Kata Pembuka
Demikianlah telah kudengar. Suatu ketika Sakyamuni Buddha sedang berdiam di sebuah taman bernama Hutan Bambu Karanda, dekat Kota Rajagraha. Beliau mengadakan pertemuan dengan tiga puluh enam orang termasuk para mahabhikshu, para Bodhisattva Mahasattva, dan delapan kelompok makhluk-makhluk gaib. Pada kesempatan itu, terdapat lima ratus brahmana di dalam perkumpulan itu. Salah seorang dari mereka bangkit dari tempat duduknya dan berkata kepada Sakyamuni Buddha:
“Kami telah mempelajari bahwa ajaran Buddha adalah sangat mendalam sehingga tidak ada yang sejajar dengannya. Maka kami datang untuk meminta Anda menjelaskannya kepada kami.”
“Baiklah,” kata Sang Buddha.
“Apakah alam semesta itu nyata atau tidak nyata?” tanya sang brahmana.
“Ia nyata dan tidak nyata,” jawab Sang Buddha.
Sang brahmana berkata, “Bagaimana mungkin Anda mengatakan tidak nyata dari apa yang sekarang nyata? Bagaimana mungkin Anda mengatakan nyata dari apa yang sekarang tidak nyata?”
Sang Buddha menjawab, “Kehidupan dikatakan nyata, tetapi kematian dikatakan tidak nyata. Oleh karenanya, Aku mengatakan alam semesta itu nyata dan tidak nyata.”
Brahmana itu bertanya, “Dari apakah manusia hidup?”
Sang Buddha menjawab, “Manusia hidup dari biji-bijian.”
Brahmana itu bertanya, “Dari manakah lima jenis biji-bijian berasal?”
“Mereka berasal dari empat unsur: api, angin, air, dan tanah,” jawab Sang Buddha.
“Dari manakah empat unsur berasal?” tanya sang brahmana.
“Mereka berasal dari ketiadaan,” jawab Sang Buddha.
“Dari manakah ketiadaaan berasal?” tanya sang brahmana.
“Ia berasal dari kekosongan,” jawab Sang Buddha.
“Dari manakah kekosongan berasal?” tanya sang brahmana.
“Dari alam,” jawab Sang Buddha.
“Dari manakah alam berasal?” tanya sang brahmana.
“Dari Nirvana,” jawab Sang Buddha.
“Dari manakah Nirvana berasal?” tanya sang brahmana.
“Mengapa kamu bertanya tentang hal-hal yang sangat mendalam. Nirvana adalah hukum dari yang tidak dilahirkan dan tanpa kematian,” jawab Sang Buddha.
“Apakah Anda telah mencapai Nirvana?” tanya brahmana itu.
“Aku belum mencapai Nirvana,” jawab Sang Buddha.
“Jika Anda belum mencapai Nirvana, bagaimana Anda mengetahui Nirvana adalah suatu kebahagiaan abadi?” tanya sang brahmana.
“Sekarang izinkan Aku bertanya padamu apakah kehidupan makhluk-makhluk di dunia ini bahagia atau menderita,” kata Sang Buddha.
“Aku melihatnya sebagai sangat menderita,” jawab sang brahmana.
“Apakah yang kamu maksud dengan menderita?” kata Sang Buddha.
“Setelah melihat semua orang yang sekarat yang penderitaannya tak tertahankan. Aku mengetahui kematian adalah menderita,” jawab brahmana itu.
“Sekarang kamu belum meninggal, namun kamu mengetahui kematian adalah menderita. Aku telah melihat semua Buddha di sepuluh arah di angkasa tidak mengalami kelahiran kembali ataupun kematian. Oleh sebab itu, Aku mengetahui Nirvana adalah kebahagiaan abadi,” kata Sang Buddha.
Kelima ratus brahmana itu puas dan dengan demikian memahami apa yang dikatakan Sang Buddha. Kemudian mereka menerima lima sila dan meminta untuk menjadi siswa Buddha Gautama. Akhirnya, mereka mencapai pencerahan dari tingkat Sotapanna. Mereka duduk seperti sebelumnya. Sang Buddha berkata, “Kalian semua dengarkan Aku baik-baik. Aku akan memberikan kalian penuturan cerita-cerita perumpamaan yang luas.”