Dalam berbagai kesempatan, Romo Hudoyo senantiasa menyatakan, bahwa apa yang menjadi tujuan dari praktik “MMD” adalah “berhentinya-pikiran” .
Yang menjadi pertanyaan adalah, apakah “berhentinya-pikiran” sama dengan “berakhirnya-dukkha” sebagaimana yang diajarkan Sang Buddha ? Berakhirnya-dukkha ( Dukkha-nirodha-sacca ) ialah sama dengan “Nibbana” / “Nirvana”. Sebelum membahas “berakhirnya-dukkha”, kita harus tahu, apakah “dukkha” itu sendiri ? Sang Buddha bersabda =
“Para Bhikkhu, apakah yang disebut Dukkha itu? Itu bukan lain adalah kelima kelompok kegernaran (Panca-Khandha), …. “ ( Samyutta Nikaya, Khandha Samyutta, 104)
Dukkha adalah kelima kelompok kegemaran ( Panca-Khanda), dan berakhirnya dukkha berarti berakhirnya kombinasi dari “panca-khanda” tersebut..
Pencerahan yang tertinggi (terdalam) ialah khanika-samadhi, runtuhnya pikiran & si aku untuk waktu yang relatif lama (bukan hanya beberapa momen). … Khanika-samadhi ini yang kelak akan menghasilkan pembebasan permanen, yang adalah pencerahan sempurna; tapi sejak orang masuk ke dalam khanika-samadhi dirinya dan pikirannya (perasaannya, kehendaknya dsb) tidak ada lagi (kecuali ia keluar lagi dari khanika-samadhi).
Salam,
hudoyo
Jika khanika-samadhi inilah yang dimaksudkan oleh Romo Hudoyo sebagai pencapaian “berhentinya-pikiran”, maka setahu saya, khanika-samadhi, adalah kondisi “konsentrasi-pikiran” yang bersifat “sesaat”, tidak permanent, ...; konsentrasi-pikiran yang melihat lakkhana (anicca,dukkha dan anatta) atau karakteristik batin dan jasmani yang muncul dan lenyap kembali (khanika). Tapi, bukankah dalam khanika-samadhi, “pikiran” itu justru sedang “bergerak” mengamati muncul dan lenyapnya segala fenomena, sesaat mengamati suatu fenomena muncul, disaat yang lain mengamati fenomena tersebut lenyap, saat yang lain lagi mengamati adanya fenomena yang lain muncul kembali, dan kemudian mengamati fenomena lain tersebut melenyap. Demikian seterusnya. Jadi, bukankah keliru kalau dikatakan saat itu “pikiran-berhenti” ?
Kembali membahas mengenai “dukkha”. Sang Buddha mengajarkan, sebab dari dukkha adalah dikarenakan “nafsu-keinginan” (tanha) . Lenyapnya tanha ini pula, berarti penderitaan ( sebagai akibat tanha ) ikut berakhir. Apakah dengan “MMD”, telah terbukti ada yang mampu melenyapkan “tanha” ? Apakah ada, yang telah terbukti tercabut ketiga-akar : Lobha ( keserakahan ), Dosa ( Kemarahan ), dan Kegelapan-Batin ( Moha ) -nya ?
---
Penggalan artikel diatas sangat menarik, karena disinilah salah satu kontradiksi antara MMD dan Buddhisme.
Tujuan Buddhisme adalah "mengakhiri dukkha" sedangkan jalannya menurut MMD adalah "Berhentinya pikiran" maka pertanyaannya:
~ Apakah berhentinya pikiran sama dengan akhir dukkha?
~ apakah pikiran bisa berhenti?
::