Waduh sudah ramai
Berarti diskusi topik ini kita pending terlebih dahulu. Karena toh Anda juga tidak dapat memberikan makna yang tepat bagi kata zhibing. Jadi diskusi ini hanya akan berputar-putar saja. Orang yang menafsirkannya sebagai kanker, tentu juga punya pertimbangan2 tertentu yang kita tidak tahu. Sejauh ini Anda hanya bertanya saja dan tidak atau belum dapat memberikan jawaban definitif. Anda sendiri juga mengakui bahwa Anda tidak tahu arti kata zhibing, bukan? Bagi saja karena zhibing berarti "penyakit berat," maka orang yang menderita penyakit kanker juga dapat membaca sutra tersebut.
Lalu apa salahnya ada beberapa mantra yang khasiatnya sama. Mari kita lihat obat-obatan untuk pusing, ada Panadol, Refagan, Mixagrip, Oskadon, dll. Tidak harus hanya ada satu obat saja, bukan?
Bukanlah fokus saya untuk mencari definisi sesungguhnya dari kata zhi bing ( sebenarnya bukan zhibing), Sdr. Tan. Fokus saya pada konteks ini adalah mempertanyakan penambahan kata ”kanker” dari teks yang sudah ada, sehingga artinya yang luas menjadi spesifik. Tapi biarlah.
Benar, sebelumnya saya tidak dapat (belum berani) memberikan makna yang tepat pada kata ”zhi bing”, dan hal ini juga sempat membuat saya berpikir untuk menunda diskusi ini karena ragu setelah anda mengatakan kata ”zhi bing” berasal dari bahasa Mandarin Wenyan dan tidak menyadari bahwa itu adalah 2 kata. Tetapi mudah-mudahan sekarang saya bisa memastikan bahwa penyakit berat yang disebutkan dalam sutra bukanlah kanker. Kenapa bukan kanker? Karena tidak ada indikasi di dalam sutra bahwa penyakit mereka adalah kanker. Hanya ada 2 indikasi dalam sutra yaitu badan para bhiksu yang kurus dan adanya darah dan nanah yang mengalir. Sampai di sini masih mengambang. Dan kata kuncinya ada pada 2 kata yaitu zhi & bing dan saya mencoba untuk menerjemahkannya, tentu saja secara bodoh.Hasilnya:
Zhi bing atau ? ? atau ? ?, dalam bahasa kerennya adalah Penyakit Hemorrhoid. Yup, Hemorrhoid tidak lain adalah wasir atau ambeien.
http://cn.18dao.net/(NB: ada tulisan mandarin yang tidak keluar di sini)
Jika kita mengacu pada 2 indikasi yang ada pada sutra, khususnya yang kedua yaitu adanya darah yang mengalir maka sangat pas dengan kondisi seseorang yang mengalami wasir yaitu adanya darah yang keluar dari lubang anus.Dan mengingat para bhiksu pada umumnya hidup meditatif dengan cara duduk, maka mereka memiliki potensi besar terhadap penyakit ini.Apakah wasir adalah termasuk penyakit berat? Ya bisa saja, JIKA dibiarkan. Tapi entah kenapa penerjemah Mandarin-Inggris atau Inggris-Indonesia tidak menerjemahkan sebagai wasir,tetapi justru menambahkan kata ”kanker”, apakah karena malu dengan anggapan bahwa wasir adalah penyakit wong deso dan kanker adalah penyakit wong kota atau bagaimana, saya tidak tahu.
Jadi dari penyelidikan saya diatas, Sdr. Tan, saya bisa menyimpulkan bahwa penyakit tersebut bukan Kanker tapi Hemorrhoid atau Wasir.
Ketika kata ”kanker” ditambahkan padahal tidak ada indikasi ke arah penyakit tersebut, maka kita sudah merubah sebuah sutra. Dan orang akan beranggapan bahwa penyakit para bhiksu tersebut adalah penyakit kanker.
Nah, karena arti dari zhi bing sudah ada dan artinya
sangat spesifik, maka argumen anda mengenai jenis-jenis obat yang sama fungsinya tersebut menjadi gugur. Kita tidak akan memberikan Panadol kepada orang sakit perut kan?? Kita tidak memberikan obat sakit wasir kepada penyakit Kanker kan ?
TAN:
Ada. Dalam Bayangshenzhoujing (Taisho Tripitaka 2898). Saya ulangi lagi dalam sutra tertera kata yin, yang tidak saya terjemahkan, karena saya tidak tahu apa kata yin itu dalam bahasa aslinya. Saya kira ini sudah benar dalam kaidah penerjemahan, selama kita tidak tahu apa terjemahan yang tepat, boleh saja dibiarkan dalam bahasa aslinya. Mungkin saja bahasa aslinya berarti karena udara dingin juga masuk akal. Tetapi karena kita tidak tahu pasti, maka biar saja tetap dalam yin. Kecuali Anda dapat mencantumkan sumber Sansekertanya. Jadi saya kira diskusi ini hanya berputar2 tanpa arah dan tidak menghasilkan apa-apa. Kalau Anda hendak memperbaiki terjemahannya, cobalah memberikan sesuatu usulan yang konkrit dan definitif.
Hanya satu Sdr. Tan?? Jika hanya 1 , 2 , 3...dan 10 diantara 100, itu bukan umum namanya Sdr. Tan.
Dan saya rasa diskusi ini tidak berputar-putar. Sekali lagi saya sampaikan bahwa kata-kata di depannya tidak mengindikasikan adanya dikotomi, sekarang tinggal anda membuktikan bahwa ada indikasi dikotomi dalam sutra tersebut maupun faktor keumuman menggunakan dikotomi dalam sutra lainnya. Itu saja, tidak berputar-putar kok.
Sdr. Tan, jika yang dimaksud adalah udara dingin maka seharusnya kata yang digunakan bukanlah ”yin” yang sifatnya luas, tapi harus yang spesifik misalnya ”han feng” atau ”hon fung” seperti kata-kata di depan yang sifatnya spesifik yaitu ”ren” (panas) dan merupakan unsur. Bahkan kata ”angin” (feng) sudah ada di depannya dan juga merupakan unsur. Jadi tanggapan anda bahwa adanya dikotomi adalah kurang tepat.
Saya tidak tahu bahasa sanksertanya apa, tetapi yang pasti bukan kata yang berdikotomi seperti yang anda anggap, dan ”yin” adalah kata yang berdikotomi. Pada tahap ini tugas saya menepis, menolak keberadaan kata ”yin” yang berdikotomis sebagai sesuatu yang wajar berada di dalam sutra Buddhis, sudah selesai. Masalah kata yang sebenarnya, itu bukanlah tugas saya , tapi tugas anda atau tepatnya umat Mahayanis. Dan bagaimana anda bisa mengharapkan untuk dicari sebuah noda kepada orang yang berusaha menghilangkan noda?
NB: Apakah Sdr. Tan adalah Ivan Taniputera yang menyusun sutra-sutra Mahayana yang di ebook-kan di Dhamamcitta? Jika ya, seharusnya Sdr. Ivan Taniputera memiliki sutra dalam bahasa Sanskertanya. Karena sangat mengherankan, pada mantranya terdapat bahasa sanksertanya, tapi keseluruhannya tidak ada.
Ya mungkin saja. Kenapa tidak?
Tepat
Masalahnya terjadi standar ganda di sini. Saat membicarakan mengenai naskah Mahayana Anda memaksakan penafsiran yang harafiah. Tetapi saat membicarakan mengenai naskah Theravada, maka dengan enteng Anda mengatakan bahwa itu adalah perumpamaan. Tentu kita tidak boleh demikian. Kalau kita bicara secara harafiah, maka tidak boleh dianggap sebagai perumpamaan saja.
Usaha pelogisan yang Anda ungkapkan di atas memang benar. Tetapi tidak boleh berat sebelah atau berstandar ganda. Jika Anda tidak menyetujui pelogisan mantra, maka naskah-naskah Pali juga tidak boleh "dilogiskan" agar dapat dipahami oleh orang lain atau diri Anda.
Kalau kita sudah menerapkan standar ganda, maka akhirnya adalah ego yang bermain. Saya kira apa yang Anda pelogisan sebenarnya tidak masalah, yang pasti kita hendaknya tidak menerapkan standar ganda.
Tidakkah demikian?
Tidak demikian Sdr. Tan. Saya tidak menggunakan standar ganda, tetapi melogiskan berdasarkan indikasi-indikasi logis yang ada dalam sutta ataupun sutra. Hal ini sudah saya buktikan ketika saya menjawab pertanyaan mengenai sukhavati di topik lain. Bagi non Mahayanis, sukhavati adalah tidak ada tetapi bagi saya masih ada indikasi logis di dalamnya. Jadi saya tidak menolak mentah-mentah jutru dengan adanya indikasi-indikasi di dalamnya, saya berusaha melogiskannya dan hasilnya saya berpendapat sukhavati dalam Mahayana hampir menyerupai alam sudhavasa dalam Theravada.
Dan dalam konteks sutra penyembuh ”kanker” ini, saya tidak menemukan indikasi logisnya.
Mengenai perumpamaan, saya perlu minta maaf, karena bukan perumpamaan yang saya maksud, tetapi pelogisan. Dan alasan adanya perumpamaan adalah usaha pelogisan seseorang terhadap teks. Apakah salah? Saya rasa tidak, selama dalam teks (sutta atau sutra) memang ada indikasi sebuah perumpamaan.
Jadi saya rasa saya tidak menggunakan standar ganda. Mungkin ini karena anda yang tidak bisa mengikuti dan memahami jalan pikiran saya.