//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Show Posts

This section allows you to view all posts made by this member. Note that you can only see posts made in areas you currently have access to.


Topics - sobat-dharma

Pages: 1 2 3 [4] 5 6
46
Tibetan / Download Biografi Rechung-pa
« on: 13 April 2009, 05:49:26 PM »
Buku biografi Rechung-pa, murid dan penulis biografi Milarepa bisa didownload di link ini:

http://www.filefactory.com/file/agaf925/n/1239327135_0415769957_zip

47
Tibetan / Six Words of Tilopa (to Naropa)
« on: 13 April 2009, 04:10:34 PM »
Six Words of Tilopa (to Naropa)


Don't recall.
Let go of what has passed.

Don't imagine.
Let go of what may come.

Don't think.
Let go of what is happening now.

Don't examine.
Don't try to figure anything out.

Don't control.
Don't try to make anything happen.

Rest.
Relax, right now, and rest.

48
Sutra Mahayana / Download Samdhinirmochana Sutra
« on: 24 March 2009, 02:29:58 PM »
Teman-teman,
terjemahan Samdhinirmochana Sutra dalam bahasa inggris oleh John Powers dalam judul "Wisdom of Buddha: The Samdhinirmochana Sutra" bisa didownload di link di bawah ini:

http://www.avaxhome.ws/ebooks/theology_occultism/east_religion/WisdomBuddha.html

49
Tiada Batin, Tiada Pencerahan
No Mind, No Enlightenment


Oleh Chan Master Sheng-yen

http://www.chan1. org/ddp/chanmag/ fal2002.html# nomind

------------ --------- --------- --------- --------- --------- -
"...ALL YOU HAVE TO DO IS KEEP GOING, KEEP GOING..."
"...WHEN PEOPLE COME TO ME AND SAY THAT I HAVE A LOT OF WISDOM, IT MAKES ME VERY ASHAMED..."

"Yang perlu engkau lakukan adalah teruslah melangkah, dan melangkah (di jalan spiritual)"
"Kalau ada seseorang yang datang padaku dan mengatakan bahwa saya adalah orang yang sangat bijaksana, dia hanya akan membuat saya jadi sangat malu."

Biasanya pada pertemuan Dhamma saya akan menceritakan kisah tentang apa saja yang telah saya lakukan. Hari ini tidak banyak yang bisa saya ceritakan, jadi mari kita pergunakan waktu ini untuk berbicara tentang Dhamma.

Sepanjang sejarah Ch'an di Tiongkok, hanya ada beberapa Master Ch'an yang memberikan pengaruh besar kepada saya. Salah satunya adalah murid Master Bai Zhang, Master Wei Shan Ling You, beliau hidup pada 771 sampai 853 masehi. Master ini sangat menarik. Beliau menjadi Bhiksu pada umur lima belas tahun. Saya menjadi Bhiksu pada umur tiga belas, jadi Beliau keluar rumah (istilah orang Tionghoa untuk mengatakan menjadi bhiksu adalah keluar/pergi (dari) rumah) agak belakangan dari saya. Master Wai Shan, sewaktu beliau berusia kira-kira dua puluh tahun melakukan perjalanan ke Gunung Tian Tai. Dalam perjalanannya ke gunung itu, dia bertemu dengan dua orang yang merupakan Tokoh legenda dalam sejarah Ch'an. Yang satu Master Han Shan yang juga dikenal sebagai Gunung Dingin (Cold Mountain) dan yang satunya lagi adalah Master Shi De (sebetulnya tidak tepat juga mengatakan Master pada beliau - beliau adalah Bhiksu dan tidak pernah menjadi Master).

Tidak pernah ada yang tahu nama asli dari kedua tokoh itu - Han Shan dan Shi De bukan nama asli mereka. Han Shan hidup di daerah sekitar situ tepatnya di puncak yang dinamakan Batu Dingin (Cold Rock), dari situlah namanya diambil - Han Shan artinya Gunung Dingin. Shi De, sewaktu dia ditanya nama aslinya akan menjawab bahwa dia tidak tahu karena dia yatim piatu. Ketika gurunya menemukannya dan membawanya pulang ke Vihara, si guru berkata,"Lihat apa yang saya pungut 'shi de' (shi de artinya pungut/pick up) Saya memungut sesuatu jadi sana namakan dia Shi De".

Jadi, kedua tokoh itu tidak pernah tahu nama asli mereka dan mereka tidak pernah hidup di Vihara manapun, melainkan hidup di alam bebas, maka mereka pun tidak pernah punya murid atau pengikut. Kapanpun orang meminta mereka mengajarkan Dhamma, mereka selalu mengucapkan kata-kata aneh dan gila dengan gaya yang sinting.

Sekarang telah ada buku puisi yang berjudul "Cold Mountain". Saat itu, ketika Han Shan hidup di gunung, dia menuliskan banyak puisi diseluruh tempat yang dia temukan di kumpulan batu di mana dia tinggal. Setelah itu dia lalu menghilang begitu saja - tidak ada yang tahu apa yang terjadi, apakah dia meninggalkan tempat itu begitu saja atau apakah dia meninggal dunia. Ada seseorang yang sungguh merasa kehilangan dia dan pergi ke tempatnya di Cold Rock dan menuliskan semua puisi yang telah dituliskan Han Shan diseluruh tempat itu dan menjadikannya Buku puisi karya Han Shan. Buku itu telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris - ada yang telah melihatnya? Satu atau dua orang? Anda suka dengan buku itu? Dibandingkan dengan puisiku, mana yang lebih menarik? Tentu tidak akan benar-benar bisa dibandingkan karena saya tidak pernah menulis puisi.

Kembali ke cerita Wei Shan Ling You, Wai Shan sedang menuju gunung itu dan bertemu dengan Han Shan, dan Han Shan mengatakan," Di gunung ini, yang perlu kamu lakukan adalah terus melangkah, terus menangkah sampai kamu menemukan sebuah danau dan kamu akan mencapai pencerahan." Jadi Wei Shan terus berjalan, dan sebelum dia menemukan satu danaupun, dia bertemu dengan Shi De dan bertanya,"Saya dengar ada air sedanau di sini, dimanakah air sedanau ini?" Dan Shi De berkata,"Ya, teruslah berjalan dan kamu akan bertemu dengan air sedanau itu." Wei Shan pun akhirnya menemukan sebuah danau, tapi dia tidak tercerahkan, dan dia lari ke danau yang lain, tapi masih tidak tercerahkan juga, dan dia terus berlari ke danau yang satu dan yang lain tapi tetap tidak tercerahkan. Akhirnya dia bertemu dengan orang lain yang bernama Zhou Tan dan Tan artinya "danau". Jadi danau itu sesungguhnya mengarah ke karakter kedua dari nama orang itu. Wei Shan berpikir,"Wah, dia pastilah seorang Bhiksu yang
tercerahkan, dia akan membantuku mencapai pencerahan." Tapi Zhou Tan hanya mengarahkan dia ke orang lain lagi - dia menyuruh Wai Shan untuk mencari seseorang bernama Bai Zhang. Ada yang pernah mendengar tentang Master Bai Zhang? Berapa banyak yang pernah mendengar tentang beliau tunjuk tangan?

Bagaimana dengan Master Ma Zu, ada yang pernah dengar? Master Bai Zhang ini murid dari Master Ma Zu.

Ada yang pernah tahu Rebecca? Dia adalah salah satu murid saya [hadirin tertawa]

Ketika Wei Shan bertemu dengan Master Bai Zhang, dia telah berusia 23 tahun dan belum tercerahkan, tapi ketika Bai Zhang melihatnya, beliau berkata," Ok, maukan enkau menjadi assitenku - dayaka", dan jadilah ke mana pun Master Bai Zhang pergi, Wei Shan Ling You mengikutinya.

Pada satu hari Master Bai Zhang bertanya kepadanya,"Siapakah engkau?" dan dijawab,"Saya Ling You." Pada saat itu timbul sebentuk keraguan di benak Wei Shan, dan dia berpikir,"Aneh, Master kenal siapa aku, kenapa dia bertanya siapa aku?" Master Bai Zhang meminta Wei Shan untuk memeriksa api, untuk melihat apakah masih ada yang terbakar. Wei Shan pergi dan melihat hanya tinggal abu, jadi dia bilang ke Master Bai Zhang bahwa sudah tidak ada api, hanya abu. Master Bai Zhang sendiri pergi dan melihat dan digalinya tumpukan itu agak ke dalam dan menemukan bara api disitu dan dia berkata ke Wei Shan, "Apa itu bukan api?" Wei Shan Ling You melihat api itu dan pada saat itu dia tercerahkan. Nah, saya mau bertanya kepada kalian, bagai mana dia bisa tercerahkan?
1

Anda telah mendengar kisah yang cukup panjang ini - Wei Shan bepergian ke gunung, mendengar tentang danau dan berharap untuk mencapai pencerahan dan akhirnya bertemu dengan Master Bai Zhang. Lalu pertanyaan Bai Zhang ,"Siapakah engkau?", yang rada mengejukannya. Dan dia diminta untuk melihat api dan dia mengatakan kalau api nya sudah tidak ada lagi, dan Master Bai Zhang kemudian berkata, "Apa itu bukan api?". Pada saat itu dia memperoleh pencerahan. Yang terjadi sebetulnya adalah selama ini dia tidak menaruh perhatian pada kebijaksanaan yang telah ada dalam dirinya. Hanya sewaktu Master Bai Zhang menunjukkan padanya api yang tersembunyi dalam abu pembakaran, dia mulai melihat bahwa dia sesungguhnya memiliki sifat Buddha dalam dirinya sendiri.

Sebetulnya tidaklah aneh atau mengejutkan kalau dia memperoleh pencerahan dengan cara itu. Namun kalau anda sekalian yang pergi dan melihat abu perapian, anda tidak akan memperoleh pencerahan, karena bagian terpenting di sini adalah proses itu sendiri. Selama ini dia mencari pencerahan, bagaimana mungkin dia mencapai pencerahan? Dia mencari dan mencari sang jalan, dan dia tidak bisa menemukan sang jalan karena dia tidak mengamati. Ketika dia menaruh perhatian, saat itu juga dia menemukan bahwa batinnya lah jalan itu.

Jadi Wei Shan sangat berbahagia dan berterimakasih kepada Master Bai Zhang, dan dia menggambarkan pengalamannya itu kepadanya. Dan Master Bai Zhang menjawab." Oh jadi engkau berkeliaran dan lepas dari jalanan di sini." Ujaran ini aneh - Wei Shan memperoleh pengalaman pencerahan, namun Master Bai Zhang mengatakan bahwa dia telah menyimpang dari jalan. Anda mengerti kenapa Master Bai Zhang berkata demikian, bahwa dia telah lari dari jalur? Para orang pintar, tolong jelaskan ke saya.

[Sahutan dari pendengar: "Tiada yang bisa diraih","Tiada rintangan bagi Para Bodhisattva. "

Master Bai Zhang mengatakan dua hal kepada Wei Shan. Pertama dia menjelaskan kepada Wei Shan bahwa agar pencerahan itu bisa dialami, diperlukan waktu yang tepat, ketika semua sebab dan kondisi telah matang. Tanpa hal ini, apapun yang engkau lakukan , engkau tidak akan mengalami pencerahan. Jadi pencerahan bukanlah sesuatu yang sangat menarik atau juga dibahagiakan karena engkau sesungguhnya belum mencapainya dan juga engkau belum memperoleh apapun. Dan Master Bai Zhang sebetulnya ingin menjelaskan bahwa sesungguhnya tiada perbedaan pada seseorang sebelum dan sesudah pencerahan, hanya sebelum pencerahan mereka tidak tahu, sesudah pencerahan mereka tahu, dan sesungguhnya tidak ada seperti apa yang dikatakan batin yang tercerahkan dan tidak juga ada yang disebut dengan fenomena pencerahan. Kenapa dia berkata demikian? Kenapa dia mengatakan bahwa tidak ada yang berbeda dari seseorang baik sebelum dan sesudah pencerahan, kenapa beliau berkata demikian?
Peter, mungkin engkau bisa menjawab pertanyaan ini. Ada yang mau menebak?

Saya yakin dari seratus orang akan ada seratus jawaban yang berbeda. dan saya sendiri tidak tahu jawaban yang benar. Mungkin, namun, saya akan menceritakan suatu kisah yang sebetulnya adalah sebuah ko an dari tradisi Ch'an. Ada seorang bhiksu yang pergi dari rumah dan menjadi Bhiksu waktu usianya masih sangat muda, setelah agak lama pergi dia akhirnya memutuskan untuk pulang ke kampung halamannya. Waktu dia tiba di sana, orang-orang mengenalinya. Dan sewaktu mereka melihatnya, mereka berkata,"Oh, kamu anak kecil itu, kamu tidak berubah sama sekali, kamu persis seperti sebelum kamu pergi." Si Bhiksu ini berpikir bahwa agak aneh rasanya,"Bagaimana mungkin saya bisa sama seperti sebelum saya pergi, bukankah saya telah cukup berumur dibanding dulu?" Sesungguhnya yang terjadi adalah semua orang bertambah umurnya - si Bhiksu tambah umurnya dan orang-orang lain di kota itu juga bertambah umurnya. Bhiksu tua itu berkata,"Saya sebetulnya sama dengan yang sebelumnya, tapi saya juga
tidaklah sama juga."Anda mengerti maksudnya? Saya masih sama dengan saya yang tua, tapi saya tidak sama tua dengan saya [sebelumnya] . Kontradiksi bukan? Kenapa kontradiksi?

Kalau kita bicara tentang perbedaan seseorang sebelum dan sesudah pencerahan, yang kita maksud adalah pribadi sebelum mencapai pencerahan tidaklah berbeda dengan pribadi setelah pencerahan. Perbedaannya adalah sebelum pencerahan seseorang akan melihat kesedihan/penderita an/gangguan (vexation) sebagai kebijaksanaan dan setelah pencerahan seseorang akan melihat kebijaksanaan sebagai gangguan. Mengertikah anda? Tidak, anda tidak mengerti?

Apakah kebijaksanaan itu? Para orang pintar melihat penderitaan sebagai kebijaksanaan, orang bodoh melihat kebijaksanaan sebagai penderitaan. Orang pintar sebelum pencerahan memiliki batin yang diskriminatif, batin yang terus menerus membeda-bedakan, mengambil dan memilih. Batin diskriminatif ini melhat penderitaan sebagai kebijaksanaan. Dan ketika seseorang memahami bahwa apa yang disebut batin tercerahkan itu tidak ada, dan tidak ada apa yang disebut sebagai pencerahan itu maka, akan dipahami bahwa percaya akan ide kebijaksanaan itu lah penderitaan. Kenapa kita katakan bahwa orang yang tercerahkan melihat kebijaksanaan sebagai penderitaan? Hal itu dikarenakan ketika kita membangkitkan pemikiran."Saya memiliki kebijaksanaan, " mereka sadar kalau mereka memiliki penderitaan pada saat itu juga. Tapi ketika pemikiran,"Saya memiliki pencerahan," tidak ada, maka problem tentu tidak akan muncul, tidak ada [pemikiran akan] penderitaan pada saat itu juga. Maka ketika ada orang
yang bertemu dengan saya dan berkata bahwa saya punya banyak kebijaksanaan, hal itu sungguh memalukan saya karena mereka sesungguhnya mengkritik saya dan mengatakan hal jelek tentang saya.

Maka Master Bai Zhang melanjukan penjelasannya kepada Wei Shan bahwa tidak ada perbedaan antara orang awam dengan orang suci, dan tidak ada perbedaan antara kebebasan dan samsara. Kebebasan dan siklus lahir - mati tidaklah berbeda, semuanya sama. Perbedaannya itu hanya timbul ketika anda membedakan keduanya, mengotori diri mu dengan pemikiran bahwa kamu telah menjadi orang suci, engkau harus lari dari samsara, harus terbebaskan. Sekali lagi, sangat penting dipahami bahwa batin yang tercerahkan itu sesungguhnya tidak ada, dan tidak ada apa yang disebut fenomena pencerahan, harap hal ini diingat dengan baik. Selama anda masih menganggap pengalaman anda sebagai sesuatu yang spesial, selama anda masih menggunakan batin anda untuk memperoleh pencerahan, maka anda masih memiliki batin yang menderita. Sungguh sangat penting untuk memahami bahwa memperoleh pengalaman pencerahan tidaklah menjadikan anda orang yang penting, anda masihlah orang yang sama. Kalau anda berpikir,"Saya
mengalami pencerahan. Saya orang penting sekarang, saya berbeda," maka anda dalam bahaya.

Ketika seseorang mengalami pencerahan merasa terbebaskan dari siklus samsara dan melihat dengan jelas bahwa hal ini kelihatan sekali bedanya dengan keadaan sebelumnya, kondisi ini adalah pencerahan kecil. Dalam pencerahan sejati yang agung, maha nirvana, seseorang tidak akan melihat lagi perbedaan antara nirvana dan samsara. Seseorang tidak akan terikat lagi dengan ide bahwa ada samsara dan nirvana, jadi orang itu tidak melihat lagi perbedaan di antara keduanya dan tidak lagi merasa berbeda dengan sebelumnya.

Jadi, Master Bai Zhang berusaha membantu Wei Shan untuk menjadikan pencerahan kecilnya menjadi pencerahan seutuhnya. Ketika dia mengaduk abu perapian dan menunjukkan muridnya api itu, dan Wei Shan melihatnya dan menjadi sangat berbahagia, Master Bai Zhang bisa melihat bahwa hal itu hanya pencerahan kecil dan karenanya beliau melanjutkan pengajarannya.

Dan sekarang waktunya telah habis, jadi kalau anda ingin mengalami pencerahan lengkap, anda harus datang lain waktu. Selamat malam dan terima kasih semua

50
Chan atau Zen / Puisi-puisi Master Chan Xuyun
« on: 24 March 2009, 10:56:41 AM »
Mencari Kebenaran

1.
Menyelami Chan! Bukanlah hal yang misterius.
Seperti yang kusaksikan, ini memperpendek sebab dan akibat.
Di luar pikiran tiada Dharma
Jadi bagaimana seseorang berbicara tentang surga di atas?

2.
Menyelami Chan! Bukanlah arena belajar.
Pembelajaran menambah sesuatu yang bisa diteliti dan didiskusikan.
Kesan yang dirasakan tidak bisa dikomunikasikan.
Pencerahan hanyalah medium transmisi.

3.
Menyelami Chan! Bukanlah banyak bertanya.
Terlalu banyak bertanya adalah penyakit Chan.
Cara terbaik hanyalah mengamati kebisingan dunia.
Jawaban untuk pertanyaanmu? Tanya pada hatimu.

4.
Menyelami Chan! Bukanlah ajaran para murid.
Penceramah demikian adalah tamu dari luar pintu.
Chan yang ingin kamu ceramahkan
hanyalah perbincangan tentang kura-kura yang menjelma ikan.

5.
Menyelami Chan! Tak bisa dilukiskan.
Saat kau melukiskannya kau kehilangan maknanya.
Saat kau menemukan bahwa pembuktianmu adalah tanpa substansi
Kamu menyadari bahwa kata-kata tak lebih dari sekadar debu.

6.
Menyelami Chan! Mengenali hakikat sejati diri sendiri!
Senantiasa bergerak mengikuti arus ke mana-mana.
Saat kau tidak memalsukannya dan membuang waktu membersihkan dan mengasahnya,
Diri Sejati-mu akan selalu bersinar hingga lebih terang daripada cahaya.

7.
Menyelami Chan! Layaknya memanen harta karun.
Namun sumbangkanlah pada yang lain. Engkau tidak membutuhkannya.
Seketika segalanya akan hadir di hadapanmu,
Segalanya sempurna dan segalanya tuntas.

8.
Menyelami Chan! Menjadi pengikut ketika diterima
Belajar bagaimana pasrah dengan kehidupan dan kematiannya.
Memahami ini dengan teliti ia menjadi melihatnya dengan jelas.
Dan kemudian ia tertawa hingga merobohkan Pertapa Gunung Dingin.

9.
Menyelami Chan! Membutuhkan skeptisme besar;
Namun skeptisme yang besar menutup jalan memutar setapak itu.
Lompatilah  puncak tinggi misteri tersebut.
Putar langit dan bumi-mu menjadi terbalik.

10.
Menyelami Chan! Abaikan takhayul yang tak masuk akal itu
Hal itu membuat beberapa orang mengaku bahwa mereka mencapai Chan.
Keyakinan bodoh dari mereka yang belum terbangunkan.
Dan mereka adalah yang membutuhkan pendalaman Chan!

11.
Menyelami Chan! Tiada jarak ataupun kedekatan.
Pengamatan seperti harta karun keluarga.
Apakah dengan mata, telinga, tubuh, hidung atau lidah -
sulit dikatakan mana yang paling mentakjubkan untuk dipakai.

12.
Menyelami Chan! Tidak ada perbedaan kelas.
Yang bersujud dan yang disujudi masing-masing adalah Buddha.
Beban dan ikatannya terikat satu sama lain.
Bukankah ini prinsip utama kita...  satu-satunya yang seharusnya paling diamati?



51
Chan atau Zen / Puisi Han-shan (Gunung Dingin) dari Dinasti Tang
« on: 24 March 2009, 10:51:40 AM »
Ramalan menunjukkan tempatku di antara perbukitan ini
di mana jalur kabur memotong jejak pria dan wanita
apa yang di luar pekarangan
awan putih menyelimuti cadas tersembunyi
hidup di sini setelah beberapa tahun lamanya
terus menerus saya menyaksikan musim semi dan musim dingin berganti
sebarkan kata-kata ini pada keluarga-keluarga dengan lonceng dan kuali
ketenaran kosong tak ada nilainya.

Setiap orang yang membaca puisiku
harus melindungi kemurnian hatinya hati mereka
buang hasrat obsesif-mu, lanjutkan kesederhanaan sehari-harimu
taklukan yang jahat dan yang licik, sehingga kau menjadi lulus [jujur]
buang dan and hilangkan karma burukmu
pulang ke rumah dan ikuti sifat sejatimu
saat itu kau akan mendapatkan tubuh-Buddha
secepat larinya Lu-ling

Mencari tempat untuk mengasingkan diri
Gunung Dingin akan melakukannya
angin sepoi di antara cemara yang lebat
semakin dekat kau mendengar semakin baik suaranya
di bawahnya seorang laki-laki yang memutih rambutnya
berkomat komit membaca naskah Taois
telah berada di sini sepuluh tahun tak bisa kembali
sepenuhnya lupa jalan yang ditempuhnya kemari
Hatiku seperti bulan di musim gugur
terang sempurna di dalam kolam hijau nan dalam
tak ada yang bisa dibandingkan dengannya
engkau katakanlah padaku, bagaimana hal ini bisa dijelaskan

Ingin pergi ke tebing timur
berangkat sekarang setelah beberapa tahun
kemarin saya menggunakan sulur untuk menarik diriku ke atas
tapi di tengah jalan, angin dan kabut membuatnya jadi sulit
jalan sempit menjepit jubahku
lumutnya begitu licin, saya tak bisa melanjutkan
jadi saya berhenti tepat di sini, di bawah pohon kayu manis ini
menggunakan awan sebagai bantal dan terlelap tidur

Duduk sendirian dalam damai di hadapan tebing ini
bulan purnama adalah suar langit
sepuluh ribu hal adalah refleksi belaka
bulan hakikatnya tidak bercahaya
terbuka lebar, jiwa pada dirinya adalah murni
pegang teguh pada kekosongan sadarilah misteri halus-nya
lihat pada bulan seperti ini
bulan ini yaitu adalah sumbu hati
Saya suka rumahku tersembunyi dengan rapi
sebuah tempat tinggal yang terpisah dari kesibukan dan debu dunia
menginjak rumput membuat tiga jalan setapak
melihat ke atas pada awan membuat tetangga di keempat penjuru
ada burung yang menolong dengan suara nyanyian
tapi tidak ada seorangpun bertanya tentang kata-kata Dharma
hari ini di antara pohon-pohon kering ini
berapa tahun untuk membuat semusim semi

Orang bertanya jalan menuju Gunung Dingin
jalan ke Gunung Dingin tidak dilalui
di musim panas esnya maih belum leleh
sinar matahari remang-remang di luar kabut
meniruku bagaimana kamu bisa mencapai sini
jika hatimu mirip dengan milikku
engkau kembali ke yang paling pusat

Saya tinggal di bawah sebuah tebing hijau
rumput liar yang tidak kusiangi tumbuh di pekarangan
sulur baru bergantungan, semuanya saling bergulungan
cadas tua tumbuh tegak dalam lereng terjal
monyet-monyet memetik buah di gunung
bangau menangkap ikan di kolam
dengan satu atau dua buku [karya] para dewa
di bawah pohon saya berkomat-kamit membaca dengan keras
Saat tahun ini berlalu ia, digantikan setahun penuh kekhawatiran
namun ketika musim semi tiba warna benda-benda menjadi segar dan baru
para bunga gunung tertawa dalam air hijau
pohon tebing menari dalam kabut biru kehijauan
lebah dan kupu-kupu menunjukkan kebahagiaannya
para burung dan ikan bahkan lebih menawan hati
hasratku akan seorang teman berkelana masih belum terpuaskan
Saya berjuang setiap malam namun tidak bisa tidur

Tulisanmu begitu bagus
tubuhmu besar dan kuat
namun kelahiran membekalimu dengan tubuh yang terbatas
dan kematian menjadikanmu hantu tak bernama
sudah demikian sejak masa kuno
niat baik apa yang muncul dari perjuanganmu saat ini
jika kau bisa kemari ke sini di antara awan putih
saya akan mengajarkanmu lagu jamur ungu

Jika engkau selalu diam dan tak berkata apapun
kisah apa yang harus diceritakan oleh generasi lmuda
jika engkau menyembunyikan dirimu sendiri dari hutan lebat
bagaimana cahaya kebijaksanaanmu bersinar menembusnya
sekarung tulang belulang bukan sebuah wadah yang kokoh
angin dan embun beku dengan segera melaksanakan tugasnya
membajak sebuah ladang batu dengan kerbau lempung
dan masa panen tak akan pernah tiba
Pada anak sungai hijau, air sumbernya adalah jernih
di Gunung Dingin lingkaran sinar bulan berwarna putih
sunyikan pemahamanmu dan jiwa ada dirinya adalah tercerahkan
lihat segala sesuatu sebagai Kekosongan dan dunia ini bahkan lebih tenang

Sekarang tempat peristirahatanku di kedalaman hutan
namun saya dilahirkan sebagai seorang petani
tumbuh dewasa dengan sederhana dan jujur
berbicara jelas tanpa rayuan
yang membesarkanku bukanlah belajar demi lencana giok jabatan
namun keyakinan kebajikan seorang manusia akan kemudian memperoleh mutiara
bagaimana kita bisa menjadi seperti keindahan mengapung itu
angsa liar ditiup angin di atas ombak sejauh mata memandang

Awan dan gunung semuanya menyatu bersama di puncak langit biru
jalan kasar dan hutan lebat tanpa pelancong
nun jauh bulan kesepian, putih terang berkilau-kilau
dari dekat sekawanan burung bersedu sedan layaknya anak kecil
seorang laki-laki tua duduk sendirian bertenggeran di pegunungan hijau ini
sebuah gubuk kecil pengasingan hidup membiarkan rambutku tumbuh putih
puas dengan tahun-tahun berlalu dengan bahagia hari ini
acuh dengan kehidupan ini bak air mengalir ke timur

Di dalam rumahku ada sebuah gua
di dalam gua tidak ada apapun lagi
kekosongan murni benar-benar luar biasa
gemilang dan indah gemerlap bak surya
makanan vegetarian memelihara tubuh tua ini
katun  dan kulit menutupi bentuk ilusif-nya.
biarkan seribu orang suci muncul di hadapanku
aku memiliki Dharmakaya diriku sendiri
Meskipun banyak rintangan saya mengejar sang biarawan agung
pegunungan berkabut sejuta tingkatan tingginya
beliau menunjukkan jalan pulang ke rumah
bulan bundar tunggal lentera langit

Di depan sungai kecil hijau berkilau-kilauan saat mengalir
ke arah tebing terjal sebuah cadas besar dengan tepi bagus untuk duduk
hatiku seperti awan sendirian tanpa sesuatu pun untuk bergantung
jauh sekali dari urusan duniawi
apa yang dibutuhkan di sini mencari untuk apapun

Saat generasi ini melihat Han-shan
mereka semua menyebut saya adalah orang gila
tak berharga untuk tatapan kedua
tubuh ini hanya dibalut oleh katun dan kulit
mereka tak paham apa yang saya katakan
saya tidak berbicara seperti  jenis perbincangan mereka
saya ingin mengatakan bahwa kalian semua hanya bersinggah
kalian bisa bangkit dan menghadapi Gunung Dingin
Aku.  Saya bahagia dengan cara hidup sehari-hari
seperti kabut dan sulur di jurang bercadas ini
keliaran ini begitu bebas dan leluasa
teman lamaku si awan putih melintas dengan malas lagi
ada jalan, namun tidak mencapai dunia
acuh akan siapa yang bisa terganggu oleh pemikiran
di malam hari saya duduk sendirian di atas kasur batu
semenara bulan bundar mendaki wajah Gunung Dingin
Di tengah-tengah seribu awan dan sepuluh ribu sungai kecil
di sini hidup seorang mantan pelajar, daku
setiap hari berkelana di gunung hijau ini
di malam hari pulang ke rumah tidur di bawah tebing
mendadak musim semi dan musim gugur telah berlalu
dan tak ada debu yang menumpuk mengganggu ketenangannya
kebahagiaan demikian yang aku bergantung padanya
di sini setenang air sungai musim gugur
Saya melihat orang melafalkan sutra
yang bergantung pada kata-kata dan kemampuan mereka berbicara
mulut mereka bergerak namun hati mereka tidak
hati dan mulut mereka saling bertentangan
karena hakikat sejati hati adalah tanpa konflik
jadi jangan biarkan semuanya teraduk dalam kata-kata
belajat mengenal diri badaniah-mu
jangan mencari sesuatu sebagai gantinya
dengan demikian engkau menjadi majikan dari mulutmu
mengetahui dengan baik sepenuhnya tiada sisi dalam dan luar

Keterangan Penulis:
Hanshan (寒山, "Si Gunung Dingin") adalah sosok legendaris yang dikaitkan dengan sebuah kumpulan yang berasal dari Jaman Dinasti Tang.Hidup antara Abad Kedelapan hingga kesembilan. Terkenal sebagai tokoh Buddhisme Zen, sekaligus Taois. Ia dianggap sebagai inkarnasi dari Bodhisattva Manjusri.

52
Chan atau Zen / Zazen di Gunung, oleh Li Po (701-762 )
« on: 20 March 2009, 01:10:37 PM »
Zazen di Gunung

Oleh Li Po (701-762 )


Burung-burung menghilang di garis cakrawala.
Sekarang awan terakhir menguap habis.

Kami duduk bersama, gunung itu dan aku,
hingga hanya gunung itu yang tersisa.

53
PUISI KELUHAN KAISAR SHUN ZI KETIKA AKAN MENJADI BHIKSU
Oleh: Shun Zi *

Penterjemah   : Waty Cai
Editor          : Tonny

Makanan yang tersedia bagiku ibarat tumpukan gunung
Aku malah meminta kemana-mana dengan patta
Emas intanlah bukanlah pusaka
Yang paling susah kudapat adalah mengenakan jubah (bhiksu)

Aku sebagai tuan bagi bumi, gunung, sungai
Tenggelam dalam kerisauan memikirkan negara dan rakyat
Ratusan tahun selama tiga puluh enam ribu hari
Tak dapat olehku ketenangan sehari para bhikkhu

Datang dengan kebingungan, pergi dengan kemelekatan
Berputar di dunia tanpa arti
Sewaktu aku belum dilahirkan, siapakah aku?
Setelah aku terlahir, aku siapa?

Kalau aku adalah yang dewasa sekarang ini,
Siapakah orang yang nantinya akan memejamkan mata dalam kekelabuan?
Andaikan saja tidak perlu datang dan tidak perlu pergi.
Ketika datang gembira, ketika pergi menderita

Penderitaan akan perpisahan dan kebahagiaan akan pertemuan benar-benar membebani pemikiran
Siapa yang tahu kapan aku dapat beristirahat?
Kalau saja dapat memahami dunia kebhiksuan
Sekarang juga belum terlambat

Kehidupan duniawi sulit diperbandingkan dengan kehidupan kebhiksuan
Mereka mendapatkan ketenangan dan terbebas dari belenggu pemikiran
Mereka hanya mengkonsumsi “kehambaran”
Mereka mengenakan jubah dengan ratusan tambalan.

Seluruh penjuru dunia menerima kedatangannya sebagai tamu agung
Karena timbunan karma baik mereka dari kehidupan lampau
Semuanya adalah Arahat sejati
Mengenakan jubah seperti Buddha Julai.

Jadi orang janganlah licik
Kehidupan duniawi yang panjang ibarat mimpi di tengah malam
Langit dan bumi tidak lebih dari papan catur (yang bisa dikendalikan)

Su membuka 9 sungai, Tang membebaskan Jie
Qin menelan 6 negara, Han berkuasa
Dari dulu ada berapa pahlawan
Diselimuti tanah dan lumpur di seluruh penjuru

Jubah kuning (bhiksu) tertukar dengan jubah ungu (kaisar)
Hanya karena kesalahan “pilihan” masa lalu
Sebenanya aku merupakan anggota alam Sukhavati
Tapi mengapa justru terlahir di keluarga kerajaan?
18 tahun aku menderita ketidakbebasan
Berperang sana sini tanpa beristirahat
Kini kulepaskan itu semua untuk pergi ke Sukhavati
Tidak peduli lagi dengan “kelangsungan” sekarang ini.


Tentang Penulis:
Kaisar Shunzhi (順治帝; Shùnzhìdì;  atau Eyebeer Zasagch Khaan) Lahir pada tanggal 15 Maret 1638, meninggal pada  tanggal 5 Pebruari 1661. Ia adalah kaisar kedua dari Dinasti Qing yang dikuasai oleh Manchu dan kaisar Qing pertama yang memerintah dari tahun 1644 hingga 1661. Mewarisi tahta pada usia lima tahun ( atau enam tahun menurut kalender China) pada tahun 1643 sewlah wafatnya ayahnya Huan Taiji, namun kekuasaan nyata pada masa awal pemerintahnya dipegang oleh Pangeran Dorgon dan Jirgalang.  Ia meninggal di usia muda. Ia mewariskan tahtanya pada puteranya Xuanye, yang memerintah sebagai Kaisar Kangxi.

54
TANAH MURNI PARA SESEPUH
Master Zen Han-Shan membahas Buddhisme Tanah Murni

Oleh:
Master Zen Han-Shan Te-Ch’ing
 
Diterjemahkan ke Bahasa Indonesia oleh:
Tonny
(2009)

Sumber:
Zen Master Han-Shan Te-Ch’ng,
Pure Land of The Patriarchs:
Zen Master Han-Shan on Pure Land Buddhism
Translated by Dharma Master Lok To
Sutra Translation Committee of
The United States and Canada
(1993)


Zen dan Tanah Murni
(Ceramah di Komunitas Teratai Pencerahan Agung)

Setelah Buddha Sakyamuni mencapai pencerahan, Beliau menyebarkan Dharma dan mengalihkan makhluk hidup. Keempat lapis kelompok [1] mendapatkan keuntungan dari Dharma. Beliau mengajar manusia berdasarkan kemampuan masing-masing, menggunakan bermacam-macam metode yang berguna sehingga semuanya bisa meraih kebahagiaan dan kebijaksanaan. Ibaratnya ketika hujan turun pada waktu yang tepat serta semua pohon dan rumput mendapatkan embun dan berkembang, demikian pula semua makhluk hidup mendapatkan keuntungan dan tumbuh dengan dirinya sendiri. Terdapat beragam metode, namun mereka semuanya bersemi dari sumber yang sama. Dikarenakan semua makhluk hidup diberkahi Sifat Kebuddhaan yang sama, mereka semua dapat diajari dan dirubah. Semuanya seharusnya berpraktik sesuai dengan kemampuannya. Namun, makhluk hidup tumbuh dengan kacau jika tidak ada yang menuntunnya. Tanpa tuntunan, mereka tenggelam dalam samudera penderitaan.

Ketika Hui-neng [Sesepuh Keenam Zen] datang menemui Sesepuh Kelima, beliau bertanya, “Darimana asalmu?” Hui-Neng menjawab, “Saya berasal dari Ling-Nan (China Selatan).” Sesepuh Kelima bertanya, “Apakah orang barbar juga memiliki Sifat Kebuddhaan?” Hui-Neng menjawab, “Manusia dibedakan antara Utara dan Selatan, namun Sifat Kebuddhaan tidak mengenali Utara dan Selatan.”

Sejak kata-kata ini diucapkan, seperti guntur membangunkan yang tertidur, mereka menyebar ke seluruh dunia. Namun tidak banyak orang yang memahami dan sangat sedikit yang tercerahkan. Lebih dari seribu tahun sejak Zen muncul dari belahan selatan China dan disebarkan di seluruh negeri oleh Sesepuh Keenam, namun banyak orang yang ... masih juga tidak bisa memahaminya. Oleh karena itu Samadhi Pelafalan Buddha (nien-fo), konsentrasi dengan tulus dan visualisasi Buddha Amitabha juga diajarkan.   
  
Mempraktikkan Tanah Murni, seseorang harus menolak kondisi penderitaan [di Dunia Saha] dan memohon untuk dilahirkan kembali di Tanah Murni Barat. Seseorang harus mempraktikkan Pelafalan Buddha setiap hari, bersujud pada Buddha Amitabha dan melantunkan sutra-sutra pertobatan. Praktisi harus ketat dalam keyakinannya, mengikis karma buruk mereka dari hari ke hari dan membuat ikrar untuk dilahirkan kembali di Tanah Murni Barat. Siapapun yang benar-benar berpraktik dengan cara demikian, kendatipun ia mungkin hidup di dunia Saha Kelahiran dan Kematian, akan memiliki tujuan yang berarti untuk praktiknya.

  
Kata “Buddha” bermakna Yang Tercerahkan. Semua makhluk hidup memiliki Sifat Kebuddhaan yang sama. Semua orang bisa tercerahkan. Yang bingung mengenai Sifat Kebuddhaan-nya adalah makhluk hidup. Yang tercerahkan akan Sifat Kebuddhaan-nya disebut sebagai Buddha. Ketika seseorang melafalkan nama Buddha, Buddha Amitabha adalah Sifat-Aseli Diri seseorang, Tanah Murni adalah adalah Tanah Murni pikirannya sendiri. Siapapun yang dengan tulus melafalkan nama Buddha dalam pikiran demi pikiran dan berkonsentrasi semakin dalam dan terus semakin dalam akan senantiasa menemukan Buddha Amitabha hadir dalam pikirannya. Tidaklah tepat mencari Tanah Murni ke tempat yang jauh, seratus ribu negeri jauhnya [2]. Oleh karena itu, jika pikiran murni maka tanah pun murni. Jika pikiran tercemar, maka tanah pun tercemar. Jika pikiran jahat muncul dalam pikiran, kemudian banyak rintangan muncul. Jika pikiran baik tumbuh, kedamaian ada di mana-mana. Dengan demikian, surga dan neraka semuanya berada dalam pikiran seseorang.

Semua laki-laki dan perempuan yang baik seharusnya berpikir mengenai masa depan mereka dan persoalan besar tentang Kelahiran dan Kematian. Waktu berlalu dengan cepat dan sekali tubuh manusia hilang, tidak bisa dipulihkan bahkan sepuluh ribu kalpa. Laksana matahari dan bulan berjalan menyeberangi langit secepat jari penenun sedang bekerja. Waktu tidak bisa menunggumu. Jika kamu kehilangan kondisi sebagai manusia, kamu tidak bisa memperolehnya lagi [untuk kalpa yang lama] [3]. Ketika saat terakhir tiba, sudah terlambat untuk menyesali. Tak ada yang baik bagimu. Karena itu kamu seharusnya berjuang sekuat mungkin menghindari kondisi tak-menyenangkan ini.   

Sutra-sutra mengajarkan bahwa orang biasa, orang bijak dan orang suci semuanya adalah setara. Tidak ada perbedaan [dalam sifat dasarnya]. Hanya ketercemaran atau kemurnian pikirannya yang berbeda. Karena alasan ini, dikatakan bahwa “Pikiran Buddha dan makhluk hidup tidak berbeda satu sama lainnya.” Pikiran yang murni adalah Buddha, pikiran yang tercemar adalah makhluk hidup. Buddha dan makhluk hidup berbeda hanya dalam hal lahir dan tidak-lahirnya pikiran [jernih atau tersesat].

Pikiran pada dasarnya adalah bersih dan murni, namun ia dicemari oleh keserakahan, kebodohan, keangkuhan, lima hasrat-keinginan dan beragam pikiran khayal. Oleh sebab itu, mereka dengan pikiran demikian disebut sebagai makhluk hidup. Jika noda dibuang dan pikiran menjadi murni, itulah Kebuddhaan. Tidaklah tepat tergantung pada yang lain.

Meski demikian, semua makhluk hidup menanggung karma berat; sejak waktu yang tidak bisa diingat, mereka telah sulit membersihkan noda mereka. Kebanyakan dari mereka membutuhkan praktik, seperti misalnya meditasi, berlatih dengan hua-t’ou atau Pelafalan Buddha, untuk melakukannya. Jadi anda lihat, terdapat banyak cara berguna untuk berpraktik, namun semuanya adalah obat untuk menyembuhkan penyakit pikiran. Sebagai contoh, sebilah cermin pada dasarnya cemerlang, tidak bisa memantulkan apapun jika tertutup debu. Untuk membersihkannya, sebuah obat (alat pembersih) dibutuhkan. Obat itu sendiri adalah debu juga, meski ia dapat mengangkat debu benda lain. Sekali cermin itu terang, tidak dibutuhkan pengobatan lanjut. Laksana emas di dalam lapisan bijih, diselimuti oleh kotoran dan debu pasir dan batu. Setelah ia dilebur dan emas murni muncul, tidak butuh meleburnya lagi. 

Sungguh sulit membebaskan diri sendiri dari karakteristik pikiran tercemar makhluk hidup. Meski demikian, hal ini bisa dilakukan melakukan melalui praktik dengan upaya sungguh-sungguh. Ketika hal ini terlaksana, pikiran yang terang dan tak-tercemar muncul. Oleh sebab itu dikatakan bahwa semua makhluk hidup adalah Buddha dalam sifatnya. Menyebut mereka yang penuh dengan noda sebagai Buddha tidaklah keliru.

Mempraktikkan Zen serta bermeditasi mengenai hua-t’ou adalah metode yang penting untuk mencapai pencerahan. Malangnya, pada masa kini sangat sedikit orang yang mempraktikkannya dengan cukup giat. Hal ini dikarenakan mereka memiliki akar yang dangkal dan tidak bisa berkonsentrasi dalam praktik. Lebih jauh lagi, tanpa seorang guru yang baik untuk mengarahkan, mereka dengan mudah menjadi tersesat.

  

Kita seharusnya, dengan demikian, mempraktikkan keduanya, Pelafalan Buddha dan Zen. Ini merupakan Dharma yang tepat dan aman. Seseorang yang mempraktikkan Pelafalan Buddha dan kemudian mengamati dari mana Buddha-nya berasal dan ke mana Buddha-nya akan pergi, sepanjang jangka waktu tertentu, akan memahami apakah Kebuddhaan itu. Ini akan membuka pikirannya, membiarkan kebijaksanaan terang mengalir keluar dari dasar-pikiran dirinya sendiri. Tidak ada perbedaan dari bermeditasi mengenai kung-an (koan) atau hua-t’ou. Namun praktik yang tulus dan kerja keras dibutuhkan.

Jika seseorang dengan pikiran salah menolak kerja keras, mencari kesempatan bersantai siang dan malam dan tidak menganggap praktik itu penting, ia akan dibingungkan hingga Tahun Keledai. Siapa pun yang berpikir bahwa kemalasan dan pikiran salah adalah nikmat tidak hanya menipu dirinya sendiri dalam hidup ini saja; bahkan hingga akhir dari berkalpa-kalpa banyaknya ia masih dalam kebingungan. 
  
Jika kamu memiliki kondisi yang sesuai untuk Pelafalan Buddha, cobalah mempraktikkannya. Meskipun kamu masih menjadi bagian dari dunia yang tercemar pada kekotoran masa ini, sekali kamu mempraktikkan Pelafalan Buddha, kau akan melepaskan penderitaanmu. Seperti yang disebutkan dalam sutra-sutra: jika kamu menyucikan air dengan membiarkan pasir dan lumpur mengendap di dasarnya sehingga air yang murni akan muncul. Ketika semua pasir dan lumpur diangkat dan hanya air murni yang tersisa, hal itu sama dengan menghancurkan semua ketidaktahuan dan kekotoran untuk selamanya. Kamu bisa kemudian mempraktikkan Pelafalan Buddha dengan sunyi tanpa dirimu takut akan kesalahan terkecil.

Jika kamu bisa benar-benar memisahkan diri dari noda atau, seperti yang dikatakan sutra-sutra, jika pikiran murni dan cemerlang dan kamu telah sampai pada tahapan di mana kamu tidak lagi menemui rintangan yang menghalangi jalanmu —yang berasal dari penderitaan “debu tamu” [4], tidak hanya Buddha Amitabha yang akan menuntunmu terlahir kembali di Tanah Murni, namun seluruh Buddha dari sepuluh arah akan menghormatimu.

55
Chan atau Zen / Hui K'o (4th-5th Century)
« on: 26 February 2009, 11:54:27 AM »
Hui K'o (4th-5th Century)

Tiada aku: Semua Dharma adalah
kosong.
Kematian, Kehidupan, perbedaan yang
kecil.
Jantung dari misteri
perubahan:
mengetahui, dan melihat.
Kebenaran berteriak dari
tempat anak panah mengenai sasaran.



Yang Absolut

Dharma tanpa-aku semuanya adalah kosong
Kehidupan dan Kematian serupa
Hati yang berubah mengetahui semuanya dalam satu tatapan
kebenaran berada di tengah-tengah benda.

56
Chan atau Zen / MAKSIM-MAKSIM MASTER HAN SHAN, Oleh Han-Shan De Qing
« on: 10 February 2009, 03:49:27 PM »
MAKSIM-MAKSIM MASTER HAN SHAN

Master Ch'an Hanshan Deqing (1546-1623)

(dari Perjalanan ke Dunia Mimpi)


Diterjemahkan oleh Tonny


1.  
Ketika kita membabarkan Dharma kepada mereka yang hanya melihat dunia ilusi ego. Kita layaknya berusaha membabarkannya pada orang mati.

Betapa bodohnya mereka yang beralih dari apa yang riil dan sejati, serta terus menerus dan tetap mengejar wujud berubah-ubah dunia fisik, wujud yang hanya merupakan pantulan dalam cermin ego. Lalai untuk melihat hakikat permukaan, makhluk yang tertipu merasa puas menggenggam pada imaji-imaji. Mereka mengira bahwa enerji yang selalu-mengalir dari dunia material dapat dirubah menjadi wujud yang permanen, bahwa mereka bisa menamainya dan menilai wujud ini, bak penguasa besar, meletakkan kekuasaan atasnya.

Perihal Material sama dengan benda mati dan ego tak bisa menghidupkannya. Layaknya penguasa besar yang identitas utamanya melekat pada kerajaannya, ego ketika melekat pada obyek material, memimpin atas kerajaan yang mati. Dharma ditujukan pada yang hidup.Yang permanen tidak bisa berdiam dalam yang sementara. Kebahagiaan yang sejati dan abadi tidak bisa ditemukan dalam dunia ilusi berubah-ubah dari ego. Tak ada yang bisa menimun air dari sebuah khayalan.

2.   
Ada juga yang mengaku mencapai pencerahan, bersikeras bahwa mereka memahami sifat non-substansial dari kenyataan. Membual bahwa penyakit materialisme tak bisa menjangkitinya, mereka mencoba membuktikan kekebalan mereka dengan secara hati-hati mengelakan diri dari semua kesenangan duniawi. Namun mereka juga berada dalam kegelapan.


3.   
Tidak juga benar, mereka yang mendedikasikan dirinya untuk membongkar penipuan setiap objek sensori yang mereka hadapi. Benar bahwa persepsi objek material menyebabkan munculnya hasrat liar di dalam hati. Benar bahwa sekali dipahami betapa sungguh tak berartinya objek penampakan demikian, hasrat liar akan dikendali oleh pikiran-malu. Tetapi kita tidak seharusnya membatasi praktik spiritual kita hanya pada pengendalian untuk menghilangkan ilusi belaka. Terdapat lebih banyak lagi dalam Dharma ketimbang hanya pemahaman sifat kenyataan.

4.   
Apakah cara terbaik untuk memotong kemelekatan kita pada perihal material?

Pertama, kita membutuhkan sebilah pedang tajam yang baik, sebilah pedang yang memilih-milih, yang memotong tuntas penampakan untuk menyingkap kenyataan. Kita mulai dari suatu titik kesadaran bahwa betapa kita menjadi tidak puas dengan wujud-wujud material dan betapa cepatnya kepuasan inderawi kita juga menipis menjadi ketidakpuasan. Dengan kewaspadaan yang stabil kita mengasah dan menajamkan pedang ini. Tidak lama, kita menemukan bahwa kita berusaha terus menggunakannya. Kita telah memotong habis semua hasrat lama; dan hasrat yang baru tidak akan berani mengganggu kita.

5.   
Pencari Dharma sejati yang hidup di dunia menggunakan kegiatan sehari-hari mereka sebagai alat pengasah. Dari luar mereka tampak sangat sibuk, bak batu api memukul baja, menghasilkan percikan api di mana-mana. Tetapi dari sisi dalam mereka membina dengan diam-diam. Meskipun mereka mungkin bekerja keras, mereka bekerja semata-mata untuk bekerja dan tidak untuk keuntungan yang akan dihasilkan untuk mereka. Tak terikat pada hasil kerja mereka, mereka melampaui hingar bingar untuk mencapai kedamaian fundamental Sang Jalan. Bukankah arus sungai yang kasar dan berguling-guling juga berkelip-kelip seperti halnya pikulan percik api – ketika ia mengasah menjadi halus semua batu yang dilaluinya?

6.   
Dalam dunia ilusi ego, segala sesuatu berubah-ubah. Namun perubahan yang terus menerus merupakan kekacauan yang berkelanjutan. Ketika ego melihat dirinya sebagai pusat dari begitu banyak keramaian aktivitas, ia tidak bisa mengalami kedamaian alam semesta.

Sebagai contoh, betapa ego memutuskan untuk menjadi angin badai, sehingga alam semesta terganggu, sebuah peristiwa alam yang sempurna, sebuah rantai sebab dan akibat tanpa-akhir. Alam semesta, tidak memilik ego, melanjutkan keberadaannya tanpa menilai mengenai angin badai atau napas samudera.

Ketika kita bebas dari ego, kita juga, bisa mempertahankan penerimaan yang tenang terhadap beragam kejadian hidup. Ketika kita berhenti membuat perbedaan penuh prasangka – lembut atau kasar, cantik atau jelek, baik atau buruk – kedamaian yang menetap akan memenuhi pikiran kita. Jika tidak ada ego, tidak ada kecemasan.

7.   
Tubuh dan pikirkan kita pada dasarnya murni; tapi kita menodainya dengan pikiran dan perbuatan yang salah. Dengan tujuan mengembalikan kita sendiri pada kemurnian asal, yang kita butuhkan hanya membersihkan kotoran yang terendap. Namun bagaimana kita mempertahankan proses pembersihan ini? Apakah kita melakukannya dengan memberi batasan antara kita dengan lingkungan kebiasaan buruk kita? Apakah kita melakukannya dengan menjauhkan diri kita dari tempat yang menggoda? Tidak. Kita tidak bisa menyatakan kemenangan dengan menghindar dari pertarungan. Musuhnya bukan lingkungan sekitar kita, ia ada di dalam diri kita sendiri. Kita harus melawan diri kita dan mencoba memahami kelemahan manusiawi kita. Kita harus melihat dengan jujur pada diri kita sendiri, pada hubungan kita, pada kepemilikan kita, dan bertanya alangkah semua pemanjaan-diri kita mengikat diri kita sendiri. Apakah ia memberi kita kebahagiaan? Tentu saja tidak.

Jika kita jujur tanpa rasa kasihan, kita akan mengenali bahwa kebodohan egoisme diri kita sendiri yang mencemari diri kita. Pengakuan ini dilakukan dengan menyakitkan. Demikian, jika kita ingin melelehkan es kita harus menggunakan panas. Semakin panas apinya, semakin cepat es tersebut mencair. Jadi demikianlah kebijaksaan. Semakin sering kita meneliti dengan seksama, semakin cepat kita mencapai kebijaksanaan. Ketika kita tumbuh semakin bijaksana, kita mengerdilkan diri-egoistik kita. Dengan demikian pertarungan berakhir.

8.   
Ada kalanya kita bertindak dengan keyakinan tak terguncang dalam Dharma kendatipun kita tidak memahami situasi yang kita hadapi. Di waktu lain ketika kita memahami situasi namun kita takut untuk bersikap penuh keyakinan.

Pada satu kejadian, kita memiliki hati; dan di lain kesempatan kita memiliki pikiran. Kita seharusnya menyatukan keduanya! Pemahaman DAN keyakinan!

9.   
Dengan sebuah tumpuan kecil, sebuah tuas bisa mengangkat berat berton-ton. Dengan satu pikiran serakah, kejujuran bertahun-tahun terkikis habis. Pikiran serakah adalah benih dari ketakutan dan kebingungan. Ia akan tumbuh dengan liar. Keuntungan material yang diperoleh dari tindakan serakah memang merupakan keuntungan kecil. Bertindak tanpa keserakahan dan kehilangan keuntungan material juga, kemudian hanyalah kehilangan remeh. Namun kehilangan kejujuran seseorang! Hal ini merupakan kehilangan yang besar! Orang yang tercerahkan berdiri dalam ketakutan akan tumpuan tersebut.

10.   
Apa yang diperjuangkan oleh manusia? Uang, atau ketenaran, atau keberhasilan dalam hubungan, atau  Dharma. Demikianlah, seseorang mungkin bisa jadi kaya namun dibenci oleh keluarganya. Orang yang lain mungkin sangat dicintai semua orang tapi tidak memiliki ketenaran sama sekali. Demikianlah dengan orang ketiga mungkin dipuja sebagai pahlawan oleh orang senegaranya dan mendapatkan dirinya tidak memiliki uang maupun cinta keluarga. Seringkali, begitu banyak usaha yang dipertaruhkan untuk meraih suatu tujuan, meski tujuan-tujuan yang lain tak tercapai. Namun bagaimana dengan orang yang berjuang untuk mencapai Dharma? Jika berhasil, ia meraih satu tujuan yang berada di atas semua tiga tujuan yang lain disatukan. Ia memperoleh Dharma yang tak kekurangan apapun.

11.   
Taruh ikan di daratan dan ia akan teringat dengan samudera hingga ia mati. Taruh burung dalam sangkar, ia juga tak akan melupakan langit. Masing-masing tetap merindukan rumah sejatinya, tempat di mana sifat-dasarnya memutuskan di mana ia seharusnya berada.

Manusia dilahirkan dalam keadaan tanpa-noda. Sifat aslinya adalah cinta, anggun dan murni. Sejak ia keluar dengan santai tanpa sekalipun berpikir mengenai rumah lamanya. Bukankah ini lebih menyedihkan daripada ikan dan burung?

12.   
Mereka yang mengejar uang selalu diburu-buru, selalu sibuk dengan persoalan yang mendesak. Mereka yang mengejar Dharma, bergerak lambat dan mudah. “Bosan” katamu? Mungkin kejemuan amat sangat ini berhenti dan mencium setangkai bunga atau mendengar kicauan burung. Mungkin kilauan emas benar-benar lebih menyilaukan dibanding pengilhatan seseorang akan Wajah Aseli-nya. Mungkin yang kita butuhkan adalah pengertian lebih baik mengenai apa itu “harta karun.”

13.   
Cuaca sang hati seharusnya selalu bersih, selalu bersinar dan damai. Satu-satunya waktu ketika cuaca bisa merubah menjadi buruk adalah ketika awan nafsu dan kemelekatan terbentuk. Hal ini selalu menyebabkan badai kekhawatiran dan kebingunan.

14.   
Sebuah bercak di mata memburamkan penglihatan yang baik, kita melihat dua atau tiga gambar. Satu pikiran kotor  mengacaukan pikiran rasional. Banyak kesalahan pertimbangan dapat timbul darinya. Hilangkan bercak tersebut dan lihat dengan jernih! Hilangkan pikiran kotor tersebut dan berpikir dengan jernih!

15.   
Pencapaian besar merupakan kesabaran akan detil kecil. Mereka yang berhasil dan mencapai Keseluruhan memperhatikan dengan hati-hati setiap bagian kecil. Mereka yang gagal telah mengabaikan dan memandang terlalu remeh apa yang mereka kira tidak berarti. Orang yang tercerahkan tidak pernah meremehkan apapun.

16.   
Mengapa obyek material tertentu sangat dihargai? Sebuah permata hampir tidak ada gunanya dan sebuah sarung pedang yang disepuh emas tidak lebih baik dari yang biasa.

Manusia menganggap emas itu bernilai karena ia langka, tahan lama dan berkilau. Ia kemudian berpikir bahwa jika ia memiliki emas, ia sendiri, akan menjadi unik, bahwa ia secara individu layak untuk terus abadi, dan bahwa ia juga akan dianggap sebagai warga yang cemerlang. Jadi karena terobsesi oleh keyakinan konyol ini sehingga ia dalam berusaha mendapatkan emas, ia akan menghancurkan hidup berharga yang ia puja-puja.

Dalam kegelapan delusi mereka yang belum tercerahkan meyakini bahwa mereka bisa mengagungkan diri mereka dengan memantulkan kualitas yang mereka capai dengan harta milik mereka. Mereka yang hidup dan kondisi tercerahkan telah menyadari bahwa kualitas sebuah objek tidak bisa dipindahkan pada pemiliknya. Gundukan harta kekayaan yang menggunung di langkah mereka tak akan menghalangi penglihatan mereka. Mereka bisa melihat lurus menembusnya. Emas di dalam kantong bukanlah emas dalam karakternya.

17.   
Lihatlah orang yang memelihara harimau sebagai peliharaan. Meskipun ketika mereka tertawa dan bermain dengan mereka, di balik pikiran, mereka takut jika peliharaan mereka akan sekonyong-konyong berbalik menyerang mereka. Mereka tak akan lupa betapa bahayanya harimau.

Namun bagaimana orang yang haus akan kepemilikan, memanjakan diri mereka dengan satu pendapatan demi pendapatan yang lain, mereka tetapi tidak sadar dengan bahaya.

Meskipun, harimau hanya dapat memakan daging manusia. Keserakahan mengkonsumsi jiwa manusia.

18.   
Mudah untuk melakukan hal yang benar ketika kita mengetahui hal benar yang akan dilakukan. Kita tidak bisa bergantung pada naluri untuk menemukan Sang Jalan. Kita membutuhkan tuntunan.

Namun sekali kita ditunjukkan jalannya dan mulai mendakinya, kita menemukan bahwa dengan setiap langkahnya kita tumbuh dalam kebijaksanaan dan ketabahan. Melihat ke bawah kita melihat alangkah banyaknya hasrat keinginan lama jatuh mati di sisi. Mereka terlihat sangat lemah berbaring di sana sehingga kita bertanya-tanya bagaimana kita pernah mengira bahwa kita kurang memiliki keberanian untuk melawannya.

Gunung Kebijaksanaan berbeda dari gunung lainnya. Semakin tinggi kita mendaki semakin kuat kita tumbuh.


19.   
Orang-orang selalu mencari jalan mudah. Semakin sulit jalan– yang dipelajari dengan pengalaman sulit dan realisasi yang menyakitkan – tidak menarik untuk mereka. Mereka menginginkan jalan pintas. Pencari Dharma Sejati khawatir dengan jalan pintas. Mereka tahu yang lebih baik. Mereka tahu bahwa tanpa usaha, tidak ada pengertian yang dicapai. Pengertian tersebut yang mempertahankan mereka terus melangkah.

Orang yang tidak menghargai perjuangan mendaki kurang memahami di mana mereka berada, kesadaran siapa mereka, dan kekuatan untuk terus mendaki. Itulah sebabnya mereka tidak pernah mencapai Dharma.

20.   
Apa dua tujuan yang paling umum bagi manusia yang hidup di dunia? Sejahtera dan tenar. Untuk meraih tujuan ini manusia siap untuk kehilangan apapun, termasuk kesejahteraan tubuh, pikiran dan jiwa mereka. Bukan barter yang yang baik, bukan? Kesejahteraan dan ketenaran menghilang dengan cepat sehingga apa yang kita kagumi tidak lagi tersisa, uang, ketenaran ataupun manusia tersebut.

Namun pertimbangkanlah tujuan pencerahan, mencapai kesejahteraan Dharma. Mereka yang mencapai tujuan ini adalah kuat dalam segi fisik, bersemangat dalam pikiran, dan tenang dalam jiwa …selalu demikian hingga selama-lamanya.

21.   
Terdapat orang yang, meskipun tidak mencapai apapun, berkomplot untuk menerima penghargaan tinggi atau posisi kekuasaan. Orang yang meraih jabatan tinggi tanpa kerja keras bak pohon tanpa akar. Mereka hidup dalam ketakutan bahwa angin paling ringan pun akan menumbangkan mereka.

Penghargaan yang tidak layak adalah awal dari aib.

22.   
Orang kaya dikagumi karena mereka memiliki uang simpanan. Tetapi apa yang telah disimpan bisa dihabiskan. Kekaguman hilang bersama uangnya. Seorang raja menerima pengabdian karena melihatnya sebagai orang yang mulia. Jika mereka menganggap perilakunya buruk, ia mungkin kehilangan lebih dari sekadar mahkotanya. Mereka yang kaya akan Dharma dan mulia dalam Jalan Buddha selalu mempertahankan – kesejahteraan mereka dan pengabdian dari orang lain.

23.   
Dengan berhasil menutupi kejahatannya seseorang tidak bisa menganggap dirinya layak dimuliakan Ia tahu yang dilakukannya salah. Dengan terus menerus membual seseorang tidak bisa mengaku menjadi terkenal meskipun ia tidak mendengar namanya dikenal ke manapun ia pergi. Dengan berlagak meniru perilaku orang suci bhiksu mungkin menerima pemujaan, namun menampilkan sikap saleh tidak membuat siapapun menjadi seorang suci. Apakah kemulian, penghargaan dan kesalehan yang sejati itu? Mereka adalah kualitas internal, bukan tindakan atau penampilan palsu. Ketika hati nurani seseorang bersih dari debu, ia layak dimuliakan.  Ketika reputasinya akan kejujuran mendahuluinya, ia menjadi terkenal. Jika kerendah hatian dan pemujaannya untuk Dharma mengalir keluar dengan wajar dari karakternya, ia akan dihargai.

24.   
Jika orang tidak bisa mengelak dari permintaan ayah dan kaisar mereka, apa yang bisa mereka lakukan ketika Maut memberikan perintah pada mereka? Mereka memprotes dengan pahit dan berteriak pada Langit, namun mereka harus mematuhinya. Mereka yang meratap paling keras adalah yang berpikir bahwa ia barusan meraih puncak kesuksesan duniawi.

Yang tercerahkan memahami hidup dan mati. Mereka selalu hidup dengan baik dan tidak pernah mengeluh.

25.   
Manusia mengira bahwa jika mereka memiliki semua pengetahuan duniawi mereka akan tahu segalanya. Namun hal tersebut tidak benar. Bahkan ketika semua bidang telah dikuasai selalu ada ruang untuk kesalahan. Bahkan jika pemanah terbaik seringkali tak pernah luput sasarannya, bagaimana jika yang biasa-biasa saja? Ketika kita mengetahui Dharma, kita memiliki semua informasi yang kita butuhkan. Tak peduli betapa fakta lain yang kita pelajari sebagai tambahan, gudang simpanan pegetahuan, meskipun dalam dan luas, telah penuh.

26.   
Segala sesuatu di dunia tunduk pada perubahan. Hanya terdapat satu perkecualian: kematian selalu menyertai kehidupan. Bukankah aneh manusia tidak menyadarinya, mereka bertindak dalam hidup mereka seolah-olah mereka akan hidup selamanya, bahwa kematian tidak perlu dikhawatiran? Tentu saja jika mereka benar-benar ingin hidup selama yang tak pelak mereka lagi, mereka sebaiknya mengikuti Dharma. Hidup, mati, dan perubahan itu sendiri dilampui di dalam Dharmakaya.

27.   
Saya mengumpulkan semua apa yang dilupakan atau ditolak penuai hasil panen. Kemudian mengapa keranjang mereka kosong sementara persediaan berlimpah dengan makanan berkualias baik? Mereka hanya tidak mengenali Sifat Kebuddhaan mereka ketika melihatnya.

Segala sesuatu dalam hidup tergantung pada pilihan yang kita buat.


57
Chan atau Zen / PESAN-PESAN ZEN DARI RINZAI, oleh Rinzai
« on: 10 February 2009, 03:37:00 PM »
PESAN-PESAN ZEN DARI RINZAI
(Translation in English by Burton Watson, Paul Reps, and D.T.Suzuki from
"The Zen Teachings of Master Lin-Chi"])

Terjemahan bebas ke dalam bahasa Indonesia oleh Ahmad Yulden Erwin


1
Para penempuh Jalan, jangan mempertimbangkan Buddha sebagai semacam tujuan terakhir. Di dalam pandanganku Buddha tak lebih seperti lubang pada suatu WC umum. Para Bodhisattva dan Arhat hanya menjadi rantai yang membelenggu orang-orang yang mempercayai mereka. Oleh karena itu, Manjushri mencabut pedangnya, siap untuk membunuh Gautama. Dan Angulimala, dengan sebilah pisau di tangan, mencoba untuk melukai Shakyamuni.


2
Hal yang paling mendesak saat ini adalah kamu harus mencari kenyataan, pemahaman dan persepsi yang benar, baru setelah itu kamu dapat bebas di dunia ini dan tidak dibingungkan oleh para penganut spiritualisme biasa, yang hanya disibukkan dengan hal-hal yang bersifat dangkal. Hal terbaik untuk dilakukan adalah "tidak memiliki obsesi". Namun, jangan pula berusaha untuk "tidak memiliki obsesi". Lantas bagaimana caranya? Biasa-biasa saja, cukuplah menjadi dirimu sendiri. Kamu selama ini selalu cenderung untuk mencari berbagai hal di tempat lain, di luar dirimu sendiri. Kamu selalu mengandalkan orang lain, daripada menggunakan kedua tangan dan kakimu sendiri, dan ini adalah pandangan yang keliru.


3
Kesadaran-Murni dapat memasuki yang biasa, yang suci, yang bersih, yang kotor, yang riil, hingga yang konvensional; tetapi Kesadaran-Murni bukanlah pikiran-pikiranmu tentang "yang riil" atau "yang konvensional," "yang biasa" atau "yang suci." Kesadaran-Murni dapat menaruh label pada semua hal yang konvensional dan yang riil, yang biasa dan yang suci. Tetapi yang konvensional dan yang riil, yang biasa dan yang suci, tidak bisa memberi label pada Kesadaran Murni di dalam diri seseorang. Jika kamu dapat meraih Kesadaran-Murni, maka gunakanlah Kesadaran-Murni itu, tanpa meletakkan label apa pun  pada Kesadaran-Murni itu.


4
Ketika para pengikut Zen datang untuk menemuiku, aku memahami mereka dengan sepenuhnya. Bagaimana mungkin aku melakukan hal ini? Hanya sebab persepsiku adalah mandiri -- secara eksternal aku tidak menyerap yang biasa atau yang suci, secara internal aku tidak memikirkan hal yang fundamental. Aku selalu "Terjaga" di semua jalan dan tidak ada lagi keraguan, sehingga aku tak lagi berbuat salah.


5
Enam "kesadaran-pancaindera" yang telah tercerahkan adalah kemampuan untuk memasuki dunia penglihatan tanpa dibingungkan oleh bentuk, untuk memasuki dunia pendengaran tanpa dibingungkan oleh bunyi, untuk memasuki dunia pembauan tanpa dibingungkan oleh bau, untuk memasuki dunia pencecapan tanpa dibingungkan oleh rasa di lidah, untuk masuk dunia perabaan tanpa dibingungkan oleh benda-benda, memasuki dunia pikiran tanpa dibingungkan oleh pemikiran.


6
Cukuplah untuk menjadi mandiri di mana saja kamu berada, dan selalu sadar! Maka situasi apa pun yang muncul tidak bisa mengubah kamu. Sekalipun kamu mempunyai kebiasaan tidak baik, kamu akan secara spontan dibebaskan dari kebiasaan yang tidak baik itu.



7
Jika kamu ingin dapat merasa dan memahami secara obyektif, jangan ijinkan dirimu untuk dibingungkan oleh pendapat atau prasangka orang lain. Lepaskan semua yang kamu anggap sebagai milikmu, baik di dalam maupun di luar dirimu -- lepaskan dirimu dari berbagai agama, tradisi, dan segala hal yang telah dikondisikan oleh masyarakat, dan baru setelah itu kamu akan mencapai pembebasan. Ketika kamu tidak terikat lagi oleh berbagai hal, maka berarti kamu telah bebas dan menjadi mandiri.


8
Ketika aku berkata tidak ada apapun di luar diri, para murid yang tidak memahami aku, menafsirkan hal ini dalam kaitannya semata-mata dengan dunia batin, sehingga mereka duduk diam dan tak melakukan apa-apa. Lalu mereka menganggap bahwa hal itu adalah Zen. Sungguh, ini adalah suatu kekeliruan besar. Jika kamu menganggap keadaan pasif itu sebagai Zen, maka berarti kamu menganggap kemalasan sebagai guru, kamu telah diperbudak oleh kebodohanmu sendiri.


9
Jika kamu mencoba untuk menghayati Zen dengan bergerak, hal itu berarti memasuki keheningan. Jika kamu mencoba untuk menghayati Zen di dalam keheningan, hal itu berarti memasuki gerak. Hal itu seperti seekor ikan yang pergi meninggalkan suatu mata air, mengikuti gerak ombak dan menari dengan bebas. Gerak dan keheningan adalah dua keadaan. Guru Zen, yang tidak tergantung pada apapun, menggunakan dengan bebas baik gerak maupun keheningan.


10
Para pengikut yang buta, sering  menyalahartikan Zen. Mereka seperti orang yang memakan batu kerikil, sibuk melakukan Zazen (meditasi duduk) dan berbagai latihan meditasi lainnya, dan selalu sibuk mengendalikan pikiran mereka, takut dengan kebisingan dan begitu gelisah untuk mencari ketenangan. Semua itu bukanlah Zen, sebab mereka terjebak pada bentuk-bentuk luar dan mereka memberinya nama sebagai Zen.


11
Para murid Zen berada di dalam rantai ketika mereka pergi kepada seorang guru, dan guru menambahkan rantai yang lainnya. Para murid dibutakan, tidak mampu untuk membedakan satu hal dari hal lainnya. Ini disebut seorang tamu memperhatikan seorang tamu.


12
Setiap orang yang ingin menempuh Jalan, harus bertekad untuk menemukan Kesadaran-Murni. Ketika Kesadaran-Murni ini ditemukan, maka kamu tidak akan dipengaruhi lagi oleh siklus kelahiran dan kematian. Apakah berjalan atau diam, kamu akan tetap menjadi guru bagi dirimu sendiri. Bahkan ketika kamu tidak berusaha untuk mencapai sesuatu yang luar biasa, hal yang luar biasa itu justru akan datang kepada kamu dengan sendirinya.



13
O Para penempuh Jalan, sejak zaman dahulu, masing-masing pendahuluku mempunyai jalannya sendiri untuk melatih para muridnya. Namun, sesungguhnya, seperti juga jalanku saat ini, Jalan itu hanya satu adanya, yaitu: memandu setiap orang agar tidak tertipu oleh orang lain, hingga mereka bisa menemukan Jati-Diri mereka sendiri. Jadilah "mandiri". Dan teruskan perjalananmu kapan pun kamu menginginkannya: tanpa keraguan.


14
Apakah kamu mengetahui satu jenis penyakit mental yang membuat kamu terhalang untuk mencapai Kesadaran-Murni? Penyakit itu benama "ilusi". Dan ilusi itu timbul ketika kamu tidak punya keyakinan di dalam dirimu. Ketika keyakinan di dalam dirimu berkurang, maka kamu pastikan akan menemukan dirimu diseret oleh orang lain di setiap Jalan. Pada setiap pertemuan dengan seseorang yang kamu anggap sebagai guru, kamu justru akan dikendalikan oleh orang itu dengan berbagai cara. Dan kamu tidak lagi menjadi guru bagi dirimu sendiri.


15
Sesungguhnya segala yang diperlukan hanyalah: segera menghentikan dirimu untuk mencari hal-hal yang eksternal. Ketika hal ini dilaksanakan, maka kamu akan menemukan bahwa Dirimu tidak berbeda dari para Buddha atau Tetua Zen. Tahukah kamu siapa sesungguhnya yang disebut Buddha atau Tetua Zen? Ia adalah tidak lain dari orang yang pada saat ini, duduk di hadapanku, mendengarkan pembicaraanku tentang Dharma. Namun, karena kamu tidak punya keyakinan diri, maka kamu selalu sibuk mencari orang lain di suatu tempat di luar dirimu. Lantas apakah yang akan kautemukan? Tak lain hanya kata-kata dan nama, bagaimana pun sempurnanya. Kau tidak akan pernah mencapai Kesadaran-Murni seperti yang telah dicapai oleh para Buddha atau Tetua Zen.


16
Yakinlah, wahai para penempuh Jalan, jika kamu tidak menemukan Jati-Diri di dalam hidup kali ini, maka kamu akan berulang kali dilahirkan di dalam ketiga dunia, yaitu dunia ketamakan, dunia kemarahan, dan dunia ilusi. Kamu akan "menjadi" sesuai dengan "apa yang kamu pikir". Tetapi, sungguh malang, bila kamu berpikir telah lahir dalam kondisi yang tercerahkan dan bahagia, padahal kamu masih berada dalam ketidaksadaran dan penderitaan.


17
Namun, O para penempuh Jalan, sesungguhnya kamu tidaklah berbeda dari Shakyamuni. Dalam semua aktivitas harian, adakah yang kita rasakan kurang? Padahal dengan sangat indah, cahaya dari enam "kesadaran-pancaindera", tak pernah sedetik pun berhenti terpancar. Jika kamu bisa melihat Jalan ini, maka kamu akan menjadi orang  yang "Terjaga", dan tidak ada yang musti kamu cari lagi di dalam sisa hidupmu.


18
O penempuh Jalan yang teguh dalam keyakinan, tidak ada keselamatan di dalam ketiga dunia itu, yaitu: dunia ketamakan, dunia kemarahan, dan dunia ilusi. Ketiga dunia itu seperti suatu rumah yang terbakar. Ketiga dunia itu bukan tempat bagimu untuk hidup abadi! Sifat tidak tahan lama merupakan "hukum" di dalam ketiga dunia itu. Dan kematian akan segera menyerangmu, tidak peduli apakah kamu orang miskin atau kaya, orang muda atau tua.


19
Jika kamu ingin tidak berbeda dari para Buddha dan Tetua Zen, jangan pernah mencari sesuatu  di luar dirimu sendiri. Pikiran-Yang-Murni adalah Tubuh-Hakiki-Buddha yang berdiam di dalam dirimu. Pikiran-Yang-Tidak-Memisahkan adalah Tubuh-Karma-Buddha yang ada di dalam dirimu. Pikiran Yang-Tidak-Mendiskriminasi adalah Tubuh-Transformatif-Buddha yang ada di dalam dirimu. Tiga jenis Tubuh-Buddha ini berada dalam dirimu sendiri, orang  yang berdiri di hadapanku sekarang dan mendengarkan pengajaran tentang Dharma! Dan hanya jika kamu tidak cepat-cepat mencari sesuatu di luar dirimu sendiri, maka kamu dapat menggunakan ketiga Tubuh-Buddha yang bagus ini.


20
Menurut kitab suci dan berbagai risalah Buddhisme, ketiga Tubuh-Buddha itu merupakan tujuan terakhir dari seorang penempuh Jalan. Tetapi menurutku, ketiga Tubuh-Buddha itu bukanlah tujuan akhir. Ketiga Tubuh-Buddha itu tak lain hanya sekedar konsep.


21
Sebab, wahai para penempuh Jalan, badan fisikmu tersusun dari empat unsur yang tidak mengetahui bagaimana cara mengkhotbahkan Dharma atau mendengarkan Dharma. Perut dan limpamu, empedu dan hatimu, tak mengetahui bagaimana cara mengkhotbahkan Dharma atau mendengarkan Dharma. Ruang yang kosong tidak mengetahui bagaimana cara mengkhotbahkan Dharma atau mendengarkan Dharma. Lantas siapakah yang mengetahui bagaimana cara mengkhotbahkan Dharma atau mendengarkan Dharma? Yang mengetahui itu adalah Jati-Dirimu, Cahaya Yang Tunggal, tanpa bentuk apa pun. Hanya Jati-Dirimu yang  mengetahui bagaimana cara mengkhotbahkan Dharma dan mendengarkan Dharma. Jika kamu dapat melihat Jalan ini, kamu tidak berbeda dari para Buddha dan Tetua Zen.


22
Jati-Dirimu itu tidak pernah sekejap pun berpisah darimu. Jati-Dirimu juga ada di mana-mana, segala yang kaulihat adalah Jati-Dirimu. Tetapi ketika yang merasa melihat dan mengetahui itu mulai muncul, maka kebijaksanaan dihalangi. Ketika si peragu dalam pemikiran muncul, maka kenyataan menghilang. Oleh karena itulah kamu selalu dilahirkan kembali berulang-ulang di dalam ketiga dunia dan mengalami bermacam kesengsaraan. Tetapi menurutku, tidak satupun dari kamu yang tidak mampu untuk mencapai pemahaman mendalam ini, tidak satupun dari kamu yang tidak mampu untuk pembebasan.


23
Para pengikut Jalan, apa yang disebut pikiran tidak punya bentuk yang tetap; pikiran menembus semua dari sepuluh arah. Di dalam mata, kita menyebutnya penglihatan; di dalam telinga, kita menyebutnya pendengaran; di dalam hidung, kita menyebutnya penciuman; di dalam mulut, kita menyebutnya pembicaraan; di dalam tangan, kita menyebutnya perabaan; di dalam kaki kita menyebutnya kemampuan untuk berlari. Pada dasarnya pikiran ini merupakan suatu intisari cerdas yang tunggal, tetapi pikiran itu juga membagi dirinya sendiri ke dalam ini enam fungsi. Dan karena pikiran yang tunggal ini tidak punya bentuk yang tetap, maka di mana-mana pikiran ini berada dalam keadaan pembebasan.



24
Seseorang bertanya: "Apakah Setan itu?" Rinzai berkata: "Jika kamu mempunyai keraguan di dalam pikiranmu untuk sekejap saja, itulah Setan. Tetapi jika kamu dapat memahami bahwa sepuluh ribu gejala tidak pernah dilahirkan, bahwa pikiran hanyalah seperti suatu muslihat tukang sihir. Di dalam muslihat pikiran itu, memang tak satu butir debu pun yang ada, tak satu gejala pun yang muncul. Maka, segalanya akan terlihat bersih dan murni, dan segalanya akan menjadi Buddha. Buddha dan Setan hanya mengacu pada dua bentuk keadaan, dari satu 'Keadaan-Murni' yang sama. Menurutku, di dalam 'Keadaan-Murni' itu tidak ada Buddha, tidak ada mahluk hidup, tidak ada masa lalu, tidak ada masa kini. Jika kamu ingin mengalami 'Keadaan-Murni' itu, maka kamu justru tidak akan pernah mengalami 'Keadaan-Murni' itu, karena hal itu berarti kamu memerlukan upaya, dan setiap upaya berarti memerlukan jangka waktu, sedangkan 'Keadaan-Murni' itu mengatasi waktu. Di sana tidak ada praktek religius, tidak ada pencerahan, tidak ada apa pun yang perlu dicapai, dan tidak ada yang akan kehilangan apa pun. Hanya inilah Dharma, tak ada ada yang lain. Jika seseorang mengaku ada suatu Dharma yang lebih tinggi daripada ini, maka aku katakan bahwa hal itu hanyalah suatu mimpi, atausemacam hantu. Semua yang aku harus katakan kepada kamu hanya ini.


25
Para penempuh Jalan, Kesadaran-Murni yang tunggal ini, yang ada di depan mataku sekarang, adalah orang yang saat ini dengan bersahaja mendengarkan aku -- orang yang tidak dirintangi oleh apa pun, tetapi menembus ke sepuluh arah, dan sepenuhnya bebas. Apa pun juga lingkungan yang ia hadapi, dengan keanehan dan perbedaannya, ia tidak bisa digoyang atau ditarik ke kondisi yang serba salah lagi. Lantas di dalam ruang kosong, pada suatu saat tertentu, ia membuat jalannya sendiri ke dalam Realitas-Dharma. Setelah itu, jika ia bertemu seorang Buddha, maka ia khotbahkan hal itu kepada Buddha. Jika ia bertemu seorang Tetua Zen, maka ia khotbahkan hal itu kepada Tetua Zen. Jika ia bertemu seorang Arhat, ia khotbahkan hal itu kepada Arhat. Jika ia bertemu hantu lapar, maka ia khotbahkan hal itu juga kepada hantu lapar. Ia pergi ke mana-mana, mengembara melalui banyak negeri, membagikan pengajaran dan mengubah hidup mahluk, namun tidak pernah menjadi terpisah dari Kesadaran-Murni yang tunggal ini. Tiap-tiap tempat baginya adalah bersih dan murni, pencerahannya menembus ke sepuluh arah, sepuluh ribu gejala baginya hanyalah satu kesatuan yang tak terpisahkan.



26
Seseorang bertanya: "Apa Tujuan Bodhidharma datang dari barat?" Rinzai berkata: "Jika ia memiliki suatu tujuan, ia bahkan tidak akan pernah mampu menyelamatkan dirinya sendiri!" Penanya berkata: " Jika ia tidak punya tujuan, kemudian bagaimana cara Tetua Zen yang kedua, Hui-Ke, mendapatkan Dharma itu?" Rinzai berkata: "Berupaya artinya tanpa upaya." Penanya berkata: "Jika berupaya artinya tanpa upaya, maka apa maksudmu dengan tidak berupaya?" Rinzai berkata: "Kamu terlihat tidak bisa menghentikan pikiranmu yang selalu bergerak tergesa dan mencari sesuatu yang tak jelas di luar dirimu sendiri. Itulah mengapa seorang Tetua Zen berkata: 'Sungguh sia-sia para pengikut itu -- mereka menggunakan kepala untuk mencari kepala mereka sendiri!' Kamu saat ini harus segera memutar cahayamu yang selalu terarah ke luar agar bersinar menerangi dirimu, yang berarti tidak mencari sesuatu di luar dirimu sendiri. Kemudian kamu akan memahami bahwa di dalam jiwa dan ragamu itu, 'Ada' yang tidak berbeda dari para Tetua Zen dan Buddha, sehingga tidak ada satu pun yang perlu dilakukan lagi. Laksanakan hal itu, baru setelah itu kamu boleh berbicara tentang upaya untuk meraih Dharma."



27
Para penempuh Jalan, tidak ada Buddha untuk dicapai. Seluruh ajaran ini hanyalah obat untuk menyembuhkan penyakit. Dan semuanya tidak mempunyai Realitas.


28
Aku tidak punya ajaran untuk diberikan kepada orang-orang -- Aku hanya mengobati penyakit dan membuka kunci belenggu.


29
Seseorang yang selaras dengan Zen dari saat ke saat tidak pernah mengijinkan gangguan apa pun di dalam pikirannya. Ketika Sang Guru Besar, Bodhidharma, datang dari barat, ia hanya mencari seorang laki-laki yang tidak akan disesatkan oleh segala sesuatu yang lain di luar dirinya. Kemudian Tetua Zen Kedua, Hui-ke, bertemu Bodhidharma, dan setelah ia mendengar satu kalimat dari Bodhidharma, ia pun tercerahkan. Begitulah, untuk pertama kali, ia menyadari bahwa selama ini ia telah disibukkan dengan berbagai usaha yang sia-sia.


30
"Pemahamanku saat ini" adalah "tidak berbeda" dari "Para Tetua Zen dan Buddha". Jika kamu menjadi sadar dengan ungkapan yang pertama, kamu bisa menjadi seorang guru bagi Para Tetua Zen dan Buddha. Jika kamu menjadi sadar dengan ungkapan yang kedua, kamu bisa menjadi seorang guru bagi manusia dan mahluk surgawi. Jika kamu menjadi sadar dengan ungkapan yang ketiga, kamu tidak akan bisa menyelamatkan dirimu sendiri!



KETERANGAN:
Rinzai atau Lin-chi adalah seorang Master Zen yang hidup di Cina dan meninggal pada tahun 867 Masehi. Sebagai seorang Master Zen, metode mengajarnya sangat unik, sehingga Osho -- seorang Master Spiritual dari India pada abad ke-20 -- menjuluki Rinzai sebagai The Master of Irrasional. Gaya mengajarnya tidak lazim seperti guru Zen lain pada masanya, yaitu dengan menggunakan teriakan: "HO!", dengan cekikan, tamparan, bantingan, dan cerita-cerita paradoks yang sekarang dikenal dengan istilah "Koan". Di tangan Rinzai, ajaran Zen berkembang dari sekedar satu sekte dalam Buddhisme menjadi ajaran "Spiritual Universal". Seperti juga para pendahulunya, yaitu Bodhidharma atau Hui-ke atau Hui-neng, Rinzai memang telah mencapai hakikat Zen. Bagi Rinzai apa yang disebut dengan istilah Buddha, Dharma, Kesadaran-Murni, pikiran, aktivitas sehari-hari, dan benda-benda adalah "Satu". Semua itu hanyalah sekedar istilah untuk mengungkapkan satu "Keadaan-Murni" yang saat ini sering disebut sebagai "Tauhid-Universal", atau Kesatuan-Dari-Segala-Sesuatu, atau Keberadaan itu sendiri.


58
Penerjemahan dan penulisan Teks Buddhisme / Penerbit Buddhis
« on: 09 February 2009, 12:53:06 PM »
Teman-teman,
ada yang tahu nggak tentang penerbit Buddhis yang mau menerima naskah terjemahan dari luar? Kalau ada yang tahu mohon informasinya plus nomer kontaknya  ^:)^ ^:)^ ^:)^

59
Pembuktian Kesalahan Konsep Tuhan dan Monotheisme

Oleh: Nagarjuna



[Seperti yang diakui oleh beberapa orang bahwa] terdapat Tuhan, yang merupakan pencipta [dunia]. Marilah hal ini dibahas dengan kritis [oleh kita].
Pencipta adalah seseorang yang menciptakan. Seseorang yang melakukan suatu tindakan [tertentu] disebut sebagai pencipta [dalam kaitannya dengan tindakan tersebut].

Dalam persoalan ini, kita sangkal [sebagai berikut].

Ia bisa menciptakan sesuatu yang kita ketahui sebagai yang-semula-ada (siddha) atau apa yang kita kenal sebagai yang-tidak-ada (a-siddha).
Pertama, mungkin dikatakan di sini bahwa ia tidak bisa menjadi pencipta sesuatu yang kita ketahui sebagai yang-semula-ada, karena konsep pencipta tidak bisa diterapkan pada obyek yang demikian. Sebagai contoh, kita tahu bahwa manusia sejak semula ada. Menciptakannya lagi tidak bisa disebut sebagai tindakan menciptakan; karena keberadaan telah muncul sebelumnya [yaitu sebelum ia dianggap sebagai ciptaan Tuhan].

Namun mungkin juga dikatakan bahwa Tuhan menciptakan sesuatu yang [saat ini] diketahui bagi kita sebagai yang-tidak-ada. [Terhadap hal ini kita menjawabnya sebagai berikut]; Andaikan ia juga menciptakan obyek-obyek ini : minyak [diperas] keluar dari pasir, yang kita ketahui sebagai yang-tidak-ada; bulu domba pada seekor kura-kura, yang kita ketahui sebagai yang-tidak-ada. [Andaikan Tuhan juga menciptakan semuanya]. Namun ia tidak memiliki kekuasaan untuk menciptakan obyek-obyek ini. Mengapa? Karena hal ini diketahui oleh kita sebagai yang-tidak-ada, dan ia [Tuhan] juga serupa [ yaitu Tuhan juga yang-tidak-ada].

Sekarang [mungkin dikatakan bahwa ] ia membuat yang-tidak-ada menjadi ada [yakni Tuhan menciptakan obyek yang sebelumnya tidak ada menjadi ada sebagai hasil dari penciptaan ketuhanan tersebut]. Namun hal ini juga tidak mungkin, dikarenakan oleh kesaling-kontradiksian [yaitu karena yang sejak semula ada dan yang tidak-ada adalah konsep yang bersifat eksklusif satu sama lain]. Sesuatu yang ada adalah yang-semula-ada [dan tidak peristiwa apapun yang sejak semula ada bisa menjadi tidak-ada]. Dan yang-tidak-ada tidak pernah jadi yang lain kecuali tidak ada. [Dengan demikian, tidak ada peristiwa di mana menjadi tak-ada bisa menjadi yang semula ada]. Demikianlah, di antara kedua Konsep ini, terdapat kesaling-kontradiksian yang tak terelakan,—seperti cahaya dan kegelapan, antara hidup dan mati. Pada faktanya, di mana terdapat cahaya tidak ada kegelapan dan di mana terdapat kegelapan tidak ada kejadian terdapat cahaya. Siapa yang hidup, adalah yang hidup [dan tidak mati] dan siapa yang mati, adalah mati [dan tidak hidup]. Oleh sebab itu, karena tidak ada kesatuan antara yang -ada dan yang-tidak-ada, tidak ada kejadian di mana Tuhan bisa menjadi pencipta [bagi yang-ada dari kondisi yang-tidak-ada].

Di samping, terdapat beberapa sangkalan lanjut.

Apakah sang pencipta, yang menciptakan sesuatu di luar dirinya, menciptakannya dengan keberadaan dirinya sendiri dilahirkan atau tidak-dilahirkan?
Ia tidak bisa menciptakan sesuatu di luar dirinya jika dirinya tidak-dilahirkan. Mengapa? Karena ia sendiri sesuatu yang tidak-dilahirkan, seperti ‘anak seorang perempuan mandul’, yang tidak-dilahirkan, tidak bisa melakukan kegiatan seperti menggali tanah. Tuhan juga berada dalam posisi demikian [Jika dirinya tidak-dilahirkan, ia tidak bisa menciptakan sesuatu di luar dirinya].

[Sekarang, kita akan menganalisis sisi lain]. Ia menciptakan benda-benda di luar dirinya setelah ia sendiri dilahirkan. Namun dari mana ia dilahirkan? Apakah ia dilahirkan oleh dirinya sendiri atau oleh sesuatu yang lain atau dari keduanya [yaitu baik dari dirinya dan sesuatu di luar dirinya] ?

Mempertimbangkan yang pertama dari pilihan-pilihan ini, perlu untuk dicermati bahwa ia bisa lahir dari dirinya sendiri, dikarenakan tindakan seseorang tidak bisa menghasilkan dirinya sendiri. Sisi tajam sebuah pedang, bagaimanapun tajamnya ia, tidak bisa memotong dirinya sendiri. Bahkan penari yang paling ahli, bagaimanapun terampilnya ia, tidak bisa menari dengan berdiri di atas pundaknya sendiri. Di samping itu, tidak pernah ditemukan bahwa satu obyek yang sama merupakan yang-dihasilkan (janya) sekaligus penghasil (janaka). Seseorang, yang dirinya merupakan ayah juga anak sekaligus—pemahaman demikian sangat asing dalam wacana umum.

Sekarang mari kita berandai bahwa Tuhan berasal dari sesuatu yang lain. Namun hal ini tidak bisa diandaikan, karena ketiadaan Tuhan di sini akan juga menjadi ketiadaan segala sesuatu yang lain.

Namun [mungkin] ia berasal [dari sesuatu tidak secara langsung namun] melalui sejumlah faktor turunan (päramparya). Kendati demikian, pada kasus tersebut kita akan memiliki jumlah faktor yang tak terbatas tergantung pada sesuatu yang lain karena Tuhan, menurut sifat dasarnya, tidak memilik asal usul (anädi). Namun jika sesuatu benar-benar ada dan tanpa awal mula, kita tidak bisa menganggap bahwa ia akan memiliki keberlangsungan ["Di mana tidak ada asal mula, ketidakhadiran asal mulanya merupakan sangkalan akan akhirnya. "]. Ketika tidak ada bibit, hasilnya adalah ketidakhadiran akar, batang, cabang, daun, bunga, buah dan lain-lainnya. Mengapa? Karena ketidakhadiran bibit itu sendiri. [Tepatnya, dengan cara yang sama, jika Tuhan tidak memiliki permulaan, ia juga tidak-ada]

Tidak juga  [ia dilahirkan] oleh keduanya [dirinya sendiri dan sesuatu yang lain]. Karena anggapan demikian akan mengalami kedua bentuk [yakni kedua kesalahan yang terjadi pada kedua alternatif yang pertama].

Dengan demikian, kita tidak bisa menyimpulkan bahwa pencipta dunia sebagai sesuatu yang ada.

Sumber terjemahan  :  Chattopadhyaya, D (ed.) (1969) Soviet Indology Series No. 2:  Papers of Th. Stcherbatsky. Calcutta: Indian Studies : Past and Present. Hal. 8-10
Judul asli              :  Isvara-kartrtva-niräkrtih^ näma guroh padämvujam natvä vajrasattvam ca bhaktitah /su§isya-prativodhärtham kfpayä likhyate   
                                mayä//(Penolakan Pandangan Tuhan Sebagai Pencipta Dunia dan Pandangan Visnu sebagai satu-satunya pencipta seluruh dunia.)

Penterjemah          :  Tonny




60
MAWAS DIRI  
Ki Ageng Suryomentaram

MAWAS DIRI

Orang sering merasa kesulitan karena tidak mengerti diri sendiri. Kesulitan tersebut dapat dipecahkan bila orang mengerti diri sendiri. Maka mengetahui diri sendiri dapat memecahkan berbagai macam kesulitan.

Pengertian diri sendiri ini disebut "pangawikan pribadi" atau "pengetahuan diri sendiri." Oleh karena orang itu terdiri atas jiwa dan raga, sedangkan yang dibicarakan di sini hanya mengenai jiwa saja. Jadi pengetahuan diri sendiri atau pangawikan pribadi di sini dimaksudkan pengetahuan hal jiwa.

Meskipun jiwa itu tidak dapat ditangkap oleh panca indera, tetapi orang merasa bahwa jiwa itu ada, maka jiwa adalah rasa. Jadi pangawikan pribadi berarti pengertian terhadap rasanya sendiri.

Pribadi yang dimaksudkan di sini bukanlah pribadi yang muluk-muluk tetapi pribadi yang merasa apa-apa, yang memikir apa-apa dan yang ingin apa-apa. Pribadi diri kita sendiri ini terjadi dari rasa-rasa banyak sekali dan rasa-rasa tersebut ada yang dangkal, ada yang dalam, dan ada yang dalam sekali. Tentu saja mengetahui diri sendiri, rasa-rasa sendiri ini, lebih dahulu mengetahui rasa-rasa sendiri yang dangkal, sebab rasa-rasa yang dangkal lebih mudah diketahui dari pada rasa-rasa yang dalam.

Jika orang sudah biasa mengetahui rasa sendiri yang dangkal dapatlah orang mulai mengetahui rasa sendiri yang dalam. Meskipun rasa sendiri yang dangkal itu mudah diketahui tetapi orang sering tidak mengetahui. Maka banyak kesulitan-kesulitan yang dapat dipecahkan oleh karena dapat mengetahui rasa sendiri yang dangkal.

Marilah saudara-saudara saya ajak bersama-sama mengetahui diri sendiri yang dangkal. Diri kita sendiri ini dapat mencatat atau memotret. Orang melihat sesuatu itu berarti memotret sesuatu tersebut. Misalnya orang melihat meja, artinya orang tersebut memotret meja dan di dalam rasa orang tersebut lalu ada potret meja atau gambar meja.

Potret meja tersebut bukanlah meja. Meja dan potret meja tersebut merupakan dua benda yang terpisah, tidak ada sangkut pautnya.
Demikian juga orang mendengar sesuatu, misalnya mendengar lagu, orang itu memotret lagu. Dalam rasa orang itu lantas ada potret lagu dan potret lagu tersebut bukanlah lagu. Demikian juga orang dapat memotret dengan indera yang lain yaitu pembau, peraba dan perasa.
Kecuali memotret barang-barang yang dapat ditangkap oleh panca indera, orang dapat pula memotret rasa. Jika orang merasa sesuatu misalnya merasa haus orang tersebut memotret rasa haus, lalu di dalam rasa ada potret rasa haus. Potret rasa haus tersebut bukanlah rasa haus.

Mengetahui diri sendiri dapat memotret itu adalah mengetahui diri sendiri yang paling dangkal. Selanjutnya dapat mengetahui diri sendiri yang lebih dalam, Maka mengetahui diri sendiri itu berurutan mulai dari yang dangkal sampai pada yang dalam.

Kecuali dapat memotret orang dapat pula menggagas atau mengarang. Misalnya ia mengarang kuda berkepala orang lantas ada gambar kuda berkepala orang dalam rasa orang tersebut. Gambar kuda berkepala orang tersebut bukanlah potret tetapi karangan sebab barangnya yang dipotret tidak ada.

Gambar kuda berkepala orang tersebut bahannya diambil dari potret kuda dan orang. Potret kuda dihilangkan kepalanya dan diganti dengan kepala orang.

Kecuali dapat menggagas, orang dapat pula mencipta, misalnya mencipta payung. Sebelum orang mencipta payung orang berpikir lebih dahulu bagaimana caranya melindungi badan agar supaya tidak basah pada waktu kehujanan. Bila pemikiran telah selesai terciptalah barang yang disebut payung.

Maka barang-barang bikinan orang adalah ciptaan orang. Ciptaan dapat diwujudkan menjadi barang sedangkan gambar tidak dapat diwujudkan menjadi barang. Jadi mencipta dan menggagas itu berlainan.

Kecuali menggagas barang-barang, orang dapat pula menggagas rasa, misalnya menggagas rasa susah selamanya. Bila gagasan rasa itu dikira potret rasa maka akan timbul kesulitan. Banyak sekali gagasan-gagasan rasa yang dikira potret rasa.
Maka orang banyak mendapatkan kesulitan sebab gagasan dikiranya potret. Bila gagasan tersebut diketahui, kesulitan karena hal tersebut akan hilang.

Orang miskin merasa dirinya celaka lalu menggagas bila ia menjadi orang kaya maka ia akan merasa bahagia. Bahagia tersebut bila diteliti berarti senang terus menerus atau selamanya. Jadi bahagia tersebut adalah gagasan bukan potret.

Orang kaya itu memang ada dan dapat dipotret. Pengalaman (lelakon) orang kaya itu ada dan dapat dipotret. Tetapi kebahagiaan orang kaya itu tidak ada, maka tidak dapat dipotret. Jadi kebahagiaan seperti di atas adalah gagasan.

Misalnya orang merasa celaka (malang nasibnya) dan segala usaha untuk mencari kebahagiaan sudah tidak dapat, orang lantas menggagas, nanti sesudah mati akan mendapat kebahagiaan. Kebahagiaan nanti sesudah mati itu adalah gagasan. Bila gagasan tersebut diketahui maka gagasan tersebut akan lenyap sehingga tidak lagi menimbulkan kesulitan.

Biasanya orang menggagas kebahagiaan sesudah mati itu demikian: Orang mati itu yang rusak raganya sedang jiwanya atau sukmanya tidak rusak. Jadi gagasan akan mendapat kebahagiaan sesudah mati itu berarti yang bahagia adalah sukmanya.

Salah satu gagasan mendapat kebahagiaan sesudah mati itu demikian: Sukma tersebut menjelma menjadi orang lagi yaitu menjadi orang kaya, mulia dan berkuasa. Sedang gagasan bahagia yang lain demikian: Sukma tersebut bersatu dengan Hyang Sukma. Jadi gagasan itu berbeda-beda sebab orang menggagas itu bebas dan dapat sekehendaknya sendiri.

Oleh karena gagasan itu berbeda-beda maka orang menjadi bertengkar. Bila orang yang mempunyai gagasan yang sama itu menggerombol, maka gerombolan tersebut akan berperang dengan gerombolan lain yang mempunyai gagasan yang berlainan. Jadi gagasan itu menimbulkan perpecahan dan peperangan.

Meskipun yang menimbulkan peperangan itu hanya gagasan, tetapi tembak menembaknya sungguh-sungguh bukan gagasan. Demikianlah gagasan itu bila tidak diketahui akan menimbulkan kesulitan.

Misalnya orang merasa celaka (malang nasibnya) dan segala usahanya untuk mendapat kebahagiaan sudah tidak dapat, lantas menggagas demikian: Kalau negara diatur "begini" maka orang akan bahagia. Ada orang lain lagi memikir bahagia demikian: Kalau negara diatur "begitu" maka orang akan bahagia, Padahal "begini" dan "begitu" tersebut berbeda maka orang akan bertengkar. Jika orang yang mengatakan "begini" atau "begitu" tersebut menggerombol maka akan terjadilah peperangan. Peperangan tersebut terjadi oleh karena undang-undang yang ditempeli gagasan bahagia. Demikianlah gagasan itu bila tidak diketahui dapat menimbulkan perang.

Ada lagi gagasan menimbulkan kesulitan. Yaitu anggapan bahwa teh enak, kopi enak dan limun enak. Minuman terasa enak itu bagi orang yang merasa haus, sedangkan yang diminum itu teh, kopi atau limun bukanlah soalnya.

Jadi teh enak, kopi enak dan limun enak adalah gagasan, bukan potret. Jika gagasan itu dianggapnya potret orang akan berebutan teh, kopi dan limun. Demikianlah gagasan itu menimbulkan pertikaian.

Ada lagi gagasan yang menyebabkan timbulnya pertengkaran yaitu: baju-sutera-baik dan baju-belaco-jelek. Potret rasa yang sebenarnya demikian: Orang merasa dingin kemudian memakai baju sehingga merasa enak dan baik. Apakah bajunya dari bahan sutera atau belaco bukanlah menjadi soal. Gagasan sutera baik sedangkan belaco jelek tersebut menyebabkan orang berebutan sutera sehingga menimbulkan peperangan. Demikianlah gagasan dapat menimbulkan peperangan.

Ada lagi gagasan yang menimbulkan pertengkaran, yaitu gagasan orang tampan dan orang cantik yang dihubungkan dengan perkawinan. Potret keindahan seperti hidung mancung atau pesek dan kulit kuning atau sawo matang itu memang ada tetapi keindahan tersebut tidak ada hubungannya dengan perkawinan. Orang cantik dan tampan dalam perkawinan yang berasal dari rasa hidup untuk melangsungkan jenis itu berasal dari rasa butuh. Jika sedang butuh, orang akan kelihatan cantik atau tampan dan apabila orang sedang tidak butuh, tidak kelihatan cantik atau tampan. Apabila gagasan orang cantik atau tampan tersebut diketahui, orang tidak berebutan wanita cantik atau pria tampan dan tidak lagi bersaingan merasa lebih cantik atau lebih tampan.

Demikian gagasan menimbulkan pertikaian dan peperangan. Jadi diri sendiri dapat memotret dan menggagas. Banyak persoalan dapat dipecahkan dengan cara membedakan potret dan gagasan.

Apabila orang sudah jelas dengan gagasannya orang dapat melanjutkan meneliti diri sendiri yang lebih dalam yaitu "si tukang menggagas". Mengapa diri sendiri selalu menggagas? Diri sendiri selalu menggagas karena diri sendiri merasa celaka.

 
TUKANG MENGGAGAS

Orang miskin merasa ceiaka lalu menggagas kebahagiaan orang kaya, Orang yang rendah derajatnya menggagas tinggi derajatnya, orang yang tidak berkuasa menggagas berkuasa, jelek menggagas baik, curang menggagas jujur, pemarah menggagas sabar, pemalas menggagas rajin dan sebagainya. Jadi yang menggagas itu "si-merasa-celaka".

Gagasan itu cita-cita meskipun yang di cita-citakan itu bermacam-macam, tetapi pada pokoknya mencari kebahagiaan. Jadi si-merasa-celaka mencari kebahagiaan.

Si-merasa-celaka itu menelorkan bermacam-macam rasa yang saling berlawanan. Bahagia dan celaka, baik dan buruk, ingin dan menahan keinginan, sabar dan pemarah. Rasa-rasa yang berlawanan tersebut menimbulkan pertentangan dalam batin sehingga menyebabkan orang merasa tidak tenteram.

Dalam pertentangan rasa yang berlawanan tersebut orang sering membela salah satu. Bila yang dibela kalah, orang merasa menyesal. Misalnya bila orang membela si jujur dalam pertengkarannya dengan si curang.

Apabila si curang yang menang sehingga perbuatan curang terlaksana, orang merasa menyesal. Demikian pula jika membela si jujur sehingga perbuatan jujur terlaksana orangpun merasa menyesal.

Pada waktu orang membela salah satu rasa berlawanan tersebut orang menyatukan dirinya dengan salah satu rasa. Pada waktu orang menyatukan dirinya dengan rasa curang, orang merasa "aku si curang", dan pada waktu orang menyatukan dirinya dengan rasa jujur, orang merasa "aku si jujur". Oleh karena pertentangan rasa berlawanan tersebut, orang sering menjadi bingung sehingga punya pendapat bahwa pertentangan rasa berlawanan tersebut merupakan ujian hidup. Jika lulus, orang akan mendapat karunia.

Demikian jika orang tunduk kepada rasa berlawanan. Apabila orang tidak menyatukan dirinya dengan salah satu, orang akan dapat meneliti rasa berlawanan tersebut sampai kepada sumbernya yaitu si-merasa-celaka. Si merasa celaka itulah si tukang menggagas bahagia.
Pada waktu orang akan meneliti rasa celakanya sendiri, orang akan bertemu dengan rasa benci terhadap rasa celakanya sendiri. Bila benci kepada rasa celakanya sendiri, orang akan menutupi rasa celakanya sendiri tersebut dengan mengidam-idamkan kebahagiaan. Bila usaha untuk menutupi tersebut diketahui, rasa benci akan lenyap sehingga tidak akan menutupi lagi. Bila rasa benci sudah lenyap orang akan bertemu dengan rasa senang terhadap celakanya sendiri, yang menutupi untuk dapat melihat rasa celakanya sendiri dan membela rasa senangnya itu. Dalam hatinya berkata: "Jika orang tidak merasa celaka itu tidak ada kemajuannya, maka orang itu harus berprihatin."

Jika rasa senang terhadap celakanya sendiri yang menutupi itu diketahui, rasa senang tersebut lenyap sehingga orang dapat melanjutkan meneliti rasa celakanya sendiri. Kemudian orang akan bertemu dengan rasanya sendiri yang akan berusaha mengubah rasa celakanya sendiri. Selama ada usaha untuk mengubah, orang tidak akan mengetahui rasa celakanya sendiri yaitu si-tukang-menggagas.

Bila diketahui bahwa usaha mengubah rasa celakanya sendiri itu menutupi, usaha itu akan lenyap sehingga orang akan jelas melihat rasa celakanya sendiri yaitu "Aku Kramadangsa celaka".

Kramadangsa itu rasa namanya sendiri. Kalau namanya Suta, orang merasa aku si Suta dan jika namanya Naya, orang merasa aku si Naya. Apabila orang sudah merasa "Aku Kramadangsa celaka," maka dapatlah orang meneliti rasa celakanya sendiri.
Kemudian orang dapat menelusuri dirinya sendiri mencari rasa celakanya. Apakah melarat itu celaka? Dan bagaimanakah celakanya orang melarat? Apakah orang yang berpangkat rendah itu celaka? Apakah merasa curang itu celaka? Apakah merasa pemarah itu celaka? Dengan diteliti cara demikian rasa celakanya sendiri tidaklah ketemu.

Bila diteliti lebih mendalam lagi, akan diketemukan bahwa rasa celaka tersebut hanyalah rasa yang tidak mau dalam keadaan lahir atau batin yang sewajarnya, sekarang, di sini. Misalnya diri sendiri sekarang di sini melarat, tetapi tidak mau, maka celakalah rasanya. Sekarang diri sendiri pemarah, tetapi tidak mau, maka celakalah rasanya. Sekarang diri sendiri curang, tetapi tidak mau, maka celakalah rasanya. Jadi celaka itu hanyalah: "Sekarang di sini begini, aku tidak mau."

Jadi bahagia itu hanyalah: "Sekarang di sini begini, aku mau." Jika sekarang di sini melarat atau kaya, aku mau, bahagialah orang itu. Jika sekarang di sini merasa curang atau jujur, aku mau, bahagialah orang itu. Jadi bahagia dan celaka itu tergantung pada diri sendiri.
Di sini akan menimbulkan kesulitan yang berupa pertanyaan: "Jika demikian orang tidak mau berusaha." Kesulitan tersebut timbul hanyalah karena kurang telitinya orang menelusuri diri sendiri.

Untuk jelasnya demikian. Kesulitan tersebut timbul dari gagasan, yang menganggap bahwa orang dapat lepas dari berusaha. Jika gagasan tersebut diketahui orang dapat melihat bahwa orang tidak mungkin lepas dari berusaha. Maka lenyaplah kesulitan tersebut.

Jika orang mengerti bahwa bahagia atau celaka itu hanyalah tergantung pada diri sendiri, orang akan dapat meneliti gagasan-gagasan celaka yang masih hidup dalam diri sendiri dan dapat mengganti gagasan tersebut menjadi potret. Misalnya gagasan demikian: "Isteriku ini memang cerewet." Gagasan tersebut dapat diganti potret demikian: "Isteriku ini memang setia kepada suami, meskipun aku sudah diberhentikan dari jabatanku, ia tidak minta cerai, tapi hanya cukup sering mengomeliku saja." Jika gagasan sudah diganti potret, orang merasa enak sebab gagasan itu rasanya tidak enak sedangkan potret rasanya enak.

Bahagia dan celaka itu hanyalah soal mau atau tidak mau. Agar lebih jelas perlu diberi contoh. Misalnya ada dua orang berjalan bersama-sama dalam keadaan kehujanan. Yang satu mau, maka rasanya bahagia sedangkan yang lain tidak mau, maka rasanya celaka. Jadi meskipun dua orang tersebut dalam keadaan yang sama, tetapi yang satu menanggapi dengan mau dan yang lain tidak mau. Maka bahagia dan celaka itu hanyalah persoalan mau tidak mau.

Rasa mau sekarang di sini itu adalah rasa abadi. Di sini ada kesulitan yaitu tentang rasa abadi dan pengertian abadi. Jika kesulitan ini belum terpecahkan orang tidak dapat merasakan rasa abadi.

Pengertian abadi itu ialah; dahulu ada, sekarang ada dan nanti pun tetap ada. Dahulu begitu, sekarang begitu dan nanti pun tetap begitu. Waktu dapat dibagi menjadi dua macam yaitu waktu luar dan waktu dalam (waktu jiwa). Waktu luar itu wujudnya seperti satu menit, dua menit, setahun, dua tahun dan sebagainya.

Waktu jiwa itu wujudnya; tadi, kemarin, besok, dahulu dan nanti. Kramadangsa hidup dalam waktu jiwa yaitu dahulu dan nanti. Maka Kramadangsa tidak berani melihat diri sendiri sekarang di sini begini.

Kramadangsa tua itu biasanya sering hidup dalam waktu dahulu, rasanya demikian. "Dahulu waktu aku masih muda dapat begini-begini." Maka bila ditanya oleh cucunya: "Sekarang bagaimana mbah?" Jawabnya mencari-cari alasan begini: "Kalau sekarang aku sudah bobrok dan takut kedinginan." Demikianlah Kramadangsa tua hidup dalam waktu dahulu.

Kramadangsa muda itu biasanya hidup dalam waktu nanti, rasanya demikian: "Aku nanti akan begini begitu dan akan hebat." Maka bila ditanya oleh neneknya, jawabnya mencari-cari alasan begini: "Kalau sekarang jamannya memang tidak baik." Demikianlah Kramadangsa muda hidup dalam waktu nanti.

Rasa abadi itu rasa sekarang-disini-begini, tidak bercampur dengan rasa kemarin, besok, dahulu dan nanti. Misalnya orang sedang berjalan di jalan besar dan akan ketabrak mobil, kemudian melompat menghindari. Orang tersebut hanyalah merasa "Sekarang di sini aku melompat," tidak dicampuri rasa kemarin atau besok.

Orang tersebut tidak sengaja merasa abadi, hanyalah terpaksa oleh keadaan, yang harus diselesaikan tanpa berpikir panjang. Bila rasa abadi tersebut diteliti maka akan diketemukan perhatian terpusat hanya terhadap satu hal yaitu melompat. Perhatian terpusat itu adalah perhatian bebas, maka rasa abadi adalah perhatian bebas terhadap salah satu hal tidak tercampur dengan perhatian lain.
Bila mengerti bahwa merasa abadi itu dari rasa bebas, dapatlah orang dengan sengaja merasa abadi. Tiap memusatkan perhatian terhadap sesuatu, tentu merasa abadi meskipun yang diperhatikan tersebut barang yang dapat dilihat ataupun dirasa. Rasa abadi dapat menghilangkan kesulitan yang berwujud menyesal dan khawatir.

Bila rasa menyesal diperhatikan sepenuhnya dan diteliti, tanpa senang dan benci, tanpa berusaha untuk mengubah, maka dapatlah orang merasakan rasanya sehingga terlihat kejadiannya dan terlihat pula sebabnya. Sesal adalah gagasan luka dalam hati, bila diperhatikan sepenuhnya sampai selesai, sesal tersebut lenyap dan luka dalam hati akan sembuh.

Demikian pula rasa khawatir bila diperhatikan sepenuhnya dan diteliti, tanpa senang dan benci, tanpa berusaha untuk merubah, lenyaplah rasa khawatir tersebut. Jadi rasa abadi dapat melenyapkan rasa sesal dan khawatir.

Kebalikan dari perhatian terpusat adalah perhatian terpencar. Contoh perhatian terpencar misalnya, ketika sedang bepergian yang diperhatikan rumahnya dan setelah di rumah yang diperhatikan tempat lain. Perhatian terpencar itu menyebabkan orang tidak dapat selesai memikir salah satu persoalan.

Yang menyebabkan perhatian tidak terpusat atau tidak bebas adalah kesulitan yang belum dapat dipecahkan, meskipun orang itu merasa atau tidak merasa. Kesulitan yang belum dipecahkan tersebut sering muncul untuk minta diperhatikan. Maka orang yang mempunyai banyak kesulitan yang tidak terpecahkan, perhatiannya selalu ditarik ke sana ke mari.

Kesulitan yang tidak terpecahkan itu adalah suatu penyakit jiwa. Bila penyakit tersebut berat, menyebabkan orang tidak dapat menerima pembicaraan orang lain. Jadi penyakit jiwa tersebut, menyebabkan orang merasa sepi.

Bila kesulitan diperhatikan dengan sepenuhnya dan diteliti sampai selesai, orang lantas merasa bebas perhatiannya, artinya orang dapat memilih apa yang akan diperhatikan dengan bebas. Keadaan rasa bebas memilih tersebut sehingga datangnya kesulitan baru. Jadi di antara selesainya kesulitan dan datangnya kesulitan ada waktu yang kosong.

Dalam waktu tersebut orang dapat melihat hal yang sesungguhnya atau keadaan sejati. Misalnya melihat burung terbang, orang merasakan keindahannya, melihat rumput yang hijau merasa indah, melihat gunung yang besar merasa agung dan sebagainya.

Kebalikannya, bila ada kesulitan yang belum selesai orang tidak dapat melihat hal yang sesungguhnya. Misalnya melihat burung terbang merasa iri, melihat gua ingin digunakan untuk bersembunyi, bertapa dan sebagainya. Jadi waktu kosong antara dua kesulitan merupakan pengalaman perhatian bebas.

Demikianlah "pangawikan pribadi" atau "pengetahuan diri sendiri" dapat digunakan untuk memecahkan kesulitan. Demikian pula orang dapat mengetahui diri sendiri mulai yang paling dangkal sampai kepada yang dalam. Cara latihan untuk mengetahui diri sendiri tersebut akan dipaparkan pada halaman berikutnya.

Pages: 1 2 3 [4] 5 6
anything