//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Show Posts

This section allows you to view all posts made by this member. Note that you can only see posts made in areas you currently have access to.


Topics - bodohsatva

Pages: [1]
1
saya baru di sini tapi koq semua yg maitreya di loock???

ini ada sedikit artikel yang saya kumpulkan sebagai masukan...

Mengapa sekarang ini ada tradisi pemujaan thdp Buddha Maitreya? Kenapa bnyk umat2 Buddhis yg tidak bisa menerima ini?
Kita mengenal adanya Buddha Maitreya berdasarkan Sabda Sang Buddha Sakyamuni di dalam Sutra Maha Ratna Kuta (Ta Pao Ci Cing) Bab88 (Pertemuan Maha Kasyapa):
Suatu ketika Junjungan Dunia menjulurkan tangan-Nya yang membiaskan cahaya kemilauan, hasil paduan kesucian laksa asamkheya kalpa. Dengan jari dan telapak tangan-Nya yang bersinar bagaikan bunga teratai, Beliau mengusap ubun-ubun Bodhisatva Ajita(nama Maitreya pada masa itu) sambil bersabda," Wahai Maitreya! Demikianlah kupesankan kepadamu nanti masa lima ratus tahun kelima, saat lenyapnya Dharma Sejati, engkau harus datang melindungi Tri Mustika. Jangan sampai lenyap dan terputus". Seketika itu juga Trisahasra Maha Sahasra lokya dhatu(alam semesta) dipenuhi cahaya terang dan diikuti enam bentuk suara gemuruh yang dahsyat. Semua makhluk suci dan deva serentak menghormati Bodhisatva Maitreya dengan sikap anjali sambil berkata, "Sang Tathagata telah berpesan kepadamu yang mulia dengan pengharapan seluruh umat manusia dan deva mendapatkan berkah kebahagiaan, terimalah pesan itu Yang Mulia!" Saat itu Bodhisatva Maitreya segera berdiri sambil menampakkan bahu kanannya, dan berlutut menghormati Sang Buddha dengan sikap anjali: "Junjungan Dunia, demi keselamatan semua makhluk aku telah menerima penderitaan laksaan kalpa yang tak terhitung, apalagi kini Tathagata telah menyampaikan pesan Dharma sejati,bagaimana mungkin tidak diterima? Wahai Junjungan Dunia!Kini aku berjanji pada masa yang akan datang akan kubabarkan Dharma Anuttara Samma Sambodhi yang telah Tathagata capai dalam perjuangan berlaksa-laksa asam-kheya kalpa yang tak terhitung!"

Kemudian dalam Sutra tentang Bodhisatva Maitreya Mencapai Surga Tusita (Mi Lek Sang Seng Cin) Sang Buddha bersabda :"Setelah aku mencapai maha pari-nirwana bila ada bhikhu-bhikhu, upasaka-upasaka,deva,naga,yaksa dan sebagainya hingga kelompok rahulata, yang begitu mendengar nama agung Bodhisatva Maitreya terus timbul rasa gembira maka setelah akhir hidupnya dalam waktu yang seketika akan mencapai surga tusita dan berkesempatan mendengarkan Maha Dharma Bodhisatva Maitreya!" Sang Buddha melanjutkan :"Bila ada bhikhu-bhikhu,upasaka-upasaka,deva,naga bahkan kelompok rahulata bila begitu mendengar nama agung Bodhisatva Maitreya terus bersikap anjali dan memberi hormat yang tulus, maka terbebaslah orang atau makhluk ini dari dosa karma samsara 500 kalpa. Dan kepada mereka yang dapat melaksanakan bhakti-puja menghormati Buddha Maitreya maka orang itu akan segera terbebas dari ikatan dosa karma samsara puluhan milyar kalpa, sekalipun tidak berhasil mencapai Surga Tusita, namun pasti dapat berjumpa dengan Buddha Maitreya pada masa yang akan datang, mendengar Maha Dharma tak terhingga dan mencapai Kesempurnaan!"

Setelah mendengar khotbah Sang Buddha, serta merta massa yang tak terhitung, dengan perasaan yang senang dan puas memberikan hormat pada Bodhisatva Ajita yang terus berdiri dari semula dalam mendengarkan khotbah Sang Buddha. Bodhisatva Ajita inilah Buddha Maitreya akan datang!

Berdasarkan catatan sejarah ini kita dapat menyimpulkan bahwa bibit tradisi pemujaan pada Buddha Maitreya telah tertanam dengan kuat pada semua massa yang telah mendengarkan khotbah Sang Buddha itu. Hal ini terbukti pada sikap massa yang dipenuhi dengan rasa gembira dan segera berdiri memberikan hormat pada Bodhisatva Ajita! Singkat kata, adalah Sang Buddha sendiri telah menanamkan sradha pemujaan pada Buddha Maitreya. Sang Buddhalah orang pertama yang memperkenalkan treadisi kebaktian dalam Budhisme Maitreya kepada umat-umatnya. Dan kita semua mengetahui setiap khotbah Sang Buddha pasti disesuaikan dengan sebab-jodoh tertentu artinya pasti merupakan jawaban atas kebutuhan umat manusia. Sang Buddha tidak akan menyampaikan sesuatu tanpa tujuan tertentu. Semua yang beliau khotbahkan bukan sekedar teori kosong, untuk sekedar dipahami secara intelektual saja melainkan untuk dilaksanakan oleh umatnya. Lalu kita bertanya kapankah tradisi bhakti-puja pada Buddha Maitreya ini dilaksanakan? Jawabannya telah disampaikan oleh Sang Buddha dalam kutipan di atas: "Setelah aku memasuki maha-parinirwana bila ada bhikhu-bhikhuni....yang melaksanakan bhakti-puja pada Buddha Maitreya maka dia akan mendapatkan berkah..." Yaitu setelah Sang Buddha memasuki maha-parinirwana! Jadi tradisi ini telah dianjurkan Sang Buddha untuk dilaksanakan setelah beliau tiada lagi di dunia. Sang Buddha tidak mengatakan harus menunggu turunnya Buddha Maitreya ke Saha-loka ini baru tradisi ini boleh dilaksanakan. Sang Buddha dengan jelas memaparkan makna luhur bhakti-puja pada Buddha Maitreya tanpa perlu dikaitkan dengan kelahiran Buddha Maitreya. Jadi walaupun Buddha Maitreya belum lahir ke dunia, Sang Buddha telah menganjurkan tradisi ini untuk dilaksanakan.
Saudara Padma yg terkasih, mengenai silsilah garis kepatriatan dari Hui Neng sampai dengan patriat2 dlm Buddhisme Maitreya yg anda singgung tsb, maka saya ingin memaparkan sedikit tentang sejarah Budhisme Maitreya berdasarkan buku2 yang pernah saya baca.
Secara historis Buddhisme Maitreya adalah dari Buddhisme Mahayana sebab Buddhisme Maitreya merupakan sebuah perkembangan lanjutan dari Buddhisme Dhyana(Ch'an/Zen). Dalam perkembangan hingga ke bentuk yang sekarang, Buddhisme Maitreya memiliki doktrin dan garis kepatriatan yang langsung dan kontinue dari Buddhisme Zen. Sedangkan Buddhisme Zen, dengan segala keunikannya, merupakan salah satu mazhab Buddhisme Mahayana yang amat terkenal. Tetapi sebelum saya memaparkan lebih lanjut, saya ingin memulai dari Buddhisme secara umum.
Kita semua tahu bahwa Buddhisme adalah sebuah agama yang besar dan unik.
Bila ada pertanyaan apakah Buddhisme itu, maka kita akan menjawab Buddhisme adalah ajaran2 yg diwariskan oleh Sang Buddha. Demikian jawaban yang umum diberikan. Tidak salah, namun lebih tepat bila dikatakan Buddhisme adalah kesempurnaan pribadi Sang Buddha itu sendiri!. Jadi kebulatan pribadi(kepenuhan hidup beliau) itulah yang menjadi pondasi yang teguh dari agama Buddha. Sehingga kita boleh mengatakan Buddhisme adalah pribadi Sang Buddha, dan pribadi Sang Buddha adalah Buddhisme itu sendiri. Disinilah letak keunikan agama Buddha yg berbeda dgn ajaran lainnya. Semua yg diajarkan oleh Sang Buddha adalah bagian dari hidupnya. Semua yg diwejangkan adalah pengalaman langsung dari beliau. Semua vinaya dan sila yg amat beliau tekankan adalah suri teladan hidup dari prilakunya. Sang Buddha tak pernah mau mengajarkan sesuatu yg ada di luar hidupnya; sesuatu yg tidak mampu beliau lakukan atau sesuatu yg hanya beliau imani tanpa beliau hayati secara langsung. Sungguh beliau adalah Guru yang tiada tandingan. Jadi bila kita ingin memahami apa itu Buddhisme? maka tak pelak kita harus menemukan jantung hati yang menjadi titik tolak dan landasan dari segenap hidup-Nya yang luar biasa! Jantung hati adalah peristiwa beliau mencapai pencerahan! Peristiwa agung inilah yang menjadi titik tolak dari segenap lembaran hidup beliau yang mengagumkan. Tanpa peristiwa pencerahan, tidak akan ada Buddhisme! Tanpa doktrin tentang pencerahan, Budhisme sama sekali tidak menarik. Lalu apa itu pencerahan? Maksud saya, apa yang telah dialami,dihayati dan dirasakan oleh Sang Buddha pada momen2 pencerahan tersebut? Inilah pertanyaan yg paling esensial yg menjadi jantung hati dari ajaran Buddhisme!

Apakah Sang Buddha telah membeberkan semua yang telah beliau alami secara langsung dan hidup dalam momen pencerahan itu? Apakah pengalaman yang hidup itu tertulis di dalam Tri-Pitaka? Inilah permasalahan yang teramat penting untuk dipahami oleh seorang Buddhis sejati. Dan dalam Buddhisme Maitreya diyakini, inilah yang menjadi ladang perburuan dari semua patriat dan master2 Zen dan Guru-guru hidup dalam Budhisme Maitreya! Dan Buddhisme Maitreya memandang inilah inti ajaran dari Buddhisme yang sejati. Inti ajaran dari semua Buddha sepanjang masa.

Kembali pada pertanyaan di atas, apakah Sang Buddha telah membeberkan semua pengalaman langsung yang telah beliau alami dalam kespontanan waktu beliau mencapai kesempurnaan? Untuk menjawab secara obyektif tanpa prasangka pribadi, marilah kita amati beberapa kejadian lanjutan setelah Buddha mencapai pencerahan sempurna tertinggi(Anuttara Samyak Sambodhi). Yang pertama, setelah menikmati kebahagiaan dalam kesempurnaan yang telah beliau capai, beliau segera dirundung kesedihan dan kebimbangan. Mengapa beliau sedih dan bimbang? Bagi Sang Buddha yang maha bijaksana, kesedihan dan kebimbangan tersebut pasti amat beralasan! Beliau sedih dan bimbang apakah umat manusia akan mampu menginsafi apa yang telah beliau hayati secara langsung itu. Begitu sulitkah bagi umat manusia untuk menginsafi apa yang telah menjadi pengalaman beliau yang amat pribadi itu hingga Guru junjungan manusya-deva itu sedih dan bimbang?

Yang kedua, yaitu kehadiran Brahma Sahampati yang turun dari Brahmaloka, yang memohon kepada Sang Buddha untuk tetap mengajarkan Dharma pada umat manusia, sebab tidak semua umat manusia diliputi oleh ketidaktahuan dan kebodohan yang fatal. Mendengar permohonan tersebut, barulah Sang Buddha memutuskan untuk mengajar Dharma. Demikianlah kemudian dibabarkanlah doktrin Empat Kesunyataan Mulia dan Delapan Jalan Utama. Begitukah peristiwa yang sesungguhnya? Perlukah Sang Buddha yang maha bijaksana diingatkan oleh Brahma Sahampati bahwa tingkat kesadaran umat manusia itu berbeda-beda? Tak mampukah Sang Buddha melihat sendiri?

Tak mampukah Sang Buddha melihat sendiri?Pertanyaan demikian tak perlu dijawab. Sebab semua umat Buddha mengenal siapa Sang Buddha. Sesungguhnya Sang Buddha melihat jauh lebih jelas dari Brahma Sahampati, lalu mengapa Sang Buddha perlu penegasan dan sumbangan pikiran dari Brahma Sahampati untuk memutuskan mengajarkan Dharma? Konteks inilah yang perlu dipelajari dengan seksama. Sebelum permohonan Brahma Sahampati, Sang Buddha sedih dan bimbang sebab pada waktu itu Sang Buddha berkeinginan untuk mengajarkan secara penuh realitas kebenaran yang telah beliau alami secara amat pribadi. Dan ini merupakan ajaran di luar ajaran. Ini bukan sekedar sebuah filsafat tentang kehidupan atau ajaran tentang moral-kebajikan. Namun ini berhubungan secara amat langsung ke dalam diri setiap umat manusia, bahkan setiap makhluk. Dalam versi Mahayana, dikatakanlah pada momen pencerahan itu, Sang Buddha telah bersabda dengan penuh rasa takjub dan kagum: "Sungguh menakjubkan ternyata semua makhluk hingga seekor ulat sekalipun juga memiliki raga Vajrabuddha." Jadi semua makhluk ternyata memiliki sebuah dasar Buddhata yang senantiasa bersinar di sini dan dalam kespontanan waktu ini juga! Sebuah dasar fisik Buddhata yang nirwanic, yang bersembunyi di balik panca skhanda. Namun sungguh disayangi, mampukan umat manusia menerimanya? Atau meyakininya? Inilah yang menyedihkan-Nya. Dan setelah pertemuan dengan Brahma Sahampati, beliau memutuskan mengajarkan Hukum Empat Kesunyataan Mulia dan Delapan Jalan Utama sebagai Dharma yang diberikan sesuai dengan tingkatan kesadaran umat manusia. Jadi Empat kesunyataan Mulia dan Delapan Jalan Utama jelas hanyalah sebuah Upaya Kausalya, bukan kebenaran penuh yang mau beliau sampaikan sebelumnya. Sebab beliau tak perlu menjadi sedih dan bimbang hanya untuk mengajarkan Dharma Empat Kesunyataan Mulia dan Delapan Jalan Utama yang mau disampaikan sejak semula, sudah pasti Sang Buddha akan segera menyampaikan tak perlu menunggu penegasan dari Brahma Sahampati. Sang Buddha sendiri jauh lebih mengerti!

Jadi jelas ada perbedaan antara Dharma upaya kausalya dengan pengalaman langsung Sang Buddha dalam momen pencerahan. Yang terakhir inilah yang menjadi obyek perburuan para Patria dan Master Zen, dan yang amat diutamakan oleh Guru-guru suci dalam Budhisme Maitreya! Sesungguhnya inilah spirit Buddhisme sejati.

Alasan kedua kesedihan beliau sebab beliau menyadari tidak semua realitas kebenaran dapat disampaikan dengan surat dan kata. Tidak semua kebenaran dapat disampaikan melalui khotbah atau ceramah. Melalui khotbah, sebuah filosofi disampaikan namun filosofi adalah filosofi, sedangkan kebenaran adalah kebenaran. Mereka berbeda. Yang satu konkrit sedang yang lain abstrak. Mereka sama seperti benda dan bayangannya. Janganlah menjadikan bayangan sebagai bendanya. Segala macam khotbah dan bimbingan mendatangkan pemahaman. Namun pemahaman tidak sama dengan pengalaman langsung! Seorang Buddhis bukan berjuang untuk mencari pemahaman melainkan mencari pengalaman langsung.Pengalaman langsung akan kebenaran yang hidup! Dan kebenaran yang hidup itu bukan untuk untaian filosofi, bukan kumpulan Dharma, bukan segala macam doktrin tentang suatu kebenaran. Kebenaran yang hidup ada di dalam diri ini, di depan mata, dalam waktu ini juga! Tidak perlu cari kemana-mana, carilah ke dalam! Oleh sebab itulah maka dikisahkan bahwa suatu ketika Sang Buddha sedang berkumpul dengan murid-muridnya di Gunung Grdhrakuta, datanglah seorang Brahmin yang memberikan sekuntum bunga khumbala kepada Sang Buddha seraya memohon beliau berwelas memberikan Dharma. Pada saat itu Sang Buddha hanya menggerak-gerakkan bunga khumbala itu dengan pelan di depan wajahnya yang tenang tanpa menyampaikan sepatah kata pun(peristiwa ini tercatat dalam Sutra tentang Dialog antara Sang Buddha dengan Mahapitaka Brahmaraja). Tanpa menyampaikan sepatah katapun inilah yang amat berlawanan dengan kebiasaan sebelumnya dimana Sang Buddha pasti menyampaikan sabda-sabda sucinya. Sikap diam dan hanya menggerak-gerakkan sekuntum bunga, belum pernah beliau tunjukkan sebelumnya. Sehingga peristiwa tersebut menjadi sesuatu yang amat asing dan membingungkan. Tak heran kalau semua muridnya merasa bingung dan terheran-heran. Tiada seoranpun yang dapat menangkap makna yang sedang disampaikan oleh Sang Buddha, kecuali Maha Kasyapa yang tersenyum melihat tindakan Sang Buddha. Mengapa beliau tersenyum? Sebab beliau telah berhasil menangkap sesuatu yang hidup yang ada di balik pribadi Sang Buddha! Sesuatu yang hidup itu bersembunyi di balik setiap gerakan tubuh yang palsu ini. Sesuatu yang hidup itu begitu luar biasa dan Sang Buddha sedang mendemonstrasikannya di depan semua muridnya. Setelah melihat Maha Kasyapa tersenyum, Sang Buddha seraya bersabda: "Tathagata memiliki Dharma tertinggi sempurna yang tersimpan dalam mata, sebuah jiwa yang gaib dan nirwanic (bebas samsara), berwujud-tiada berwujud(ada namun bukan ada). Inilah Dharma esoteris utama, bebas surat dan kata, di luar segala sistem ajar-belajar. Kini kutransmisikan(kuturunkan) kepadamu, Maha Kasyapa!"
Sayang sekali semua muridnya kecuali Maha Kasyapa, hanya bingung dan terheran-heran. Mereka terus mencoba menginterpretasikan apa filosofi yang mau disampaikan.
Begitulah mereka telah terbiasa dengan sikap demikian. Sikap inilah yang menghalangi mereka pada sesuatu yang hidup yang ada di balik kebulatan pribadi Sang Buddha. Dalam hati mereka penuh dengan kata 'Dharma, Dharma dan sekali lagi Dharma'. Sikap demikian lain sekali dengan Maha Kasyapa. Maha Kasyapa bukan sedang ingin mengumpulkan filosofi dan Dharma. Semua filosofi dan Dharma hanyalah konsep atau ide, bkan sesuatu yang hidup! Beliau tersenyum sebab beliau telah melihat sesuatu yang sama dengan yang ada di balik pribadinya sendiri. Sesuatu yang hidup ini begitu luar biasa dan ada di atas segala-galanya. Tak ada sesuatu apapun yang dapat menandinginya. Dalam Buddhisme Maitreya, sesuatu yang hidup inilah yang disebut Dharma Hati atau Hakekat Rohani! Kata Dharma jangan diartikan sebagai Dharma dalam konsep umum, demikian juga dengan kata hakekat. Peristiwa inilah yang sering disebut sebagai ajaran dari hati ke hati; berkontak dari Jiwa ke Jiwa yang populer disebut Transmisi simbol hati Buddha. Buddhisme Maitreya memandang peristiwa Transmisi sejati sebagai inti ajaran dari agama Buddha, bahkan inti ajaran dari semua Buddha sepanjang masa.
Peristiwa tersebut di atas dakan sastra-sastra Zen sering disebut :"Menggoyang bunga menyampaikan makna (Nien hwa she cung)". Dan Buddhisme Maitreya memandang peristiwa tersebut sebagai awal dari peristiwa transmisi sejati dari Sang Buddha kepada seorang Patriat, yang kemudian diteruskan dari seorang Patriat kepada Patriat penerusnya.

Berawal dari peristiwa suci inilah lahirlah sebuah mazhab baru dalam Budhisme Mahayana yang diberi nama Budhisme Zen, yang kelak menjadi cikal bakal lahirnya Budhisme Maitreya. Budhisme Zen mempunyai sikap yang amat berbeda dari mazhab Buddhisme lainnya. Buddhisme Zen menganggap bahwa hukum kebenaran yang hidup tidak ada sangkut pautnya dengan segala macam surat dan kata. Segala macam surat dan kata hanya menyentuh intelek manusia namun bukan keinsyafan Bodhi Watak-diri seseorang. Jadi kita dituntut untuk membedakan bahwa pemahaman intelektual sama sekali berbeda dengan Pengalaman intuisi. Pemahaman hanyalah sebuah kegiatan intelek sedangkan pengalaman langsung itu berhubungan dengan fakta pribadi seseorang dalam kespontanan waktu ini juga! Oleh sebab itu Budhisme Zen amat mengutamakan perjuangan penginsafan ke dalam diri sendiri. Sedangkan semua bentuk uraian Dharma hanyalah filosofi belaka, filosofi itu bukanlah realitas kebenaran yang hidup. Realitas kebenaran yang hidup tersimpan di dalam dasar jiwa seseorang. Maka secara tradisional Buddhisme Zen memiliki prinsip utamanya yaitu :
Transmisi sejati di luar sistem pengajaran
Bebas tiada surat dan kata
Pengungkapan langsung dasar diri manusia
menginsafi watak diri dan mencapai ke-Buddhaan
Dari empat bait syair di atas dapat kita lihat tehnik pendekatan kehidupan spiritual dalam Buddhisme Zen amatlah berbeda dengan mazhab Budhisme lainnya.

Sehingga, setelah peristiwa di Gunung Grdhrakuta tersebut, maka terbentuklah satu garis Nadi Kepatriatan sebagai berikut :

Sang Buddha Sakyamuni
1. Patriat ke-1 Yang Arya Maha Kasyapa
2. Patriat ke-2 Yang Arya Ananda
3. Patriat ke-3 Yang Arya Sanavasa
4. Patriat ke-4 Yang Arya Upagupta
5. Patriat ke-5 Yang Arya Dhritaka
6. Patriat ke-6 Yang Arya Micchaka
7. Patriat ke-7 Yang Arya Vasumitra
8. Patriat ke-8 Yang Arya Budhhanandi
9. Patriat ke-9 Yang Arya Buddhamitra
10.Patriat ke-10 Yang Arya Parsva
11.Patriat ke-11 Yang Arya Punyayasas
12.Patriat ke-12 Yang Arya Asvaghosa
13.Patriat ke-13 Yang Arya Kapimala
14.Patriat ke-14 Yang Arya Nagarjuna
15.Patriat ke-15 Yang Arya Kanadeva
16.Patriat ke-16 Yang Arya Rahulata
17.Patriat ke-17 Yang Arya Sanghanandi
18.Patriat ke-18 Yang Arya Gayasata
19.Patriat ke-19 Yang Arya Kumarata
20.Patriat ke-20 Yang Arya Jayata
21.Patriat ke-21 Yang Arya Vasubhandu
22.Patriat ke-22 Yang Arya Manorhita
23.Patriat ke-23 Yang Arya Haklena
24.Patriat ke-24 Yang Arya Simha
25.Patriat ke-25 Yang Arya Basiasita
26.Patriat ke-26 Yang Arya Punyamitra
27.Patriat ke-27 Yang Arya Prajnatara

bersambung....

Pages: [1]