Sebagai tambahan, ajaran Buddha itu diibaratkan sebagai harta yang tidak ternilai. Sudah sepantasnya kita membagi harta ini kepada orang lain. Dalam Lohiccasutta dari Dīghanikāya, Sang BUddha mengkritik brahmana Lohicca yang berpandangan bahwa setelah seorang pertapa atau brahmana memperoleh Dhamma yang bagus (Kusala dhamma), ia hendaknya jangan membagi ke orang lain. Sang BUddha mengkritik pandangan ini dan berkata bahwa pandangan ini sangat berbahaya.
Membahas sedikit dari Lohicca Sutta sedikit, ada 3 jenis guru yang dicela oleh Buddha:
1. Yang belum mencapai pembebasan dan tidak bisa mengajar
2. Yang belum mencapai pembebasan, tapi bisa mengajar
3. Yang mencapai pembebasan, tapi tidak bisa mengajar
Yang dipuji adalah yang sudah mencapai pembebasan DAN bisa mengajar.
Jika kita ngomong sampai Arahat, tentu terlalu jauh. Tetapi marilah kita bicara tentang hal-hal yang dapat kita capai sejauh kapasitas masing-masing.
-Sekarang banyak yang mengajar dhamma padahal tidak sesuai dengan Ajaran Buddha, memberikan image salah tentang Ajaran Buddha, menggunakan segala cara untuk menarik umat seperti "pemanjaan indera" atau pemupukan keserakahan. Entah ini yang dipuji atau dicela dalam Lohicca Sutta, silahkan menilai.
-Ada lagi yang lantang bicara Brahmavihara (Metta/Maitri, Karuna, Mudita, Upekkha/Upeksha) tapi kalau dihina agama lain, langsung membalas berkali-kali lipat. Barangkali itu adalah hasil pengembangan "Brahmavihara"-nya. Entah ini yang dipuji atau dicela dalam Lohicca Sutta, silahkan menilai.
-Lain lagi halnya dengan yang mengerti, tapi tidak punya keterampilan mengenal orang lain dan melihat kondisi. Orang ini punya logika yang baik, mengerti nilai dhamma, namun tidak bisa memilih kata yang tepat, tidak mengetahui apakah seseorang siap menerima dhamma atau akan muak dengan ceramah dhamma, asal "tembak" tanpa kenal tempat/waktu. Entah ini yang dipuji atau dicela dalam Lohicca Sutta, silahkan menilai sendiri juga.
Sekarang ini, begitu takutnya Buddha-dhamma musnah secara prematur (entah tidak pernah baca Dhammadayada Sutta, atau memang tidak mengerti 'Sabbe Sankhara Anicca'), banyak orang berbondong-bondong menjadi semacam Buddhist "evangelist". Apakah kira-kira itu mempertahankan nilai luhur, kualitas terbaik dalam dhamma yang bagaikan harta tak ternilai? Saya pribadi katakan tidak sama sekali.