//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan  (Read 586628 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline thres

  • Teman
  • **
  • Posts: 62
  • Reputasi: 4
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #750 on: 10 August 2011, 02:18:12 PM »
Tanya saja.
Apa Bro dilbert dulu mengikuti diskusi/debat dengan MMD dan tahu tentang pendapat saya tentang Mulapariyaya Sutta?

Saya barusan baca Mulapariyaya Sutta, memang tidak dibagi menjadi 6 tahap seperti yang diposting bro Dilbert. Kalau saya lihat di Sutta, biasanya Sang Buddha memang tidak menjabarkan/menjelaskan secara detail apa yang beliau babarkan ya (misalnya ada 6 tahap yang katanya versi MMD).

Sama halnya tentang Sanna yang barusan kita bahas. Sepertinya umat buddhist jaman dulu, langsung bisa mengerti tentang pancakhanda (definisi dan hubungan-hubungannya), jadi tidak banyak ditemukan penjelasan panjang-lebar tentang suatu hal. Sedangkan saya di sini masih dalam tahap bertanya-tanya karena membaca saja rasanya tidak cukup. Entah apa karena perbedaan bahasa (pali vs inggris/indonesia) atau karena perbedaan kebijaksanaan (dulu orangnya cepet nangkep) ;D

Lalu, pendapat bro Kainyn tentang Mulapariyaya Sutta, bagaimana?
« Last Edit: 10 August 2011, 02:20:03 PM by thres »

Offline Sunyata

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.082
  • Reputasi: 52
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #751 on: 10 August 2011, 02:31:18 PM »
Setelah mengenal dukkha dan anicca, apakah sebaiknya melepaskan cita-cita semasa kecil karena semuanya tidak kekal dan membawa kita pada penderitaan, om? Mohon bimbingannya. _/\_

Offline thres

  • Teman
  • **
  • Posts: 62
  • Reputasi: 4
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #752 on: 10 August 2011, 02:52:17 PM »
Setelah mengenal dukkha dan anicca, apakah sebaiknya melepaskan cita-cita semasa kecil karena semuanya tidak kekal dan membawa kita pada penderitaan, om? Mohon bimbingannya. _/\_

maap ini pertanyaan untuk bro Kainyn ya? tapi saya penasaran.

Maksudnya melepaskan cita-cita masa kecil itu bagaimana bro?

1. menjalani hidup dengan prinsip "let it flow", misalnya orang lain jadi karyawan, saya juga jadi karyawan. Padahal sebenarnya pengen jadi dokter?

2. cita-cita semasa kecil identik dengan ambisi, misalnya sejak kecil ingin jadi orang kaya raya atau orang penting. Tapi kini dirasa bahwa ambisi itu membuat bro Sunyata menderita?

3. bro Sunyata merasa bahwa apapun juga adalah tidak ada artinya, misalnya tidak perlu mencari/mengumpulkan uang/materi, karena semua tidak kekal?
« Last Edit: 10 August 2011, 02:56:14 PM by thres »

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #753 on: 10 August 2011, 03:43:10 PM »
Saya barusan baca Mulapariyaya Sutta, memang tidak dibagi menjadi 6 tahap seperti yang diposting bro Dilbert. Kalau saya lihat di Sutta, biasanya Sang Buddha memang tidak menjabarkan/menjelaskan secara detail apa yang beliau babarkan ya (misalnya ada 6 tahap yang katanya versi MMD).

Sama halnya tentang Sanna yang barusan kita bahas. Sepertinya umat buddhist jaman dulu, langsung bisa mengerti tentang pancakhanda (definisi dan hubungan-hubungannya), jadi tidak banyak ditemukan penjelasan panjang-lebar tentang suatu hal. Sedangkan saya di sini masih dalam tahap bertanya-tanya karena membaca saja rasanya tidak cukup. Entah apa karena perbedaan bahasa (pali vs inggris/indonesia) atau karena perbedaan kebijaksanaan (dulu orangnya cepet nangkep) ;D
Biasanya memang sutta dibabarkan untuk orang yang bersesuaian dengan sutta tersebut, jadi memang bisa jadi juga penggunaan istilahnya adalah bagi yang mengerti. Itu sebabnya kadang diperlukan tambahan dari kitab komentar untuk mengerti apa yang dimaksudkan.


Quote
Lalu, pendapat bro Kainyn tentang Mulapariyaya Sutta, bagaimana?
Ada persamaan antara pendapat saya dengan PH (Pak Hudoyo), yaitu di mana ada satu bagian 'proses pikiran' yang harus berhenti untuk mencapai 'pembebasan'. Persamaan ini yang membuat beberapa orang yang [saya anggap] gagal memahami saya, menilai saya sebagai 'sama persis' dengan MMD.

Perbedaannya antara lain adalah saya tidak melihat keenam proses tersebut bukan selalu satu kesatuan.

(i) pa.thavi.m pa.thavito sa~njaanaati -- he perceives earth as earth;
(ii) pa.thavi.m ma~n~nati -- he conceives earth;
(iii) pa.thaviyaa ma~n~nati -- he conceives in earth;
(iv) pa.thavito ma~n~nati -- he conceives from earth;
(v) pa.thavi.m me'ti ma~n~nati -- he conceives "earth is for me";

(vi) pa.thavi.m abhinandati -- he delights in earth.

(i) sañjānāti adalah proses mencerap objek dengan indera, namun belum tentu disertai pengertian benar. (Dalam konteks sutta ini, istilah tersebut digunakan untuk 'pencerapan yang tidak disertai pengertian'.)
Karena tidak memahaminya, maka timbul pandangan 'aku/diri' terhadap objek, yaitu salah satu dari nomor (ii) - (v) ("aku/diri" adalah objek; "aku/diri" bagian dari objek; "aku/diri" terpisah dari objek; objek adalah "milikku") dan karena pandangan tersebut, maka ia bersenang di dalam konsep tersebut (vi), otomatis timbullah kemelekatan.

Kalau tidak salah, PH mengatakan bahwa dalam vipassana, proses itu dihentikan di tahap (i), sehingga tidak muncul konsepsi lebih jauh. Menurut saya, konsepsi tidak untuk dihentikan, namun pemahaman tentang objek apa adanya yang harus dikembangkan. Dengan pemahaman benar timbul, maka konsepsi tetap timbul, namun tanpa disertai pandangan salah di mana ada 'aku/diri' sebagai/bagian/di luar/memiliki konsep tersebut. Dalam sutta Palinya, ketika orang memahami objek dengan benar, maka ia tidak dikatakan me-"sañjānāti" objek, namun meng-"abhijānāti".

Singkatnya, yang saya tangkap (dan mungkin saja salah), di MMD adalah latihan menghentikan proses "maññati". Saya setuju bahwa "maññati" harus berhenti, namun bukan dengan menginterupsi proses konsepsi, melainkan dengan memahaminya. Bukan "maññati" yang dihentikan, namun "sañjānāti"-nya yang harus disertai pemahaman, sehingga menjadi "abhijānāti". Mencerap objek dengan memahaminya, maka "seharusnya" paham "aku" tidak timbul, walaupun kadang masih ada kecenderungan timbul dalam diri seorang sekha. (Sama seperti misalnya dengan pandangan benar tentang makhluk apa adanya, seharusnya paham 'kasta' tidak timbul. Namun bagi orang yang masih berlatih, yang belum melenyapkan pandangan salah 'kasta' secara keseluruhan, masih bisa timbul kesombongan berkenaan dengan strata sosial dalam dirinya.)
Namun pada Ariya yang lebih tinggi, mencerap objek dengan memahaminya, maka paham "aku" sudah tidak lagi timbul. Bagaimanapun pikiran mempersepsi dan mengkonsepkan objek, serumit dan sekompleks apa-pun, tetap tidak timbul konsep "aku/diri" di sana, maka ia tidak lagi bergembira dalam konsep tersebut.

Ini sepertinya juga perbedaan pandangan antara saya dan PH, karena saya ingat PH mengatakan bahwa dalam kondisi meditatif 'tanpa aku', seseorang tidak berpikir (secara intelektual) yang rumit karena akan terjadi konsepsi pikiran. Menurut saya, bisa saja, itulah sebabnya para Arahat pun tetap bisa melakukan penilaian dan pemikiran yang rumit, namun tetap memahaminya apa adanya, tanpa 'aku/diri' dalam konsep tersebut.

« Last Edit: 10 August 2011, 03:58:00 PM by Kainyn_Kutho »

Offline Wijayananda

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 532
  • Reputasi: 69
  • Gender: Male
  • Semua akan berlalu...
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #754 on: 10 August 2011, 03:46:38 PM »
Haha kalo 'hanya' di-block di FB, itu sudah biasa, karena sepertinya kalau tidak sejalan dengan pemikirannya, atau debat tidak sesuai dengan caranya, akan di-block. Agak berbeda dengan gayanya yang dulu dengan sabar menjabarkan di sini.

Bukan justifikasi sih, tapi saya mau tanya pendapat bro dilbert aja tentang MMD, apakah sesuai dengan pandangan Buddhisme dalam pemikiran bro dilbert. Kalau sesuai, di mana, kalau tidak, di mananya.
Saya belum sampai pada tahapan menjustifikasi pandangan saya terhadap MMD tersebut, tetapi debat-debat saya dengan pak hudoyo di facebook-nya sendiri, sudah sampai pada saya di block sama beliau... hehehehe...
Wah pake id apa om di fb,waktu debat dgn pak hudoyo... Saya juga pernah membaca notenya tentang mengapa ia memblok org,,kalau ngak salah ingat salah satunya ketika diskusi mulai mengarah ke debat kusir,..

Offline Sunyata

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.082
  • Reputasi: 52
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #755 on: 10 August 2011, 03:48:18 PM »
 [at]  Om thres
Ya, itu untuk om Kainyn. Tapi kalau ada member yang ingin memberi pendapatnya masing-masing juga lebih baik.

Masalah ambisi itu yang nomor 3.

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #756 on: 10 August 2011, 03:53:26 PM »
Setelah mengenal dukkha dan anicca, apakah sebaiknya melepaskan cita-cita semasa kecil karena semuanya tidak kekal dan membawa kita pada penderitaan, om? Mohon bimbingannya. _/\_
Tidak begitu, bro Sunyata. Saya ambil contoh perumpamaan rakit yang diberikan Buddha Gotama di mana dhamma adalah rakit yang membawa kita dari pantai penderitaan ke pantai seberang. Lalu ketika tiba di pantai seberang, maka rakit juga dilepaskan, bukan untuk ditaruh di atas punggung dan dibawa ke mana-mana.

Dari perumpamaan tersebut saya tanya, apakah setelah mengetahui pada akhirnya rakit pun bukan untuk disimpan, bukan untuk dibawa-bawa ke mana kita pergi, lalu sekarang juga kita harus melepaskan rakit (walaupun kita lagi di tengah sungai)? ;D

Dalam menjalankan Ajaran Buddha, kita melihat tujuan akhir (Nibbana) dan tujuan jangka menengahnya, yaitu apa yang nyata bisa kita usahakan untuk dicapai sekarang. Jangan mengabaikan tujuan akhir (nibbana), namun juga jangan melihat terlalu jauh.


Offline Wijayananda

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 532
  • Reputasi: 69
  • Gender: Male
  • Semua akan berlalu...
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #757 on: 10 August 2011, 03:59:04 PM »
Haha kalo 'hanya' di-block di FB, itu sudah biasa, karena sepertinya kalau tidak sejalan dengan pemikirannya, atau debat tidak sesuai dengan caranya, akan di-block. Agak berbeda dengan gayanya yang dulu dengan sabar menjabarkan di sini.

Bukan justifikasi sih, tapi saya mau tanya pendapat bro dilbert aja tentang MMD, apakah sesuai dengan pandangan Buddhisme dalam pemikiran bro dilbert. Kalau sesuai, di mana, kalau tidak, di mananya.

Mungkin waktu itu blm byk wadah atau forum utk MMD,.sekarang kan ada FB dimana bs menjangkau lbh byk 'lapisan' org dari latar belakang agama lain hehehe..terus mungkin juga waktu itu di DC terjadi debat yg bermutu hehe..

Offline Wijayananda

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 532
  • Reputasi: 69
  • Gender: Male
  • Semua akan berlalu...
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #758 on: 10 August 2011, 04:12:43 PM »
Biasanya memang sutta dibabarkan untuk orang yang bersesuaian dengan sutta tersebut, jadi memang bisa jadi juga penggunaan istilahnya adalah bagi yang mengerti. Itu sebabnya kadang diperlukan tambahan dari kitab komentar untuk mengerti apa yang dimaksudkan.

Ada persamaan antara pendapat saya dengan PH (Pak Hudoyo), yaitu di mana ada satu bagian 'proses pikiran' yang harus berhenti untuk mencapai 'pembebasan'. Persamaan ini yang membuat beberapa orang yang [saya anggap] gagal memahami saya, menilai saya sebagai 'sama persis' dengan MMD.

Perbedaannya antara lain adalah saya tidak melihat keenam proses tersebut bukan selalu satu kesatuan.

(i) pa.thavi.m pa.thavito sa~njaanaati -- he perceives earth as earth;
(ii) pa.thavi.m ma~n~nati -- he conceives earth;
(iii) pa.thaviyaa ma~n~nati -- he conceives in earth;
(iv) pa.thavito ma~n~nati -- he conceives from earth;
(v) pa.thavi.m me'ti ma~n~nati -- he conceives "earth is for me";

(vi) pa.thavi.m abhinandati -- he delights in earth.

(i) sañjānāti adalah proses mencerap objek dengan indera, namun belum tentu disertai pengertian benar. (Dalam konteks sutta ini, istilah tersebut digunakan untuk 'pencerapan yang tidak disertai pengertian'.)
Karena tidak memahaminya, maka timbul pandangan 'aku/diri' terhadap objek, yaitu salah satu dari nomor (ii) - (v) ("aku/diri" adalah objek; "aku/diri" bagian dari objek; "aku/diri" terpisah dari objek; objek adalah "milikku") dan karena pandangan tersebut, maka ia bersenang di dalam konsep tersebut (vi), otomatis timbullah kemelekatan.

Kalau tidak salah, PH mengatakan bahwa dalam vipassana, proses itu dihentikan di tahap (i), sehingga tidak muncul konsepsi lebih jauh. Menurut saya, konsepsi tidak untuk dihentikan, namun pemahaman tentang objek apa adanya yang harus dikembangkan. Dengan pemahaman benar timbul, maka konsepsi tetap timbul, namun tanpa disertai pandangan salah di mana ada 'aku/diri' sebagai/bagian/di luar/memiliki konsep tersebut. Dalam sutta Palinya, ketika orang memahami objek dengan benar, maka ia tidak dikatakan me-"sañjānāti" objek, namun meng-"abhijānāti".

Singkatnya, yang saya tangkap (dan mungkin saja salah), di MMD adalah latihan menghentikan proses "maññati". Saya setuju bahwa "maññati" harus berhenti, namun bukan dengan menginterupsi proses konsepsi, melainkan dengan memahaminya. Bukan "maññati" yang dihentikan, namun "sañjānāti"-nya yang harus disertai pemahaman, sehingga menjadi "abhijānāti". Mencerap objek dengan memahaminya, maka "seharusnya" paham "aku" tidak timbul, walaupun kadang masih ada kecenderungan timbul dalam diri seorang sekha. (Sama seperti misalnya dengan pandangan benar tentang makhluk apa adanya, seharusnya paham 'kasta' tidak timbul. Namun bagi orang yang masih berlatih, yang belum melenyapkan pandangan salah 'kasta' secara keseluruhan, masih bisa timbul kesombongan berkenaan dengan strata sosial dalam dirinya.)
Namun pada Ariya yang lebih tinggi, mencerap objek dengan memahaminya, maka paham "aku" sudah tidak lagi timbul. Bagaimanapun pikiran mempersepsi dan mengkonsepkan objek, serumit dan sekompleks apa-pun, tetap tidak timbul konsep "aku/diri" di sana, maka ia tidak lagi bergembira dalam konsep tersebut.

Ini sepertinya juga perbedaan pandangan antara saya dan PH, karena saya ingat PH mengatakan bahwa dalam kondisi meditatif 'tanpa aku', seseorang tidak berpikir (secara intelektual) yang rumit karena akan terjadi konsepsi pikiran. Menurut saya, bisa saja, itulah sebabnya para Arahat pun tetap bisa melakukan penilaian dan pemikiran yang rumit, namun tetap memahaminya apa adanya, tanpa 'aku/diri' dalam konsep tersebut.


Kalau PH bilang ini perbedaan org yg mengalami langsung(udah praktik) dgn org yg blm praktik(hanya sebatas intelektual aja)..karena pikiran lah yg coba memahami pikiran itu sendiri,.jadi jgn berandai2 tp praktik langsung,.ini seingat saya..gmn pendapat om kainyn?

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #759 on: 10 August 2011, 04:23:52 PM »

Mungkin waktu itu blm byk wadah atau forum utk MMD,.sekarang kan ada FB dimana bs menjangkau lbh byk 'lapisan' org dari latar belakang agama lain hehehe..terus mungkin juga waktu itu di DC terjadi debat yg bermutu hehe..
Mungkin & semoga saja begitu. Entahlah, waktu dulu di DC dan di forum MMD (yang dulu), saya melihat Pak Hudoyo lebih sebagai seorang pengajar yang sabar & detail menjelaskan panjang lebar. Belakangan saya lihat, kesannya kurang sabar & intoleran terhadap pandangan vipassana yang berbeda.

« Last Edit: 10 August 2011, 04:50:00 PM by Kainyn_Kutho »

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #760 on: 10 August 2011, 04:36:59 PM »
Kalau PH bilang ini perbedaan org yg mengalami langsung(udah praktik) dgn org yg blm praktik(hanya sebatas intelektual aja)..karena pikiran lah yg coba memahami pikiran itu sendiri,.jadi jgn berandai2 tp praktik langsung,.ini seingat saya..gmn pendapat om kainyn?
Pendapat saya hanya satu: bagi orang yang benar berpraktik dan mengetahui sedemikian menipunya pikiran, seharusnya berhati-hati dalam menilai sudah/belumnya orang lain/diri sendiri berpraktik.

Pada saat membahas, bahaslah sebatas apa yang tertulis, yang tertuang dalam intelektualitas. Tidak perlu membahas hal subjektif tentang 'sudah praktik atau belum'. Dalam kisah-kisah di sutta pun kadang ada Arahat yang tidak pandai bicara dan tidak bisa menjawab ketika ditanya, namun Arahat tersebut diam saja, tidak menyinggung-nyinggung pencapaian demi "memenangkan debat" karena, tentu saja, Arahat adalah seorang bijaksana.

Dalam satu forum di FB, juga pernah terjadi hal serupa dan membawa bahasan 'apakah kamu sudah praktik?' oleh orang lain. Lalu saya katakan, "memangnya kalau saya mengaku Anagami & sudah Jhana VI, kenapa?"

« Last Edit: 10 August 2011, 04:39:39 PM by Kainyn_Kutho »

Offline Sunyata

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.082
  • Reputasi: 52
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #761 on: 10 August 2011, 06:53:26 PM »
Tidak begitu, bro Sunyata. Saya ambil contoh perumpamaan rakit yang diberikan Buddha Gotama di mana dhamma adalah rakit yang membawa kita dari pantai penderitaan ke pantai seberang. Lalu ketika tiba di pantai seberang, maka rakit juga dilepaskan, bukan untuk ditaruh di atas punggung dan dibawa ke mana-mana.

Dari perumpamaan tersebut saya tanya, apakah setelah mengetahui pada akhirnya rakit pun bukan untuk disimpan, bukan untuk dibawa-bawa ke mana kita pergi, lalu sekarang juga kita harus melepaskan rakit (walaupun kita lagi di tengah sungai)? ;D

Dalam menjalankan Ajaran Buddha, kita melihat tujuan akhir (Nibbana) dan tujuan jangka menengahnya, yaitu apa yang nyata bisa kita usahakan untuk dicapai sekarang. Jangan mengabaikan tujuan akhir (nibbana), namun juga jangan melihat terlalu jauh.
Terima kasih, om. Sekarang saya sudah mengerti. ;D

Offline thres

  • Teman
  • **
  • Posts: 62
  • Reputasi: 4
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #762 on: 11 August 2011, 08:38:43 AM »
Oke bro Kainyn, tentang Mulapariyaya Sutta, tidak ingin saya bahas lebih jauh karena saya belum tertarik. Saya hanya mau tanya pendapat bro saja tentang masalah saya berikut ini.

Jadi begini. Saya merasa, saya terlalu banyak membaca dan mendengar Dhamma tanpa disertai praktik. Saya senang membaca dan mendengar Dhamma karena menurut saya, hal itu menyenangkan. Di dalam Dhamma, saya bisa menemukan dorongan/desakan tapi juga disertai cinta-kasih di dalamnya. Dengan logika saya berdasarkan apa yang saya cerap dari sumber eksternal itu, saya dengan logis bisa mencari sumber masalah yang sedang saya hadapi.

Tapi akhir-akhir ini saya mulai merasa overload. Sepertinya kilesa, dhamma, dan judgement, bergumul dalam diri saya ;D Dhamma terlalu bagus, tapi juga terlalu kompleks bagi saya untuk menangani kilesa yang juga kompleks. Rasanya seperti kewalahan sendiri. Mungkin saya terlalu banyak berpikir ya? mungkin sebaiknya saya mengurangi bahan bacaan?
« Last Edit: 11 August 2011, 08:40:17 AM by thres »

Offline dilbert

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.935
  • Reputasi: 90
  • Gender: Male
  • "vayadhamma sankhara appamadena sampadetha"
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #763 on: 11 August 2011, 09:09:50 AM »

Mungkin waktu itu blm byk wadah atau forum utk MMD,.sekarang kan ada FB dimana bs menjangkau lbh byk 'lapisan' org dari latar belakang agama lain hehehe..terus mungkin juga waktu itu di DC terjadi debat yg bermutu hehe..

sampai ada e-book debat antara Pak Hudoyo dan Fabian...
http://ebookbrowse.com/adv.php?q=debat+fabian+hudoyo+pdf
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Offline dilbert

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.935
  • Reputasi: 90
  • Gender: Male
  • "vayadhamma sankhara appamadena sampadetha"
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #764 on: 11 August 2011, 09:13:12 AM »
Mungkin & semoga saja begitu. Entahlah, waktu dulu di DC dan di forum MMD (yang dulu), saya melihat Pak Hudoyo lebih sebagai seorang pengajar yang sabar & detail menjelaskan panjang lebar. Belakangan saya lihat, kesannya kurang sabar & intoleran terhadap pandangan vipassana yang berbeda.

Buddha benar benar merealisasikan an-atta-nya, dan tidak mencari pengikut... jadi ketika tuntunan dhamma (berkehidupan) di terima, dilaksanakan, ataupun di-acuhkan oleh pendengarnya, tidak masalah bagi Buddha.
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

 

anything