//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Ajahn Lee: menganalisa impian "hidup bahagia selama2nya"  (Read 16865 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline F.T

  • Sebelumnya: Felix Thioris, MarFel, Ocean Heart
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 7.134
  • Reputasi: 205
  • Gender: Male
  • • Save the Children & Join with - Kasih Dharma Peduli • We Care About Their Future • There Are Our Next Generation.
Ajahn Lee: menganalisa impian "hidup bahagia selama2nya"
« on: 04 January 2008, 12:37:25 PM »
Ajahn Lee (1906-1961) adalah salah satu guru meditasi terkemuka tradisi asketik bhikkhu hutan. Masa hidupnya tidak terlalu panjang namun penuh dengan makna (eventful).
Beliau lihai dalam mengajar, serta tersohor kesaktiannya.
Ajahn Lee adalah murid dekat Ajahn Mun, ia pernah melayani kebutuhan pribadi gurunya untuk waktu yg lumayan lama.
Di bawah ini sedikit cuplikan dari otobiografi beliau, yg didiktekannya sembari berbaring di rumah-sakit tahun 1959, tak jauh dari akhir masa hidupnya.
 
 
------------ --------- --------- --------- --------- --------- --------- --------- ----
 
 
Saya sangat luarbiasa berbakti kepada Ajahn Mun, ada banyak aspek pada diri beliau yang membuatku terkagum-kagum.
Setelah tinggal di bawah bimbingan Ajahn Mun selama 4 bulan, beliau menetapkan tanggal penahbisan ulangku ... dengan guru penahbis: Phra Pannabhisara Thera di kota Bangkok.
 
 
Pada masa vassa ketiga, guru penahbis saya itu meminta agar saya tinggal di viharanya yang baru--menolong mengurusi tempat itu, serta membantu hobbynya: mereparasi jam tangan.
...
Saya menyadari bahwa praktik meditasiku kian mundur. Saya semakin banyak tertarik kepada urusan-urusan duniawi. Maka saya memutuskan untuk membuat perlawanan.
...
Suatu hari, saya naik ke ruang kosong di puncak chedi, lalu duduk bermeditasi.
Topik meditasi saya adalah, "Apakah saya musti tetap menjadi bhikkhu atau lepas-jubah saja?"
Sebagian dari diri saya berkata, "Lepas jubah saja."
Maka saya lalu menanyai diri saya sendiri dengan pertanyaan-pertanya an
 
...
...
...
 
Saya memeriksa diri sendiri bolak-balik, ke depan-ke belakang, seperti itu selama beberapa hari, terus menerus, sampai suatu saat saya memutuskan untuk berhenti.
...
Andaikata nanti memang saya jadi lepas-jubah, saya harus membuat beberapa persiapan. Orang lain, sebelum lepas-jubah, biasanya mempersiapkan pembikinan baju [awam] dlsb.,
akan TETAPI saya akan melakukan sesuatu yang BERBEDA.
 

    * PERTAMA-TAMA, saya akan mencoba melakukan lepas-jubah di dalam BENAK saya sendiri TERLEBIH DAHULU--saya mau lihat hasilnya bagaimana .

Maka berikutnya, menjelang tengah malam, suasana sunyi, terang bulan, saya memanjat naik ke chedi, duduk di dalam dan mulai menanyai diriku sendiri,
 
"ANDAIKATA AKU LEPAS-JUBAH, LALU APA YANG AKAN KULAKUKAN?"
 
Maka jawabannya adalah berupa kisah panjang angan-angan berikut ini.
 

        Jika saya lepas-jubah, saya akan melamar kerja sebagai pegawai pada perusahaan obat PT Phen Phaag. Ada satu orang kawanku yang setelah melepas-jubah lalu bekerja di perusahaan itu dan beroleh gaji 20 baht per bulan, jadi masuk akallah kalau aku juga akan melamar kerja di situ. Saya bertekad untuk menjadi pegawai yang jujur dan rajin, sehingga pimpinan akan puas dengan hasil kerja saya. Saya memang sudah bertekad bahwa dimana pun nanti tinggal, saya akan berperilaku seperti itu sehingga orang-orang akan menghargai saya.
         
        Selanjutnya: perusahaan obat tersebut menerima saya sebagai pekerja dengan gaji 20 baht per bulan, sama dengan gaji kawan saya. Saya berjanji pada diri sendiri untuk selalu berhemat, sehingga setiap bulan bisa menabung. Saya menyewa flat milik Tuan Phakdi di daerah Pintu Air. Sewanya 4 baht per bulan. Biaya air, listrik, pakaian dan makan sebesar 11 baht, jadi sisanya 5 baht bisa untuk ditabung setiap akhir bulan.
         
        Di tahun ke dua, boss mulai sangat suka dan percaya kepadaku sehingga beliau menaikkan gajiku menjadi 30 baht per bulan. Dikurangi aneka macam pengeluaran, aku punya sisa 15 baht tiap bulannya.
         
        Bahkan akhirnya beliau begitu puasnya dengan hasil kerjaku sehingga aku diangkat menjadi supervisor dengan gaji 40 baht. Dengan ditambah bonus, semuanya menjadi 50 baht per bulan. Aku sungguh merasa bangga karena pendapatanku setara dengan gaji seorang camat di kampungku. Dan dibanding dengan kawan-kawan di kampung, posisiku sekarang jauh lebih tinggi dari mereka semua. Maka saya memutuskan: telah tiba waktunya untuk menikah. Nanti saya bisa membawa seorang cewek Bangkok yang cantik sebagai istriku untuk mengunjungi kampung halamanku--ini pasti membuat sanak saudaraku bahagia tak terhingga.
         
        Ah, nampaknya rencanaku ini sungguh istimewa.
         
        Jadi, aku akan menikah--orang macam apakah istriku nanti?
        ...
        Aku bertekad bahwa wanita yang akan aku nikahi harus memiliki 3 kriteria sebagaimana layaknya seorang istri yang baik:

           1. Ia musti dari keluarga baik-baik.
           2. Ia musti punya hak warisan.
           3. Ia musti lumayan cantik dan perilakunya menyenangkan.

        Hanya apabila ia memenuhi ketiga prasyarat ini baru aku mau menikahinya.
         
        Lalu aku bertanya lagi kepada diriku sendiri, "Dimana kamu akan menemui wanita macam begini, dan bagaimana cara untuk berkenalan dengannya?" ..
        Nah, disini urusan mulai agak rumit. Aku mencoba memikirkan pelbagai macam skenario, akan tetapi misalnya pun aku nanti bisa berjumpa dengan perempuan macam begitu, ia toh mungkin tidak tertarik kepadaku. Perempuan yang suka kepadaku kebanyakan bukan yang macam aku ingin nikahi. Merenungkan hal ini, terkadang aku menghela nafas panjang-panjang ... --namun aku takkan menyerah.
         
        Akhirnya terlintaslah di benakku, "Orang-orang kaya menyekolahkan anak gadisnya di sekolah-sekolah elite, semacam Back Palace School atau Mrs. Cole. Jadi kenapa tidak aku coba jalan-jalan di sekitar sekolah ini pada pagi hari sebelum kelas dimulai atau sore hari setelah bubaran sekolah?"
         
        Jadi itulah yang aku lakukan. Sampai suatu saat, aku lihat satu gadis yang menarik hati, anak seorang bangsawan. Cara ia berjalan dan berbusana sungguh menggetarkan hati. Saya mulai berupaya agar bisa berkenalan dengannya. Tanganku membawa satu catatan kecil yang siap kusodorkan di depannya. Mulanya ia sama sekali tak perduli. Hari demi hari berlalu, kami sering berpapasan. Terkadang kami saling lempar pandangan mata, sesekali saya berhenti di depannya, sesekali ia mulai tersenyum kepadaku. Aku menyampaikan secarik kertas. Akhirnya kami pun berkenalan. Kami berkencan, jalan-jalan keliling kota.
         
        Waktu berlalu, kami kian saling mengenal,
        saling menyukai dan mulai saling mencinta.
        ...
        Kami saling bertukar cerita: kisah-kisah hidup kami--tentang hal-hal yang membahagiakan, tentang hal-hal yang menyedihkan- -mulai dari masa kecil hingga masa kini.
        ...
        Saya punya pekerjaan dengan gaji tak kurang dari 50 baht per bulan. Pacarku telah merampungkan sekolahnya, ia anak seorang ningrat yang kayaraya. Wajah, penampilan, pembawaan dan pribadinya-- semuanya adalah sesuai dengan pengharapanku.
        ...
        Akhirnya, kami sepakat untuk menikah diam-diam. Dan karena kami benar-benar saling mencintai, aku tidur bersamanya sebelum nikah.
        ...
        Ia orang yang baik, maka sebelum resmi menikah, ia memberitahu orangtuanya terlebih dahulu. Orangtuanya ternyata marah, ia diusir.
         
        Ia lalu ikut saya, menjadi istriku. Aku tidak terlalu kecewa dengan perlakuan orangtuanya, saya bertekad agar suatu waktu nanti sikap mereka melunak.
         
        Kami menyewa flat di daerah yang lebih baik, Pintu Air Sra Pathu. Sewanya 6 baht per bulan. Istriku diterima kerja di tempat yang sama denganku. Gaji awalnya 20 baht, tak lama kemudian menjadi 30 baht. Berdua, kami berpenghasilan 80 baht--sungguh menyenangkan.
        ...
        Waktu berlalu, jabatanku kian naik. Boss percaya penuh kepadaku, sesekali, ketika beliau bepergian, ia menyerahkan seluruh tugasnya kepadaku . Aku dan istriku bertekad untuk selalu jujur dan rajin dalam bekerja, sehingga akhirnya penghasilan kami berdua--gaji termasuk bonus--mencapai 100 lebih per bulan. Pada titik ini aku merasa sungguh lega, namun angan-anganku rasanya belumlah lengkap.
         
        Maka saya membeli oleh-oleh --kue, atau hadiah lain yang cantik--untuk kuberikan ke mertuaku, buat menunjukkan niat bajikku terhadap mereka. Setelah tak lama, mereka mulai sedikit melunak, dan akhirnya mengijinkan kami tinggal di rumah gedungnya. Ini sungguh membahagiakan: saya merasa yakin akan mendapat warisan dari mereka.
        Akan tetapi, setelah hidup bareng sekian waktu--ada tabiat lama saya yang tersingkap dan mulai menjengkelkan mertuaku--sehingga kami diusir lagi. Kami kembali hidup di flat seperti sebelumnya.
         
        Pada saat inilah istriku hamil. Karena tak ingin ia terlalu kecapaian, saya menggaji seorang pembantu rumahtangga. Gajinya murah, cuma 4 baht per bulan.
         
        Ketika kandungannya kian membesar, istriku semakin sering membolos kerja--aku musti menanggung beban kerjanya di kantor. Suatu malam saya duduk memeriksa anggaran belanja rumahtangga kami. Nampaknya penghasilan 100 baht ini takkan bisa naik lagi. Sementara pengeluaran kami setiap harinya kian meningkat: 1 baht untuk listrik; air 1,5 baht; nasi dan arang minimal 6 baht; PRT, 4 baht; dan yang paling banyak adalah biaya pakaian.
         
        Setelah istriku melahirkan, pengeluaran kami per bulan masih terus saja meningkat. Sementara ia tak bisa kerja penuh, sehingga kami kehilangan hak atas bonus.
         
        Tak lama, istriku jatuh sakit, ia butuh istirahat panjang--perusahaan memotong gajinya menjadi cuma 15 baht per bulan. Sementara biaya pengobatan semakin meningkat. Gaji istriku tak mencukupi bagi dirinya sendiri, sehingga saya musti menomboki. Gajiku yang 50 baht, sekarang tak bersisa lagi di tiap habis bulan.
         
        Pada akhirnya, istriku sakit parah dan meninggal. Saya berhutang ke kantor 50 baht, ditambah tabunganku 50 baht, untuk membiayai ongkos pemakamannya yang menghabiskan 80 baht.
        Saya tinggal punya uang 20 baht beserta bayiku yang butuh disuapin.
         
        Aduh, sekarang bagaimana?
        Sebelumnya, segalanya begitu menyenangkan.
        Sekarang, semua nampak suram bagiku.
        ...
        Aku pergi ke mertuaku, mereka hanya memberikan tanggapan dingin.
        Saya lalu mengupah satu pembantu penjaga anak guna merawat bayiku.
        Perempuan ini dari masyarakat kelas-bawah, namun ia bisa merawat anakku dengan sangat baik. Ini membuatku suka dengannya.
        Tak berapa lama, ia pun menjadi istriku yang kedua.
         
        Istri baruku ini jelas tak berpendidikan sama sekali--bahkan buta huruf.
        Penghasilanku saat ini hanya 50 baht--ya, sekedar cukuplah.
         
        Selang sekian waktu, istri baruku pun hamil. Saya berusaha sebisanya agar ia tidak terlalu lelah bekerja, saya juga berupaya untuk selalu baik kepadanya, namun toh aku tetap tak bisa mengingkari adanya rasa kecewa bahwa: ternyata hidup ini berubah menjadi sangat berbeda dengan yang dahulu aku idam-idamkan.
        Setelah istriku ini melahirkan, kami bersama-sama membesarkan anak pertama dan anak keduaku--hingga sampai suatu waktu mereka mampu makan dan mandi sendiri.
         
        Di saat inilah istri keduaku ini mulai bertingkah ganjil--ia bersikap pilihkasih, hanya mencurahkan perhatian dan cintanya kepada anaknya sendiri, dan menelantarkan anakku yang pertama.
        Anak sulungku mulai sering mengeluh kepadaku soal ibutirinya yang pilihkasih untuk urusan ini dan itu. Kadang kedua bocah itu mulai bertengkar.
        Seringkali, sewaktu aku pulang dari kerja, anak sulungku menghambur kepadaku melaporkan satu versi sebab pertengkaran, sedang anak yang kedua akan bicara versinya yang berbeda, dan biniku pun punya versi yang lain lagi.
        Saya bingung, tak tahu musti membela siapa.
        Rasanya seperti berdiri di tengah dan kedua anak beserta biniku membetotku ketiga arah yang berlainan.
        ...
        Si bungsu minta dibelikan ini dan itu--akhirnya mereka mulai saling berlomba untuk membeli jajanan yang lebih enak lagi, baju yang lebih mewah, serta menghamburkan seluruh keuangan keluarga.
        Segalanya begitu kacau, sehingga untuk sekedar duduk dan berbicara sebentar dengan salah satu dari mereka pun tak bisa lagi.
        Gajiku selalu tumpas; keluarga ini berantakan.
         
        Akhirnya aku memutuskan untuk berhenti. Biniku bukanlah wanita yang aku idam-idamkan, penghasilanku tak lagi sesuai dengan yang aku idamkan, anak-anakku pun tidak sesuai dengan yang aku idam-idamkan- -maka keluarga ini aku tak tinggal pergi. Aku ditahbiskan lagi, kembali menjadi bhikkhu meditasi.
         

Ketika sampai dengan akhir angan-angan ini, ketertarikanku akan kehidupan duniawi pun menguap lenyap. Rasa suram yang semula menyelimuti batinku hilang seketika.
Bahkan sekarang aku merasa begitu bebas merdeka, seakan bisa terbang ke angkasa.
Aaah ! leganya ...
Desakan hasrat untuk lepas-jubah langsung susut 50~60 prosen.
 
Kemudian, di sepanjang periode itu terjadi beberapa kejadian lain yang akhirnya memantapkan hatiku pada arah yang benar ...
 
Kejadian pertama:
...
 
Kejadian kedua:
Suatu hari saya pergi agak awal untuk ber-pindapatta. Saya menyebrangi jembatan Kepala Gajah, melewati Saam Yaek, lalu masuk ke jalan Phetburi. Tiada orang yang berdana memberiku makan barang sesendok pun.
 
Tiba-tiba, ketika saya melewati satu baris flat, terlihat satu laki-laki dan perempuan Cina tua saling berteriak serta menjerit satu sama lain di depan flatnya. Si wanita berusia 50an, yang laki-laki rambutnya dikuncir. Tatkala saya berjalan sampai di depan flat itu, mendadak si istri menyambar sebuah sapu dan gagangnya dipukulkan ke kepala lelakinya. Si suami balas menjambak rambut si istri dan punggungnya ditendang.
...
Saya bertanya pada diriku sendiri, "Kalau itu misal terjadi pada dirimu, apa yang akan kamu lakukan?"
...
Saya pun tersenyum simpul, "Kamu pasti pilih cerai saja ..."
Pengalaman melihat kejadian ini membuatku sangat lega, rasanya lebih nikmat daripada memperoleh semangkuk penuh laukpauk.
Malamnya, aku memeditasikan apa yang tadi pagi baru saja aku saksikan.
Batinku memperoleh kembali kekuatannya setahap demi setahap ...
 
------------ --------- --
 
~ dari the Autobiography of Phra Ajahn Lee, hal 23~31


Save the Children & Join With :
Kasih Dharma Peduli ~ Anak Asuh
May all Beings Be Happy


Contact Info : Kasihdharmapeduli [at] yahoo.com

Offline Sumedho

  • Kebetulan
  • Administrator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 12.406
  • Reputasi: 423
  • Gender: Male
  • not self
Re: Ajahn Lee: menganalisa impian "hidup bahagia selama2nya"
« Reply #1 on: 04 January 2008, 03:26:32 PM »
menarik  8)
There is no place like 127.0.0.1

Offline jamescoa

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 102
  • Reputasi: 8
  • Gender: Male
Re: Ajahn Lee: menganalisa impian "hidup bahagia selama2nya"
« Reply #2 on: 06 January 2008, 07:25:02 AM »
hidup duniawi penuh dengan cobaaan  _/\_
_/\_

James

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Ajahn Lee: menganalisa impian "hidup bahagia selama2nya"
« Reply #3 on: 06 January 2008, 07:51:29 AM »
Hmmm, jadi pikir2 lagi nih.....
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline Sumedho

  • Kebetulan
  • Administrator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 12.406
  • Reputasi: 423
  • Gender: Male
  • not self
Re: Ajahn Lee: menganalisa impian "hidup bahagia selama2nya"
« Reply #4 on: 06 January 2008, 11:00:10 AM »
 [at] ryu:
mo jadi bhikkhu juga ?
There is no place like 127.0.0.1

Offline jamescoa

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 102
  • Reputasi: 8
  • Gender: Male
Re: Ajahn Lee: menganalisa impian "hidup bahagia selama2nya"
« Reply #5 on: 06 January 2008, 11:09:17 AM »
wah ada calon bhikkhu neh  ;D
_/\_

James

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Ajahn Lee: menganalisa impian "hidup bahagia selama2nya"
« Reply #6 on: 06 January 2008, 11:36:23 AM »
Bentar lagi mo kawin nih gimana yah? :))
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline bond

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.666
  • Reputasi: 189
  • Buddhang Saranam Gacchami...
Re: Ajahn Lee: menganalisa impian "hidup bahagia selama2nya"
« Reply #7 on: 06 January 2008, 06:36:58 PM »
Emang hidup di dunia ini bikin mabok yg ada keinginan2 tanpa henti dan usaha yg muter2 aja dan ujung2nya dukha juga. Cerita Ajahn Lee bisa menjadi sumber inspirasi nih..
« Last Edit: 06 January 2008, 06:38:35 PM by bond »
Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

Offline Lex Chan

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.437
  • Reputasi: 134
  • Gender: Male
  • Love everybody, not every body...
Re: Ajahn Lee: menganalisa impian "hidup bahagia selama2nya"
« Reply #8 on: 06 January 2008, 07:44:05 PM »
Baru angan2 saja sudah begitu ya.. ^-^
Padahal baru angan2.. :whistle:
“Give the world the best you have and you may get hurt. Give the world your best anyway”
-Mother Teresa-

Offline mushroom_kick

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.302
  • Reputasi: 92
Re: Ajahn Lee: menganalisa impian "hidup bahagia selama2nya"
« Reply #9 on: 06 January 2008, 08:16:38 PM »
hidup memang penuh pilihan, cap cip cup??
Segala fenomena bentuk & batin tidaklah kekal ada na.....
Semua hanyalah sementara.....

Offline Sunkmanitu Tanka Ob'waci

  • Sebelumnya: Karuna, Wolverine, gachapin
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 5.806
  • Reputasi: 239
  • Gender: Male
  • 会いたい。
Re: Ajahn Lee: menganalisa impian "hidup bahagia selama2nya"
« Reply #10 on: 06 January 2008, 09:30:56 PM »
tak terhingga banyaknya berulang kali kita lahir sebagai manusia, hidup gitu2 aja, lahir, sekolah, kerja, menikah, tua, mati

kapan lima unsur yang disebut "saya" ini bebas nih?
HANYA MENERIMA UCAPAN TERIMA KASIH DALAM BENTUK GRP
Fake friends are like shadows never around on your darkest days

Offline Hikoza83

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.295
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
  • panda is so cute... ^-^
Re: Ajahn Lee: menganalisa impian "hidup bahagia selama2nya"
« Reply #11 on: 22 April 2008, 11:54:43 AM »
 _/\_ cerita yg menarik.
sejak dahulu beginilah cinta.... ;D


By : Zen
Aku akan melaksanakannya dengan tubuhku,
Karena apa gunanya hanya membaca kata-kata belaka?
Apakah mempelajari obat-obatan saja
Dapat menyembuhkan yang sakit?
[Bodhicaryavatara, Bodhisattva Shantideva]

Offline J.W

  • Sebelumnya: Jinaraga, JW. Jinaraga
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.864
  • Reputasi: 103
  • Gender: Male
Re: Ajahn Lee: menganalisa impian "hidup bahagia selama2nya"
« Reply #12 on: 04 May 2008, 03:25:37 PM »
Seandainya jinaraga mampu memilih.......

Offline andry

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.117
  • Reputasi: 128
Re: Ajahn Lee: menganalisa impian "hidup bahagia selama2nya"
« Reply #13 on: 04 May 2008, 05:55:41 PM »
terima kasih atas postingannya bro felix
Samma Vayama

Offline dhammadinna

  • Sebelumnya: Mayvise
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.627
  • Reputasi: 149
Re: Ajahn Lee: menganalisa impian "hidup bahagia selama2nya"
« Reply #14 on: 29 May 2011, 07:32:08 PM »
kemarin nonton di Face2face, Yongey Mingyur Rinpoche mengatakan, "menurut riset di Amerika, kebahagiaan rumah tangga hanya bertahan sekitar 5 tahun".

Bagi yang sudah menikah, mohon di-share pengalamannya ;D