//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Show Posts

This section allows you to view all posts made by this member. Note that you can only see posts made in areas you currently have access to.


Messages - vincentliong

Pages: 1 2 3 4 [5] 6 7 8
61
Serial Tulisan Kitab Masuk Angin
KMA : Sukses Sebagai Ilusi
ditulis oleh: Adhi Purwono


Seringkali orang mengatakan, jadilah orang yang sukses berguna bagi bangsa dan negara. Dan berbondong-bondong orang berusaha mengikuti segala formula yang tersedia untuk dapat menjadi orang yang sukses. Hal ini sangat terlihat di dunia kerja dan dunia bisnis. Dan pengertian tentang sukses itu sendiri biasanya setiap orang sudah mendapatkan gambaran di benaknya masing-masing. Gambaran dimana jika telah mendapatkan kesuksesan maka kehidupan yang penuh dengan kebahagiaanlah yang seterusnya dapat dinikmati. Kepenuhan hidup dapat diraih, sehingga dapat menikmati nantinya pensiun penuh dengan kenangan indah dan menjalani kehidupan hari tua dengan damai.

Saya saat ini bisa dibilang lagi hidup dengan bergelimang kesuksesan. Saya merasa telah sukses, lagi sukses, dan akan sukses terus-menerus selama-lamanya. Saya tidak mengerti mengapa ada orang yang mengatakan untuk dapat sukses butuh perjuangan. Karena saya merasa raihan sukses saya tidak membutuhkan perjuangan sama-sekali. Malah sepertinya terdapat kontradiksi disini. Semakin saya berjuang untuk mencoba meraih sukses, maka bukan rasa sukses yang saya dapatkan, namun rasa bingung atau rasa tersesat. Aneh saja kalau melihat orang-orang sampai mati-matian mengejar sukses. Sampai-sampai ada yang kena stroke. Ada yang menunda menikmati hasil jerih payahnya sendiri. Ada yang mengalami insomnia, kemudian setelah bangun tidurpun pertama kali yang menghampirinya adalah tekanan/stress, bukannya burung-burung yang bernyanyi dengan begitu indahnya. Aneh saja saya rasa ketika suatu waktu ada teman saya yang mengajak saya bergabung dengan gaya hidupnya dengan menawari saya untuk mengalami stress di pagi hari, stress ketika makan siang, stress ketika pulang kantor, stress ketika mau tidur kembali, sambil menggosipkan/menjelek-jelekkan/menyalah-nyalahkan orang lain. Wah gaya hidup seperti itu mah saya tolak mentah-mentah, walaupun bayarannya adalah sukses. Karena toh, bagi saya sukses itu tak bisa dibeli oleh stress sebagai pembayarannya toh? Sukses itu gratis, ada dimana-mana, dan untuk siapa saja yang berminat. Masalahnya, orang-orang sepertinya lebih berminat sama stress. Entah mengapa.

Sukses bagi saya ya dapat merasa aman tiap hari. Saya bisa merasa aman karena bagi saya, tidak ada yang dapat membuat saya dikejar-kejar/ditekan oleh apapun/siapapun itu. Semuanya tampak damai di mata saya. Dengan keadaan ekonomi yang sekarang saya alami, saya rasa saya bisa dibilang aman, nyaman dan serba berkecukupan. Sayang sekali saya masih melihat ada puluhan juta orang dengan keadaan ekonomi yang kurang-lebih sama seperti saya, tidak bisa melihat dirinya aman, nyaman dan serba berkecukupan. Menurut saya, kecuali seseorang sangat miskin banget sampai tidak bisa makan 2 kali sehari, seharusnya mereka bisa menikmati keberlimpahan mereka dengan hati damai dan nyaman. Saya pernah juga kok menjadi orang yang terlihat sangat ambisius. Mengejar penghasilan 2-5 juta perak perbulan dengan mimpi nantinya bisa meningkat sampai puluhan juta perak perbulannya. Lalu dengan cara pandang hidup bahwa hidup saya masih tergantung dengan harta ortu. Uang pensiun dan bunga deposito dari tabungan yang dipikir juga tidak akan mencukupi sampai setidaknya 10 tahun kedepan. Belum lagi keinginan untuk mandiri dan mapan sehingga dapat menarik lawan jenis untuk dapat menikah dan membangun keluarga. Belum lagi ongkos gaya hidup untuk meningkatkan citra diri seiring dengan target market/pelanggan yang dituju adalah kelas menengah atas. Kalau diingat-ingat sekarang sih susah untuk membayangkan stressnya, tapi saya tahu dulu saya selalu merasakan betul stress beserta tekanan sekaligus ketegangannya. Seolah-olah tiada hari tanpa perjuangan hidup-mati yang mencekik. Belum lagi rasa takut yang semakin besar karena ketakutan akan kegagalan dan akan persaingan semakin menghantui. Dan terutama sebenarnya stress karena mengetahui diri ini sedang menjalani kehidupan yang terlalu memaksakan diri. Terlalu ingin meniru orang lain yang telah sukses. Terlalu INGIN SUKSES! Tidak mau melihat realita, selalu membuat realita mimpi/visi. Silahkan mencoba membuat realita mimpi/visi anda sendiri, maka anda akan tahu stressnya akan seperti apa menjalani hidup melalui filter mimpi/visi anda. Citra diri anda akan menjadi seperti boneka. Dan tali-talinya sebenarnya adalah pikiran anda sendiri yang tertutup oleh program-program meraih sukses yang sedang anda jalani. Itulah yang persisnya yang pernah saya alami dulu. Inilah yang sekarang ini saya sedang tinjau kembali, tentu dari sudut pandang baru. Sudut pandang kompatiologi.

Tanyakanlah mengapa frasa ‘kerja keras’ adalah frasa yang paling populer dalam mengejar kesuksesan. Dan tanyakan lagi mengapa kerja hampir selalu dilawankan dengan bermain. Lalu mengapa sedikit sekali orang yang bisa menikmati pekerjaan. Dan lihatlah pula pada frasa ‘pengorbanan’, frasa ‘prihatin’, frasa ‘kemauan yang kuat’ dlsb. Pada frasa-frasa seperti itulah merupakan tanda yang sangat kuat bahwa mengejar kesuksesan merupakan perjuangan bukan pelesiran. Dan frasa ‘perjuangan’ pun bukan dalam konteks permainan seperti dalam ungkapan ‘perjuangan dalam permainan bola’ yang bukan urusan hidup-mati. Melainkan dalam konteks perjuangan hidup-mati, sampai sanggup membuat orang-orang bisa bunuh diri ditengah-tengah perjuangannya! Wajarlah kalau banyak orang rindu karena telah kehilangan kedamaiannya. Kedamaian yang pernah dicicipi penuh ketika di masa kecilnya. Kedamaian dimana bukan status, uang, pekerjaan, citra diri yang menjadi taruhannya. Melainkan berasal dari kepolosan bermain, belajar dan saling membantu dalam pekerjaan keseharian yang kesemuanya diiringi oleh senyum karena hangatnya kedekatan antar keluarga/teman/sesama. Semua itu seolah hilang ditelan oleh dinginnya suasana ibu kota yang dimana individu-individunya tidak bisa saling mengenal secara luwes lagi. Dimana masing-masing harus menunjukkan kedudukan, status atau jenjang sosialnya. Dimana semua begitu terkotak-kotak. Oleh karena itulah saya telah menyatakan mundur dari permainan pura-pura seperti itu. Bosan oleh stress dan tekanannya. Bosan menjadi diri orang yang (akan) sukses. Bosan oleh intrik-intriknya. Bosan oleh pancingan materi tapi kosong kehangatan manusiawinya. Bosan dengan PENGINDUSTRIANNYA! Semuanya serba diproduksi masal sehingga hampir semua produk tidak ada kehangatannya lagi, termasuk produk budaya ini yaitu KESUKSESAN! Tidakkah ada yang menyadari bahwa kesuksesan itu merupakan suatu produk hasil dari industri. Dimana mempunyai tujuan industri yaitu menyajikan kesuksesan seperti produk masal sehingga semakin banyak orang yang mendapatkan kesuksesan dengan beragam pilihan metoda dan formula yang sudah dipatenkan/dibakukan? Ah sudahlah dengan segala tetek-bengek kesuksesan. Saya lebih baik menikmati diri saya selagi saya muda. Buat apa dicetak oleh dunia industri untuk menjadi manusia produk sukses ala industri?

Itulah mengapa saya saat ini memilih tidak bekerja kantoran dengan suatu perusahaan. Saya memilih tidak menghabiskan waktu saya yang sangat berharga 8 jam sehari boo… hanya untuk mendapatkan pekerjaan kemudian menjadi mapan ala industri/budaya modern. Saya melihat itu hanyalah buang-buang waktu dan tenaga sahaja. Buat apa sih mengikuti dalam-dalam budaya industri/modern dengan bekerja di kantor kalau hasil bersihnya nanti banyak orang yang merasa kehilangan kedamaian atau malah kehilangan dirinya? Banyak lho orang yang mencari pekerjaan bukan karena senang dengan pekerjaan tersebut melainkan hanya mencari status dan kemapanan tertentu. Kalaupun senang, cepat atau lambat akhirnya juga harus bersikap pragmatis dengan pekerjaannya, yang artinya makin lama kesenangan akan bekerjanya semakin pudar karena ditekan oleh budaya industri yang telah diadopsi oleh pikirannya tersebut. Sayang sekali.

Dari tadi saya menyebutkan budaya industri/modern. Apa sih itu sebenarnya? Mari kita telisik lebih jauh.

Saya akan memakai contoh diri saya sendiri. Ketika saya melihat realitas apa-adanya keadaan keuangan diri saya sekaligus keluarga saya (ortu saya maksudnya), maka waktu itu saya baru menyadari bahwa tanpa bekerja mencari uang pun saya aman. Sedemikian amannya sehingga hampir-hampir saya sulit untuk mempercayainya karena udah keseringan diprogram bahwa kita selalu tidak aman dalam posisi keuangan kita sekarang ini. Nah saat itu lah saya menghembuskan nafas yang sangat lega sekali. Saya tidak perlu melakukan apapun untuk mempertahankan rasa aman saya tersebut. Ternyata selama ini keamanan adalah merupakan berkat yang tersembunyi dari pandangan saya, dan juga sekarang bagi ibu saya sendiri dalam memandang kondisi keuangannya sendiri. Ibu saya sampai heran mengapa dulu suami (ayah yang sekarang telah meninggal), begitu stress melihat keuangan keluarga sampai melototin pergerakan bunga bank. Yang ternyata sekarang dengan pikiran yang jauh lebih tenang, kita-kita ini malah lebih kreatif dalam berinvestasi sehingga tujuan keamanan pasti/telah tercapai. Memang keamanan itu relatif. Tapi justru disitulah kuncinya. UNTUK MENDAPATKAN KEAMANAN FINANSIAL, KITA HARUS MERASA AMAN DULU. Jika kita telah dapat merasa aman, maka tiba-tiba pandangan kita menjadi jauh lebih cerah. Otak kita akan jauh lebih kreatif pula. Tiba-tiba semuanya telah begitu jelas. Dan keamanan keuangan yang hanya selalu diimpi-impikan ternyata teronggok di sana begitu saja menunggu untuk dinikmati. Dan yah, kita sekeluarga sekarang kerjaannya tinggal ketawa-ketiwi menikmati deposito, investasi, dan yang paling penting rasa aman yang juga dapat menghangatkan hubungan para anggota di keluarga saya tersebut. Tak ada lagi terpikir apakah kita akan kekurangan duit. Malah kita merasa duit selalu ada menghampiri kita, tidak perlu kita usaha capek-capek memutar otak untuk dapat mengembang-biakan duit. Semua telah tersedia. Manis untuk dinikmati. Melimpah. Tinggal ketawa-ketiwi.

Nah lo.. anda bingung atau malah anda mengira saya adalah keluarga super kaya? Oh tidak kok. Kami hanyalah keluarga dengan pengeluaran per bulan rata-rata 4 juta saja (itu sudah semua). Kami, dalam konteks tulisan ini saya, telah lama meninggalkan konsep bekerja untuk mencari uang. Saya sekarang memakai konsep uang menghasilkan kebahagiaan, begitu pula sebaliknya, kebahagiaan terutama bahagia dalam bekerja sambil bermain selalu menghasilkan uang. Jadi berlipat-lipat deh, uang menghasilkan kebahagiaan yang menghasilkan uang. Nah anda bisa melihat khan sumber kelimpahan saya? Penghasilan keluarga saya yang diterima dari bunga atau hasil investasi merupakan hasil dari kebahagiaan kita sekeluarga dalam menanamkan uang tersebut di bank atau di suatu investasi, sehingga kita merasa hasil bunga yang didapat lebih dari cukup! Mengapa bisa seperti ini? Ada dua penyebab :
   
1. Kebahagiaan tak ternilai
2. Kebahagiaan begitu murah cenderung gratis


Dua penyebab inilah yang mengakibatkan uang kita hampir selalu berhasil kita tukarkan dengan barang yang tak ternilai harganya, yaitu kebahagiaan. Dan itu makin lama makin terasa murah, hampir setiap bulan kita bisa semakin menabung karena kita hanya membeli kebahagiaan. Alias untuk membeli kebahagiaan makin membutuhkan uang yang semakin sedikit, padahal kebahagiaan itu tak ternilai harganya! Betapa murahnya bukan?

Bahkan kebahagiaan bisa menghasilkan uang! Karena apa? Karena kita (dalam konteks tulisan ini saya), menjual kebahagiaan ke orang-orang lain melalui pekerjaan/permainan saya. Bayangkan transaksi yang terjadi. Ketika mitra dagang saya akhirnya benar-benar yakin dia telah mendapatkan kebahagiaan dari saya, mendadak semua uangnya dirasa tidak cukup untuk membayar/merefleksikan nilai kebahagiaan yang telah dia dapat (karena dia merasakan sendiri kebahagiaan itu tak ternilai). Dia tidak begitu peduli lagi dengan jumlah uangnya melainkan bisa melihat kembali fungsi uang yang sebenarnya sebagai alat tukar belaka. Maka akibatnya bayangkan orang yang telah diberikan kebahagiaan oleh kita akan merasa utang budi dengan kita sehingga kerjasama bisnis apapun akan berlangsung mulus. Selain karena utang budi, juga karena ketulusan yang akhirnya dapat dia ekspresikan melalui kondisi kebahagiaannya ketika sedang bertransaksi dengan diri kita. Nah bisnis apa lagi yang bakal akan terus menguntungkan keduabelah pihak selain bisnis yang didasari oleh ketulusan hati dalam meningkatkan nilai kehidupan melalui perdagangan? Inilah sumber uang yang abadi. Tidak hanya dari peningkatan kuantitas jumlah uangnya, melainkan kualitas nilai tukarnya. Kita akan mendapatkan uang hasil dari hubungan baik yang membahagiakan kita semua, itu membuat uang yang kita terima menjadi sangat berharga karena telah merupakan lambang ekspresi ketulusan dan kebahagiaan hati. Dan uang bahagia tersebut tentu akan ditukarkan lagi dengan barang-barang yang dapat membahagiakan empunya tersebut. Sadarkah bahwa bagaimana cara kita menukarkan uang kita merupakan akibat dari cara kita mendapatkan uang tersebut? Jika kita stress ketika mendapatkan hasil uang (uang stress), maka kita tukarkan secara stress pula dan kita tidak menuai kebahagiaan (biasanya berupa pelampiasan untuk menetralkan stress yang didapat, yang sayangnya orang malah kecanduan pelampiasannya, bukan berusaha untuk bahagia secara mandiri). Sebaliknya jika kita bahagia ketika mendapatkan hasil uang tersebut (uang bahagia), maka penukaran kita akan kita lakukan dengan bahagia pula, menghasilkan barang-barang yang dibeli adalah barang-barang yang membahagiakan.

Lalu anda bertanya lagi. Apakah saya tidak pernah merasa menderita? Oh tentu saja saya bisa merasa menderita dan juga pernah, sedang dan akan menderita lagi. Itu adalah suatu kewajaran. Tapi masih ingat khan ilustrasi saya mengenai penderitaan dalam permainan olah raga? Tanyakan pada pemain bola yang kakinya dijegal. Menderitakah dia? Tentu saja menderita. Tapi dia menderita dalam konteks bahagia (jika memang bermain bolanya murni bermain). Dijegal tidak apa-apa. Malah bisa mendapatkan tendangan bebas atau pinalti sekalian jika dijegal di depan gawang musuh. Ataupun jika harus diganti, masih tetap bisa merasakan atmosfer permainan teman-teman yang telah mempunyai nuansa pertemanan yang sangat-sangat akrab dan kompak. Hal itu saja sudah sangat menghibur dirinya sehingga tulang kering yang terasa nyeri, sakitnya sebentar saja sudah terasa hilang karena terhibur oleh aksi teman-temannya yang kocak atau yang keren. Itulah konteks ketika saya sedang mengalami penderitaan. Menyenangkan bukan penderitaan seperti itu? Pengalaman yang manis. Alih-alih malah jadi ahli dan sangat menikmati dalam permainan, seperti sang pemain bola yang sudah keseringan dijegal, sehingga akhirnya dia dapat menciptakan gerakan menggiring bola yang meliuk-liuk seperti pemain balet yang sangat sulit untuk dijegal oleh lawan.

Jadi saran saya, tidur sianglah yang banyak, nikmati hidup sepuasnya bagi para penganggur kerja. Bagi yang sudah bekerja, lupakan tekanan pekerjaan anda. Tak ada guna mengingat-ingat tekanan pekerjaan anda. Anggap semua orang yang stress adalah hasil budaya yang menggilai stress. Kerjakan pekerjaan anda dengan tempo anda sendiri. Jika tidak memungkinkan, buatlah negosiasi dengan atasan, katakan sejujurnya kemampuan anda sendiri. Hal ini sekaligus mensyaratkan anda mulailah jujur pada diri anda sendiri apakah anda sekarang ini bekerja berdasarkan angan-angan dan citra diri yang anda ingin dilihat oleh orang lain atau memang bekerja karena ingin? Jika anda hanya berusaha menyenangkan orang lain (terutama atasan anda), hasil bersih yang akan anda dapat adalah stress dan ketakutan anda sendiri. Anda akhirnya takut anda telah mencapai batas kepura-puraan anda. Lalu anda bisa saja meledak tak keruan, atau malah melarikan diri seperti seorang pengecut. Yah ini wajar saja terjadi, karena pada mulanya pun anda memulai seperti seorang pengecut berusaha tampil besar tapi hanya pura-puranya bisa, tidak berani jujur pada orang lain sebenarnya kemampuan kita sampai dimana. Anda akan menyadari di titik ini, anda akan muak dengan kepura-puraan anda sendiri. Herannya orang lain malah dapat memaklumi kepura-puraan anda sendiri, karena sepertinya mereka pun juga sama seperti anda, pura-pura juga. Kalau gak percaya lihatlah bualan para sales yang mewakili perusahaan. Semuanya menjual kecap nomor satu. Hampir semua menjual pelayanan/produk muluk-muluk yang menjadi target yang hampir tidak masuk akal bagi sdm-nya. Salah siapa coba? Kura-kura dalam tempurung, pura-pura tidak tahu…hehehe!

Kalau mau ekstrim, bagi yang lagi punya pekerjaan, coba bisakah bolos sebentar dari pekerjaan (barang sehari-dua hari), lalu leyeh-leyeh di rumah sambil merasa bahagia dan tidak stress karena pekerjaan? Nah 95 persen orang akan bilang tidak mungkin! Nah anda pasti akan terkaget-kaget kalau saya katakan di barisan 95 persen itu ada orang-orang dengan jabatan direktur dengan gaji 50 juta perbulan, plus aset tabungannya sekian puluh milyar rupiah. Dan mereka tidak akan mau disuruh leyeh-leyeh di rumah melepaskan kekhawatirannya barang sehari jua mengenai pekerjaannya. Dan hal ini jangan salah, dapat diterapkan kepada status kekayaan seperti kita juga (kelas menengah). Pengemis di jalan akan terkaget-kaget melihat kita ogah leyeh-leyeh di rumah menikmati aset tabungan kita sambil berbahagia melupakan stress di pekerjaan. Kalau mau dilihat secara teliti, ternyata hampir di seluruh tingkat sosial-ekonomi permasalahan kekurangan duit, sulit bahagia, kebanyakan stress, selalu ada. Masalahnya, orang selalu diajari mengejar kesuksesan. Tidak pernah diajari bagaimana menikmati kesuksesan. Bagaimana menikmati kegagalan. Bagaimana melepaskan candu akan perjuangan meraih sukses. Atau sekalian jika ada orang yang menyadari bahwa sukses ternyata hanyalah ilusi, hasil bersihnya berbaring tenang di ruang ICU, dapat diajari bagaimana dia paling tidak bahagia di ranjang ICU-nya, tidak dendam sama industrialis karena telah menciptakan ilusi kesuksesan ala stroke, sakit jantung, tumor, kanker, dan segala penyakit kritis lainnya. Jika tidak mau bangkrut karena penyakit kritis, hubungi saya, karena saya juga agen asuransi kesehatan Prudential. Saya akan memberikan kebahagiaan kepada anda semua.

Salam,
Adhi Purwono.
Ciledug, 26 November 2006

62
Serial Tulisan Kitab Masuk Angin
KMA : Komunikasi Empati Ala Kompatiologi

ditulis oleh: Adhi Purwono

di-posting pertama kali di:
http://tech.groups.yahoo.com/group/Komunikasi_Empati/message/590
http://groups.yahoo.com/group/vincentliong/message/18105
http://groups.yahoo.com/group/psikologi_transformatif/message/11618



Maksudnya adalah orang bisa saja berkomunikasi empati tanpa harus mempelajari atau terikat dengan ilmu/gerakan kompatiologi. Komunikasi empati ala kompatiologi itu sendiri mempunyai sebuah ciri khas. Yaitu efek samping berupa proses dekonstruksi yang dialami oleh para praktisinya. Mengapa bisa ada proses dekonstruksi? Karena memang dalam kompatiologi dititik-beratkan pada metoda-metoda yang dapat membuat seseorang mempunyai kemampuan pemetaan (kemampuan merasakan, kemampuan membaca memori) yang mandiri. Empati ala kompatiologi lebih ditekankan pada kemandiriannya (tidak tergantung dengan apapun). Pemetaan secara mandiri disini maksudnya adalah sanggup MEMETAKAN TANPA USAHA. Tanpa usaha berarti tanpa konsep, tanpa metoda, tanpa bimbingan, tanpa acuan nilai, dsb. Tanpa usaha juga berarti terjadi begitu saja dengan ALAMI. Jadi berkomunikasi empati ala kompatiologi diharapkan dapat membuat kita secara alami berempati ketika sedang berkomunikasi dengan orang lain (bahkan dengan hal yang lain, misalnya benda mati, suasana ruangan, diri sendiri, dsb).


Oleh karena itu metoda-metoda yang digunakan untuk mempraktikkan komunikasi empati ala kompatiologi adalah metoda-metoda yang menekankan pada terjadinya kontak langsung dengan diri-sendiri sekaligus dengan realitas. Sehingga salah satu titik-berat metodanya adalah pada permainan tebak-menebak. Mengapa dipilih permainan tebakan ini? Karena kegiatan menebak itu menyiratkan kegiatan tanpa ikatan aturan tertentu, tanpa acuan konsep tertentu, bahkan bisa tanpa pemikiran (karena hanya menebak toh?) atau tanpa berlogika, dsb. Sehingga melalui usaha menebak, seseorang diharapkan bisa melepas segala atribut pikiran/konsep/aturan yang biasanya terlibat dalam menganalisa/menilai peristiwa di sekitar kehidupannya. Namun bukan berarti dalam menebak pikiran harus kosong.  Menebak tetaplah melibatkan kegiatan berpikir untuk melakukan interpretasi sehingga dapat mengungkapkan hasil tebakannya secara verbal kepada orang lain. Nah, dalam menerima arus informasi nonverbal dan menginterpretasikannyalah kita mau tidak mau harus melepaskan segala penilaian kita terdahulu (yang berupa konsep, hasil pemikiran, acuan nilai/aturan, dll) tentang obyek/subyek yang sedang kita tebak. Karena jika kita telah mempunyai penilaian tertentu/konsep tertentu, bukankah membuat kegiatan menebak tidak menjadi menebak lagi, melainkan menjadi kegiatan menilai atau menganalisis? Namun bukan berarti kegiatan menebak menjadi asal tebak. Tentu saja si pelaku permainan menebak ingin agar tebakannya menjadi tepat bukan? Jadi si pelaku ini terpaksa tidak bisa menggunakan analisisnya karena informasi secara verbal hampir tidak ada, dan satu-satunya jalan supaya tebakannya tidak menjadi asal tebak/judi/berbohong adalah berusaha mendapatkan aliran informasi yang nonverbal. Dan satu-satunya yang paling dapat diandalkan dalam hal ini adalah mendapatkan aliran informasi dari perasaannya sendiri atau intuisinya sendiri. Nah inilah yang kita sebut sebagai KONTAK LANGSUNG DENGAN DIRI SENDIRI SEKALIGUS DENGAN REALITAS.   


Tentu dalam hal permainan menebak ini (dalam kitab ini sering saya sebut sebagai praktik dekons), pembimbing (pendekons) bertugas untuk mendorong si pemainnya untuk berani menebak. Berani melepaskan ketakutan disalahkan dari tebakannya. Pembimbing selalu menekankan tidak ada benar-salah dalam tebakan. Asal tidak berbohong/asal tebak/berjudi/menganalisis, maka yang membuat perbedaan sebenarnya hanyalah cara menginterpretasi dari hasil tebakan (dari informasi non-verbal yang didapat). Yang sesungguhnya bila hasil interpretasi itu diuraikan kembali, maka akan terlihat uraian-uraian tersebut selalu mendekati obyek/subyek tebakan dari berbagai sisi/sudut pandang. Misalnya, dalam permainan menebak isi novel. Jika hasil tebakannya terlihat melenceng jauh, maka ada beberapa kemungkinan yang terjadi (anggap saja pembimbing telah melihat pemain tidak berbohong/asal tebak/berjudi/menganalisis).


Pertama, pemain belum terbiasa menginterpretasi informasi non-verbal yang didapatnya, sehingga interpretasi tebakannya terlalu menjurus/spesifik (misalnya langsung menebak nama tokoh, nama negara, umur si tokoh, dsb). Pembimbing akan menyarankan interpretasi dimulai dari hal yang paling umum dulu. Misalnya, sifat keseluruhan tulisan, genrenya, suasananya, jalan cerita apa saja yang telah dirasakan oleh pemain, gambaran apa yang didapat dari aura buku novel tersebut, berhubungan dengan politik atau tidak, dsb. Kemudian dari hasil interpretasi itu bisa saja dirangkai dan dianalisis arah/kumpulan tebakan/interpretasi ini ke arah yang mana/lebih spesifik. Ketika pemain sudah bisa membedakan mana yang sedang berbohong/asal tebak/berjudi/menganalisis duluan, dan mana yang merupakan informasi non-verbal, kemudian bisa menginterpretasikannya tanpa langsung menjurus ke arah spesifik (atau tanpa asal tebak), maka pemain sudah mulai bisa untuk berhubungan langsung dengan dirinya (perasaan) dan dengan realitas tanpa melakukan acuan penilaian.


Yang kedua, mungkin saja memang interpretasinya malah telah tepat hanya saja mengungkapkannya dari sudut pandang yang lain. Misalnya saja dalam novel tersebut yang tertebak (terinterpretasi) adalah profil penulisnya, atau gambar sampul depannya, atau sudut pandang yang lain yang kelihatannya tidak berkaitan tetapi ketika dirunut-runut masih ada kaitannya juga (misalnya menginterpretasi dengan mengatakan ada kekejaman yang tidak manusiawi ketika menebak buku biografi tokoh kontroversial tertentu, walaupun buku itu hanya membahas hal yang baik-baik saja).


Perlu diingat metoda-metoda ini SELALU dilakukan di tempat umum/keramaian dan diusahakan mendekati kegiatan sehari-hari, misalnya dalam menebak rasa teh, dengan alasan orang sering minum teh, menebak buku, dengan alasan orang sering baca buku, menebak musik, dengan alasan orang sering dengar musik, dsb. Tujuannya agar si pemainnya terbiasa dengan lingkungan yang penuh dengan gangguan (noise) sehingga diharapkan metoda ini bisa dilakukan kapan saja dan dimana saja. Nah biasanya, ketika pemain telah mendapatkan pengalaman terhubung langsung dengan dirinya dan realitas, apalagi metoda ini dilakukan di tempat umum dan mirip dengan kegiatan sehari-hari, maka lama-kelamaan si pemain akan merasa sukar membedakan mana yang sedang menebak dan mana yang sedang berkomunikasi dengan orang lain/apapun. Karena ketika si pemain melakukan komunikasi, hampir otomatis dia akan melakukan tebakan (kemudian melakukan interpretasi) seperti yang telah dikenalinya di metoda kompatiologi tersebut. Akibatnya, lama-kelamaan si pemain menyadari mana yang merupakan hasil dari kegiatan menebak (membaca memori/berempati) dan mana yang masih berasal dari analisis/konsep/nilai warisan. Kesadaran ini tidak hanya terjadi ketika berkomunikasi dengan orang lain, KETIKA BERKOMUNIKASI DENGAN DIRINYALAH, si pemain menyadari bahwa banyak hal tentang dirinya ternyata telah salah sangka/berisi topeng-topeng dirinya/terdapat pertahanan dirinya. Kesadaran ini didapat dari hasil kegiatan menebak/membaca dirinya sendiri dan hubungannya dengan realitas. Yang sering-kali akhirnya di dalam dirinya terjadi bentrok antara nilai warisan yang telah dianutnya dengan hasil tebakan/membaca/memetakan dirinya. Setelah bentrokan ini selesai/seimbang lagi, maka si pemain akan menjadi lebih jelas dalam hal pemetaan antara dirinya dengan lingkungan sosial/realitasnya. Inilah yang kita sebut sebagai mengalami proses dekonstruksi.


Setelah mengalami dekonstruksi/bentrok dengan nilai warisan, maka tinggal melakukan rekonstruksi ulang dimana si pemain merekonstruksi nilai-nilainya berdasarkan hasil pemetaan mandirinya (atau dengan kata lain berdasarkan dirinya sendiri). Nilai hasil rekonstruksi ini bisa juga berupa citra diri (yang baru maupun tetap memilih yang lama). Namun citra diri ini baginya tidak perlu lagi dipertahankan mati-matian seperti dahulu, karena dia sekarang telah memiliki kemampuan memetakan secara mandiri. Kemampuan memetakan ini JAUH LEBIH BERHARGA dibandingkan dengan mempertahankan suatu citra diri tertentu. Karena dapat selalu memetakan secara mandiri berarti dapat selalu menyesuaikan diri (survival dan adaptasi). Dan kemampuan memetakan secara mandiri ini berasal dari kemampuan membaca memori (berempati) yang diperkenalkan melalui permainan menebak yang terdapat pada metoda kompatiologi. Perlu diketahui metoda kompatiologi tidak terikat pada permainan menebak saja. Bisa saja diciptakan permainan lain yang dapat membantu si pemain untuk berhubungan dengan dirinya dan realitas. Atau malah cukup bersua dengan orang yang telah ahli berkompatiologi sehingga bisa melihat sendiri kemandirian pemetaan orang tersebut (sekaligus empatinya) dan diharapkan dapat tertular/ditularkan ke dirinya melalui komunikasi yang sangat egaliter (tanpa batas/sekat, melihat bahwa tak begitu perlu pertahanan atas citra diri dalam berkomunikasi dengan orang lain). Yang nantinya pengalaman komunikasi egaliter tersebut dapat menyadarkan dirinya akan ketidakmampuan/ketidakmandirian dalam pemetaannya sendiri sehingga kesadaran ini mengakibatkan dirinya mengalami bentrok/proses dekons dengan nilai-nilai warisannya/ketidakmandirian pemetaannya.


Di sisi lain, sebagai pendekons/pembimbingpun khususnya dalam hal ini pada diri saya saat ini, juga mendapatkan manfaat yang berharga. Selain membantu orang lain dan menyebarkan ilmu/gerakan kompatiologi, saya juga mendapatkan pengalaman berinteraksi dengan kalangan berbagai tingkatan SECARA EGALITER yang belum tentu saya dapat dengan cara berkomunikasi biasa (masih sedikit komunikasi yang terjadi dewasa ini dilakukan secara egaliter tanpa memandang tingkatan status dan umur). Sehingga pengalaman ini membantu saya dalam mengenali variasi kehidupan orang lain yang sangat memperkaya wawasan diri saya dan dapat membuka pilihan-pilihan yang sebelumnya belum pernah terpikirkan sama-sekali. Jadi dalam hal ini kita sebagai para praktisi kompatiologi juga sudah merencanakan bagi yang berminat untuk didekons dan bagi yang telah didekons untuk tahap berikutnya (setelah didekons tentu saja) ikut pula menjadi pendekons tandem bersama saya, Vincent, mbak Istiani, dkk, supaya bisa melihat sendiri proses dekonstruksi dan proses membuka diri terhadap orang lain dan realitas, pada seseorang yang sedang didekons. Sehingga kita bisa sama-sama melihat apa yang membuat kita seringkali salah pengertian/konflik dalam saling berkomunikasi dengan orang lain akibat umur/status/jabatan/kekayaan/ilmu, dsb. Ketika yang didekons mulai membuka dirinya untuk ikut bermain (permainan tebakan contohnya), maka disaat itu pula kita mulai bisa mencicipi nikmatnya berkomunikasi dengan egaliter dengan orang yang lagi didekons tersebut. Karena orang yang didekons biasanya sudah mulai melepaskan pertahanan citra dirinya saat sedang melakukan komunikasi dengan diri kita.


Satu hal lagi. Metoda-metoda kompatiologi yang berefek-samping dekonstruksi ini BUKANLAH METODA LATIHAN. Namun merupakan metoda untuk MEMPERKENALKAN KEPADA MEKANISME DI OTAK AKAN INTERPRETASI DARI INFORMASI NON-VERBAL. Jadi kita tidak mengikatkan/melatihkan pada sistem/konsep/cara interpretasi tertentu melainkan hanya mengenalkan/mengajak seseorang untuk mulai menerima informasi non-verbal dan mencari cara menginterpretasikannya di mekanisme otaknya sendiri. Jika seseorang telah mengenali hal ini (interpretasi di mekanisme otaknya), maka untuk selanjutnya hal ini akan berjalan seterusnya secara otomatis, tidak perlu dilatih kembali Hanya perlu diawasi oleh pembimbing/pendekons mengenai perubahan/pengaruh ke lingkungan sosialnya agar tidak menjadi terlalu ekstrim (akibat kebebasan/kemandirian pemetaannya). Analoginya mirip dengan menginstalasi program (dalam hal ini mekanisme interpretasi dalam penerimaan informasi non-verbal ke otak, BUKAN konsep/sistem/cara interpretasinya), tentu instalasi hanya cukup sekali, dan hanya perlu diulangi jika diperlukan/terjadi kerusakan/perubahan yang besar/ekstrim.


Salam,
Adhi Purwono

63
NOTE: ADHI PURWONO TELAH MENGUNDURKAN DIRI DARI KOMPATIOLOSI TAHUN 2007 KARENA NGA TAHAN TERHADAP TEROR.


Serial tulisan Kitab Masuk Angin
KMA : Menjawab pertanyaan bung Suchamda, Kompatiologi dan Meditasi

ditulis oleh: Adhi Purwono


e-link:
http://tech.groups.yahoo.com/group/Komunikasi_Empati/message/549
http://groups.yahoo.com/group/vincentliong/message/17981
http://groups.yahoo.com/group/psikologi_transformatif/message/11344
http://groups.yahoo.com/group/R-Mania/message/4017



(Note: jawaban ini sengaja saya masukkan dalam serial tulisan KMA karena berisi penjelasan terinci hubungan antara kompatiologi dengan meditasi)

Salam kenal juga bung Suchamda. Saya akan mencoba menjelaskan dari sudut pandang saya mengenai meditasi dan kompatiologi.

Saat ini saya merasa diri saya tidak tergantung dengan
metoda/usaha/konsep apapun untuk dapat merasakan pencerahan/realitas yang saya alami saat ini. Saya tidak merasa takut/jaim mengatakan saya sedang mengalami pencerahan, karena apa, karena saya merasakan
pencerahan dapat dirasakan kapan saja jika orang mau di kehidupan sehari-hari.

Begini bung Suchamda, sesungguhnya upaya kita untuk bermeditasi malah membatasi kita untuk bersentuhan dengan realitas/pencerahan. Bisa dikatakan meditasi itu harusnya tanpa usaha dan tanpa tujuan, IRONISNYA mengapa kita masih perlu untuk bermeditasi??? Meditasi
tidak diperlukan jika tidak ada tujuan (mengapa perlu jika tidak bertujuan?) dan kita tidak dapat melakukan meditasi jika tidak ada usaha sama-sekali setidaknya untuk posisi bermeditasi (posisi teratai sempurna misalnya). Nah, keambiguan sikap kita selagi bermeditasi inilah membuat diri/pikiran kita menjadi bingung. Apakah kita lagi mengusahakan pencerahan dengan bermeditasi? Jika tanpa usaha, kapankah dan bilamanakah kita mencapai pencerahan? Pikiran
bisa saja dapat tenang dan menikmati meditasi tanpa memikirkan pencerahan, TETAPI ketika menghadapi persoalan kehidupan sehari-hari, maka pikiran AKAN mengenang kembali kenikmatan yang didapat dari bermeditasi sehingga menjadi tergantung olehnya. Jikalaupun ketergantungan akan meditasi dapat terlepas, BUKANKAH INI BERARTI MEDITASI AKHIRNYA DISADARI TIDAK DIPERLUKAN??? Jadi BUKANKAH mengajak orang lain/diri sendiri bermeditasi tujuan akhirnya hanyalah supaya dapat menyadari bahwa meditasi tidak diperlukan?
Nah, bung Suchamda mungkin dapat melihat bahwa ditilik dari tujuan pencerahan, sejujurnya meditasi adalah salah satu faktor penghambat pencapaian pencerahan itu sendiri.

Jadi, mengapa tidak secara langsung saja? Mengapa kita membutuhkan suatu metoda/cara/konsep untuk dapat mengalami pencerahan? Tapi saya juga menyadari orang tidak akan melepaskan diri dari sesuatu sampai dia mengalami sendiri bagaimana rasanya terikat dengan sesuatu. Ada aksi sehingga ada reaksi. Dan meditasi dibutuhkan untuk menumbuhkan keterikatan sehingga diharapkan orang dapat menyadari keterikatannya tidak diperlukan sehingga bisa terlepas dari meditasi itu sendiri. Bahwa tujuan pencerahan yang dikejarnya ternyata TIDAK ADA HUBUNGANNYA DENGAN METODA SELAIN DENGAN DIRINYA SENDIRI. Dirinyalah yang menganggap belum cerah sehingga diperlukan suatu metoda (meditasi) sampai dia menyadari bahwa ketidakcerahannya hanyalah
sebuah peran yang dia buat/ciptakan sendiri. Bahwa dia menyadari dengan mudah melepas peran tidak cerahnya dan mengganti menjadi peran pencerahan JIKA PERLU. Seperti yang sedang saya lakukan saat ini. Bila di lain waktu misalnya saya merasa lagi diri saya kehilangan/tidak puas dengan pencerahan saya, maka berarti saya sedang memerankan lagi peran tidak cerah saya, yang mungkin saja saya ketika itu nantinya mencari lagi guru seperti seorang Vincent/Hudoyo/dll untuk bisa mendapatkan lagi peran cerah saya.

Kompatiologi adalah ilmu komunikasi empati. Artinya belajar bagaimana dapat merasakan langsung ke realitas sesungguhnya. Baik itu ke diri sendiri/orang lain, mahluk hidup lain, maupun sampai ke benda mati. Bagaimana cara merasakan langsung? Inilah alasan kami
(terutama Vincent Liong) menciptakan metoda dekonstruksi. Dimana melalui praktik dekons orang lain kita dorong mengalami sendiri realitas sesungguhnya langsung dari yang dia rasakan. Salah satu contoh praktiknya adalah kegiatan mencicipi rasa teh hijau, dimana rasa tak pernah bohong. Menebak isi buku, dimana tebakan adalah kontak LANGSUNG dengan dirinya tanpa alur logika atau olah pikir, dlsb, yang sedang dalam tahap pengembangan dan penelitian oleh para praktisi kompatiologi. Jadi intinya dekonstruksi adalah mendorong seseorang untuk merasakan langsung dalam konteks praktik kehidupan sehari-hari (minum dan tebak rasa teh hijau, tebak buku, tebak perasaan orang lain, tebak musik adalah kegiatan sehari-hari bukan?)
tanpa memakai olah pikir atau logika. Yang biasanya orang tersebut akan mengalami keterkejutan/ estascy/ kesadaran yang tiba-tiba/ suka-cita ketika bersentuhan kembali dengan realitas KETIKA SEDANG BERMAIN TEBAK-TEBAKAN TERSEBUT. Bayangkan saja kesadaran yang
didapat ketika menyadari bahwa selama ini sudah terlalu lama hidup dalam penyangkalan arus informasi dari realitas. Bahwa kehidupan ternyata tidak semonoton/ semenderita seperti yang diperkirakan olehnya sebelumnya. Ternyata kehidupan dapat dinikmati SEPENUHNYA tanpa rasa khawatir dan dengan perasaan bebas BAHWA MENGALAMI KEHIDUPAN APA-ADANYA JAUH LEBIH MENGASYIKKAN DARIPADA MENYANGKAL REALITAS DEMI CITRA/ JATI DIRI. Jati/citra diri orang tersebut tentu
harus dilepaskan dahulu sebelum dia dapat bermain tebakan dengan baik. Jika dia masih jaim, tentu dia akan merasakan rasa bersalah, rasa menipu ketika mencoba menebak sesuatu. Ketika menebak itulah
dia dihadapkan pada pilihan-pilihan, berbohong?/ menipu?/ tebak apa-adanya?/ asal bapak senang?/ melogikakan?, dsb, yang tentu saja kita dorong sampai dia bisa menebak/mendapatkan informasi dari MEMORI/ MEME/ INFORMASI NON VERBAL/ SUASANA sehingga dia belajar untuk menjadi TERHUBUNG dengan realitas. Nah ketika dirinya dapat terhubung dengan realitas itulah berarti dia mulai bisa berempati setidaknya dengan dirinya, artinya dapat mengalirkan perasaan-perasaannya saat informasi non verbal mulai dapat masuk dan mengalir ke dalam dirinya. Saat itu perasaan yang masih dipendam/ ditahan akhirnya dimengerti tidak perlu dipendam lagi akibat bingung/ takut/ sedang dicari solusinya melainkan menyadari bahwa perasaan negatif itu dapat dicuci/dialirkan/diharmoniskan dengan realitas alam sehingga diharapkan mendapatkan sudut pandang yang lebih luas dikarenakan hal-hal/informasi yang positif dari alam dapat diserap oleh dirinya. Sehingga dalam prosesnya, akhirnya dia menyadari bahwa perasaan dalam dirinya adalah berasal dari cara dia
memfilter informasi nonverbal/ perasaan/ suasana dari realitas, dan pada akhirnya dia malah menghubungkan total perasaannya dengan realitas sehingga apapun perasaan yang dia alami bisa terus dialirkan sehingga tidak ada tumpukan perasaan negatif yang tidak perlu. Sebagai contoh, saya MARAH/SEBAL dengan pak Hudoyo, yah saya ungkapkan saja di milis ini sehingga saya menjadi puas. Saya tidak masalah dengan citra/jati diri saya di milis, karena saya sudah mengalami KETERHUBUNGAN dengan realitas jauh lebih menyenangkan/ mendamaikan dibandingkan dengan menjaga citra/ jati diri saya dihadapan anda semua. Jikapun misalnya saya tidak bisa
menyalurkan melalui milis, maka saya tetap tidak lari dari perasaan marah saya. Saya tetap akan membiarkan diri saya mengalami marah/ kesal sampai benar-benar puas kalau perlu dicari-cari apakah masih ada kemarahan yang tersisa untuk dikeluarkan/dialirkan (bisa saja tidak perlu sampai berwujud fisik, tidak perlu seperti yang saya lakukan di milis psikologi_transformatif [at] yahoogroups.com dengan pak Hudoyo). Mengapa saya bisa mengalirkan perasaan-perasaan saya? Itulah, karena saya sudah terbiasa menebak/ terhubung dengan diri/ realitas, yang saat ini saya bisa merasakan LANGSUNG suasana/ meme/ memori apapun dimanapun begitu saja karena dan ketika saya tidak sedang menyangkal.

Jika anda dan yang lainnya ingin mengetahui lebih jauh dengan mengalami sendiri praktik dekons, maka silahkan menghubungi saya di CDMA : 021-6881 2660. Jika masih ada pertanyaan saya tunggu komentar/pertanyaan dari anda dan yang lainnya. Terimakasih.

Salam,
Adhi Purwono




::::Praktik Dekons::::
* hubungi Adhi Purwono (CDMA : 021-6881 2660)
e-mail/YM : adhi_p [at] yahoo.com
* hubungi Vincent Liong (CDMA : 021-70006775)
e-mail/YM : vincentliong [at] yahoo.co.nz
(Note: untuk praktik di-dekons)

::::Undangan Maillist::::
Maillist Komunikasi_Empati [at] Yahoogroups.com
> http://groups.yahoo.com/group/Komunikasi_Empati
Maillist Komunikasi_Empati [at] Googlegroups.com
> http://groups.google.com/group/komunikasi_empati
Maillist VincentLiong [at] Yahoogroups.com
> http://groups.yahoo.com/group/vincentliong
Maillist Psikologi_Transformatif [at] Yahoogroups.com
> http://groups.yahoo.com/group/psikologi_transformatif
Maillist R-Mania [at] yahoogroups.com
> http://groups.yahoo.com/group/r-mania







L A M P I R A N  0 1
Subject: Meditasi - oh nasibmu meditasi...
Ditulis oleh: "isf" <isf [at] cbn.net.id> / iman_s_fattah
at: http://groups.yahoo.com/group/psikologi_transformatif/message/11358

"isf" <isf [at] cbn.net.id> wrote:

Begitu banyak meditasi dibicarakan dalam banyak perspektif maupun berdasarkan subyektif.
Dalam pemahaman saya, meditasi adalah suatu kondisi individu dalam kesadaran yang "cukup", sesuai kondisi lahir-bathin pada saat tersebut.
"Cukup" disini berarti kondisi yang pas komposisinya, sesuai dengan kondisi biologis/ragawi-spiritual pada saat tersebut, karena setiap manusia tidak pernah mengalmi kondisi yang persis sama secara detil, dikarenakan lingkungan, pemikiran, olah pemahaman, serta kompleksitas spiritual yg dialami, maupun garis ketetapan yang telah tergurat baginya.
Meditasi bisa banyak ragam, tetapi diketegorikan sebagai meditasi apabila output / hasil olahan tersebut msuk dalam kategori proses meditasi.
Meditasi sendiri mengalami peningkatan/ perubahan dalam setiap waktu karena adanya pemahaman akibat terjadinya kontak dualitas jasad-spiritual secara berkesinambungan, yang mengintervensi dimensi lain (alam-ketuhanan) dalam perjalanannya.
Meditasi memang dapat dilakukan dengan banyak cara, ada dengan diam/ tafakkur, ada dengan melakukan kegiatan sehari2. Intinya adalah mencapai suatu tingkat kesadaran yang "cukup" (apakah itu beta-alfa-theta-delta, sangat2 subjective nilainya), mengetuk kesadaran ragawi untuk mempertimbangkan sisi spiritual dalam mengambil suatu keputusan. Sehingga perilaku, keseharian, yg berujung pada terbentuknya sifat akan mencerminkan moralitas yang baik secara kaidah nilai.
Salah satu model meditasi adalah ibadah yang dilakukan dalam agama2, dimana dalam ibadah adalah suatu bentuk mencapai kesadaran akan realitas diluar hanya ragawi saja, hanya saja kalau merujuk tingkatan secara spiritual sangat bergantung pada 'pemahaman' (secara luas) individu akan agama itu sendiri.
 
Dalam realitanya, meditasi tidak mesti dilakukan secara berurutan; beta-alfa-theta-delta, karena hal ini menyangkut suatu pemahaman spiritual yg tidak bisa distandarisasi dari sisi analogi dasar, sehingga yang terjadi pendekatan secara 'mendekati', tetapi tidak tepat benar.
Banyak individu yang melakukan lompatan meditasi secara fluktuatif tanpa urutan.
 
Untuk lebih menarik, kita bisa menjadikan individu2 yg melakukan perdebatan meditasi di milis ini, di explore sesuai pemahaman sampai dimana mereka ber'main':
(bahasa yg disampaikan secara umum by isf, tidak mengacu pada teori yg ada);
 
Hudoyo Hapudio (HH):
Seorang meditator sampai pada pemahaman hening, dikategorikan sebagai tahap akhir perjalanan spiritual, dimana fase itu merasakan ecstasy, lebih bersifat individual dan merupakan manifestasi ego-spiritual, karena meditasi dilakukan dan dinikmati secara pribadi.
Secara individu, benturan yg sangat kuat adalah masalah ego spiritual yang pasti akan berdampak pada ego ragawi, sehingga terjadinya justifikasi atas hal2 yg diperoleh individu tsb, dan menciptakan suatu keadaan yang 'benar' secara kompleks dan terbatas. Hal ini berbenturan dengan sifat spiritual yg luas dan tidak terbatas (secara analogi dasar).
Dalam tahapan spiritual, ada ruang kosong yg disebut HH sbg 'hening', hal ini bisa dikategorikan sebagai kesadaran awal untuk mereka yang belum bersentuhan dengan fase spiritual, dan merasakan ketenangan jiwa yang bersifat temporer, tanpa tahu akan kemana selanjutnya (apabila berhenti di tahapan ini).
Dalam fase ini sangat memanjakan bathin dengan memberikan konsumsi secara cukup, bahkan mungkin lebih, sehingga pemikiran mengalami dekonstruksi  dalam output keseharian selanjutnya, dimana sisi bathin (spiritual) telah mulai ikut dalam mengambil keputusan individu.
*(pembahasan spiritual yg dimaksud masih dalam dimensi duniawi)
 
 
Vincent Liong (VL):
Seorang fighter dalam meditator yang akan menerima konsep individu lain setelah melalui analogi yg dirasa cukup bisa diterima, baginya tidak ada dogma, walaupun dia tidak bisa mengingkari dan keluar dari dogma (agama).
Baginya meditasi adalah melakukan hal yg riil, bisa dimanfaatkan untuk orang banyak dalam wujud yg nyata, bukan sekadar menghindar dari kenyataan dengan menjauhkan diri dari peradaban, serta menyepi. Baginya, apa yg secara riil bisa dilihat maupun secara nalar bisa ditangkap, itulah yg nyata.
Hal ini sangat sarat muatan dalam melihat meditasi, baginya dekonstruksi itulah meditasi sesungguhnya, secara cepat, memberikan manfaat kepada masyarakat, at least menyebarkan energy positif, ujung2nya juga perbaikan moralitas, hanya saja freewill disini patut dipertanyakan secara meditasi konsep. akan sah2 saja selama freewill tersebut masih dalam tataran koridor kewajaran.
 
Nah sekelumit mengenai meditasi dari saya dirumah, tadinya mau melanjutkan ke Leonardo Rimba, Merkurius AP, M Iyus, dll, tapi karena saya lg kurang sehat dan asupan, he he.....
 
salam
isf







L A M P I R A N  0 2
Pertanyaan sdr Suchamda kepada Merkurius Adhi Purwono.
at: http://groups.yahoo.com/group/psikologi_transformatif/message/11343

"Suchamda" <Daniel_552 [at] yahoo.com> wrote:

Salam kenal bung Adhi,
Maaf, saya belum lama bergabung dan kesulitan untuk mengikuti diskusi2 anda dengan sdr.Methoz dan bp.Hudoyo. Sepertinya menarik.
Bisakah anda menceritakan bagaimana metode meditasi anda?
Apakah kompatiologi itu?
Bagaimanakah hubungan kompatiologi itu dengan meditasi?

Terimakasih.

Suchamda

64
Note: Saya memposting beberapa tulisan ini atas permintaan karuna_murti. « Last Edit: Today at 05:19:26 PM by vincentliong »




Meditasi: aliran mitologi, mitos dan logos

Ditulis oleh: Vincent Liong



Menjawab pertanyaan sdr. Sriastutivirgo saya kira perlu sebelumnya saya membahas salah satu soal ujian tengah semester (UTS) matakuliah filsafat umum dan logika yang saya hadapi tadi siang, yaitu soal hubungan antara mitologi, mitos dan logos.

Pada masa awal dari usaha manusia untuk berpikir, manusia membuat mitologi yang bercerita tentang alam semesta dan kejaidian-kejadian yang dapat disaksikan dan dialami oleh manusia di dalamnya. Perpecahan jurusan mulai terjadi antara dua usaha yang berlawanan dalam tata-cara untuk memproses mitologi di dalam pikiran manusia;
* mitologi menjadi mitos
Jawaban yang diberikan berusaha meloloskan diri dari rasio dan usaha untuk berpikir, dengan membangun ‘keyakinan’(percaya tanpa perlu bukti kongkrit)/ believe sistem warisan untuk menjawab permasalahan-permasalahan yang ada di dalam mitologi kehidupan individu manusia dalam interaksi dengan di luar dirinya.
* mitologi menjadi logos
Jawaban yang diberikan berusaha menekankan proses akal budi dan rasio untuk mencari kebenaran melalui metodologi yang jelas dan rapi.

Nah, setelah terjadi perpecahan antara dua jurusan soal proses yang dianggap benar dalam mencari kebenaran; maka timbullah kelompok-kelompok keyakinan, keagamaan yang menjadi terpisah dengan kelompok-kelompok ilmuan.

Dalam kenyataannya dua kegiatan ini tidak bisa dipisahkan. Kegiatan untuk bermain simbol yang menjadi pekerjaan para pencinta mite dan kegiatan bermain akal budi dan rasio ala pencinta ilmupengetahuan adalah bioptional sistem yang sudah inheren sejak manusia itu lahir. Maka dari itu manusia yang katanya ilmuan sekalipun masih mau dan memerlukan agama begitu juga para agamawan masih bermain dengan ilmupengetahuan ala logos.

LOGOS yang terpisah dengan mitos menimbulkan masalah baru bahwa dalam logos yang pada satu titik pencapaian tertentu, merasa telah menemukan kebenaran hakiki yang disebut empiris, logis, dlsb yang akhirnya menghentikan proses mencari kebenaran tsb. Sekolah, kuliah dlsb yang mengatasnamakan ilmupengetahuan hanya berhenti menjadi kegiatan copy&paste atas believe sistem warisan / kebenaran yang dianggap terakhir, paling benar yang berlaku dari satu generasi ke generasi selanjutnya tanpa usaha / kemalasan untuk meng-update sesuai perkembangan jaman dengan berlindung di balik kemapanan. Suatu usaha mencari ilmupengetahuan menjadi berubah urutannya menjadi; 1. Korelasi / perbandingan antar kesimpulan / teori / jawaban akhir kebenaran yang disepakati.  2. Observasi. 3. Experimen. Peran observasi dan experimen yang menjadi hal utama dalam pencaharian menjadi mandek karena sudah ada jawaban akhir tentang kebenaran itu sendiri yaitu pada tahap korelasi / perbandingan antar kesimpulan /  teori / kebenaran akhir yang disepakati, tanpa ada usaha peyesuaian pada update terakhir dari lingkungan yang dihadapi. Maka dari itu pada umumnya usaha untuk melakukan proses observasi dan experimen malahan tidak dilakukan samasekali.

MITOS yang terpisah dari logos menimbulkan masalah baru bahwa dalam mitos, pencaharian kebenaran tidak lagi merasa perlu untuk mencari kebenaran yang relevan dalam tempat dan waktu yang spesifik. Agama, keyakinan dan believe sistem warisan malah memisahkan antara kebenaran yang hakiki dengan usahamanusia untuk mencari kebenaran itu sendiri. Simbol-simbol mite dianggap ada tetapi hanya berfungsi untuk diamati dan diyakini, bukan untuk mencari kebenaran seperti tujuan utama sebelum terpecahnya mitologi menjadi dua kegiatan yaitu; mitos dan logos. Urutan proses pencaharian kebenarannya memang tampak tetap yaitu; dimulai dengan Observasi. Tetapi usaha untuk melakukan experimen dan korelasi / perbandingan antar kesimpulan / teori / kebenaran menjadi hilang.

KESIMPULAN akhirnya adalah: bahwa dua jalan pencaharian kebenaran ini mandek karena memisahkan dua usaha ini menjadi extrim mitos dan extrim logos membuat ‘experimen’ (yang adalah kegiatan merealisasikan suatu kebenaran dengan fakta lapangan yang costumize karena pengaruh tempat dan ‘waktu’ (yang terus berubah sesuai perkembangan jaman)) malah hilang dari proses itu sendiri. Sehingga jalan logos maupun mitos tidak berhasil mengajak orang untuk tetap di sistem utama guna pencaharian kebenaran yang cotumize sesuai kondisi, tempat dan waktu tsb. Sistem pencaharian mitologi utama yaitu; 1. Observasi dari nol.  2. Experimen dengan realitas yang costumise sesuai kondisi, tempat dan waktu tsb.  3. Korelasi / perbandingan antar kesimpulan /  teori / kebenaran akhir yang ditemukan oleh ilmuan / individu berbeda.

LETAK KOMPATIOLOGI ala Vincent Liong adalah pada aliran mitologi sebelum terpecah menjadi mitos dan logos. Maka dari itu yang terpenting adalah proses 1. Observasi dari nol.  2. Experimen dengan realitas yang costumise sesuai kondisi, tempat dan waktu tsb.  3. Korelasi / perbandingan antar kesimpulan / teori / kebenaran akhir yang ditemukan oleh ilmuan / individu berbeda. Maka dari itu masing-masing praktisi bisa membuat kesimpulan dan teori sendiri-sendiri tanpa saya (Vincent Liong) sebagai pendiri turut ambil pusing. Yang penting, kesimpulan itu diambil melalui proses observasi dan experimen individual sebelumnya, tidak nyontek dari keyakinan / believe sistem orang lain lalu diambil mentah-mentah.


ttd,
Vincent Liong
Jakarta; Sabtu, 7 Oktober 2006



I K L A N
Siap ambil resiko di-dekons ala Kompatiologi
Hubungi "Praktek Dekons ala Kompatiologi":
Vincent Liong CDMA: 021-70006775
Merkurius Adhi Purwono CDMA: 021- 6881 2660





at: http://groups.yahoo.com/group/psikologi_transformatif/message/11207
"sriastutivirgo" sriastutivirgo [at] yahoo.com.sg wrote:

Adik Vincent,

saya sudah muter-muter baca semua email adik tentang Meditasi ini, ada beberapa pertanyaan tiba-tiba muncul dari "jiwa" saya, yaitu :

1. Sebenarnya Meditasi itu apa sih ?
2. Apa sih gunanya meditasi ?
3. Tujuan akhir meditasi itu apa ?
4. Apa yang dicari dari meditasi ?
5. Siapa yg ditemui dalam meditasi ?
6. untuk apa meditasi ?
7. setelah meditasi apa yg kita dapatkan ?
8. bagaimana proses meditasi ?
9. apakah sama meditasi adik Vincent dengan meditasi Kang Hudoyo atau meditasi orang lain ?
10. apakah tujuannya sama ?
11. outputnya sama ?
12. Adik Vincent, ngomong-ngomong tentang "JIWA" ; itu letaknya dimana ya ?
13. apakah letak Jiwa dik vincent sama letaknya dengan jiwa orang lain ?

sebenarnya masih banyak lhoo yang masih saya ingin tanyakan, tapi 13 soal dulu deh...masalahnya dari 13 soal itu sudah bisa dijadikan buku :)

salam,

Sri





Vincent Liong menjawab pertanyaan-pertanyaan sdr. Sriastutivirgo;

1. Sebenarnya Meditasi itu apa sih ?
Jawab VL: Meditasi adalah suatu usaha untuk mencari kebenaran. Kata meditasi saat ini didominasi penggunaannya oleh para petualang spiritual dan hal-hal yang berbaru keagamaan (aliran mitos). Sebenarnya meditasi bisa terjadi pada siapa saja (baik yang golongan mitos maupun logos), yang menjadi masalah adalah seperti apa proses pencarian kebenaran tsb, maka itulah proses ber-meditasi menurut individu tersebut.

2. Apa sih gunanya meditasi ?
Jawab VL: Guna meditasi adalah mencari kebenaran yang seharusnya bersifat costumize dengan keadaan, tempat dan waktu (kenyataan lapangan). Masalahnya ada pembatasan dalam proses meditasi baik yang kelompok mitos maupun logos. Pada kelompok mitos, masalahnya adalah terlalu melekat pada proses observasinya tanpa usaha untuk melakukan experimen dan korelasi / perbandingan antar kesimpulan /  teori / kebenaran menjadi hilang. Pada kelompok logos, peran observasi dan experimen yang menjadi hal utama dalam pencaharian menjadi mandek, karena sudah ada jawaban akhir tentang kebenaran itu sendiri yaitu; pada tahap korelasi / perbandingan antar kesimpulan /  teori / kebenaran akhir yang disepakati, tanpa ada usaha peyesuaian pada update terakhir dari lingkungan yang dihadapi. Maka dari itu pada umumnya usaha untuk melakukan proses observasi dan experimen malahan tidak dilakukan samasekali. Ini pula yang menyebabkan kata ‘meditasi’ jarang digunakan oleh kelompok logos.

3. Tujuan akhir meditasi itu apa ?
Jawab VL: Guna mencari kebenaran yang costumize sesuai keadaan, tempat dan waktu (kenyataan lapangan). Hal ini akan berbeda pada aliran logos dan aliran mitos sebab keduanya hanya m***kat pada proses awalnya masing-masing yaitu; pada kelompok mitos pada kegiatan observasi, dan pada kelompok logos pada kegiatan korelasi / perbandingan antar kesimpulan / teori / kebenaran akhir yang disepakati, tanpa ada usaha peyesuaian pada update terakhir dari lingkungan yang dihadapi.

4. Apa yang dicari dari meditasi ?
Jawab VL: Konon yang dicari adalah kebenaran meski di kelompok logos membahas bahwa telah menemukan kebenaran yang hakiki tanpa proses pencahariannya sendiri (hanya menggunakan believe sistem warisan yang ada), dan di kelompok mitos hanya menekankan pada pencahariannya, tetapi menekankan pula bahwa kebenaran yang hakiki tidak dapat dirai, hanya bersifat keyakinan atau pencapaian idealistik.

5. Siapa yg ditemui dalam meditasi ?
Jawab VL: Seharusnya yang ditemu dalam meditasi adalah jawaban-jawaban yang bersifat lokal, natural dan costumize sesuai tempat & waktu (kenyataan lapangan) yang tidak terpisah dengan masyarakat awam. Misalnya ketika mata melihat baik orang logos maupun orang mitos sama-sama matanya melihat secara otomatis tentang bentuk kongkrit. Yang menjadi masalah kelompok logos merasa telah bertemu dengan realitas tsb sebelum bermeditasi dengan menekankan believe sistem warisan sebagai kebenaran, sedangkan kelompok mitos merasa telah bermeditasi dan menemukan jawaban-jawaban tersebut yang hanya relevan untuk dirinya dan ruang realitas buatannya sendiri (individu, kelompk di sekte yang sama, dlsb) yang membuat ada jarak antara dirinya dan realitas yang costumize, luas & umum ; karena milik orang awan yang banyak jumlahnya.

6. untuk apa meditasi ?
Jawab VL: Untuk memenuhi kepuasan diri manusia akan perasaan memiliki atau mencapai suatu kesadaran diri terhadap kebenaran, ini terjadi baik pada kelompok mitos maupun logos. 

7. setelah meditasi apa yg kita dapatkan ?
Jawab VL: Perasaaan bahwa diri kita telah memenuhi kepuasan, telah mencapai kesadaran akan kebenaran. Entah itu seperti anak yang puas lulus kuliah merasa menguasai kebenaran atau seperti orang yang ala mitos merasa dekat dengan pencipta atau alam atau merasa mencapai keseimbangan, arahat.

8. bagaimana proses meditasi ?
Jawab VL: Pada awalnya ketika belum terpecah menjadi kelompok logos dan mitos proses peditasi adalah: 1. Observasi dari nol.  2. Experimen dengan realitas yang costumise sesuai kondisi, tempat dan waktu tsb.  3. Korelasi / perbandingan antar kesimpulan /  teori / kebenaran akhir yang ditemukan oleh ilmuan / individu berbeda.
Pada kelompok mitos proses meditasi adalah observasi. Usaha untuk melakukan experimen dan korelasi / perbandingan antar kesimpulan /  teori / kebenaran menjadi hilang karena dianggap tidak penting.
Pada kelompok logos proses meditasi adalah usaha untuk menguasai korelasi / perbandingan antar kesimpulan / teori / kebenaran akhir yang disepakati, tanpa ada usaha untuk peduli pada peyesuaian terhadap update terakhir dari lingkungan yang dihadapi. Misalnya anak sekolah untuk tujuan mendapat ijasah yang menyatakan lulus menguasai kebenaran.

9. apakah sama meditasi adik Vincent dengan meditasi Kang Hudoyo atau meditasi orang lain ?
Jawab VL: Beda tujuan. Kang Hudoyo adalah seperti yang saya tulis soal aliran mitos sedangkan Vincent Liong tidak memisahkan mitologi menjadi mitos dan logos.

10. apakah tujuannya sama ?
Jawab VL: Beda tujuan secara kongkrit meskipun secara devinisi ‘kata’-nya sama-sama mencari kebenaran. Kang Hudoyo menekankan objectivitas dalam observasi sedangkan Vincent Liong menekankan pemetaan secara costumize tanpa intervensi believe warisan lalu menggunakan pemetaan itu untuk digunakan dalam ujicoba langsung dalam memilih pilihan-pilihan dalam hidup sehari-hari dalam masalah-masalah yang costumize dengan menimbang untung ruginya secara jangka panjang. Jadi tujuan akhir adalah kelihaian dalam menguasai / berkuasa atas situasi dengan modal yang seadanya (diri sendiri) dengan pilihan-pilihan resiko positif dan negatif yang menjadi satu paket konsekwensi dengan pilihan-pilihan tsb.

11. outputnya sama ?
Jawab VL: Ya jelas beda mas. Soal yang ini tidak baik saya berteori biar yang mengalami aliran saya atau aliran Kang Hudoyo yang tahu sendiri-sendiri tidak usah promosi baik atau buruk, semua toh ada tujuan masing-masing maka itu memilih sesuai kecocokan.

12. Adik Vincent, ngomong-ngomong tentang "JIWA" ; itu letaknya dimana ya ?
Jawab VL: Kalau buat aliran saya itu tidak penting. Yang penting proses 1. Observasi dari nol.  2. Experimen dengan realitas yang costumise sesuai kondisi, tempat dan waktu tsb.  3. Korelasi / perbandingan antar kesimpulan /  teori / kebenaran akhir yang ditemukan oleh ilmuan / individu berbeda. Yang penting ini lancar dan nyambung. Masalah Jiwanya secara teori di mana silahkan para praktisi menjawab versinya sendiri menurut pengalaman sendiri-sendiri, yang penting jangan nyontek (sekedar menggunakan believe sistem warisan).

13. apakah letak Jiwa dik vincent sama letaknya dengan jiwa orang lain ?
Jawab VL: Ya menurut anda saja gimana, saya tidak berpendapat soal teori yang mana yang benar. Sebab aliran saya bukan aliran mitos juka bukan aliran logos. Saya mempertahankan aliran mitologi yang bercerita tentang alam semesta dan kejaidian-kejadian yang dapat disaksikan dan dialami oleh manusia di dalamnya.

65
[at]Vincent...
Saya tahu anda adalah orang yang pintar tapi anda belum cukup bijaksana...:)
Kenapa anda memperdebatkan hal yang tidak berguna itu?
Apakah jika benar dan saudara nyana memberikan pernyataan maaf itu bisa memuaskan anda?
"Seperti pohon tua yang rapuh,ketika ditancapkan sebuah paku dia akan menusuk jauh kedalam...Ketika paku itu dicabut bekas paku didalam pohon tua itu tetap tidak menghilang."
Kenapa anda memperdebatkan "paku" tersebut?Kenapa anda membuat "pohon" itu seperti adalah anda sendiri?Saya rasa anda tidak cukup bodoh untuk menganggap pohon itu adalah anda sendiri bukan?:)

Salam,
Riky


Benar pendapat saudara Riky Dave.

Saya sadari bahwa dulu ketika saya belum menjadi dilabel Indigo hidup rasanya lebih ringan, setelah dilabel Indigo hidup menjadi lebih berat. Dulu ketika saya belum membuat Kompatiologi hidup rasanya lebih bebas, setelah dilabel Indigo hidup menjadi tidak bebas lagi. Dulu ketika saya belum menghadapi teror tahun lalu hidup rasanya lebih ringan, setelah menghadapi teror tahun lalu hidup menjadi lebih berat. Tidak ada yang salah dengan Indigo dan Kompatiologi. Saya membangun kompatiologi karena saat itu saya pikir saya akan bebas tetapi akhirnya saya tidak mendapatkan kebebasan itu.

Saya sadar bahwa saya di kondisi tersebut tetapi tidak ada yang salah juga kalau saya memilih untuk tetap di kondisi "deny" dan memilih terikat pada kutukan kebebasan tersebut untuk mencari jawaban-jawaban, solusi-solusi yang belum terjawab. Maskipun hal tersebut kadang-kadang dibayar dengan penderitaan.


Saya kutip dari salahsatu tulisan saya:

"""""""
Sejak Allah menciptakan manusia pertama yaitu; Adam dan Hawa, free choice telah diberikan. Adam dan Hawa telah memiliki pilihan untuk memakan buah yang boleh dimakan dan yang tidak boleh dimakan. Karena Allah maha pengasih maka berjuta-juta pohon di taman itu boleh dimakan, tetapi hanya satu pohon saja yang tidak boleh dimakan.   

Lalu TUHAN Allah memberi perintah ini kepada manusia: "Semua pohon dalam taman ini boleh kaumakan buahnya dengan bebas, tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati. (Kejadian 2: 16-17)

Kehendak bebas yang tadinya merupakan anugerah, tetapi setelah manusia diusir keluar maka kehendak bebas tadi menjadi kutukan bagi manusia. Pilihan bebas itu sebenarnya menjadi pilihan untuk memilih; yang tidak enak dan tidak enak. Banyak manusia yang tidak menyadari hal ini, sehingga banyak yang ingin memaksimalkan pilihan bebas ini dan tidak bisa membedakan; antara pilihan bebas dan kebebasan sehingga menjadikan orang berlomba-lomba mencari kebebasan dan menganggap kebebasan itu adalah tujuan utama hidupnya. Setelah ia mencapai kebebasan itu hatinya menjadi getir karena melihat bahwa kebebasan dan kehendak bebasnya telah mengutuk dia dan ia tidak bisa memilih pilihan lain selain yang tidak enak dan tidak enak.

Seperti anak-anak yang ingin segera dewasa sebenarnya ia mengira bahwa seorang yang dewasa itu memiliki kebebasan maksimal; tidak usah sekolah, boleh buat keputusan sendiri, boleh mengatur uang sendiri, boleh membeli barang yang diinginkan, boleh punya pacar, dlsb. Tetapi ketika mereka sudah dianggap dewasa, dia baru sadar bahwa masa anak-anaknya jauh lebih indah. Seperti orang yang belum menikah maka ingin menikah, karena ia pikir menikah itu bahagia. Tetapi setelah menikah memang betul ia baru tahu arti bahagia yaitu dulu waktu ia masih bujangan. Ternyata kalau kemampuan seseorang hanya sedikit, maka tuntutan pun hanya sedikit. Tetapi kalau kemampuan banyak maka seseorang akan mendapat tuntutan yang banyak. Saya bingung mengapa orang begitu ingin punya kemampuan yang banyak, memangnya mau bikin susah hidupnya sendiri.

Ketika masih anak-anak karakter seseorang cenderung lebih menonjol daripada kepribadiannya. Ketika menjadi dewasa maka semakin besar tuntutan agar seseorang memunculkan kepribadian yang baik bagi lingkungan sekitarnya, yang sering kali menekan karakternya. Ketika seseorang sadar kehilangan masa kanak-kanaknya yang indah, ia mengidam-idamkan bagaimana membuat kondisi dimana kemampuan banyak tetapi tuntutan sedikit.

...

Karakter sebagai kesatuan fungsional yang khas yang dipakai oleh seseorang untuk bereaksi terhadap semua rangsang (dari dalam dan dari luar) adalah naluri yang sifatnya spontan, yang apa adanya tidak dibuat-buat. Kepribadian apa yang ingin kita tampilkan kepada masyarakat tentang diri kita cenderung diproses dengan kegiatan berpikir dan berlogika yang memakan waktu lebih lama (tidak spontan).

Kegiatan berpikir dan berlogika seseorang terjadi bilamana jumlah data yang diproses jauh lebih sedikit dari kapasitas kemampuan pemerosesan data otak, ketika jumlah data yang diproses lebih banyak atau mendekati kapasitas maksimum kemampuan pemerosesan data otak, maka tidak sempat lagi dilakukan kegiatan berpikir dan berlogika yang memakan lebih banyak waktu, saat itu kegiatan yang terjadi cenderung bersifat spontan, naluri yang cenderung berdasarkan karakter manusia itu sendiri yang khas yang dipakai oleh seseorang untuk bereaksi terhadap semua rangsang (dari dalam dan dari luar).

...

Ada dua cara untuk membuat jumlah data yang diproses mendekati kapasitas maksimum kemampuan pemerosesan data otak; data yang diterima diperbanyak, atau kapasitas maksimum kemampuan pemerosesan data otak yang diperkecil.
""""""""     


Zaman dahulu kala, ada seseorang yang berkesempatan mendapat kehidupan dimana pilihannya adalah enak dan enak, dia menyangkal pilihan enak dan enak tersebut lalu ia keluar dan menemukan bahwa; kehidupan selanjutnya adalah pilihan tidak enak dan tidak enak, dia menyangkal pilihan tidak enak dan tidak enak tersebut.

Dia tidak terima bahwa tidak ada pilihan enak dan tidak enak. yang ada hanyalah enak dan enak atau tidak enak dan tidak enak.

Maka dia berusaha membuat beberapa pilihan baru diluar pilihan yang telah ada tersebut.

66
Quote
Jadi mohon dijelaskan apa itu sebenarnya "Dhamma" agar pembicaraan lebih nyambung.
Jika anda sudah mengerti apa "Dhamma" itu maka sudah sepantasnya saya bernamaskara didepan anda :)...Sayangnya "Dhamma" yang mungkin anda lihat sudah anda "kembangkan" menjadi "kebenaran sendiri" yang tertutup oleh pandang "salah".....
Semuanya hanyalah konsep...Jika saya menjelaskan Dhamma adalah A sampai Z apakah anda bisa memahaminya hanya dengan kemampuan intelektual anda?
Anda seperti menyuruh saya menjelaskan tentang rasa buah "apel" yang saya makan sedangkan anda tidak pernah memakannya...
Bagaimana saya menjelaskannya kenapa anda?Mungkin saya bisa menjelaskannya kepada anda,tapi apakah anda bisa mengerti?Rasa "apel" itu berada didalam lidah saya dan lidah saya bukan lidah anda...Apakah dengan "kata2" saya anda bisa mengetahui rasa "apel" didalam lidah saya?
Cthnya: Ketika anda benar2 berbahagia,saya ikut berbahagia dengan kebahagian anda..Tapi apakah saya benar2 berbahagia seperti anda?Bisakah anda menjelaskan Kebahagian anda dari A sampai Z?Mungkin bisa,tapi apakah saya bisa berbahagia tepat persis seperti anda?Tidak mungkin bukan?Lantas bagaimana saya menjelaskan apa itu Dhamma kepada anda?

Salam,
Riky

Orang menjadi terbatasi karena memilih menjadi terbatasi; entah anda yang membatasi diri karena mengikat diri dengan definisi "Dhamma" menurut diri anda atau saya yang membatasi diri karena mengikat diri dengan kompatiologi menurut versi saya. Setiap metode memiliki perjalanannya masing-masing seperti orang mengikat diri kepada metode tersebut.

Yang berhak dan mampu memberi 'judge'(penilaian) atas sebuah ciptaan adalah penciptanya. Sedangkan pribadi lain yang tidak berhak hanya mampu berkomentar yang sifatnya separuh kebenaran.

Tarik ke MMD Om Riky, ;D

Sdr Karuna Murti
Kayaknya perlu bongkar-bongkar file yang lama. Diskusi mengenai MMD dengan Hudoyo di maillist Psikologi Transformatif sebelum teror yang diberlakukan kepada keluarga saya, sebelum Hudoyo akhirnya meninggalkan maillist tsb. Pemahaman yang digunakan adalah pemahaman masing-masing (saya dan Hudoyo) dalam taraf pemikiran saat itu. Silahkan klik:
http://groups.yahoo.com/group/psikologi_transformatif/msearch?query=Meditasi+Mengenal+Diri+hudoyo+vincent+liong&pos=40&cnt=10

67
Jangan membuat pernyataan untuk melencengkan maksud saya.
Tujuan anda selalu jelas bukan untuk berdiskusi tapi UUD dan itu sudah dibuktikan oleh begitu banyak orang yang online, anda selalu mencari musuh dalam setiap berkata-kata. Pada beberapa poin investigasi, kebanyakan anda paling gemar mencari problem dengan orang yang mungkin tidak begitu sependapat. Untuk apa mencari musuh dengan ajaran yang kamu kembangkan?

Anda belum menjawab pertanyaan saya:
"Agama Buddha, Agama (deleted)"


Sdr Nyanadhana, anda menuduh saya mengatakan bahwa "Agama Buddha, Agama (deleted)". Anda harus membuktikan ucapan anda telah melakukan adu domba atas nama agama. Anda harus memberikan bukti bahwa Vincent Liong telah menulis hal tsb di atas. Bila tidak tentunya anda harus membuat permohonan maaf kepada pihak saya dan para penganut umat Budhist di forum ini.

68
To sandalJepit,
anda yang tidak mengerti pembicaraan kita itu seperti apa. setiap kali ada ajaran uka uka datang tentu analisa terhadap konsistensi Dhamma itu harus dipertanyakan. anda merasa kita menjelek-jelekkan mereka, padahal fakta dijalan merekalah yang dengan kasar mengata-ngatai kita. apakah kita harus kalem seperti lembu?
Vincent Liong di beberapa posting internet pernah menulis "Agama Buddha, Agama (deleted)", apakah kit aharus berpuisi ria memberikan jawaban,bukan demikian, IKT dan MLDD dengan sengaja memutar balikkan semua fakta Dhamma, anda juga merasa it's okay.

Saya mungkin kurang mengerti apa isi kepala kamu, namun setiap debat itu adalah melihat konsistensi lawan dalam mempertahankan pemikirannya,apa sih yang dia pikirkan sehingga dipegang teguh, namun sayang begitu ditambah Dhamma, konsistensi itu runtuh. tidak bisa berkata apa2 hanya bisa berpuisi ria.

Kalo kamu merasa kasihan dengan kita, saya lebih merasa terhina oleh pembelaan kamu terhadap mereka. terhina karena kamu berpartisipasi menginjak Dhamma, terhina oleh postingan kamu di beberapa tempat yang mengatakan rekan2 disini suka mengasari mereka yang baru datang. Malu kamu? saya pikir tidak. disini Forum Dhamma, saya pikir kamu hendaknya masuk ke Forum Gado-Gado Agama,disana anda bisa menambah micca ditthi lebih dalam lagi.

Terima Kasih.

Jadi apakah “Dhamma” yang dimaksut adalah semacam alat nge-test seseorang. Jadi bagaimana cara mengetest sesuatu tsb? Saya belum paham benar, sebab mengetest sesuatu menggunakan sesuatu yang mengetest dan yang di-test bisa menggunakan bahasa yang samasekali berbeda sehingga makin lama makin nga nyambung.

Kalau “Dhamma” yang dimaksut adalah semacam alat nge-test seseorang, lalu apakah alat test bisa diinjak?

Diskusi saya yang terakhir dengan Kainyn_Kutho agak nyambung.

Konsistensi saya adalah pada point tentang tekhik/metode dekon-kompatiologi.

Hal itu pun sulit sekali didiskusikan sebab mendiskusikan sesuatu dengan cara apapun tetap bukanlah sesuatu itu sendiri. Paling-paling asumsi-asumsi lagi jatuh-jatuhnya; asumsi before judgement, asumsi feel, judgement, generalisasi. Masalahnya ngomong perlu bahasa sekedar sesuatu itu sendiri tanpa kegiatan membahas sesuatu maka akan sulit sampai membawa ke sesuatu itu sendiri.

Mau konsisten di asumsi-asumsi atas sesuatu padahal asumsi itu satu diantara sekian banyak sudutpandang. Konsisten pada taraf asumsi-asumsi atas sesuatu hanya bisa jalan kalau yang dibahas adalah suatu doktrin yang tidak bisa diganggu gugat bukan suatu tekhnik/metode.

69
Beberapa kali dalam diskusi ini kata "Dhamma" itu keluar. Sampai sekarang saya tidak mengerti apa yang dimaksut dalam penggunakan kata "Dhamma" itu.

[at]Rumput yang bergoyang...
Ada yang merasa dibilang umat Buddhis?:)
Dhamma itu tidak pandang bulu....Dhamma itu tidak butuh sebuah "label" tentang sebuah "agama" maupun sebuah "buku" menuju "kebenaran tertinggi" karena Dhamma itu sendiri adalah Kebenaran....

Salam,
Riky

Jadi mohon dijelaskan apa itu sebenarnya "Dhamma" agar pembicaraan lebih nyambung.

70
vincentliong,

Oooh, jadi ternyata untuk alat bantu memahami variable itu bagi diri sendiri dan orang lain yah?! Kalo itu sih, OK juga. Tadinya saya pikir motivasi bodoh lain yang menjanjikan kesuksesan atau kekayaan tanpa usaha atau belajar lebih jauh.  ;D
OK deh, terima kasih untuk penjelasannya.

Quote
Kini tiba pada pengertian baru, bahwa pengalaman tidak dapat menjadi tolok ukur, tetapi menghasilkan jangkauan variasi yang berskala.
Saya setuju pada point ini. Dengan memahami luasnya jangkauan range dari variable (diri sendiri dan orang lain) itu, maka pengalaman nyata yang sepertinya bersifat mutlak pun, kadang bisa menipu.



Saya juga BT dengan berbagai acara motivasi entah hanya menggunakan label science, psikologi, agama, dlsb. Kebenaran Motivasi hanya jalan selama kondisi yang terjadi ideal, bila kondisi tidak ideal maka apa yang dibahas di motivasi tidak ada yang jalan sebab di dunia ini ada pilihan bebas.

Pada tahun 2002 bulan Januari saya diikutkan sebuah acara motivasi ke Kuala Lumpur Malaysia dengan trainner "T.D.W." (seorang trainner ternama yang saat ini menjadi bintang iklan televisi sebuah produk oli mesin) oleh ayah saya. Saya pergi sendirian tidak ada yang saya kenal, karena saya anak kecil sendirian maka saya diasuh berarai-ramai oleh para peserta yang lain. Salahsatunya sepasang suami isteri; suaminya orang Australia dan isterinya orang Indonesia.

Pada hari ke-2 di sana saya mengikuti satu sesi trainning dimana masing-masing peserta berkelompok bergantian untuk berdiri di atas tumpukan kursi setinggi 1,5 meter, menjatuhkan badan ke belakang dan ditangkap bersama-sama oleh tangan-tangan anggota kelompok yang lain. Kata trainnernya untuk meningkatkan trust. Ada beberapa puluh kelompok dalam satu ballrom hotel yang letaknya di jalan yang sama dengan Petronas Twin Tower. Dalam trainning ini orang yang kenal tidak boleh dalam satu kelompok.

Pada saat trainning berjalan tiba-tiba isterinya sahabat bule Ausi saya itu jatuh dari ketinggian 2 meter, kepala bagian belakangnya langsung kena lantai. Lalu kelompok tsb buyar. Para trainner berdatangan dan garuk-garuk kepala, lalu maju ke panggung melanjutkan trainning dengan semangat, lalu kembali lagi ke tubuh si ibu dan garuk-garuk kepala, alu maju ke panggung melanjutkan trainning dengan semangat. 
Kondisi tidak se-ideal yang diharapkan, jadi apa yang harus dilakukan?

Sesuai dengan ajaran mereka tentang positif thingking bahwa segala hal yang negatif harus dibuang atau diabaikan, maka mereka mengangkat pot tanaman dan sekat setinggi 2 meter dari kayu untuk menutupi tubuh si ibu tsb, mirip dech dengan kuburan. Mereka tidak memberitahu suami bule si ibu dan peserta yang lain, katakan saja pingsan atau apa lah. Saya mencoba mencari suami bule si ibu sampai ketemu. Saya dan suami bule si ibu menunggu si ibu yang kepalanya baru terbentur lantai dari ketinggian 2 meter, si ibu pingsan, setelah sadar tidak mampu membau, dan selalu migran selama beberapa tahun.

Saya dan suami bule si ibu minta dipanggilkan ambulance. Dengan alasan bahwa macet, jauh, dlsb (padahal letak hotel di jalan yang sama dengan Petronas Twin Tower di tengah kota) maka 3.5 jam kemudian ambulance baru diperbolehkan masuk melalui dapur ballrom. Para trainner melarang ambulance masuk agar kondisi tetap ideal, mereka menunggu semua peserta kembali ke kamar masing-masing dan tidur.

Ketika saya mau ikut di ambulance ke rumahsakit, saya dilarang. saya diancam bahwa saya nga boleh cerita bahwa si ibu kepalanya terbentur lantai bagian belakang duluan dari ketinggian 2 meter. Saya anak kecil sendirian, maka saya diasuh berarai-ramai oleh para peserta yang lain kalau saya hilang maka situasi akan menjadi ganjil. 

2 tahun semenjak kasus tsb saya masih membantu si ibu dan suami bulenya menuntut kasus tsb ke pengadilan, sampai hari ini nga dapat apa-apa. Saya juga tahu bahwa si trainner tidak berniat buruk. Seperti ilmunya mereka hanya tahu yang harus dilakukan selama keadaan masih ideal.

71
vincentliong,

Terima kasih untuk penjelasannya. Terus terang saya tidak mengerti manfaat dari ter-dekon, bisa dijelaskan? Menurut saya, proses ini lebih menguntungkan para pen-dekon karena mereka bisa mempelajari karakteristik berbagai manusia secara cukup dekat (intim) dan gratis, yang sebetulnya jauh lebih mahal ketimbang naik taxi ke mall dan bayar makan sendiri. (maaf, ini hanya opini)

Hasil dari proses ini pun memang akan menghasilkan result yang mirip2, tergantung ter-dekon. Jika ter-dekon adalah orang yang memang ter-generalisasi dan mudah terbawa arus (trend), kemungkinan besar proses dan hasilnya seperti yang diharapkan (para pen-dekon). Yang berbeda adalah hanya feel dan experience, serta cara pengungkapan yang dilakukan oleh ter-dekon, yang kemudian dijadikan catatan oleh pen-dekon.

Saya sangat setuju bahwa ilmunya tidak akan bisa dipatenkan dan akan terus bertransformasi tanpa henti. Dan itu pula sebabnya saya tidak menemukan manfaat proses dekon ini, karena biarpun tiap hari dilakukan proses ini kepada 6 milyar orang di muka bumi, bahkan sampai 1000 tahun juga tidak akan ketemu rumusnya untuk memahami orang lain. Karena manusia bukanlah data, tetapi data dan variabel dalam varian ruang dan waktu.


Saya cukup sependapat...

Ter-Dekon mendapatkan manfaat yaitu kemampuan mengukur range, scale & posisioning suatu data terhadap variasi data yang lain secara PASIF. Data tidak diukur untuk mendapatkan kepastian, melainkan untuk mendapatkan kebenaran yang bersifat costumize (saat itu di tempat yang kondisi tertentu itu saja).

Pen-Dekon mendapatkan manfaat yaitu kemampuan "mengukur range, scale & posisioning suatu data terhadap variasi data yang lain secara pasif" (yang telah didapatkan ketika jadi Ter-Dekon sebelumnya) sekaligus kemampuan untuk mempengaruhi sebab-akibat secara AKTIF terhadap Ter-Dekon dan orang-orang di sekitarnya. Misalnya yang paling sederhana adalah bahwa susunan minuman mempengaruhi rancangan diri Ter-Dekon yang dihasilkan.

Mengalami menjadi berbagai ter-dekon dan banyak individu "saya/aku" yang lain menambah koleksi range variasi yang dimiliki seorang Pen-Dekon. Pen-Dekon kebanyakan tidak membuat pencatatan tentang Ter-Dekon. Berbagai "saya/aku" di dalam diri dan "saya/aku" di luar diri.

Dekon-Kompatiologi hanyalah simulasi yang lebih sederhana dibanding kenyataan sebenarnya yang terjadi di realita sehari-hari. Ada Ter-Dekon dan "Pen-Dekon"(mantan Ter-Dekon) yang punya kecenderungan bereksperimen di ranah pikiran seperti efek samping orang yang bermeditasi, ada yang punya kecenderungan bereksperimen di ranah realita sehari-hari dan ada yang keduanya. Tentunya individu yang bereksperimen di ranah realita sehari-hari akan tampak lebih ekstrim pergolakan hidupnya dibanding yang tampaknya diam di realita sehari-hari tetapi sibuk berproses di ranah pikiran.


"Sebuah dawai telah memiliki nada, jika dia tidak dipetik bukan berarti dia tak bernada, hanya kita tak dapat mendengar nadanya. Nada yang terdengar adalah hasil dari petikan, dan mempunyai kemungkinan tak ada batasnya.
...
Semenjak manusia sadar bahwa dia memiliki kesadaran diri, dan kesadaran diri adalah sesuatu yang pasti, maka manusia menganggap semua ilmu pengetahuan harus dibangun atas dasar kepastian. Sehingga semua pengetahuan yang didapat dari pengalaman dan dan ketidak pastian tidak dapat dipandang sebagai ilmu.
 Tetapi jangan lupa kesadaran diri dan pengalaman tidaklah ada hubungannya. Pengalaman akan menghasilkan pemahaman yang berbeda bagi tiap individu. Jadi pengetahuan yang didapat dari pengalaman tidak dapat dengan begitu saja dikatakan benar atau salah dengan memakai metode kepastian.
...
Kini tiba pada pengertian baru, bahwa pengalaman tidak dapat menjadi tolok ukur, tetapi menghasilkan jangkauan variasi yang berskala. Ini sebenarnya sudah kita ketahui sejak dulu, tetapi tidak pernah kita sadari, seperti waktu, tidak kita sadari adalah suatu dimensi sampai Einstein mengenalkan pada kita bahwa waktu adalah dimensi. Setelah kita menyadari waktu adalah dimensi, banyak pengetahuan yang dahulu terasa benar, akhirnya kebenarannya hanya di dalam lingkup dan kondisi yang sangat sempit dan tertentu."
(Dikutip dari http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,3310.0.html SINOPSIS e-book “Kompatiologi logika komunikasi empati”)

Yang bisa dipatenkan/dipastikan/distandarisasi hanyalah metode untuk membuat orang mendapatkan track memulai perjalanannya seperti yang diberlakukan kepada Ter-Dekon dan Pen-Dekon kompatiologi. Metode itu pun masih bisa dimodifikasi menurut budaya, tempat dan kondisi.

Murid saya "B.W." pernah tinggal di desa yang tidak memiliki supermarket dan mall, maka ia memilih duduk di teras sebuah gubuk di pinggir sawah dan mengadaptasi rumus/metodenya menggunakan beberapa macam permen dalam mengajarkan metode berpikir tsb kepada orang lain.

Ketika saya bertemu lagi dengannya malahan ia bercerita bahwa ia jualan berbagai layanan dengan label psikologi ke beberapa perusahaan karena ia punya lisence-nya, tetapi sebenarnya dia hanya mencari tahu dengan pemahaman kompatiologi yang dimilikinya apa kebutuhan perusahaan saat itu dan cari jalankeluar termurah untuk dapat membantu.

Mendidik dan sekedar menjual suatu layanan adalah tujuan yang berbeda:
* Saat mendidik kita harus membuat si murid paham benar mekanisme sebab-akibat suatu metode sehingga tidak terikat pada doktrin tertulis lagi, bisa mengadaptasikannya ke sutuasi dan kondisi yang dihadapi saat itu; maka dari itu saya dan para pengajar kompatiologi lainnya mendidik kompatiologi tetap dengan menggunakan "The Old Ways" yang merepotkan (Dekon-Kompatiologi dengan berbagai minuman tsb). 
* Saat menjual suatu layanan yang dibutuhkan adalah mencari tahu dengan pemahaman kompatiologi yang dimilikinya apa kebutuhan perusahaan saat itu dan cari jalankeluar termurah untuk dapat membantu. Kadang-kadang kelihaian mencari jalan keluar yang tepat dan murah ini membuat orang dianggap sakti, cerdas, dlsb. Saat menjual suatu layanan memang tujuannya agar klien percaya kepada kita dan memilih membeli layanan kita dibanding penjual yang lain; tidak dalam tujuan untuk mendidik.

72
To sandalJepit,
anda yang tidak mengerti pembicaraan kita itu seperti apa. setiap kali ada ajaran uka uka datang tentu analisa terhadap konsistensi Dhamma itu harus dipertanyakan. anda merasa kita menjelek-jelekkan mereka, padahal fakta dijalan merekalah yang dengan kasar mengata-ngatai kita. apakah kita harus kalem seperti lembu?
Vincent Liong di beberapa posting internet pernah menulis "Agama Buddha, Agama (deleted)", apakah kit aharus berpuisi ria memberikan jawaban,bukan demikian, IKT dan MLDD dengan sengaja memutar balikkan semua fakta Dhamma, anda juga merasa it's okay.

Saya mungkin kurang mengerti apa isi kepala kamu, namun setiap debat itu adalah melihat konsistensi lawan dalam mempertahankan pemikirannya,apa sih yang dia pikirkan sehingga dipegang teguh, namun sayang begitu ditambah Dhamma, konsistensi itu runtuh. tidak bisa berkata apa2 hanya bisa berpuisi ria.

Kalo kamu merasa kasihan dengan kita, saya lebih merasa terhina oleh pembelaan kamu terhadap mereka. terhina karena kamu berpartisipasi menginjak Dhamma, terhina oleh postingan kamu di beberapa tempat yang mengatakan rekan2 disini suka mengasari mereka yang baru datang. Malu kamu? saya pikir tidak. disini Forum Dhamma, saya pikir kamu hendaknya masuk ke Forum Gado-Gado Agama,disana anda bisa menambah micca ditthi lebih dalam lagi.

Terima Kasih.

Sdr Nyanadhana, anda menuduh saya mengatakan bahwa "Agama Buddha, Agama (deleted)". Anda harus membuktikan ucapan anda telah melakukan adu domba atas nama agama. Anda harus memberikan bukti bahwa Vincent Liong telah menulis hal tsb di atas. Bila tidak tentunya anda harus membuat permohonan maaf kepada pihak saya dan para penganut umat Budhist di forum ini.

Beberapa waktu yang lalu di maillist vincentliong [at] yahoogroups.com seseorang yang mengaku umat Budhist memposting tulisan:
* Subject: "ISLAM AGAMA (deleted)"
From: Ver Cillit <vercillit [at] yahoo.co.id>
e-link: http://groups.yahoo.com/group/vincentliong/message/24398
Isinya adalah pembahasan doktrin-doktrin keBuddhaan.

Lalu seorang dari falun dafa melanjutkan dengan judul yang sama yang berisi ajaran falun dafa.
* Subject: "ISLAM AGAMA (deleted)"
From: "sunari" <sunari [at] ssp.co.id>
e-link: http://groups.yahoo.com/group/vincentliong/message/24415

Hal ini menyakiti perasaan beberapa umat muslim di vincentliong [at] yahoogroups.com. Kalau mau promosi agama mbok jangan pakai cara yang menjelek-jelekkan agama sendiri, atau mungkin saja yang posting sebenarnya malah non-budhist yang ingin menimbulkan kebencian terhadap Buddha. Tolong dibantu agar ada yang memeriksa kebenaran postingan tentang Buddha itu di maillist saya supaya tidak membuat jelek umat Buddha.

Ada beberapa umat muslim di vincentliong [at] yahoogroups.com yang terpancing dan sebagian lagi tidak terpancing samasekali. Muncul beberapa judul email baru membalas email tsb, misalnya: "kr****n, BUDHA, KONGHUCU, YAHUDI AGAMA (deleted)"

Silahkan baca dari awal konflik tsb di e-link: http://groups.yahoo.com/group/vincentliong/msearch?query=ISLAM+AGAMA+(deleted)&pos=10&cnt=10

Saya sendiri hanya 1x mengikuti diskusi tsb:
* Subject: Re: ISLAM AGAMA (deleted) -- Masih Ada Langit Diatas Langit
From: vincentliong [at] yahoo.co.nz
DDT: Wed Jun 25, 2008 4:04 pm
e-link: http://groups.yahoo.com/group/vincentliong/message/24418

Vincent Liong wrote: Tulisan anda-anda di bawah ini mengenai Budha adalah hak anda, tetapi
saya heran mengapa judulnya tidak ada sangkut pautnya dengan Budha.


Sdr Nyanadhana, bicara Dhamma itu sangat amat gampang, mencantumkan, membahas ulang  berbagai ucapan Buddha itu mudah tetapi memahami dan menjalaninya seperti yang pertama kali individu yang mengungkapkannya menjalaninya itu sangat amat sulit. Orang sering terjebak pada kebiasaan menyebut-nyebut isi suatu ajaran tetapi apakah mampu bertahan konsisten menjalaninya sering kali menjadi kontradiksi yang bisa diamati secara langsung.

Saya ingin mentanyakan kepada satu pertanyaan terutama kepada Sdr Nyanadhana dan boleh juga ikut dijawab oleh member forum yang lain;
"Kalau anda bertemu dengan Sidharta Gautama atau orang yang sejenis dengannya (menjalankan perjalanan pencarian yang serupa tapi tidak sama) di masa kini, bisa dalam pribadi siapa saja... Bagaimana anda akan memperlakukan Sidharta Gautama tersebut?" 
Saya mentanyakan ini sebab anda suka berbicara seolah-olah anda mengerti Dhamma. Saya sendiri tidak mengaku mengerti.

73
Pengalaman Sebagai Pendekon-Kompatiologi...


PENDAHULUAN

Pendekon (Pen-Dekonstruksi) adalah sebutan bagi pengajar ilmu Kompatiologi. Ada dua macam tipe pendekon kompatiologi:
* Pendekon-Tandem yang sekedar sebagai asisten membantu pendekon independent dalam melakukan tugasnya menjual jasa dekon-kompatiologi kepada ’terdekon’ (murid atau peserta dekon-kompatiologi) tanpa mendapatkan imbalan dan penggantian biaya akomodasi (transport dan uang makan).
* Pendekon-Independent yang menjual jasa dekon-kompatiologi dan bertanggungjawab pada program tersebut.

Fenomena yang menarik pada akhir-akhir ini adalah pertambahan jumlah pendekon-tandem yang amat pesat, dengan jumlah pendekon independent yang hampir tidak berubah dalam beberapa bulan terakhir, dan jumlah terdekon yang menurun karena adanya banyak gangguan; dari konflik dan konspirasi untuk menggulingkan kompatiologi. Kadang-kadang untuk mendekon seorang terdekon saja bisa datang antara lima sampai sepuluh sukarelawan pendekon-tandem yang bekerja tanpa mendapat upah atau penggantian biaya akomodasi, malah ada yang secara khusus menelepon pendekon independentnya untuk bertanya;“Kapan ada dekon lagi? Sudah rindu jadi pendekon-tandem.“

Bayangkanlah... Seorang pendekon tandem rela naik taxi dari rumahnya ke mall tempat dilakukan dekon-kompatiologi, rela membayar biaya makannya sendiri dalam tiap acara dekon tersebut, tidak kenal pula siapa terdekon yang datang pada hari tersebut; ini semua dilakukan dengan inisiatif sendiri tanpa meminta uang pengganti pengeluaran-pengeluaran tersebut, beberapa yang bekerja sebagai karyawan mengambil cuti atau men-cancel segala kegiatannya hanya untuk datang ke acara dekon. Mulai dari yang tinggal di Jakarta, sampai yang tinggal dan bekerja di Bandung ;secara rutin pergi-pulang ke Jakarta sekedar untuk menjadi pendekon-tandem dengan biaya sendiri. Malah ada yang cukup ekstrim sampai secara rutin setiap minggu (selama beberapa minggu berturut-turut) menginap tiga hari di rumah Vincent Liong untuk menjadi pendekon dan menemani Vincent Liong jalan-jalan.

Tidak sedikit yang kalau ditanya, telah menjadi pendekon tandem sebanyak sepuluh sampai duapuluh kali dan tidak memulai menjadi pendekon independent yang dapat mencari nafkah dari kegiatan dekon kompatiologi yang biasanya dihargai antara Rp.300.000,- sampai Rp.500.000,- per peserta tanpa harus menyetor uang franchise ke pendiri kompatiologi Vincent Liong. Meski Vincent Liong menawarkan secara gratis solusi yang lebih murah bahkan bisa menghasilkan nafkah tambahan dengan menjadi pendekon, kok malah ngotot mau jadi pendekon-tandem saja.

Apa sich yang terjadi dengan mereka sehingga mereka tergila-gila untuk menjadi pendekon-tandem (asisten dari pendekon independent yang tidak mendapatkan gaji yang biaya pengganti akomodasi) ?


PERJALANAN  KERJA  PENDEKON  TANDEM

Pendekon-Tandem memulai perjalanannya dengan datang tepat waktu di foodcourt di sebuah mall, dimana pendekon-independent dan kliennya telah menunggu. Baik pendekon independent dan pendekon tandem diwajibkan untuk datang tepat waktu.

Setelah semua ‘peserta’ telah datang (terdekon, pendekon-independent dan pendekon-tandem), biasanya pendekon-independent dan pendekon-tandem pergi ke supermarket untuk berbelanja minuman yang dibutuhkan untuk acara dekon hari tersebut, termasuk membeli gelas kosong plastik untuk satu kali pakai dan sedotan. Sesampainya di lorong bagian minuman di supermarket terdekat, pendekon-ndependent selaku penanggungjawab memberikan instruksi singkat sbb:
“Pilih minuman yang dibutuhkan sesuai dengan karakteristik individu terdekon. Hindari minuman yang: bersoda, beralkohol, berkafein tinggi (kecuali kopi) dan susu. Cara memilihnya, lihat minuman yang ada di rak minuman, pilih dan ambil yang menurut feeling anda diperlukan, jangan dilogikalan atau diteorikan. Pilih sejumlah yang menurut feeling anda mencukupi untuk digunakan sebagai sirkuit untuk mendekon si terdekon, biasanya antara 10 sampai 20 macam minuman. Saat memilih bila menurut anda kurang lengkap jumlah karakteristik miniman (jenis minuman) maka anda bisa tambah, tetapi bila cukup maka jangan ditambah lagi. Selamat memilih bahan minuman untuk membuat sirkuit yang digunakan dalam dekon.“


Biasanya pendekon-independent lalu meninggalkan para pendekon-tandem tersebut dengan berjalan ke rak lain di supermarket tersebut, agar secara leluasa bisa memilih bahan-bahan yang dibutuhkan tanpa perasaan minder terhadap pendekon-independent. Setelah selesai maka pendekon-independent melihat minuman-minuman yang dipilih dan meminta pendekon-tandem mengganti dengan minuman yang lain bila dianggap beresiko terhadap kesehatan tubuh fisik peserta dekon. Pendekon-independent juga menentukan berapa jumlah botol minuman untuk setiap jenis minuman yang dipilih berdasarkan perkiraan berapa jumlah ’peserta’ (terdekon, pendekon-independent dan pendekon-tandem) yang ikut di hari tersebut. 

Yang menarik dalam tahap ini adalah ada suatu hukum keseimbangan (yin-yang) yang cukup bersifat pasti yang berlaku dalam hukum keseimbangan pada pemilihan dan penyusunan sirkuit berbagai jenis minuman dalam sebuah acara dekon-kompatiologi. Contoh: Ketika ’tadi siang’ (Selasa, 11 September 2007) saya memimpin sebuah acara dekon, saya sempat menegur Mr.R salahsatu pendekon-tandem yang terlibat memilih jenis minuman yang akan digunakan dengan mengatakan;“Mengapa jenis minuman X yang digunakan adalah yang rasa orange, bukanlah lebih tepat menggunakan yang rasa lemon“ Dalam dekon memang tidak ada ilmu pasti yang menjelaskan jenis minuman apa yang harus dipilih sebab tiap manusia mempunyai ilmu yang lebih canggih dan tepat yaitu felling yang ada hukum keseimbangannya yang bersifat pasti. Lalu Mr.R menjawab; “Awalnya saya memilih yang berwarna kuning (lemon) tetapi karena sudah banyak botol yang berwarna kuning jadi logika saya akhirnya memilih yang orange.“ Lalu saya menjawab;“Saya tidak mengatakan bahwa semua rasa harus lengkap; pilih yang perlu saja, kadang-kadang tidak selalu lengkap dan seimbang jumlah minuman yang dominant manis, asam, asin dan pahit. Ini tergantung karakteristik terdekon hari ini yang anda baca dengan feeling anda.“ Lalu Mr.R kembali mengganti botol minuman X yang rasa orange ke yang rasa lemon yang adalah sesuai feeling-nya. Hal ini bukan terbaca karena saya sakti.

Kegiatan berlanjut ke proses penyusunan sirkuit botol ketika sekembalinya ke meja makan di foodcourt, saat dimulainya dekon-kompatiologi dengan minuman botol; saya menyuruh para pendekon-tandem untuk bekerjasama menyusun sirkuit posisi botol di atas sebuah baki berbentuk persegi panjang. Yang menarik adalah selalu ada kesepakatan diam-diam yang abstrak, sulit dijelaskan; bila salahsatu pendekon-tandem menyusun sirkuit tidak sesuai dengan pola terdekon yang terbaca oleh feelingnya, maka pendekon-tandem yang lain akan merasa ada yang salah dan berkomentar, lalu membuat suatu koreksi sambil didiskusikan alasannya dengan pendekon-tandem dengan tercampuraduk antara logika formal dan felling tersebut.

Kesepakatan diam-diam itu bersifat absolut seperti kalau ada sekumpulan orang meminum segelas kopi dari gelas yang sama, pada kenyataannya rasa kopi yang dialami oleh tiap orang adalah sama tetapi cara menceritakan rasa tersebut selalu bersifat individual. Maka dari itu permasalahan dari proses penulisan teori (pencatatan atas pengalaman) adalah: Pembaca tidak mampu mengalami rasa yang sama dengan pengalaman tersebut; Karena yang bisa ditulis adalah sudutpandang akan rasa yang bersifat individual, yang ketika dibaca ulang akan menghasilkan perkiraan akan rasa yang hasilnya berbeda dari rasa yang dialami si pelaku.


Dekon-kompatiologi dengan menggunakan minuman botol, lalu berjalan seperti prosedur biasa dengan urutan:

1* Memetakan (Pengelompokan/klasifikasi jenis dan rasa minuman / menyusun sirkuit di atas baki dengan memposisikan botol-botol dalam barisan dua dimensi (panjang dan lebar), dilakukan oleh Pendekon- tandem atau independent.)

2* Mengenal (diikuti oleh pendekon maupun terdekon)
2.1* Merasakan masing-masing minuman dengan urutan tertentu.
2.2* Mendeskripsikan karakterisitk data (rasa pada sample pertama sampai ketiga dan mendeskripsikan efek ke tubuh setelah sample ketiga) yang timbul setelah minum, setiap selesai meminum sample masing-masing minuman. Harus dideskripsikan dengan sudutpandang versi masing-masing bukan disamaratakan.
> Ini dilakukan satu putaran saja.   

Pada tahap ini, umum terjadi perasaan pusing dan agak mabuk pada perserta dekon-kompatiologi terutama pada terdekon. Pusing tersebut hampir sama dengan kondisi ketika seseorang sedang mabuk minuman beralkohol, perbedaannya; Kalau seseorang meminum minuman alkohol maka perasaan pusing dan mabuk terjadi akibat penurunan kemampuan otak untuk memproses data yang jumlah data-nya sama seperti pada kondisi normal. Kalau di dekon-kompatiologi perasaan pusing dan mabuk terjadi akibat pertambahan jumlah data yang diterima dalam waktu yang sama (jumlah data tidak seperti kondisi normal) sedangkan kemampuan otak untuk memproses data pada kondisi normal. Jadi kemiripan perasaan pusing dan agak mabuk seperti yang terjadi pada saat seseorang sedang mabuk minuman beralkohol terjadi karena kemampuan otak untuk memproses data tidak sebanding dengan jumlah data yang diterima.

3* Menerima (diikuti oleh pendekon maupun terdekon)
3.1* Melakukan kombinasi beberapa minuman dengan komposisi bebas.
3.2* Memprediksi karakterstik (efek ke tubuh dan efek ke perasaan yang dapat timbul setelah campuran tersebut di minum), prediksi dilakukan sebelum merasakan minuman hasil campuran tersebut.
3.3* Setelah minum hasil campuran dan merasakannya maka mendeskripsikan efek ke tubuh dan efek ke perasaan yang timbul. Harus dideskripsikan dengan sudutpandang versi masing-masing bukan disamaratakan.
3.4* Membandingkan hasil prediksi sebelum dengan fakta sesudah minum.
> Ini dilakukan dua putaran.   

Pada pertengahan tahap ini, mayoritas peserta (terdekon dan pendekon) biasanya masuk pada kondisi agak fokus. Manusia, minuman, juga benda mati di sekitarnya terasa seperti individu-invidiu yang memberikan informasinya masing-masing secara agak fokus. Efek lain yang biasa terjadi pada tahap ini adalah hilangnya superego pada para peserta dekon-kompatiologi sehingga pembicaraan dan tingkah-laku yang muncul sangat jelas menunjukkan sifat asli masing-masing individu tanpa ditutup-tutupi, tidak dibuat-buat, tidak munafik, tidak gengsi dan jaga image; berprilaku apa adanya dan bersedia berkomunikasi satu sama lain tanpa ada jarak. 

4* Menciptakan (diikuti oleh pendekon maupun terdekon)
4.1* Membuat perencanaan efek ke tubuh atau efek ke perasaan apa yang diharapkan muncul tanpa diketahui oleh peserta lain, ditulis di handphone masing-masing.
4.2* Membuat campuran minuman dengan bebas disesuaikan dengan harapan tersebut tanpa melihat ingredients masing-masing minuman.
4.3* Campuran minuman dibagikan dan di minum oleh masing-masing peserta.
4.4* Membuat deskripsi efek ke tubuh atau efek ke perasaan yang dirasakan. Harus dideskripsikan dengan sudutpandang versi masing-masing bukan disamaratakan.
4.5* Membuat perbandingan antara harapan dan fakta.
4.6* Membuat kesimpulan.
> Ini dilakukan satu putaran saja.   


Hukum keseimbangan (yin-yang) yang cukup bersifat pasti ini tidak hanya sampai pada tahap pemilihan jenis minuman dan penyusunan sirkuit minuman tersebut. Biasanya sejak awal dekon-kompatiologi pendekon-tandem sudah mulai bisa mendiskusikan perkiraan grafik pola pergerakan mental terdekon selama proses dekon-kompatiologi tersebut secara cukup tepat. Sebagai ilmu yang teknis-mekanistik dan bukan sekedar mengkultuskan atau manut pada guru yang ditinggikan; proses kompatiologi memungkinkan terjadinya pergerakan grafik perubahan kondisi mental terdekon dan pendekon selama acara dekon-kompatiologi yang tidak dibatasi oleh rasa takut terhadap kekuasaan guru.


PENUTUP

Oleh karena itu dekon-kompatiologi yang selama ini dibahas oleh berbagai penulis kitab kompatiologi hanyalah setengah bagian dari ilmu kompatiologi. Pengalaman sebagai terdekon di acara dekon-kompatiologi membuat orang mampu membaca dan memetakan data. Lebih jauh lagi, pengalaman sebagai pendekon-tandem maupun pendekon-independent membuat orang mampu menguasai secara sadar dan cukup pasti hukum keseimbangan (yin-yang) yang secara alamiah sudah ada di setiap makhluk hidup sehingga secara teknis-mekanistik mampu menyetir dan memanipulasi (bukan dengan menanamkan sugesti) hubungan sebab-akibat yang ada di alam sekitarnya sebagai hukum yang alamiah karena mengalami pola hukum sebab akibatnya.


Mainan ini mainan yang tidak berkesudahan, seorang pendekon menghadapi terdekon seperti seorang penggemar permainan logika matematika (bukan matematika yang hanya mengerjakan soal berhitung ala pertukangan saja yang bisa digantikan oleh kalkulator) yang tidak ada habisnya mengubah hukum sebab-akibat alamiah yang bersifat pasti, dalam sebuah rumus yang satu yang bisa bertransformasi menjadi rumus yang lain.

Memang seorang pendekon berlatih pada susunan jenis minuman dan para individu terdekon; lebih jauh lagi permainan logika matematika sesungguhnya adalah asosiasi lain dari permainan rumus minuman dan eksperimen terhadap terdekon, yang menciptakan rumus-rumus bentuk lain, sesuai kebutuhan pada sutuasi dan kondisi yang costumize, sesuai kebutuhan sehari-hari (lingkungan kerja, pergaulan dan keluarga) masing-masing individu pendekon sendiri.

Kapan saja, dimana saja, apa saja bentuknya ; data dalam konteks yang satu bisa diasosiasikan ke konteks yang lain. Tidak ada ilmu yang bisa dipatentkan, hanya bentuk rumus yang satu yang bisa bertransformasi ke bentuk rumus yang lain. Sebab ilmu apapun hanyalah sebuah posisi yang satu terhadap posisi yang lain.

74
Kainyn_Kutho wrote:

Saya juga bukan Buddhist kok. Terlebih lagi, kalau mau membahas, memang harus secara objektif terlepas siapa kita dan yang diajak bicara. Jadi kalau dengan saya, jangan sungkan2  Smiley

Mengenai pengalaman indrawi ini, justru karena memang tidak terpengaruh sugesti memang sifatnya kurang relatif. Tetapi jika konteksnya adalah 'blue print' dari si pencipta ini, maka tetap saja masih jauh sangat relatif dan objektif. Contohnya satu gelas air dan gula dalam komposisi yang persis sama. A minum dan mungkin mengatakan 'cukup manis', sedangkan B minum dan mengatakan 'kemanisan'. Nah, jadi 'blue print'-nya bagaimana? Lalu apakah relatifitas itu sengaja diciptakan untuk saling berbagi pengalaman yang berbeda?


Vincent Liong answer:

Kalau dibatasi dengan kata gula itu manis, tentunya sudah terbatas pada manis atau tidak manis. Ketika "saya/aku"(bisa diri saya atau diri saya miliknya masing2 bisa siapa saja) meminum (mengalami) "saya/aku" entah berwujud fisik air, pengalaman, kondisi ruangan, pribadi orang lain, kondisi cuaca, dlsb.

Maka yang terjadi pertama-tama yang dia alami adalah "saya/aku"(bisa diri saya atau diri saya miliknya masing2 bisa siapa saja). Lalu keluar dari "saya/aku" yang hanya terdiri dari satu karakter yaitu "saya/aku" maka bertemu dengan berbagai "saya/aku" yang berbeda.

Dari tanpa pembanding lalu muncul variasi. Variasi terdiri dari kumpulan berbagai "saya/aku" yang berbeda dalam titik kordinatnya masing-masing.

Lalu apa blue print nya: Bahwa dalam speedometer sebuah mobil misalnya telah terbentuk range dari nol kilometer per jam sampai sekian kilometer per jam. Alat ukur pengukur isi tangki bensin (kosong-penuh) atau pengukur tekanan oli atau pengukur putaran mesin (x1000RPM), dlsb. Kesamaanya jarum pengukur bisa bergerak dari minimum sampai maksimum.

Tiap kondisi "saya/aku" saat ini entah "saya/aku"-nya dalam varian berwujud fisik air dengan komposisi tertentu, pengalaman tertentu, kondisi ruangan tertentu, pribadi orang lain tertentu, kondisi cuaca tertentu, konsep tertentu, dlsb ternyata memiliki asosiasi dalam jarum penunjuk alat ukur.

Misal: saya meminta seseorang meminum 10 jenis minuman berbeda secara bergantian, tiap sample pencicipan cukup 20ml. Tiap 1 macam sample diminum lalu diberi pertanyaan:
* Apakah rasa minuman tsb ? >> Kalau ini sifatnya sudah judgement sebab rasa itu suatu kesepakatan. Akan tetap ada kemiripan antara jawaban orang yang satu dengan yang lain.
* Apakah perasaan yang dialami ketika meminum minuman tsb? >> Kalau ini sifatnya semi judgement sebab sudah ada teori tentang perasaan yang secara sengaja atau tidak sengaja kita pelajari. Akan tetap ada kemiripan antara jawaban orang yang satu dengan yang lain.

Tetapi kalau pertanyaannya:
* Dari range kepala sampai kaki (minimum - maksimum) ceritakan apa pengalaman fisikal yang terjadi, jelaskan dengan bahasa sendiri untuk menggambarkan sensasi fisikal yang terjadi di tubuh dengan batasan dari kepala sampai kaki? >> Maka tiap orang akan menceritakan berbeda-beda, tetapi konsisten terhadap diri mereka masing-masing. Ada alat ukur alami yang individual "saya/aku" yang konsisten pola kegiatan pengukurannya hanya terhadap "saya/aku".

Biasanya ketika percobaan-percobaan ini dilakukan maka simbol-simbol yang mewakili berbagai   "saya/aku" yang di luar diri kita memiliki pola kegiatan pengukurannya yang konsisten terhadap misalnya asosiasi dari kepala sampai kaki pada badan fisikal kita.

Untuk mendapatkan "saya/aku" yang lain harus dimulai dari "saya/aku" milik diri sendiri baru keluar dari ruang kenyamanan kita bertemu dengan banyak variasi "saya/aku" yang lain yang sejenis (dibandingkan dalam variasi yang sama).


NOTE: "saya/aku" / Ego yang dimaksut dalam tulisan ini memiliki pengertian yang sama dengan kata Ego yang digunakan oleh Sigmund Freud. Ego bukanlah "Egois" (keakuan).

75
Kelihatannya pembicaraan kita akhirnya tidak menentu. Sebetulnya saya juga kesulitan menyampaikan apa yang ingin saya sampaikan. Bagaimana kalau kita lupakan masalah indigo, nabi palsu, dlsb. Ijinkan saya bercerita apa yang terjadi pada perjalanan hidup saya paling awal.

Saya tinggal dalam keluarga yang berkecukupan, tidak miskin tidak kaya, saya selalu mendapatkan apa yang saya mau dan keberuntungan mendapatkan sekolah, teman, barang-barang dan segala yang terbaik yang memungkinkan.

Semenjak saya bersekolah saya mendapatkan kesempatan untuk mengamati hal-hal di luar rumah saya, terutama dalam perjalanan menuju dabn pulang sekolah, kejadian di sekolah sehingga menimbulkan suatu masukan baru yang tidak pernah saya tahu dan saya alami dalam hidup saya. Saya melihat gedung, orang bekerja, orang mengemis, dlsb yang sebagian sempat tercatat di buku saya yang pertama kali saya tulis jauh sebelum kompatiologi ini yaitu ketika saya masih SLTP.

Silahkan download:
http://antonwid.gilaupload.com/berlindung%20di%20bawah%20-%20payung%20belum%20diedit.rtf

Dari semua itu yang membentuk saya hari ini.

Pages: 1 2 3 4 [5] 6 7 8
anything