//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Show Posts

This section allows you to view all posts made by this member. Note that you can only see posts made in areas you currently have access to.


Messages - xenocross

Pages: 1 2 3 4 5 [6] 7 8 9 10 11 12 13 ... 79
76
Sutra Mahayana / Sutra Sutra Prajnaparamita
« on: 02 July 2015, 10:53:47 PM »
Sutra Prajñāpāramitā merujuk pada kelompok sutra yang membahas mengenai penyempurnaan kebijaksanaan. Berasal dari kata prajñā (kebijaksanaan) dan pāramitā (penyempurnaan); bisa juga diartikan kebijaksanaan transenden. Konsep utamanya adalah membahas śūnyatā (kekosongan).


Prajñaparamita (Skt. prajñāpāramitā; Tib. ཤེར་ཕྱིན་, ཤེས་རབ་ཀྱི་ཕ་རོལ་ཏུ་ཕྱིན་པ་, sherchin; Wyl. sher phyin, shes rab kyi pha rol tu phyin pa) means 'Perfection of Wisdom'

===================================================


1. PERFECT WISDOM: The Short Prajnaparamita Texts. Edward Conze. 1973. Buddhist Publishing Group.

    Sārdhadvisāhasrikā Prajñāpāramitā Sūtra / Sutra Prajnaparamita dalam 2500 sloka, atau nama lainnya: Sutra Pertanyaan Bodhisattva Suvikrāntavikrāmin.
    Saptaśatikā Prajñāpāramitā Sūtra / Sutra Prajnaparamita dalam 700 sloka, atau nama lainnya: Penjelasan Bodhisattva Mañjuśrī mengenai penyempurnaan kebijaksanaan.
    Pañcaśatikā Prajñāpāramitā Sūtra / Sutra Prajnaparamita dalam 500 sloka
    Vajracchedikā Prajñāpāramitā Sūtra
    Heart of Perfect Wisdom in 25 lines / Sutra Hati Prajnaparamita versi panjang
    Heart of Perfect Wisdom , shorter version / Sutra Hati Prajnaparamitaversi pendek
    Svalpaksara Prajnaparamita / Sutra Prajnaparamita dengan sedikit aksara
    Suryagarbha Prajnaparamita
    Candragarbha Prajnaparamita
    Samantabhadra Prajnaparamita
    Vajrapani Prajnaparamita
    Vajraketu Prajnaparamita
    Prajnaparamita in 50 lines / Prajnaparamita dalam 50 sloka
    Kausika Prajnaparamita / Prajnaparamita yang diajarkan untuk Sakka
    The Questions of Nagasri / Pertanyaan Nagasri (bagian pilihan)
    Prajnaparamita in 150 lines / Prajnaparamita dalam 150 sloka
    The 108 names of Holy Perfection of Wisdom
    The 25 doors to Perfect Wisdom
    The Blessed Perfection of Wisdom, The Mother of All Tathagatas, in One Letter

http://www.mediafire.com/view/02v0tu2y5qxfetm/The_Short_Prajnaparamita_Texts,Conze,1973,1993.pdf


=============================================================

Saptaśatikā Prajñāpāramitā Sūtra: perfection of wisdom in 700 lines, the bodhisattva Mañjuśrī's exposition of Prajñāpāramitā.


2. Mañjuśrīparivartāparaparyāyā Saptaśatikā Prajñāpāramitā :The Perfection of Wisdom in 700 Lines

Translated from sanskrit by Edward Conze

http://www.mediafire.com/view/cjjrfq58j4bwyft/SaptaSatika_Prajna_Paramita_Manjusri_Sutra_-_700_Lines_english_conze.pdf


3. Mahāprajñāpāramitā Mañjuśrīparivarta Sūtra. Translated by Lapis Lazuli Texts; from Taishō Tripiṭaka 232.

http://www.mediafire.com/download/44g86ozk24qp36q/T0232_LL_manjusri_prajnaparamita.pdf



=============================================================


Aṣṭasāhasrikā Prajñāpāramitā Sūtra


4. The Prajna Paramita Sutra on the Buddha-Mother's Producing the Three Dharma Treasures, Spoken by the Buddha

(Also know as:) The Perfection of Wisdom in 8000 Lines The Smaller Prajna Paramita Sutra (Tripitaka: 0227) (Taisho Tripitaka: 0228) Translated into Chinese during Song Dynasty by Tripitaka Master Danapala Translated into English by Richard Babcock (Copper)

http://www.mediafire.com/view/lcbmtz7b64g50hn/the-prajna-paramita-8000-lines.pdf


5. THE PERFECTION OF WISDOM IN EIGHT THOUSAND LINES & ITS VERSE SUMMARY

Translated by Edward Conze. Termasuk Ratnagunasamcayagatha (bait-bait pengumpulan kualitas berharga), yang merupakan rangkuman dari astahasasrika.

http://www.mediafire.com/view/kgmdh20gbupv9sc/Ratnagunasamcayagatha.pdf


==============================================

Mahāprajñāpāramitā Sūtra

Aṣṭadaśasāhasrikā Prajñāpāramitā Sūtra: The Perfection of Wisdom in 18,000 lines

Pañcaviṃśatisāhasrikā Prajñāpāramitā Sūtra: The Perfection of Wisdom in 25,000 lines

Śatasāhasrikā Prajñāpāramitā Sūtra: The Perfection of Wisdom in 100,000 lines



6. The Large Sutra on Perfect Wisdom. Edward Conze. 1975. UNIVERSITY OF CALIFORNIA PRESS BERKELEY, LOS ANGELES, LONDON.

Buku ini mencampurkan bagian - bagian dari tiga sutra , yaitu dari Aṣṭadaśasāhasrikā , Pañcaviṃśatisāhasrikā , dan Śatasāhasrikā.

http://www.mediafire.com/view/7qkdw7lg00ox0tz/The_Large_Sutra_On_Perfect_Wisdom,Conze,1975a.pdf


================================================


Svalpaksara Prajnaparamita / Sutra Prajnaparamita dengan sedikit aksara


7. Ārya Bhagavati Svalpākṣarā Prajñāpāramitā Sūtra

聖佛母小字般若波羅蜜多經  Shêng Fo-mu Hsiao-tzŭ Po-jo Po-lo-mi-to Ching

Sūtra tentang Prajñāpāramitā, Bunda Para Buddha yang Suci, dalam Sedikit Aksara

Versi Bahasa Indonesia dengan transliterasi mandarin

http://www.mediafire.com/view/3mgu1oz20bg81av/Svalpaksara_Prajnaparamita.pdf


==================================================



77
Tibet
Di suatu waktu sekitar tahun 780-an, didirikan wihara Tibet pertama, Samye, tetapi yang ada hanyalah biksu India. Raja Trisong Detsen memilih tujuh pria untuk ditahbiskan, sebagai uji coba apakah orang-orang Tibet mampu mempertahankan tradisi Vinaya. Penahbisan dan pelatihan dilaksanakan di bawah pandita India terkemuka, Santaraksita, yang telah ditahbiskan dan belajar di Nalanda, dan yang karyanya, Tattvasaṅgraha, menunjukkan penguasaannya atas ajaran-ajaran dari semua aliran. Eksperimen ini dianggap sukses dan banyak penahbisan lainnya mengikuti

Untuk sumber tekstualnya, orang Tibet menggunakan Vinaya yang berlimpah milik Mulasarvastivadin. Kita belum pernah membahasnya sebelumnya, tetapi seperti diduga dari namanya, mereka sangat terkait dengan Sarvastivada. Dengan kata lain, mereka juga berpangkal dari Culasanghika kuno. Vinaya mereka menjadi sangat populer di periode belakangan Agama Buddha India, kemungkinan karena menggabungkan banyak sutra dan kisah dan juga tradisi bersama dari materi Vinaya. Ini adalah Vinaya satu-satunya yang diterjemahkan dalam bahasa Tibet, yang mengisyaratkan bahwa silsilah penahbisan mereka juga berpangkal dari  Mulasarvastivada. Ordo para biksuni, sejauh yang kita tahu, tidak pernah diperkenalkan di Tibet.

Kita telah mengamati kaitan yang erat antara Sarvastivada dan Dharmaguptaka di China. Juga terdapat afinitas mengejutkan antara silsilah Sarvastivada dan  Theravada. Catatan dari Konsili Kedua merujuk pada sejumlah biksu yang mewakili ‘Paveyyaka’. Salah satunya adalah Sambhuta Sanavasi, murid dari YA Ananda. Beliau muncul sebagai salah satu dari delapan hakim di Konsili Kedua menurut Vinaya Theravāda, Dharmaguptaka, Sarvāstivāda, Mūlasarvāstivāda, dan Mahīśasaka. Tetapi sementara Theravada hanya memiliki sedikit hal lainnya untuk diceritakan tentang Sanavasi, Sarvāstivāda menganggapnya sebagai salah satu sesepuh besar mereka. Beliau muncul dalam banyak kisah, dan di  usia tuanya beliau menahbiskan Upagupta, yang paling terkenal dari semua guru Sarvāstivādin mula-mula. Jadi, Theravāda dan  Dharmaguptaka mengakui Sanavasi sebagai bagian dari kelompok mereka di Konsili Kedua, meskipun beliau adalah pemimpin dari Sarvāstivādin. Kotanya, Mathura, menjadi salah satu pusat terbesar dari  Sarvāstivāda. Pengaruh dari aliran ini masih hidup hingga hari ini. Kunjungilah sebuah vihara Myanmar, dan carilah dengan jeli patung biksu yang sedang makan dari mangkuknya, dan melihat ke belakang pundaknya. Patung menarik ini bukanlah biksu Theravādin, ia tidak lain adalah Upagupta. Pemujaan terhadapnya tersebar luas di kalangan Agama Buddha rakyat di sepanjang Myanmar utara, Thailand, Laos, dan Kamboja, yang menunjukkan pergerakan awal Sarvāstivāda ke utara, sepanjang area-area yang sekarang adalah Theravādin.

Tetapi afinitasnya bahkan lebih dekat lagi dari ini, karena ada seorang guru besar lainnya yang terkenal di Sarvāstivāda yang dianggap memainkan peran kunci dalam pendirian Agama Buddha Sri Lanka. Komentar Vinaya Theravāda mencatat bahwa ketika putra Raja Asoka, Mahinda, menjalani pentahbisan, penahbis / upajjhaya-nya adalah Mogaliputtatissa, tetapi gurunya (ācariya) adalah Majjhantika. Majjhantika yang ini, terkadang dikatakan sebagai upajjhaya dari Sanavasi, terkenal di semua tradisi sebagai misionaris yang membawa Dharma ke wilayah Kashmir, dimana Sarvāstivādin  juga menjadi kekuatan yang besar. Jadi sesepuh pendiri Sarvāstivāda adalah guru dari pendiri Theravāda Sri Lanka di Mahavihara.

Karena orang Tibet mengadopsi silsilah Vinaya Mulasarvastivada, yang sangat jelas kedekatannya dengan Sarvāstivāda,  maka tidaklah mengejutkan kita bahwa terdapat pertukaran secara langsung antara Agama Buddha Sri Lanka dan Tibet di tahun-tahun berikutnya. Kitab suci [kanon] Tibet memasukkan beberapa terjemahan khotbah pertama Buddha, yang salah satunya dibuat langsung dari Pali. Faktanya, manuskrip Pali tertua yang ada, bukan berpangkal dari Sri Lanka, tetapi dari Nepal, berisikan beberapa halaman  Vinaya Theravāda yang membahas tentang penyelesaian pertikaian dan masalah lainnya.

Mahayana
Banyak pembaca mungkin bertanya-tanya: tetapi bagaimana dengan Mahayana? Kemana mereka ketika hal ini berlangsung? Penting untuk disadari bahwa tidak ada yang disebut Vinaya khas ‘Mahayana’. Para Mahayanis selalu mengikuti Vinaya dasar yang sama seperti halnya para biksu dan biksuni lainnya. Tidak pernah diabaikan, namun dilengkapi dengan satu set aturan atau prinsip yang dikenal sebagai “sumpah-sumpah Bodhisattva” , yang adalah bonus terhadap Vinaya yang umum. Saya tidak familiar dengan sumpah-sumpah tersebut, sehingga saya akan menyerahkan pada teman-teman Mahayana untuk menjelaskan arti dan cara kerjanya.

Para sarjana modern sering berkata bahwa Mahayana diturunkan dari Mahāsaṅghika mula-mula, dan Mahāsaṅghika dipersamakan dengan Vajjiputtaka dari Konsili Kedua; karena itu, Mahayana, dikatakan, mewakili pergerakan meninggalkan aturan-aturan monastik yang kaku. Namun, sangat sedikit bukti terhadap rantai penalaran ini. Seperti telah kita saksikan, terdapat alasan untuk meyakini bahwa Vajjiputtaka tidak memiliki kaitan dengan Mahāsaṅghika, dan Vinaya Mahāsaṅghika menunjukkan mereka memiliki sikap yang sama berkenaan Vinaya seperti halnya kelompok-kelompok lainnya. Selain itu, sumber-sumber primer mengkaitkan perpecahan pertama terhadap doktrin, bukan Vinaya. Sumber-sumber yang mengkaitkan Vajjiputtaka dengan Mahasanghika cenderung terlambat, dan kita dapat menduga mereka berniatan polemik.

Saya juga berpikir bahwa keterkaitan antara Mahāsaṅghika dan Mahayana telah dilebih-lebihkan. Bukti-bukti dari naskah-naskah, jurnal-jurnal, dan para penulis Mahayana menunjukkan bahwa Mahāsaṅghika masih ada sebagai sebuah sekte yang berbeda hingga di akhir Agama Buddha India; mereka bukan sekedar melebur ke dalam Mahayana. Sementara doktrin utama Mahāsaṅghika – kesempurnaan Arahat yang tidak sepenuhnya – digemakan dalam banyak karya Mahayana, namun Mahayana tetap berutang banyak pada Sarvāstivāda. Karenanya tradisi Tibet menyuarakan “empat aliran” Agama Buddha India (Sarvāstivāda, Sautrāntika, Cittamātra, Mādhyamaka), dan mengabaikan Mahāsaṅghika. China menerima versi Sarvāstivādin berkenaan kisah kehidupan Buddha, Lalitavistara, sebagai salah satu sutra utamanya, dibandingkan Mahavastu milik Mahāsaṅghika. Abhidharma dari Sarvāstivāda secara luas dipelajari di Tibet dan China, tetapi kita sedikit mendengar tentang Abhidharma Mahāsaṅghika. Debat-debat dari para filsuf Mahayana adalah dengan Sarvāstivāda, bukan dengan Mahāsaṅghika. Mungkin, untuk selanjutnya, kita harus menganggap Mahayana muncul dari trend-trend tertentu yang ditemukan di seluruh aliran, dan bukan diturunkan dari satu aliran spesifik tertentu. Hal ini menjelaskan referensi Hiuen Tsang [Xuan Zang / yang populer dalam kisah perjalanan ke barat] yang menyebutkan “Theravādin Mahāyāna” yang kemungkinan besar adalah para Theravādin yang mengikuti jalan Bodhisattva.

Kesimpulan
Semua tradisi monastik buddhis berasal dari prosedur penahbisan dan gaya hidup yang, dalam esensinya, ditetapkan oleh Buddha. Baik silsilah Vinaya Vajjiputtaka maupun Vinaya Mahāsaṅghika sudah tidak ada lagi di hari ini. Ketiga silsilah Vinaya yang ada berpangkal dari “Culasaṅghika”, yang berseberangan dengan Mahāsaṅghika  dalam pertikaian doktrin di Konsili Ketiga. Tidak ada bukti meyakinkan bahwa perbedaan-perbedaan Vinaya telah menyebabkan perpecahan antara ketiga silsilah; perpecahan (Mula-) Sarvāstivāda adalah berkenaan poin doktrin, dan perpecahan selanjutnya antara Theravāda dan Dharmaguptaka adalah karena geografi semata. Hanya ada sedikit koneksi signifikan antara ketiga tradisi Vinaya ini sepanjang sejarah. Perbedaan-perbedaan perilaku antar monastik buddhis di masa sekarang ini, sebagian dikarenakan sumpah-sumpah bodhisattva, tetapi kebanyakan karena perbedaan iklim, kultur, dan kebiasaan pada periode sejak Agama Buddha telah terusir dari tanah kelahiran asal mulanya, India.

78
Perpecahan-perpecahan lebih lanjut
Setelah perpecahan pertama, kedua aliran mulai mengalami perpecahan lebih lanjut, yang menghasilkan ‘delapan belas’ aliran awal. Kita tidak mencoba menelusuri perkembangan kedelapan belas aliran tersebut, tetapi berkonsentrasi pada yang terkait dengan tradisi-tradisi Vinaya.

Tidak lama setelah perpecahan pertama, Culasanghika terpecah berkenaan tema doktrinal. Permasalahannya adalah poin filsafat halus berkenaan sifat dasar waktu dan ketidakkekalan. Satu kelompok berpendapat bahwa semua dhamma, masa lalu, masa depan, masa kini, sebagai eksis; dan mereka menyebut dirinya sebagai ‘Sarvastivada’ (doktrin bahwa semuanya eksis). Kelompok lain berpendapat bahwa kita harus ‘membedakan’ antara masa lalu, masa depan, dan masa kini, dan mereka menjadi dikenal sebagai ‘Vibhajjavada’ (doktrin pembedaan). Sarvastivada berkembang menjadi yang paling berpengaruh di semua aliran Agama Buddha India – kita akan lebih banyak mendengar tentang mereka setelah itu.
Sekarang, sekitar abad ketiga SM, di era Raja Asoka. Raja Buddhis agung itu membiayai para misionaris Buddha untuk mengadakan perjalanan jauh, sambil membawa Dhamma toleransi dan welas asih. Sepertinya, Vibbhajjavadin adalah diantara misionaris yang paling sukses.

Satu kelompok, yang dipimpin oleh anak lelaki raja bernama Mahinda, dan anak perempuan raja bernama Sanghamitta, mengadakan perjalanan ke selatan ke pulau Sri Lanka, dimana mereka diterima dengan sukacita.  Pusat kebudayaan Buddhis yang baru dan energik  didirikan di Anuradhapura di Mahavihara. Tradisi ini terkadang disebut ‘Mahaviharavasin’ (para penghuni vihara besar), tetapi biasanya disebut ‘Theravada’ (doktrin para sesepuh). Mereka telah, hingga hari ini, mempertahankan koleksi Sutta, Vinaya, Abhidhamma, dan tafsir-tafsir dalam bahasa Pali.

Seperti tertulis dalam catatan sejarah Sri Lanka, kelompok Vibbhajjavadin kedua mengadakan perjalanan ke India Barat Laut. Mereka dipimpin oleh biksu bernama ‘Yonaka Dhammarakkhita’ , nama yang paling menarik perbincangan. ‘Yonaka’ secara literal berarti Yunani, dan digunakan dalam teks-teks Indic untuk semua orang Barat. Alexander The Great telah memimpin pasukan yunani-nya memasuki India Barat Laut, tidak lama sebelum Asoka. Dia membangun beberapa kota yang disebut ‘Alexandria’, salah satu yang sepertinya menjadi kota asal Yonaka Dhammarakkhita. Jadi, dia mungkin memiliki asal usul dari Yunani atau Barat. Bagian kedua namanya juga sama menariknya. Kata ‘rakkhita’ dan ‘gupta’ memiliki makna yang persis sama: ‘dijaga’.  Sehingga beberapa sarjana modern (Frauwallner, Przyluski) telah melihat koneksi antara aliran ‘Dhammarakkhita’ dan ‘Dharmaguptaka’: Dharmaguptaka adalah cabang dari Vibbhajjavada yang mengikuti Yonaka Dhammarakkhita ke barat laut.

Jadi sepertinya perpecahan antara Mahaviharavasin dan Dharmaguptaka bukanlah dikarenakan Dhamma ataupun Vinaya, tetapi semata geografis. Dharmaguptaka adalah cabang barat laut dari Vibbhajjavada, dan Mahaviharavasin atau Theravadin adalah cabang selatan. Tetapi afinitas antara kedua aliran bahkan mampu mengatasi jarak yang sangat jauh tersebut, dimana catatan sejarah menuliskan bahwa Yonaka Dhammarakkhita dan banyak pengikutnya mengadakan perjalanan ke Sri Lanka untuk upacara pemberkatan inagurasi bagi sebuah Stupa besar.

China
Dharmaguptaka di barat laut, berada dalam situasi ideal untuk menyebar sepanjang Jalan Sutra ke China. Lalu lintas sepanjang rute perdagangan Asia Tengah ini sangat ramai dan beragam, dan Agama Buddha dari beraneka tipe segera membuat kehadirannya terasa. Agama Buddha sampai ke China sekitar 500 tahun setelah Buddha parinirwana. Sepertinya, Dharmaguptaka adalah di antara yang paling pertama didirikan disana, dan yang pertama menerapkan silsilah Vinaya. Orang-orang China kuno mengimpor dan menterjemahkan paling tidak enam Vinaya, yang paling populer adalah Dharmaguptaka dan Sarvastivada.

Komentator China, Tao Xuan (596 – 667 CE) mencatat bahwa di hari-hari awal, Sangha di China telah berpraktik sesuai dengan beragam Vinaya, tetapi telah ada keinginan untuk menyatukan dan menstandarisasi tingkah laku, sehingga hanya ada satu Vinaya yang dipilih untuk mengikat semua Sangha. Terdapat beberapa perdebatan tentang mana yang harus diadopsi. Tetapi, pada akhirnya, disetujui bahwa, karena silsilah penahbisan berpangkal dari Dharmaguptaka, maka semuanya harus mengikuti Vinaya Dharmaguptaka. Hingga hari ini, Vinaya Dharmaguptaka tetap menjadi tata disiplin yang diterima bagi semua Sangha di China dan tradisi-tradisi terkait, seperti Korea, Vietnam, dan Taiwan.

Di periode pertama Agama Buddha China, silsilah penahbisan hanya ditetapkan bagi biksu saja. Belum ada biksuni, sehingga komunitas spiritual empat-unsur yang divisikan oleh Buddha belum berakar. Biksuni pertama ditahbiskan di pertengahan abad keempat. Tetapi penahbisan ini hanya bisa diberikan oleh biksu saja, dan beberapa merasa ini tidak selaras dengan Vinaya. Biksuni Seng-kuo mencatat bahwa sekitar tahun 433 CE, sekelompok biksuni datang dengan kapal dari Sri Lanka. Penahbisan-penahbisan biksuni dilaksanakan oleh para biksuni Sri Lanka bersama dengan para biksu China, yang dibimbing oleh biksu Gunavarman. Dia dikenal telah menterjemahkan sebuah teks Vinaya Biksuni, karmavacana, dari aliran Dharmaguptaka, sehingga sepertinya penahbisan biksuni dilaksanakan selaras dengan Vinaya Dharmaguptaka.
Jadi, silsilah Vinaya Dharmaguptaka China, secara historis memiliki kaitan yang sangat erat dengan Sri Lanka.

Sesungguhnya, kitab suci [kanon] China berisikan sebuah tafsir Vinaya Sri Lanka (sama dengan Samantapadasika Pali), dan juga Vinaya dari aliran Mahisasaka yang dibawa dari Sri Lanka. Tidak pasti apakah para biksuni Sri Lanka adalah dari Theravada (Mahaviharavasin) atau bukan. Pada tahap periode itu, dua aliran lain telah muncul di Sri Lanka: Abhayagirivasin dan Jetavaniya. Kedua aliran itu terpisah dari Mahaviharavasin, dengan saling berkomentar pedas dan marah satu sama lain, yang mensiratkan bahwa politik-politik pribadi ikut berperan. Teks-teks Sri Lanka yang ada dalam terjemahan China (komentar Vinaya dan Vimuttimagga) tidak persis sama dengan pasangannya milik Theravadin, jadi kemungkinan koneksi Sri Lanka – China ini dari salah satu aliran-aliran lainnya, kemungkinan adalah Abhayagirivasin. Namun ini tidak mempengaruhi silsilah penahbisan, karena baik Abhayagirivasin maupun Jetavaniya, keduanya berpangkal pada Mahaviharavasin. Di masa-masa berikutnya, secara diam-diam mereka diterima kembali masuk ke dalam kelompok, sehingga Theravada  yang ada sekarang ini, faktanya adalah penyatuan kembali dari ketiga aliran Sri Lanka kuno. Ini adalah contoh yang indah, betapa Sangha dapat meminggirkan perselisihan-perselisihan dan persaingan masa lalu, demi harmoni.

79
Silsilah Penahbisan dalam Tiga Tradisi: Sumbangsih Terhadap Pemahaman

Judul Asli: Ordination Lineages in the Three Traditions: A Contribution Towards Understanding
Oleh Bhikkhu Sujato
Dari buku “Melihat Tradisi dengan Semangat Sejati”.  2012. Penerbit Dian Dharma.  Diterjemahkan Dharma Kesuma.
Bahasa dan penterjemahan dikoreksi dan diselaraskan ulang.
Sumber asli: https://sites.google.com/site/santipada/parampara

Saat kita melihat para biksu dan biksuni, mereka masing-masing mengenakan jubah-jubah elegan yang berbeda-beda. Adalah alami, jika ingin tahu darimana asalnya beraneka tradisi yang berbeda-beda ini. Dalam tulisan pendek ini, kita akan menelusuri sejarah tradisi monastik Buddhis utama, dimulai dari pangkal mulanya di India

Agama Buddha Pra-Sektarian
Buddha mengajar selama empat puluh lima tahun, dan dalam waktu tersebut telah mengumpulkan banyak pengikut. Dikembangkanlah tata perilaku yang mengatur gaya hidup para pengikut, dan menjadi terformalisasi. Inilah yang kita sebut sebagai ‘Vinaya’.
Bagian inti dari Vinaya adalah:
-00 Aturan-aturan perilaku, ‘Patimokkha’ atau ‘Pratimoksa’ yang terkenal; dan
-00 Prosedur-prosedur berkenaan tindakan-tindakan kebiaraan, khususnya penahbisan, yang disebut ‘kammavaca’ atau ‘karmavacana’.

Sekarang ini, banyak Vinaya dalam beraneka bahasa: Pali, Sansekerta, China, dan Tibet. Tentu saja, kita dapat menemukan beberapa perbedaan di antara mereka. Tetapi terdapat kesamaan besar antar Vinaya tersebut, khususnya Patimokkha dan kammavaca. Para sarjana telah menyimpulkan bahwa semua Vinaya yang ada, berasal dari Vinaya kuno, yang telah dimulai oleh Buddha, dan disusun tidak lama sesudahnya. Beraneka tradisi telah mengembangkannya secara mendetail, tetapi esensinya tetaplah sama. Kita beranggapan bahwa tradisi Buddha paling dini telah memiliki Vinaya. Dipelajari dan dipraktikkan oleh semua biksu dan biksuni sejak zaman Buddha selama sekitar 100 tahun.

Konsili Kedua dan Ketiga
Tak terhindarkan, secara bertahap mulai terjadi perbedaan-perbedaan di dalam praktik. Pada akhirnya, hal itu menyebabkan krisis di dalam Sangha, yang dibahas dalam ‘Konsili Kedua’, dilaksanakan di Republik Vajjian, di kota Vesali, pada masa Raja Kalasoka dari Magadha.

Tema utamanya adalah kelayakan bagi para biksu untuk menggunakan uang. Tema-tema lainnya juga mendapat perhatian, tetapi dianggap sekunder kepentingannya. Para biksu Vesali, dikenal sebagai ‘Vajjiputaka’ (Para Putra Vajji) secara reguler pergi ke kota-kota sambil membawa mangkuk mereka, untuk mengumpulkan uang. Mereka ditentang oleh para biksu dari distrik barat yang disebut Pava; yang dalam penjelasan tentang Vinaya disebut ‘Paveyyaka’ (Mereka yang berasal dari Pava). Terjadi debat besar, yang dihadiri 700 biksu. Konsili tersebut menunjuk satu grup terdiri dari delapan biksu, masing-masing pihak sebanyak empat orang, untuk membandingkan praktik-praktik Vajjiputaka dengan kata-kata Buddha di dalam Sutta maupun Vinaya. Mereka akhirnya mendukung opini-opini Paveyyaka’. Menjadi jelas bahwa, meskipun para biksu dan biksuni di saat itu mungkin berbeda dalam praktiknya, namun mereka semua mendukung ajaran-ajaran serta tata perilaku yang sama, dan ini adalah standar yang diterima umum. Perhatikan bahwa perbedaan muncul dikarenakan pemisahan geografis, dan didamaikan dengan kembali ke sumber bersama.

Semua [versi] Vinaya sepakat bahwa perselisihan di Vesali telah didamaikan tanpa perpecahan. Tetapi beberapa tahun kemudian, terjadi perselisihan lainnya, bukan tentang Vinaya, tetapi tentang doktrin. Bervariasi kisah tentangnya, karena Konsili tersebut tidak ditemukan di di Vinaya dasar, namun dalam sejarah-sejarah belakangan. Tetapi, sepertinya seorang guru (dipanggil Mahadeva oleh beberapa orang) mengajarkan lima ide yang tidak bisa diterima oleh banyak biksu dan biksuni. Tidak perlu diceritakan secara detil disini, tentang bagaimana kelima ide tersebut. Cukup dikatakan bahwa perselisihannya sebagian besar adalah tentang sifat seorang arahat (siswa tercerahkan). Apakah seorang arahat sungguh-sungguh sepenuhnya terbebas dari segala kemelekatan duniawi maupun ketidaktahuan; ataukah dia masih mengalami ketidaksempurnaan halus? Konsili dilangsungkan di Pataliputra, tidak lama SEBELUM masa Raja Asoka [Raja Dharmasoka, kekaisaran Maurya, memerintah kira-kira 269 SM-  232 SM], untuk mendiskusikan poin-poin ini.  Kali ini, pihak-pihak yang bertikai tidak mencapai kesepakatan, dan perpecahan untuk pertama kalinya terjadi sebagai dampaknya.

Kelompok yang mempertanyakan kesempurnaan arahat menjadi mayoritas di pertemuan itu, sehingga disebut sebagai ‘Mahāsaṅghika’. Tidak ada nama yang sungguh-sungguh tepat untuk kelompok satunya, yang mendukung kemurnian mutlak dari arahat. Terkadang, mereka disebut para ‘Thera’ / [Sthavira] (Sesepuh), yang mensiratkan bahwa mereka identik dengan Theravadin dari Sri Lanka. Tetapi, Theravadin hanyalah salah satu cabang dari aliran kuno itu, dan banyak aliran lainnya memiliki pembenaran untuk mengklaim berpangkal dari aliran itu. Karena semua sepakat bahwa kelompok ini memiliki jumlah yang lebih sedikit di Konsili Ketiga [BUKAN Konsili Ketiga versi  Mahavamsa, di masa Asoka  yg diketuai  Mogaliputtatissa] , maka saya menyarankan untuk menyebutnya ‘Culasanghika’ , ‘Sangha Minoritas’, sebagai kebalikan dari ‘Mahasanghika’ , ‘Sangha Mayoritas’.

Beberapa sarjana mencoba mengkoneksikan kejadian Konsili Kedua dengan Ketiga, dan menyatakan bahwa Mahāsaṅghika adalah sama dengan Vajjiputtaka, sementara Culasanghika adalah sama dengan Paveyyaka. Tetapi bukti yang ada tidak mendukung ide tersebut. Ide utama yang diajukan oleh Vajjiputtaka  adalah kelayakan bagi biksu atau bikuni untuk menggunakan uang; tetapi Vinaya dari Mahāsaṅghika persis sama dengan aturan Theravada dan semua aliran lainnya berkenaan dengan penggunaan uang. Bahkan, dalam catatan mereka tentang Konsili Kedua, Mahasanghika secara terbuka mengkritik Vajjiputtaka. Selain itu, pada kedua Vinaya , baik Mahasanghika (lebih awal) maupun Lokuttaravada (lebih belakangan) dari aliran ini, mereka yang berlatih menjadi biksuni diharapkan mematuhi delapan belas aturan, dan bukan enam seperti di aliran-aliran lain; dan di antara ke delapan belas aturan itu, larangan untuk menggunakan uang disampaikan dua kali. Jadi, dalam hal ini, Mahasanghika memiliki larangan yang lebih keras terhadap penggunaan uang dibandingkan kedua aliran lainnya.

80
Buddhisme Awal / Re: Apa Yang Buddha benar-benar Ajarkan
« on: 10 June 2015, 10:01:38 PM »


Dirgha Sarvastivada adalah penemuan yang sangat menarik: sebuah manuskrip sanskerta kuno, dua pertiga yang telah muncul secara misterius dari Afghanistan di beberapa tahun baru-baru ini. Ia belum diedit dan dipublikasikan. Ketika ini tersedia, akan terlihat bahwa kita akan hampir mempunyai koleksi lengkap sutra dari sekte Sarvastivada. Sebagai tambahan ada Dirgha dari sekte Dharmaguptaka. Sekte dari Ekottara tidak benar-benar diketahui, walaupun beberapa sarjana sementara menggolongkannya ke Mahasanghika. Semua ini adalah sekte awal Buddhisme yang berkembang di India kuno. Nikaya Pali ke-5, Khuddaka, adalah koleksi serba-serbi, mengandung campuran materi awal dan belakangan. Walaupun ada beberapa referensi di Kanon Mandarin dan Tibet ke Kśudraka Āgama, tidak ada koleksi yang ada secara utuh. Bagaimanapun, ada banyak padanan dari bagian-bagian Khuddaka yang ada, termasuk Dhammapada, Jataka, Atthakavagga, dan lainnya

Kanon Tibetan tidak mengandung sutra awal utama dari Agama. Ini sepertinya adalah karena ketika Buddhisme datang ke Tibet, di sekitar tahun 700CE, tidak ada banyak minat dalam mempelajari sutra Agama. Bagaimanapun, ada lumayan banyak sutra awal yang tersebar di dalam koleksi Tibet yang besar, secara individu atau dalam kelompok kecil. Lebih jauh lagi, ada lumayan banyak kutipan dan rujukan ke sutra Agama yang ditemukan di dalam karya tulisan belakangan. Jadi walaupun Agama itu sendiri dengan sedihnya tidak hadir di kanon Tibet, mereka diakui dan diterima sebagai kanonik.

Dengan memeriksa koleksi dari kitab-kitab, kita dapat menentukan sejauh apa sekte-sekte memperkenalkan pemikiran mereka sendiri ke dalam kanon. Proses ini, dengan cukup gembira, mengungkapkan bahwa pemikiran sektarian hampir tidak ada. Hanya di sana dan di sini, diperiksa dengan mata kritis, seseorang dapat menemukan pengaruh sektarian kecil. Penjelasan paling masuk akal dari situasi ini adalah bahwa kitab-kitab ini sudah diterima oleh seluruh komunitas Buddhis sebagai kanonik bahkan pada periode sebelum perpecahan.

Ini bukan berarti bahwa apapun yang ditemukan di kitab-kitab ini secara harfiah adalah "kata-kata Buddha" <Buddhavacana>. Perpecahan pertama terjadi lebih dari 100 tahun setelah Buddha parinibbana, yang membuat ada banyak waktu untuk penyuntingan. Kitab-kitab itu sendiri mengingatkan kita bahwa apa yang penting adalah 'sutta-sutta ini diucapkan oleh Tathagata'. Banyak materi di Nikaya/ Agama bukanlah 'diucapkan oleh Tathagata'. sebagai contoh, [pada] latar belakang dan narasi. Hal ini tidak perlu dipandang sebagai otoritatif dalam makna yang mendalam. Dan memang, perbandingan antara sutra yang sepadan di Nikāya dan Āgama seringkali mengungkapkan bahwa, walaupun doktrinnya sangat mirip, setting dan detil kejadian bisa saja berbeda. Ini bukanlah aturan yang pasti, tetapi menunjukkan kecenderungan dalam proses kompilasi untuk mementingkan materi doktrinal sebagai jantungnya, dan memperlakukan materi kejadian secara lebih bebas. Bahkan ada instruksi dalam dua Vinaya mengenai apa yang harus dilakukan jika seseorang melupakan setting sebuah sutra. Mereka kurang lebih menginstruksikan para bhikkhu untuk mengatakan saja bahwa itu diucapkan di Sāvatthī!

Mungkin alasan lainnya mengapa Āgama cenderung diabaikan adalah kedekatannya dengan Nikāyas. Kita harus mencurahkan usaha yang banyak untuk menemukan apa yang kita pikir telah kita ketahui: ajaran inti Buddhis sebenarnya adalah empat kebenaran mulia, jalan beruas delapan, sebab-akibat yang saling bergantungan, dan seterusnya. Walaupun ada terkadang ada beberapa variasi instruksi, buah hasil dari studi ini bukanlah di dalam isi ajaran, tetapi di dalam metode. Daripada mengasumsikan bahwa kitab suci dari hanya satu sekte adalah kata-kata Buddha yang pertama dan terakhir, kita mencari ajaran akar yang sama diantara semua sekte. Pendekatan semacam ini bukan hanya membantu kita untuk 'kembali pada Buddha', tetapi juga menyediakan panggung terbaik untuk pemahaman yang lebih baik antara sekte-sekte buddhis yang masih hidup hari ini.

Saya memulai essai ini dengan mengkritik 'Fundamentalisme Pali'; tetapi kita juga harus waspada supaya jangan menjadi 'Fundamentalis pra-sektarian'! Ajaran-ajaran berbagai sekte bukanlah hanya sekumpulan kesalahan dan kerusakan tidak berarti, juga bukan formulasi tanpa-salah dari 'kebenaran sejati'. Mereka adalah jawaban yang diberikan oleh para guru-guru masa lalu pada pertanyaan: "Apakah makna Buddhisme bagi kita?" Setiap generasi penerus haruslah mengambil tugas sulit, meng-akulturasi Dhamma di dalam ruang dan waktu. Dan di zaman kita, sangat berbeda dari era Buddhis manapun atau budaya Buddhis manapun di masa lalu, kita harus menemukan jawaban kita sendiri. Dilihat dari perspektif ini, ajaran-ajaran berbagai sekte menawarkan kita pelajaran yang sangat berharga, sebuah harta kekayaan preseden yang diwariskan dari leluhur kita dalam keyakinan. Seperti halnya komentator Theravādin Buddhagosa menggunakan pengetahuan ensiklopedik dari Nikāya, banyak dari cendekiawan ‘Mahāyāna’, seperti Nāgārjuna, Vasubandhu, dan Asaṅga, mendasarkan diri mereka pada Āgama. Dengan mengikuti contoh mereka dan berusaha untuk mempelajari seluruh Ajaran ini, kita dapat mengerti, mempraktekkan, dan menyebarkan Dhamma yang hidup demi kepentingan semua makhluk



http://santifm.org/santipada/2010/what-the-buddha-really-taught/

81
Buddhisme Awal / Apa Yang Buddha benar-benar Ajarkan
« on: 10 June 2015, 09:57:09 PM »
Apa Yang Buddha benar-benar Ajarkan
(What the Buddha Really Taught)


oleh Bhikkhu Sujato.

    However, with the exception of the Mahāyānist interpolations in the Ekottara, which are easily discernible, the variations in question [between the Nikāyas and Āgamas] affect hardly anything save the method of expression or the arrangement of the subjects. The doctrinal basis common to the Nikāyas and Āgamas is remarkably uniform.
    –Étienne Lamotte


Ketika aku pergi ke toko buku buddhis atau perpustakaan, sering aku terpana oleh betapa banyaknya buku disana. Rak terisi penuh oleh opini-opini orang mengenai "Apa yang diajarkan Buddha". Tapi cobalah temukan sesuatu yang benar-benar berisi ajaran Buddha dan anda akan kesulitan. Sepertinya baik-baik saja untuk menjadi buddhis, menghadiri ceramah, membaca buku, meditasi, melafalkan (paritta/ mantra), dan pergi ke retreat, tanpa pernah bertanya : Apakah yang benar-benar diajarkan Buddha?

Untuk pencari yang pemberani dan langka yang niat menyelidiki di luar apa yang diucapkan guru mereka, tak akan lama sebelum mereka mendengar Nikaya Pali. Disini, kita diberitahu, adalah Ajaran asli yang tidak diubah. Kata-kata Buddha dalam kemurnian jernih. Kita berada dalam posisi yang berbahagia mempunyai banyak terjemahan bagus dari kitab-kitab ini tersedia dalam bahasa inggris, baik di buku maupun internet. Siapapun dengan waktu dan minat yang cukup dapat, dengan sedikit usaha, mendapatkan pemahaman yang memuaskan dalam ajaran-ajaran ini. Nikaya Pali telah menjadi salah satu pengaruh pembentuk bagiku, tepat dari hari pertama sebagai buddhis. Dhamma yang mereka punya jelas, rasional, seimbang, lembut, dan dalam - semua yang dapat diharapkan

Tetapi sangat mudah untuk jatuh pada sebuah 'Fundamentalisme Pali'. Kitab dan bahasanya sangat murni dan tepat sehingga banyak dari kita yang jatuh cinta pada Nikaya dan akhirnya menganggap mereka adalah SEMUANYA dari buddhisme. Kita mengikuti secara religius pada pembedaan paling keci, tafsiran paling halus, didasarkan pada satu kata atau kalimat. Kita memandang tanpa pertanyaan bahwa kita mempunyai ajaran asli, tanpa mempertimbangkan proses bagaimana ajaran ini diwariskan pada kita. Dalam semangat kita, kita mengabaikan kemungkinan bahwa mungkin ada perspektif lain dari Dhamma ini

Mungkin hal paling penting adalah, kita lupa - jika kita pernah tahu - alasan mengapa kita dibenarkan untuk menganggap Nikaya ini otentik pada mulanya. Walaupun memang cukup baik bagi sebagian besar buddhis berkeyakinan untuk percaya bahwa kitab suci mereka adalah yang asli, ini tidak akan cukup untuk pencari yang tak berminant. Semua tradisi agama mencoba mengklaim pembenaran demikian, dan tidak mungkin semua benar. Klaim - klaim yang bertentangan ini membuat para peneliti di zaman modern untuk memeriksa bukti-bukti secara lebih obyektif


Ketika studi sejarah modern mengenai Buddhisme dimulai di pertengahan abad ke-19 ada kebingungan. Dalam antusiasme rasionalis, sarjana mempersiapkan pertanyaan mengenai apakah mitos tentang Buddha mempunyai dasar fakta atau tidak. Apakah ada koneksi sejarah diantara agama-agama berbeda yang dipraktekkan di tempat-tempat berjauhan seperti Srilanka, Tibet, dan Jepang? Apakah Buddha benar-benar ada? Apakah ia hanyalah dewa matahari? Apakah ia nabi Mesir? Apa yang ia ajarkan? Dapatkah kita mengetahuinya? Tradisi manakah yang paling dapat diandalkan (atau paling tidak dapat diandalkan)? Karena tradisi-tradisi telah dipisahkan karena faktor sejarah - terutama kehancuran Buddhisme di India - Mereka punya sedikit informasi tentang satu sama lain, dan masing-masing menyatakan keunggulan tradisi sendiri. Masing-masing sekte melestarikan tradisi mereka dalam koleksi besar jilid-jilid kitab yang sulit dibaca dalam bahasa yang sangat berbeda-beda (Mandarin, Tibetan, Pali, dan bahasa India lain seperti sanskerta)

Tetapi secara bertahap bukti-bukti dikumpulkan, tradisi-tradisi dibandingkan; temuan arkeologis mengkonfirmasi fakta kunci. Kronik Srilanka berusia 1500 tahun menyebut nama-nama bhiksu Kassapa, Majjhima, dan Durabhisara yang dikirim pada masa Asoka sebagai misionari dari Vidisa ke daerah Himalaya; sebuah stupa digali di Vidisa dan nama-nama bhiksu tersebut ditemukan disana, terukir dalam aksara yang berjangka waktu periode Asoka. Pada awal abad ke-20, dalam karya sarjana seperti misalnya T.W, Rhys Davies, yang tulisannya masih berharga sampai sekarang, garis besar yang akurat telah tergambar. Walau Masih ada kontroversi di paruh pertama abad ke-20, seiring masih dikumpulkannya bukti-bukti, kitab-kitab baru masih diedit, dan studi-studi baru masih dikerjakan.

Tetapi, pada tahun 1882, seorang sarjana bernama Samuel Beal menerbitkan seri kuliah berjudul Buddhist Literature in China (Literatur Buddhis di China). Di dalamnya mengandung informasi mengenai proses penerjemahan ke dalam bahasa mandarin, dan juga contoh terjemahan dari beberapa strata literatur Buddhis - Sutta awal, Jataka, dan kitab Mahayana. Ia mengatakan demikian:
"Parinibbana, Brahmajala, Sigalovada, Dhammacakka, KhasiBharadvaja, Mahamangala; semua ini saya temukan dan bandingkan dengan terjemahan dari Pali, dan saya temukan bahwa mereka identik secara umum. Saya tidak mengatakan secara harfiah bahwa mereka sama persis; mereka berbeda dalam poin-poin kecil, tetapi identik dalam plot dan semua detil-detil penting. Dan ketika koleksi Vinaya dan Agama diperiksa secara menyeluruh, saya yakin bahwa kita akan menemukan sebagian besar jika bukan semuanya, adalah sutta pali dalam bentuk mandarin."


Seratus tahun lebih kemudian, studi perbandingan menyeluruh yang dicetuskan oleh Beal masih belum ada. Tetapi sudah ada perkembangan. Di tahun 1908 seorang sarjana Jepang M. Anesaki menerbitkan bukunya 'The Four Buddhist Agamas in Chinese: A concordance of their parts and of the corresponding counterparts in the Pali Nikayas'. Ini kemudian diikuti oleh buku oleh Chizen Akanuma pada tahun 1929 berjudul: 'The Comparative Catalogue of Chinese Agamas and Pali Nikayas', sebuah katalog komprehensif dari semua khotbah awal yang ada dan diketahui dalam bahasa Pali dan Mandarin, dan juga beberapa kitab awal yang tersedia dalam bahasa tibet dan sanskerta. Penemuan-penemuan ini dimasukkan dalam studi sejarah seperti Etienne Lamotte 'History of Indian Buddhism' dan A.K. Warder 'Indian Buddhism'.

Studi-studi ini telah mengkonfirmasi hipotesis awal Beal - kitab Agama Tiongkok dan Nikaya Pali kurang lebih identik dalam isi doktrin. Mereka adalah dua edisi berbeda dari koleksi kitab yang sama. Kitab-kitab ini - yang populer dirujuk sebagai "Sutta" - dikumpulkan oleh generasi pertama pengikut Buddha, sebelum periode perpecahan sektarian. Mereka ada Buddhisme pre-sektarian.

Walaupun dalam pikiran populer kitab-kitab ini disebut sebagai ajaran 'Theravada', tapi tidaklah demikian. Sarjana ahli David Kalupahana malah menyatakan bahwa tidak ada satu katapun di Nikaya Pali yang mewakili pemikiran khusus sekte Theravada (walaupun saya berpikir ini berlebihan).
Lamotte berkomentar:
"Tetapi, dengan perkecualian beberapa sisipan yang condong ke mahayanis di dalam Ekottara, yang mudah dikenali, perbedaan [antara Nikaya dan Agama] tidaklah banyak mempengaruhi apapun kecuali cara ekspresi atau penyusunan subyek. Dasar doktrin yang sama dari Nikaya dan Agama secara mengejutkan sama. Dilestarikan dan diwariskan oleh sekte-sekte, sutra-sutra bukanlah merupakan dokumen khusus masing-masing sekte, tetapi adalah warisan bersama semua sekte"


Kontribusi dari sekte-sekte biasanya terbatas ke penyusunan akhir dari kitab atau menyamaratakan dialek. Sisipan pemikiran sektarian sedikit dan biasanya mudah dikenali. Untuk mengambil satu contoh acak dari pernyataan sektarian tersebut, mari kita melihat apa yang dikatakan oleh Samyutta dari Theravadin dan Samyukta dari Sarvastivadin mengenai bagaimana empat kebenaran mulia direalisasikan dalam dimensi waktu. Theravada menyatakan bahwa siapapun yang melihat salah satu dari empat kebenaran mulia juga melihat [kebenaran] yang lain (SN 56.30). Sutta ini, yang tidak mempunyai padanan dalam Sarvastivada, mengimpilasikan bahwa empat kebenaran mulia direalisasikan semuanya sekaligus. Kebalikannya, beberapa sutta Sarvastivada, yang tidak mempunyai padanan dalam Theravada, menyatakan bahwa seseorang akan mengetahui masing-masing empat kebenaran mulia secara berurutan, satu setelah yang lain (SA 435-437). Hal ini berhubungan dengan topik perdebatan mengenai apakah pencapaian pencerahan itu langsung (eka-abhisamaya) atau bertahap (anupubbha-abhisamaya). Theravada adalah sekte yang menganut eka-abhisamaya, dan dalam abhidhamma versi mereka mengembangkan teori bahwa semua empat kebenaran mulia direalisasikan dalam pikiran dalam satu momen. Abhidharma Sarvastivadin mengajukan argumen berlawanan, bahwa kebenaran direalisasi secara bertahap. Perdebatan ini menjadi salah satu medan perang sektarian di Buddhisme Tiongkok nantinya, tetapi akarnya sudah muncul dalam Samyutta. Perhatikan bahwa, ketika dua sekte menganut pandangan berbeda dalam poin ini, fakta bahwa mereka mempunyai doktrin yang sama tentang empat kebenaran mulia adalah apa yang membuat dialog ini memiliki makna. Jika mereka tidak mempunyai ajaran dasar yang sama, mereka tidak dapat berdebat mengenai detil tafsirannya.

Tetapi Kita harus tetap berhati-hati ketika mengambil kesimpulan dari apa yang terlihat berbeda. Bahkan sarjana terbaik dapat membuat kesalahan, apalagi ketika materi baru terus menerus terkuak. Sebagai contoh, Thich Minh Chau, salah satu dari pelopor studi Agama/Nikaya, menemukan bahwa Jivaka Sutta dari Majjhima Nikaya (MN 55) tidak ada padanannya di Sarvastivadin Madhyama Agama, dan tidak ditemukan dimanapun di kitab koleksi Agama Tiongkok. Sutta ini menceritakan mengenai pertanyaan tentang makan daging. Seperti diketahui baik, monastik Theravada biasanya memperbolehkan makan daging, sementara Mahayanis umumnya tidak. Sutta Theravada, konsisten dengan praktek di kebudayaan Theravada, memperbolehkan makan daging. Thich Minh Chau mengajukan opini bahwa hilangnya [sutta Jivaka] dari Sarvastivada mengindikasikan bahwa, bahkan sejak waktu awal sekali, praktek vegetarianisme disukai oleh Sarvastivada. Kesimpulan ini masuk akal pada waktu itu. Tetapi kemudian Sarvastivada Dirgha Agama ditemukan dan diselidiki sebagian. Koleksi itu mempunyai sebuah versi Jivaka Sutta (dan beberapa sutta Majjhima yang penting yang menghilang dari Sarvastivada Madhyama Agama). Jadi hilangnya [Jivaka Sutta] dari Madhyama bukan karena perbedaan sektarian, tapi hanya karena Theravada menempatkannya di Majjhima, sementara Sarvastivada memilih untuk menempatkannya di Dirgha.

Mudah untuk melupakan, di masa kita sekarang, bahwa alasan kenapa Nikaya membawa prestise yang tinggi adalah karena penemuan bahwa mereka sangat mirip dengan koleksi sutra-sutra padanannya yang ada di terjemahan mandarin. Logika ini sangat kuat: Aliran Selatan (Theravada) dan Aliran Utara (Tiongkok) telah dipisahkan oleh jarak yang sangat jauh, dengan hanya kontak sesekali selama 2000 tahun. Bahkan sebelum itu, di India sendiri, sekte-sekte sudah terpisah dan mewariskan versi berbeda dari kitab suci kanon mereka. Tetapi bahkan setelah perpisahan ini, kanon kitab suci akar mereka hampir identik dalam doktrin.

Generasi awal sarjana buddhis dari barat maupun timur, yang berbeda kebudayaan, sampai pada kesimpulan-kesimpulan tersebut. Penemuan mereka memberi otoritas kuat bagi Nikaya Pali dan Agama Tiongkok dan pentingnya mempelajari koleksi-koleksi ini dan membandingkannya. Penemuan ini telah diteruskan oleh studi buddhis modern terutama di Taiwan dan Jepang. Tetapi di negara berbahasa inggris, Agama Tiongkok cenderung diabaikan. Faktornya ada banyak, terdepan adalah sukarnya belajar bahasa mandarin.

Juga ada asumsi bahwa terjemahan mandarin akan lebih 'membingungkan' dan kurang dapat diandalkan daripada teks India. Dalam banyak konteks psikologi dan filosofi, ketepatan bahasa pali menjadi samar dalam terjemahan mandarin; dan kadang ketidaktegasan tata-bahasa mandarin membuat masalah semakin buruk. Tetapi walaupun ini benar dalam beberapa kasus, hal ini sebenarnya tergantung pada apa yang dicari. Seringkali kita dapat dengan yakin mengetahui kata India yang diterjemahkan oleh penerjemah mandarin. Dan kerancuan terjemahan biasanya hanya relevan pada fokus dekat, ketika memikirkan apa makna dari satu kata tertentu. Pada jarak lebih jauh, misalnya memikirkan makna dari keseluruhan kalimat, seringkali hanya ada sedikit perbedaan. Dan ketika kita melihat blok tekstual yang lebih besar, misalnya keseluruhan paragraf, perbedaan itu menghilang.

Sebagai contohnya, mari kita lihat istilah  覺 (jue2). Ini bisa memiliki beberapa makna, biasanya terkait dengan bodhi, pencerahan atau penggugahan. Tetapi bagaimana kita harus memaknainya ketika istilah ini muncul dalam formula jhana pertama:  有覺有觀  'dengan 覺, dengan penyelidikan’? Disini 覺 tidak dapat bermakna bodhi atau apapun yang mirip.
Sekarang, formula jhana adalah sangat umum dan standar di dalam Nikaya/ Agama. Kita dapat memastikan bahwa 覺  haruslah bermakna dengan istilah padanan pali vitakka ('pemikiran', atau 'aplikasi awal pikiran'). Ini dikonfirmasi ketika kita melihat teks sanskerta yang sangat dekat dengan versi asli yang diterjemahkan ke mandarin, istilah yang dipakai memang vitarka. Setelah memastikan ini, kapanpun kita melihat istilah ini muncul dalam formula jhana, kita tahu bahwa ini artinya vitakka, dan kita tahu ini dengan pasti seperti kita telah membaca teks India aslinya. Jadi dalam kasus seperti demikian, terjemahan mandarin adalah sama akurat dan otoritatif sebanding dengan pali, dan malah kadang lebih dapat diandalkan.

Salah satu alasan lain yang mungkin tentang mengapa Agama relatif lebih diabaikan di negara berbahasa Inggris adalah anggapan bahwa mereka lebih belakangan daripada Nikaya. Anggapan ini telah diperkuat oleh Etienne Lamotte, yang opininya sering dikutip. Tetapi alasan beliau atas kesimpulan ini adalah karena Samyukta Agama Tiongkok memasukkan sebuah kitab panjang dari "Kisah Hidup Raja Asoka" yang asalnya belakangan. Tetapi, sarjana Jepang dan Taiwan telah lama mengenali ini sebagai sisipan asing ke dalam Samyukta, mungkin tidak lebih dari kesalahan pengarsipan oleh seorang pustakawan ceroboh pada suatu waktu di tiongkok. Pemeriksaan lebih dekat pada isi dari Agama menunjukkan bahwa mereka secara umum tidaklah lebih awal maupun lebih belakangan daripada Nikaya, tetapi keduanya adalah materi yang dikoleksi kira-kira pada periode waktu yang sama

Adalah di luar lingkup essay kecil ini untuk memeriksa berbagai koleksi dengan detil, tetapi kita dapat meninjau dasarnya. Ini adalah tabel dari koleksi utama yang ada. Nomor T merujuk pada nomor sutra di edisi standar Taisho di kanon Mandarin.

82
Keluarga & Teman / Re: Mohon Saran Cara Menyampaikan Pada Orang Tua
« on: 04 June 2015, 01:44:48 AM »
sebentar bacanya agak bingung, si orangtua wanita beragama apa?

83


[KCI Tour n Travel]
DHARMAYATRA INDIA & NEPAL

Apa tujuan Dharmayatra?
Melalui Dharmayatra (10-20 Juli 2015) ini, KCI Tour n Travel mengajak teman-teman untuk menelusuri kembali setiap langkah dari perjalanan spiritual Sang Buddha dalam mencapai keBuddhaan. Penting sekali bagi kita semua untuk mengetahui sejarah ini sehingga dapat menjadi inspirasi dalam rangka pengembangan batin kita.

Layaknya seorang anak mengikuti jejak sang Ayah, begitu juga kita menelusuri dan mengikuti jejak Sang Buddha hingga mencapai pencerahan.

[Info]
KCI Tour n Travel melayani:
•Pembelian tiket domestik & internasional
•Voucher hotel
•Pengurusan Visa & Passport
•Tour

Hubungi:
Erni (+6281221510591)
Jovan (+6285315980238)

84
ya udah deh, kalau kamu gak suka, saya gak akan bacain paritta / sutra di depan makam-mu nanti

85
suka-suka gw mau baca, kau mau melarang?

86
Mahayana / Re: [ASK] Apa saja Sutra untuk cheng beng di makam?
« on: 23 March 2015, 05:06:33 PM »
Sutra Amitabha atau Sutra Sukhavati Vyuha cocok
Kalau mau panjang, Sutra Ksitigarbha
Pilihan alternatif, TaPeiCou/ Maha Karuna Dharani, SinCing (Prajna Paramita Hrdaya Sutra)

87
Buddhisme Awal / Re: The Dawn of Abhidhamma
« on: 15 February 2015, 10:28:27 PM »
yang aku kaget itu sebenarnya adalah.... sutta yang judulnya "6 kemurnian" - di isi suttanya cuma ada 5 kemurnian disebut
Lalu ada bhikkhu India yang datang ke srilanka di abad ke berapa.... yang mengatakan, kemurnian ke-6 itu ada, kejadian ini ditulis di komentar

Trus dibandingkan dengan versi paralel - versi agama memang isinya ada 6 kemurnian. jadi
Pali text itu ada penambahan, dan juga ada bagian yang hilang. Kalau dibilang kanon pali itu murni banget ya gak juga
Walaupun kalau dilihat versi agama juga banyak tambahan dan banyak hilang....

88
Buddhisme Awal / The Dawn of Abhidhamma
« on: 07 February 2015, 02:51:15 PM »
lagi baca dikit2


The Dawn of Abhidharma
This book is a companion to Bhikkhu Anālayo’s previous study of the Genesis of the Bodhisattva Ideal. In the present book he turns to another important aspect in the development of Buddhist thought: the beginnings of the Abhidharma. Anālayo shows that the two main modes generally held in academic circles to explain the arising of the Abhidharma – the use of lists (mātrḳā) and the question-and-answer format – are formal elements that in themselves are not characteristic of Abhidharma thought. Going beyond the notion that the coming into being of the Abhidharma can be located in such formal aspects, he shows how the attempt to provide a comprehensive map of the teachings gradually led to the arising of new terminology and new ideas. He identifies the notion of the supramundane path as an instance where fully fledged Abhidharma thought manifests in the discourses. Anālayo concludes that what characterizes the Abhidharma is not the mere use of dry lists and summaries, but rather a mode of thought that has gone further (abhi-) than the Dharma taught in the early discourses in general.


http://blogs.sub.uni-hamburg.de/hup/products-page/publikationen/123/

sedikit yang sudah dibaca:

Analayo mengatakan, abhidharma pada mulanya adalah "daftar rangkuman topik, dan komentar atas sebuah sutta"
karena komentar penjelasan yang ditempelkan pada sebuah sutta ini bisa menjelaskan sutta yg lain, maka kemudian  komentar ini menjadi "hidup" dan berkembang lebih independen. Setelah itu menjadi satu set pitaka sendiri. Ini semua terjadi sejak zaman transmisi oral.

abhidharma pada mulanya berarti : tentang dharma
"Para bhiksu sedang mendiskusikan abhidharma" = "Para bhiksu sedang mendiskusikan tentang dharma"
Hanya belakangan istilah abhi diartikan sebagai "yang lebih tinggi" dan merujuk pada kitab-kitab komentar abhidharma

89
Bolehkah saya tahu , belenggu apa yang harus dihancurkan ?

Sutta Pitaka dalam Kanon Pali menjelaskan sepuluh "belenggu-belenggu untuk menjadi":[6]

    percaya pada diri (Pali:sakkāya-diṭṭhi)[7]
    keraguan atau ketidakpastian, terutama mengenai ajaran (vicikicchā)[8]
    Kemelekatan pada ritual dan kebiasaan (sīlabbata-parāmāso)[9]
    nafsu indria (kāmacchando)[10]
    keinginan buruk (vyāpādo atau byāpādo)[11]
    nafsu akan keberadaan materi, nafsu akan kelahiran kembali secara material (rūparāgo)[12]
    nafsu akan keberadaan non-materi, nafsu akan kelahiran kembali di dunia tanpa bentuk (arūparāgo)[13]
    kesombongan (māno)[14][15]
    kegelisahan (uddhaccaŋ)[16]
    kedunguan (avijjā)[17]

90
rame ya, rupanya ada gembala masuk sini

anda selalu mengutip Injil. Sepertinya anda yakin sekali dengan isi kitab injil itu

Saya akan tanyakan satu pertanyaan. Silahkan dijawab berdasarkan injil.
"Apakah yang Yesus katakan dalam persidangannya sebelum beliau disalibkan? Atau apakah ia tidak berkata apa-apa?"

Setelah anda mencarinya, anda akan menemukan bahwa 3 injil memberi cerita mirip-mirip, dan 1 injil berbeda sendiri. Saya mau tahu anda pakai yg mana.....

Pages: 1 2 3 4 5 [6] 7 8 9 10 11 12 13 ... 79