tidak selalu bisa dipandang melanggar.
bisa juga dipandang antara perbedaan interpretasi ajaran theravada, antara pandangan orthodox dan modern...
... yang berarti dhamma tidak sempurna dibabarkan, perlu interpretasi lebih lanjut, dan mengikuti perkembangan zaman.
kalo memang begitu, buat apa pria juga menjadi bhikkhu?
Memang dalam konteks pencapaian kesucian, pria/wanita tidak mutlak berstatus bhikkhu/bhikkhuni.
Tapi yang dibahas di sini adalah kondisi sekarang di mana sangha bhikkhuni sudah punah, sehingga secara peraturan wanita tidak bisa jadi bhikkhuni, dan ada sebagian orang 'maksa'.
Mengenai pria jadi bhikkhu, karena sekarang memang masih bisa sesuai aturan, saya pikir tidak relevan dibahas.
kalau saya melihat adanya komunitas bhikkhuni melengkapi komunitas2 yang ada di buddhism. adanya umat pria dan wanita melaksanakan pancasila yang menyokong pertapa pria dan wanita. adanya persaudaraan bhikkhu2 dan persaudaraan bhikkhuni.
kalo orang bertanya kenapa membangkitkan bhikkhuni lagi, sebagian orang yang lain bertanya kenapa tidak.
tidak ada bahayanya bagi kelangsungan buddha dhamma, malahan sebaliknya...
Buddha yang bijaksana memilih untuk mendirikan Sangha bhikkhuni, tidak melarangnya...
banci dan cacat tentu memiliki alasannya tersendiri, namun di lain pihak tidak ada alasan untuk tidak memberi kesempatan wanita menjadi bhikkhuni.
Kalau menurut bro morph sendiri, apakah ada alasan bagi Buddha yang menetapkan penahbisan bhikkhuni harus oleh sangha bhikkhuni? Atau itu hanya fenomena anomali keputusan tidak bijaksana dari seorang bijaksana?
apakah karena ada perbedaan pendapat mengenai satu topik ajaran, maka salah satu sekte kehilangan license untuk mengakui sebagai bhikkhu / bhikkhuni murid Buddha? apakah karena perbedaan itu, maka seluruh penganut theravada tidak lagi mengakui bhikkhuni dharmaguptaka sebagai bhikkhuni yang berasal dari guru yang sama?
Sebaliknya, justru karena perbedaan ajaran, maka masing-masing memiliki 'licence' untuk menahbiskan bhikkhu/ni sesuai aliran masing-masing. Tidak beda keadaannya dengan Devadatta yang punya licence sendiri untuk menahbiskan bhikkhu/ni-nya. Ketika dinyatakan sebagai sangha yang satu, tentu ia bukan anggota sangha lainnya.
saya bukan menyarankan kedua sekte sama dan sebaiknya merger saja, tapi bukankah seharusnya keduanya masih saling mengakui memiliki guru yang sama dan praktek yang sama?
Seperti contohnya Dharmaguptaka sendiri menolak pratikmoksa dari Sarvastivada, menganggapnya sudah tidak 'murni', sementara Sarvastivada tentu saja juga mengaku sebagai pewaris dharma yang benar. Dari sini sudah kelihatan bagaimana aliran-aliran itu sebetulnya berbeda, bukan sama.
dengan argumen yang sama, kenapa membangkitkan kembali bhikkhuni theravada ditentang?
bukankah tekad untuk berlatih, menjalankan sila dan samadhi yang penting ketimbang tata cara tradisi?
Sila dan samadhi menurut siapa? Menurut aliran penahbisnya, atau menurut aliran ke mana dia berpindah?
Katakanlah seseorang ditahbis di Sarvastivada, lalu hijrah ke Dharmaguptaka. Pandangan mana yang harus dianutnya? Jika dia menganut Dharmaguptaka, maka ia harus menolak keabsahan penahbisan dirinya; jika dia menganut Sarvastivada, yah untuk apa dia pindah ke Dharmaguptaka yang akan menolak keabsahan penahbisannya itu?
Karena memiliki akar yang sama, maka memang ada kesamaan antar sekte, tapi sesuai perkembangannya, jelas ada perbedaan yang mendasar yang tidak bisa disamakan yang memaksa mereka harus memisahkan diri, bahkan saling mengecam. Saya pikir kita harus buka mata sepenuhnya pada persamaan dan perbedaan ini.