Mantra Dewa Bumi Mengubah Nasib Secara Lansung
Bunyi mantra ini :
“Namo Samanto Motonom, Om Turu Turu Tiwi Soha”
.
Kalau bunyi mantranya salah bagaimana? Bisa-bisa kita menyebarkan kesalahan. Biasanya mantra seperti ini berasal dari bahasa Sanskerta kemudian dialihbahasakan ke bahasa dan logat Tionghoa. Jadi sangat mungkin terjadi perubahan bentuk. Samanto atau samanta? motonom atau mathanam? turu atau dru? Soha atau svaha?
Kemudian ada kata "namo" yang berarti hormat atau terpujilah. Apa iya hanya dengan pujian-pujian seperti itu dapat merubah nasib?
Berikut sabda Sang Buddha dalam Asibandhakaputta Sutta (Saṃyutta Nikāya 42.6), mengenai pujian-pujian, doa-doa
______________
Asibandhakaputta Sutta
Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang berdiam di Nālandā di Hutan Mangga milik Pāvārika. [312] Kemudian Asibandhakaputta sang kepala desa mendekati Sang Bhagavā, memberi hormat kepada-Nya, duduk di satu sisi, dan berkata kepada-Nya: “Yang Mulia, para brahmana di wilayah barat – yang membawa-bawa kendi air, mengenakan kalung terbuat dari tanaman air, menyelam ke dalam air, dan menyembah api suci – dikatakan mengarahkan orang mati ke atas, menuntunnya, dan memimpinnya ke surga.[1] Tetapi Sang Bhagavā, Sang Arahanta, Yang Tercerahkan Sempurna, mampu menyebabkan, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, seluruh dunia akan terlahir kembali di alam yang baik, di alam surga.”
“Kepala Desa, Aku akan bertanya kepadamu. Jawablah sesuai dengan apa yang kau anggap benar. Bagaimana menurutmu, Kepala Desa? Misalkan ada seseorang di sini yang membunuh, mengambil apa yang tidak diberikan, melakukan hubungan seksual yang salah, berkata bohong, berkata-kata yang dapat memicu perpecahan, berkata kasar, bergosip, seorang yang tamak, penuh kebencian, dan menganut pandangan salah. Kemudian sekelompok orang datang dan berkumpul di sekelilingnya, dan mereka akan datang dan melantunkan puji-pujian dan mengelilinginya sebagai penghormatan: ‘Dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, semoga orang ini terlahir kembali di alam yang baik, di alam surga.’ Bagaimana menurutmu, Kepala Desa? Karena doa dari kelompok orang itu, karena puji-pujian mereka, karena mereka mengelilinginya sebagai penghormatan, akankah orang itu, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, terlahir kembali di alam yang baik, di alam surga?”
“Tidak, Yang Mulia.”
“Misalkan, Kepala Desa, seseorang melemparkan batu besar ke dalam kolam air yang dalam. Kemudian sekelompok orang datang bersama dan berkumpul di sekelilingnya, dan mereka berdoa dan melantunkan puji-pujian dan mengelilinginya sebagai penghormatan, dan berkata: ‘Keluarlah, batu yang baik! Naiklah, [313] batu yang baik! Naiklah ke atas daratan, batu yang baik!’ bagaimana menurutmu, Kepala Desa? Karena doa dari kelompok orang itu, karena puji-pujian mereka, karena mereka mengelilinginya sebagai penghormatan, akankah batu itu keluar, dan naik ke atas daratan?”
“Tidak, Yang Mulia.”
“Demikian pula, Kepala Desa, jika seseorang yang membunuh ... dan menganut pandangan salah, bahkan walaupun sekelompok orang datang dan berkumpul di sekelilingnya ... tetap saja, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, orang itu akan terlahir kembali di alam sengsara, di alam yang buruk, di alam rendah, di neraka.
“Bagaimana menurutmu Kepala Desa, misalkan ada seseorang di sini yang menghindari pembunuhan, menghindari mengambil apa yang tidak diberikan, menghindari melakukan hubungan seksual yang salah, menghindari berkata bohong, menghindari berkata-kata yang dapat memicu perpecahan, menghindari berkata kasar, menghindari bergosip, seorang yang tidak tamak, tanpa kebencian, dan menganut pandangan benar. Kemudian sekelompok orang datang dan berkumpul di sekelilingnya, dan mereka akan datang dan melantunkan puji-pujian dan mengelilinginya sebagai penghormatan: ‘Dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, semoga orang ini terlahir kembali di alam sengsara, di alam yang buruk, di alam rendah, di neraka.’ Bagaimana menurutmu, Kepala Desa? Karena doa dari kelompok orang itu, karena puji-pujian mereka, karena mereka mengelilinginya sebagai penghormatan, akankah orang itu, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, terlahir kembali di alam sengsara ... di neraka?”
“Tidak, Yang Mulia.”
“Misalkan, kepala desa, seseorang memecahkan kemudian menenggelamkan sekendi ghee atau sekendi minyak ke dalam kolam air yang dalam. Pecahan dan kepingannya akan tenggelam, tetapi ghee atau minyaknya akan terapung. [314] Kemudian sekelompok orang datang bersama dan berkumpul di sekelilingnya, dan mereka berdoa dan melantunkan puji-pujian dan mengelilinginya sebagai penghormatan, dan berkata: ‘Tenggelamlah, ghee atau minyak yang baik!’ bagaimana menurutmu, Kepala Desa? Karena doa dari kelompok orang itu, karena puji-pujian mereka, karena mereka mengelilinginya sebagai penghormatan, akankah ghee atau minyak itu tenggelam?”
“Tidak, Yang Mulia.”
“Demikian pula, Kepala Desa, jika seseorang yang menghindari pembunuhan ... dan menganut pandangan benar, bahkan walaupun sekelompok orang datang dan berkumpul di sekelilingnya ... tetap saja, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, orang itu akan terlahir kembali di alam yang baik, di alam surga.”
Ketika ini dikatakan, Kepala Desa Asibandhakaputta berkata kepada Sang Bhagavā: “Bagus sekali, Yang Mulia!... Sejak hari ini sudilah Bhagavā mengingatku sebagai seorang umat awam yang telah menerima perlindungan seumur hidup.”
________________
Sumber:
http://dhammacitta.org/dcpedia/SN_42.6:_Asibandhakaputta_Sutta