembara Kokanada juga, bangun ketika hari menjelang pagi dan pergi ke ke sumber air panas untuk mandi. Dari kejauhan ia melihat Yang Mulia Ānanda dan berkata kepadanya:

“Siapakah di sini, teman?”

“Aku adalah seorang bhikkhu, teman.”

“Dari kelompok para bhikkhu manakah, teman?”

“Dari para petapa yang mengikuti putra Sakya.”

“Jika engkau memiliki waktu luang untuk menjawab pertanyaanku, aku ingin mengajukan pertanyaan tentang hal tertentu.”

“Eengkau boleh bertanya, teman. Ketika aku mendengar pertanyaanmu, aku akan mengetahui [apakah aku dapat menjawabnya].”

“Bagaimanakah, tuan, apakah engkau menganut pandangan: (1) ‘Dunia adalah abadi; hanya ini yang benar, yang lainnya salah’?”

“Aku tidak menganut pandangan demikian, teman.”

“Kalau begitu apakah engkau menganut pandangan: (1) ‘Dunia adalah tidak abadi; hanya ini yang benar, yang lainnya salah’?”

“Aku tidak menganut pandangan demikian, teman.”

“Apakah engkau menganut pandangan: (3)-(4) ‘Dunia adalah terbatas’ … ‘Dunia adalah tidak terbatas’ … (5)-(6) ‘Jiwa dan badan adalah sama’ … ‘Jiwa adalah satu hal, badan adalah hal lainnya’ … (7)-(10) ‘Sang Tathāgata ada setelah kematian’ … ‘Sang Tathāgata tidak ada setelah kematian’ … ‘Sang Tathāgata ada dan juga [197] tidak ada setelah kematian’ … ‘Sang Tathāgata bukan ada dan juga bukan tidak ada setelah kematian; hanya ini yang benar, yang lainnya salah’?”

“Aku tidak menganut pandangan demikian, teman.”

“Kalau begitu, mungkinkah itu karena engkau tidak mengetahui dan tidak melihat?”

“Bukan karena itu, teman, bahwa aku tidak mengetahui dan tidak melihat. Aku mengetahui dan melihat.”

“Ketika aku bertanya kepadamu: ‘Bagaimanakah, tuan, apakah engkau menganut pandangan:  “Dunia adalah abadi; hanya ini yang benar, yang lainnya salah”?’ engkau berkata: ‘Aku tidak menganut pandangan demikian, teman.’ Tetapi ketika aku bertanya kepadamu: ‘Kalau begitu apakah engkau menganut pandangan: “Dunia adalah tidak abadi; hanya ini yang benar, yang lainnya salah”?’ engkau berkata: “Aku tidak menganut pandangan demikian, teman.” Ketika aku bertanya kepadamu: ‘Apakah engkau menganut pandangan: “Dunia adalah terbatas” … “Sang Tathāgata bukan ada dan juga bukan tidak ada setelah kematian; hanya ini yang benar, yang lainnya salah.” engkau berkata: “Aku tidak menganut pandangan demikian, teman.” Kemudian ketika aku bertanya kepadamu: ‘Kalau begitu, mungkinkah itu karena engkau tidak mengetahui dan tidak melihat?’ engkau berkata: ‘Bukan karena itu, teman, bahwa aku tidak mengetahui dan tidak melihat. Aku mengetahui dan melihat.’ Bagaimanakah, teman, makna dari pernyataan ini harus dipahami?”

“’Dunia adalah abadi; hanya ini yang benar, yang lainnya salah,’ teman: ini adalah satu pandangan spekulatif. ‘“Dunia adalah tidak abadi; hanya ini yang benar, yang lainnya salah’: ini adalah satu pandangan spekulatif. ‘Dunia adalah terbatas’ … ‘Dunia adalah tidak terbatas’ … ‘Jiwa dan badan adalah sama’ … ‘Jiwa adalah satu hal, badan adalah hal lainnya’ … ‘Sang Tathāgata ada setelah kematian’ … ‘Sang Tathāgata tidak ada setelah kematian’ … ‘Sang Tathāgata ada dan juga tidak ada setelah kematian’ … ‘Sang Tathāgata bukan ada dan juga bukan tidak ada setelah kematian; hanya ini yang benar, [198] yang lainnya salah’: ini adalah satu pandangan spekulatif.

“Sejauh itu, teman, ada pandangan spekulatif, sebuah dasar bagi pandangan-pandangan,<2131> sebuah landasan bagi pandangan-pandangan, obsesi dengan pandangan-pandangan, asal-mula pandangan-pandangan, dan pencabutan pandangan-pandangan, aku mengetahui dan melihat ini. Karena aku mengetahui dan melihat ini, mengapa aku harus mengatakan: ‘Aku tidak mengetahui dan tidak melihat.’ Aku mengetahui, teman, aku melihat.”

“Siapakah namamu? Dan bagaimanakah engkau dikenali oleh teman-temanmu para bhikkhu?”

“Namaku adalah Ānanda, dan teman-temanku para bhikkhu mengenalku sebagai Ānanda.”

“Sungguh, aku tidak menyadari bahwa aku sedang berhadapan dengan guru besar, Yang Mulia Ānanda! Jika aku menyadari bahwa engkau adalah Yang Mulia Ānanda, aku tidak akan berbicara terlalu banyak. Sudilah Yang Mulia Ānanda memaafkan aku.”

97 (7) Layak Menerima Pemberian

“Para bhikkhu, dengan memiliki sepuluh kualitas, seorang bhikkhu adalah layak menerima pemberian, layak menerima keramahan, layak menerima persembahan, layak menerima penghormatan, lahan jasa yang tiada taranya di dunia. Apakah sepuluh ini?

(1) “Di sini, seorang bhikkhu adalah bermoral; ia berdiam dengan terkendali oleh Pātimokkha, memiliki perilaku dan tempat kunjungan yang baik, melihat bahaya dalam pelanggaran-pelanggaran kecil. Setelah menerima aturan-aturan latihan, ia berlatih di dalamnya.

(2) “Ia telah banyak belajar, mengingat apa yang telah ia pelajari, dan mengumpulkan apa yang telah ia pelajari. Ajaran-ajaran itu yang baik di awal, baik di tengah, dan baik di akhir, dengan kata-kata [199] dan makna yang benar, yang mengungkapkan kehidupan spiritual yang lengkap dan murni sempurna – ajaran-ajaran demikian telah banyak ia pelajari, diingat, dilafalkan secara lisan, diselidiki dengan pikiran, dan ditembus dengan baik melalui pandangan.

(3) “Ia memiliki teman-teman yang baik, sahabat-sahabat yang baik, kawan-kawan yang baik.

(4) “Ia mengerahkan berbagai jenis kekuatan batin: dari satu, ia menjadi banyak; dari banyak, ia menjadi satu; ia muncul dan lenyap; tanpa terhalangi ia menembus tembok, menembus benteng, menembus gunung seolah-olah melewati ruang kosong; ia menyelam masuk dan keluar dari dalam tanah seolah-olah di dalam air; ia berjalan di atas air tanpa tenggelam seolah-olah di atas tanah; dengan duduk bersila, ia terbang di angkasa bagaikan seekor burung; dengan tangannya ia menyentuh dan menepuk bulan dan matahari begitu kuat dan perkasa; ia mengerahkan kemahiran dengan jasmani hingga sejauh alam brahmā.

(6) “Dengan elemen telinga dewa, yang murni dan melampaui manusia, ia mendengar kedua jenis suara, surgawi dan manusia, yang jauh maupun dekat,

(7) “Ia memahami pikiran makhluk-makhluk dan orang-orang lain, setelah melingkupi pikiran mereka dengan pikirannya sendiri. Ia memahami pikiran dengan nafsu sebagai pikiran dengan nafsu dan pikiran tanpa nafsu sebagai pikiran tanpa nafsu; pikiran dengan kebencian sebagai pikiran dengan kebencian dan pikiran tanpa kebencian sebagai pikiran tanpa kebencian; pikiran dengan delusi sebagai pikiran dengan delusi dan pikiran tanpa delusi sebagai pikiran tanpa delusi; pikiran mengerut sebagai pikiran mengerut dan pikiran kacau sebagai pikiran kacau; pikiran luhur sebagai pikiran luhur dan pikiran tidak luhur sebagai pikiran tidak luhur; pikiran yang terlampaui sebagai pikiran yang terlampaui dan pikiran yang tidak terlampaui sebagai pikiran yang tidak terlampaui; pikiran terkonsentrasi sebagai pikiran terkonsentrasi dan pikiran tidak terkonsentrasi sebagai pikiran tidak terkonsentrasi; pikiran terbebaskan sebagai pikiran terbebaskan dan pikiran tidak terbebaskan sebagai pikiran tidak terbebaskan.<2132>

(8 ) “Ia mengingat banyak kehidupan lampaunya, yaitu, satu kelahiran, dua kelahiran, tiga kelahiran, empat kelahiran, [200] lima kelahiran, sepuluh kelahiran, dua puluh kelahiran, tiga puluh kelahiran, empat puluh kelahiran, lima puluh kelahiran, seratus kelahiran, seribu kelahiran, seratus ribu kelahiran, banyak kappa penghancuran dunia, banyak kappa pengembangan dunia, banyak kappa penghancuran dunia dan pengembangan dunia, sebagai berikut: “Di sana aku bernama ini, dari suku ini, dengan penampilan begini, makananku seperti ini, pengalaman kenikmatan dan kesakitanku seperti ini, umur kehidupanku selama ini; meninggal dunia dari sana, aku terlahir kembali di tempat lain, dan di sana juga aku bernama itu, dari suku itu, dengan penampilan begitu, makananku seperti itu, pengalaman kenikmatan dan kesakitanku seperti itu, umur kehidupanku selama itu; meninggal dunia dari sana, aku terlahir kembali di sini.” Demikianlah ia mengingat banyak kehidupan lampauku dengan aspek-aspek dan rinciannya.

(9) “Dengan mata dewa, yang murni dan melampaui manusia, ia melihat makhluk-makhluk meninggal dunia dan terlahir kembali, hina dan mulia, cantik dan buruk rupa, kaya dan miskin, dan memahami bagaimana makhluk-makhluk mengembara sesuai kamma mereka sebagai berikut: “Makhluk-makhluk ini yang terlibat dalam perbuatan buruk melalui jasmani, ucapan, dan pikiran, yang mencela para mulia, menganut pandangan salah, dan melakukan kamma yang berdasarkan pada pandangan salah, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, telah terlahir kembali di alam sengsara, di alam tujuan  kelahiran yang buruk, di alam rendah, di neraka; tetapi makhluk-makhluk ini yang terlibat dalam perbuatan baik melalui jasmani, ucapan, dan pikiran, yang tidak mencela para mulia, yang menganut pandangan benar, dan melakukan kamma yang berdasarkan pada pandangan benar, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, telah terlahir kembali di alam tujuan  kelahiran yang baik, di alam surga.’ Demikianlah dengan mata dewa, yang murni dan melampaui manusia, ia melihat makhluk-makhluk meninggal dunia dan terlahir kembali, hina dan mulia, cantik dan buruk rupa, kaya dan miskin, dan memahami bagaimana makhluk-makhluk mengembara sesuai kamma mereka.

(10) “Dengan hancurnya noda-noda, ia telah merealisasikan untuk dirinya sendiri dengan pengetahuan langsung, dalam kehidupan ini, kebebasan pikiran yang tanpa noda, kebebasan melalui kebijaksanaan, dan setelah memasukinya, ia berdiam di dalamnya. [201]

“Dengan memiliki sepuluh kualitas, seorang bhikkhu adalah layak menerima pemberian, layak menerima keramahan, layak menerima persembahan, layak menerima penghormatan, lahan jasa yang tiada taranya di dunia.”

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku SEPULUH
« Reply #29 on: 07 October 2013, 07:48:17 PM »
98 (8 ) Seorang Senior

“Para bhikkhu, dengan memiliki sepuluh kualitas, seorang bhikkhu senior berdiam dengan nyaman di mana pun ia berada. Apakah sepuluh ini? (1) Seorang bhikkhu senior adalah seorang yang telah lama menjadi bhikkhu, telah lama meninggalkan keduniawian. (2) Ia bermoral … setelah menerima aturan-aturan latihan, ia berlatih di dalamnya. (3) Ia telah banyak belajar … dan ditembus dengan baik melalui pandangan. (4) Kedua Pātimokkha telah disampaikan dengan baik kepadanya secara terperinci, dianalisis dengan baik, dikuasai dengan baik, dipastikan dengan baik dalam hal aturan-aturan dan penjelasan terperincinya. (5) Ia terampil dalam asal-mula dan penyelesaian persoalan-persoalan disiplin. (6) Ia menyukai Dhamma dan menyenangkan dalam pernyataan-pernyataannya, penuh dengan kegembiraan luhur yang berhubungan dengan Dhamma dan disiplin. (7) Ia puas dengan segala jenis jubah, makanan, tempat tinggal, dan obat-obatan dan perlengkapan bagi yang sakit. (8 ) Ia anggun ketika berjalan maju dan kembali, dan juga terkendali baik ketika duduk di rumah-rumah. (9) Ia memperoleh sesuai kehendak, tanpa kesusahan atau kesulitan, keempat jhāna yang merupakan pikiran yang lebih tinggi dan keberdiaman yang nyaman dalam kehidupan ini. (10) Dengan hancurnya noda-noda, ia telah merealisasikan untuk dirinya sendiri dengan pengetahuan langsung, dalam kehidupan ini, kebebasan pikiran yang tanpa noda, kebebasan melalui kebijaksanaan, dan setelah memasukinya, ia berdiam di dalamnya. Dengan memiliki sepuluh kualitas, seorang bhikkhu senior berdiam dengan nyaman di mana pun ia berada.”

99 (9) Upāli

Yang Mulia Upāli mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, duduk di satu sisi, [202] dan berkata: “Bhante, aku ingin pergi ke tempat tinggal terpencil di dalam hutan dan belantara.”

“Tempat tinggal terpencil di dalam hutan dan belantara adalah sulit untuk ditahankan, Upāli. Kesendirian adalah suit dijalani dan sulit untuk disenangi. Ketika ia sedang sendirian, hutan akan merampas pikiran seorang bhikkhu yang tidak memperoleh konsentrasi. Dapat diharapkan bahwa seseorang yang berkata ‘Aku tidak memperoleh konsentrasi, namn aku akan pergi ke tempat tinggal terpencil di dalam hutan dan belantara’ akan tenggelam atau hanyut.<2133>

“Misalkan, Upāli, ada sebuah danau besar, dan seekor gajah jantan besar berukuran tujuh atau delapan hasta datang. Ia mungkin berpikir: ‘Biarlah aku memasuki danau ini dan menyiram telinga dan punggungku. Aku akan mandi dan minum, keluar, dan pergi ke mana pun yang kuinginkan.’ Kemudian ia masuk ke danau dan menyiram telinga dan punggungnya. Ia mandi dan minum, keluar, dan pergi ke mana pun yang ia inginkan. Bagaimana bisa demikian? Karena tubuh besarnya menemukan pijakan kaki di kedalaman danau itu.

“Kemudian seekor kelinci atau kucing datang. Ia mungkin berpikir: ‘Bagaimana seekor gajah besar bisa berbeda dariku? Aku akan memasuki danau ini dan menyiram telinga dan punggungku. [203] Aku akan mandi dan minum, keluar, dan pergi ke mana pun yang kuinginkan.’ Kemudian, tanpa merefleksikan, ia tergopoh-gopoh memasuki kedalaman danau. Dapat diharapkan bahwa ia akan tenggelam atau hanyut. Mengapa demikian? Karena tubuh kecilnya tidak menemukan pijakan kaki di kedalaman danau itu. Demikian pula, dapat diharapkan bahwa seseorang yang berkata ‘Aku tidak memperoleh konsentrasi, namn aku akan pergi ke tempat tinggal terpencil di dalam hutan dan belantara’ akan tenggelam atau hanyut.

“Misalkan, Upāli, seorang bayi yang berbaring di punggungnya, akan bermain-main dengan air kencing dan tinjanya sendiri. Bagaimana menurut? Bukankah itu adalah jenis hiburan yang sepenuhnya dungu?”

“Benar, Bhante.”

“Beberapa waktu kemudian, ketika anak itu tumbuh besar dan indria-indrianya matang, ia akan bermain permainan-permainan khas anak-anak – permainan dengan bajak mainan, permainan dengan tongkat kayu, berjungkir balik, permainan dengan kincir mainan, permainan dengan pengukuran dari dedaunan, permainan dengan  kereta mainan, permainan dengan busur mainan. Bagaimana menurutmu, tidakkah hiburan ini lebih baik dan menarik daripada jenis sebelumnya?”

“Benar, Bhante.”

“Beberapa waktu kemudian lagi, ketika anak itu terus tumbuh dan indria-indrianya menjadi lebih matang lagi, ia memiliki dan menikmati lima objek kenikmatan indria: dengan bentuk-bentuk yang dikenali oleh mata yang diharapkan, diinginkan, disukai, disenangi, berhubungan dengan kenikmatan indria, menggoda; dengan suara-suara yang dikenali oleh telinga … dengan bau-bauan yang dikenali oleh hidung … dengan rasa kecapan yang dikenali oleh lidah … dengan objek sentuhan yang dikenali oleh badan [204] yang diharapkan, diinginkan, disukai, disenangi, berhubungan dengan kenikmatan indria, menggoda. Bagaimana menurutmu, tidakkah hiburan ini lebih baik dan menarik daripada jenis sebelumnya?”

“Benar, Bhante.”

“Di sini, Upāli, Sang Tathāgata muncul di dunia,<2134> seorang Arahant, tercerahkan sempurna, sempurna dalam pengetahuan sejati dan perilaku, berbahagia, pengenal dunia, pelatih terbaik bagi orang-orang yang harus dijinakkan, guru para deva dan manusia, Yang Tercerahkan, Yang Suci. Setelah dengan pengetahuan langsungNya sendiri merealisasikan dunia ini bersama dengan para deva, Māra, dan Brahmā, populasi ini bersama dengan para petapa dan brahmana, dengan para deva dan manusia, Beliau mengenalkannya kepada orang lain. Beliau mengajarkan Dhamma yang baik di awal, baik di tengah, dan baik di akhir, dengan kata-kata dan makna yang benar; Beliau mengungkapkan kehidupan spiritual yang lengkap dan murni sempurna.

“Seorang perumah tangga atau putra perumah tangga atau seorang yang terlahir dalam suatu suku lainnya mendengar Dhamma ini. Ia kemudian memperoleh keyakinan pada Sang Tathāgata dan mempertimbangkan sebagai berikut: ‘Kehidupan rumah tangga adalah ramai dan berdebu; kehidupan meninggalkan keduniawian terbuka lebar. Tidaklah mudah, selagi hidup di rumah, menjalani kehidupan spiritual yang sepenuhnya sempurna dan murni bagaikan kulit kerang yang dipoles. Bagaimana jika aku mencukur rambut dan janggutku, mengenakan jubah jingga, dan meninggalkan keduniawian dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah.’ Beberapa waktu kemudian, setelah meninggalkan kekayaan yang sedikit atau banyak, setelah meninggalkan lingkaran sanak keluarga yang kecil atau besar, ia mencukur rambut dan janggutnya, mengenakan jubah jingga, dan meninggalkan keduniawian dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah.

“Setelah meninggalkan keduniawian demikian dan memiliki latihan dan gaya hidup para bhikkhu, setelah meninggalkan pembunuhan, ia menghindari pembunuhan; dengan tongkat pemukul dan senjata disingkirkan, berhati-hati dan penyayang, ia berdiam dengan berbelas kasih pada semua makhluk hidup. Setelah meninggalkan mengambil apa yang tidak diberikan, ia menghindari mengambil apa yang tidak diberikan; ia mengambil hanya apa yang diberikan, mengharapkan hanya apa yang diberikan, dan berdiam dengan jujur tanpa pikiran mencuri. Setelah meninggalkan aktivitas seksual, ia menjalani kehidupan selibat, [205] hidup terpisah, menghindari hubungan seksual, praktik orang biasa.

“Setelah meninggalkan ucapan bohong, ia menghindari ucapan bohong; ia mengucapkan kebenaran, setia pada kebenaran; ia dapat dipercaya, bukan penipu dunia. Setelah meninggalkan ucapan memecah-belah, ia meninggalkan ucapan memecah-belah; ia tidak mengulangi di tempat lain apa yang telah ia dengar di sini untuk memecah-belah [orang-orang itu] dari orang-orang ini, juga ia tidak mengulangi kepada orang-orang ini apa yang telah ia dengar di tempat lain untuk memecah-belah [orang-orang ini] dari orang-orang itu; demikianlah ia adalah seorang yang menyatukan mereka yang terpecah-belah, seorang penganjur persatuan, yang menikmati kerukunan, bergembira dalam kerukunan, bersenang dalam kerukunan, seorang pembicara yang menganjurkan kerukunan. Setelah meninggalkan ucapan kasar; ia menghindari ucapan kasar; ia mengucapkan kata-kata yang lembut, menyenangkan di telinga, memikat, kata-kata yang masuk ke dalam hati, kata-kata yang sopan yang disukai banyak orang dan menyenangkan banyak orang. Setelah meninggalkan gosip, ia menghindari gosip; ia berbicara pada saat yang tepat, mengatakan apa yang sesuai fakta, mengatakan apa yang bermanfaat, berbicara tentang Dhamma dan disiplin; pada waktu yang tepat ia mengucapkan kata-kata yang layak dicatat, logis, singkat, dan bermanfaat.

“Ia menghindari merusak benih dan tanaman. Ia makan sekali sehari, menghindari makan pada malam hari dan di luar waktu yang selayaknya. Ia menghindari tarian, nyanyian, dan musik instrumental, dan pertunjukan-pertunjukan yang tidak selayaknya. Ia menghindari menghias dan mempercantik dirinya sendiri dengan mengenakan kalung bunga dan mengoleskan wangi-wangian dan salep. Ia menghindari tempat tidur yang tinggi dan besar. Ia menghindari menerima emas dan perak, beras mentah, daging mentah, perempuan-perempuan dan gadis-gadis, budak laki-laki dan perempuan, kambing dan domba, unggas dan babi, gajah, sapi, kuda, dan keledai, lahan dan tanah. Ia menghindari menjadi pesuruh dan penyampai pesan; dari membeli dan menjual; dari menipu dengan timbangan, logam, dan takaran; [206] dari menerima suap, menipu, curang, dan memperdaya. Ia menghindari dari melukai, membunuh, mengikat, merampok, merampas, dan kekerasan.

“Ia puas dengan jubah untuk melindungi tubuhnya dan makanan untuk memelihara perutnya, dan kemana pun ia pergi, ia pergi hanya membawa membawa ini bersamanya. Bagaikan seekor burung, kemana pun ia pergi, ia terbang hanya dengan kedua sayapnya sebagai beban satu-satunya, demikian pula, seorang bhikkhu puas dengan jubah untuk melindungi tubuhnya dan makanan untuk memelihara perutnya, dan kemana pun ia pergi, ia pergi hanya membawa membawa ini bersamanya. Dengan memiliki kelompok perilaku bermoral yang mulia ini, ia mengalami kebahagiaan tanpa cela dalam dirinya.

“Setelah melihat suatu bentuk dengan mata, ia tidak menggenggam gambaran dan ciri-cirinya. Karena, jika ia membiarkan indria mata tidak terkendali, maka kondisi-kondisi buruk yang tidak bermanfaat berupa kerinduan dan kesedihan dapat menyerangnya, ia berlatih mengendalikannya; ia menjaga indria mata, ia menjalankan pengendalian indria mata. Setelah mendengarkan suara dengan telinga … Setelah mencium bau-bauan dengan hidung … Setelah mengecap rasa kecapan dengan lidah … Setelah merasakan objek sentuhan dengan badan … Setelah mengenali fenomena pikiran dengan pikiran, ia tidak menggenggam gambaran dan ciri-cirinya. Karena, jika ia membiarkan indria pikiran tidak terkendali, maka kondisi-kondisi buruk yang tidak bermanfaat berupa kerinduan dan kesedihan dapat menyerangnya, ia berlatih mengendalikannya; ia menjaga indria pikiran, ia menjalankan pengendalian indria pikiran. Dengan memiliki pengendalian indria yang mulia ini, ia mengalami kebahagiaan yang tanpa cacat dalam dirinya.

“Ia bertindak dengan pemahaman jernih ketika berjalan pergi dan kembali; ia bertindak dengan pemahaman jernih ketika melihat ke depan dan berpaling; ia bertindak dengan pemahaman jernih ketika menekuk dan merentangkan bagian-bagian tubuhnya; ia bertindak dengan pemahaman jernih ketika mengenakan jubah dan membawa jubah luar dan mangkuknya; ia bertindak dengan pemahaman jernih ketika makan, minum, mengkonsumsi makanan, dan mengecap; ia bertindak dengan pemahaman jernih ketika buang air besar dan buang air kecil; ia bertindak dengan pemahaman jernih ketika berjalan, berdiri, duduk, jatuh tertidur, terjaga, berbicara, dan berdiam diri.

“Dengan memiliki kelompok perilaku bermoral yang mulia ini, dan pengendalian [207] indria yang mulia ini, dan perhatian dan pemahaman jernih yang mulia ini, ia mendatangi tempat tinggal yang sunyi: hutan, bawah pohon, gunung, jurang, gua di lereng bukit, tanah pekuburan, hutan belantara, ruang terbuka, tumpukan jerami.

“Setelah pergi ke hutan, ke bawah pohon, atau ke gubuk kosong, ia duduk bersila, menegakkan tubuhnya, dan menegakkan perhatian di depannya. Setelah meninggalkan kerinduan pada dunia, ia berdiam dengan pikiran yang bebas dari kerinduan; ia memurnikan pikirannya dari kerinduan. Setelah meninggalkan niat buruk dan kebencian, ia berdiam dengan pikiran bebas dari niat buruk, berbelas kasih demi kesejahteraan semua makhluk hidup; ia memurnikan pikirannya dari niat buruk dan kebencian. Setelah meninggalkan ketumpulan dan kantuk, ia berdiam bebas dari ketumpulan dan kantuk, mempersepsikan cahaya, penuh perhatian dan memahami dengan jernih; ia memurnikan pikirannya dari ketumpulan dan kantuk. Setelah meninggalkan kegelisahan dan penyesalan, ia berdiam tanpa gejolak, dengan pikiran damai di dalam; ia memurnikan pikirannya dari kegelisahan dan penyesalan. Setelah meninggalkan keragu-raguan ia berdiam setelah melampaui keragu-raguan, tidak bimbang sehubungan dengan kualitas-kualitas bermanfaat; ia memurnikan pikirannya dari keragu-raguan.

(1) “Setelah meninggalkan kelima rintangan ini, kekotoran-kekotoran pikiran, kualitas-kualitas yang melemahkan kebijaksanaan, dengan terasing dari kenikmatan-kenikmatan indria, terasing dari kondisi-kondisi tidak bermanfaat, ia masuk dan berdiam dalam jhāna pertama, dengan sukacita dan kenikmatan yang muncul dari keterasingan, yang disertai dengan pemikiran dan pemeriksaan. Bagaimana menurutmu, tidakkah keberdiaman ini lebih baik dan menarik daripada yang sebelumnya?”

“Benar, Bhante.”

“Adalah ketika mereka melihat kualitas ini dalam diri mereka maka para siswaKu pergi ke tempat tinggal terpencil di dalam hutan dan belantara. Tetapi mereka masih belum mencapai tujuan mereka.<2135>

(2) “Kemudian, Upāli, dengan meredanya pemikiran dan pemeriksaan, ia masuk dan berdiam dalam jhāna ke dua … Bagaimana menurutmu, tidakkah keberdiaman ini lebih baik dan menarik daripada yang sebelumnya?”

“Benar, Bhante.”

“Adalah ketika mereka melihat kualitas ini juga, dalam diri mereka [208] maka para siswaKu pergi ke tempat tinggal terpencil di dalam hutan dan belantara. Tetapi mereka masih belum mencapai tujuan mereka.

(3) “Kemudian, Upāli, dengan memudarnya sukacita … ia masuk dan berdiam dalam jhāna ke tiga … Bagaimana menurutmu, tidakkah keberdiaman ini lebih baik dan menarik daripada yang sebelumnya?”

“Benar, Bhante.”

“Adalah ketika mereka melihat kualitas ini juga, dalam diri mereka maka para siswaKu pergi ke tempat tinggal terpencil di dalam hutan dan belantara. Tetapi mereka masih belum mencapai tujuan mereka.

(4) “Kemudian, Upāli, dengan meninggalkan kenikmatan dan kesakitan … ia masuk dan berdiam dalam jhāna ke empat … Bagaimana menurutmu, tidakkah keberdiaman ini lebih baik dan menarik daripada yang sebelumnya?”

“Benar, Bhante.”

“Adalah ketika mereka melihat kualitas ini juga, dalam diri mereka maka para siswaKu pergi ke tempat tinggal terpencil di dalam hutan dan belantara. Tetapi mereka masih belum mencapai tujuan mereka.

(5) “Kemudian, Upāli, dengan sepenuhnya melampaui persepsi bentuk-bentuk, dengan lenyapnya persepsi kontak indria, dengan tanpa-perhatian pada persepsi keberagaman, [dengan mempersepsikan] ‘ruang adalah tanpa batas,’ bhikkhu itu masuk dan berdiam dalam landasan ruang tanpa batas. Bagaimana menurutmu, tidakkah keberdiaman ini lebih baik dan menarik daripada yang sebelumnya?”

“Benar, Bhante.”

“Adalah ketika mereka melihat kualitas ini juga, dalam diri mereka maka para siswaKu pergi ke tempat tinggal terpencil di dalam hutan dan belantara. Tetapi mereka masih belum mencapai tujuan mereka.

(6) “Kemudian, Upāli, dengan sepenuhnya melampaui landasan ruang tanpa batas, [dengan mempersepsikan] ‘kesadaran adalah tanpa batas,’ ia masuk dan berdiam dalam landasan kesadaran tanpa batas. Bagaimana menurutmu, tidakkah keberdiaman ini lebih baik dan menarik daripada yang sebelumnya?”

“Benar, Bhante.”

“Adalah ketika mereka melihat kualitas ini juga, dalam diri mereka maka para siswaKu pergi ke tempat tinggal terpencil di dalam hutan dan belantara. Tetapi mereka masih belum mencapai tujuan mereka.

(7) “Kemudian, Upāli, dengan sepenuhnya melampaui landasan kesadaran tanpa batas, [dengan mempersepsikan] ‘tidak ada apa-apa,’ ia masuk dan berdiam dalam landasan kekosongan. Bagaimana menurutmu, tidakkah keberdiaman ini lebih baik dan menarik daripada yang sebelumnya?”

“Benar, Bhante.”

“Adalah ketika mereka melihat kualitas ini juga, dalam diri mereka maka para siswaKu pergi ke tempat tinggal terpencil di dalam hutan dan belantara. Tetapi mereka masih belum mencapai tujuan mereka.

(8 ) “Kemudian, Upāli, dengan sepenuhnya melampaui landasan kekosongan, [dengan mempersepsikan] ‘ini damai, ini luhur,’ [209] ia masuk dan berdiam dalam landasan bukan persepsi juga bukan bukan-persepsi. Bagaimana menurutmu, tidakkah keberdiaman ini lebih baik dan menarik daripada yang sebelumnya?”

“Benar, Bhante.”

“Adalah ketika mereka melihat kualitas ini juga, dalam diri mereka maka para siswaKu pergi ke tempat tinggal terpencil di dalam hutan dan belantara. Tetapi mereka masih belum mencapai tujuan mereka.

(9) “Kemudian, Upāli, dengan sepenuhnya melampaui landasan bukan persepsi juga bukan bukan-persepsi, ia masuk dan berdiam dalam lenyapnya persepsi dan perasaan. (10) Dan setelah melihatnya dengan kebijaksanaan, noda-nodanya sepenuhnya dihancurkan. Bagaimana menurutmu, tidakkah keberdiaman ini lebih baik dan menarik daripada yang sebelumnya?”

“Benar, Bhante.”

“Adalah ketika mereka melihat kualitas ini juga, dalam diri mereka maka para siswaKu pergi ke tempat tinggal terpencil di dalam hutan dan belantara. Dan mereka berdiam setelah mencapai tujuan mereka.<2136>

“Marilah, Upāli, berdiamlah di dalam Saṅgha. Sewaktu engkau berdiam di dalam Saṅgha, engkau akan merasa nyaman.”<2137>

100 (10) Tidak Mampu

“Para bhikkhu, tanpa meninggalkan sepuluh hal ini, seseorang tidak mampu merealisasikan Kearahattaan. Apakah sepuluh ini? Nafsu, kebencian, delusi, kemarahan, permusuhan, sikap merendahkan, sikap kurang-ajar, iri hati, kekikiran, dan keangkuhan. Tanpa meninggalkan sepuluh hal ini, seseorang tidak mampu merealisasikan Kearahattaan.

“Para bhikkhu, setelah meninggalkan sepuluh hal ini, seseorang mampu merealisasikan Kearahattaan. Apakah sepuluh ini? Nafsu … keangkuhan. Setelah meninggalkan sepuluh hal ini, seseorang mampu merealisasikan Kearahattaan.” [210]

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku SEPULUH
« Reply #30 on: 07 October 2013, 07:49:11 PM »
LIMA PULUH KE TIGA

I. PERSEPSI SEORANG PETAPA

1 (1)  Persepsi Seorang Petapa

“Para bhikkhu, ketika tiga persepsi petapa<2138> ini dikembangkan dan dilatih, maka persepsi-persepsi ini akan memenuhi tujuh hal. Apakah tiga ini?

(1) “‘Aku telah memasuki kondisi tanpa kasta; (2) kehidupanku bergantung pada orang lain; (3) sikapku harus berbeda.’ Ketika ketiga perspesi petapa ini dikembangkan dan dilatih, maka persepsi-persepsi ini akan memenuhi tujuh hal. Apakah tujuh ini?

(4) “Seseorang secara konsisten bertindak dan berperilaku sesuai perilaku bermoral. (5) Ia tanpa kerinduan, (6) tanpa niat buruk, (7) dan tanpa kesombongan. (8 ) ia menyukai latihan. [211] (9) Ia menggunakan benda-benda kebutuhan untuk memelihara kehidupannya dengan menyadari tujuannya. (10) Ia bersemangat.  Ketika tiga perspesi petapa ini ini dikembangkan dan dilatih, maka persepsi-persepsi ini akan memenuhi ketujuh hal ini.

102 (2) Faktor-faktor Pencerahan

“Para bhikkhu, ketika tujuh faktor pencerahan ini dikembangkan dan dilatih, maka Faktor-faktor ini akan memenuhi tiga pengetahuan sejati. Apakah tujuh ini?

(1) “Faktor pencerahan perhatian, (2) faktor pencerahan pembedaan fenomena-fenomena, (3) faktor pencerahan kegigihan, (4) faktor pencerahan sukacita, (5) faktor pencerahan ketenangan, (6) faktor pencerahan konsentrasi, (7) faktor pencerahan keseimbangan. ketika ketujuh faktor pencerahan ini dikembangkan dan dilatih, maka Faktor-faktor ini akan memenuhi tiga pengetahuan sejati. Apakah tiga ini?

(8 ) “Di sini, seorang bhikkhu mengingat banyak kehidupan lampaunya, yaitu, satu kelahiran, dua kelahiran … Demikianlah ia mengingat banyak kehidupan lampaunya dengan aspek-aspek dan rinciannya.<2139>

(9) “Dengan mata dewa, yang murni dan melampaui manusia … ia memahami bagaimana makhluk-makhluk mengembara sesuai kamma mereka.

(10) “Dengan hancurnya noda-noda, ia telah merealisasikan untuk dirinya sendiri dengan pengetahuan langsung, dalam kehidupan ini, kebebasan pikiran yang tanpa noda, kebebasan melalui kebijaksanaan, dan setelah memasukinya, ia berdiam di dalamnya.

ketika ketujuh faktor pencerahan ini dikembangkan dan dilatih, maka Faktor-faktor ini akan memenuhi ketiga pengetahuan sejati ini.”

103 (3) Jalan Salah

“Para bhikkhu, dengan bergantung pada jalan yang salah maka ada kegagalan, bukan keberhasilan. Dan bagaimanakah bahwa dengan bergantung pada jalan yang salah maka ada kegagalan, bukan keberhasilan?

(1) “Pada seorang yang memiliki pandangan salah, maka (2) kehendak salah muncul. Pada seorang yang memiliki kehendak salah, maka (3) ucapan salah muncul. Pada seorang yang memiliki ucapan salah, maka [212] (4) perbuatan salah muncul. Pada seorang yang memiliki perbuatan salah, maka (5) penghidupan salah muncul. Pada seorang yang memiliki penghidupan salah, maka (6) usaha salah muncul. Pada seorang yang memiliki usaha salah, maka (7) perhatian salah muncul. Pada seorang yang memiliki perhatian salah, maka (8 ) konsentrasi salah muncul. Pada seorang yang memiliki konsentrasi salah, maka (9) pengetahuan salah muncul. Pada seorang yang memiliki pengetahuan salah, maka (10) kebebasan salah muncul.<2140> Dengan cara inilah, dengan bergantung pada jalan yang salah maka ada kegagalan, bukan keberhasilan.

“Dengan bergantung pada jalan yang benar maka ada keberhasilan, bukan kegagalan. Dan bagaimanakah bahwa dengan bergantung pada jalan yang benar maka ada keberhasilan, bukan kegagalan?

(1) “Pada seorang yang memiliki pandangan benar, maka (2) kehendak benar muncul. Pada seorang yang memiliki kehendak benar, maka (3) ucapan benar muncul. Pada seorang yang memiliki ucapan benar, maka (4) perbuatan benar muncul. Pada seorang yang memiliki perbuatan benar, maka (5) penghidupan benar muncul. Pada seorang yang memiliki penghidupan benar, maka (6) usaha benar muncul. Pada seorang yang memiliki usaha benar, maka (7) perhatian benar muncul. Pada seorang yang memiliki perhatian benar, maka (8 ) konsentrasi benar muncul. Pada seorang yang memiliki konsentrasi benar, maka (9) pengetahuan benar muncul. Pada seorang yang memiliki pengetahuan benar, maka (10) kebebasan benar muncul.<2141> Dengan cara inilah, dengan bergantung pada jalan yang benar maka ada keberhasilan, bukan kegagalan.”

104 (4) Benih <2142>

“Para bhikkhu, pada seorang yang memiliki pandangan salah, kehendak salah, ucapan salah, perbuatan salah, penghidupan salah, usaha salah, perhatian salah, konsentrasi salah, pengetahuan salah, dan kebebasan salah, maka kamma jasmani, kamma ucapan, dan kamma pikiran apa pun yang ia bangkitkan dan lakukan sesuai dengan pandangan itu, dan apa pun kehendaknya, kerinduannya, kecenderungannya, dan aktivitas-aktivitas kehendaknya, semuanya mengarah pada apa yang tidak diharapkan, tidak diinginkan, dan tidak menyenangkan, mengarah pada bahaya dan penderitaan. Karena alasan apakah? Karena pandangannya buruk.

“Misalkan, para bhikkhu, sebutir benih nimba, pare, atau labu pahit ditanam di tanah yang lembab. [213] Nutrisi apa pun yang diambil dari tanah dan dari air semuanya akan mengarah pada rasa pahit, getir, dan tidak menyenangkan. Karena alasan apakah? Karena benih itu buruk. Demikian pula, pada seorang yang memiliki pandangan salah … dan kebebasan salah, maka kamma jasmani, kamma ucapan, dan kamma pikiran apa pun yang ia bangkitkan dan lakukan sesuai dengan pandangan itu, dan apa pun kehendaknya, kerinduannya, kecenderungannya, dan aktivitas-aktivitas kehendaknya, semuanya mengarah pada apa yang tidak diharapkan, tidak diinginkan, dan tidak menyenangkan, mengarah pada bahaya dan penderitaan. Karena alasan apakah? Karena pandangannya buruk.

“Para bhikkhu, pada seorang yang memiliki pandangan benar, kehendak benar, ucapan benar, perbuatan benar, penghidupan benar, usaha benar, perhatian benar, konsentrasi benar, pengetahuan benar, dan kebebasan benar, maka kamma jasmani, kamma ucapan, dan kamma pikiran apa pun yang ia bangkitkan dan lakukan sesuai dengan pandangan itu, dan apa pun kehendaknya, kerinduannya, kecenderungannya, dan aktivitas-aktivitas kehendaknya, semuanya mengarah pada apa yang diharapkan, diinginkan, dan menyenangkan, mengarah pada kesejahteraan dan kebahagiaan. Karena alasan apakah? Karena pandangannya baik.

“Misalkan, para bhikkhu, sebutir benih tebu, beras gunung, atau anggur ditanam di tanah yang lembab. Nutrisi apa pun yang diambil dari tanah dan dari air semuanya akan mengarah pada rasa yang disukai, manis, dan lezat. Karena alasan apakah? Karena benih itu baik. Demikian pula, pada seorang yang memiliki pandangan benar … [214] … dan kebebasan benar, maka kamma jasmani, kamma ucapan, dan kamma pikiran apa pun yang ia bangkitkan dan lakukan sesuai dengan pandangan itu, dan apa pun kehendaknya, kerinduannya, kecenderungannya, dan aktivitas-aktivitas kehendaknya, semuanya mengarah pada apa yang diharapkan, diinginkan, dan menyenangkan, mengarah pada kesejahteraan dan kebahagiaan. Karena alasan apakah? Karena pandangannya baik.”

105 (5) Pengetahuan Sejati

“Para bhikkhu, ketidak-tahuan – yang disertai dengan rasa tidak tahu malu dan moralitas yang sembrono – adalah pelopor dalam memasuki kualitas-kualitas tidak bermanfaat.<2143> (1) Pada seorang dungu yang tenggelam dalam ketidak-tahuan, maka pandangan salah muncul. (2) Pada seorang yang memiliki pandangan salah, maka kehendak salah muncul. (3) Pada seorang yang memiliki kehendak salah, maka ucapan salah muncul. (4) Pada seorang yang memiliki ucapan salah, maka perbuatan salah muncul. (5) Pada seorang yang memiliki perbuatan salah, maka penghidupan salah muncul. (6) Pada seorang yang memiliki penghidupan salah, maka usaha salah muncul. (7) Pada seorang yang memiliki usaha salah, maka perhatian salah muncul. (8 ) Pada seorang yang memiliki perhatian salah, maka konsentrasi salah muncul. (9) Pada seorang yang memiliki konsentrasi salah, maka pengetahuan salah muncul. (10) Pada seorang yang memiliki pengetahuan salah, maka kebebasan salah muncul.

“Para bhikkhu, pengetahuan sejati – yang disertai dengan rasa malu bermoral dan rasa takut bermoral – adalah pelopor dalam memasuki kualitas-kualitas bermanfaat. (1) Pada seorang bijaksana yang telah sampai pada pengetahuan sejati, maka pandangan benar muncul. (2) Pada seorang yang memiliki pandangan benar, maka kehendak benar muncul. (3) Pada seorang yang memiliki kehendak benar, maka ucapan benar muncul. (4) Pada seorang yang memiliki ucapan benar, maka perbuatan benar muncul. (5) Pada seorang yang memiliki perbuatan benar, maka penghidupan benar muncul. (6) Pada seorang yang memiliki penghidupan benar, maka usaha benar muncul. (7) Pada seorang yang memiliki usaha benar, maka perhatian benar muncul. (8 ) Pada seorang yang memiliki perhatian benar, maka konsentrasi benar muncul. (9) Pada seorang yang memiliki konsentrasi benar, maka pengetahuan benar muncul. (10) Pada seorang yang memiliki pengetahuan benar, maka kebebasan benar muncul.”<2144> [215]

106 (6) Menjadi Usang

“Para bhikkhu, ada sepuluh kasus menjadi usang ini.<2145> Apakah sepuluh ini?

(1) “Pada seorang yang memiliki pandangan benar, maka pandangan salah menjadi usang, dan berbagai kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang berasal-mula dengan pandangan salah sebagai kondisinya juga menjadi usang, dan dengan pandangan benar sebagai kondisi, maka berbagai kualitas bermanfaat mencapai pemenuhan melalui pengembangan.

(2) “Pada seorang yang memiliki kehendak benar, maka kehendak salah menjadi usang, dan berbagai kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang berasal-mula dengan kehendak salah sebagai kondisinya juga menjadi usang, dan dengan kehendak benar sebagai kondisi, maka berbagai kualitas bermanfaat mencapai pemenuhan melalui pengembangan.

(3) “Pada seorang yang memiliki ucapan benar, maka ucapan salah menjadi usang, dan berbagai kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang berasal-mula dengan ucapan salah sebagai kondisinya juga menjadi usang, dan dengan ucapan benar sebagai kondisi, maka berbagai kualitas bermanfaat mencapai pemenuhan melalui pengembangan.

(4) “Pada seorang yang memiliki perbuatan benar, maka perbuatan salah menjadi usang, dan berbagai kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang berasal-mula dengan perbuatan salah sebagai kondisinya juga menjadi usang, dan dengan perbuatan benar sebagai kondisi, maka berbagai kualitas bermanfaat mencapai pemenuhan melalui pengembangan.

(5) “Pada seorang yang memiliki penghidupan benar, maka penghidupan salah menjadi usang, dan berbagai kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang berasal-mula dengan penghidupan salah sebagai kondisinya juga menjadi usang, dan dengan penghidupan benar sebagai kondisi, maka berbagai kualitas bermanfaat mencapai pemenuhan melalui pengembangan.

(6) “Pada seorang yang memiliki usaha benar, maka usaha salah menjadi usang, dan berbagai kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang berasal-mula dengan usaha salah sebagai kondisinya juga menjadi usang, dan dengan usaha benar sebagai kondisi, maka berbagai kualitas bermanfaat mencapai pemenuhan melalui pengembangan.

(7) “Pada seorang yang memiliki perhatian benar, maka perhatian salah menjadi usang, dan berbagai kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang berasal-mula dengan perhatian salah sebagai kondisinya juga menjadi usang, dan dengan perhatian benar sebagai kondisi, maka berbagai kualitas bermanfaat mencapai pemenuhan melalui pengembangan.

(8 ) “Pada seorang yang memiliki konsentrasi benar, maka konsentrasi salah menjadi usang, dan berbagai kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang berasal-mula dengan konsentrasi salah sebagai kondisinya juga menjadi usang, dan dengan konsentrasi benar sebagai kondisi, maka berbagai kualitas bermanfaat mencapai pemenuhan melalui pengembangan.

(9) “Pada seorang yang memiliki pengetahuan benar, maka pengetahuan salah menjadi usang, dan berbagai kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang berasal-mula dengan pengetahuan salah sebagai kondisinya juga menjadi usang, dan dengan pengetahuan benar sebagai kondisi, maka berbagai kualitas bermanfaat mencapai pemenuhan melalui pengembangan.

(10) “Pada seorang yang memiliki kebebasan benar, maka kebebasan salah menjadi usang, dan berbagai kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang berasal-mula dengan kebebasan salah sebagai kondisinya juga menjadi usang, dan dengan kebebasan benar sebagai kondisi, maka berbagai kualitas bermanfaat mencapai pemenuhan melalui pengembangan.

“Ini adalah kesepuluh kasus menjadi usang itu.”

107 (7) Dhovana

“Para bhikkhu, ada sebuah negeri di selatan yang bernama Dhovana<2146> [‘mencuci’]. Di mana terdapat makanan, minuman, penganan, bahan makanan, cemilan, tonikum, tarian, nyanyian, dan musik. Ada ‘Mencuci’ ini, para bhikkhu, Aku tidak menyangkalnya. Namun ‘Mencuci’ ini adalah rendah, biasa, untuk kaum duniawi, tidak mulia, tidak bermanfaat; tidak mengarah pada kekecewaan, pada kebosanan, pada lenyapnya, pada kedamaian, pada pengetahuan langsung, pada pencerahan, pada nibbāna.

“Tetapi Aku akan mengajarkan, para bhikkhu, suatu mencuci yang mulia yang mengarah secara eksklusif pada kekecewaan, pada kebosanan, pada lenyapnya, pada kedamaian, pada pengetahuan langsung, pada pencerahan, pada nibbāna. Dengan bergantung pada mencuci ini, makhluk-makhluk yang tunduk pada kelahiran menjadi terbebas dari kelahiran; makhluk-makhluk yang tunduk pada penuaan menjadi terbebas dari penuaan; makhluk-makhluk yang tunduk pada kematian menjadi terbebas dari kematian; makhluk-makhluk yang tunduk pada dukacita, ratapan, kesakitan, kesedihan, dan kesengsaraan menjadi terbebas dari dukacita, ratapan, kesakitan, kesedihan, dan kesengsaraan. Dengarkan dan perhatikanlah dengan seksama. Aku akan berbicara.”

“Baik, Bhante.” Para bhikkhu itu menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

“Dan apakah, para bhikkhu, mencuci yang mulia itu? [217]

(1) “Pada seorang yang memiliki pandangan benar, maka pandangan salah menjadi tercuci, dan berbagai kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang berasal-mula dengan pandangan salah sebagai kondisinya juga menjadi tercuci, dan dengan pandangan benar sebagai kondisi, maka berbagai kualitas bermanfaat mencapai pemenuhan melalui pengembangan.

(2)-(9) “Pada seorang yang memiliki kehendak benar, maka kehendak salah menjadi tercuci … Pada seorang yang memiliki ucapan benar, maka ucapan salah menjadi tercuci … Pada seorang yang memiliki perbuatan benar, maka perbuatan salah menjadi tercuci … Pada seorang yang memiliki penghidupan benar, maka penghidupan salah menjadi tercuci … Pada seorang yang memiliki usaha benar, maka usaha salah menjadi tercuci … Pada seorang yang memiliki perhatian benar, maka perhatian salah menjadi tercuci … Pada seorang yang memiliki konsentrasi benar, maka konsentrasi salah menjadi tercuci … Pada seorang yang memiliki pengetahuan benar, maka pengetahuan salah menjadi tercuci …

(10) “Pada seorang yang memiliki kebebasan benar, maka kebebasan salah menjadi tercuci, dan berbagai kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang berasal-mula dengan kebebasan salah sebagai kondisinya juga menjadi tercuci, dan dengan kebebasan benar sebagai kondisi, maka berbagai kualitas bermanfaat mencapai pemenuhan melalui pengembangan.

“Ini, para bhikkhu, adalah mencuci yang mulia itu yang mengarah secara eksklusif pada kekecewaan, pada kebosanan, pada lenyapnya, pada kedamaian, pada pengetahuan langsung, pada pencerahan, pada nibbāna. Dengan bergantung pada mencuci ini, makhluk-makhluk yang tunduk pada kelahiran menjadi terbebas dari kelahiran; makhluk-makhluk yang tunduk pada penuaan menjadi terbebas dari penuaan; makhluk-makhluk yang tunduk pada kematian menjadi terbebas dari kematian; makhluk-makhluk yang tunduk pada dukacita, ratapan, kesakitan, kesedihan, dan kesengsaraan menjadi terbebas dari dukacita, ratapan, kesakitan, kesedihan, dan kesengsaraan.” [218]

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku SEPULUH
« Reply #31 on: 07 October 2013, 07:49:33 PM »
108 (8 ) Tabib

“Para bhikkhu, para tabib meresepkan suatu obat pencahar untuk melenyapkan penyakit-penyakit yang berasal-mula dari empedu, dahak, dan angin. Ada obat pencahar ini, para bhikkhu, Aku tidak menyangkalnya. Namun obat pencahar ini kadang-kadang berhasil dan kadang-kadang gagal.

“Tetapi Aku akan mengajarkan, para bhikkhu, suatu obat pencahar yang mulia yang selalu berhasil dan tidak pernah gagal. Dengan bergantung pada obat pencahar ini, makhluk-makhluk yang tunduk pada kelahiran menjadi terbebas dari kelahiran; makhluk-makhluk yang tunduk pada penuaan menjadi terbebas dari penuaan; makhluk-makhluk yang tunduk pada kematian menjadi terbebas dari kematian; makhluk-makhluk yang tunduk pada dukacita, ratapan, kesakitan, kesedihan, dan kesengsaraan menjadi terbebas dari dukacita, ratapan, kesakitan, kesedihan, dan kesengsaraan. Dengarkan dan perhatikanlah dengan seksama. Aku akan berbicara.”

“Baik, Bhante.” Para bhikkhu itu menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

“Dan apakah, para bhikkhu, obat pencahar yang mulia itu yang selalu berhasil dan tidak pernah gagal?

(1) “Pada seorang yang memiliki pandangan benar, maka pandangan salah menjadi dibersihkan, dan berbagai kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang berasal-mula dengan pandangan salah sebagai kondisinya juga menjadi dibersihkan, dan dengan pandangan benar sebagai kondisi, maka berbagai kualitas bermanfaat mencapai pemenuhan melalui pengembangan.

(2)-(9) “Pada seorang yang memiliki kehendak benar, maka kehendak salah menjadi dibersihkan … Pada seorang yang memiliki ucapan benar, maka ucapan salah menjadi dibersihkan … Pada seorang yang memiliki perbuatan benar, maka perbuatan salah menjadi dibersihkan … Pada seorang yang memiliki penghidupan benar, maka penghidupan salah menjadi dibersihkan … Pada seorang yang memiliki usaha benar, maka usaha salah menjadi dibersihkan … Pada seorang yang memiliki perhatian benar, maka perhatian salah menjadi dibersihkan … [219] Pada seorang yang memiliki konsentrasi benar, maka konsentrasi salah menjadi dibersihkan … Pada seorang yang memiliki pengetahuan benar, maka pengetahuan salah menjadi dibersihkan…

(10) “Pada seorang yang memiliki kebebasan benar, maka kebebasan salah menjadi dibersihkan, dan berbagai kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang berasal-mula dengan kebebasan salah sebagai kondisinya juga menjadi dibersihkan, dan dengan kebebasan benar sebagai kondisi, maka berbagai kualitas bermanfaat mencapai pemenuhan melalui pengembangan.

“Ini, para bhikkhu, adalah obat pencahar yang mulia itu yang selalu berhasil dan tidak pernah gagal. Dengan bergantung pada obat pencahar ini, makhluk-makhluk yang tunduk pada kelahiran menjadi terbebas dari kelahiran; makhluk-makhluk yang tunduk pada penuaan menjadi terbebas dari penuaan; makhluk-makhluk yang tunduk pada kematian menjadi terbebas dari kematian; makhluk-makhluk yang tunduk pada dukacita, ratapan, kesakitan, kesedihan, dan kesengsaraan menjadi terbebas dari dukacita, ratapan, kesakitan, kesedihan, dan kesengsaraan.”

109 (9) Obat Penyebab Muntah

“Para bhikkhu, para tabib meresepkan suatu obat penyebab muntah untuk melenyapkan penyakit-penyakit yang berasal-mula dari empedu, dahak, dan angin. Ada obat penyebab muntah ini, para bhikkhu, Aku tidak menyangkalnya. Namun obat penyebab muntah ini kadang-kadang berhasil dan kadang-kadang gagal.

“Tetapi Aku akan mengajarkan, para bhikkhu, suatu obat penyebab muntah yang mulia yang selalu berhasil dan tidak pernah gagal. Dengan bergantung pada obat penyebab muntah ini, makhluk-makhluk yang tunduk pada kelahiran menjadi terbebas dari kelahiran; makhluk-makhluk yang tunduk pada penuaan menjadi terbebas dari penuaan; makhluk-makhluk yang tunduk pada kematian menjadi terbebas dari kematian; makhluk-makhluk yang tunduk pada dukacita, ratapan, kesakitan, kesedihan, dan kesengsaraan menjadi terbebas dari dukacita, ratapan, kesakitan, kesedihan, dan kesengsaraan. Dengarkan dan perhatikanlah dengan seksama. Aku akan berbicara.”

“Baik, Bhante.” Para bhikkhu itu menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

“Dan apakah, para bhikkhu, obat penyebab muntah yang mulia itu yang selalu berhasil dan tidak pernah gagal? [220]

(1) “Pada seorang yang memiliki pandangan benar, maka pandangan salah dimuntahkan, dan berbagai kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang berasal-mula dengan pandangan salah sebagai kondisinya juga dimuntahkan, dan dengan pandangan benar sebagai kondisi, maka berbagai kualitas bermanfaat mencapai pemenuhan melalui pengembangan.

(2)-(9) “Pada seorang yang memiliki kehendak benar, maka kehendak salah dimuntahkan … Pada seorang yang memiliki ucapan benar, maka ucapan salah dimuntahkan … Pada seorang yang memiliki perbuatan benar, maka perbuatan salah dimuntahkan … Pada seorang yang memiliki penghidupan benar, maka penghidupan salah dimuntahkan … Pada seorang yang memiliki usaha benar, maka usaha salah dimuntahkan … Pada seorang yang memiliki perhatian benar, maka perhatian salah dimuntahkan … Pada seorang yang memiliki konsentrasi benar, maka konsentrasi salah dimuntahkan … Pada seorang yang memiliki pengetahuan benar, maka pengetahuan salah dimuntahkan …

(10) “Pada seorang yang memiliki kebebasan benar, maka kebebasan salah dimuntahkan, dan berbagai kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang berasal-mula dengan kebebasan salah sebagai kondisinya juga dimuntahkan, dan dengan kebebasan benar sebagai kondisi, maka berbagai kualitas bermanfaat mencapai pemenuhan melalui pengembangan.

“Ini, para bhikkhu, adalah obat penyebab muntah yang mulia itu yang selalu berhasil dan tidak pernah gagal, dan dengan bergantung pada obat pencahar ini, makhluk-makhluk yang tunduk pada kelahiran menjadi terbebas dari kelahiran; makhluk-makhluk yang tunduk pada penuaan menjadi terbebas dari penuaan; makhluk-makhluk yang tunduk pada kematian menjadi terbebas dari kematian; makhluk-makhluk yang tunduk pada dukacita, ratapan, kesakitan, kesedihan, dan kesengsaraan menjadi terbebas dari dukacita, ratapan, kesakitan, kesedihan, dan kesengsaraan.”

110 (10) Dilontarkan

“Para bhikkhu, ada sepuluh hal ini yang  harus dilontarkan. Apakah sepuluh ini?

(1) “Pada seorang yang memiliki pandangan benar, maka pandangan salah dilontarkan, dan berbagai kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang berasal-mula dengan pandangan salah sebagai kondisinya juga dilontarkan, dan dengan pandangan benar sebagai kondisi, maka berbagai kualitas bermanfaat mencapai pemenuhan melalui pengembangan. [221]

(2)-(9) “Pada seorang yang memiliki kehendak benar, maka kehendak salah dilontarkan … Pada seorang yang memiliki ucapan benar, maka ucapan salah dilontarkan  … Pada seorang yang memiliki perbuatan benar, maka perbuatan salah dilontarkan … Pada seorang yang memiliki penghidupan benar, maka penghidupan salah dilontarkan … Pada seorang yang memiliki usaha benar, maka usaha salah dilontarkan … Pada seorang yang memiliki perhatian benar, maka perhatian salah dilontarkan … Pada seorang yang memiliki konsentrasi benar, maka konsentrasi salah dilontarkan … Pada seorang yang memiliki pengetahuan benar, maka pengetahuan salah dilontarkan …

(10) “Pada seorang yang memiliki kebebasan benar, maka kebebasan salah dilontarkan, dan berbagai kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang berasal-mula dengan kebebasan salah sebagai kondisinya juga dilontarkan, dan dengan kebebasan benar sebagai kondisi, maka berbagai kualitas bermanfaat mencapai pemenuhan melalui pengembangan.

“Ini adalah kesepuluh hal itu yang harus dilontarkan.”

111 (11) Seorang Yang Melampaui Latihan (1)

Seorang bhikkhu tertentu mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, duduk di satu sisi, dan berkata:

“Dikatakann, Bhante, ‘seorang yang melampaui latihan, seorang yang melampaui latihan.’ Dengan cara bagaimanakah, Bhante, seorang bhikkhu adalah seorang yang melampaui latihan?”<2147>

“Di sini, bhikkhu, seorang bhikkhu memiliki (1) pandangan benar dari seorang yang melampaui latihan. Ia memiliki (2) kehendak benar … (3) ucapan benar … (4) perbuatan benar … (5) penghidupan benar … (6) usaha benar … (7) perhatian benar … (8 ) konsentrasi benar … (9) pengetahuan benar … (10) kebebasan benar dari seorang yang melampaui latihan. Dengan cara inilah seorang bhikkhu adalah seorang yang melampaui latihan.” [222]

112 (12) Seorang Yang Melampaui Latihan (2)

“Para bhikkhu, ada sepuluh kualitas dari seorang yang melampaui latihan ini. Apakah sepuluh ini? Pandangan benar dari seorang yang melampaui latihan; kehendak benar … ucapan benar … perbuatan benar … penghidupan benar … usaha benar … perhatian benar … konsentrasi benar … pengetahuan benar … kebebasan benar dari seorang yang melampaui latihan. Ini adalah kesepuluh kualitas dari seorang yang melampaui latihan itu.”

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku SEPULUH
« Reply #32 on: 07 October 2013, 07:49:59 PM »
II. PACCOROHAṆĪ

113 (1) Bukan-Dhamma (1)

“Para bhikkhu, apa yang bukan-Dhamma dan berbahaya harus dipahami, dan apa yang adalah Dhamma dan bermanfaat juga harus dipahami.<2148> Setelah memahami apa yang bukan-Dhamma dan berbahaya, dan juga apa yang adalah Dhamma dan bermanfaat, seseorang harus berlatih sesuai dengan Dhamma dan sesuai dengan apa yang bermanfaat.

“Dan apakah, para bhikkhu, yang bukan-Dhamma dan berbahaya? Pandangan salah, kehendak salah, ucapan salah, perbuatan salah, penghidupan salah, usaha salah, perhatian salah, konsentrasi salah, pengetahuan salah, dan kebebasan salah. [223] Ini adalah apa yang dikatakan sebagai bukan-Dhamma dan berbahaya.

“Dan apakah, para bhikkhu, yang adalah Dhamma dan bermanfaat? Pandangan benar, kehendak benar, ucapan benar, perbuatan benar, penghidupan benar, usaha benar, perhatian benar, konsentrasi benar, pengetahuan benar, dan kebebasan benar. Ini adalah apa yang dikatakan sebagai Dhamma dan bermanfaat.

“Ketika dikatakan: ‘Para bhikkhu, apa yang bukan-Dhamma dan berbahaya harus dipahami, dan apa yang adalah Dhamma dan bermanfaat juga harus dipahami. Setelah memahami apa yang bukan-Dhamma dan berbahaya, dan juga apa yang adalah Dhamma dan bermanfaat, seseorang harus berlatih sesuai dengan Dhamma dan sesuai dengan apa yang bermanfaat,’ adalah sehubungan dengan ini maka hal itu dikatakan.”

114 (2) Bukan-Dhamma (2)

“Para bhikkhu, apa yang bukan-Dhamma dan apa yang adalah Dhamma harus dipahami, dan apa yang berbahaya dan apa yang bermanfaat juga harus dipahami. Setelah memahami apa yang bukan-Dhamma dan apa yang adalah Dhamma, dan juga apa yang yang berbahaya dan apa yang bermanfaat, seseorang harus berlatih sesuai dengan Dhamma dan sesuai dengan apa yang bermanfaat.

“Dan apakah, para bhikkhu, yang bukan-Dhamma dan apakah yang adalah Dhamma? Dan apakah yang berbahaya dan apakah yang bermanfaat?

(1) “Pandangan salah adalah bukan-Dhamma; pandangan benar adalah Dhamma. Berbagai kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang berasal mula dengan pandangan salah sebagai kondisi: ini adalah apa yang berbahaya. Berbagai kualitas bermanfaat yang mencapai pemenuhan melalui pengembangan dengan pandangan benar sebagai kondisi: ini adalah apa yang bermanfaat.

(2) “Kehendak salah adalah bukan-Dhamma; kehendak benar adalah Dhamma. Berbagai kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang berasal mula dengan kehendak salah sebagai kondisi: ini adalah apa yang berbahaya. Berbagai kualitas bermanfaat yang mencapai pemenuhan melalui pengembangan dengan kehendak benar sebagai kondisi: ini adalah apa yang bermanfaat.

(3) “Ucapan salah adalah bukan-Dhamma; ucapan benar adalah Dhamma. Berbagai kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang berasal mula dengan ucapan salah sebagai kondisi: ini adalah apa yang berbahaya. Berbagai kualitas bermanfaat yang mencapai pemenuhan melalui pengembangan dengan ucapan benar sebagai kondisi: ini adalah apa yang bermanfaat.

(4) “Perbuatan salah adalah bukan-Dhamma; perbuatan benar adalah Dhamma. Berbagai kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang berasal mula dengan perbuatan salah sebagai kondisi: ini adalah apa yang berbahaya. Berbagai kualitas bermanfaat yang mencapai pemenuhan melalui pengembangan dengan perbuatan benar sebagai kondisi: ini adalah apa yang bermanfaat.

(5) “Penghidupan salah adalah bukan-Dhamma; penghidupan benar adalah Dhamma. Berbagai kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang berasal mula dengan penghidupan salah sebagai kondisi: ini adalah apa yang berbahaya. Berbagai kualitas bermanfaat yang mencapai pemenuhan melalui pengembangan dengan penghidupan benar sebagai kondisi: ini adalah apa yang bermanfaat.

(6) “Usaha salah adalah bukan-Dhamma; usaha benar adalah Dhamma. Berbagai kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang berasal mula dengan usaha salah sebagai kondisi: ini adalah apa yang berbahaya. Berbagai kualitas bermanfaat yang mencapai pemenuhan melalui pengembangan dengan usaha benar sebagai kondisi: ini adalah apa yang bermanfaat.

(7) “Perhatian salah adalah bukan-Dhamma; perhatian benar adalah Dhamma. Berbagai kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang berasal mula dengan perhatian salah sebagai kondisi: ini adalah apa yang berbahaya. Berbagai kualitas bermanfaat yang mencapai pemenuhan melalui pengembangan dengan perhatian benar sebagai kondisi: ini adalah apa yang bermanfaat.

(8 ) “Konsentrasi salah adalah bukan-Dhamma; konsentrasi benar adalah Dhamma. Berbagai kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang berasal mula dengan konsentrasi salah sebagai kondisi: ini adalah apa yang berbahaya. Berbagai kualitas bermanfaat yang mencapai pemenuhan melalui pengembangan dengan konsentrasi benar sebagai kondisi: ini adalah apa yang bermanfaat.

(9) “Pengetahuan salah adalah bukan-Dhamma; pengetahuan benar adalah Dhamma. Berbagai kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang berasal mula dengan pengetahuan salah sebagai kondisi: ini adalah apa yang berbahaya. Berbagai kualitas bermanfaat yang mencapai pemenuhan melalui pengembangan dengan pengetahuan benar sebagai kondisi: ini adalah apa yang bermanfaat.

(10) “Kebebasan salah adalah bukan-Dhamma; kebebasan benar adalah Dhamma. Berbagai kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang berasal mula dengan kebebasan salah sebagai kondisi: ini adalah apa yang berbahaya. Berbagai kualitas bermanfaat yang mencapai pemenuhan melalui pengembangan dengan kebebasan benar sebagai kondisi: ini adalah apa yang bermanfaat.

“Ketika dikatakan: ‘Para bhikkhu apa yang bukan-Dhamma dan apa yang adalah Dhamma harus dipahami, dan apa yang berbahaya dan apa yang bermanfaat juga harus dipahami. Setelah memahami apa yang bukan-Dhamma dan apa yang adalah Dhamma, dan juga apa yang berbahaya dan apa yang bermanfaat, seseorang harus berlatih sesuai dengan Dhamma dan sesuai dengan apa yang bermanfaat,’ adalah sehubungan dengan ini maka hal itu dikatakan.”
   
115 (3) Bukan-Dhamma (3)

“Para bhikkhu, apa yang bukan-Dhamma dan apa yang adalah Dhamma harus dipahami, dan apa yang berbahaya dan apa yang bermanfaat juga harus dipahami. Setelah memahami apa yang bukan-Dhamma dan apa yang adalah Dhamma, dan juga apa yang yang berbahaya dan apa yang bermanfaat, seseorang harus berlatih sesuai dengan Dhamma dan sesuai dengan apa yang bermanfaat.” [225]

Ini adalah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā. Setelah mengatakan ini, Yang Berbahagia bangkit dari dudukNya dan memasuki kediamanNya.<2149> Kemudian, segera setelah Sang Bhagavā pergi, para bhikkhu mempertimbangkan: “Teman-teman, Sang Bhagavā mengajarkan ringkasan singkat ini: ‘Para bhikkhu, apa yang bukan-Dhamma dan apa yang adalah Dhamma harus dipahami … seseorang harus berlatih sesuai dengan Dhamma dan sesuai dengan apa yang bermanfaat.’ Kemudian Beliau bangkit dari dudukNya dan memasuki kediamanNya tanpa menjelaskan maknanya secara terperinci. Sekarang siapakah yang akan menjelaskan maknanya secara terperinci?” Kemudian merreka berpikir: “Yang Mulia Ānanda dipuji oleh Sang Guru dan dihargai oleh teman-temannya para bhikkhu yang bijaksana; ia mampu menjelaskan secara terperinci makna dari ringkasan singkat ini. Marilah kita mendatangi Yang Mulia Ānanda dan menanyakan kepadanya makna dari ini. Kita akan mengingatnya seperti yang ia jelaskan kepada kita.”

Kemudian para bhikkhu itu mendatangi Yang Mulia Ānanda dan saling bertukar sapa dengannya, setelah itu mereka duduk di satu sisi dan berkata: “Teman Ānanda, Sang Bhagavā mengajarkan kami ringkasan singkat ini … [seluruhnya seperti di atas hingga:] … Marilah kita mendatangi Yang Mulia Ānanda dan menanyakan kepadanya makna dari ini. Kita akan mengingatnya seperti yang ia jelaskan kepada kita.’ Sudilah Yang Mulia Ānanda menjelaskannya kepada kami.”

[Yang Mulia Ānanda menjawab:] “Teman-teman, ini seperti seseorang yang memerlukan inti kayu, mencari inti kayu, mengembara dalam mencari inti kayu, melewatkan akar dan batang dari pohon yang memiliki inti kayu, berpikir bahwa inti kayu harus dicari di antara dahan-dahan dan dedaunan. Dan demikian pula dengan kalian. Ketika kalian saling berhadapan dengan Sang Guru kalian melewatkan Sang Bhagavā, dengan berpikir untuk menanyakan maknanya kepadaku. Karena, teman-teman, dalam mengetahui, Sang Bhagavā tahu; dalam melihat, Beliau melihat; Beliau telah menjadi penglihatan, Beliau telah menjadi pengetahuan, Beliau telah menjadi Dhamma; Beliau telah menjadi Brahmā; Beliau adalah pembabar, pewarta, pengurai makna, pemberi keabadian, Raja Dhamma, Sang Tathāgata. Itu adalah waktunya ketika kalian seharusnya mendatangi Sang Bhagavā [227] dan bertanya kepada Beliau tentang maknanya. Kalian harus mengingatnya seperti Yang Beliau jelaskan kepada kalian.”

“Tentu saja, teman Ānanda, dalam mengetahui, Sang Bhagavā tahu; dalam melihat, Beliau melihat; Beliau telah menjadi penglihatan … Sang Tathāgata.  Itu adalah waktunya ketika kami seharusnya mendatangi Sang Bhagavā dan bertanya kepada Beliau tentang maknanya, dan kami akan mengingatnya seperti Yang Beliau jelaskan kepada kami. Namun Yang Mulia Ānanda dipuji oleh Sang Guru dan dihargai oleh teman-temannya para bhikkhu yang bijaksana. Ia mampu menjelaskan secara terperinci makna dari ringkasan ini. Sudilah Yang Mulia Ānanda menjelaskannya jika tidak menyusahkan.”

“Kalau begitu dengarkanlah, teman-teman, dan perhatikanlah dengan seksama. Aku akan berbicara.”

“Baik, teman,” para bhikkhu itu menjawab. Yang Mulia Ānanda berkata sebagai berikut:

“Teman-teman, Sang Bhagavā mengajarkan ringkasan singkat ini tanpa menjelaskan maknanya secara terperinci: ‘“Para bhikkhu, apa yang bukan-Dhamma dan apa yang adalah Dhamma harus dipahami, dan apa yang berbahaya dan apa yang bermanfaat juga harus dipahami. Setelah memahami apa yang bukan-Dhamma dan apa yang adalah Dhamma, dan juga apa yang yang berbahaya dan apa yang bermanfaat, seseorang harus berlatih sesuai dengan Dhamma dan sesuai dengan apa yang bermanfaat.’ Sekarang apakah, teman-teman, yang bukan-Dhamma dan apakah yang adalah Dhamma? Dan apakah yang berbahaya dan apakah yang bermanfaat?

(1) “Pandangan salah, teman-teman, adalah bukan-Dhamma; pandangan benar adalah Dhamma. Berbagai kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang berasal mula dengan pandangan salah sebagai kondisi: ini adalah apa yang berbahaya. Berbagai kualitas bermanfaat yang mencapai pemenuhan melalui pengembangan dengan pandangan benar sebagai kondisi: ini adalah apa yang bermanfaat.

(2)-(9) “Kehendak salah adalah bukan-Dhamma; kehendak benar adalah Dhamma … ucapan salah adalah bukan-Dhamma, ucapan benar [228] adalah Dhamma … perbuatan salah adalah bukan-Dhamma, perbuatan benar adalah Dhamma … penghidupan salah adalah bukan-Dhamma, penghidupan benar adalah Dhamma … usaha salah adalah bukan-Dhamma, usaha benar adalah Dhamma … perhatian salah adalah bukan-Dhamma, perhatian benar adalah Dhamma … Konsentrasi salah adalah bukan-Dhamma. Konsentrasi benar adalah Dhamma … pengetahuan salah adalah bukan-Dhamma, pengetahuan benar adalah Dhamma …

(10) “Kebebasan salah adalah bukan-Dhamma; kebebasan benar adalah Dhamma. Berbagai kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang berasal mula dengan kebebasan salah sebagai kondisi: ini adalah apa yang berbahaya. Berbagai kualitas bermanfaat yang mencapai pemenuhan melalui pengembangan dengan kebebasan benar sebagai kondisi: ini adalah apa yang bermanfaat.

“Teman-teman, dengan cara inilah aku memahami secara terperinci makna dari ringkasan singkat dari Sang Bhagavā. Sekarang, jika kalian menghendaki, kalian boleh mendatangi Sang Bhagavā dan bertanya kepada Beliau tentang makna dari ini. Kalian harus mengingatnya sebagaimana yang dijelaskan oleh Sang Bhagavā kepada kalian.”

“Baik, teman,” para bhikkhu itu menjawab, dan setelah merasa senang dan gembira mendengar pernyataan Yang Mulia Ānanda, mereka bangkit dari duduk mereka dan mendatangi Sang Bhagavā. Setelah bersujud kepada Beliau, mereka duduk di satu sisi dan berkata kepada Sang Bhagavā: “Bhante, Sang Bhagavā mengajarkan ringkasan ini … [di sini mereka menceritakan semua yang telah terjadi, menambahkan:] [229] … Kemudian, Bhante, kami mendatangi Yang Mulia Ānanda dan bertanya kepadanya tentang maknanya. Yang Mulia Ānanda menjelaskan maknanya kepada kami dengan cara ini, dengan kata-kata dan frasa-frasa ini.”

“Bagus, bagus, para bhikkhu! Ānanda bijaksana. Ānanda memiliki kebijaksanaan tinggi. Jika kalian mendatangiKu dan bertanya kepadaKu tentang makna dari ini, Aku akan menjelaskannya kepada kalian dengan cara yang sama seperti Ānanda. Demikiankah makna dari ini, dan demikianlah kalian harus mengingatnya.”

116 (4) Ajita <2150>

Pengembara Ajita mendatangi Sang Bhagavā dan saling bertukar sapa dengan Beliau. Ketika mereka telah mengakhiri ramah-tamah ini, ia duduk di satu sisi [230] dan berkata kepada Sang Bhagavā:

“Guru Gotama, aku memiliki seorang teman petapa bernama Paṇḍita.<2151> Ia telah memikirkan lima ratus argumen<2152> yang dengannya mereka yang berasal dari sekte lain, ketika dibantah, mengatahui: ‘Kami telah dibantah.’”

Kemudian Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Apakah kalian ingat, para bhikkhu, kasus Paṇḍita?”

“Sekaranglah waktunya, Sang Bhagavā! Sekaranglah waktunya, Yang Berbahagia! Setelah mendengarnya dari Sang Bhagavā, para bhikkhu akan mengingatnya apa pun yang dikatakab oleh Sang Bhagavā.”

“Kalau begitu, para bhikkhu, dengarkan dan perhatikanlah dengan seksama. Aku akan berbicara.”

“Baik, Bhante,” para bhikkhu itu menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

“Di sini, seseorang membantah dan menyanggah suatu doktrin yang bertentangan dengan Dhamma dengan doktrin yang bertentangan dengan Dhamma. Dengan cara ini, ia bersenang dalam kumpulan yang bertentangan dengan Dhamma. Karena alasan ini, kumpulan yang bertentangan dengan Dhamma itu menjadi riuh dan ramai, menyerukan: ‘Ia sungguh bijaksana, tuan! Ia sungguh bijaksana, tuan!’<2153>

“seseorang membantah dan menyanggah suatu doktrin yang selaras dengan Dhamma dengan doktrin yang bertentangan dengan Dhamma. Dengan cara ini, ia bersenang dalam kumpulan yang bertentangan dengan Dhamma. Karena alasan ini, kumpulan yang bertentangan dengan Dhamma itu menjadi riuh dan ramai, menyerukan: ‘Ia sungguh bijaksana, tuan! Ia sungguh bijaksana, tuan!’

“seseorang membantah dan menyanggah suatu doktrin yang selaras dengan Dhamma dan doktrin yang bertentangan dengan Dhamma dengan doktrin yang bertentangan dengan Dhamma. Dengan cara ini, ia bersenang dalam kumpulan yang bertentangan dengan Dhamma. Karena alasan ini, kumpulan yang bertentangan dengan Dhamma itu menjadi riuh dan ramai, menyerukan: ‘Ia sungguh bijaksana, tuan! Ia sungguh bijaksana, tuan!’<2154>

[“seseorang membantah dan menyanggah suatu doktrin yang selaras dengan Dhamma dan doktrin yang bertentangan dengan Dhamma dengan doktrin yang selaras dengan Dhamma. Dengan cara ini, ia bersenang dalam kumpulan yang bertentangan dengan Dhamma. Karena alasan ini, kumpulan yang bertentangan dengan Dhamma itu menjadi riuh dan ramai, menyerukan: ‘Ia sungguh bijaksana, tuan! Ia sungguh bijaksana, tuan!’

“seseorang membantah dan menyanggah suatu doktrin yang selaras dengan Dhamma dengan doktrin yang selaras dengan Dhamma. Dengan cara ini, ia bersenang dalam kumpulan yang selaras dengan Dhamma. Karena alasan ini, kumpulan yang selaras dengan Dhamma itu menjadi riuh dan ramai, menyerukan: ‘Ia sungguh bijaksana, tuan! Ia sungguh bijaksana, tuan!’]<2155> [231]

“Para bhikkhu, apa yang bukan-Dhamma dan apa yang adalah Dhamma harus dipahami, dan apa yang berbahaya dan apa yang bermanfaat juga harus dipahami. Setelah memahami apa yang bukan-Dhamma dan apa yang adalah Dhamma, dan apa yang berbahaya dan apa yang bermanfaat, seseorang harus berlatih sesuai dengan Dhamma dan sesuai dengan apa yang bermanfaat …

[Sutta ini berlanjut persis seperti 10:114, diakhiri dengan:]

“Ketika dikatakan: ‘Para bhikkhu, apa yang bukan-Dhamma dan apa yang adalah Dhamma harus dipahami, dan apa yang berbahaya dan apa yang bermanfaat juga harus dipahami. Setelah memahami apa yang bukan-Dhamma dan apa yang adalah Dhamma, [232] dan apa yang berbahaya dan apa yang bermanfaat, seseorang harus berlatih sesuai dengan Dhamma dan sesuai dengan apa yang bermanfaat,’ adalah sehubungan dengan ini maka hal itu dikatakan.”

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku SEPULUH
« Reply #33 on: 07 October 2013, 07:50:22 PM »
117 (5) Saṅgārava

Brahmana Saṅgārava mendatangi Sang Bhagavā dan saling bertukar sapa dengan Beliau. Ketika mereka telah mengakhiri ramah-tamah ini, ia duduk di satu sisi dan berkata kepada Sang Bhagavā:

“Guru Gotama, apakah pantai sini? Apakah pantai seberang?”

“Brahmana, (1) pandangan salah adalah pantai sini, pandangan benar adalah pantai seberang. (2) Kehendak salah adalah pantai sini, kehendak benar adalah pantai seberang. (3) Ucapan salah adalah pantai sini, ucapan benar adalah pantai seberang. (4) Perbuatan salah adalah pantai sini, perbuatan benar adalah pantai seberang. (5) Penghidupan salah adalah pantai sini, penghidupan benar adalah pantai seberang. (6) Usaha salah adalah pantai sini, usaha benar adalah pantai seberang. (7) Perhatian salah adalah pantai sini, perhatian benar adalah pantai seberang. (8 ) Konsentrasi salah adalah pantai sini, konsentrasi benar adalah pantai seberang. (9) Pengetahuan salah adalah pantai sini, pengetahuan benar adalah pantai seberang. (10) Kebebasan salah adalah pantai sini, kebebasan benar adalah pantai seberang. Yang satu, brahmana, adalah pantai sini, yang lainnya adalah pantai seberang.”

   Adalah sedikit di antara orang-orang itu <2156>
   Yang pergi menyeberang
   Selebihnya hanya berlarian
   Di sepanjang pantai [sini]

Ketika Dhamma dibabarkan dengan benar
   Orang-orang itu yang berlatih sesuai Dhamma itu
   Adalah orang-orang yang akan pergi menyeberangi
   Alam Kematian yang begitu sulit diseberangi
.
   Setelah meninggalkan kualitas-kualitas gelap di belakang,
   Seorang bijaksana harus mengembangkan kualitas-kualitas terang.
   Setelah datang dari rumah menuju tanpa rumah,
   Di mana sulit untuk menyenanginya –

   Di sana dalam keterasingan seseorang ia harus mencari kesenangan,
   Setelah meninggalkan kenikmatan-kenikmatan indria.
   Tidak memiliki apa-apa, orang bijaksana itu
   Harus membersihkan dirinya dari kekotoran-kekotoran batin. [233]

   Mereka yang pikirannya terkembang dengan baik
   Dalam faktor-faktor pencerahan,
   Yang melalui ketidak-melekatan menemukan kesenangan
   Dalam pelepasan genggaman:
   Bersinar, dengan noda-noda dihancurkan,
   Mereka adalah yang terpuaskan di dunia ini.<2157>

118 (6) Sebelah Sini

“Para bhikkhu, Aku akan mengajarkan kepada kalian tentang pantai sini dan pantai seberang. Dengarkan dan perhatikanlah dengan seksama. Aku akan berbicara.”

“Baik, Bhante,” para bhikkhu itu menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

“Apakah, para bhikkhu pantai sini, dan apakah pantai seberang? (1) Pandangan salah, para bhikkhu, adalah pantai sini, pandangan benar adalah pantai seberang … (10) Kebebasan salah adalah pantai sini, kebebasan benar adalah pantai seberang. Yang satu, para bhikkhu, adalah pantai sini, yang lainnya adalah pantai seberang.”

[Syair yang terdapat di sini identik dengan syair pada sutta sebelumnya.]

119 (7) Paccorohaṇī (1)

Pada saat itu, pada hari uposatha, Brahmana Jāṇussoṇī berdiri di satu sisi tidak jauh dari Sang Bhagavā, dengan kepalanya telah dicuci, mengenakan pakaian dari bahan linen, memegang segenggam [234] rumput kusa basah. Sang Bhagavā melihatnya berdiri di sana dan berkata kepadanya:

“Mengapakah, brahmana, di hari uposatha ini engkau berdiri di sana dengan kepalamu di cuci, mengenakan pakaian dari bahan linen, memegang segenggam  rumput kusa basah? Apa yang terjadi dengan kasta brahmana hari ini?

“Hari ini, Guru Gotama, adalah festival paccorohaṇī kasta brahmana.”<2158>

“Tetapi bagaimanakah para brahmana menjalankan festival paccorohaṇī itu?”

“Di sini, Guru Gotama, pada hari uposatha, para brahmana mencuci kepala mereka dan mengenakan pakaian dari bahan linen. Kemudian mereka melumuri tanah dengan kotoran sapi yang masih basah, menutupnya dengan rumput kusa hijau, dan berbaring di antara batasan dan rumah api. Sepanjang malam, mereka bangun tiga kali, dan dengan hormat menyembah api: ‘Kami turun untuk menghormati yang terhormat.’<2159> Mereka mempersembahkan ghee, minyak, dan mentega kepada api. Ketika malam telah berlalu, mereka mempersembahkan makanan baik kepada berbagai jenis brahmana. Dengan cara inilah, Guru Gotama, para brahmana menjalankan festival paccorohaṇī.”

“Festival paccorohaṇī dalam disiplin Yang Mulia, brahmana, sangat berbeda dengan festival paccorohaṇī para brahmana.”

“Tetapi bagaimanakah, Guru Gotama, festival paccorohaṇī dalam disiplin Yang Mulia itu? Baik sekali jika Guru Gotama sudi mengajarkan Dhamma kepadaku dengan menjelaskan tentang bagaimana festival paccorohaṇī dijalankan dalam disiplin Yang Mulia.”

“Kalau begitu, brahmana, dengarkan dan perhatikanlah dengan seksama. Aku akan berbicara.”

“Baik, Tuan,” Brahmana Jāṇussoṇī menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut: [235]

(1) “Di sini, brahmana, siswa mulia itu merefleksikan sebagai berikut: ‘Akibat dari pandangan salah adalah buruk baik di kehidupan ini maupun di kehidupan berikutnya.’ Setelah merefleksikan ini, ia meninggalkan pandangan salah; ia turun dari pandangan salah.

(2) “ …’Akibat dari kehendak salah adalah buruk baik di kehidupan ini maupun di kehidupan berikutnya.’ Setelah merefleksikan ini, ia meninggalkan kehendak salah; ia turun dari kehendak salah.

(3) “ …’Akibat dari ucapan salah adalah buruk baik di kehidupan ini maupun di kehidupan berikutnya.’ Setelah merefleksikan ini, ia meninggalkan ucapan salah; ia turun dari ucapan salah.

(4) “ …’Akibat dari perbuatan salah adalah buruk baik di kehidupan ini maupun di kehidupan berikutnya.’ Setelah merefleksikan ini, ia meninggalkan perbuatan salah; ia turun dari perbuatan salah.

(5) “ …’Akibat dari penghidupan salah adalah buruk baik di kehidupan ini maupun di kehidupan berikutnya.’ Setelah merefleksikan ini, ia meninggalkan penghidupan salah; ia turun dari penghidupan salah.

(6) “ …’Akibat dari usaha salah adalah buruk baik di kehidupan ini maupun di kehidupan berikutnya.’ Setelah merefleksikan ini, ia meninggalkan usaha salah; ia turun dari usaha salah.

(7) “ …’Akibat dari perhatian salah adalah buruk baik di kehidupan ini maupun di kehidupan berikutnya.’ Setelah merefleksikan ini, ia meninggalkan perhatian salah; ia turun dari perhatian salah.

(8 ) “ …’Akibat dari konsentrasi salah adalah buruk baik di kehidupan ini maupun di kehidupan berikutnya.’ Setelah merefleksikan ini, ia meninggalkan konsentrasi salah; ia turun dari konsentrasi salah.

(9) “ …’Akibat dari pengetahuan salah adalah buruk baik di kehidupan ini maupun di kehidupan berikutnya.’ Setelah merefleksikan ini, ia meninggalkan pengetahuan salah; ia turun dari pengetahuan salah.

(10) “ …’Akibat dari kebebasan salah adalah buruk baik di kehidupan ini maupun di kehidupan berikutnya.’ Setelah merefleksikan ini, ia meninggalkan kebebasan salah; ia turun dari kebebasan salah.

“Dengan cara inilah, brahmana, festival paccorohaṇī dijalankan dalam disiplin Yang Mulia.”

“Festival paccorohaṇī dalam disiplin Yang Mulia, Guru Gotama, sangat berbeda dengan festival paccorohaṇī para brahmana. Dan festival paccorohaṇī para brahmana tidak bernilai seper enam belas bagian dari festival paccorohaṇī dalam disiplin Yang Mulia. [236]

“Bagus sekali, Guru Gotama! Bagus sekali, Guru Gotama! Guru Gotama telah menjelaskan Dhamma dalam banyak cara, seolah-olah Beliau menegakkan apa yang terbalik, mengungkapkan apa yang tersembunyi, menunjukkan jalan kepada orang yang tersesat, atau menyalakan pelita dalam kegelapan agar mereka yang berpenglihatan baik dapat melihat bentuk-bentuk. Sekarang aku berlindung kepada Guru Gotama, kepada Dhamma, dan kepada Saṅgha para bhikkhu. Sudilah Guru Gotama menganggapku sebagai seorang umat awam yang telah berlindung sejak hari ini hingga seumur hidup.”
   
120 (8 ) Paccorohaṇī (2)

“Para bhikkhu, Aku akan mengajarkan kepada kalian tentang festival paccorohaṇī yang mulia. Dengarkan …

“Dan apakah, para bhikkhu, festival paccorohaṇī yang mulia itu? (1) Di sini, siswa mulia itu merefleksikan sebagai berikut: ‘Akibat dari pandangan salah adalah buruk baik di kehidupan ini maupun di kehidupan berikutnya.’ Setelah merefleksikan ini, ia meninggalkan pandangan salah; ia turun dari pandangan salah. 92) ‘Akibat dari kehendak salah … (3) … ucapan salah … (4) … perbuatan salah … (5) … penghidupan salah … (6) … usaha salah … (7) … perhatian salah … (8 ) … konsentrasi salah … (9) … pengetahuan salah … (10) … kebebasan salah adalah buruk baik di kehidupan ini maupun di kehidupan berikutnya.’ Setelah merefleksikan ini, ia meninggalkan kebebasan salah; ia turun dari kebebasan salah. Ini disebut festival paccorohaṇī yang mulia.”

121 (9) Pelopor

“Para bhikkhu, seperti halnya fajar adalah pelopor dan pendahulu bagi matahari terbit, demikian pula pandangan benar adalah pelopor dan pendahulu bagi kualitas-kualitas bermanfaat. Pada seorang yang memiliki pandangan benar, muncul kehendak benar. Pada seorang yang memiliki kehendak benar, muncul ucapan benar. Pada seorang yang memiliki ucapan benar, muncul perbuatan benar. Pada seorang yang memiliki perbuatan benar, muncul penghidupan benar. Pada seorang yang memiliki penghidupan benar, muncul usaha benar. Pada seorang yang memiliki usaha benar, muncul perhatian benar. Pada seorang yang memiliki perhatian benar, muncul konsentrasi benar. [237] Pada seorang yang memiliki konsentrasi benar, muncul pengetahuan benar. Pada seorang yang memiliki pengetahuan benar, muncul kebebasan benar. “

122 (10) Noda-Noda

“Para bhikkhu, sepuluh hal ini, ketika dikembangkan dan dilatih, mengarah menuju hancurnya noda-noda. Apakah sepuluh ini? Pandangan benar, kehendak benar, ucapan benar, perbuatan benar, penghidupan benar, usaha benar, perhatian benar, konsentrasi benar, pengetahuan benar, kebebasan benar. Kesepuluh hal ini, ketika dikembangkan dan dilatih, mengarah menuju hancurnya noda-noda.”

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku SEPULUH
« Reply #34 on: 07 October 2013, 07:50:52 PM »
III. DIMURNIKAN

123 (1) Pertama

“Para bhikkhu, sepuluh hal ini dimurnikan dan dibersihkan bukan di tempat lain melainkan di dalam disiplin dari Yang Berbahagia. Apakah sepuluh ini? Pandangan benar … kebebasan benar. Kesepuluh hal ini dimurnikan dan dibersihkan bukan di tempat lain melainkan di dalam disiplin dari Yang Berbahagia.”

124 (2) Ke Dua

“Para bhikkhu, sepuluh hal ini ketika belum muncul akan muncul bukan di tempat lain melainkan di dalam disiplin dari Yang Berbahagia. Apakah sepuluh ini? [238] Pandangan benar … kebebasan benar. Kesepuluh hal ini …”

125 (3) Ke Tiga

“Para bhikkhu, sepuluh hal ini berbuah dan bermanfaat besar bukan di tempat lain melainkan di dalam disiplin dari Yang Berbahagia. Apakah sepuluh ini? Pandangan benar … kebebasan benar. Kesepuluh hal ini …”

126 (4) Ke Empat

“Para bhikkhu, sepuluh hal ini memuncak dalam lenyapnya nafsu, kebencian, dan delusi bukan di tempat lain melainkan di dalam disiplin dari Yang Berbahagia. Apakah sepuluh ini? Pandangan benar … kebebasan benar. Kesepuluh hal ini …”

127 (5) Ke Lima

“Para bhikkhu, sepuluh hal ini mengarah secara eksklusif pada kekecewaan, pada kebosanan, pada pelenyapan, pada kedamaian, pada pengetahuan langsung, pada pencerahan, pada nibbāna, bukan di tempat lain melainkan di dalam disiplin dari Yang Berbahagia. Apakah sepuluh ini? Pandangan benar … kebebasan benar. Kesepuluh hal ini …”

128 (6) Ke Enam

“Para bhikkhu, sepuluh hal ini, ketika dikembangkan dan dilatih, jika belum muncul akan muncul bukan di tempat lain melainkan di dalam disiplin dari Yang Berbahagia. Apakah sepuluh ini? [239] Pandangan benar … kebebasan benar. Kesepuluh hal ini …”

129 (7) Ke Tujuh

“Para bhikkhu, sepuluh hal ini, ketika dikembangkan dan dilatih, berbuah dan bermanfaat besar bukan di tempat lain melainkan di dalam disiplin dari Yang Berbahagia. Apakah sepuluh ini? Pandangan benar … kebebasan benar. Kesepuluh hal ini …”

130 (8 ) Ke Delapan

“Para bhikkhu, sepuluh hal ini, ketika dikembangkan dan dilatih, memuncak dalam lenyapnya nafsu, kebencian, dan delusi bukan di tempat lain melainkan di dalam disiplin dari Yang Berbahagia. Apakah sepuluh ini? Pandangan benar … kebebasan benar. Kesepuluh hal ini …” [240]

131 (9) Ke Sembilan

“Para bhikkhu, sepuluh hal ini, ketika dikembangkan dan dilatih, mengarah secara eksklusif pada kekecewaan, pada kebosanan, pada pelenyapan, pada kedamaian, pada pengetahuan langsung, pada pencerahan, pada nibbāna, bukan di tempat lain melainkan di dalam disiplin dari Yang Berbahagia. Apakah sepuluh ini? Pandangan benar … kebebasan benar. Kesepuluh hal ini …”

132 (10) Ke Sepuluh

“Para bhikkhu, ada sepuluh jalan yang salah ini. Apakah sepuluh ini? Pandangan salah, kehendak salah, ucapan salah, perbuatan salah, penghidupan salah, usaha salah, perhatian salah, konsentrasi salah, pengetahuan salah, dan kebebasan salah. Ini adalah kesepuluh jalan yang salah itu.”

133 (11) Ke Sebelas

“Para bhikkhu, ada sepuluh jalan yang benar ini. Apakah sepuluh ini? Pandangan benar, kehendak benar, ucapan benar, perbuatan benar, penghidupan benar, usaha benar, perhatian benar, konsentrasi benar, pengetahuan benar, dan kebebasan benar. Ini adalah kesepuluh jalan yang benar itu.”

IV. BAIK

134 (1)

“Para bhikkhu, Aku akan mengajarkan kepada kalian tentang apa yang baik dan apa yang buruk. Dengarkan dan perhatikanlah dengan seksama. Aku akan berbicara.”

“Baik, Bhante,” para bhikkhu itu menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

“Dan apakah, para bhikkhu, yang buruk? Pandangan salah, kehendak salah, ucapan salah, perbuatan salah, penghidupan salah, usaha salah, perhatian salah, konsentrasi salah, pengetahuan salah, dan kebebasan salah. Ini disebut yang buruk.”

“Dan apakah, para bhikkhu, yang baik? [241] Pandangan benar, kehendak benar, ucapan benar, perbuatan benar, penghidupan benar, usaha benar, perhatian benar, konsentrasi benar, pengetahuan benar, dan kebebasan benar. Ini disebut yang baik.”

135 (2)-144 (11) Dhamma Mulia, dan seterusnya

(135) “Para bhikkhu, Aku akan mengajarkan kepada kalian tentang Dhamma mulia dan Dhamma tidak mulia … (136) … yang bermanfaat dan yang tidak bermanfaat … (137) … yang bermanfaat dan yang berbahaya … [242] … (138 ) yang adalah Dhamma dan yang bukan-Dhamma … (139) … Dhamma yang ternoda dan yang tanpa noda … (140) … Dhamma yang tercela dan yang tanpa cela … [243]  (141) … Dhamma yang menyiksa dan yang tidak menyiksa … (142) … Dhamma yang mengarah pada pembangunan … dan yang mengarah pada pembongkaran … (143) … Dhamma dengan penderitaan sebagai hasilnya dan yang dengan kebahagiaan sebagai hasilnya … [244] (144) … Dhamma yang berakibat dalam penderitaan dan yang berakibat dalam kebahagiaan …

“Dan apakah, para bhikkhu, Dhamma yang berakibat dalam penderitaan? Pandangan salah … dan kebebasan salah. Ini disebut Dhamma yang berakibat dalam penderitaan.

“Dan apakah, para bhikkhu, Dhamma yang berakibat dalam kebahagiaan? Pandangan benar … dan kebebasan benar. Ini disebut Dhamma yang berakibat dalam kebahagiaan.”

V. MULIA

145 (1) Jalan Mulia

“Para bhikkhu, Aku akan mengajarkan kepada kalian tentang jalan mulia dan jalan tidak mulia.<2160> Dengarkan dan perhatikanlah dengan seksama. Aku akan berbicara … Dan apakah, para bhikkhu, jalan tidak mulia? Pandangan salah … dan kebebasan salah. Ini disebut jalan tidak mulia

“Dan apakah, para bhikkhu, jalan mulia? Pandangan benar … dan kebebasan benar. Ini disebut jalan mulia.”

146 (2)-154(10) Jalan Gelap, dan seterusnya

(146) “Para bhikkhu, Aku akan mengajarkan kepada kalian tentang jalan gelap dan jalan terang<2161> … [245] … (147) … Dhamma yang baik dan Dhamma yang buruk … (148 ) … Dhamma dari orang yang baik dan yang dari orang yang jahat … (149) … Dhamma yang harus dibangkitkan dan yang tidak boleh dibangkitkan … [246] … (150) … Dhamma yang harus ditekuni dan yang tidak boleh ditekuni … (151) … Dhamma yang harus dikembangkan dan yang tidak boleh dikembangkan … (152) … Dhamma yang harus dilatih dan yang tidak boleh dilatih … [247] (153) … Dhamma yang harus diingat dan yang tidak boleh diingat … (154) … Dhamma yang harus direalisasikan dan yang tidak boleh direalisasikan …

“Dan apakah, para bhikkhu, Dhamma yang tidak boleh direalisasikan? Pandangan salah … kebebasan salah. Ini disebut Dhamma yang tidak boleh direalisasikan.

“Dan apakah, para bhikkhu, Dhamma yang harus direalisasikan? Pandangan benar … dan kebebasan benar. Ini disebut Dhamma yang harus direalisasikan.”

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku SEPULUH
« Reply #35 on: 07 October 2013, 07:51:24 PM »
LIMA PULUH KE EMPAT

I. ORANG-ORANG

155 (1)  Bergaul Dengan

“Para bhikkhu, seseorang seharusnya tidak bergaul dengan orang yang memiliki sepuluh kualitas. Apakah sepuluh ini? [248] Pandangan salah, kehendak salah, ucapan salah, perbuatan salah, penghidupan salah, usaha salah, perhatian salah, konsentrasi salah, pengetahuan salah, dan kebebasan salah. Seseorang seharusnya tidak bergaul dengan orang yang memiliki kesepuluh kualitas ini

“Para bhikkhu, seseorang seharusnya bergaul dengan orang yang memiliki sepuluh kualitas. Apakah sepuluh ini? Pandangan benar, kehendak benar, ucapan benar, perbuatan benar, penghidupan benar, usaha benar, perhatian benar, konsentrasi benar, pengetahuan benar, dan kebebasan benar. Seseorang seharusnya bergaul dengan orang yang memiliki kesepuluh kualitas ini

156 (2)-166 (12) Tempat Kunjungan, dan seterusnya

(156) “Para bhikkhu, seseorang seharusnya tidak mendatangi seorang yang memiliki sepuluh kualitas … seseorang seharusnya mendatangi … (157) … seseorang seharusnya tidak melayani … seseorang seharusnya melayani … (158 ) … seseorang seharusnya tidak memuliakan … seseorang seharusnya memuliakan … (159) … seseorang seharusnya tidak memuji … seseorang seharusnya memuji … (160) … seseorang seharusnya tidak menghormati … seseorang seharusnya menghormati … (161) … seseorang seharusnya tidak menunjukkan rasa hormat … seseorang seharusnya menunjukkan rasa hormat pada orang yang memiliki sepuluh kualitas … (162) … seorang yang memiliki sepuluh kualitas tidak berhasil … berhasil … (163) … tidak dimurnikan … dimurnikan … (164) … tidak mengatasi keangkuhan … mengatasi keangkuhan [249] … (165) … tidak tumbuh dalam kebijaksanaan … tumbuh dalam kebijaksanaan … (166) … menghasilkan banyak keburukan … menghasilkan banyak kebaikan. Apakah sepuluh ini? Pandangan benar, kehendak benar, ucapan benar, perbuatan benar, penghidupan benar, usaha benar, perhatian benar, konsentrasi benar, pengetahuan benar, dan kebebasan benar. Seorang yang memiliki kesepuluh kualitas ini menghasilkan banyak kebaikan.

II. JĀNUSSOṆĪ

167 (1) Paccorohaṇī (1) <2162>

Pada saat itu, pada hari uposatha, Brahmana Jāṇussoṇī berdiri di satu sisi tidak jauh dari Sang Bhagavā, dengan kepalanya telah dicuci, mengenakan pakaian dari bahan linen, memegang segenggam rumput kusa basah. Sang Bhagavā melihatnya berdiri di sana dan berkata kepadanya:

“Mengapakah, brahmana, di hari uposatha ini engkau berdiri di sana dengan kepalamu di cuci, mengenakan pakaian dari bahan linen, memegang segenggam  rumput kusa basah? Apa yang terjadi dengan kasta brahmana hari ini?

“Hari ini, Guru Gotama, adalah festival paccorohaṇī kasta brahmana.” [250]

“Tetapi bagaimanakah para brahmana menjalankan festival paccorohaṇī itu?”

“Di sini, Guru Gotama, pada hari uposatha, para brahmana mencuci kepala mereka dan mengenakan pakaian dari bahan linen. Kemudian mereka melumuri tanah dengan kotoran sapi yang masih basah, menutupnya dengan rumput kusa hijau, dan berbaring di antara batasan dan rumah api. Sepanjang malam, mereka bangun tiga kali, dan dengan hormat menyembah api: ‘Kami turun untuk menghormati yang terhormat.’ Mereka mempersembahkan ghee, minyak, dan mentega kepada api. Ketika malam telah berlalu, mereka mempersembahkan makanan baik kepada berbagai jenis brahmana. Dengan cara inilah, Guru Gotama, para brahmana menjalankan festival paccorohaṇī.”

“Festival paccorohaṇī dalam disiplin Yang Mulia, brahmana, sangat berbeda dengan festival paccorohaṇī para brahmana.”

“Tetapi bagaimanakah, Guru Gotama, festival paccorohaṇī dalam disiplin Yang Mulia itu? Baik sekali jika Guru Gotama sudi mengajarkan Dhamma kepadaku dengan menjelaskan tentang bagaimana festival paccorohaṇī dijalankan dalam disiplin Yang Mulia.”

“Kalau begitu, brahmana, dengarkan dan perhatikanlah dengan seksama. Aku akan berbicara.”

“Baik, Tuan,” Brahmana Jāṇussoṇī menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

(1) “Di sini, brahmana, siswa mulia merefleksikan sebagai berikut: ‘Akibat dari membunuh adalah buruk dalam kehidupan ini dan dalam kehidupan mendatang.’ Setelah merenungkan demikian, ia meninggalkan membunuh; ia turun dari membunuh.

(2) “… ‘Akibat dari mengambil apa yang tidak diberikan adalah buruk dalam kehidupan ini dan dalam kehidupan mendatang.’ Setelah merenungkan demikian, ia meninggalkan mengambil apa yang tidak diberikan; ia turun dari mengambil apa yang tidak diberikan.

(3) “… ‘Akibat dari hubungan seksual yang salah adalah buruk dalam kehidupan ini dan dalam kehidupan mendatang.’ Setelah merenungkan demikian, ia meninggalkan hubungan seksual yang salah; ia turun dari hubungan seksual yang salah.

(4) “… ‘Akibat dari berbohong adalah buruk dalam kehidupan ini dan dalam kehidupan mendatang.’ Setelah merenungkan demikian, ia meninggalkan berbohong; ia turun dari berbohong.

(5) “… ‘Akibat dari ucapan memecah-belah adalah buruk dalam kehidupan ini dan dalam kehidupan mendatang.’ [251] Setelah merenungkan demikian, ia meninggalkan ucapan memecah-belah; ia turun dari ucapan memecah-belah.

(6) “… ‘Akibat dari ucapan kasar adalah buruk dalam kehidupan ini dan dalam kehidupan mendatang.’ Setelah merenungkan demikian, ia meninggalkan ucapan kasar; ia turun dari ucapan kasar.

(7) “… ‘Akibat dari bergosip adalah buruk dalam kehidupan ini dan dalam kehidupan mendatang.’ Setelah merenungkan demikian, ia meninggalkan bergosip; ia turun dari bergosip.

(8 ) “… ‘Akibat dari kerinduan adalah buruk dalam kehidupan ini dan dalam kehidupan mendatang.’ Setelah merenungkan demikian, ia meninggalkan kerinduan; ia turun dari kerinduan.

(9) “… ‘Akibat dari niat buruk adalah buruk dalam kehidupan ini dan dalam kehidupan mendatang.’ Setelah merenungkan demikian, ia meninggalkan niat buruk; ia turun dari niat buruk.

(10) “… ‘Akibat dari pandangan salah adalah buruk dalam kehidupan ini dan dalam kehidupan mendatang.’ Setelah merenungkan demikian, ia meninggalkan pandangan salah; ia turun dari pandangan salah.

“Dengan cara inilah, brahmana, festival paccorohaṇī dijalankan dalam disiplin Yang Mulia.”

“Festival paccorohaṇī dalam disiplin Yang Mulia, Guru Gotama, sangat berbeda dengan festival paccorohaṇī para brahmana. Dan festival paccorohaṇī para brahmana tidak bernilai seper enam belas bagian dari festival paccorohaṇī dalam disiplin Yang Mulia.

“Bagus sekali, Guru Gotama! … [seperti pada 10:119] … Sudilah Guru Gotama menganggapku sebagai seorang umat awam yang telah berlindung sejak hari ini hingga seumur hidup.”

168 (2) Paccorohaṇī (2)

“Para bhikkhu, Aku akan mengajarkan kepada kalian tentang festival paccorohaṇī yang mulia. Dengarkan …

“Dan apakah, para bhikkhu, festival paccorohaṇī yang mulia itu? [252] (1) Di sini, siswa mulia itu merefleksikan sebagai berikut: ‘Akibat dari membunuh adalah buruk dalam kehidupan ini dan dalam kehidupan mendatang.’ Setelah merenungkan demikian, ia meninggalkan membunuh; ia turun dari membunuh. (2) ‘Akibat dari mengambil apa yang tidak diberikan … (3) … hubungan seksual yang salah … (4) berbohong … (5) … ucapan memecah belah … (6) … ucapan kasar … (7) … bergosip … (8 ) … kerinduan … (9) … niat buruk … (10) … pandangan salah adalah buruk dalam kehidupan ini dan dalam kehidupan mendatang.’ Setelah merenungkan demikian, ia meninggalkan pandangan salah; ia turun dari pandangan salah. Ini sebut festival paccorohaṇī yang mulia.”

169 (3) Saṅgārava <2163>

Brahmana Saṅgārava mendatangi Sang Bhagavā dan saling bertukar sapa dengan Beliau. Ketika mereka telah mengakhiri ramah-tamah ini, ia duduk di satu sisi dan berkata kepada Sang Bhagavā:

“Guru Gotama, apakah pantai sini? Apakah pantai seberang?”

“Brahmana, (1) membunuh adalah pantai sini, menghindari membunuh adalah pantai seberang. (2) Mengambil apa yang tidak diberikan adalah pantai sini, menghindari mengambil apa yang tidak diberikan adalah pantai seberang. (3) Hubungan seksual yang salah adalah pantai sini, menghindari hubungan seksual yang salah adalah pantai seberang. (4) Berbohong adalah pantai sini, menghindari berbohong adalah pantai seberang. (5) Ucapan memecah-belah adalah pantai sini, menghindari ucapan memecah-belah adalah pantai seberang. (6) Ucapan kasar adalah pantai sini, menghindari ucapan kasar adalah pantai seberang. (7) Bergosip adalah pantai sini, menghindari bergosip adalah pantai seberang. (8 ) Kerinduan adalah pantai sini, tanpa-kerinduan adalah pantai seberang. (9) Niat buruk adalah pantai sini, niat baik adalah pantai seberang. (10) Pandangan salah adalah pantai sini, pandangan benar adalah pantai seberang. Yang satu, brahmana, adalah pantai sini, yang lainnya adalah pantai seberang.” [253]

   Adalah sedikit orang-orang itu
   Yang pergi menyeberang
   Selebihnya hanya berlarian
   Di sepanjang pantai [sini]

   Ketika Dhamma dibabarkan dengan benar
   Orang-orang itu yang berlatih sesuai Dhamma itu
   Adalah orang-orang yang akan pergi menyeberangi
   Alam Kematian yang begitu sulit diseberangi

   Setelah meninggalkan kualitas-kualitas gelap di belakang,
   Seorang bijaksana harus mengembangkan kualitas-kualitas terang.
   Setelah datang dari rumah menuju tanpa rumah,
   Di mana sulit untuk menyenanginya –

   Di sana dalam keterasingan seseorang ia harus mencari kesenangan,
   Setelah meninggalkan kenikmatan-kenikmatan indria.
   Tidak memiliki apa-apa, orang bijaksana itu
   Harus membersihkan dirinya dari kekotoran-kekotoran batin.

   Mereka yang pikirannya dengan benar terkembang dengan baik
   Dalam faktor-faktor pencerahan,
   Yang melalui ketidak-melekatan menemukan kesenangan
   Dalam pelepasan genggaman:
   Bersinar, denagn noda-noda dihancurkan,
   Mereka adalah yang terpuaskan di dunia ini.

170(4) Pantai Sini


“Para bhikkhu, Aku akan mengajarkan kepada kalian tentang pantai sini dan pantai seberang. Dengarkan dan perhatikanlah dengan seksama. Aku akan berbicara.”

“Baik, Bhante,” para bhikkhu itu menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

“Apakah, para bhikkhu, pantai sini, dan apakah pantai seberang? (1) membunuh adalah pantai sini, menghindari membunuh adalah pantai seberang. … (10) Pandangan salah adalah pantai sini, pandangan benar adalah pantai seberang. Yang satu, para bhikkhu, adalah pantai sini, yang lainnya adalah pantai seberang.” [254]

[Syair yang terdapat di sini identik dengan syair pada sutta sebelumnya.]

171 (5) Bukan-Dhamma (1) <2164>

“Para bhikkhu, apa yang bukan-Dhamma dan berbahaya harus dipahami, dan apa yang adalah Dhamma dan bermanfaat juga harus dipahami. Setelah memahami apa yang bukan-Dhamma dan berbahaya, dan juga apa yang adalah Dhamma dan bermanfaat, seseorang harus berlatih sesuai dengan Dhamma dan sesuai dengan apa yang bermanfaat.

“Dan apakah, para bhikkhu, yang bukan-Dhamma dan berbahaya? Membunuh, mengambil apa yang tidak diberikan, hubungan seksual yang salah, berbohong, ucapan memecah belah, ucapan kasar, bergosip, kerinduan, niat buruk, and pandangan salah. Ini adalah apa yang dikatakan sebagai bukan-Dhamma dan berbahaya.

“Dan apakah, para bhikkhu, yang adalah Dhamma dan bermanfaat? Menghindari membunuh, menghindari mengambil apa yang tidak diberikan, menghindari hubungan seksual yang salah, menghindari berbohong, menghindari ucapan memecah-belah, menghindari ucapan kasar, menghindari bergosip, tanpa kerinduan, niat baik, dan pandangan benar. Ini adalah apa yang dikatakan sebagai Dhamma dan bermanfaat.

“Ketika dikatakan: ‘Para bhikkhu, apa yang bukan-Dhamma dan berbahaya harus dipahami, dan apa yang adalah Dhamma dan bermanfaat juga harus dipahami. Setelah memahami apa yang bukan-Dhamma dan berbahaya, dan juga apa yang adalah Dhamma dan bermanfaat, seseorang harus berlatih sesuai dengan Dhamma dan sesuai dengan apa yang bermanfaat,’ Adalah sehubungan dengan ini maka hal itu dikatakan.” [255]

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku SEPULUH
« Reply #36 on: 07 October 2013, 07:51:49 PM »
172 (6) Bukan-Dhamma (2)

“Para bhikkhu, apa yang bukan-Dhamma dan apa yang adalah Dhamma harus dipahami, dan apa yang berbahaya dan apa yang bermanfaat juga harus dipahami. Setelah memahami apa yang bukan-Dhamma dan apa yang adalah Dhamma, dan juga apa yang yang berbahaya dan apa yang bermanfaat, seseorang harus berlatih sesuai dengan Dhamma dan sesuai dengan apa yang bermanfaat.”

Ini adalah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā. Setelah mengatakan ini, Yang Berbahagia bangkit dari dudukNya dan memasuki kediamanNya. Kemudian, segera setelah Sang Bhagavā pergi, para bhikkhu mempertimbangkan: “Teman-teman, Sang Bhagavā mengajarkan ringkasan singkat ini: ‘Para bhikkhu, apa yang bukan-Dhamma dan apa yang adalah Dhamma harus dipahami … seseorang harus berlatih sesuai dengan Dhamma dan sesuai dengan apa yang bermanfaat.’ Kemudian Beliau bangkit dari dudukNya dan memasuki kediamanNya tanpa menjelaskan maknanya secara terperinci. Sekarang siapakah yang akan menjelaskan maknanya secara terperinci?” Kemudian mereka berpikir: “Yang Mulia Mahākaccāna dipuji oleh Sang Guru dan dihargai oleh teman-temannya para bhikkhu yang bijaksana; ia mampu menjelaskan secara terperinci makna dari ringkasan singkat ini. Marilah kita mendatangi Yang Mulia Mahākaccāna dan menanyakan kepadanya makna dari ini. Kita akan mengingatnya seperti yang ia jelaskan kepada kita.”

Kemudian para bhikkhu itu mendatangi Yang Mulia Mahākaccāna dan saling bertukar sapa dengannya, setelah itu mereka duduk di satu sisi dan berkata: “Teman Mahākaccāna, Sang Bhagavā mengajarkan kami ringkasan singkat ini … [256] Kemudian Beliau bangkit dari dudukNya dan memasuki kediamanNya tanpa menjelaskan maknanya secara terperinci. segera setelah Sang Bhagavā pergi, kami mempertimbangkan: “Teman-teman, Sang Bhagavā mengajarkan ringkasan singkat ini [seluruhnya seperti di atas hingga:] … Marilah kita mendatangi Yang Mulia Mahākaccāna dan menanyakan kepadanya makna dari ini. Kita akan mengingatnya seperti yang ia jelaskan kepada kita.’ Sudilah Yang Mulia Ānanda menjelaskannya kepada kami.”

[Yang Mulia Mahākaccāna menjawab:] “Teman-teman, ini seperti seseorang yang memerlukan inti kayu, mencari inti kayu, mengembara dalam mencari inti kayu, melewatkan akar dan batang dari pohon yang memiliki inti kayu, berpikir bahwa inti kayu harus dicari di antara dahan-dahan dan dedaunan. Dan demikian pula dengan kalian. Ketika kalian saling berhadapan dengan Sang Guru kalian melewatkan Sang Bhagavā, dengan berpikir untuk menanyakan maknanya kepadaku. Karena, teman-teman, dalam mengetahui, Sang Bhagavā tahu; dalam melihat, Beliau melihat; Beliau telah menjadi penglihatan, Beliau telah menjadi pengetahuan, Beliau telah menjadi Dhamma; Beliau telah menjadi Brahmā; Beliau adalah pembabar, pewarta, pengurai makna, pemberi keabadian, Raja Dhamma, Sang Tathāgata. Itu adalah waktunya ketika kalian [257] seharusnya mendatangi Sang Bhagavā dan bertanya kepada Beliau tentang maknanya. Kalian harus mengingatnya seperti Yang Beliau jelaskan kepada kalian.”

“Tentu saja, teman Kaccāna, dalam mengetahui, Sang Bhagavā tahu; dalam melihat, Beliau melihat; Beliau telah menjadi penglihatan … Sang Tathāgata.  Itu adalah waktunya ketika kami seharusnya mendatangi Sang Bhagavā dan bertanya kepada Beliau tentang maknanya, dan kami akan mengingatnya seperti Yang Beliau jelaskan kepada kami. Namun Yang Mulia Mahākaccāna dipuji oleh Sang Guru dan dihargai oleh teman-temannya para bhikkhu yang bijaksana. Ia mampu menjelaskan secara terperinci makna dari ringkasan ini. Sudilah Yang Mulia Mahākaccāna menjelaskannya jika tidak menyusahkan.”

“Kalau begitu, dengarkanlah, teman-teman, dan perhatikanlah dengan seksama. Aku akan berbicara.”

“Baik, teman,” para bhikkhu itu menjawab. Yang Mulia Mahākaccāna berkata sebagai berikut:

“Teman-teman, Sang Bhagavā mengajarkan ringkasan singkat ini tanpa menjelaskan maknanya secara terperinci: ‘Para bhikkhu, apa yang bukan-Dhamma dan apa yang adalah Dhamma harus dipahami, dan apa yang berbahaya dan apa yang bermanfaat juga harus dipahami. Setelah memahami apa yang bukan-Dhamma dan apa yang adalah Dhamma, dan juga apa yang berbahaya dan apa yang bermanfaat, seseorang harus berlatih sesuai dengan Dhamma dan sesuai dengan apa yang bermanfaat.’ Sekarang apakah, teman-teman, yang bukan-Dhamma dan apakah yang adalah Dhamma? Dan apakah yang berbahaya dan apakah yang bermanfaat?

(1) “Membunuh, teman-teman, adalah bukan-Dhamma; menghindari membunuh adalah Dhamma. Berbagai kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang berasal mula dengan membunuh sebagai kondisi: ini adalah apa yang berbahaya. Berbagai kualitas bermanfaat yang mencapai pemenuhan melalui pengembangan dengan menghindari membunuh sebagai kondisi: ini adalah apa yang bermanfaat.

(2) “Mengambil apa yang tidak diberikan adalah bukan-Dhamma; menghindari mengambil apa yang tidak diberikan adalah Dhamma. [258] Berbagai kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang berasal mula dengan mengambil apa yang tidak diberikan sebagai kondisi: ini adalah apa yang berbahaya. Berbagai kualitas bermanfaat yang mencapai pemenuhan melalui pengembangan dengan menghindari mengambil apa yang tidak diberikan sebagai kondisi: ini adalah apa yang bermanfaat.

(3) “Hubungan seksual yang salah adalah bukan-Dhamma; menghindari hubungan seksual yang salah adalah Dhamma. Berbagai kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang berasal mula dengan hubungan seksual yang salah sebagai kondisi: ini adalah apa yang berbahaya. Berbagai kualitas bermanfaat yang mencapai pemenuhan melalui pengembangan dengan menghindari hubungan seksual yang salah sebagai kondisi: ini adalah apa yang bermanfaat.

(4) “Berbohong adalah bukan-Dhamma; menghindari berbohong adalah Dhamma. Berbagai kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang berasal mula dengan berbohong sebagai kondisi: ini adalah apa yang berbahaya. Berbagai kualitas bermanfaat yang mencapai pemenuhan melalui pengembangan dengan menghindari berbohong sebagai kondisi: ini adalah apa yang bermanfaat.

(5) “Ucapan memecah-belah adalah bukan-Dhamma; menghindari ucapan memecah-belah adalah Dhamma. Berbagai kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang berasal mula dengan ucapan memecah-belah sebagai kondisi: ini adalah apa yang berbahaya. Berbagai kualitas bermanfaat yang mencapai pemenuhan melalui pengembangan dengan menghindari ucapan memecah-belah sebagai kondisi: ini adalah apa yang bermanfaat.

(6) “Ucapan kasar adalah bukan-Dhamma; menghindari ucapan kasar adalah Dhamma. Berbagai kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang berasal mula dengan ucapan kasar sebagai kondisi: ini adalah apa yang berbahaya. Berbagai kualitas bermanfaat yang mencapai pemenuhan melalui pengembangan dengan menghindari ucapan kasar sebagai kondisi: ini adalah apa yang bermanfaat.

(7) “Bergosip adalah bukan-Dhamma; menghindari bergosip adalah Dhamma. Berbagai kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang berasal mula dengan bergosip sebagai kondisi: ini adalah apa yang berbahaya. Berbagai kualitas bermanfaat yang mencapai pemenuhan melalui pengembangan dengan menghindari bergosip sebagai kondisi: ini adalah apa yang bermanfaat.

(8 ) “Kerinduan adalah bukan-Dhamma; tanpa kerinduan adalah Dhamma. Berbagai kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang berasal mula dengan kerinduan sebagai kondisi: ini adalah apa yang berbahaya. Berbagai kualitas bermanfaat yang mencapai pemenuhan melalui pengembangan dengan tanpa kerinduan sebagai kondisi: ini adalah apa yang bermanfaat.

(9) “Niat buruk adalah bukan-Dhamma; niat baik adalah Dhamma. Berbagai kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang berasal mula dengan niat buruk sebagai kondisi: ini adalah apa yang berbahaya. Berbagai kualitas bermanfaat yang mencapai pemenuhan melalui pengembangan dengan niat baik sebagai kondisi: ini adalah apa yang bermanfaat.

(10) “Pandangan salah adalah bukan-Dhamma; pandangan benar adalah Dhamma. Berbagai kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang berasal mula dengan pandangan salah sebagai kondisi: ini adalah apa yang berbahaya. Berbagai kualitas bermanfaat yang mencapai pemenuhan melalui pengembangan dengan pandangan benar sebagai kondisi: ini adalah apa yang bermanfaat.

“Teman-teman, [259] dengan cara inilah aku memahami secara terperinci makna dari ringkasan singkat dari Sang Bhagavā. Sekarang, jika kalian menghendaki, kalian boleh mendatangi Sang Bhagavā dan bertanya kepada Beliau tentang makna dari ini. Kalian harus mengingatnya sebagaimana yang dijelaskan oleh Sang Bhagavā kepada kalian.”

“Baik, teman,” para bhikkhu itu menjawab, dan setelah merasa senang dan gembira mendengar pernyataan Yang Mulia Mahākaccāna, mereka bangkit dari duduk mereka dan mendatangi Sang Bhagavā. Setelah bersujud kepada Beliau, mereka duduk di satu sisi dan berkata kepada Sang Bhagavā: “Bhante, Sang Bhagavā mengajarkan ringkasan ini … [260] [di sini mereka menceritakan semua yang telah terjadi, menambahkan:]  … Kemudian, Bhante, kami mendatangi Yang Mulia Mahākaccāna dan bertanya kepadanya tentang maknanya. Yang Mulia Mahākaccāna menjelaskan maknanya kepada kami dengan cara ini, dengan kata-kata dan frasa-frasa ini.”

“Bagus, bagus, para bhikkhu! Mahākaccāna bijaksana. Mahākaccāna memiliki kebijaksanaan tinggi. Jika kalian mendatangiKu dan bertanya kepadaKu tentang makna dari ini, Aku akan menjelaskannya kepada kalian dengan cara yang sama seperti Mahākaccāna. Demikiankah makna dari ini, dan demikianlah kalian harus mengingatnya.”

173 (7) Bukan-Dhamma (3)

“Para bhikkhu, apa yang bukan-Dhamma dan apa yang adalah Dhamma harus dipahami, dan apa yang berbahaya dan apa yang bermanfaat juga harus dipahami. Setelah memahami apa yang bukan-Dhamma dan apa yang adalah Dhamma, dan juga apa yang yang berbahaya dan apa yang bermanfaat, seseorang harus berlatih sesuai dengan Dhamma dan sesuai dengan apa yang bermanfaat.”

“Dan apakah, para bhikkhu, yang bukan-Dhamma dan apakah yang adalah Dhamma? Dan apakah yang berbahaya dan apakah yang bermanfaat?

(1) “Membunuh adalah bukan-Dhamma; menghindari membunuh adalah Dhamma. Berbagai kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang berasal mula dengan membunuh sebagai kondisi: ini adalah apa yang berbahaya. Berbagai kualitas bermanfaat yang mencapai pemenuhan melalui pengembangan dengan menghindari membunuh sebagai kondisi: ini adalah apa yang bermanfaat.

(2) “Mengambil apa yang tidak diberikan adalah bukan-Dhamma; menghindari mengambil apa yang tidak diberikan adalah Dhamma.… (3) Hubungan seksual yang salah [261] adalah bukan-Dhamma; menghindari hubungan seksual yang salah adalah Dhamma.… (4) Berbohong adalah bukan-Dhamma; menghindari berbohong adalah Dhamma.… (5) Ucapan memecah-belah adalah bukan-Dhamma; menghindari ucapan memecah-belah adalah Dhamma.… (6) Ucapan kasar adalah bukan-Dhamma; menghindari ucapan kasar adalah Dhamma.… (7) Bergosip adalah bukan-Dhamma; menghindari bergosip adalah Dhamma…. (8 ) Kerinduan adalah bukan-Dhamma; tanpa kerinduan adalah Dhamma…. (9) Niat buruk adalah bukan-Dhamma; niat baik adalah Dhamma….

(10) “Pandangan salah adalah bukan-Dhamma; pandangan benar adalah Dhamma. Berbagai kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang berasal mula dengan pandangan salah sebagai kondisi: ini adalah apa yang berbahaya. Berbagai kualitas bermanfaat yang mencapai pemenuhan melalui pengembangan dengan pandangan benar sebagai kondisi: ini adalah apa yang bermanfaat.

“Ketika dikatakan: ‘Para bhikkhu apa yang bukan-Dhamma dan apa yang adalah Dhamma harus dipahami, dan apa yang berbahaya dan apa yang bermanfaat juga harus dipahami. Setelah memahami apa yang bukan-Dhamma dan apa yang adalah Dhamma, dan juga apa yang yang berbahaya dan apa yang bermanfaat, seseorang harus berlatih sesuai dengan Dhamma dan sesuai dengan apa yang bermanfaat,’ adalah sehubungan dengan ini maka hal itu dikatakan.”
174 (8 ) Penyebab Kamma
“Para bhikkhu, membunuh, Aku katakan, ada tiga: disebabkan oleh keserakahan, disebabkan oleh kebencian, dan disebabkan oleh delusi. Mengambil apa yang tidak diberikan, Aku katakan, juga ada tiga: disebabkan oleh keserakahan, disebabkan oleh kebencian, dan disebabkan oleh delusi. Hubunga seksual yang salah, Aku katakan, juga ada tiga: disebabkan oleh keserakahan, disebabkan oleh kebencian, dan disebabkan oleh delusi. Berbohong, Aku katakan, juga ada tiga: disebabkan oleh keserakahan, disebabkan oleh kebencian, dan disebabkan oleh delusi. Ucapan memecah-belah, Aku katakan, juga ada tiga: disebabkan oleh keserakahan, disebabkan oleh kebencian, dan disebabkan oleh delusi. Ucapan kasar, Aku katakan, juga ada tiga: disebabkan oleh keserakahan, disebabkan oleh kebencian, dan disebabkan oleh delusi. Bergosip, Aku katakan, juga ada tiga: disebabkan oleh keserakahan, disebabkan oleh kebencian, dan disebabkan oleh delusi. Kerinduan, [262] Aku katakan, juga ada tiga: disebabkan oleh keserakahan, disebabkan oleh kebencian, dan disebabkan oleh delusi. Niat buruk, Aku katakan, juga ada tiga: disebabkan oleh keserakahan, disebabkan oleh kebencian, dan disebabkan oleh delusi. Pandangan salah, Aku katakan, juga ada tiga: disebabkan oleh keserakahan, disebabkan oleh kebencian, dan disebabkan oleh delusi.

“Demikianlah, para bhikkhu, keserakahan adalah sumber dan asal-mula kamma; kebencian adalah sumber dan asal-mula kamma; delusi adalah sumber dan asal-mula kamma. Dengan hancurnya keserakahan, maka satu sumber kamma dipadamkan. Dengan hancurnya kebencian, maka satu sumber kamma dipadamkan. Dengan hancurnya delusi, maka satu sumber kamma dipadamkan.
175 (9) Penghindaran
“Para bhikkhu, Dhamma ini menawarkan suatu cara penghindaran. Bukan tanpa cara penghindaran. Dan bagaimanakah Dhamma ini menawarkan suatu cara penghindaran dan bukan tanpa cara penghindaran?
(1) “Seorang yang membunuh memiliki menghindari membunuh sebagai cara untuk menghindarinya. (2) Seorang yang mengambil apa yang tidak diberikan memiliki menghindari mengambil apa yang tidak diberikan sebagai cara untuk menghindarinya. (3) Seorang yang melakukan hubungan seksual yang salah memiliki menghindari hubungan seksual yang salah sebagai cara untuk menghindarinya. (4) Seorang yang berbohong memiliki menghindari berbohong sebagai cara untuk menghindarinya. (5) Seorang yang mengucapkan kata-kata memecah-belah memiliki menghindari ucapan memecah-belah sebagai cara untuk menghindarinya. (6) Seorang yang mengucapkan kata-kata kasar memiliki menghindari ucapan kasar sebagai cara untuk menghindarinya. (7) Seorang yang menikmati bergosip memiliki menghindari bergosip sebagai cara untuk menghindarinya. (8 ) Seorang yang penuh kerinduan memiliki tanpa-kerinduan sebagai cara untuk menghindarinya. (9) Seorang yang berniat buruk memiliki niat baik sebagai cara untuk menghindarinya. (10) Seorang yang menganut pandangan salah memiliki pandangan benar sebagai cara untuk menghindarinya.

“Dengan cara inilah, para bhikkhu, bahwa Dhamma ini menawarkan suatu cara penghindaran. Bukan tanpa cara penghindaran.” [263]

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku SEPULUH
« Reply #37 on: 07 October 2013, 07:52:13 PM »
176 (10) Cunda

Demikianlah yang kudengar. Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Pāvā di hutan mangga milik Cunda, putra pandai besi.<2165> Kemudian Cunda, putra pandai besai, mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, dan duduk di satu sisi. Kemudian Sang Bhagavā berkata kepadanya:

“Cunda, ritual pemurnian<2166> siapakah yang lebih engkau sukai?”

“Bhante, aku lebih menyukai ritual pemurnian yang ditetapkan oleh para brahmana  dari barat yang membawa-bawa kendi air, mengenakan kalung bunga dari tanaman air, merawat api suci, dan merendam diri mereka di dalam air.”

“Dan bagaimanakah, Cunda, para brahmana dari barat itu menetapkan ritual pemurnian mereka?”

“Di sini, Bhante, para brahmana dari barat menyuruh seorang siswa sebagai berikut: ‘Ayolah, teman, setelah bangun pagi, engkau harus menepuk tanah dari tempat tidurmu. Jika engkau tidak menepuk tanah, maka engkau harus menepuk kotoran sapi yang basah. Jika engkau tidak menepuk kotoran sapi yang basah, maka engkau harus menepuk rumput hijau. Jika engkau tidak menepuk rumput hijau, maka engkau harus merawat api suci. Jika engkau tidak merawat api suci, maka engkau harus memberikan salam hormat kepada matahari. Jika engkau tidak memberikan salam hormat kepada matahari, maka engkau harus merendam dirimu di air tiga kali termasuk malam hari.’ Dengan cara inilah para brahmana dari barat menetapkan ritual pemurnian mereka. Inilah ritual pemurnian mereka yang lebih kusukai.”

“Cunda, pemurnian dalam disiplin Yang Mulia sangat berbeda dengan ritual pemurnain yang ditetapkan oleh para brahmana dari barat yang membawa-bawa kendi air, mengenakan kalung bunga dari tanaman air, merawat api suci, dan merendam diri mereka di dalam air.” [264]

“Tetapi bagaimanakah, Bhante, pemurnian itu terjadi di dalam disiplin Yang Mulia? Baik sekali jika Sang Bhagavā sudi mengajarkan Dhamma kepadaku sedemikian yang menjelaskan bagaimana pemurnian itu terjadi dalam disiplin Yang Mulia.”

“Kalau begitu, Cunda, dengarkan dan perhatikanlah dengan seksama. Aku akan berbicara.”

“Baik, Bhante,” Cunda, putra pandai besi, menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

“Ketidak-murnian melalui jasmani, Cunda, ada tiga. Ketidak-murnian melalui ucapan ada empat. Ketidak-murnian melalui pikiran ada tiga.

“Dan bagaimanakah, Cunda, ketidak-murnian melalui jasmani yang ada tiga itu?

(1) “Di sini, seseorang membunuh. Ia adalah pembunuh, bertangan darah, terbiasa memukul dan kekerasan, tanpa belas kasih pada makhluk-makhluk hidup.

(2) “Ia mengambil apa yang tidak diberikan. Ia mencuri kekayaan dan harta milik orang lain di desa atau hutan.

(3) “Ia melakukan hubungan seksual yang salah. Ia melakukan hubungan seksual dengan perempuan-perempuan yang dilindungi oleh ibu mereka, ayah mereka, ibu dan ayah, saudara, saudari, atau kerabat mereka; yang dilindungi oleh Dhamma mereka; yang memiliki suami; yang pelanggarannya menuntut adanya hukuman; atau bahkan dengan seorang yang telah bertunangan.<2167>

“Dengan cara inilah ketidak-murnian jasmani itu ada tiga.

“Dan bagaimanakah, Cunda, ketidak-murnian ucapan yang ada empat itu?

(4) “Di sini, seseorang berbohong. Jika ia dipanggil untuk menghadap suatu dewan, menghadap suatu kumpulan, menghadap sanak saudaranya, menghadap serikat kerja, atau menghadap persidangan, dan ditanyai sebagai saksi sebagai berikut: ‘Jadi, tuan, katakanlah apa yang engkau ketahui,’ kemudian, tidak mengetahui, ia mengatakan, ‘aku tahu.’ Atau mengetahui, ia mengatakan, ‘aku tidak mengetahui’; tidak melihat, ia mengatakan, ‘aku melihat,’ atau melihat, ia mengatakan, ‘aku tidak melihat.’ Demikianlah [265] ia secara sadar mengucapkan kebohongan demi dirinya sendiri, atau demi orang lain, atau demi hal-hal duniawi yang remeh lainnya.

(5) “Ia mengucapkan kata-kata yang memecah-belah. Setelah medengar sesuatu di sini, ia mengulanginya di tempat lain untuk memecah-belah [orang-orang itu] dari orang-orang ini; atau setelah mendengar sesuatu di tempat lain, ia mengulanginya kepada orang-orang ini untuk memecah-belah [mereka] dari orang-orang itu. Demikianlah ia adalah seorang yang memecah-belah mereka yang bersatu, seorang pembuat perpecahan, seorang yang menikmati kelompok-kelompok, bergembira dalam kelompok-kelompok, bersenang dalam kelompok-kelmopok, seorang pengucap kata-kata yang menciptakan kelompok-kelompok.

(6) “Ia berkata-kata kasar. Ia mengucapkan kata-kata yang kasar, keras, menyakitkan bagi orang lain, menghina orang lain, berbatasan dengan kemarahan, tidak kondusif bagi konsentrasi.

(7) “Ia menikmati bergosip. Ia berbicara pada saat yang tidak tepat, berbicara bohong, mengatakan apa yang tidak bermanfaat, mengucapkan apa yang bertentangan dengan Dhamma dan disiplin; dan pada saat yang tidak tepat ia mengucapkan kata-kata yang tidak bernilai, tidak logis, melantur, dan tidak bermanfaat.

“Dengan cara inilah ketidak-murnian ucapan itu ada empat.

“Dan bagaimanakah, Cunda, ketidak-murnian pikiran yang ada tiga itu?

(8 ) “Di sini, seseorang penuh kerinduan. Ia merindukan kekayaan dan harta orang lain sebagai berikut: ‘Oh, semoga apa yang dimiliki orang lain menjadi milikku!’

(9) “Ia memiliki pikiran berniat buruk dan kehendak membenci sebagai berikut: ‘Semoga makhluk-makhluk ini dibunuh, dibantai,<2168> dipotong, dihancurkan, dibinasakan!’

(10) “Ia menganut pandangan salah, dan memiliki perspektif keliru sebagai berikut: ‘Tidak ada yang diberikan, tidak ada yang dikorbankan, tidak ada yang dipersembahkan; tidak ada buah atau akibat dari perbuatan baik dan buruk; tidak ada dunia ini; tidak ada dunia lain; tidak ada ibu, tidak ada ayah; tidak ada makhluk-makhluk yang terlahir kembali secara spontan; tidak ada di dunia ini para petapa dan brahmana yang berperilaku baik dan praktik yang benar yang, setelah merealisasikan dunia ini dan dunia lain untuk diri mereka sendiri dengan pengetahuan langsung, kemudian mengajarkannya kepada orang lain.’

“Dengan cara inilah ketidak-murnian pikiran itu ada tiga. [266]

“Ini, Cunda, adalah sepuluh jalan kamma tidak bermanfaat. Jika seseorang melibatkan diri dalam sepuluh jalan kamma tidak bermanfaat ini, maka, jika ia bangun pagi dan menepuk tanah dari tempat tidurnya, ia tidak murni, dan jika ia tidak menepuk tanah, ia tidak murni. Jika ia menepuk kotoran sapi yang basah, ia tidak murni, dan jika ia tidak menepuk kotoran sapi yang basah, ia tidak murni. Jika ia menepuk rumput hijau, ia tidak murni, dan jika ia tidak menepuk rumput hijau, ia tidak murni. Jika ia merawat api suci, ia tidak murni, dan jika ia tidak merawat api suci, ia tidak murni. Jika ia memberi salam hormat kepada matahari, ia tidak murni, dan jika ia tidak memberi salah hormat kepada matahari, ia tidak murni. Jika ia merendam dirinya dalam air tiga kali termasuk malam hari, ia tidak murni, jika ia tidak merendam dirinya dalam air tiga kali termasuk malam hari, ia tidak murni. Karena alasan apakah? Karena kesepuluh jalan kamma tidak bermanfaat ini sendiri adalah tidak murni dan mengotori. Adalah karena orang-orang melibatkan diri dalam kesepuluh kamma tidak bermanfaat ini maka neraka, alam binatang, alam hantu menderita, dan alam tujuan kelahiran buruk lainnya menjadi terlihat.

“Kemurnian melalui jasmani, Cunda, ada tiga. Kemurnian melalui ucapan ada empat. Kemurnian melalui pikiran ada tiga.

“Dan bagaimanakah, Cunda, kemurnian melalui jasmani yang ada tiga itu?

(1) “Di sini, Cunda, setelah meninggalkan membunuh, menghindari membunuh. Dengan tongkat pemukul dan senjata dikesampingkan, berhati-hati dan penyayang, ia berdiam dengan berbelas-kasih kepada semua makhluk hidup.

(2) “Setelah meninggalkan mengambil apa yang tidak diberikan, ia menghindari mengambil apa yang tidak diberikan. Ia tidak mencuri kekayaan dan harta orang lain di desa atau di dalam hutan.

(3) “Setelah meninggalkan hubungan seksual yang salah, ia menghindari hubungan seksual yang salah. Ia tidak melakukan hubungan seksual dengan perempuan-perempuan yang dilindungi oleh ibu mereka, ayah mereka, ibu dan ayah, saudara, saudari, atau kerabat mereka; yang dilindungi oleh Dhamma mereka; yang memiliki suami; yang pelanggarannya menuntut adanya hukuman; [267] atau bahkan dengan seorang yang telah bertunangan.

“Dengan cara inilah kemurnian jasmani itu ada tiga.

“Dan bagaimanakah, Cunda, kemurnian ucapan yang ada empat itu?

(4) “Di sini, seseorang, setelah meninggalkan kebohongan, menghindari kebohongan. Jika ia dipanggil untuk menghadap suatu dewan, menghadap suatu kumpulan, menghadap sanak saudaranya, menghadap serikat kerja, atau menghadap persidangan, dan ditanyai sebagai saksi sebagai berikut: ‘Jadi, tuan, katakanlah apa yang engkau ketahui,’ kemudian, tidak mengetahui, ia mengatakan, ‘aku tidak tahu.’ Atau mengetahui, ia mengatakan, ‘aku tahu’; tidak melihat, ia mengatakan, ‘aku tidak melihat,’ atau melihat, ia mengatakan, ‘aku melihat.’ Demikianlah ia tidak dengan sadar mengucapkan kebohongan demi dirinya sendiri, atau demi orang lain, atau demi hal-hal duniawi yang remeh lainnya.

(5) “Setelah meninggalkan ucapan memecah-belah, ia menghindari ucapan memecah-belah. Setelah medengar sesuatu di sini, ia tidak mengulanginya di tempat lain untuk memecah-belah [orang-orang itu] dari orang-orang ini; atau setelah mendengar sesuatu di tempat lain, ia tidak mengulanginya kepada orang-orang ini untuk memecah-belah [mereka] dari orang-orang itu. Demikianlah ia adalah seorang yang menyatukan mereka yang terpecah-belah, seorang penganjur persatuan, yang menikmati kerukunan, bergembira dalam kerukunan, bersenang dalam kerukunan, seorang pengucap kata-kata yang memajukan kerukunan.

(6) “Setelah meninggalkan ucapan kasar; ia menghindari ucapan kasar; ia mengucapkan kata-kata yang lembut, menyenangkan di telinga, memikat, kata-kata yang masuk ke dalam hati, kata-kata yang sopan yang disukai banyak orang dan menyenangkan banyak orang.

(7) “Setelah meninggalkan gosip, ia menghindari gosip; ia berbicara pada saat yang tepat, mengatakan apa yang sesuai fakta, mengatakan apa yang bermanfaat, berbicara tentang Dhamma dan disiplin; pada waktu yang tepat ia mengucapkan kata-kata yang layak dicatat, logis, singkat, dan bermanfaat.

“Dengan cara inilah kemurnian ucapan itu ada empat.

“Dan bagaimanakah, Cunda, kemurnian pikiran yang ada tiga itu?

(8 ) “Di sini, seseorang tanpa kerinduan. Ia tidak merindukan kekayaan dan harta orang lain sebagai berikut: ‘Oh, semoga apa yang dimiliki orang lain menjadi milikku!’

(9) “Ia berniat baik dan kehendaknya bebas dari  kebencian sebagai berikut: ‘Semoga makhluk-makhluk ini hidup berbahagia, bebas dari permusuhan, kesengsaraan, dan kecemasan!’

(10) “Ia menganut pandangan benar [268] dan memiliki perspektif benar sebagai berikut: ‘Ada yang diberikan, ada yang dikorbankan, ada yang dipersembahkan; ada buah atau akibat dari perbuatan baik dan buruk; ada dunia ini; ada dunia lain; ada ibu, ada ayah; ada makhluk-makhluk yang terlahir kembali secara spontan; ada di dunia ini para petapa dan brahmana yang berperilaku baik dan praktik yang benar yang, setelah merealisasikan dunia ini dan dunia lain untuk diri mereka sendiri dengan pengetahuan langsung, kemudian mengajarkannya kepada orang lain.’

“Dengan cara inilah kemurnian pikiran itu ada tiga.

“Ini, Cunda, adalah sepuluh jalan kamma bermanfaat. Jika seseorang melibatkan diri dalam sepuluh jalan kamma bermanfaat ini, maka, jika ia bangun pagi dan menepuk tanah dari tempat tidurnya, ia murni, dan jika ia tidak menepuk tanah, ia murni. Jika ia menepuk kotoran sapi yang basah, ia murni, dan jika ia tidak menepuk kotoran sapi yang basah, ia murni. Jika ia menepuk rumput hijau, ia murni, dan jika ia tidak menepuk rumput hijau, ia murni. Jika ia merawat api suci, ia murni, dan jika ia tidak merawat api suci, ia murni. Jika ia memberi salam hormat kepada matahari, ia murni, dan jika ia tidak memberi salah hormat kepada matahari, ia murni. Jika ia merendam dirinya dalam air tiga kali termasuk malam hari, ia murni, jika ia tidak merendam dirinya dalam air tiga kali termasuk malam hari, ia murni. Karena alasan apakah? Karena kesepuluh jalan kamma bermanfaat ini sendiri adalah murni dan memurnikan. Adalah karena orang-orang melibatkan diri dalam kesepuluh kamma bermanfaat ini maka para deva, manusia alam tujuan kelahiran baik lainnya menjadi terlihat.”

Ketika hal ini dikatakan, Cunda, putra pandai besar, berkata kepada Sang Bhagavā: “Bagus sekali, Bhante! … Sudilah Sang Bhagavā menganggapku sebagai seorang umat awam yang telah berlindung sejak hari ini hingga seumur hidup.” [269]

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku SEPULUH
« Reply #38 on: 07 October 2013, 07:53:25 PM »
177 (11) Jāṇussoṇī

Brahmana Jāṇussoṇī mendatangi Sang Bhagavā dan saling bertukar sapa dengan Beliau. Ketika mereka  telah mengakhiri ramah tamah itu, ia duduk di satu sisi dan berkata kepada Sang Bhagavā:

“Guru Gotama, kami para brahmana memberikan pemberian dan melakukan ritual peringatan bagi yang telah mati<2169> dengan pikiran: ‘Semoga pemberian kami bermanfaat bagi sanak saudara dan anggota keluarga kami yang telah meninggal dunia.’ Dapatkah pemberian kami, Guru Gotama, benar-benar bermanfaat bagi sanak saudara dan anggota keluarga kami yang telah meninggal dunia? Dapatkah sanak saudara dan anggota keluarga kami yang telah meninggal dunia benar-benar menikmati pemberian kami?”

“Pada kesempatan yang tepat, brahmana, pemberian itu dapat bermanfaat, bukan pada kesempatan yang tidak tepat.”

“Tetapi, Guru Gotama, apakah kesempatan yang tepat dan apakah kesempatan yang tidak tepat?”

“Di sini, brahmana, seseorang membunuh, mengambil apa yang tidak diberikan, melakukan hubungan seksual yang salah, berbohong, mengucapkan kata-kata memecah-belah, mengucapkan kata-kata kasar, menikmati bergosip; ia penuh kerinduan, memiliki pikiran berniat buruk, dan menganut pandangan salah. Dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali di neraka.<2170> Ia memelihara dirinya dan bertahan di sana dengan makanan makhluk-makhluk neraka. Ini adalah kesempatan yang tidak tepat, ketika pemberian tidak bermanfaat bagi seseorang yang hidup di sana.

“Seseorang lainnya membunuh … dan menganut pandangan salah. Dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali di alam binatang. Ia memelihara dirinya dan bertahan di sana dengan makanan binatang. Ini juga, adalah kesempatan yang tidak tepat, ketika pemberian tidak bermanfaat bagi seseorang yang hidup di sana.

“Seorang lainnya lagi menghindari membunuh, menghindari mengambil apa yang tidak diberikan, menghindari hubungan seksual yang salah, menghindari berbohong, menghindari ucapan [270] memecah-belah, menghindari ucapan kasar, menghindari bergosip; ia tanpa kerinduan, berniat baik, dan menganut pandangan benar. Dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali di tengah-tengah manusia. Ia memelihara dirinya dan bertahan di sana dengan makanan manusia. Ini juga, adalah kesempatan yang tidak tepat, ketika pemberian tidak bermanfaat bagi seseorang yang hidup di sana.

“Seorang lainnya lagi membunuh … dan menganut pandangan salah. Dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali di alam hantu menderita. Ia memelihara dirinya dan bertahan di sana dengan makanan hantu menderita, atau jika tidak, maka ia memelihara dirinya di sana dengan apa yang teman-temannya, sahabat-sahabatnya, sanak-saudaranya, atau anggota keluarganya di dunia ini persembahkan kepadanya. Ini adalah kesempatan yang tepat, ketika pemberian itu bermanfaat bagi seseorang yang hidup di sana.

“Tetapi, Guru Gotama, siapakah yang menerima pemberian itu jika sanak-saudara atau anggota keluarga yang telah meninggal dunia itu tidak terlahir kembali di tempat itu?”

“Sanak-saudara atau anggota keluarga yang telah meninggal dunia lainnya yang telah terlahir kembali<2171> di tempat itu akan menerima pemberian itu.”

“Tetapi, Guru Gotama, siapakah yang menerima pemberian itu jika tidak ada sanak-saudara atau anggota keluarga yang telah meninggal dunia itu atau yang lainnya yang terlahir kembali di tempat itu?”

“Dalam rentang waktu yang panjang [dalam saṃsāra], brahmana, adalah tidak mungkin dan tidak terbayangkan bahwa tempat itu hampa dari [271] sanak saudara dan anggota keluarga seseorang yang telah meninggal dunia. Lebih jauh lagi, bagi si pemberi juga juga hal ini bukannya tidak berbuah.”

“Apakah Guru Gotama menegaskan [nilai dari memberi] bahkan pada kesempatan yang tidak tepat?”<2172>

“Brahmana, Aku menegaskan [nilai dari memberi] bahkan pada kesempatan yang tidak tepat.

“Di sini, brahmana, seseorang membunuh, mengambil apa yang tidak diberikan, melakukan hubungan seksual yang salah, berbohong, mengucapkan kata-kata memecah-belah, mengucapkan kata-kata kasar, menikmati bergosip; ia penuh kerinduan, memiliki pikiran berniat buruk, dan menganut pandangan salah. Ia memberikan makanan dan minuman; pakaian dan kendaraan; kalung bunga, wangi-wangian, dan salep; tempat tidur, tempat tinggal, dan cahaya kepada seorang petapa atau brahmana. Dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali di tengah-tengah gajah-gajah. Di sana ia memperoleh makanan dan minuman, kalung bunga, dan berbagai perhiasan.

“Karena di sini ia membunuh … dan menganut pandangan salah, maka dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali di tengah-tengah gajah-gajah. Tetapi karena ia memberikan makanan dan minuman … kepada seorang petapa atau brahmana maka di sana ia memperoleh makanan dan minuman, kalung bunga dan berbagai perhiasan.

“Seorang lainnya membunuh … dan menganut pandangan salah. Ia memberikan makanan dan minuman … dan cahaya kepada seorang petapa atau brahmana. Dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali di tengah-tengah kuda-kuda … sapi-sapi … anjing-anjing. Di sana ia memperoleh makanan dan minuman, kalung bunga, dan berbagai perhiasan.

“Karena di sini ia membunuh … [272] … dan menganut pandangan salah, maka dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali di tengah-tengah kuda-kuda … sapi-sapi … anjing-anjing. Tetapi karena ia memberikan makanan dan minuman … kepada seorang petapa atau brahmana maka di sana ia memperoleh makanan dan minuman, kalung bunga dan berbagai perhiasan.

“Seorang lainnya lagi menghindari membunuh, menghindari mengambil apa yang tidak diberikan, menghindari hubungan seksual yang salah, menghindari berbohong, menghindari ucapan memecah-belah, menghindari ucapan kasar, menghindari bergosip; ia tanpa kerinduan, berniat baik, dan menganut pandangan benar. Dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali di tengah-tengah manusia. Ia memberikan makanan dan minuman … kepada seorang petapa atau brahmana. Dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali di tengah-tengah manusia. Di sana ia memperoleh kelima objek kenikmatan indria manusia.

“Karena di sini ia menghindari membunuh … dan menganut pandangan benar, maka dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali di tengah-tengah manusia. Dan karena ia memberikan makanan dan minuman … kepada seorang petapa atau brahmana maka di sana ia memperoleh kelima objek kenikmatan indria manusia.

“Seorang lainnya lagi menghindari membunuh … dan menganut pandangan benar.  Ia memberikan makanan dan minuman … dan cahaya kepada seorang petapa atau brahmana. Dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali di tengah-tengah para deva. Di sana [273] ia memperoleh kelima objek kenikmatan indria surgawi.

“Karena di sini ia menghindari membunuh … dan menganut pandangan benar, maka dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali di tengah-tengah para deva. Dan karena ia memberikan makanan dan minuman … kepada seorang petapa atau brahmana maka di sana ia memperoleh kelima objek kenikmatan indria surgawi. [itulah sebabnya mengapa Aku mengatakan:] ‘Lebih jauh lagi, bagi si pemberi juga juga hal ini bukannya tidak berbuah..’”

“Sungguh menakjubkan dan mengagumkan, Guru Gotama, bahwa ada alasan untuk memberikan pemberian dan melakukan ritual peringatan untuk yang mati, karena bagi si pemberi juga hal ini bukannya tidak berbuah.”

“Demikianlah, brahmana! Demikianlah, brahmana! Bagi si pemberi juga hal ini bukannya tidak berbuah.”

“Bagus sekali, Guru Gotama! … Sudilah Sang Bhagavā menganggapku sebagai seorang umat awam yang telah berlindung sejak hari ini hingga seumur hidup.”

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku SEPULUH
« Reply #39 on: 07 October 2013, 07:53:46 PM »
III. BAIK<2173>

178 (1) Baik

“Para bhikkhu, Aku akan mengajarkan kepada kalian tentang apa yang baik dan apa yang buruk. Dengarkan dan perhatikanlah dengan seksama. Aku akan berbicara.”

“Baik, [274] Bhante,” para bhikkhu itu menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

“Dan apakah, para bhikkhu, yang buruk? Membunuh, mengambil apa yang tidak diberikan, hubungan seksual yang salah, berbohong, ucapan memecah belah, ucapan kasar, bergosip, kerinduan, niat buruk, dan pandangan salah. Ini disebut buruk.

“Dan apakah, para bhikkhu, yang baik? Menghindari membunuh, menghindari mengambil apa yang tidak diberikan, menghindari hubungan seksual yang salah, menghindari berbohong, menghindari ucapan memecah-belah, menghindari ucapan kasar, menghindari bergosip, tanpa kerinduan, niat baik, dan pandangan benar. Ini disebut baik.”

179 (2)-188(11) Dhamma Mulia, dan seterusnya

(179) “Para bhikkhu, Aku akan mengajarkan kepada kalian tentang Dhamma mulia dan Dhamma tidak mulia … (180) … yang bermanfaat dan yang tidak bermanfaat … [275] … (181) … apa yang bermanfaat dan apa yang berbahaya … (182) … Dhamma dan apa yang bukan-Dhamma … (183) … Dhamma yang ternoda dan yang tanpa noda … [276] … (184) … Dhamma yang tercela dan yang tanpa cela … (185) … Dhamma yang menyiksa dan yang tidak menyiksa … (186) … Dhamma yang mengarah menuju pembangunan dan yang mengarah menuju pembongkaran … [277] … (187) … Dhamma dengan penderitaan sebagai hasilnya dan yang dengan kebahagiaan sebagai hasilnya … (188 ) … Dhamma yang berakibat dalam penderitaan dan yang berakibat dalam kebahagiaan …

“Dan apakah, para bhikkhu, Dhamma yang berakibat dalam penderitaan? Membunuh … dan pandangan salah. Ini disebut Dhamma yang berakibat dalam penderitaan.

“Dan apakah, para bhikkhu, Dhamma yang berakibat dalam kebahagiaan? Menghindari membunuh … dan pandangan benar. Ini disebut Dhamma yang berakibat dalam kebahagiaan.” [278]

IV. JALAN MULIA

189 (1) Jalan Mulia

“Para bhikkhu, Aku akan mengajarkan kepada kalian tentang jalan mulia dan jalan tidak mulia. Dengarkan dan perhatikanlah dengan seksama … Dan apakah, para bhikkhu, jalan yang tidak mulia itu? Membunuh … dan pandangan salah. Ini disebut jalan tidak mulia.

“Dan apakah, para bhikkhu, jalan mulia itu? Menghindari membunuh … dan pandangan benar. Ini disebut jalan mulia.”

190 (2)-198(10) Jalan Gelap, dan seterusnya

(190) “Para bhikkhu, Aku akan mengajarkan kepada kalian tentang jalan gelap dan jalan terang … (191) … Dhamma yang baik dan Dhamma yang buruk … [279] (192) … Dhamma dari orang baik dan yang dari orang jahat … (193) … Dhamma yang harus dibangkitkan dan yang tidak boleh dibangkitkan … (194) … Dhamma yang harus ditekuni dan yang tidak boleh ditekuni … [280] (195) … Dhamma yang harus dikembangkan dan yang tidak boleh dikembangkan … (196) … Dhamma yang harus dilatih dan yang tidak boleh dilatih … (197) Dhamma yang harus diingat dan yang tidak boleh diingat … [281] Dhamma yang harus direalisasikan dan yang tidak boleh direalisasikan …

“Dan apakah, para bhikkhu, Dhamma yang tidak boleh direalisasikan? Membunuh … dan pandangan salah. Ini disebut Dhamma yang tidak boleh direalisasikan.

“Dan apakah, para bhikkhu, Dhamma yang harus direalisasikan? Menghindari membunuh … dan pandangan benar. Ini disebut Dhamma yang harus direalisasikan.”

V. BAB LAINNYA TENTANG ORANG-ORANG<2174>

199 (1) Bergaul Dengan

“Para bhikkhu, seseorang seharusnya tidak bergaul dengan orang yang memiliki sepuluh kualitas. Apakah sepuluh ini? Ia membunuh, mengambil apa yang tidak diberikan, melakukan hubungan seksual yang salah, berbohong, mengucapkan kata-kata memecah-belah, mengucapkan kata-kata kasar, menikmati bergosip; ia penuh kerinduan, memiliki pikiran berniat buruk, dan menganut pandangan salah. Seseorang seharusnya tidak bergaul dengan orang yang memiliki kesepuluh kualitas ini

“Para bhikkhu, seseorang seharusnya bergaul dengan orang yang memiliki sepuluh kualitas. Apakah sepuluh ini? Ia menghindari membunuh, menghindari mengambil apa yang tidak diberikan, menghindari hubungan seksual yang salah, menghindari berbohong, menghindari mengucapkan kata-kata memecah-belah, menghindari mengucapkan kata-kata kasar, menghindari bergosip; ia tanpa kerinduan, memiliki pikiran berniat baik, dan menganut pandangan benar. Seseorang seharusnya bergaul dengan orang yang memiliki kesepuluh kualitas ini.”

200 (2)-210 (12) Tempat Kunjungan, dan seterusnya <2175>

(200) “Para bhikkhu, seseorang seharusnya tidak mendatangi seorang yang memiliki sepuluh kualitas … seseorang seharusnya mendatangi … (201) … seseorang seharusnya tidak melayani … seseorang seharusnya melayani … (202) … seseorang seharusnya tidak memuliakan … seseorang seharusnya memuliakan … (203) … seseorang seharusnya tidak memuji … seseorang seharusnya memuji … (204) … seseorang seharusnya tidak menghormati … seseorang seharusnya menghormati … (205) … seseorang seharusnya tidak menunjukkan rasa hormat … seseorang seharusnya menunjukkan rasa hormat pada orang yang memiliki sepuluh kualitas … (206) … seorang yang memiliki sepuluh kualitas tidak berhasil … berhasil … (207) … tidak dimurnikan … dimurnikan … (208 ) … tidak mengatasi keangkuhan … mengatasi keangkuhan … (209) … tidak tumbuh dalam kebijaksanaan … tumbuh dalam kebijaksanaan … (210) … menghasilkan banyak keburukan … menghasilkan banyak kebaikan. Apakah sepuluh ini? Ia menghindari membunuh, menghindari mengambil apa yang tidak diberikan, menghindari hubungan seksual yang salah, menghindari berbohong, menghindari mengucapkan kata-kata memecah-belah, menghindari mengucapkan kata-kata kasar, menghindari bergosip; ia tanpa kerinduan, memiliki pikiran berniat baik, dan menganut pandangan benar. Seorang yang memiliki kesepuluh kualitas ini menghasilkan banyak kebaikan.” [283]

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku SEPULUH
« Reply #40 on: 07 October 2013, 07:54:21 PM »
LIMA PULUH TAMBAHAN

I. TUBUH YANG DILAHIRKAN DARI PERBUATAN

211 (1) Neraka (1)

“Para bhikkhu, dengan memiliki sepuluh kualitas, seseorang ditempatkan di Neraka seolah-olah dibawa ke sana. Apakah sepuluh ini?

(1) “Di sini, ia membunuh; ia adalah pembunuh, bertangan darah, terbiasa memukul dan kekerasan, tanpa belas kasih pada makhluk-makhluk hidup.

(2) “Ia mengambil apa yang tidak diberikan. Ia mencuri kekayaan dan harta milik orang lain di desa atau hutan.

(3) “Ia melakukan hubungan seksual yang salah. Ia melakukan hubungan seksual dengan perempuan-perempuan yang dilindungi oleh ibu mereka, ayah mereka, ibu dan ayah, saudara, saudari, atau kerabat mereka; yang dilindungi oleh Dhamma mereka; yang memiliki suami; yang pelanggarannya menuntut adanya hukuman; atau bahkan dengan seorang yang telah bertunangan.

(4) “Ia berbohong. Jika ia dipanggil untuk menghadap suatu dewan, menghadap suatu kumpulan, menghadap sanak saudaranya, menghadap serikat kerja, atau menghadap persidangan, dan ditanyai sebagai saksi sebagai berikut: ‘Jadi, tuan, katakanlah apa yang engkau ketahui,’ kemudian, tidak mengetahui, ia mengatakan, ‘aku tahu.’ Atau mengetahui, ia mengatakan, ‘aku tidak mengetahui’; tidak melihat, ia mengatakan, ‘aku melihat,’ atau melihat, ia mengatakan, ‘aku tidak melihat.’ Demikianlah ia dengan sadar mengucapkan kebohongan demi dirinya sendiri, atau demi orang lain, atau demi hal-hal duniawi yang remeh lainnya.

(5) “Ia mengucapkan kata-kata yang memecah-belah. Setelah medengar sesuatu di sini, ia mengulanginya di tempat lain untuk memecah-belah [orang-orang itu] dari orang-orang ini; atau setelah mendengar sesuatu di tempat lain, ia mengulanginya kepada orang-orang ini untuk memecah-belah [mereka] dari orang-orang itu. Demikianlah ia adalah seorang yang memecah-belah mereka yang bersatu, seorang pembuat perpecahan, seorang yang menikmati kelompok-kelompok, bergembira dalam kelompok-kelompok, bersenang dalam kelompok-kelmopok, seorang pengucap kata-kata yang menciptakan kelompok-kelompok.

(6) “Ia berkata-kata kasar. Ia mengucapkan kata-kata yang kasar, keras, menyakitkan bagi orang lain, menghina orang lain, berbatasan dengan kemarahan, tidak kondusif bagi konsentrasi.

(7) “Ia menikmati bergosip. Ia berbicara pada saat yang tidak tepat, berbicara bohong, mengatakan apa yang tidak bermanfaat, mengucapkan apa yang bertentangan dengan Dhamma dan disiplin; dan pada saat yang tidak tepat ia mengucapkan kata-kata yang tidak bernilai, tidak logis, melantur, dan tidak bermanfaat. [284]

(8 ) “Ia penuh kerinduan. Ia merindukan kekayaan dan harta orang lain sebagai berikut: ‘Oh, semoga apa yang dimiliki orang lain menjadi milikku!’

(9) “Ia memiliki pikiran berniat buruk dan kehendak membenci sebagai berikut: ‘Semoga makhluk-makhluk ini dibunuh, dibantai, dipotong, dihancurkan, dibinasakan!’

(10) “Ia menganut pandangan salah, dan memiliki perspektif keliru sebagai berikut: ‘Tidak ada yang diberikan, tidak ada yang dikorbankan, tidak ada yang dipersembahkan; tidak ada buah atau akibat dari perbuatan baik dan buruk; tidak ada dunia ini; tidak ada dunia lain; tidak ada ibu, tidak ada ayah; tidak ada makhluk-makhluk yang terlahir kembali secara spontan; tidak ada di dunia ini para petapa dan brahmana yang berperilaku baik dan praktik yang benar yang, setelah merealisasikan dunia ini dan dunia lain untuk diri mereka sendiri dengan pengetahuan langsung, kemudian mengajarkannya kepada orang lain.’

“Seorang yang memiliki kesepuluh kualitas ini ditempatkan di Neraka seolah-olah dibawa ke sana.

“Para bhikkhu, dengan memiliki sepuluh kualitas, seseorang ditempatkan di Surga seolah-olah dibawa ke sana. Apakah sepuluh ini?

(1) “Di sini seseorang, setelah meninggalkan membunuh, menghindari membunuh. Dengan tongkat pemukul dan senjata dikesampingkan, berhati-hati dan penyayang, ia berdiam dengan berbelas-kasih kepada semua makhluk hidup.

(2) “Setelah meninggalkan mengambil apa yang tidak diberikan, ia menghindari mengambil apa yang tidak diberikan. Ia tidak mencuri kekayaan dan harta orang lain di desa atau di dalam hutan.

(3) “Setelah meninggalkan hubungan seksual yang salah, ia menghindari hubungan seksual yang salah. Ia tidak melakukan hubungan seksual dengan perempuan-perempuan yang dilindungi oleh ibu mereka, ayah mereka, ibu dan ayah, saudara, saudari, atau kerabat mereka; yang dilindungi oleh Dhamma mereka; yang memiliki suami; yang pelanggarannya menuntut adanya hukuman; atau bahkan dengan seorang yang telah bertunangan.

(4) “Setelah meninggalkan kebohongan, ia menghindari kebohongan. Jika ia dipanggil untuk menghadap suatu dewan, menghadap suatu kumpulan, menghadap sanak saudaranya, menghadap serikat kerja, atau menghadap persidangan, dan ditanyai sebagai saksi sebagai berikut: ‘Jadi, tuan, katakanlah apa yang engkau ketahui,’ kemudian, tidak mengetahui, ia mengatakan, ‘aku tidak tahu.’ Atau mengetahui, ia mengatakan, ‘aku tahu’; tidak melihat, ia mengatakan, ‘aku tidak melihat,’ atau melihat, ia mengatakan, ‘aku melihat.’ Demikianlah ia tidak dengan sadar mengucapkan kebohongan demi dirinya sendiri, atau demi orang lain, atau demi hal-hal duniawi yang remeh lainnya. [285]

(5) “Setelah meninggalkan ucapan memecah-belah, ia menghindari ucapan memecah-belah. Setelah medengar sesuatu di sini, ia tidak mengulanginya di tempat lain untuk memecah-belah [orang-orang itu] dari orang-orang ini; atau setelah mendengar sesuatu di tempat lain, ia tidak mengulanginya kepada orang-orang ini untuk memecah-belah [mereka] dari orang-orang itu. Demikianlah ia adalah seorang yang menyatukan mereka yang terpecah-belah, seorang penganjur persatuan, yang menikmati kerukunan, bergembira dalam kerukunan, bersenang dalam kerukunan, seorang pengucap kata-kata yang memajukan kerukunan.

(6) “Setelah meninggalkan ucapan kasar; ia menghindari ucapan kasar; ia mengucapkan kata-kata yang lembut, menyenangkan di telinga, memikat, kata-kata yang masuk ke dalam hati, kata-kata yang sopan yang disukai banyak orang dan menyenangkan banyak orang.

(7) “Setelah meninggalkan gosip, ia menghindari gosip; ia berbicara pada saat yang tepat, mengatakan apa yang sesuai fakta, mengatakan apa yang bermanfaat, berbicara tentang Dhamma dan disiplin; pada waktu yang tepat ia mengucapkan kata-kata yang layak dicatat, logis, singkat, dan bermanfaat.

(8 ) “Ia tanpa kerinduan. Ia tidak merindukan kekayaan dan harta orang lain sebagai berikut: ‘Oh, semoga apa yang dimiliki orang lain menjadi milikku!’

(9) “Ia berniat baik dan kehendaknya bebas dari  kebencian sebagai berikut: ‘Semoga makhluk-makhluk ini hidup berbahagia, bebas dari permusuhan, kesengsaraan, dan kecemasan!’

(10) “Ia menganut pandangan benar dan memiliki perspektif benar sebagai berikut: ‘Ada yang diberikan, ada yang dikorbankan, ada yang dipersembahkan; ada buah atau akibat dari perbuatan baik dan buruk; ada dunia ini; ada dunia lain; ada ibu, ada ayah; ada makhluk-makhluk yang terlahir kembali secara spontan; ada di dunia ini para petapa dan brahmana yang berperilaku baik dan praktik yang benar yang, setelah merealisasikan dunia ini dan dunia lain untuk diri mereka sendiri dengan pengetahuan langsung, kemudian mengajarkannya kepada orang lain.’

“Seorang yang memiliki kesepuluh kualitas ini ditempatkan di surga seolah-olah dibawa ke sana.”

212 (2) Neraka (2)

“Para bhikkhu, dengan memiliki sepuluh kualitas, seseorang ditempatkan di neraka seolah-olah dibawa ke sana. Apakah sepuluh ini?<2176>

(1) “Di sini, seseorang membunuh. Ia adalah pembunuh, bertangan darah, terbiasa memukul dan kekerasan, tanpa belas kasih pada makhluk-makhluk hidup. (2) Ia mengambil apa yang tidak diberikan … (3) Ia melakukan hubungan seksual yang salah … (4) Ia berbohong … (5) Ia mengucapkan kata-kata yang memecah-belah ...  (6) Ia berkata-kata kasar [286] ... (7) Ia menikmati bergosip … (8 ) Ia penuh kerinduan ... (9) Ia memiliki pikiran berniat buruk dan kehendak membenci … (10) Ia menganut pandangan salah, dan memiliki perspektif keliru sebagai berikut: ‘Tidak ada yang diberikan … tidak ada di dunia ini para petapa dan brahmana yang berperilaku baik dan praktik yang benar yang, setelah merealisasikan dunia ini dan dunia lain untuk diri mereka sendiri dengan pengetahuan langsung, kemudian mengajarkannya kepada orang lain.’ Seorang yang memiliki kesepuluh kualitas ini ditempatkan di Neraka seolah-olah dibawa ke sana.

“Para bhikkhu, dengan memiliki sepuluh kualitas, seseorang ditempatkan di surga seolah-olah dibawa ke sana. Apakah sepuluh ini?

(1) “Di sini, seseorang, setelah meninggalkan membunuh, menghindari membunuh. Dengan tongkat pemukul dan senjata dikesampingkan, berhati-hati dan penyayang, ia berdiam dengan berbelas-kasih kepada semua makhluk hidup. (2) Setelah meninggalkan mengambil apa yang tidak diberikan, ia menghindari mengambil apa yang tidak diberikan ... (3) Setelah meninggalkan hubungan seksual yang salah, ia menghindari hubungan seksual yang salah ... (4) Setelah meninggalkan kebohongan, ia menghindari kebohongan ... (5) Setelah meninggalkan ucapan memecah-belah, ia menghindari ucapan memecah-belah ... (6) Setelah meninggalkan ucapan kasar; ia menghindari ucapan kasar … (7) Setelah meninggalkan gosip, ia menghindari gossip … (8 ) Ia tanpa kerinduan ... (9) Ia berniat baik … (10) Ia menganut pandangan benar dan memiliki perspektif benar sebagai berikut: ‘Ada yang diberikan … ada di dunia ini para petapa dan brahmana yang berperilaku baik dan praktik yang benar yang, setelah merealisasikan dunia ini dan dunia lain untuk diri mereka sendiri dengan pengetahuan langsung, kemudian mengajarkannya kepada orang lain.’ Seorang yang memiliki kesepuluh kualitas ini ditempatkan di surga seolah-olah dibawa ke sana.”
213 (3) Perempuan

“Para bhikkhu, dengan memiliki sepuluh kualitas, para perempuan ditempatkan di neraka seolah-olah dibawa ke sana. Apakah sepuluh ini? [287] (1) Mereka membunuh … [seperti di atas] … dan (10) menganut pandangan salah. dengan memiliki kesepuluh kualitas ini, para perempuan ditempatkan di neraka seolah-olah dibawa ke sana.

“Para bhikkhu, dengan memiliki sepuluh kualitas, para perempuan ditempatkan di surga seolah-olah dibawa ke sana. Apakah sepuluh ini? (1) Mereka menghindari membunuh … [seperti di atas] … dan (10) menganut pandangan benar. dengan memiliki kesepuluh kualitas ini, para perempuan ditempatkan di surga seolah-olah dibawa ke sana.

214 (4) Umat Awam Perempuan

“Para bhikkhu, dengan memiliki sepuluh kualitas, seorang umat awam perempuan ditempatkan di neraka seolah-olah dibawa ke sana. Apakah sepuluh ini? (1) Ia membunuh … dan (10) menganut pandangan salah. dengan memiliki kesepuluh kualitas ini, seorang umat awam perempuan ditempatkan di neraka seolah-olah dibawa ke sana.

“Para bhikkhu, dengan memiliki sepuluh kualitas, seorang umat awam perempuan ditempatkan di surga seolah-olah dibawa ke sana. Apakah sepuluh ini? (1) Ia menghindari membunuh … dan (10) menganut pandangan benar. dengan memiliki kesepuluh kualitas ini, seorang umat awam perempuan ditempatkan di surga seolah-olah dibawa ke sana.” [288]

215 (5) Percaya-Diri

“Para bhikkhu, dengan memiliki sepuluh kualitas, seorang umat awam perempuan berdiam tanpa percaya-diri di rumah. Apakah sepuluh ini? (1) Ia membunuh … dan (10) menganut pandangan salah. dengan memiliki kesepuluh kualitas ini, seorang umat awam perempuan berdiam tanpa percaya-diri di rumah.

“Para bhikkhu, dengan memiliki sepuluh kualitas, seorang umat awam perempuan berdiam dengan percaya-diri di rumah. Apakah sepuluh ini? (1) Ia menghindari membunuh … dan (10) menganut pandangan benar. dengan memiliki kesepuluh kualitas ini, seorang umat awam perempuan berdiam dengan percaya-diri di rumah.”

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku SEPULUH
« Reply #41 on: 07 October 2013, 07:55:01 PM »
216 (6) Merayap

“Para bhikkhu, Aku akan mengajarkan kepada kalian pembabaran Dhamma tentang merayap.<2177> Dengarkan dan perhatikanlah dengan seksama. Aku akan berbicara.”
                                                                                                                                                                                                                                                     “Baik, Bhante,” para bhikkhu itu menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

“Dan apakah, para bhikkhu. pembabaran Dhamma tentang merayap itu? Para bhikkhu, makhluk-makhluk adalah pemilik kamma mereka, pewaris kamma mereka; mereka memiliki kamma sebagai asal-mula mereka, kamma sebagai sanak-saudara mereka, kamma sebagai pelindung mereka; kamma apa pun yang mereka lakukan, baik atau buruk, mereka adalah pewarisnya. [289]

(1) “Di sini, seseorang membunuh; ia adalah pembunuh, bertangan darah, terbiasa memukul dan kekerasan, tanpa belas kasih pada makhluk-makhluk hidup. Ia merayap melalui jasmani, ucapan, dan pikiran.<2178> Kamma jasmaninya bengkok; kamma ucapannya bengkok; kamma pikirannya bengkok. Alam tujuan kelahirannya bengkok; kelahiran kembalinya bengkok. Tetapi bagi seseorang dengan alam tujuan kelahiran dan kelahiran kembali yang bengkok, Aku katakan, ada satu di antara dua alam tujuan kelahiran: apakah neraka yang melulu menyakitkan atau spesies binatang merayap. Dan apakah spesies binatang merayap? Ular, kalajengking, lipan, musang, kucing, tikus, dan burung hantu,<2179> atau binatang lainnya yang merayap pergi ketika mereka bertemu manusia. Demikianlah sesosok makhluk dilahirkan dari sesosok makhluk; seseorang terlahir kembali melalui perbuatannya. Ketika ia telah terlahir kembali, kontak mempengaruhinya. Dengan cara inilah, Aku katakan, bahwa makhluk-makhluk adalah pewaris kamma mereka.

(2) “Seseorang mengambil apa yang tidak diberikan … (3) … melakukan hubungan seksual yang salah … (4) berbohong … (5) … mengucapkan kata-kata memecah-belah … (6) … mengucapkan kata-kata kasar … (7) menikmati bergosip … (8 ) … penuh kerinduan … (9) memiliki pikiran berniat buruk dan kehendak membenci … (10) … menganut pandangan salah dan memiliki perspektif keliru sebagai berikut: ‘Tidak ada yang diberikan … tidak ada di dunia ini para petapa dan brahmana yang berperilaku baik dan praktik yang benar yang, setelah merealisasikan dunia ini dan dunia lain untuk diri mereka sendiri dengan pengetahuan langsung, kemudian mengajarkannya kepada orang lain.’ Ia merayap melalui jasmani, ucapan, dan pikiran. Kamma jasmaninya bengkok … Alam tujuan kelahirannya bengkok; [290] kelahiran kembalinya bengkok … Demikianlah sesosok makhluk dilahirkan dari sesosok makhluk; seseorang terlahir kembali melalui perbuatannya. Ketika ia telah terlahir kembali, kontak mempengaruhinya. Dengan cara inilah, Aku katakan, bahwa makhluk-makhluk adalah pewaris kamma mereka.

“Para bhikkhu, makhluk-makhluk adalah pemilik kamma mereka, pewaris kamma mereka; mereka memiliki kamma sebagai asal-mula mereka, kamma sebagai sanak-saudara mereka, kamma sebagai pelindung mereka; kamma apa pun yang mereka lakukan, baik atau buruk, mereka adalah pewarisnya.

(1) “Di sini, setelah meninggalkan membunuh, seseorang menghindari membunuh; dengan tongkat pemukul dan senajata dikesampingkan, berhati-hati dan penyayang, ia berdiam dengan berbelas kasih pada semua makhluk hidup. Ia tidak merayap melalui jasmani, ucapan, dan pikiran. Kamma jasmaninya lurus; kamma ucapannya lurus; kamma pikirannya lurus. Alam tujuan kelahirannya lurus; kelahiran kembalinya lurus. Tetapi bagi seseorang dengan alam tujuan kelahiran dan kelahiran kembali yang lurus, Aku katakan, ada satu di antara dua alam tujuan kelahiran: apakah surga yang melulu menyenangkan atau dalam keluarga-keluarga terkemuka, seperti para khattiya makmur, para brahmana makmur, atau para perumah tangga makmur, [keluarga-keluarga yang] kaya, dengan banyak harta dan kekayaan, emas dan perak berlimpah, pusaka dan kepemilikan berlimpah, kekayaan dan hasil panen berlimpah. Demikianlah sesosok makhluk dilahirkan dari sesosok makhluk; seseorang terlahir kembali melalui perbuatannya. Ketika ia telah terlahir kembali, kontak mempengaruhinya. Dengan cara inilah, Aku katakan, bahwa makhluk-makhluk adalah pewaris kamma mereka.

(2) “Setelah meninggalkan mengambil apa yang tidak diberikan, seseorang menghindari mengambil apa yang tidak diberikan … (3) … menghindari melakukan hubungan seksual yang salah … [291] (4) menghindari berbohong … (5) … menghindari mengucapkan kata-kata memecah-belah … (6) … menghindari mengucapkan kata-kata kasar … (7) menghindari bergosip … (8 ) … tanpa kerinduan … (9) memiliki pikiran berniat baik … (10) … menganut pandangan benar dan memiliki perspektif benar sebagai berikut: ‘Ada yang diberikan … ada di dunia ini para petapa dan brahmana yang berperilaku baik dan praktik yang benar yang, setelah merealisasikan dunia ini dan dunia lain untuk diri mereka sendiri dengan pengetahuan langsung, kemudian mengajarkannya kepada orang lain.’ Ia tidak merayap melalui jasmani, ucapan, dan pikiran. Kamma jasmaninya lurus … Alam tujuan kelahirannya lurus; kelahiran kembalinya lurus … Demikianlah sesosok makhluk dilahirkan dari sesosok makhluk; seseorang terlahir kembali melalui perbuatannya. Ketika ia telah terlahir kembali, kontak mempengaruhinya. Dengan cara inilah, Aku katakan, bahwa makhluk-makhluk adalah pewaris kamma mereka.

“Para bhikkhu, makhluk-makhluk adalah pemilik kamma mereka, pewaris kamma mereka; mereka memiliki kamma sebagai asal-mula mereka, kamma sebagai sanak-saudara mereka, kamma sebagai pelindung mereka; kamma apa pun yang mereka lakukan, baik atau buruk, mereka adalah pewarisnya.

“Ini, para bhikkhu, adalah pembabaran Dhamma tentang merayap.” [292]

217 (7) Kehendak (1)

“Para bhikkhu, Aku tidak mengatakan bahwa ada penghentian kamma kehendak<2180> yang telah dilakukan dan dikumpulkan selama ia belum mengalami [akibatnya], dan itu mungkin terjadi dalam kehidupan ini, atau dalam kelahiran kembali [berikutnya], atau dalam beberapa kesempatan berikutnya. Tetapi Aku tidak mengatakan bahwa ada mengakhiri penderitaan selama seseorang belum mengalami [akibat dari] kamma kehendak yang telah dilakukan dan dikumpulkan.<2181>

“Sehubungan dengan hal ini, para bhikkhu, ada tiga kerusakan dan kegagalan kamma jasmani,<2182> yang muncul dari kehendak tidak bermanfaat, yang memiliki hasil dan akibat yang menyakitkan; empat kerusakan dan kegagalan kamma ucapan, yang muncul dari kehendak tidak bermanfaat, yang memiliki hasil dan akibat yang menyakitkan; dan tiga kerusakan dan kegagalan kamma pikiran, yang muncul dari kehendak tidak bermanfaat, yang memiliki hasil dan akibat yang menyakitkan.

“Dan bagaimanakah, para bhikkhu, terjadinya tiga kerusakan dan kegagalan kamma jasmani, yang muncul dari kehendak tidak bermanfaat, yang memiliki hasil dan akibat yang menyakitkan?

(1) “Di sini, seseorang membunuh. Ia adalah pembunuh, bertangan darah, terbiasa memukul dan kekerasan, tanpa belas kasih pada makhluk-makhluk hidup.

(2) “Ia mengambil apa yang tidak diberikan. Ia mencuri kekayaan dan harta milik orang lain di desa atau hutan.

(3) “Ia melakukan hubungan seksual yang salah. Ia melakukan hubungan seksual dengan perempuan-perempuan yang dilindungi oleh ibu mereka, ayah mereka, ibu dan ayah, saudara, saudari, atau kerabat mereka; yang dilindungi oleh Dhamma mereka; yang memiliki suami; yang pelanggarannya menuntut adanya hukuman; atau bahkan dengan seorang yang telah bertunangan.

“Dengan cara inilah terjadinya tiga kerusakan dan kegagalan kamma jasmani, yang muncul dari kehendak tidak bermanfaat, yang memiliki hasil dan akibat yang menyakitkan.

“Dan bagaimanakah, para bhikkhu, terjadinya empat kerusakan dan kegagalan kamma ucapan, yang muncul dari kehendak tidak bermanfaat, yang memiliki hasil dan akibat yang menyakitkan? [293]

(4) “Di sini, seseorang berbohong. Jika ia dipanggil untuk menghadap suatu dewan, menghadap suatu kumpulan, menghadap sanak saudaranya, menghadap serikat kerja, atau menghadap persidangan, dan ditanyai sebagai saksi sebagai berikut: ‘Jadi, tuan, katakanlah apa yang engkau ketahui,’ kemudian, tidak mengetahui, ia mengatakan, ‘aku tahu.’ Atau mengetahui, ia mengatakan, ‘aku tidak mengetahui’; tidak melihat, ia mengatakan, ‘aku melihat,’ atau melihat, ia mengatakan, ‘aku tidak melihat.’ Demikianlah ia dengan sadar mengucapkan kebohongan demi dirinya sendiri, atau demi orang lain, atau demi hal-hal duniawi yang remeh lainnya.

(5) “Ia mengucapkan kata-kata yang memecah-belah. Setelah medengar sesuatu di sini, ia mengulanginya di tempat lain untuk memecah-belah [orang-orang itu] dari orang-orang ini; atau setelah mendengar sesuatu di tempat lain, ia mengulanginya kepada orang-orang ini untuk memecah-belah [mereka] dari orang-orang itu. Demikianlah ia adalah seorang yang memecah-belah mereka yang bersatu, seorang pembuat perpecahan, seorang yang menikmati kelompok-kelompok, bergembira dalam kelompok-kelompok, bersenang dalam kelompok-kelmopok, seorang pengucap kata-kata yang menciptakan kelompok-kelompok.

(6) “Ia berkata-kata kasar. Ia mengucapkan kata-kata yang kasar, keras, menyakitkan bagi orang lain, menghina orang lain, berbatasan dengan kemarahan, tidak kondusif bagi konsentrasi.

(7) “Ia menikmati bergosip. Ia berbicara pada saat yang tidak tepat, berbicara bohong, mengatakan apa yang tidak bermanfaat, mengucapkan apa yang bertentangan dengan Dhamma dan disiplin; dan pada saat yang tidak tepat ia mengucapkan kata-kata yang tidak bernilai, tidak logis, melantur, dan tidak bermanfaat.

“Dengan cara inilah terjadinya empat kerusakan dan kegagalan kamma ucapan, yang muncul dari kehendak tidak bermanfaat, yang memiliki hasil dan akibat yang menyakitkan.
.

“Dan bagaimanakah, para bhikkhu, terjadinya tiga kerusakan dan kegagalan kamma pikiran, yang muncul dari kehendak tidak bermanfaat, yang memiliki hasil dan akibat yang menyakitkan?

(8 ) “Di sini, seseorang penuh kerinduan. Ia merindukan kekayaan dan harta orang lain sebagai berikut: ‘Oh, semoga apa yang dimiliki orang lain menjadi milikku!’

(9) “Ia memiliki pikiran berniat buruk dan kehendak membenci sebagai berikut: ‘Semoga makhluk-makhluk ini dibunuh, dibantai, dipotong, dihancurkan, dibinasakan!’

(10) “Ia menganut pandangan salah, dan memiliki perspektif keliru sebagai berikut: ‘Tidak ada yang diberikan, tidak ada yang dikorbankan, tidak ada yang dipersembahkan; tidak ada buah atau akibat dari perbuatan baik dan buruk; tidak ada dunia ini; tidak ada dunia lain; tidak ada ibu, tidak ada ayah; tidak ada makhluk-makhluk yang terlahir kembali secara spontan; [294] tidak ada di dunia ini para petapa dan brahmana yang berperilaku baik dan praktik yang benar yang, setelah merealisasikan dunia ini dan dunia lain untuk diri mereka sendiri dengan pengetahuan langsung, kemudian mengajarkannya kepada orang lain.’

“Dengan cara inilah terjadinya tiga kerusakan dan kegagalan kamma pikiran, yang muncul dari kehendak tidak bermanfaat, yang memiliki hasil dan akibat yang menyakitkan.

“Adalah, para bhikkhu, karena tiga kerusakan dan kegagalan kamma jasmani, yang muncul dari kehendak tidak bermanfaat, maka dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, makhluk-makhluk terlahir kembali di alam sengsara, di alam tujuan kelahiran yang buruk, di alam rendah, di neraka; atau adalah karena empat kerusakan dan kegagalan kamma ucapan, yang muncul dari kehendak tidak bermanfaat, maka dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, makhluk-makhluk terlahir kembali di alam sengsara, di alam tujuan kelahiran yang buruk, di alam rendah, di neraka; atau adalah karena tiga kerusakan dan kegagalan kamma pikiran, yang muncul dari kehendak tidak bermanfaat, maka dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, makhluk-makhluk terlahir kembali di alam sengsara, di alam tujuan kelahiran yang buruk, di alam rendah, di neraka. Seperti halnya dadu, ketika dilemparkan ke atas, akan diam dengan kokoh di mana pun dadu itu jatuh,<2183> Demikian pula, adalah karena tiga kerusakan dan kegagalan kamma jasmani … atau adalah karena empat kerusakan dan kegagalan kamma ucapan … atau adalah karena tiga kerusakan dan kegagalan kamma pikiran, yang muncul dari kehendak tidak bermanfaat, maka dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, makhluk-makhluk terlahir kembali di alam sengsara, di alam tujuan kelahiran yang buruk, di alam rendah, di neraka.

“Para bhikkhu, Aku tidak mengatakan bahwa ada penghentian kamma kehendak yang telah dilakukan dan dikumpulkan selama ia belum mengalami [akibatnya], dan itu mungkin terjadi dalam kehidupan ini, atau dalam kelahiran kembali [berikutnya], atau dalam beberapa kesempatan berikutnya. Tetapi Aku tidak mengatakan bahwa ada mengakhiri penderitaan selama seseorang belum mengalami [akibat dari] kamma kehendak yang telah dilakukan dan dikumpulkan.

“Sehubungan dengan hal ini, para bhikkhu, ada tiga keberhasilan kamma jasmani, yang muncul dari kehendak bermanfaat, yang memiliki hasil dan akibat yang menyenangkan; empat keberhasilan kamma ucapan, yang muncul dari kehendak bermanfaat, yang memiliki hasil dan akibat yang menyenangkan; dan tiga keberhasilan kamma pikiran, [295] yang muncul dari kehendak bermanfaat, yang memiliki hasil dan akibat yang menyenangkan.

“Dan bagaimanakah, para bhikkhu, terjadinya tiga keberhasilan kamma jasmani, yang muncul dari kehendak bermanfaat, yang memiliki hasil dan akibat yang menyenangkan?

(1) “Di sini, seseorang, setelah meninggalkan membunuh, menghindari membunuh. Dengan tongkat pemukul dan senjata dikesampingkan, berhati-hati dan penyayang, ia berdiam dengan berbelas-kasih kepada semua makhluk hidup.

(2) “Setelah meninggalkan mengambil apa yang tidak diberikan, ia menghindari mengambil apa yang tidak diberikan. Ia tidak mencuri kekayaan dan harta orang lain di desa atau di dalam hutan.

(3) “Setelah meninggalkan hubungan seksual yang salah, ia menghindari hubungan seksual yang salah. Ia tidak melakukan hubungan seksual dengan perempuan-perempuan yang dilindungi oleh ibu mereka, ayah mereka, ibu dan ayah, saudara, saudari, atau kerabat mereka; yang dilindungi oleh Dhamma mereka; yang memiliki suami; yang pelanggarannya menuntut adanya hukuman; atau bahkan dengan seorang yang telah bertunangan.

“Dengan cara inilah terjadinya tiga keberhasilan kamma jasmani, yang muncul dari kehendak bermanfaat, yang memiliki hasil dan akibat yang menyenangkan.

“Dan bagaimanakah, para bhikkhu, terjadinya empat keberhasilan kamma ucapan, yang muncul dari kehendak bermanfaat, yang memiliki hasil dan akibat yang menyenangkan?

(4) “Di sini, setelah meninggalkan kebohongan, seseorang menghindari kebohongan. Jika ia dipanggil untuk menghadap suatu dewan, menghadap suatu kumpulan, menghadap sanak saudaranya, menghadap serikat kerja, atau menghadap persidangan, dan ditanyai sebagai saksi sebagai berikut: ‘Jadi, tuan, katakanlah apa yang engkau ketahui,’ kemudian, tidak mengetahui, ia mengatakan, ‘aku tidak tahu.’ Atau mengetahui, ia mengatakan, ‘aku tahu’; tidak melihat, ia mengatakan, ‘aku tidak melihat,’ atau melihat, ia mengatakan, ‘aku melihat.’ Demikianlah ia tidak dengan sadar mengucapkan kebohongan demi dirinya sendiri, atau demi orang lain, atau demi hal-hal duniawi yang remeh lainnya.

(5) “Setelah meninggalkan ucapan memecah-belah, ia menghindari ucapan memecah-belah. Setelah medengar sesuatu di sini, ia tidak mengulanginya di tempat lain untuk memecah-belah [orang-orang itu] dari orang-orang ini; atau setelah mendengar sesuatu di tempat lain, ia tidak mengulanginya kepada orang-orang ini untuk memecah-belah [mereka] dari orang-orang itu. Demikianlah ia adalah seorang yang menyatukan mereka yang terpecah-belah, [296] seorang penganjur persatuan, yang menikmati kerukunan, bergembira dalam kerukunan, bersenang dalam kerukunan, seorang pengucap kata-kata yang memajukan kerukunan.

(6) “Setelah meninggalkan ucapan kasar; ia menghindari ucapan kasar; ia mengucapkan kata-kata yang lembut, menyenangkan di telinga, memikat, kata-kata yang masuk ke dalam hati, kata-kata yang sopan yang disukai banyak orang dan menyenangkan banyak orang.

(7) “Setelah meninggalkan gosip, ia menghindari gosip; ia berbicara pada saat yang tepat, mengatakan apa yang sesuai fakta, mengatakan apa yang bermanfaat, berbicara tentang Dhamma dan disiplin; pada waktu yang tepat ia mengucapkan kata-kata yang layak dicatat, logis, singkat, dan bermanfaat.

“Dengan cara inilah terjadinya empat keberhasilan kamma ucapan, yang muncul dari kehendak bermanfaat, yang memiliki hasil dan akibat yang menyenangkan.

“Dan bagaimanakah, para bhikkhu, terjadinya tiga keberhasilan kamma pikiran, yang muncul dari kehendak bermanfaat, yang memiliki hasil dan akibat yang menyenangkan?

(8 ) “Di sini, seseorang tanpa kerinduan. Ia tidak merindukan kekayaan dan harta orang lain sebagai berikut: ‘Oh, semoga apa yang dimiliki orang lain menjadi milikku!’

(9) “Ia berniat baik dan kehendaknya bebas dari  kebencian sebagai berikut: ‘Semoga makhluk-makhluk ini hidup berbahagia, bebas dari permusuhan, kesengsaraan, dan kecemasan!’

(10) “Ia menganut pandangan benar dan memiliki perspektif benar sebagai berikut: ‘Ada yang diberikan, ada yang dikorbankan, ada yang dipersembahkan; ada buah atau akibat dari perbuatan baik dan buruk; ada dunia ini; ada dunia lain; ada ibu, ada ayah; ada makhluk-makhluk yang terlahir kembali secara spontan; ada di dunia ini para petapa dan brahmana yang berperilaku baik dan praktik yang benar yang, setelah merealisasikan dunia ini dan dunia lain untuk diri mereka sendiri dengan pengetahuan langsung, kemudian mengajarkannya kepada orang lain.’

“Dengan cara inilah terjadinya tiga keberhasilan kamma pikiran, yang muncul dari kehendak bermanfaat, yang memiliki hasil dan akibat yang menyenangkan.

“Adalah, para bhikkhu, karena tiga keberhasilan kamma jasmani, yang muncul dari kehendak bermanfaat, maka dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, makhluk-makhluk terlahir kembali di alam tujuan kelahiran yang baik, di alam surga; atau adalah karena empat keberhasilan kamma ucapan, yang muncul dari kehendak bermanfaat, maka dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, makhluk-makhluk terlahir kembali di alam tujuan kelahiran yang baik, di alam surga; atau adalah karena tiga keberhasilan kamma pikiran, yang muncul dari kehendak bermanfaat, maka dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, makhluk-makhluk terlahir kembali di alam tujuan kelahiran yang baik, di alam surga. Seperti halnya dadu, ketika dilemparkan ke atas, akan diam dengan kokoh di mana pun dadu itu jatuh, Demikian pula, adalah karena tiga keberhasilan kamma jasmani … [297] … atau adalah karena empat keberhasilan kamma ucapan … atau adalah karena tiga keberhasilan kamma pikiran, yang muncul dari kehendak bermanfaat, maka dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, makhluk-makhluk terlahir kembali di alam tujuan kelahiran yang baik, di alam surga.

“Para bhikkhu, Aku tidak mengatakan bahwa ada penghentian kamma kehendak yang telah dilakukan dan dikumpulkan selama ia belum mengalami [akibatnya], dan itu mungkin terjadi dalam kehidupan ini, atau dalam kelahiran kembali [berikutnya], atau dalam beberapa kesempatan berikutnya. Tetapi Aku tidak mengatakan bahwa ada mengakhiri penderitaan selama seseorang belum mengalami [akibat dari] kamma kehendak yang telah dilakukan dan dikumpulkan.

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku SEPULUH
« Reply #42 on: 07 October 2013, 07:55:28 PM »
218 (8 ) Kehendak (2) <2184>

“Para bhikkhu, Aku tidak mengatakan bahwa ada penghentian kamma kehendak yang telah dilakukan dan dikumpulkan selama ia belum mengalami [akibatnya], dan itu mungkin terjadi dalam kehidupan ini, atau dalam kelahiran kembali [berikutnya], atau dalam beberapa kesempatan berikutnya. Tetapi Aku tidak mengatakan bahwa ada mengakhiri penderitaan selama seseorang belum mengalami [akibat dari] kamma kehendak yang telah dilakukan dan dikumpulkan.

“Sehubungan dengan hal ini, para bhikkhu, ada tiga kerusakan dan kegagalan kamma jasmani, yang muncul dari kehendak tidak bermanfaat, yang memiliki hasil dan akibat yang menyakitkan; empat kerusakan dan kegagalan kamma ucapan, yang muncul dari kehendak tidak bermanfaat, yang memiliki hasil dan akibat yang menyakitkan; dan tiga kerusakan dan kegagalan kamma pikiran, yang muncul dari kehendak tidak bermanfaat, yang memiliki hasil dan akibat yang menyakitkan.

(1)-(10) “Dan bagaimanakah, para bhikkhu, terjadinya tiga kerusakan dan kegagalan kamma jasmani … empat kerusakan dan kegagalan kamma ucapan … [298] … tiga kerusakan dan kegagalan kamma pikiran? … [seluruhnya seperti pada 10:217] … yang memiliki hasil dan akibat yang menyakitkan.

“Adalah, para bhikkhu, karena tiga kerusakan dan kegagalan kamma jasmani, yang muncul dari kehendak tidak bermanfaat … atau adalah karena empat kerusakan dan kegagalan kamma ucapan, yang muncul dari kehendak tidak bermanfaat … atau adalah karena tiga kerusakan dan kegagalan kamma pikiran, yang muncul dari kehendak tidak bermanfaat, maka dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, makhluk-makhluk terlahir kembali di alam sengsara, di alam tujuan kelahiran yang buruk, di alam rendah, di neraka.

“Para bhikkhu, Aku tidak mengatakan bahwa ada penghentian kamma kehendak yang telah dilakukan dan dikumpulkan selama ia belum mengalami [akibatnya], dan itu mungkin terjadi dalam kehidupan ini, atau dalam kelahiran kembali [berikutnya], atau dalam beberapa kesempatan berikutnya. Tetapi Aku tidak mengatakan bahwa ada mengakhiri penderitaan selama seseorang belum mengalami [akibat dari] kamma kehendak yang telah dilakukan dan dikumpulkan.

“Sehubungan dengan hal ini, para bhikkhu, ada tiga keberhasilan kamma jasmani, yang muncul dari kehendak bermanfaat, yang memiliki hasil dan akibat yang menyenangkan. Ada empat keberhasilan kamma ucapan, yang muncul dari kehendak bermanfaat, yang memiliki hasil dan akibat yang menyenangkan. Ada tiga keberhasilan kamma pikiran, yang muncul dari kehendak bermanfaat, yang memiliki hasil dan akibat yang menyenangkan.

(1)-(10) “Dan bagaimanakah, para bhikkhu, terjadinya tiga keberhasilan kamma jasmani … empat keberhasilan kamma ucapan … [299] … tiga keberhasilan kamma pikiran? … [seluruhnya seperti pada 10:217] … yang memiliki hasil dan akibat yang menyenangkan.

“Adalah, para bhikkhu, karena tiga keberhasilan kamma jasmani …  atau adalah karena empat keberhasilan kamma ucapan … atau adalah karena tiga keberhasilan kamma pikiran, yang muncul dari kehendak bermanfaat, maka dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, makhluk-makhluk terlahir kembali di alam tujuan kelahiran yang baik, di alam surga.

“Para bhikkhu, Aku tidak mengatakan bahwa ada penghentian kamma kehendak yang telah dilakukan dan dikumpulkan selama ia belum mengalami [akibatnya], dan itu mungkin terjadi dalam kehidupan ini, atau dalam kelahiran kembali [berikutnya], atau dalam beberapa kesempatan berikutnya. Tetapi Aku tidak mengatakan bahwa ada mengakhiri penderitaan selama seseorang belum mengalami [akibat dari] kamma kehendak yang telah dilakukan dan dikumpulkan.”

219 (9) Tubuh Yang Dilahirkan dari Perbuatan

“Para bhikkhu, Aku tidak mengatakan bahwa ada penghentian kamma kehendak yang telah dilakukan dan dikumpulkan selama ia belum mengalami [akibatnya], dan itu mungkin terjadi dalam kehidupan ini, atau dalam kelahiran kembali [berikutnya], atau dalam beberapa kesempatan berikutnya. Tetapi Aku tidak mengatakan bahwa ada mengakhiri penderitaan selama seseorang belum mengalami [akibat dari] kamma kehendak yang telah dilakukan dan dikumpulkan.<2185>

“Siswa mulia ini, para bhikkhu, yang hampa dari kerinduan, hampa dari niat buruk, tidak bingung, memahami dengan jernih, senantiasa penuh perhatian, berdiam dengan meliputi satu arah dengan pikiran yang dipenuhi dengan cinta kasih, demikian pula arah ke dua, arah ke tiga, dan arah ke empat. Demikian pula ke atas, ke bawah, ke sekeliling, dan ke segala penjuru, dan kepada semua makhluk seperti kepada diri sendiri, ia berdiam dengan meliputi seluruh dunia dengan pikiran yang dipenuhi dengan cinta kasih, luas, luhur, tidak terukur, tanpa permusuhan, tanpa niat buruk. Ia memahami sebagai berikut: ‘Sebelumnya, pikiranku terbatas dan tidak terkembang, tetapi sekarang pikiranku tidak terukur dan terkembang dengan baik. Tidak ada kamma yang dapat diukur yang masih ada atau menetap di sana.’<2186> [300]

“Bagaimana menurut kalian, para bhikkhu, jika seorang pemuda mengembangkan kebebasan pikiran melalui cinta-kasih sejak kanak-kanak, mungkinkah ia melakukan perbuatan buruk?”<2187>

“Tidak, Bhante.”

“Mungkinkah penderitaan mempengaruhinya jika ia tidak melakukan perbuatan buruk?”

“Tidak, Bhante. Karena dengan alasan apakah penderitaan dapat mempengaruhi seseorang yang tidak melakukan perbuatan buruk?”<2188>

“Seorang perempuan atau seorang laki-laki harus mengembangkan kebebasan pikiran melalui cinta-kasih ini. Seorang perempuan atau seorang laki-laki tidak dapat membawa tubuh ini bersama mereka ketika mereka pergi. Para makhluk tidak abadi memiliki pikiran sebagai inti mereka.<2189>

“[Siswa mulia itu] memahami: ‘Perbuatan buruk apa pun yang telah kulakukan di sini di masa lalu dengan tubuh yang dilahirkan dari perbuatan ini<2190> semuanya harus dialami di sini. Ini tidak akan mengikuti.’<2191> Ketika kebebasan pikiran melalui cinta-kasih telah dikembangkan dengan cara ini, maka ini mengarah pada ketidak-kembalian seorang bhikkhu bijaksana di sini<2192> yang tidak menembus kebebasan yang lebih jauh lagi.<2193>

“Siswa mulia ini, para bhikkhu, yang hampa dari kerinduan, hampa dari niat buruk, tidak bingung, memahami dengan jernih, senantiasa penuh perhatian, berdiam dengan meliputi satu arah dengan pikiran yang dipenuhi dengan belas kasihan … dengan pikiran yang dipenuhi dengan kegembiraan altruistik … dengan pikiran yang dipenuhi dengan keseimbangan, demikian pula arah ke dua, arah ke tiga, dan arah ke empat. Demikian pula ke atas, ke bawah, ke sekeliling, dan ke segala penjuru, dan kepada semua makhluk seperti kepada diri sendiri, ia berdiam dengan meliputi seluruh dunia dengan pikiran yang dipenuhi dengan keseimbangan, luas, luhur, tidak terukur, tanpa permusuhan, tanpa niat buruk. Ia memahami sebagai berikut: ‘Sebelumnya, pikiranku terbatas dan tidak terkembang, tetapi sekarang pikiranku tidak terukur dan terkembang dengan baik. Tidak ada kamma [301] yang dapat diukur yang masih ada atau menetap di sana.’

“Bagaimana menurut kalian, para bhikkhu, jika seorang pemuda mengembangkan kebebasan pikiran melalui keseimbangan sejak kanak-kanak, mungkinkah ia melakukan perbuatan buruk?”

“Tidak, Bhante.”

“Mungkinkah penderitaan mempengaruhinya jika ia tidak melakukan perbuatan buruk?”

“Tidak, Bhante. Karena dengan alasan apakah penderitaan dapat mempengaruhi seseorang yang tidak melakukan perbuatan buruk?”

“Seorang perempuan atau seorang laki-laki harus mengembangkan kebebasan pikiran melalui keseimbangan ini. Seorang perempuan atau seorang laki-laki tidak dapat membawa tubuh ini bersama mereka ketika mereka pergi. Para makhluk tidak abadi memiliki pikiran sebagai inti mereka.

“[Siswa mulia itu] memahami: ‘Perbuatan buruk apa pun yang telah kulakukan di sini di masa lalu dengan tubuh yang dilahirkan dari perbuatan ini semuanya harus dialami di sini. Ini tidak akan mengikuti.’ Ketika kebebasan pikiran melalui keseimbangan telah dikembangkan dengan cara ini, maka ini mengarah pada ketidak-kembalian seorang bhikkhu bijaksana di sini yang tidak menembus kebebasan yang lebih jauh lagi.”

220 (10) Perilaku Yang Bertentangan dengan Dhamma

Seorang brahmana tertentu mendatangi Sang Bhagavā dan saling bertukar sapa dengan Beliau. Ketika mereka telah saling bertukar sapa dan beramah-tamah, ia duduk di satu sisi dan berkata kepada Sang Bhagavā:

“Guru Gotama, mengepakah beberapa makhluk di sini, dengan hancurnya jasmani setelah kematian, terlahir kembali di alam sengsara, di alam tujuan kelahiran yang buruk, di alam rendah, di neraka.

“Adalah, brahmana, karena perilaku yang tidak baik, perilaku yang bertentangan dengan Dhamma, maka beberapa makhluk di sini, dengan hancurnya jasmani setelah kematian, terlahir kembali di alam sengsara, di alam tujuan kelahiran yang buruk, di alam rendah, di neraka.

“Guru Gotama, mengapakah beberapa makhluk di sini, [302] dengan hancurnya jasmani setelah kematian, terlahir kembali di alam tujuan kelahiran yang baik, di alam surga?”

“Adalah, brahmana, karena perilaku yang baik, perilaku yang selaras dengan Dhamma, maka beberapa makhluk di sini, dengan hancurnya jasmani setelah kematian, terlahir kembali di alam tujuan kelahiran yang baik, di alam surga.

“Aku tidak memahami secara terperinci makna dari pernyataan Guru Gotama yang Beliau ucapkan secara ringkas. Sudilah Guru Gotama mengajarkan Dhamma kepadaku sedemikian sehingga aku dapat memahami maknanya secara terperinci.”

“Kalau begitu, barhmana, dengarkan dan perhatikanlah dengan seksama. Aku akan berbicara.”

“Baik, Tuan,” brahmana itu menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

“Brahmana, perilaku yang tidak baik, perilaku yang bertentangan dengan Dhamma, ada tiga melalui jasmani, empat melalui ucapan, dan tiga melalui pikiran.

“Dan bagaimanakah, brahmana, perilaku tidak baik itu, perilaku yang bertentangan dengan Dhamma itu, ada tiga melalui jasmani? … [di sini dan di bawah, penjelasannya seperti pada 10:217] … Dengan cara inilah perilaku tidak baik itu, perilaku yang bertentangan dengan Dhamma itu, ada tiga melalui pikiran.

“Adalah, brahmana, karena perilaku yang tidak baik itu, perilaku yang bertentangan dengan Dhamma itu, maka beberapa makhluk di sini, dengan hancurnya jasmani setelah kematian, terlahir kembali di alam sengsara, di alam tujuan kelahiran yang buruk, di alam rendah, di neraka.

“Dan bagaimanakah, brahmana, perilaku yang baik itu, perilaku yang selaras dengan Dhamma itu, ada tiga melalui jasmani? … [303] … Dengan cara inilah perilaku baik itu, perilaku yang selaras dengan Dhamma itu, ada tiga melalui pikiran.

“Adalah, brahmana, karena perilaku yang baik, perilaku yang selaras dengan Dhamma, maka beberapa makhluk di sini, dengan hancurnya jasmani setelah kematian, terlahir kembali di alam tujuan kelahiran yang baik, di alam surga.”

“Bagus sekali, Guru Gotama! … Sudilah Sang Bhagavā menganggapku sebagai seorang umat awam yang telah berlindung sejak hari ini hingga seumur hidup.”

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku SEPULUH
« Reply #43 on: 07 October 2013, 07:55:50 PM »
II. KEMIRIPAN

221 (1)

“Para bhikkhu, dengan memiliki sepuluh kualitas, seseorang ditempatkan di neraka seolah-olah dibawa ke sana. Apakah sepuluh ini? (1) Ia membunuh, (2) mengambil apa yang tidak diberikan, (3) melakukan hubungan seksual yang salah, (4) berbohong, (5) mengucapkan kata-kata yang memecah-belah, (6) mengucapkan kata-kata kasar, (7) menikmati gosip, (8 ) penuh kerinduan, (9) memiliki pikiran berniat buruk, dan (10) menganut pandangan salah. Dengan memiliki kesepuluh kualitas ini, seseorang ditempatkan di neraka seolah-olah dibawa ke sana. [304]

“Dengan memiliki sepuluh kualitas, seseorang ditempatkan di surga seolah-olah dibawa ke sana. Apakah sepuluh ini? (1) Ia menghindari membunuh, (2) menghindari mengambil apa yang tidak diberikan, (3) menghindari melakukan hubungan seksual yang salah, (4) menghindari berbohong, (5) menghindari mengucapkan kata-kata yang memecah-belah, (6) menghindari mengucapkan kata-kata kasar, (7) menghindari gosip, (8 ) tanpa kerinduan, (9) memiliki pikiran berniat baik, dan (10) menganut pandangan benar. Dengan memiliki sepuluh kualitas ini, seseorang ditempatkan di surga seolah-olah dibawa ke sana.”

222 (2)

“Para bhikkhu, dengan memiliki dua puluh kualitas, seseorang ditempatkan di neraka seolah-olah dibawa ke sana. Apakah sepuluh ini? (1) Ia sendiri membunuh dan (2) mendorong orang lain untuk membunuh … (19) ia sendiri menganut pandangan salah dan (20) mendorong orang lain untuk berpandangan salah. Dengan memiliki  kedua puluh kualitas ini, seseorang ditempatkan di neraka seolah-olah dibawa ke sana.

“Para bhikkhu, dengan memiliki  dua puluh kualitas, seseorang ditempatkan di surga seolah-olah dibawa ke sana. Apakah sepuluh ini? (1) Ia sendiri menghindari membunuh dan (2) mendorong orang lain untuk menghindari membunuh … (19) ia sendiri menganut pandangan benar dan (20) mendorong orang lain untuk berpandangan benar. Dengan memiliki  kedua puluh kualitas ini, seseorang ditempatkan di surga seolah-olah dibawa ke sana.”

223 (3)

“Para bhikkhu, dengan memiliki tiga puluh kualitas, seseorang ditempatkan di neraka seolah-olah dibawa ke sana. Apakah sepuluh ini? (1) Ia sendiri membunuh, (2) mendorong orang lain untuk membunuh, dan (3) menyetujui pembunuhan … (28 ) ia menganut pandangan salah, (29) mendorong orang lain untuk berpandangan salah, dan (30) menyetujui pandangan salah. Dengan memiliki  ketiga puluh kualitas ini, seseorang ditempatkan di neraka seolah-olah dibawa ke sana.

“Para bhikkhu, dengan memiliki empat puluh kualitas, seseorang ditempatkan di surga seolah-olah dibawa ke sana. Apakah empat puluh ini? [306] (1) Ia sendiri menghindari membunuh, (2) mendorong orang lain untuk menghindari membunuh, dan (3) menyetujui tindakan menghindari pembunuhan … (28 ) ia sendiri menganut pandangan benar, (29) mendorong orang lain untuk berpandangan benar, (29, dan (30) menyetujui pandangan benar.  Dengan memiliki  ketiga puluh kualitas ini, seseorang ditempatkan di surga seolah-olah dibawa ke sana.”

224 (4)

“Para bhikkhu, dengan memiliki empat puluh kualitas, seseorang ditempatkan di neraka seolah-olah dibawa ke sana. Apakah empat puluh ini? (1) Ia sendiri membunuh, (2) mendorong orang lain untuk membunuh, (3) menyetujui pembunuhan, dan (4) memuji pembunuhan … (37) ia menganut pandangan salah, (38 ) mendorong orang lain untuk berpandangan salah, (39) menyetujui pandangan salah, dan (40) memuji pandangan salah. Dengan memiliki  keempat puluh kualitas ini, seseorang ditempatkan di neraka seolah-olah dibawa ke sana.

“Dengan memiliki empat puluh kualitas, seseorang ditempatkan di surga seolah-olah dibawa ke sana. Apakah empat puluh ini? (1) Ia sendiri menghindari membunuh, (2) mendorong orang lain untuk menghindari membunuh, (3) menyetujui menghindari pembunuhan, dan (4) memuji menghindari pembunuhan … (37) ia menganut pandangan benar, (38 ) mendorong orang lain untuk berpandangan benar, (39) menyetujui pandangan benar, dan (40) memuji pandangan benar. Dengan memiliki  keempat puluh kualitas ini, seseorang ditempatkan di surga seolah-olah dibawa ke sana.

225 (5)

“Para bhikkhu, dengan memiliki sepuluh puluh kualitas, seseorang mempertahankan dirinya dalam kondisi celaka dan terluka … menjaga dirinya dalam keadaan tidak celaka dan tidak terluka …”

226 (6)-228 (8 ) <2194>

“Para bhikkhu, dengan memiliki dua puluh puluh kualitas … tiga puluh kualitas … empat puluh kualitas, seseorang mempertahankan dirinya dalam kondisi celaka dan terluka … menjaga dirinya dalam keadaan tidak celaka dan tidak terluka …”

229 (9)

“Para bhikkhu, dengan memiliki sepuluh kualitas, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, seseorang di sini terlahir kembali di alam sengsara, di alam tujuan kelahiran yang buruk, di alam rendah, [309] di neraka … seseorang di sini terlahir kembali di alam tujuan kelahiran yang baik, di alam surga.”

230 (10)-232 (12)

“Para bhikkhu, dengan memiliki dua puluh puluh kualitas … tiga puluh kualitas … empat puluh kualitas, seseorang di sini terlahir kembali di alam sengsara, di alam tujuan kelahiran yang buruk, di alam rendah, di neraka … seseorang di sini terlahir kembali di alam tujuan kelahiran yang baik, di alam surga.”

233 (13)

“Para bhikkhu, dengan memiliki sepuluh kualitas, seseorang dapat dipahami sebagai seorang dungu … seseorang dapat dipahami sebagai seorang bijaksana.”

234 (14)-236 (16)

“Para bhikkhu, dengan memiliki dua puluh puluh kualitas … tiga puluh kualitas … empat puluh kualitas, , seseorang dapat dipahami sebagai seorang dungu … seseorang dapat dipahami sebagai seorang bijaksana.”

III. RANGKAIAN PENGULANGAN NAFSU DAN SETERUSNYA<2195>

237 (1) <2196>

“Para bhikkhu, demi pengetahuan langsung pada nafsu, sepuluh hal ini harus dikembangkan. Apakah sepuluh ini? Persepsi ketidak-menarikan, persepsi kematian, persepsi kejijikan pada makanan, persepsi ketidak-senangan pada seluruh dunia, persepsi ketidak-kekalan, persepsi penderitaan dalam apa yang tidak kekal, persepsi bukan-diri dalam apa yang merupakan penderitaan, persepsi meninggalkan, persepsi kebosanan, dan persepsi lenyapnya. Demi pengetahuan langsung pada nafsu, kesepuluh hal ini harus dikembangkan. [310]

238 (2)

“Para bhikkhu, demi pengetahuan langsung pada nafsu, sepuluh hal ini harus dikembangkan. Apakah sepuluh ini? Persepsi ketidak-kekalan, persepsi bukan-diri, persepsi kejijikan pada makanan, persepsi ketidak-senangan pada seluruh dunia, persepsi tulang-belulang, persepsi mayat yang dikerubuti belatung, persepsi mayat yang pucat kelabu, persepsi mayat bernanah, persepsi mayat tercabik, persepsi mayat membengkak. Demi pengetahuan langsung pada nafsu, kesepuluh hal ini harus dikembangkan.<2197>

240 (4)-266(30)

“Para bhikkhu, demi pemahaman penuh pada nafsu … demi kehancuran sepenuhnya … demi meninggalkan … demi hancurnya … demi hilangnya … demi peluruhan … demi lenyapnya … demi terhentinya …<2198> demi terlepasnya nafsu, maka kesepuluh hal ini harus dikembangkan.”

267 (31) – 746 (510)

“Para bhikkhu, demi pengetahuan langsung … demi pemahaman penuh … demi kehancuran total … demi meninggalkan … demi hancurnya … demi hilangnya … demi peluruhan … demi lenyapnya … demi terhentinya … demi terlepasnya kebencian … delusi … kemarahan … permusuhan … sikap merendahkan … sikap kurang ajar … iri … kekikiran … kecurangan … muslihat … kekeras-kepalaan … sifat berapi-api … keangkuhan … kesombongan … kemabukan … kelengahan … maka kesepuluh hal ini harus dikembangkan.”

Ini adalah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā. Dengan gembira, para bhikkhu itu bersenang dalam pernyataan Sang Bhagavā



Buku Kelompok Sepuluh selesai


Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku SEPULUH
« Reply #44 on: 07 October 2013, 07:56:43 PM »
Catatan Kaki


1964 > Iti kho, Ānanda, kusalāni sīlāni anupubbena aggāya parenti. Mp mengemas aggāya sebagai arahattathāya.

1965 > Dhammatā esā. Mp: “Ini adalah sifat dari segala sesuatu, urutan sebab-akibat” (dhammasabhāvo esa kāraṇaniyamo ayaṃ). Intinya, tentu saja, bukanlah bahwa seseorang tidak perlu berkehendak sama sekali, melainkan bahwa menegakkan masing-masing faktor sebelumnya berfungsi sebagai kondisi pendukung yang alami bagi tiap-tiap faktor berikutnya. Dengan demikian usaha yang diperlukan untuk membangkitkan faktor berikutnya jauh lebih kecil daripada yang diperlukan jika kondisi pendukungnya belum ditegakkan.

1966 > Iti kho, bhikkhave, dhammā dhamme abhisandenti, dhammā dhamme paripūrenti apārā pāraṃ gamanāyā. Mp: “Untuk pergi dari pantai sini ke pantai seberang: Untuk pergi dari ‘pantai sini’, lingkaran kehidupan dengan tiga alamnya, menuju ‘pantai seberang,’ nibbāna” (orimatīrabhūtā tebhūmakavaṭṭā nibbānapāraṃ gamanatthāya). Tampaknya inti dalam mengungkapkan hal ini dalam konteks dhammā, yang saya terjemahkan “tahap,” adalah untuk menunjukkan bahwa proses pengembangan ini berkembang sesuai prinsip-prinsip alami karena satu tahap mengondisikan munculnya tahap berikutnya sepanjang perjalanan dari awal sang jalan hingga puncaknya. Dengan demikian rangkaian ini merupakan sebuah versi “positif” dari kemunculan bergantungan. Kita mendapati versi positif ini dalam Upanisā Sutta (SN 12:23, II 29-32). Baca tulisan saya tentang sutta ini, Bodhi 1980.

1967 > Sebuah paralel yang diperluas dari 5:24, 6:50, 7:65, dan 8:81.

1968 > Mp: “Ia tidak akan mengambil tanah sebagai objek dan menyadarinya melalui persepsi ‘tanah’ yang telah muncul.” Tampaknya apa yang sedang dibantah di sini adalah jhāna yang berdasarkan pada kasiṇa tanah. Hal yang sama berlaku di bawah untuk tanah, api, dan udara. Ini ditegaskan oleh empat langkah berikutnya, yang menegasikan keempat landasan tanpa bentuk. Dengan kata lain, konsentrasi ini bukanlah jhāna yang berdasarkan pada kasiṇa atau pencapaian tanpa bentuk.

1969 > Mp mengidentifikasikan ini sebagai konsentrasi pencapaian buah (phalasamāpattisamādhi). Pencapaian ini bukanlah buah yang muncul beberapa momen segera setelah sang jalan, melainkan suatu keadaan meditatif khusus yang hanya dicapai oleh mereka yang telah mencapai satu dari keempat jalan dan buahnya masing-masing. Pencapaian ini, seperti ditunjukkan dalam sutta ini, tidak menggunakan objek meditasi duniawi dan terkondisi sebagai pendukungnya; pendukungnya adalah nibbāna yang tidak terkondisi. Komentar berpendapat bahwa pencapaian ini diperingkat dalam empat menurut keempat tingkat realisasi (dari memasuki-arus hingga Kearahattaan).

1970 > Bhavanirodho nibbānaṃ bhavanirodhaṃ nibbānaṃ. Mp memparafrasakannya sebagai berikut: “‘Pada saat itu, teman, aku sadar melalui persepsi pencapaian buah.’ Pengetahuan peninjauan kembali (paccavekkhaṇā) dibahas untuk menunjukkan bahwa pencapaian ini disertai dengan pikiran.” Dengan kata lain, karena ada persepsi, maka ini bukanlah “lenyapnya persepsi dan perasaan” (saññāvedayitanirodha).

1971 > Sebuah paralel yang diperluas berdasarkan pada 8:71. baca juga paralel sebagian pada 9:4.

1972 > Sebuah paralel yang diperluas berdasarkan pada 8:72.

1973 > Ini adalah Sepuluh campuran. Kelompok lima pertama terdapat dalam 5:53.

1974 > Sepuluh campuran lainnya lagi.

1975 > Sutta campuran dengan paralel-sebagian pada 5:205-6 dan 9:71-72.

1976 > Mungkin, seperti Be, kita seharusnya membaca susamucchinnā di sini. Tetapi saya mengikuti Ce dan Ee, yang hanya menuliskan samucchinā di sini, walaupun susamucchinnā di bawah.

1977 > Seperti pada 4:34. Rangkaian perumpamaan ini muncul pada SN 45:139-47, V 41-45, dengan perumpamaan kain dalam perumpamaan ke sepuluh.

1978 > Sebuah paralel yang diperluas dari 9:10.

1979 > Nāthaparaṇā dhammā. Mp: “Semua itu berfungsi sebagai pelindung bagi diri sendiri, yang berarti bahwa hal-hal itu bertindak sebagai pendukung” (attano sanāthabhāvakarā patiṭṭhākarā attho).

1980 > Mp tentang piyasamudāhāro: “Ia mendengarkan dengan seksama ketika orang lain sedang mengajar, dan ia sendiri berkeinginan untuk mengajar orang lain.” Saya memahami abhidhamme dan abhivinaye hanya dalam makna perujukan, seperti dijelaskan dalam catatan 1086. Akan tetapi, Mp membedakan antara dhamma sbagai Sutta Piṭaka dan abhidhamma sebagai tujuh kitab (dari Abhidhamma Piṭaka), dan vinaya sebagai dua Suttavibhanga dan abhivinaye sebagai Khandhaka dan Parivāra. Penjelasan ini mengasumsikan keberadaan teks yang kemungkinan besar baru disusun beberapa generasi setelah wafatnya Sang Buddha.

1981 > Teks menggunakan bentuk kata kerja masa lampau, masa sekarang, dan masa depan pada kata āvasati, “berdiam.”  Karena terjemahan literal akan menjadi janggal, maka saya telah menerjemahkan frasa ini sesuai maknanya.

1982 > Seperti pada 6:1

1983 > Dari sini dan seterusnya teks adalah paralel yang diperluas dari 6:64. baca 6:64 untuk catatan tentang kekuatan pertama, ke dua, dan ke tujuh di sini. Kesepuluh kekuatan Tathāgata juga terdapat pada MN 12.9-20, I 69-71 dan dianalisa secara terperinci pada Vibh 336-44 (Be §§809-31).

1984 > sabbatthagāminiṃ paṭipadaṃ yathābhūtaṃ ñāṇaṃ. Vibh 339 (Be §811) mengidentifikasikan ini sebagai pengetahuan Sang Buddha pada jalan-jalan yang menuju neraka, alam binatang, alam hantu, alam manusia, alam deva, dan nibbāna. Baca MN 12.37-43, I 74-77.

1985 > Anekadhātunānādhātulokaṃ yathābhūtaṃ ñāṇaṃ. Vibh 339 (Be §812) mendefinisikan ini sebagai pengetahuan Sang Buddha pada keberagaman kelompok-kelompok unsur kehidupan, landasan-landasan indria, dan elemen-elemen.

1986 > Suttānaṃ ñāṇādhimuttikataṃ yathābhūtaṃ ñāṇaṃ. Vibh 339 (§813) menjelaskan ini sebagai pengetahuan Sang Buddha atas makhluk-makhluk sebagai memiliki watak rendah atau tinggi, dan pemahaman Beliau atas begaimana mereka yang berwatak serupa dapat bertemu dan berkumpul.

1987 > Parasattānaṃ parapuggalānaṃ indriyaparopariyattaṃ yathābhūtaṃ ñāṇaṃ. Vibh 340-42 (§§814-27) menjelaskan ini sebagai pengetahuan Sang Buddha atas kondisi keberagaman kecondongan, kecenderungan tersembunyi, temperamen, watak, kecerdasan, indria, karakter, kemampuan penerimaan, dan potensi makhluk-makhluk. Istilah-istilah ini semuanya dijelaskan secara tetrperinci. Mp lebih ringkas, mendefinisikannya hanya sebagai pengetahuan Sang Buddha atas apakah indria (keyakinan, dan seterusnya) makhluk-makhluk bertambah atau berkurang.

1988 > Mp: “Hal-hal (ye te dhammā): pengetahuan sepuluh kekuatan, [atau] hal-hal yang berhubungan dengan pengetahuan kemaha-tahuan. Prinsip-prinsip doktrin (adhicuttipadānaṃ): prinsip-prinsip sebutan; ini berarti hal-hal seperti kelompok-kelompok unsur kehidupan, landasan-landasan indria, dan elemen-elemen, yang merupakan landasan bagi prinsip-prinsip ajaran.”

1989 > Etadānuttariyaṃ, Ānanda, ñāṇānaṃ yadidaṃ tattha tattha yathā bhūtañāṇaṃ. Mp: “Pengetahuan berbagai fenomena menurut sifat dasarnya; dengan ini Beliau menunjukkan pengetahuan kemaha-tahuan” (tesu tesu dhammesu yathāsabhāvaññāṇaṃ; iminā sabbaññutaññāṇaṃ dasseti).

1990 > Ce dan Ee membaca paññāya disvā disvā. Be tidak mengulang disvā, tetapi Mp (Be) tampaknya mendukung tulisan Ce dan Ee dengan kemasannya: sahavipassanāya maggapaññāya passitvā passitvā pahātabbā (“Harus ditinggalkan setelah berulang-ulang melihatnya dengan kebijaksanaan sang jalan bersama dengan kebijaksanaan pandangan terang”).

1991 > Pāpikā issā. Sulit untuk menjelaskan kata sifat pāpika, karena tidak ada contoh dalam teks untuk jenis iri yang baik.

1992 > Abhibhuyya iriyati, dikemas oleh Mp sebagai vattati.

1993 > Mp mengatakan bahwa klaim atas pengetahuan, pengembangan, dan atas pengetahuan dan pengembangan, dalam ketiga bagian, semuanya adalah klaim Kearahattaan.

1994 > Abhibhuyya tiṭṭhati. Ini tampaknya tidak berbeda dalam makna dengan abhibhuyya iriyati yang digunakan dalam sutta sebelumnya.

1995 > Kasiṇāyatanāni. Kasiṇa adalah lempengan yang mewakili elemen atau warna yang digunakan sebagai objek dalam meditasi samādhi. Misalnya, kasiṇa tanah adalah sebuah piringan yang diisi dengan tanah liat berwarna coklat kemerahan. Walaupun si meditator memulainya dengan piringan fisik, tetapi ketika ia dapat melihat kasiṇa dengan jelas melalui mata pikirannya, ia menyingkirkan piringan fisik itu and berfokus hanya pada gambaran pikiran. Ketika konsentrasi semakin mendalam, gambaran lain yang disebut “gambaran pendamping” (paṭibhāganimitta) muncul sebagai pengikat perhatian. Vism bab 4 dan 5 memberikan penjelasan terperinci tentang kasiṇa-kasiṇa. dalam sistem Vism, kasiṇa ruang (yang awalnya adalah landasan ruang tanpa batas) digantikan dengan kasiṇa ruang-terbatas, dan kasiṇa kesadaran diganti dengan kasiṇa cahaya.

1996 > “Tidak mendua” (advaya) di sini hanya merujuk pada presentasi objek dan bukan pada kesatuan ontologis yang mendasari. Mp menjelaskan: ‘Ini dikatakan karena satu [kasiṇa] tidak memerlukan kualitas dari yang lainnya. Seperti halnya, ketika seseorang masuk ke air, maka hanya ada air dan tidak ada hal lainnya di segala penjuru, demikian pula, kasiṇa tanah adalah hanya kasiṇa tanah. Tidak tercampur dengan kasiṇa lainnya. Metode yang sama berlaku untuk bagian lainnya.” Tentang appamāṇa, “tanpa batas,” Mp mengatakan: “Ini dinyatakan melalui melingkupi tanpa batas dari [objek] ini atau itu. Karena melingkupinya dengan pikiran, seseorang melingkupi secara menyeluruh; ia tidak menggenggam batasannya, dengan berpikir: ‘Ini adalah awalnya, ini adalah pertengahannya.’”

1997 > Pada 1:267 Kāḷi disebut “yang terunggul di antara mereka yang berkeyakinan dengan berdasarkan pada kabar angin.” Jelas ia tidak pernah bertemu Sang Buddha tetapi berdasarkan pada kepercayaannya pada Beliau menurut apa yang ia dengarkan dari orang lain.

1998 > SN 4:25, I 126,15-18. “Para perawan” adalah para putri Māra, yang mencoba menggoda Sang Buddha setelah pencerahan Beliau. Pertanyaan di sini khususnya berasal dari putri Taṇhā, “Ketagihan.”

1999 > Ce dan Ee: atthābhinibbattesuṃ. Be: attho ti abhinibbatesuṃ. Mp: “Mereka membangkitkannya, berpikir bahwa pencapaian kasiṇa tanah adalah yang tertinggi, menganggapnya sebagai tujuan tertinggi.”

2000 > Ce dan Ee ādimaddasa; Be assādamaddasa. Tulisan Ce dan Ee di sini tidak biasanya. Triad yang umum adalah kepuasan, bahaya, dan jalan membebaskan diri (assāda, ādinava, nissaraṇa) yang kita temukan di sini dalam Be. Paralel China SĀ 549 (T II 143a2-b17) memeriksa kedua alternatif. Walaupun SĀ 549 berbeda daalm beberapa aspek, daftar pandangan terang sehubungan dengan kasiṇa menuliskan: [Ia] melihat asal-mulanya, melihat bahayanya, melihat lenyapnya, melihat jalan menuju lenyapnya” (見其本。見患。見滅。見滅道跡。): karakter China 本 bersesuaian dengan Pāli ādi, bukan dengan assāda, dengan demikian mendukung Ce dan Ee berbeda dengan Be, yang mungkin telah menormalkan tulisan itu. Tulisan Ce dan Be dari Mp berbeda untuk kata yang sama.

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku SEPULUH
« Reply #45 on: 07 October 2013, 07:57:07 PM »
2001 > Sabbaṃ dhammaṃ. Saya memahami bentuk tunggal ini sebagai mendukung bentuk jamak sabbe dhamme..

2002 >Ce dan Ee sabbaṃ dhammaṃ abhiññāya abhiññāya. Be tidak mencantumkan pengulangan.

2003 > Terlepas dari bentuk tata bahasa dari kalimat-kalimat ini, saya yakin bahwa terjemahan ini lebih tepat daripada terjemahan literal, “Satu pertanyaan, satu pernyataan ringkas, satu penjelasan.” “Dua” dan angka yang lebih tiggi tidak menyebutkan “dua pertanyaan, dan seterusnya,” “tiga pertanyaan, dan seterusnya,” dan seterusnya, melainkan sebuah pertanyaan tentang dua hal, sebuah pertanyaan tentang tiga hal, dan seterusnya.

2004 > Paralel China pada EĀ 46.8 (T II 778b17) memberikan beberapa poin menarik atas perbedaan. Versi Pāli lebih meyakinkan sehubungan dengan beberapa hal tertentu,, khususnya pada bagian empat, lima, enam, dan sepuluh; di sini EĀ 46.8 menuliskan empat kebenaran mulia, lima indria spiritual, enam prinsip kerukunan komunal, dan sepuluh jenis perhatian (enam pengingatan, perhatian pada jasmani, kematian, pernfasan, dan kedamaian). EĀ 46.8 memberikan penjelasan pada hal-hal dalam tiap kelompok yang mengembalikan perhatian kita pada apa yang hilang dalam versi Pāli. Sementara versi Pāli menyebutkan tiga kategori untuk tiap-tiap nomor – pertanyaan (pañha), pernyataan ringkas (uddesa), dan penjelasan (veyyākaraṇa) – sutta hanya memberikan dua, pertanyaan dan pernyataan ringkas, tetapi tanpa penjelasan. Bagian Kumārapañha dari Khuddakapātha (§4) menggandakan sebagian daftar ini, tetapi karena Kumārapañha hanya menyebutkan hal-hal yang harus diingat, tanpa merujuk pada kekecewaan dan kebosanan, maka memasukkan kelompok positif: empat kebenaran mulia, tujuh faktor pencerahan, jalan mulia berunsur delapan, dan sepuluh faktor seorang Arahant.

2005 > Sabbe satta āhāraṭṭhitikā.

2006 > Perasaan menyenangkan, perasaan menyakitkan, dan perasaan yang bukan menyakitkan juga bukan menyenangkan.

2007 > Makanan yang dapat dimakan, kontak, kehendak pikiran, dan kesadaran. Ini disebut makanan (āhāra) dalam makna bahwa hal-hal itu mempertahankan kelangsungan kehidupan.

2008 > Baca 7:44.

2009 > Baca 8:6.

2010 > Baca 9:24.

2011 > Saya mengikuti Be dan Ee dasasu akusalesu kammapathesu, bukan seperti Ce dasasu akusalesu dhammesu. Ce menuliskan dasasu kusalesu kammapathesu pada 10:28 §10.

2012 > Bhikkhunī Kajaṅgalikā. Sulit untuk menentukan apakah ini adalah nama yang benar atau sebuah sebutan melalui tempat asalnya. Akan tetapi, jika itu adalah nama yang benar maka teks mungkin akan menuliskannya Kajaṅgalikā nāma bhikkhunī.

2013 > Ketika ia membicarakan tentang empat penegakan perhatian – dan di bawah tentang lima indria, enam elemen membebaskan diri, jalan mulia berunsur delapan, dan sepuluh perbuatan bermanfaat – formulanya berubah. Bukannya mengatakan, “sepenuhnya kecewa dengan … sepenuhnya bosan padanya, sepenuhnya terbebaskan darinya” (sammā nibbindamāno sammā virajjamāno samma vimuccamāno), ia mengatakan: “memiliki pikiran yang sepenuhnya terkembang dengan baik dalam” (sammā subhāvitacitto).

2014 > Edisi Pāli meringkas teks demikian.

2015 > Baca 6:13.

2016 > Kosmologi ini juga terdapat pada 3:80.

2017 > Yebhuyyena sattā ābhassarasaṃvattanikā bhavanti. Ini tampaknya berarti bahwa mereka terlahir kembali di antara para deva ābhassara, alam tertinggi yang bersesuaian dengan jhāna ke dua. Alam ini tetap bertahan sementara semua alam yang di bawahnya mengalami kehancuran.

2018 > Seperti di atas pada 10:25.

2019 > Seperti pada 8:65.

2020 > Seperti pada 4:161-62.

2021 > Mp tidak berkomentar, tetapi saya mengasumsikan bahwa keempat persepsi ini adalah persepsi alam-indria, persepsi dalam keempat jhāna, persepsi dalam dua pertama pencapaian tanpa bentuk, dan persepsi dalam landasan kekosongan.

2022 > Baca pp.1780-82, catatan 1532.

2023 > Yā cāyaṃ bhave appaṭikulyatā, sā c’assa na bhavissati, yā cāyaṃ bhavanirodho paṭikulyatā, sā c’assa na bhavissati. Intinya tampaknya adalah bahwa karena pandangan pemusnahan muncul dari penolakan pada kelangsungan penjelmaan personal, maka penganut pemusnahan menyambut lenyapnya penjelmaan, walaupun dari sudut pandang Sang Buddha pandangan pemusnahan ini keliru terlalu jauh dalam menginterpretasikan lenyapnya itu sebagai pemusnahan diri atau eksistensi orang yang sesungguhnya. Baca It §49, 43-44.

2024 > Paramatthavisuddhim paññāpenti. Mp: “Ini adalah sebutan bagi landasan bukan persepsi juga bukan bukan-persepsi. Karena landasan kekosongan adalah yang tertinggi sebagai landasan bagi pandangan terang, tetapi landasan bukan persepsi juga bukan bukan-persepsi adalah yang tertinggi dalam hal umur kehidupan terpanjang.”

2025 > Paramadiṭṭhadhammaṃ nibbānaṃ paññāpenti. Baca DN 1.3.19-25, I 36-38, di mana lima pandangan “nibbāna tertinggi dalam kehidupan ini” dikupas. Pandangan-pandangan ini menganggap bahwa nibbāna tertinggi adalah kenikmatan tanpa batas pada kelima jenis kenikmatan indria atau masing-masing dari keempat jhāna (secara sendiri-sendiri). Sang Buddha di sini membantah hal ini dengan menyatakan bahwa nibbāna tertinggi dicapai melalui pemahaman penuh pada enam landasan bagi kontak. Hal yang sama disebutkand alam DN 1.3.71, I 45, 17-20.

2026 > Mp mengemas “pemahaman penuh” (pariññā) di sini dengan yang melampaui (samatikkama). Pemahaman penuh (atau yang melampaui) kenikmatan indria terjadi melalui jhāna pertama; pemahaman penuh pada bentuk, melalui pencapaian meditasi tanpa bentuk; dan pemahaman penuh pada perasaan-perasaan, melalui pencapaian nibbāna, di mana semua perasaan ditenangkan.

2027 > Mp menjelaskan latar belakang historis: Ketika Raja Kosala Yang Agung (ayah Pasenadi) menyerahkan putrinya untuk menikah dengan Bimbisāra (raja Magadha), ia memberikan kepada putrinya desa Kāsi (terletak antara kedua kerajaan) sebagai hadiah pernikahan. Beberapa tahun kemudian, setelah Ajātasattu membunuh ayahnya, Bimbisāra, ibunya meninggal dunia karena sedih. Pasenadi memutuskan: “Karena Ajātasattu membunuh orangtuanya, maka desa itu kembali menjadi milik ayahku.” Ajātasattu juga berpikir: “Desa itu milik ibuku.” Keduanya, paman dan keponakan, berperang memperebutkan Kāsi. Pasenadi dikalahkan dua kali oleh Ajātasattu dan terpaksa melarikan diri dari peperangan, tetapi pada peperangan ke tiga ia menangkap Ajātasattu. Ini adalah tujuan yang dimaksudkan dalam frasa “tujuannya telah tercapai” (laddhādhippāyo).

2028 > Pada MN II 120,1-4 Raja Pasenadi melakukan penghormatan serupa kepada Sang Buddha dan memberikan sepuluh alasan dalam menunjukkan penghormatan dan cinta tertinggi kepada Sang Buddha. Akan tetapi, masih-masing alasan itu berbeda dengan yang di sini.

2029 > Bahuno janassa ariye patiṭṭhāpitā yadidaṃ kalyāṇadhammatāya kusaladhammatāya. Mp mengemas “dalam metode mulia” sebagai “dalam jalan bersama dengan pandangan terang” (sahavipassanake magge). Saya mengikuti PED dalam memperlakukan patiṭṭhāpitā sebagai kata benda pelaku dalam bentuk tunggal nominatif.

2030 > Walaupun sikkhāpadaṃ berbentuk tunggal, namun saya memahami pernyataan di sini merujuk pada keseluruhan batang tubuh aturan-aturan latihan dan dengan demikian saya menerjemahkannya dalam bentuk jamak. Dalam Vinaya Piṭaka, pernyataan ini muncul sehubungan deengan penetapan pārājika pertama dan oleh karena itu bentuk tunggal di sini sudah benar; baca Vin III 21,15-23.

2031 > Ee secara keliru menggabungkan sutta ini dengan sutta sebelumnya, dengan demikian mengurangi satu dari jumlah sutta. Pada Vin II 240-47 “menskors Pātimokkha” (pātimokkhaṭṭhapana) merujuk pada membatalkan hal seseorang untuk mengikuti pelafalan Pātimokkha pada hari uposatha. Tampaknya bagi saya bahwa sutta “menskors Pātimokkha” ini termasuk keduanya yaitu membatalkan pelafalan Pātimokkha bagi bhikkhu tertentu dan menunda pelafalan Pātimokkha hingga kondisi penghalang dilenyapkan. Baca Thānissaro 2007b: 270-71, untuk pembahasan kelompok kondisi pertama yang karenanya pelafalan Pātimokkha dibatalkan.

2032 > Pārajikakathā vippakatā hoti. Mp: “Pembicaraan seperti berikut, ‘Apakah orang itu melakukan pārājika atau tidak ?’ telah dimulai dan belum selesai (‘asukapuggalo pārājikaṃ āpanno nu kho no’ ti evaṃ kathā ārabhitvā aniṭṭhāpitā hoti).” Perhatikan bahwa paragraf ini mendukung terjemahan dari pertanyaan umum yang ditanyakan oleh Sang Buddha ketika para bhikkhu sedang terlibat dalam suatu percakapan – kā ca pana vo antarākathā vippakatā? – sebagai: “Apakah pembicaraan kalian yang sedang berlangsung? “ alternatif yang umum – “Apakah pembicaraan kalian yang terhenti?” dan “Apakah pembicaraan kalian yang belum selesai?” – tidak tepat dalam konteks ini, dan berlawanan dengan komentar, yang secara konsisten mengemas vippakatā sebagai bermakna “belum berakhir, belum selesai” (apariniṭṭhitā sikhaṃ appattā pada Sv I 49,27-28, PS II 169, 15-16; pariyantaṃ na gatā pada Ps III 26,1-4; apariyositā pada Ud-a 104,26-30).

2033 > Kata paṇḍaka memiliki makna yang lebih luas daripada “orang kasim” seperti yang biasanya dipahami. Sp V 1016,1-9 menjelaskan lima jenis paṇḍaka. Di antaranya, dua yang paling relevan di sini adalah laki-laki yang dikebiri (opakkamikapaṇdaka) dan orang yang terlahir dengan jenis kelamin yang tidak dapat ditentukan (napuṃsakapaṇḍaka). Sebuah paralel dari perbedaan ini dapat ditemukan pada Matius 19:12 (Versi Bahasa Inggris Standard): “Karena ada orang kasim sejak lahir, dan ada orang kasim yang dibuat menjadi kasim demi kerajaan surga.” (yang pertama bersesuaian dengan napuṃsaka, dan yang ke dua bersesuaian dengan opakkamika, dan yang ke tiga mungkin bersesuaian dengan mereka yang memilih hidup selibat (atau mengebiri diri mereka sendiri) demi alasan religius.

2034 > Implikasi dari bhikkhunidūsaka tidak dijelaskan dalam teks kanon itu sendiri. Akan tetapi, Vinayavinicchaya-ṭīkā I 121 (edisi VRI; Be §322) mendefinisikan istilah ini dalam suatu cara yang berlaku pada seorang bhikkhu yang melakukan hubungan seksual dalam bentuk apa pun dengan seorang bhikkhunī: “Seseorang dikatakan sebagai bhikkhunidūsaka ketika ia telah mengotori seorang bhikkhunī yang baik dengan melakukan hubungan seksual dengannya” (dūsako ti pakatattāya bhikkhuniyā methunaṃ paṭisevitvā tassā dūsitattā bhikkhuniṃ dūsetīti “bhikkhunidūsako”ti vutto ca). Dengan demikian istilah ini tidak harus berarti memperkosa dan “penggoda bhikkhunī” adalah terjemahan yang cocok.

2035 > Ubbāhikā. DOP mendefinisikan sebagai “rujukan (dari sebuah perselisihan) pada sebuah komite yang terdiri dari para bhikkhu pilihan.” Mp: “Pengambilan keputusan berarti memilih dari Saṅgha untuk menyelesaikan persoalan disiplin yang telah muncul” (sampatta-adhikaraṇaṃ vūpasametuṃ saṅghato ubbāhitvā uddharitvā gahaṇatthāya). Prosedur ini dijelaskan secara terperinci pada Vin II 95,25-97,16.

2036 > Mp: “Empat jenis persoalan disiplin.” Empat itu adalah perselisihan, tuduhan, pelanggaran, dan pemeriksaan (vivādādhikaraṇa, anuvādādhikaraṇa, āpattādhikaranā, kiccādikaraṇa). Baca MN 104.12-20, II 247-50.

2037 > Mp mendefinisikan ini sebagai tujuh cara menyelesaikan persoalan disiplin (satta adhikaraṇasamathā).

2038 > Ee menggabungkan sutta ini dengan sutta sebelumnya, sehingga dimulai dari sini dan seterusnya penomoran saya lebih dari dari Ee.

2039 > Ee memperlakukan ini sebagai akhir sutta dan kalimat berikutnya sebagai awal dari sutta terpisah, yang dinomori 38. Dengan demikian penomoran Ee menyusul satu dari ketinggalan dua sutta sebelumnya.

2040 > Kappaṭṭhiyaṃ kibbisaṃ pasavati. Mp mengemas kibbisaṃ sebagai pāpaṃ dan mengatakan bahwa pertanyaan berhubungan dengan penyebab keberdiaman di neraka selama āyukappa, “kappa kehidupan.” Penjelasan kata kappa demikian tidak ditemukan dalam Nikāya dan tampaknya adalah inovasi komentar. Baca p.1811, catatan 1786.

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku SEPULUH
« Reply #46 on: 07 October 2013, 07:57:31 PM »
2041 > Seperti di atas, Ee memperlakukan ini sebagai akhir dari sutta dan kalimat berikutnya sebagai awal dari sutta terpisah, yang dinomori 40. Dengan demikian penomoran Ee sekarang sama dengan edisi lainnya.

2042 > Saya menambahkan kata “saling” dengan berdasarkan pada kemasan Mp: aññamaññassa saṅgahānuggaho.

2043 > Untuk penjelasan atas istilah-istilah ini, baca p.1602, catatan 66.

2044 > Sutta ini menggabungkan dua kelompok lima dan dengan demikian dapat dianggap sebagai sepuluh campuran.

2045 > Ce guyhavantā harus dikoreksi menjadi guyhamantā, seperti pada Be dan Ee. Di sini guyhamantā hampir dipastikan bermakna “musyawarah-musyawarah rahasia,” bukan “mantra-mantra rahasia.”

2046 > Mp mengemas pattheti sebagai māretuṃ icchati, “ingin membunuh.” Saya tidak melihat bagaimana suatu keinginan untuk membunuh dapat diturunkan dari Pāli dan dengan demikian saya lebih suka menganggap pattheti dalam makna biasanya, sebagai hanya “berkeinginan, merindukan.” Dugaan saya sehubungan dengan relevansinya di sini adalah bahwa seseorang yang menjadi ayah dari seorang putra melalui salah seorang selir ingin menemui putranya, dan putra seorang selir yang mengetahui bahwa ia berayahkan seseoang yang bukan sang raja ingin bertemu dengan ayahnya yang sebenarnya, dan raja mencurigai bahwa bhikkhu itu menjadi perantara.

2047 > Ce dan Be membaca hatthisamaddaṃ; Ee menuliskan hatthisammadaṃ dalam teks, tetapi -sammaddaṃ dan -sambādiṃ sebagai tulisan alternatif. Mp (Be) membaca hatthisambādhaṃ, dipecah menjadi hatthīhi sambādhaṃ (“ramai oleh gajah-gajah”). Mp (Ce) menerima tulisan ini juga, walaupun teksnya tampaknya rusak. Kedua edisi Mp mengenali alternatif hatthisammaddaṃ.

2048 > Delapan faktor adalah delapan aturan uposatha, tentang ini baca 8:41.

2049 > Ce dan Ee berhenti pada lima puluh kahāpaṇa, tetapi Be menambahkan seratus kahāpaṇa. Kahāpaṇa adalah mata uang utama pada masa itu.

2050 > Lit., “seratus kali seratus tahun” (satampi vassasatāni).

2051 > Lit., “seratus kali seratus ribu tahun” (satampi vassasatasahassāni).

2052 > Karena makna ganda dari kata kamma (bermakna “perbuatan” dan “potensi akibat yang dihasilkan oleh suatu perbuatan”), pertanyaan dan jawaban juga harus diformulasikan dalam hal “perbuatan buruk.” Hal yang sama berlaku untuk kamma baik.

2053 > Vevaṇṇiy’amhi ajjhupagato. Empat kasta utama dalam masyarakat India pada masa Sang Buddha dirujuk sebagai vaṇṇa, lit., “warna,” dan dengan demikian bentuk turunan, vivaṇṇa, berarti “tanpa kasta.” Vevaṇṇiya adalah kata benda abstrak, “ketanpa-kastaan,” yang menyiratkan bahwa mereka yang telah meninggalkan keduniawian melepaskan status mereka sebelumnya sebagai brahmana, khattiya, vessa, sudda, atau kasta buangan, dan menjadi dikenal hanya sebagai para petapa yang mngikuti putra Sakya (baca 8:19 §4). Pada masa komentar makna sebenarnya tampaknya telah terlupakan, dan dengan demikian Mp menganggap kata ini bermakna “polos” atau “tanpa hiasan”: “Vevaṇṇiya ada dua jenis: sehubungan dengan tubuh dan sehubungan dengan benda-benda yang digunakan. Vevaṇṇiya sehubungan dengan tubuh berarti mencukur rambut dan janggut. Vevaṇṇiya sehubungan dengan benda-benda yang digunakan berarti mengenakan jubah jingga yang terbuat dari potongan-potongan kain yang dijahit; memakan makanan yang dicampur menjadi satu menggunakan air dalam mangkuk besi atau tanah; tidur di bawah pohon, dan sebagainya, dan berbaring di atas alas yang terbuat dari buluh dan rumput, dan sebagainya; duduk di atas sehelai kain atau kulit, dan sebagainya; dan menggunakan air kencing sapi yang difermentasikan, dan sebagainya, sebagai obat. Ketika seseorang merefleksikan demikian, kemarahan dan keangkuhan ditinggalkan.

2054 > Parapaṭibaddhā me jīvikā. Kaum monastik tidak bekerja pada pekerjaan-pekerjaan bayaran untuk mencari uang yang dengannya mereka membeli benda-benda kebutuhan melainkan menerima semua materi-materi penyokong mereka – jubah, makanan, tempat tinggal, dan obat-obatan – sebagai persembahan dari komunitas awam. Seseorang tidak menggunakan keempat benda kebutuhan ini tanpa merefleksikannya.

2055 > Añño me ākappo karaṇīyo. Mp: “Orang-orang awam berjalan dengan menggembungkan dada mereka, mengangkat kepala mereka tinggi-tinggi, dalam sikap bangga, dengan langkah yang tidak teratur. Tetapi sikapku harus berbeda, aku harus berjalan dengan organ-organ indria yang tenang, dengan pikiran yang tenang, dengan langkah yang perlahan dan teratur.

2056 > Di sini dan refleksi berikutnya makna yang dimaksudkan tersampaikan dengan lebih jelas dalam Bahasa Inggris jika na tidak diterjemahkan.

2057 > Ini dan refleksi berikutnya terdapat pada 5:57.

2058 > Ponobhaviko bhavasaṅkhāro. Mp: “Kamma yang menciptakan penjelmaan, produksi aktif pada penjelmaan baru” (ponobbhaviko ti punabbhavanibbattako, bhavasaṅkhāro ti bhavasaṅkharaṇakammaṃ[/i]). Diduga ini dikatakan hidup melalui jasmani karena jasmani adalah alat untuk membentuk dan mengekspresikan kehendak.

2059 > Formula ini sama dengan formula pada 6:12, walaupun isinya berbeda. Sepuluh prinsip ini sama dengan “sepuluh kualitas yang berfungsi sebagai pelindung” pada 10:18.

2060 > Ce paripuṇṇaṃ harus dikoreksi menjadi parisuddhaṃ seperti pada Be dan Ee. Ce membaca parisuddhaṃ dalam paragraf paralel yang muncul pada sutta berikutnya dalam bab ini, jadi jelas bahwa paripuṇṇaṃ adalah kesalahan penulisan.

2061 > Sebuah paralel China, MĀ 110 (T I 598c21-599b7), sedikit berbeda dari Pāli dalam daftar kekotoran dan lawannya yang bermanfaat. Paralel ini memasukkan ketiadaan keyakinan dan keyakinan, berpikiran-kacau dan perhatian, dan kedunguan dan kebijaksanaan. Keyakinan, perhatian, dan kebijaksanaan – bersama dengan kegigihan dan konsentrasi (tumpang tindih dengan daftar Pāli) – merupakan lima indria spiritual, yang dianggap sebagai tidak ada atau ada.

2062 > Saya menggunakan “kemunduran” untuk menerjemahkan parihāni dan “kemerosotan” untuk menerjemahkan hāni. Keduanya sebenarnya bersinonim.

2063 > Pemeriksaan-diri berikut ini meniru 4:93.

2064 > Bagian sutta ini meniru 9:6, tetapi pergaulan dengan orang-orang ditempatkan pada urutan terakhir dan tidak diperlakukan secara terperinci.

2065 > Paragraf serupa terdapat pada 6:51. Dalam sutta yang sekarang ini, Be dan Ee membaca hal ke dua sebagai sammosaṃ gacchanti, lit. “melupakan,” yang tampaknya lebih disukai daripada Ce sammohaṃ gacchanti, “terdelusi.” Dalam 6:51 seluruh tiga edisi membaca sammosaṃ gacchanti, yang didukung oleh kemasan Mp: vināsaṃ na gacchanti (“mereka tidak tersesat”). Di sini dan di bawah, di mana Ce dan Ee membaca pubbe cetaso samphuṭṭhapubbā, Be menuliskan bentuk negatif pubbe cetaso asamphuṭṭhapubbā, “yang dengannya ia sebelumnya belum akrab.” Ini sepertinya suatu kesalahan penulisan; pada 6:51 Be membaca sama seperti Ce dan Ee, pubbe cetaso samphuṭṭhapubbā.

2066 > Sebuah paralel yang diperluas dari 5:61, 7:48, dan 9:16.

2067 > Lima perenungan terakhir terdapat di antara sepuluh subjek meditasi kejijikan yang dibahas secara terperinci dalam Vism bab 6.

2068 > Sebuah paralel yang diperluas, berdasarkan pada 8:83. Juga berhubungan erat dengan 9:14, yang mencantumkan sembilan pertanyaan, tetapi dalam hal “kehendak dan pikiran” (saṅkappavitakkā) bukan “segala sesuatu” (sabbe dhammā).

2069 > Dua hal terakhir, amatogadhā sabbe dhammā dan nibbānapariyosānā sabbe dhammā, tampaknya bersinonim. Sebuah paralel China, MĀ 113 (pada T I 602c1-16), memberikan pernyataan berikut: ‘Segala sesuatu berakar pada keinginan; semuanya muncul dalam kontak; semuanya bertemu dalam perasaan; semuanya berasal-mula dari perhatian; semuanya terhenti oleh perhatian (baca Sn 1035); semuanya dipimpin oleh konsentrasi; semuanya memiliki nibbāna sebagai kesempurnaannya.” Yang menarik, MĀ 113 melanjutkan (pada T I 602c17-28 ) dengan sebuah paragraf dalam AN yang bersesuaian dengan sutta berikutnya, 10:59, walaupun bukannya memastikan bhikkhu yang mempraktikkan demikian pada salah satu dari dua buah, paragraf itu menyatakan bahwa ia pasti akan mencapai Kearahattaan.

2070 > Na c’uppannā pāpakā akusalā dhammā cittaṃ pariyādāya ṭhassanti. Seperti frasa, teks tampaknya mengatakan bahwa kualitas-kualitas buruk yang tidak bermanfaat itu memang muncul tetapi tidak mengendalikan pikiran si bhikkhu. Akan tetapi, adalah mungkin bahwa maksud dari pernyataan ini adalah bahwa kualitas-kualitas buruk yang tidak bermanfaat itu tidak muncul dan mengendalikan pikirannya.

2071 > Lokassa samañca visamañca. Mp: “Perbuatan baik dan perbuatan buruk di dunia makhluk-makhluk” (sattalokassa sucaritaduccaritāni).

2072 > Lokassa bhavañca vibhavañca. Mp mengemas sebagai “kemajuan dan kehancurannya, juga keberhasilan dan kegagalan.”

2073 > Persepsi-persepsi §§8-10 akan dijelaskan di bawah pada 10:60.

2074 > Selain dari teks ini tidak ada informasi lainnya tentang Girimānanda dalam Nikāya-nikāya. Di Negara-negara Buddhis sutta ini mendapatkan status paritta, sebuah “khotbah perlindungan,” yang sering dibacakan oleh para bhikkhu kepada orang-orang yang menderita penyakit.

2075 > Hanya dalam Be, penyakit bibir, terdapat antara dantarogo dan kāso.

2076 > Ini dan persepsi berikutnya adalah perenungan reflektif pada nibbāna. Dalam skema empat puluh subjek meditasi klasik, persepsi-persepsi ini termasuk dalam “Perenungan kedamaian” (upasamānussati), yang dijelaskan pada Vism 293-94, Ppn 8:245-51.

2077 > Sementara Ce dan Ee membaca pajahanto viramati anupādiyanto, Be membaca pajahanto viharati anupādiyanto. Mp tidak memberikan klarifikasi.

2078 > Sulit untuk memastikan bagaimana penjelasan ini berhubungan dengan tema ketidak-kekalan. Beberapa naskah membaca persepsi ini sebagai sabbasaṅkhāresu anicchāsaññā, “persepsi tanpa pengharapan (atau tanpa keinginan) sehubungan dengan segala fenomena terkondisi,” yang tampaknya berhubungan lebih baik daripada definisi ini.

2079 > Aktivitas pikiran (cittasaṅkhāra) di sini adalah persepsi dan perasaan, karena hal-hal ini dikatakan sebagai terikat dengan pikiran dan muncul dengan bergantung pada pikiran (baca MN 44.15, I 301,28-29).

2080 > Yaitu, membebaskan pikiran dari rintangan-rintangan menuju pemurnian ketenangan dan pandangan terang.

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku SEPULUH
« Reply #47 on: 07 October 2013, 07:58:07 PM »
2081 > Saya membaca kalimat ini sebagai berikut: “Purimā bhikkhave koṭi na paññāyati avijjāya, ito pubbe avijjā nāhosi atha pacchā sambhavī” ti: evametaṃ bhikkhave vuccati. Tanda baca pada seluruh tiga edisi memberikan kesan bahwa hanya bagian kalimat Pāli yang membentuk kutipan langsung adalah antara ito pubbe dan sambhavi. Saya rasa besar kemungkinan bahwa evametaṁ bhikkhave vuccati  termasuk dalam kalimat secara keseluruhan, dari purimā hingga sambhavi, daripada hanya sebagian darinya, dan saya menerjemahkan sesuai itu.

2082 > Mp mengemas “memiliki makanan” (sāhāraṃ) sebagai “memiliki kondisi” (sapaccayaṃ).

2083 > Walaupun hanya ada sembilan hal pada bagian pertama sutta ini (rangkaian yang negatif), tetapi tampaknya dimasukkan ke dalam kelompok sepuluh karena ada sepuluh hal dalam bagian ke dua (rangkaian yang positif). Sutta berikutnya menggunakan skema yang sama tetapi dengan menambahkan ketagihan pada penjelmaan dalam bagian pertama.

2084 > Terdapat permainan kata di sini. “Telah mencapai kepastian tentang Aku” (mayi niṭṭhaṃ gatā) adalah sebuah idiom yang bermakna bahwa seseorang telah mencapai keyakinan teguh pada Sang Buddha, yang menandai seorang pemasuk-arus. Tetapi niṭṭhā juga bermakna tujuan, yaitu, Kearahattaan. Dengan demikian mencapai kepastian tentang Sang Buddha menandai pencapaian tingkat memasuki-arus (atau tingkatan yang lebih tinggi), sedangkan mencapai tujuan menandai pencapaian Kearahattaan. Di bawah sorotan perbedaan ini, Mp menjelaskan “mencapai tujuan di sini dalam dunia ini” (idha niṭṭhā) sebagai “mencapai nibbāna akhir di dunia ini” (imasmiṃyeva loke parinibbānaṃ). “Dunia ini” (idha, lit. “di sini”) jelas bermakna alam indria, karena pemasuk-arus dan yang-kembali-sekali dapat mencapai tujuan di alam surga dan tidak harus di alam manusia. Mp mengatakan bahwa “setelah meninggalkan dunia ini” (idha vihāya) bermakna “di alam murni dari alam brahmā (suddhāvāsabrahmalokaṃ).”

2085 > Ekabījī, kolaṃkola, dan sattakkhattuparama. Ini adalah tiga tingkatan pemasuk-arus dalam makna teknis. Mereka dibedakan menurut ketajaman indria spiritual mereka. Untuk perbedaan di antara mereka, baca 3:89.

2086 > Untuk perbedaan antara kelima jenis yang-tidak-kembali ini, baca 7:55. Mereka disebutkan sehubungan dengan tiga latihan pada 3:87 and 3:88.

2087 > Di sini teks menggunakan kata sotāpanna dalam makna bebas. Mp mengatakan bahwa ini berarti mereka yang telah memasuki “arus” jalan mulia (ariyamaggasotaṃ āpannā). Dengan demikian kata ini berlaku juga untuk para siswa pada seluruh empat tingkat pencerahan.

2088 > Ee menghilangkan paragraf ini, walaupun mengakui keberadaannya dalam naskah turunannya. Ce dan Be keduanya memasukkannya. Perpindahan pada khotbah Sang Buddha tentang sepuluh dasar bagi pujian tidak elas, kecuali jika mengasumsikan bahwa, seperti juga pada sutta sebelumnya, Sang Buddha mendatangi para bhikkhu dan menegur mereka karena melakukan pembicaraan tanpa arah.

2089 > Ini adalah versi ringkas dari MN 6, I 33-36. MN memasukkan bagian tentang tiga tingkat realisasi yang lebih rendah dan lima pengetahuan langsung duniawi tetapi tidak memasukkan §§5-6 dari sutta ini.

2090 > Sebuah paralel yang diperluas dari 5:63 dan 5:64.

2091 > Paralel sebagian dari 6:44, dengan situasi serupa tetapi dengan isi yang berbeda.

2092 > Ce pettā pi yo; Be pitāmaho; Ee pettā piyo. PED menjelaskan pitāmahā (di bawah kata pitar) sebagai “kakek,” yang tampaknya tidak tepat di sini. PED, di bawah pettāpiya (Epic Skt pitṛvya), mendefinisikan “saudara laki-laki dari ayah, paman dari pihak ayah,” yang dengan demikian mendukung Ce dan Ee jika spasinya dihilangkan. Baca juga pp.1758-59, catatan 1330.

2093 > Saya menganggap Ce -ñāṇo di sini kesalahan cetak untuk -ñāṇe, yang muncul dalam bagian pengulangan dari pernyataan menjelang akhir sutta ini. Pada 6:44 Ce menuliskan -ñāṇe pada kedua tempat.

2094 > Dussīlaṃ aparisesaṃ nirujjhati. Mp: “Di sini, kelima jenis ketidak-bermoralan ditinggalkan melalui jalan memasuki-arus; sepuluh [jalan kamma tidak bermanfaat], ditinggalkan melalui jalan Kearahattaan. Pada momen buah semua itu dikatakan telah ditinggalkan. Nirujjhati pada teks ini merujuk pada momen buah. Seorang kaum duniawi melanggar perilaku bermoral dalam lima cara: dengan melakukan pelanggaran pārājika, dengan meninggalkan latihan, bergabung dengan sekte lain, mencapai Kearahattaan, dan kematian. Tiga pertama mengarah pada mundurnya pengembangan, yang ke empat mengarah pada kemajuannya, dan ke lima tidak mengarah pada kemunduran maupun kemajuan. Tetapi bagaimanakah perilaku bermoral dilanggar dengan mencapai Kearahattaan. Karena seorang kaum duniawi dapat memiliki perilaku bermoral bermanfaat yang luar biasa, tetapi jalan menuju Kearahattaan mengarah pada hancurnya kamma bermanfaat dan tidak bermanfaat; dengan demikian dihancurkan dengan cara itu.” Hal ini, harus disebutkan, dijelaskan dari sudut pandang Abhidhamma, yang menjelaskan perbuatan-perbuatan seorang Arahant, karena hanya sebagai aktivitas (kiriya) tanpa akibat kamma, tidak dikelompokkan sebagai apakah bermanfaat atau tidak bermanfaat. Akan tetapi, dalam bahasa sutta, hal ini dijelaskan sebagai luar biasa bermanfaat.

2095 > Saya menerjemahkan dengan dasar Ce dan Be, yang membaca tayo me. Ee secara konsisten hanya membaca tayo, tanpa me.

2096 > Bersama Ce dan Ee saya membaca micchādiṭṭhikā, tidak seperti Be pāpamittā, “memiliki teman-teman yang jahat.”

2097 > Sebuah paralel yang diperluas dari 9:29.

2098 > Aṭṭhane ca kuppati. Mp: “Sehubungan dengan suatu kejadian yang didorong oleh kehendak maka ada alasan [untuk marah], seperti ketika seseorang bertindak demi bahaya bagiku, dan seterusnya. Tetapi hal ini tidak berlaku pada kasus ketika seseorang melukai dirinya sendiri karena menabrak tunggul pohon dan sebagainya. Oleh karena itu, kasus ini disebut sebagai kekesalan yang tanpa alsan (aṭṭhāne āghāto).

2099 > Sebuah paralel yang diperluas dari 9:30.
 
2100 > Juga terdapat pada 4:36.

2101 > Sebuah paralel yang diperluas dari 8:82.

2102 > Di sini saya dan Be membaca Sati kho pana ayamāyasmā uttari karaṇīye, tidak seperti Ce dan Ee Mutṭhassati kho pana ayamāyasmā uttari karaṇīye, “Yang mulia ini, yang berpikiran-kacau, ketika masih ada yang harus dilakukan lebih lanjut …” dalam Be sati adalah dalam bentuk kata kerja kini yang digunakan dalam kostruksi absolute lokatif; sama sekali tidak berhubungan dengan kata benda sati yang bermakna perhatian. Mungkin tulisan muṭṭhassati muncul karena pengaruh 10:85 §7 di bawah.

2103 > Ce mengulangi percakapan itu sekali lagi di sini, dengan si penipu menyuruh temannya untuk menggali sekali lagi. Saya mengikuti Be dan Ee, yang menghilangkan pengulangan ini.

2104 > Seperti pada 10:84 §10, saya lebih menyukai tulisan pada Be.

2105 > Ini adalah nama dalam Ce, Ee membaca kālakaṃ, yang juga dapat dianggap sebagai nama yang sebenarnya. Tetapi Be menuliskan kālakataṃ, yang berarti “seorang yang telah meninggal dunia.”

2106 > Ayampi dhammo na piyatāya na garutāya na bhāvanāya na sāmaññāya na ekībhāvāya saṃvattati. Mp mengemas na sāmaññāya sebagai na samaṇadhammabhāvāya “juga tidak menuju status [atau tugas] seorang petapa.” Mp jelas menganggapsāmañña sebagai turunan dari samaṇa. Akan tetapi, kata sāmaññā juga merupakan kata benda abstrak dari samāna, yang berarti “sama” atau “serupa,” dan saya yakin ini adalah makna yang dimaksudkan di sini. Saya menerjemahkannya sebagai “kerukunan,” yang cocok dengan kata berikutnya, ekibhāvāya. Baca juga p.1791, catatan 1623. Mp tidak mengemas bhāvanāya, tetapi dalam mengomentari 8:2 Mp memperbolehkan dua alternatif, “pengembangan meditatif” dan “menghargai moralitas.” Dalam konteks ini saya menganggap bahwa yang dimaksudkan adalah yang ke dua. Sebuah paralel China, MĀ 94, pada T 1576a23-25, menuliskan untuk bhāvanāya, (不能令修習), “juga tidak menuju pengembangan meditatif”; dan untuk sāmañña, (不能令的沙門), “juga tidak memperoleh status petapa.” Terlepas dari kesesuaian antara Mp dan MĀ, saya tetap merasa bahwa ada kemungkinan kata itu disalah-pahami pada masa awal dan saya lebih menyukai terjemahan saya.

2107 > Ini adalah pengulangan sebagian dari 5:211, tetapi perbedaan dalam formulasi sangat menonjol untuk dapat disebut sebagai paralel yang diperluas dari sutta sebelumnya.

2108 > Bersama dengan Ce, Be dan Mp (Ce dan Be) saya membaca saddhammassa na vedāyanti. Ee menuliskan kata kerja bentuk tunggal vodāyati, tetapi catatan dalam Ee juga merujuk pada mss pada vodāyanti. Saddhammassa harus dipecah menjadi saddhammā assa. Mp: “Kualitas-kualitas baik dari ajaran, yang terdapat dalam tiga latihan, tidak dipoles baginya” (sikkhāttayasaṅkhātā sāsanasaddhammā assa vodānaṃ na gacchanti).

2109 > Versi sutta ini juga terdapat pada SN 6:9-10 dan Sn 3:10.

2110 > Mā h’evaṃ Kokālika, mā h’evaṃ Kokālika, Sn p.124 menuliskan tulisan yang sama, tetapi SN I 150,7-8 membaca: mā h’evaṃ Kokālika avaca, mā h’evaṃ Kokālika avāca.

2111 > Buah maja yang belum matang kurang lebih sebesar buah peach, buah yang telah matang berukuran kurang lebih sebesar buah delima.

2112 > Sutta merujuk Tudu sebagai paccekabrahmā. Baik Mp maupun Mp-ṭ tidak mendefinisikan istilah ini, tetapi Spk-pṭ I 215 (edisi VRI), mengomentari kata ini pada SN I 146,26-27, menjelaskannya sebagai brahmā yang bepergian sendirian, bukan sebagai anggota dari suatu kumpulan (paccekabrahmā ti ca ekacārī brahmā, na parisacārī brahmāti attho). Mp mengatakan bahwa dalam kehidupan lampaunya ia adalah penahbis Kokālika. Ia meninggal dunia sebagai seorang yang-tidak-kembali dan terlahir kembali di alam brahmā. Ketika ia mendengar bahwa Kokālika sedang memfitnah Sāriputta dan Moggallāna, ia datang untuk meminta agar Kokāloka berkeyakinan pada mereka.

2113 > Karena Sang Buddha telah menyatakan bahwa Tudu adalah seorang yang-tidak-kembali, maka Kokālika menegurnya karena muncul di alam manusia. Sebagai seorang yang-tidak-kembali tentu saja ia tidak terlahir kembali di alam manusia, tetapi ia dapat mewujudkan dirinya di hadapan manusia.

2114 > Tiga bait syair berikut ini terdapat pada 4:3.

2115 > Dalam sistem penomoran India satu koṭi = sepuluh juta; satu koṭi koṭi = satu pakoṭi; satu koṭi pakoṭi = satu koṭipakoṭi; satu koṭi koṭipakoṭi = satu nahuta; satu koṭi nahuta = satu ninnahuta; satu koṭi ninnahuta = satu abbuda; dua puluh abbuda = satu nirabbuda.

2116 > Mp mengatakan bahwa neraka seroja-merah (paduma) bukanlah alam neraka terpisah melainkan sebuah tempat khusus di neraka avīci di mana durasi siksaan diukur dengan unit paduma. Hal yang sama berlaku untuk neraka abbuda, dan seterusnya yang disebutkan di bawah.

2117 > Ce harus dikoreksi dengan menggeser kata dīghaṃ satu baris ke bawah. Dengan demikian paragraf itu dinilai dengan evaṃ vutte dan pertanyaan dimulai dengan kīva dīghaṃ nu kho bhante. Kesalahan ini terdapat baik pada edisi cetakan dan edisi elektronik dari Ce.

2118 > Sebuah paralel yang diperluas dari 8:28.

2119 > Dalam Ee judulnya adalah Upāsakavagga, “Bab tentang Umat-Umat Awam.”

2120 > Ini adalah paralel sebagian dari SN 42:12, IV 331-37, tetapi sedikit berbeda dalam penataan. Di mana terdapat dasar campuran bagi pujian dan kritikan. SN 42:12 menguraikan seluruh dasar bagi pujian dan kritikan secara bersama-sama, masing-masing dalam kelompoknya sendiri-sendrii, sedangkan sutta yang sekarang ini memperlakukan masing-masing hal menurut urutan kemunculannya, menyebutnya sebagai dasar dari kritik atau pujian.

2121 > Tiga variabel dari pola ini yang akan dijelaskan adalah: (i) Bagaimanakah kekayaan itu diperoleh, apakah dengan tidak benar, dengan benar, atau keduanya; (ii) apakah kekayaan itu digunakan untuk manfaat dirinya sendiri atau tidak; dan (3) apakah digunakan demi manfaat orang lain atau tidak. Mereka yang bernilai positif pada ketiga hal ini dibagi lebih lanjut menjadi mereka yang melekati kekayaan mereka dan mereka yang tidak melekatinya.

2122 > Sebuah paralel yang diperluas dari 9:27. berbeda hanya dengan penambahan bagian kemunculan bergantungan, yang juga terdapat pada versi SN 12:41, II 68-70, sebuah paralel utuh.

2123 > Mp: “Metode mulia (ariya ñāya) adalah sang jalan bersama dengan pandangan terang.”

2124 > Sutta ini dimasukkan ke dalam Kelompok Sepuluh mungkin karena ada sepuluh pandangan.

2125 > Evaṃ kho te, gahapati, moghapurisā kālena kālaṃ sahadhammena suniggahitaṃ niggahetabbā. Mp mengemas sahadhammena sebagai “dengan penyebab, dengan alasan, dengan pernyataan” (sahetukena kāraṇena vacanena).

2126 > Vibhajjavādī bhagavā, na so bhagavā ettha ekaṃsavādī. Ungkapan vibhajjavādi, digunakan untuk menggambarkan Sang Buddha, kadang-kadang digunakan untuk memaknai bahwa Sang Buddha menganalisa hal-hal ke dalam komponen-komponennya. Tetapi penggunaan kata itu di sini (dan di tempat lain dalam Nikāya-Nikāya) menunjukkan bahwa kata ini sesungguhnya bermakna bahwa Sang Buddha menarik perbedaan yang diperlukan untuk menghindari generalisasi yang mengabaikan ambiguitas yang penting. Baca juga tentang bagaimana penggunaan kata ini pada MN 99,  197,10-18.

2127 > Seperti 10:93, sutta ini mungkin dimasukkan ke dalam Kelompok Sepuluh karena berhubungan dengan sepuluh pandangan spekulatif.

2128 > MP: “Pertanyaan paling tinggi: ‘Jangan sampai ia memendam pandangan yang buruk: “Ketika aku mengajukan pertanyaan tertinggi  kepada Petapa Gotama, Beliau menjadi gugup dan tidak menjawab. Mungkinkah ini adalah karena Beliau tidak mampu menjawab?”’”

2129 > Mp: “Pertanyaan yang sama: Ia menunjukkan bahwa Uttiya sekali lagi mengajukan pertanyaan yang sama dengan yang ia ajukan sebelumnya dalam hal apakah dunia kekal atau tidak kekal. Ia bertanya dari sudut pandang berbeda tentang seluruh dunia, dengan mengambil posisi pada kepercayaan dalam diri makhluk-makhluk hidup (sattūpaladdhiyaṃyeva ṭhatvā aññenakarena pucchati).”

2130 > Dalam Be dan Ee, Kokanuda.

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku SEPULUH
« Reply #48 on: 07 October 2013, 07:58:44 PM »
2131 > Pada 4:38 dan 6:54, saya menerjemahkan diṭṭhiṭṭhāna sebagai “sudut pandang,” tetapi di sini sebagai “dasar bagi pandangan.” Saya mengikuti Mp, yang mengemas kata ini pada kemunculan sebelumnya sebagai bermakna pandangan itu sendiri, tetapi di sini sebagai “penyebab-penyebab bagi pandangan-pandangan” (diṭṭhikāraṇa). Mp menyebutkan delapan penyebab demikian: kelompok-kelompok unsur kehidupan, ketidak-tahuan, kontak, persepsi, perasaan, pemikiran, perhatian tidak seksama, teman-teman yang jahat, dan ucapan orang lain (khandhā, avijjā, phasso, saññā, vitakko, ayoniso manasikāro, pāpamittā, paraghoso).

2132 > Saya mengikuti Be, yang tulisannya atas kalimat umum ini selaras dengan urutan yang terdapat di tempat-tempat lain dalam AN. Ce dan Ee membalik urutan pada pasangan “luhur,” “konsentrasi,” dan “terbebaskan,” yang lebih tinggi secara konsisten mengikuti yang rendah. Tulisan pada Ce dan Ee atas semua sutta AN sebelumnya menggunakan urutan dari tulisan Be, dan tampaknya di sini tidak ada alasan untuk membalik urutan itu.

2133 > Mp: “Ia akan tenggelam (saṃsīdissatī) karena pikiran-pikiran indriawi, atau hanyut (uplavissati) karena pikiran berniat buruk dan pikiran mencelakai.”

2134 > Banyak dari yang berikut ini yang berasal dari urutan standar tentang latihan bertahap, telah dijelaskan pada 4:198.

2135 > No ca kho tāva anuppattasadatthā viharanti. Formula umum untuk Arahant, pada 3:37 dan 6:49, menggambarkan Arahant seagai seorang yang “telah mencapai tujuannya sendiri” (anuppattasaddho). Demikianlah Mp II 235,14-15 dan ṃp III 380,17-18, mengomentari formula ini, mengidentifikasikan sadattha sebagai Kearahattaan.

2136 > Bersama dengan Be saya membaca anuppattasadatthā ca viharanti, yang tampaknya diperlukan. Ce dan Ee menuliskan, seperti sebelumnya, no ca kho tāva anuppattasadatthā viharanti, “tetapi mereka masih belum mencapai tujuan mereka.” Karena hanya sembilan pencapaian meditatif yang disebutkan, maka tidak jelas apa yang membenarkan dimasukkannya sutta ini ke dalam Kelompok Sepuluh. Untuk mendapatkan sepuluh hal, maka saya telah membagi tahap terakhir menjadi dua bagian, tetapi saya tidak yakin bahwa ini adalah apa yang dimaksudkan.

2137 > Saṅghe te viharato phāso bhavissati. Lit., “Dengan engkau berdiam di dalam Saṅgha, maka akan ada ketenangan [atau kenyamanan].” Mp: “[Sang Buddha] memintanya untuk menetap di tengah-tengah Saṅgha dan tidak mengizinkannya menetap di hutan. Mengapa? [Beliau berpikir:] ‘Jika ia menetap di hutan, maka ia hanya akan memenuhi tugas praktik, bukan tugas pembelajaran. Tetapi jika ia menetap di tengah-tengah Saṅgha, maka ia akan memenuhi kedua tugas itu, mencapai Kearahattaan, dan menjadi seorang ahli yang terunggul dalam hal Vinaya Piṭaka. Kemudian, Aku akan menjelaskan aspirasi dan tekad masa lampaunya dan menunjuknya sebagai bhikkhu yang terunggul di atara para ahli vinaya.’ Melihat manfaat ini, Sang Guru tidak mengizinkan Upāli untuk menetap di hutan.”

2138 > Samaṇasaññā. Identik dengan tiga pertama dari “sepuluh hal yang harus sering direfleksikan oleh seorang yang telah meninggalkan keduniawian.” Baca 10:48 untuk catatan atas ketiga tema ini.

2139 > Seluruh tiga pengetahuan diringkas dalam teks.

2140 > Ps I 188,12 – 189,a, mengomentari MN I 42,28, menjelaskan pengetahuan salah (micchāñāṇa) sebagai delusi (moha) yang muncul ketika seseorang, setelah melakukan perbuatan buruk atau merenungkan pikiran buruk, merefleksikannya dan berpikir, “Aku telah melakukan kebaikan.” Kebebasan salah (micchāvimutti) muncul ketika seseorang yang belum terbebaskan berpikir, “aku terbebaskan,” atau kepercayaan bahwa apa yang bukan kebebasan adalah kebebasan sejati.

2141 > Pada Ps I 188,15 – 189,9 pengetahuan benar (sammāñāṇa) dijelaskan sebagai sembilan belas jenis pengetahuan peninjauan kembali (baca Vism 676,4-29, Ppn 22.20-21) dan kebebasan benar (sammāvimutti) sebagai faktor batin yang menyertai buah. Saya berpendapat adalah lebih sederhana untuk menginterpretasikan “pengetahuan benar” sebagai pengetahuan langsung yang memuncak pada Kearahattaan dan “kebebasan benar” sebagai kebebasan pikiran dari āsava dan kekotoran lainnya.

2142 > Sebuah paralel yang diperluas dari 1:314 dan 1:315.

2143 > Sutta yang sama, tetapi hanya sejauh micchāsamādhi dan sammāsamādhi, adalah SN 45:1, V 1-2. Mp tidak memberikan komentar yang subtantif di sini, tetapi Spk III 116,5-6, mengomentari kalimat yang sama pada SN 45:1, menjelaskan bahwa ketidak-tahuan adalah pelopor (pubbaṅgama) dalam dua cara, sebagai kondisi yang muncul bersama-sama (sahajāta, sebuah kondisi bagi fenomena yang muncul bersamaan) dan sebagai kondisi pendukung-keputusan (upanissaya, kondisi yang kuat bagi fenomena yang muncul berikutnya). Spk-pṭ II 103 (edisi VRI) menambahkan bahwa ketidak-tahuan adalah pelopor yang muncul bersamaan ketika ketidak-tahuan itu membuat keadaan yang bersamaan yang selaras dengan kebingungannya sehubungan dengan objek, sehingga menggenggam fenomena yang tidak kekal sebagai kekal, dan seterusnya. Sebagai pelopor yang muncul bersamaan dan pelopor pendukung keputusan ketika seseorang yang dikuasai oleh delusi, dengan tidak melihat bahaya, membunuh, mencuri, melakukan hubungan seksual yang salah, berbohong, dan melakukan perbuatan-perbuatan tidak bermoral lainnya.

2144 > Pada Spk III 117,27-31 dikatakan bahwa hal-hal ini tidak terjadi sekaligus dalam jalan duniawi melainkan muncul sekaligus dalam jalan yang melampaui-duniawi. Bahkan dalam pengembangan jalan duniawi adalah kekeliruan untuk menganggap bahwa delapan faktor ini muncul secara berurutan. Pandangan benar adalah penuntun bagi faktor-faktor jalan lainnya dan kondisi langsung bagi kehendak benar. Pandangan benar dan kehendak benar secara bersama-sama mengkondisikan ucapan benar, perbuatan benar, dan penghidupan benar. Ini pada gilirannya adalah landasan bagi usaha benar dan perhatian benar. Konsentrasi benar dihasilkan dari usaha benar dan perhatian benar yang saling mempengaruhi. Pengetahuan benar (sammā ñāṇa) adalah kebijaksanaan jalan Kearahattaan, dan kebebasan benar (sammā vimutti) adalah kebebasan dari āsava yang muncul melalui pengetahuan benar. Puncaknya adalah anāsava cetovimutti paññāvimutti (“kebebasan pikiran yang tanpa noda, kebebasan melalui kebijaksanaan”) dari Arahant.

2145 > Nijjarā. Kamma lama yang “menjadi usang” melalui pertapaan keras adalah konsep dasar dari Jain. Sang Buddha meminjam kata ini tetapi memberikan arti baru. Baca juga 3:74 untuk tiga jenis “menjadi usang” yang diajarkan oleh Sang Buddha.

2146 > Mp menjelaskan bahwa di negeri ini, orang-orang tidak mengkremasi sanak-saudaranya yang meninggal dunia melainkan mengubur mereka. Setelah jasadnya membusuk, mereka menggali tulang-belulangnya, mencucinya, dan menyusunnya, dan menyembahnya dengan dupa dan bunga. Ketika sebuah bintang [yang menguntungkan] muncul, mereka mengambil tulang-belulang itu dan menangis dan meratap setelah itu mereka memainkan [permainan] bintang.

2147 > Asekha. Sebuah istilah untuk seorang Arahant, yang telah menyelesaikan latihan dalam jalan mulia berunsur delapan dan dengan demikian memiliki, lebih dari delapan faktor sang jalan, pengetahuan benar (sammāñāṇa) dan kebebasan benar (sammāvimutti).

2148 > Adhammo ca bhikkhave veditabbo anattho ca; dhammo ca veditabbo attho ca. di sini dhamma harus dipahami lebih jauh dalam makna prinsip kebaikan dan kebenaran daripada dalam makna sempit ajaran Sang Buddha. Dan attha harus dipahami dalam makna apa yang baik, bermanfaat, dan menguntungkan (dalam makna spiritual), yang mengarah pada kesejahteraan dan kebahagiaan jangka panjang seseorang. Kata ini juga bermakna “arti.” Sering kali dhamma dan attha dipasangkan sebagai dua hal yang harus dipahami dan dihargai dalam proses kontemplasi, seperti dalam ungkapan atthaveda dan dhammaveda, atau atthapaṭisaṃvedī dhammapaṭisaṃvedī.

2149 > Berikutnya adalah ungkapan umum yang mengarah pada penjelasan atas ajaran ringkas oleh salah seorang bhikkhu, biasanya oleh Mahākaccāna atau Ānanda.

2150 > Sebuah paralel China terdapat pada MĀ 188. bagian pertama, T I 734a29-c24, kurang lebih bersesuaian dengan 10:116, tetapi memasukkan satu bagian teks yang mengulang MN 76.21, I 519,13-29, sebuah kisah satire tentang guru tertentu yang mengaku maha-tahu. Bagian sutta berikutnya, T I 734c25 – 735b25, paralel dengan 10:115.

2151 > Paṇḍita. Kata ini bermakna “yang bijaksana, yang terpelajar.” Saya tidak yakin apakah ini adalah nama seseorang atau sebuah julukan.

2152 > Cittaṭṭhānasatāni. Mp mengemas sebagai cittuppādasatāni. Bagi saya tampaknya tulisan cinta- pada tempat citta- adalah lebih sesuai dengan konteks. Naskah Burma yang dirujuk pada catatan dalam Ee sebenarnya tidak mencantumkan tulisan ini.
 
2153 > Paṇḍito vata bho paṇḍito vata bho. Ini merujuk pada nama si petapa sesat.

2154 > Tiga kasus pertama terdapat pada Ce, Be, dan Ee. Be berakhir sampai di sini, tetapi Ce menambahkan dua paragraf selanjurnya, dan Ee satu paragraf, yang hanya terdapat pada edisi itu.

2155 > Kedua paragraf dalam tanda kurung siku terdapat dalam Ce tetapi tidak ada dalam Be atau Ee. Hal ini bagi saya tampaknya asing pada dunia pemikiran Nikāya-Nikāya untuk saling mengadu dua doktrin yang selaras dengan Dhamma satu sama lain dalam suatu kontes yang bertujuan untuk membantah, dan juga tidak sesuai dengan suatu “kumpulan yang selaras dengan Dhamma” (dhammikā parisā) yang digambarkan sebagai “riuh dan ramai” (uccāsaddā mahāsaddā). Biasanya, ungkapan ini menggambarkan kumpulan para pengembara non-Buddhis (seperti pada 10:93, V 185,14) atau sekelompok perumah tangga nakal yang berisik (seperti pada 5:30, III 30,27). Pada satu kejadian ungkapan ini menggambarkan sekelompok bhikkhu (MN I 456,20-23), tetapi mereka segera diusir oleh Sang Buddha.

Pada tempat kedua paragraf ini dalam Ce, Ee mencantumkan satu paragraf sebagai berikut: “seseorang membantah dan menyanggah suatu doktrin yang bertentangan dengan Dhamma dengan doktrin yang selaras dengan Dhamma. Dengan cara ini, [231] ia bersenang dalam kumpulan yang selaras dengan Dhamma. Karena alasan ini, kumpulan yang selaras dengan Dhamma itu menjadi riuh dan ramai, menyerukan: ‘Ia sungguh bijaksana, tuan! Ia sungguh bijaksana, tuan!’” ini cukup wajar, bahkan memang diharapkan bahwa suatu doktrin yang selaras dengan Dhamma menang melawan doktrin yang bertentangan dengan Dhamma, tetapi sekali lagi tampaknya tidak cocok untuk suatu kumpulan yang sesuai dengan Dhamma dapat menjadi “riuh dan ramai.”
2156 > Syair ini juga terdapat pada Dhp 86-89.

2157 > Te loke parinibbutā. Ini juga dapat diterjemahkan, “Mereka telah mencapai nibbāna di dunia ini.”

2158 > PED menjelaskan paccorohaṇī sebagai “upacara kedatangan kembali (?), mendatangi atau turun menuju (akusatif), khususnya, api suci.” SED sv pratyavarohaṇa mengatakan: “Festival Gṛhya [perumah tangga] tertentu di bulan Mārgaśirṣa” (November-Desember).

2159 > Paccorohāma bhavantaṃ, paccorohāma bhavantaṃ. Jelas bahwa dari penghormatan ini nama festival paccorohaṇī  itu diturunkan. SED menjelaskan kata kerja pratyavarohati berarti: “turun (dari tempat duduk, kereta, dan sebagainya) untuk menghormati (akusatif).” Jelas, di sini para brahmana turun untuk menghormati Agni, dewa api, yang mewakili energi yang meliputi seluruh alam semesta.

2160 > Saya mengikuti Ce, yang tidak seperti Be dan Ee, tidak memasukkan dhammaṃ dalam kalimat ini.

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku SEPULUH
« Reply #49 on: 07 October 2013, 07:59:18 PM »
2161 > Saya mengikuti Be, yang konsisten menempatkan jalan gelap sebelum jalan terang di sini dan di 10:190. Ce dan Ee menempatkan jalan terang terlebih dulu di sini, tetapi membalikkan urutannya di 10:190. judul saya selaras dengan Be, sedangkan Ce menuliskan “Jalan Terang” di sini tetapi di 10:190 “Jalan Gelap.”

2162 > Sutta ini dan sutta berikutnya berturur-turut adalah paralel dari 10:119 dan 10:120.

2163 > Sutta ini dan sutta berikutnya berturur-turut adalah paralel dari 10:171 dan 10:1118

2164 > Terdapat ciri paralel antara 10:171 dan 10:113; 10:172 dan 10:115; dan 10:173 dan 10:114..

2165 > Adalah Cunda ini yang memberikan makanan terakhir kepada Sang Buddha. Baca DN 16.4.17-19, II 127.

2166 > Soceyyāni. Maknanya tidak seketika jelas dan Mp tidak mengemas kata ini. Socceya biasanya berarti “kemurnian, pemurnian,” tetapi dari konteksnya tampaknya merujuk pada sejenis ritual.

2167 >Empat terakhir merujuk berturut-turut pada: (1) seorang perempuan yang dilindungi oleh sesama pengikut religius, (2) Seorang yang telah menikah atau bahkan yang telah diserahkan kepada seorang suami sejak lahir atau sejak kanak-kanak. (3) Seorang yang mana hubungan seksualnya dengannya akan dikenai hukuman, dan (4) seorang gadis yang telah dikalungi bunga oleh seorang laki-laki sebagai tanda pertunangan.

2168 > Seluruh tiga edisi di sini membaca bajjhantu, “semoga mereka diikat.” Mp tidak memberikan kemasan tetapi pada MN I 287, 11 kita menemukan vajjhantu, dikemas oleh Ps II 332,16 sebagai vadhaṃ pāpuṇantu, “semoga mereka dibantai,” dan oleh Ps-pṭ II 230 (edisi VRI) sebagai maraṇaṃ pāpuṇantu, “semoga mereka mati.” Demikianlah saya menganggap vajjhantu sebagai tulisan yang benar.

2169 > Pāli: saddhāni; Skt śrāddhāni. SED sv śrāddha mengatakan: “Sebuah upacara untuk menghormati dan demi manfaat bagi sanak-saudara yang telah meninggal yang dijalankan dengan sangat ketat pada berbagai rentang waktu yang tetap dan pada kesempatan bergembira serta bersedih oleh sanak-saudara yang masih hidup (upacara ini dilakukan dengan mempersembahkan air setiap hari dan waktu yang telah ditetapkan dengan mempersembahkan piṇḍa atau bola nasi dan makanan kepada tiga generasi leluhur dari pihak ayah dan tiga generasi leluhur dari pihak ibu, yaitu, kepada ayah, kakek, dan buyut; harus diingat bahwa śrāddha bukanlah upacara pemakaman melainkan sebuah upacara tambahan pada upacara pemakaman; ini adalah suatu tindakan penghormatan kepada orang yang telah meninggal dunia yang dilakukan oleh sanak-saudara, dan lebih jauh lagi diharapkan untuk memberikan makanan penguat kepada orang yang telah meninggal dunia itu setelah upacara pemakaman yang dilakukan sebelumnya telah memberikan tubuh yang halus kepada mereka; sesungguhnya, sebelum anteyeṣti atau ‘ritual pemakaman’ dilakukan, dan sebelum śrāddha pertama yang dirayakan, sanak saudara yang telah meninggal dunia itu adalah hantu preta atau gelisah yang mengembara, dan belum memiliki tubuh sebenarnya …; hingga śrāddha pertama telah dilakukan baru ia mencapai posisi di antara para pitṛ atau para Ayah Surgawi di alam bahagia mereka yang disebut pitṛ-loka, dan śrāddha ini paling dibutuhkan dan efektif jika dilakukan oleh seorang anak …).”

2170 > Diduga paragraf tentang sepuluh jalan kamma yang tidak bermanfaat dan yang bermanfaat menjelaskan tentang dimasukkannya sutta ini dalam Kelompok Sepuluh.

2171 > Ce anuppannā harus dikoreksi menjadi upapannā, tulisan dalam Be dan Ee dan jelas dibutuhkan oleh konteksnya.

2172 > Aṭṭhānepi bhavaṃ gotamo parikappaṃ vadati. Mp: “[Dengan ini] ia bertanya: ‘Pada kesempatan yang tidak tepat itu [untuk berbagi jasa dari memberi], apakah Guru Gotama menyatakan keberbuahan dari memberi kepada sanak-saudara itu?’ Karena si brahmana menganut kepercayaan bahwa si pemberi tidak memperoleh buah apa pun dari sebuah pemberian yang diberikan demikian. Tetapi Sang Bhagavā, setelah menegaskan pertanyaannya, menunjukkan: ‘Pemberi memperoleh buah dari pemberiannya di mana pun ia dilahirkan, di tempat mana pun di mana ia bertahan hidup dengan buah kebajikannya.’”

2173 > Bab ini adalah paralel dari Lima Puluh Ke Tiga, Bab IV; bab berikutnya paralel dengan Lima Puluh Ke Tiga, Bab V.

2174 > Bab ini paralel dengan Lima Puluh Ke Empat, bab I.

2175 > Ee menggabungkan sebelas sutta ini dengan sutta sebelumnya, dengan demikian menghitung hanya satu sutta dalam bab ini, sedangkan Ce dan Be, yang saya ikuti, memiliki dua belas sutta berbeda. Dengan demikian dimulai dari sini penomoran saya berbeda jauh dengan Ee.

2176 > Kecuali dalam hal ringkasan saya tidak melihat adanya perbedaan antara sutta ini dengan sutta sebelumnya. Saya menerjemahkan teks ini sebagaimana adanya, dengan hanya menyingkat bagian penjelasan tentang pandangan salah dan pandangan benar. Tidak ada edisi yang mengatakan apa pun tentang hal ini. Mp tidak mengomentari lima sutta pertama dalam vagga ini, menyiratkan bahwa maknanya telah jelas.

2177 > Saṃsappanīyapariyāyaṃ vo bhikkhave dhammapariyāyaṃ desessāmi. Mp: “Sebuah penjelasan Dhamma dengan ‘merayap’ sebagai topiknya.”

2178 > Mp: “Dalam melakukan perbuatan itu ia merayap ke depan, merayap ke sekeliling, menggeliat ke sekeliling.”

2179 > Utakā. Mungkin burung hantu dimasukkan ke sini karena burung hantu bekerja secara sembunyi-sembunyi. Padanan China pada T I 273c27-28 hanya menyebutkan empat binatang: ular, tikus, kucing, dan rubah.

2180 > Teks menuliskan bentuk jamak genitif sañcetanikānaṃ kammānaṃ. Untuk menyesuaikan dengan penggunaan dalam Bahasa Inggris, saya menggunakan bentuk tunggal “kamma.” Mengingat fakta bahwa kamma menurut definisi adalah kehendak (cetanā ‘haṃ bhikkhave kammaṃ vadāmī). Maka “kamma kehendak terdengar berlebihan, tetapi saya mengikuti Pāli. Jelas bahwa teks menggunakan kedua makna kamma, makna literal “perbuatan, tindakan,” dan makna yang diperluas dari perbuatan dengan kapasitas untuk menghasilkan buah yang ditentukan secara etika. Makna pertama mungkin ditekankan melalui kata, “dilakukan,” dan makna ke dua melalui upacita, “dikumpulkan, ditimbun” serta melalui rujukan pada periode waktu kapan kamma itu matang.

2181 > Tentang tiga matangnya kamma, baca pp.1639-40, catatan 372. Pernyataan Sang Buddha bahwa tidak ada penghentian kamma kehendak yang telah dilakukan dan dikumpulkan selama ia belum mengalami akibatnya tampaknya bertentangan dengan salah satu prinsip utama ajaranNya, yaitu, untuk mencapai kebebasan – “mengakhiri penderitaan” – seseorang tidak perlu mengalami akibat-akibat dari semua kamma yang telah ia kumpulkan di masa lalu. Prinsip ini (setidaknya menurut Nikāya-Nikāya) dianut oleh kaum Jain, seperti disebutkan pada MN 14.17, I 92,35-93,10; MN 101.10, II 218,1-42. Akan tetapi, karena lingkaran kelahiran kembali adalah “tanpa awal yang dapat ditemukan” (anamatagga saṃsāra), dan dalam rentang waktu ini kita semua telah mengumpulkan kamma yang sangat banyak, hal ini memerlukan waktu yang tak terhingga untuk menghabiskan kamma demikian dengan mengalami akibatnya. Sang Buddha mengajarkan bahwa kunci menuju kebebasan bukanlah lenyapnya kamma masa lalu (apakah dengan mengalami akibatnya atau melalui pertapaan keras) melainkan dengan melenyapkan kekotoran-kekotoran. Para Arahant, dengan menghentikan kekotoran-kekotoran, memadamkan potensi matangnya kamma masa lalu mereka yang melebihi sisa-sisa yang akan matang dalam kehidupan terakhir mereka. Mp menjelaskan bahwa pernyataan teks ini memiliki makna tersirat: “Ini dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa selama saṃsāra masih berlanjut, jika ada kamma yang telah memperoleh kapasitas untuk matang (paṭiladdhavipākārahakamma) “tidak ada tempat di bumi ini di mana seseorang dapat melarikan diri dari perbuatan jahatnya.’” (kutipannya, na vijjati so jagatippadeso, yattaṭṭhito mucceyya pāpakammā, berasal dari Dhp 127). Intinya, dengan kata lain, bukanlah bahwa semua kamma yang telah dilakukan harus menjadi matang, melainkan bahwa kamma apa pun yang telah dilakukan dan dikumpulkan menyimpan potensi untuk matang selama ia mengembara di dalam lingkaran kelahiran kembali.

Sebuah paralel China dari 10:219, MĀ 15 (T I 437b24-438b11), memulai dengan pernyataan serupa seperti pada 10:217. pernyataan (pada T I 437b26-28 ) membaca seperti terjemahan ini: “Jika seseorang telah melakukan kamma masa lampau, Aku katakan, bahwa ia harus mengalami akibatnya: ia mengalaminya apakah dalan kehidupan ini atau dalam kehidupan mendatang. Tetapi jika ia tidak melakukan kamma masa lampau, Aku katakan bahwa ia tidak akan mengalami akibatnya“ (若有故作業,我說被必受其報,或現世受或後世受。若不故作業,我說此不必受報). Paralel China hanya memberikan dua alternatif untuk waktu matangnya dan tidak menjelaskan apa pun yang bersesuaian untuk pernyataan membingungkan, “Aku tidak mengatakan bahwa ada mengakhiri penderitaan selama seseorang belum mengalami [akibat dari] kamma kehendak yang telah dilakukan dan dikumpulkan.”
2182 > Kāyakammantasandosabyāpatti. Mp mengemas menjadi “sebuah pelanggaran yang terdapat dalam perbuatan jasmani” (kāyakammantasaṅkhātā vipatti). Jelas bahwa Mp memahami sandosa dan byāpatti sebagai menyampaikan makna yang sama, yang dikemas dengan vipatti, tetapi saya menganggap kata majemuk itu sebagai sebuah dvanda: “kerusakan dan kegagalan.”

2183 > Baca p.1672, catatan 582.

2184 > Jelas bahwa versi ini berbeda dengan 10:217 hanya dalam hal penyingkatan bagian penjelasan dan dengan menghilangkan perumpamaan dadu.

2185 > Walaupun teks sutta (dalam ketiga edisi) tidak memasukkan peyyāla di sini, yang menunjukkan suatu penghilangan, namun adalah mungkin bahwa di sini sutta ini pada awalnya memasukkan paragraf tentang sepuluh jalan kamma (seperti pada dua sutta sebelumnya). Hanya dengan cara ini maka dimasukkannya sutta ini dalam Kelompok Sepuluh menjadi masuk akal. Lebih jauh lagi, transisi menjadi sa kho so … ariyasāvako evaṃ vigatābhijjho vigatabyāpādo asammūlho dalam paragraf berikutnya, dengan rujukan pada subjek tertentu, menyiratkan bahwa ini telah didahului dengan sebuah paragraf yang telah dibabarkan tentang siswa mulia. Sebenarnya, paragraf lengkap ada terdapat pada paralel China, MĀ 15, yang merupakan perpaduan dari 10:217-18 dan sutta yang sekarang ini.

Struktur dari MĀ 15 adalah sebagai berikut: melanjutkan pernyataan pembuka, Sang Buddha mendefinisikan sepuluh jenis kamma jasmani, ucapan, dan pikiran yang tidak bermanfaat. Kemudian Beliau mengatakan bahwa seorang siswa mulia yang terpelajar melenyapkan tiga tidak bermanfaat dari kamma (jasmani, ucapan, dan pikiran. Ia tanpa kemarahan dan permusuhan, telah menghalau kantuk, melenyapkan kegelisahan dan kesombongan, telah meninggalkan keragu-raguan, dan telah melampaui keangkuhan. Ia penuh perhatian, memiliki pemahaman jernih, dan tidak bingung. Kemudian ia melingkupi segala penjuru dan seluruh dunia dengan pikiran cinta-kasih dan ketiga tanpa-batas lainnya.
2186 > Yaṃ kho pana kiñci pamānakataṃ kammaṃ, na taṃ tatrāvasissati, na taṃ tatrāvatiṭṭhati. Mp mengidentifikasi “kamma tidak terukur” sebagai kamma alam indria (kāmāvacarakamma), yaitu, kamma yang menghasilkan akibat di alam indria. Karena siswa yang sedang dijelaskan diduga adalah seorang yang-tidak-kembali (atau seorang yang pasti menjadi seorang yang-tidak-kembali), maka ia akan terlahir kembali di alam berbentuk dan tidak akan pernah turun ke alam indria. Dengan demikian kamma alam indria tidak akan menemukan kesempatan untuk matang.

2187 > Seperti telah disebutkan sebelumnya, kata Pāli kamma mengandung dua makna yang sering kali sulit dibedakan: makna etimologis, hanya berarti tindakan atau perbuatan, dan makna religius berarti suatu perbuatan yang dianggap sebagai dorongan moral yang dapat membawa konsekuensi pembalasan. Mengherankan bahwa teks mengatakan dengan cukup jelas bahwa seseorang yang mengembangkan kebebasan pikiran melalui cinta-kasih tidak dapat melakukan perbuatan buruk. Tampaknya bagi saya walaupun orang itu mungkin tidak melakukan perbuatan buruk yang didorong oleh kebencian dan niat buruk, namun masih dapat melakukan perbuatan buruk, bahkan yang kecil, yang didorong oleh keserakahan dan delusi.

2188 > Pernyataan ini juga tampaknya bertentangan dengan pandangan umum. Mereka yang tidak melakukan perbuatan buruk dalam kehidupan ini bisa saja menderita akibat kamma dari perbuatan buruk yang dilakukan pada kehidupan-kehidupan sebelumnya. Demikianlah Moggallāna dibunuh dan Sang Buddha sendiri terluka parah oleh serpihan batu tajam pecahan dari batu besar yang dilemparkan oleh Devadatta. Orang-orang bermoral yang belum menjadi Arahant juga mungkin mengalami penderitaan psikologis, dan bukan hanya penderitaan fisik, sebagai konsekuensi dari situasi yang tidak diinginkan. Misalnya, Ānanda, seorang bhikkhu bermoral, merasakan kesedihan dan kekhawatiran ketika Sang Buddha jatuh sakit dan Visākha, seorang pemasuk-arus, meratapi kematian cucunya.

2189 > Cittantaro ayaṃ bhikkhave macco. Mp: “Mereka memiliki pikiran sebagai penyebabnya, atau bagian internal mereka adalah karena pikiran (cittakāraṇo, atha vā citten’eva antariko). Karena dengan pikiran pada saat kelahiran kembali yang mengikuti pikiran pada saat kematian tanpa jeda, seseorang menjadi deva, makhluk-neraka, atau binatang.”

2190 > Karajakāya. Saya menerjemahkan ungkapan ini secara literal tetapi mungkin menyiratkan kurang lebih sama dengan ungkapan Bahasa Inggris yang berarti “tubuh yang tidak kekal ini” atau “tubuh badaniah ini.” DOP sv kara, mengatakan: “Tubuh yang dihasilkan melalui perbuatan, tubuh fisik.” SN 12:37, II 65,1, mengatakan tubuh sebagai “kamma masa lalu” (purāṇamidaṃ … kammaṃ). Paralel China tidak mengatakan apa pun yang bersesuaian dengan istilah ini.

2191 > Mp: “Melalui cinta-kasih, perasaan yang akan dialami pada kelahiran kembali menjadi terpotong, dan dengan demikian tidak mengikuti seseorang. Ini adalah refleksi dari seorang mulia yang adalah seorang pemasuk-arus atau yang-kembali-sekali.” Diduga, kamma buruk semuanya harus dialami di sini (sabbaṃ taṃ idha vedanīyaṃ), dalam kehidupan ini, dan tidak akan mengikuti (na taṃ anugaṃ bhavissati) karena kelahirannya berikutnya adalah di alam berbentuk, di mana tidak ada pengalaman menyakitkan, dan ia akan mencapai nibbāna di alam berbentuk tanpa kembali ke alam ini.

2192 > Idha paññassa bhikkhuno uttariṃ vimuttiṃ appaṭivijjhato. Mp: “Seorang bhikkhu bijaksana di sini: Kebijaksanaan dalam ajaran ini disebut ‘kebijaksanaan di sini.’ Maknanya [dari seorang bijaksana di sini] adalah seorang siswa mulia yang kokoh dalam kebijaksanaan mulia yang berhubungan dengan ajaran.” (imasmiṃ sāsane paññā idhapaññā nāma, sāsanacaritāya ariyapaññāya ṭhitassa ariyasāvakassā ti attho).

2193 > Mp menyebut ini sebagai keadaan dari seorang “yang-tidak-kembali jhāna” (jhānānāgāmitā). Orang-orang demikian telah merealisasikan dua buah yang lebih rendah dan mencapai jhāna-jhāna, tetapi masih belum benar-benar mencapai tingkat yang-tidak-kembali. Melalui kekuatan kamma dari jhāna-jhāna mereka maka mereka akan terlahir kembali di alam berbentuk, di mana mereka akan mencapai dua jalan dan buah yang lebih tinggi tanpa pernah kembali ke alam indria; demikianlah mereka disebut “para yang-tidak-kembali jhāna.” “Kebebasan lebih jauh” (uttariṃ vimutti) adalah Kearahattaan. Baca p.1664, catatan 539.

2194 > Ee menggabungkan ketiga sutta ini dengan sutta sebelumnya.

2195 > Baik Ce maupun Ee tidak menomori vagga ini. Akan tetapi, Ce menomori sutta-sutta dalam rangkaian ini seolah-olah vagga ini harus dihitung menjadi 3 (dengan dimulai dari 10.5.3.1, di mana angka pada segmen ke dua menunjukkan nomor Kelompok Lima Puluh dan segmen ke tiga meunjukkan nomor vagga). Be menomorinya 23, sesuai dengan skema penomoran berurutan yang digunakan untuk vagga-vagga itu. Karena “Lima Puluh Tambahan” hanya terdiri dari dua puluh enam sutta tanpa vagga ini, maka saya menomorinya “III,” dengan asumsi bahwa ini adalah bagian dari Kelompok Lima Puluh ini.

2196 > Ce menomori sutta ini dari 10.5.3.1 hingga 10.5.3.510. Be, menggunakan penomoran berkelanjutan untuk keseluruhan nipāta, menomorinya dari 237 hingga 746; Ee menomorinya dari 217 hingga 219, mengumpulkan semua penjelasan ke dalam 219. saya mengikuti cara Be.

2197 > Agak aneh bahwa pengetahuan benar dan kebebasan benar diperlakukan sebagai kondisi bagi pengetahuan langsung, karena (sewaktu menjelakan pengetahuan dan kebebasan Arahant) dua ini biasanya merupakan hasil dari pengetahuan langsung.

2198 > Di sini Ce dan Ee menambahkan upasamāya (“demi penenangan”).