Dulu saat sharing peserta Diskusi Abhidhamma di Graha Dharma Sukha...
Sdr Wi Cong membagikan cerita yang sangat menarik ketika ada seorang bapak² yang hadir di kelas itu karena ajakan anakanya (sdh dewasa). Bapak ini mempertanyakan apakah sungguh Abhidhamma merupakan ajaran tertinggi, sulit, canggih, & wah seperti yang dipromosikan anaknya sebelum mereka datang?
Sdr Wi Cong bilang, sangat relatif, mo dikatakan sulit ~ memang tidak sederhana. Mau dikatakan gampang, juga dia sudah praktik ngajar ke anaknya yang masih kelas 2-3 SD. Diceritakan bagaimana dia selalu menghabiskan waktu utk ngobrol dgn putrinya; kemudian jika hari itu ada pengalaman kurang baik, misalnya marah² ~ maka si anak dibujuk baik² utk mulai merenungkan kejadian hari itu. Apa yang menyebabkan dia marah? Kemudian saat marah, perasaannya gimana? Apakah nyaman? Membahagiakan? Mau lagi atau tidak?
Pertanyaan² sederhana yang dengan jujur dijawab oleh putrinya dengan polos. Iya yah, gak enak yah, dadaku dak-dik-duk lho... Nah, selanjutnya si anak bisa "gerutu": "Aduh, ini pikiran koq gak mo pergi yah? Susah banget sih diaturnya?"
Itu pun dijadikan topik diskusi oleh papanya... Tentu saja si anak masih sering tidak fokus, namun menurut saya itu kemajuan yang sangat luar biasa, dia sudah bisa mewaspadai pikiran, bisa review bentuk perasaan saat muncul walaupun hal itu sudah terlalu...
Tidak perlu muluk² seperti yang dibayangkan lah, praktik Abhidhamma dalam kehidupan sehari² yah seperti itu, mengutip kata² mentor kami: "Sejak mata ini melek, hingga dia merem kembali... 6 indera kita berhadapan dgn obyeknya masing²; saat itu jugalah praktik Abhidhamma yg sebenarnya sedang berproses..."