ikut nimbrung ya bro...
begini, saya punya seorang teman yg menjalankan pabrik yg memproduksi kerupuk. teman saya ini boleh dibilang sudah cukup maju dalam hal ekonomi berkat pabriknya itu. saya kenal cukup dekat dan akrab dengan teman saya ini dan cukup mengetahui bahaimana bisnisnya. dia cuma punya 1 pelanggan. jadi semua produksi pabriknya itu dijual kepada pelanggan satu2nya itu. pelanggan ini yg kemudian mendistribusikan ke seluruh pelosok indonesia. teman saya ini berpikir, untuk apa dia menjual ke orang lain? pelanggannya sudah melakukan semuanya untuk dia, dia bahkan tidak perlu memikirkan soal salesman, marketting, collector, dll. dan anehnya, si pelanggan ternyata juga menjual produk sejenis dari pabrik lain juga, hanya berbeda merk.
Menurut Bro Upasaka, apakah teman saya harus mencari pelanggan lain untuk meningkatkan omzetnya?
kalau ingin meningkatkan (pump) ya harus cari pelanggan lain.
mungkin pertanyaannya: apakah perlu meningkatkan omzet lagi?
untuk bisnis ekspor/impor apalagi untuk menjadi distributor tunggal, sebaiknya pake kontrak Bro.
mencari customer memang sulit, maka itu perlu seorang ahli marketing, dan perlu ada pendidikan marketing, terlepas dari apakah produknya permen, hand phone, atau kopi.
ga sesederhana itu bro...
kalau ada seorang yg rupawan & anda ingin pacaran (jajal dolo) trus dia bilang, ah kita langsung nikah aja (terikat)
mostly orang akan mundur, krn resiko belum terukur. mostly loh... bukan 100%... ada jg memang orang nekat.
ketika saya mengerjakan proyek sebuah toko, si bagian penjualan berkata ke bosnya, "pak kadang2 ada customer yg minta harganya di mark up", biasanya ini adalah untuk korupsi bagian pembelian. saya cukup gembira mendengar jawaban si bos, "itu urusan dia, kita sedang membereskan urusan kita, kalau customer mau begitu, kasih aja nota kosong, suruh tulis sendiri."
bagaimana kalau ingin markup dg nota yg ada stempel atau identitas usaha?
kebanyakan punya stempel perusahaan fiktif... kenapa? karena takut kehilangan customer, walau mereka ga jujur...
kalau saya jadi eksportir, saya hanya akan menjawab, "kami tidak bisa menyediakan invoice spt itu, karena berhubungan dengan sistem pembukuan kami. jika anda mau anda boleh merekayasa invoice palsu sendiri, saya janji tidak akan melaporkan kepada pihak berwajib."
sama dg kasus di atas... intinya si buyer butuh identitas penjual lho... surat resmi masa cuma kertas tulisan ga jelas.
biasanya seller dah punya perusahaan fiktif buat nampung yg aneh2 begini...
permasalahannya lagi2... mo kehilangan customer atau calon customer ga?
seseorang yg gagal bisnis dan menyalahkan kejujurannya, "gue gagal karena terlalu jujur", tapi apakah benar kejujuran yg menjadi penyebab kegagalannya? begitu juga dengan negara2 yg anda sebutkan, kita harus meluruskan apakah benar praktik Buddhism, dalam hal ini kejujuran, menjadi penghambat kemajuan di sana. dan apakah negara2 maju yg anda sebutkan itu juga negara2 yg tidak jujur. silakan anda menjelaskan pandangan anda. mungkin kita dapat sampai pada kesimpulan, apakah kejujuran sebanding atau berbanding terbalik dengan kemajuan.
kalau saya setuju dg bro upasaka... ga malu dan ga tau malu, ane masih & sampe sekarang perlu bermusavada
bukan mengatakan kejujuran akan membuat saya gagal, tapi terlalu jujur memberi banyak kerugian (baca: tidak bermanfaat)
dan sesuai kalama sutta plus pesan bruce lee
serap yg bermanfaat, buang yg ga bermanfaat...