Petapa Gotama mencapai Pencerahan Sempurna (Penerangan Agung)Petapa Gotama melanjutkan perjalanannya, dan pada sore hari akhirnya ia tiba di Gaya. Ia memilih untuk bermeditasi di bawah Pohon Bodhi. Kemudian ia menyiapkan tempat di sebelah timur pohon itu dengan rumput kering yang diterima dari pemotong rumput bernama Sotthiya. Ia kemudian bertekad dan berkata dalam hati:
“Dengan disaksikan oleh Bumi, meskipun kulitku, urat-uratku dan tulang-tulangku akan musnah dan darahku habis menguap, aku bertekad untuk tidak bangun dari tempat ini sebelum memperoleh Pencerahan Sempurna dan merealisasi Nibbana.”
Sotthiya mempersembahkan rumput kering untuk digunakan sebagai alas bermeditasi bagi Petapa GotamaKemudian Petapa Gotama melaksanakan meditasi
anapanasati, yaitu meditasi dengan menggunakan objek keluar-masuknya nafas. Tidak lama kemudian, semua pikiran-pikiran yang tidak baik mengganggu batinnya. Muncullah semua pikiran akan keinginan pada benda-benda dan hal-hal duniawi yang dapat memuaskan nafsu, tidak menyukai penghidupan yang suci dan bersih, perasaan lapar dan haus yang luar biasa, rasa malas dan ketidakinginan berbuat apa-apa, rasa kantuk yang berat, takut terhadap makhluk-makhluk halus dan gangguan dari hewan-hewan di hutan, gelisah, goyah saat merasakan perubahan kondisi dan cuaca di lingkungan hutan, keragu-raguan terhadap Dhamma, kebodohan (ketidaktahuan), keras kepala, keserakahan, keinginan untuk dipuji dan kesombongan serta memandang rendah orang lain. Semua pikiran tidak baik itu mucul bersama dan datang silih-berganti. Dengan ketenangan dan kesabaran yang luar biasa, Petapa Gotama berusaha agar tidak terhanyut dalam pikiran tersebut. Namun ia berusaha tetap memandangnya dengan kesadaran penuh sebagai sesuatu yang muncul dan lenyap karena ada sebab dan akibat di dalamnya. Petapa Gotama terus menyelami semua gejolak ini. Petapa Gotama pun memberantas sikap-sikap tidak baik yang merintangi Pembebasan, yaitu:
o Kerinduan terhadap duniawi (
Kamachanda-Nivarana)
o Itikad- itikad jahat (
Vyapada-Nivarana)
o Kemalasan dan kelambanan (
Thinamiddha-Nivarana)
o Kegelisahan dan kekhawatiran (
Uddhacca-Kukkucca-Nivarana)
o Keragu-raguan (
Vicikiccha-Nivarana)
Ketika Petapa Gotama berhasil menyingkirkan kelima rintangan ini, maka timbullah kegembiraan. Karena gembira maka timbullah kegiuran (
piti). Karena batin tergiur, maka seluruh tubuh terasa nyaman, kemudian Petapa Gotama merasa bahagia. Karena bahagia maka pikirannya menjadi terpusat. Lalu setelah terpisah dari nafsu-nafsu, jauh dari kecenderungan-kecenderungan tidak baik, maka Petapa Gotama masuk dan berdiam dalam jhana pertama; suatu keadaan batin yang tergiur dan bahagia (
piti-sukha), yang timbul dari kebebasan, yang masih disertai
vitakka (pengarah pikiran pada objek) dan
vicara (mempertahankan pikiran pada objek). Seluruh tubuhnya dipenuhi, digenangi, dan diresapi serta diliputi dengan perasaan tergiur dan bahagia yang timbul dari “kebebasan”. Setelah membebaskan diri dari vitakka dan vicara, Petapa Gotama memasuki dan berdiam dalam jhana kedua; yaitu keadaan batin yang tergiur dan bahagia, yang timbul dari ketenangan konsentrasi, tanpa disertai dengan vitakka dan vicara, keadaan batin yang memusat. Semua bagian dari tubuhnya diliputi oleh perasaan tergiur dan bahagia yang timbul dari “konsetrasi”. Petapa Gotama telah membebaskan dirinya dari perasaan tergiur, lalu berdiam dalam keadaan yang seimbang dan disertai dengan perhatian murni dan kewaspadaan yang jelas. Tubuhnya diliputi dengan perasaan bahagia, yang dikatakan oleh Para Arya sebagai “kebahagiaan yang dimiliki oleh mereka yang batinnya seimbang dan penuh perhatian murni”. Petapa Gotama kemudian memasuki dan berdiam dalam jhana ketiga. Seluruh tubuhnya dipenuhi, digenangi, diresapi serta diliputi dengan perasaaan bahagia yang tanpa disertai perasaan tergiur. Dengan menyingkirkan perasaan bahagia dan tidak bahagia, dengan menghilangkan perasaan-perasaan senang dan tidak senang yang telah dirasakan sebelumnya, Petapa Gotama kemudian memasuki dan berdiam dalam jhana keempat; yaitu suatu keadaan yang benar-benar seimbang, yang memiliki perhatian murni (
sati parisuddhi). Demikian Petapa Gotama bermeditasi di sana, memenuhi seluruh tubuhnya dengan perasaan batin yang bersih dan jernih.
Dengan pikiran yang telah terpusat, bersih, bebas dari nafsu, bebas dari noda, lunak, siap untuk digunakan, teguh dan tidak dapat digoncangkan, Petapa Gotama menggunakan dan mengarahkan pikirannya ke pandangan terang yang timbul dari pengetahuan (
nana-dassana). Maka Petapa Gotama pun mengerti: “Tubuhku ini mempunyai bentuk, terdiri atas 4 unsur pokok (unsur padat, cair, api dan angin), berasal dari ayah dan ibu, timbul dan berkembang karena perawatan yang terus-menerus, bersifat tidak kekal, dapat mengalami kerusakan, kelapukan, kehancuran dan kematian; tidak memuaskan; dan karena sifatnya tidak kekal dan tidak memuaskan; maka tidak layak disebut sebagai 'aku' atau 'milikku'. Begitu pula dengan kesadaran (
vinnana) yang berkaitan dengannya. Dengan pikiran yang telah terpusat, bersih, jernih, bebas dari nafsu, bebas dari noda, lunak, siap untuk digunakan, teguh dan tidak dapat digoncangkan, Petapa Gotama menggunakan dan mengarahkan pikirannya pada penciptaan “tubuh-ciptaan-batin” (
mano-maya-kaya), yang memiliki bentuk, memiliki anggota-anggota dan bagian-bagian tubuh lengkap, tanpa kekurangan sesuatu organ apapun. Dengan pikiran yang telah terpusat, bersih, jernih, bebas dari nafsu, bebas dari noda, lunak, siap untuk digunakan, teguh dan tidak dapat digoncangkan, Petapa Gotama menggunakan dan mengarahkan pikirannya pada bentuk-bentuk
iddhi (kesaktiaan - yang dilandasi oleh kemampuan batin).
Dengan pikiran yang telah terpusat, bersih, jernih, bebas dari nafsu, bebas dari noda, lunak, siap untuk digunakan, teguh dan tidak dapat digoncangkan, Petapa Gotama menggunakan dan mengarahkan pikirannya pada kemampuan-kemampuan
dibbasota (Telinga Dewa). Dengan kemampuan-kemampuan dibbasota yang jernih, yang melebihi telinga manusia, Petapa Gotama mendengarkan suara manusia dan dewa dan semua makhluk, yang jauh maupun yang dekat. Dengan pikiran yang telah terpusat, bersih, jernih, bebas dari nafsu, bebas dari noda, lunak, siap untuk digunakan, teguh dan tidak dapat digoncangkan, Petapa Gotama menggunakan dan mengarahkan pikirannya pada
ceto-pariyanana (pengetahuan untuk membaca pikiran orang lain). Dengan menembus pikirannya sendiri, Petapa Gotama pun mengetahui pikiran-pikiran makhluk lain.
Dengan pikiran yang telah terpusat, bersih, jernih, bebas dari nafsu, bebas dari noda, lunak, siap untuk digunakan, teguh dan tidak dapat digoncangkan, Petapa Gotama menggunakan dan mengarahkan pikirannya pada pengetahuan tentang
pubbenivasanussatinana (ingatan terhadap kelahiran-kelahiran lampau). Petapa Gotama melihat dengan terang tentang semua kelahiran-kelahirannya terdahulu, tanpa ada yang terlewatkan sedikit pun. Kejadian ini terjadi pada waktu jaga pertama, yaitu antara pukul 18.00-22.00. Dengan pikiran yang telah terpusat, bersih, jernih, bebas dari nafsu, bebas dari noda, lunak, siap untuk digunakan, teguh dan tidak dapat digoncangkan, Petapa Gotama menggunakan dan mengarahkan pikirannya pada pengetahuan tentang timbul dan lenyapnya makhluk-makhluk (
cutupapata-nana) sesuai dengan tumpukan kamma mereka masing-masing. Dan dengan kemampuan
dibbacakkhunana (Mata Dewa) yang jernih, melebihi mata manusia, Petapa Gotama melihat bagaimana setelah makhluk-makhluk berlalu dari satu perwujudan, muncul dalam perwujudan lain; rendah, mulia, indah, jelek, bahagia dan menderita. Ia melihat bagaimana makhluk-makhluk itu muncul dan terlahir sesuai dengan perbuatan-perbuatannya. Kejadian ini terjadi pada waktu jaga kedua pada pukul 22.00-02.00.
Petapa Gotama mengingat kehidupan-kehidupan lampaunyaPada waktu jaga ketiga yaitu antara pukul 02.00-04.00, dengan pikiran yang telah terpusat, bersih, jernih, bebas dari nafsu, bebas dari noda, lunak, siap untuk digunakan, teguh dan tidak dapat digoncangkan, Petapa Gotama menggunakan dan mengarahkan pikirannya pada pengetahuan tentang penghancuran noda-noda batin (
asavakkhayanana)… Petapa Gotama mengetahui sebagaimana adanya “Inilah Jalan yang menuju pada lenyapnya penderitaan”. Dengan mengetahui dan melihat demikian, maka pikirannya terbebaskan dari noda-noda nafsu (
kamasava), noda-noda pewujudan (
bhavasava), noda-noda ketidaktahuan (
avijjasava). Dengan terbebas demikian, maka timbullah pengetahuan tentang kebebasannya. Dan ia pun mengetahui: “Berakhirlah kelahiran kembali, terjalanilah kehidupan suci, selesailah apa yang harus dikerjakan, tiada lagi kehidupan setelah ini.”
Tidak ada unsur yang melekat lagi di batinnya. Petapa Gotama telah mencapai Pencerahan Sempurna dan merealisasi Nibbana. Dan dengan disaksikan oleh Bumi, Petapa Gotama pun akhirnya sukses menjadi Buddha (Yang Tercerahkan). Dengan usaha sendiri hingga akhirnya sukses mencapai Pencerahan Sempurna, dan memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk mengajarkan Dhamma kepada orang lain guna mencapai Pencerahan, maka Petapa Gotama pun disebut sebagai Sammasambuddha Gotama. Dengan wajah berseri dan batin yang sangat damai, Petapa Gotama kemudian mengeluarkan pekik kemenangan:
“Anekajati samsaram
Sandhavissam anibbissam
Gahakarakam gavesanto
Dukkha jati punappunam
Gahakaraka! Dittho’si
Punageham na kahasi
Sabba to phasuka bhagga
Gahakutam vismakhitam
Vismakharagatam cittam
Tanhanam khayamajjhaga.”
Yang artinya :
“Dengan letih Aku mencari "pembuat rumah" ini
Berlari-berputar dalam lingkaran tumimbal lahir
Menyakitkan, tumimbal lahir yang tiada akhir
Pembuat rumah! Sekarang telah Ku-ketahui
Engkau tak akan dapat membuat rumah lagi
Semua atapmu telah Ku-robohkan
Semua fondasimu telah Ku-bongkar
Batin-Ku sekarang mencapai keadaan terbebas
Dan berakhirlah semua nafsu keinginan.”
Kemudian secara tiba-tiba terjadilah sebuah gempa bumi. Sebuah gempa bumi dashyat yang berlangsung dalam waktu yang singkat. Para Dewa dari berbagai alam datang dan bersuka-ria atas keberhasilan Petapa Gotama menjadi Buddha. Demikianlah Pengeran Siddhattha akhirnya berhasil menjadi Buddha pada usia 35 tahun di Bulan Vaisak pada tahun 588 SM.
Petapa Gotama mencapai Pencerahan Sempurna dan menjadi Sammasambuddha