//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...  (Read 659320 times)

0 Members and 6 Guests are viewing this topic.

Offline naviscope

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.084
  • Reputasi: 48
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #585 on: 17 April 2009, 04:17:53 PM »
^
^
^
eeewwww... CAPS LOCK

AKU TIDAK BILANG KAMU BRO, JGN MARAH ATUH...

aye juga tidak menuduh sapa2, aye hanya baca, trus aye berusaha menyambung nyambungkan
ternyata tidak bisa nyambung... hehehe...

kaburrrrr lgggggggggggg.............

no offense loh :P
Tinggalkan masa lalu, lepaskan beban akan masa depan, tidak terikat dengan yang sekarang maka kamu akan merasakan kedamain batin.

Leave the past alone, do not worry about the future, do not cling to the present and you will achieve calm.

Offline purnama

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.309
  • Reputasi: 73
  • Gender: Male
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #586 on: 17 April 2009, 04:22:05 PM »
^
^
^
eeewwww... CAPS LOCK

AKU TIDAK BILANG KAMU BRO, JGN MARAH ATUH...

aye juga tidak menuduh sapa2, aye hanya baca, trus aye berusaha menyambung nyambungkan
ternyata tidak bisa nyambung... hehehe...

kaburrrrr lgggggggggggg.............

no offense loh :P

wkwkkwkwk Hidup raja jungker DC paling baru :P

:hammer:

^:)^

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #587 on: 17 April 2009, 04:22:11 PM »
Orangnya belum mencapai keBuddhaan, Buddha aja tidak pantang menyerah bro, kenapa mesti menyerah. Beliau aja masih mau menyadarkan devata dari Lobha, kenapa para Bodhisatava kagak mau mengikuti jejak beliau ?. Aneh kan

Lalu Buddha sekarang kok tidak terus mengajar di sini?


Tak usah jawab tokh di dalam sutta tera juga ada cari sendiri dekh


Kalau dalam Sutta Pali, Buddha ga ngajar karena udah parinibbana, sudah tidak bisa menunggu mahluk-mahluk lain masuk nibbana sama-sama. Juga karena mahluk apapun termasuk Buddha, tidak ada 3 macam tubuh, jadi sudah hilang yah hilang.
Nah, kalo di Mahayana 'kan katanya menunggu untuk masuk nirvana bareng, nunggunya di mana?
Lalu 'kan ada Trikaya yang selalu ada, tapi kok sekarang ini tidak digunakan untuk mengajar?


Offline dilbert

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.935
  • Reputasi: 90
  • Gender: Male
  • "vayadhamma sankhara appamadena sampadetha"
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #588 on: 17 April 2009, 04:25:51 PM »
[Qoute]saya jadi manusia karena belum terputus dari rantai kelahiran kembali... salah satu penyebabnya adalah avijja (kegelapan bathin) sehingga masih terus menerus terlahirkan kembali di 31 alam kehidupan ini (hanya saja dalam kehidupan ini "kebetulan" karena karma saya yang harus terlahir-kan menjadi manusia)...
Note : baca pattica samupada (hukum sebab musabab yang bergantungan) untuk lebih mengerti tentang roda samsara kelahiran kembali.[/qoute]
Kalo gitu kebetulan dong agama Buddhanya?

Tidak tahu apakah kebetulan atau karena karma baik lampau saya... who knows... yang pasti-nya kondisi saya terlahir sekarang ini berada di dunia manusia dan terlahir di dunia yang ada ajaran buddha-nya...

Kalo Tidak mengajarkan kepada mahluk lain gimana Buddha mengajar Dhama ?

SAMMASAMBUDDHA adalah guru para manusia dan para dewa...


Artinya anda gak ngerti maksud bahasa saya. saya katakan emangnya Dhamma langsung hadir gitu aja.

Pannati dhamma = dhamma ajaran baru ada setelah sammasambuddha mengajarkan dhamma...
Paramatha dhamma = dhamma absolut tetap ada, dengan atau tidak hadirnya sammasambuddha dan ajaran...


Anda jawab sendiri pertanyaan anda sendiri. Yang tidak mengerti tuh anda. saya sengaja nanya kayak seperti itu, artinya saya buka jalan pikiran kebudhaan anda bukan ?. Anda aja bisa cape jelasin kesaya. Saya juga bisa cape dong ajarin anda, padahal Buddha kita tuh ngak kenal kata cape lok untuk mengajar dhamma. Bodhisatva aja ngak kenal kata cape.

Saya kan masih puthujana (awam), gak bisa dibandingkan dengan BUDDHA... lagian... BUDDHA memang tidak bisa menolong orang lain yang tidak mau berubah dan belajar...


Baca buku Sejarah Bos, Beliau belajar dulu sama orang lain sebelum Beliau mencapai pencapaian sempurna. Beliau saja mencari jawaban dulu dari guru guru brahmana yang terkenal. Sebelum jadi Buddha

Yang dimaksud tentu-nya adalah ajaran pembebasan... jika guru guru siddharta (sebelum menjadi BUDDHA) sudah mengajarkan ajaran pembebasan, maka status guru siddharta tentunya adalah seorang sammasambuddha... Guru siddharta yang terunggul yaitu Alara Kalama mengajarkan siddharta mencapai kondisi KEKOSONGAN (mencapai jhana arupa tertinggi ke-2, dan sebagai pahalanya, Alara Kalam terlahir di Alam Brahma Arupa Kekosongan / Alam ke-30)... sEdangkan guru Siddharta lainnya yaitu Uddhaka Ramaputra  mengajarkan siddharta mencapai kondisi PENCERAPAN dan BUKAN PENCERAPAN (mencapai jhana arupa tertinggi ke-1, dan sebagai pahalanya, Uddhaka Ramaputra terlahir di Alam Brahma Arupa PENCERAPAN dan BUKAN PENCERAPAN / Alam ke-31)... Alam Brahma Arupa merupakan alam bagi para anagami (yang kembali sekali lagi), para brahma arupa ini akan mencapai nibbana di alam Brahma Arupa.

Bro purnama... malah saya sarankan balik, kalau sdr.purnama baca kembali sejarah buddha... saya sarankan buku RIWAYAT AGUNG PARA BUDDHA yang dapat di download di
http://dhammacitta.org/perpustakaan/ebook/umum/riwayat-agung-para-buddha/halaman-komentar-1/
« Last Edit: 17 April 2009, 04:28:34 PM by dilbert »
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #589 on: 17 April 2009, 04:28:27 PM »
dari pertanyaan kainyn_kutho sbb :
OK, kalau begitu berarti bisa.
Lalu kenapa masih banyak orang jahat di muka bumi? Ini karena para Bodhisatva kurang gigih, atau orang-orangnya kepala batu?

Saya belum pernah kenal atau ketemu Bodhisatva, jadi saya tidak tahu.
Mau bantu jawab?



loh sutta ada sutra ada (dokumentasi pengajaran yang dibabarkan guru Buddha), Sangha ada, jadi maksud komentar saya tanya pada diri anda/masing-masing sendiri kenapa gitu loh...

Inti dari pertanyaan saya adalah, "Bodhisatva dikatakan dengan gigih mengusahakan kebaikan orang lain (tidak seperti Arahat Hinayana yang cuman nyantai di Nirvana, ga ngapa-ngapain). Lalu kenapa bukti konkretnya tidak ada? Kenapa masih banyak kejahatan sementara banyak Bodhisatva yang gigih menyelamatkan orang lain? Apa ini Bodhisatva yang lagi libur (ga kerja) atau orang-orang ini terlalu susah untuk diselamatkan Bodhisatva?"



Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #590 on: 17 April 2009, 04:28:41 PM »
dari pertanyaan kainyn_kutho sbb :
OK, kalau begitu berarti bisa.
Lalu kenapa masih banyak orang jahat di muka bumi? Ini karena para Bodhisatva kurang gigih, atau orang-orangnya kepala batu?


koq komentar-komentarnya jadi melintir.
Jawab saja kalau mau, jangan banyak komentar yang ga perlu.



sorry bro kainyn,
bukan maksudnya komentarin tulisan anda pada kutipan tapi komentar-komentar diskusi selanjutnya teman-teman yang lain.  ^:)^  _/\_

Kalau mau protes ke orang lain, jangan quote tulisan saya langsung, bro. Itu berarti menunjuk pada saya dan saya akan menanggapi. Sorry kalau ada salah paham. _/\_


Offline purnama

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.309
  • Reputasi: 73
  • Gender: Male
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #591 on: 17 April 2009, 04:29:51 PM »
Sebelum Pulang kantor , Akhir diskusi saya hari ini, Makanya Baca buku. Saya tawarin buku Gratis dekh, tidak perlu sepeserpun keluar uang, Cari buku judul Jalan tunggal karangan Bhante Piyasilo, Ngak perlu pesen tinggal ngambil doang, Cuman ongkos kesana buat ambil, sebelum diskusi, baru paham sebenernya kayak apa sih Teravada dan mahayana sebenarnya.

Karena buku ini lebih jelas pembahasannya. Karena  buku ini bukan karangan tapi MAKALAH, Sekali lagi MAKALAH. Jadi ini sudah di risetkan , dan sudah terbukti, tulisan beliau refrensi paling bisa dibenarkan.

Offline dilbert

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.935
  • Reputasi: 90
  • Gender: Male
  • "vayadhamma sankhara appamadena sampadetha"
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #592 on: 17 April 2009, 04:37:08 PM »
Sebelum Pulang kantor , Akhir diskusi saya hari ini, Makanya Baca buku. Saya tawarin buku Gratis dekh, tidak perlu sepeserpun keluar uang, Cari buku judul Jalan tunggal karangan Bhante Piyasilo, Ngak perlu pesen tinggal ngambil doang, Cuman ongkos kesana buat ambil, sebelum diskusi, baru paham sebenernya kayak apa sih Teravada dan mahayana sebenarnya.

Karena buku ini lebih jelas pembahasannya. Karena  buku ini bukan karangan tapi MAKALAH, Sekali lagi MAKALAH. Jadi ini sudah di risetkan , dan sudah terbukti, tulisan beliau refrensi paling bisa dibenarkan.    =))   siapa yang membenarkan ??

lebih baik baca buku Riwayat Agung Para Buddha, karya dari Tipitakadhara Mingun Sayadaw (Burma), anda tahu Tipitakadhara ?
Tipitakadhara adalah gelar bagi individu yang bisa menghapal Tipitaka luar kepala gitu lo... jadi referensi-nya bukan hanya banyak, tetapi keseluruhan TIPITAKA bro...
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Offline sobat-dharma

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.286
  • Reputasi: 45
  • Gender: Male
  • sharing, caring, offering
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #593 on: 17 April 2009, 10:22:04 PM »
Quote from: sobat-dharma
Mari kita menggunakan kata-kata dalam Visuddhimagga untuk membantu anda memahaminya:

Penderitaan belakalah yang ada, tiada penderita yang ditemukan;
Perbuatan ada, tetapi pelaku perbuatan tidak ada;
Nibbana ada, tetapi orang yang memasuki tidak ada;
Jalan ada, tetapi pejalannnya tidak ada.

Di sini bisa kulanjutkan:
pancaran maitri-karuna ada, tetapi yang memancarkan tidak ada.

Sobat...

Empat baris awal yang Anda ketik itu berbicara mengenai realita anatta dalam tataran pra-Parinirvana. Artinya, dengan atau tidak menerima konsep anatta, fakta berbicara bahwa pada hakikatnya tidak ditemukan substansi inti (diri) di dunia ini. Penderita, pelaku perbuatan, orang yang merealisasi maupun pejalan; dinyatakan tidak ada, karena tidak ada penggerak utama yang beraktivitas dalam orang yang bersangkutan.

Namun pada dua baris akhir yang Anda ketik, statement itu berbicara dalam tataran pasca-Parinirvana. Di taraf ini, orang yang sudah memasuki Parinirvana sudah tidak lagi beraktivitas. Anda menyatakan bahwa pancaran maitri-karuna ada. Ini merujuk pada dua hal, yaitu :
- mungkin orang yang bersangkutan (Buddha) masih melakukan kegiatan memancarkan maitri-karuna.
- mungkin maitri-karuna itu dipancarkan oleh sesuatu (thing) - yang notabene adalah orang yang sudah memasuki Parinirvana.

Mohon penjelasan lanjutnya...

Sah-sah saja seorang memiliki penafsirannya sendiri, begitu juga saya memiliki penafsiran berbeda.

Dua baris pertama jelas-jelas mengatakan bahwa pada dasarnya "diri itu tidak ada", meskipun penderitaan dan perbuatan "ada", yang berarti pada dasarnya memang diri itu tidak ada. Oleh karen itu, ketika seseorang dikatakan mencapai nirvana, bukan berarti diri itu musnah atau berubah dari ada menjadi tiada, karena diri itu pada dasarnya memang pada dasarnya tiada pada permulaannya.

Dikatakan ada yang merealisasi nirvana, namun pada dasarnya memang tidak ada yang merealisasi. Dikatakan ada yang menempuh jalan, tapi pada dasarnya tidak ada yang menemupuh. Dengan demikian, jika memang sejak awal tidak ada yang menderita dan tidak ada pelaku, maka sebenarnya ketika merealisasi nirvana seseorang tidak kehilangan apapun atau mencapai apapun. Sebab, akhirnya "ia" hanya menyadari hakikat yang sejati bahwa diri itu tiada.

Pernyataan ini juga sekaligus menggambarkan bagaimana pada dasarnya samsara dan nirvana tidaklah berbeda, yang berbeda hanya kesadaran akan hakikat diri yang tak berwujud atau kosong.

(yang berikut ini ada konklusi tambahan dari penafsiran saya)

Jadi mencapai nirvana bukan berarti seseorang mengalami eksklusi selamanya dari dunia samsara, karena jika demikian maka pencapaian nirvana berarti terjadi perubahan dari yang ada menjadi tiada. Sebaliknya realisasi nirvana justru menggambarkan suatu proses yang alami, kembali ke hakikat yang sejati yaitu bahwa diri itu anatta atau sunyata. Dengan pemahaman demikianlah maka realisasi nirvana tidak terikat dengan kehidupan dan kematian, "ia" tidak pasif terikat oleh suatu keadaan, sebaliknya "ia" mengatasi semua kondisi yang ada.




Mereka yang melihat-Ku dari wujud dan mengikuti-Ku dari suara terlibat dalam upaya salah. Mereka takkan melihat Aku. Dari Dharma-lah mestinya ia melihat Para Buddha. Dari Dharmakaya datang tuntunan baginya. Namun hakikat sejati Dharma tak terlihat dan tiada seorangpun bisa menyadarinya sebagai obyek

Offline sobat-dharma

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.286
  • Reputasi: 45
  • Gender: Male
  • sharing, caring, offering
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #594 on: 17 April 2009, 11:04:21 PM »
Maksudnya : "...yang bisa membuat diri sendiri (seseorang) merealisasi Pembebasan adalah diri sendiri (orang itu) pula."
Analoginya -> yang bisa membuat diri sendiri kenyang adalah diri sendiri pula.

Analoginya membingungkan bro. Kalau tidak makan apa bisa membuat seseorang menjadi kenyang? Saya sebagai pemula, mohon tuntunannya.

Saya melihat kalimat yang diucapkan bodhisatva itu hanya sebatas kalimat motivasi yang mendorong saya untuk mengembangkan kebajikan; tidak egois. Namun jika ditinjau dari pernyataan logika, maka kalimat itu agak pincang.

Seseorang tidak akan termotivasi oleh suatu kata-kata apabila ia tidak meyakini kebenaran kata-kata tersebut. Logis kan? :)

Bro, jadi menurut Anda kejadian yang menimpa Petapa Sidharta itu tidak logis? Apa maksud Anda hukum alam memberi pengecualian agar mangkok itu mengalir melawan arus? Saya melihat kisah itu bisa saja terjadi, dan itu bukanlah suatu kejadian yang tidak bisa dijelaskan secara logika atau ilmu eksak. Bagi saya, akal sehat dan pemikiran logis merupakan filter awal untuk memilah suatu hal. Setelah itu, untuk pembuktian tentu saja saya harus mempraktikkannya.

Saya kan bilang “kalau”. Sebaliknya  saya justru berpandangan bahwa logika lah yang terlalu sempit untuk memahami segala sesuatu. Jika kita menggunakan semata-mata logika dan akal sehat sebagai ukuran  segala sesuatu, maka kita terjebak membenarkan pikiran ego belaka. Logika dan akal sehat pada dasarnya adalah keyakinan akan suatu standar kebenaran yang digunakan untukmengevaluasi segala sesuatu. Sebagai sebuah “standar” ia  harus diyakini dulu sebagai kebenaran.

Oleh karena itu, logika tidak lain hanya klaim akan kebenaran yang disahkan atas pengakuan atas keunggulan rasio dan meremehkan aspek-aspek lain dalam manuisia seperti emosi dan tubuh. Bahkan dalam dunia filsafat barat saja, sudah sangat sering logika dan akal sehat dikritisi keabsahannya sebagai suatu standar kebenaran.

Okey, kita kemudian merasa ada, “hey tunggu, kalau logika salah, ada saringan lapis kedua yaitu empirisme atau pembuktian.” Pandangan ini tentu saja terkesan memasang sikap berhati-hati dan seolah-olah menerapkan sikap kritis pada logika itu sendiri. Namun di sisi lain, akibat penggunaan logika dan akal sehat sebagai saringan tingkat pertama telah menyebabkan “kebenaran” kemungkinan-kemungkinan di luar logika dipersempit. Dalam hal ini sifat logika dan akal sehat adalah membatasi mana yang benar dan mana yang salah, akibat batas ini adalah kemungkinan hanya dibatasi sejauh logika membenarkannya. Dengan demikian akhirnya seseorang akhirnya diperbudak oleh logikanya sendiri.

 
Menurut saya, frase "di sini" adalah menunjukkan lokasi. Saya kurang mengerti dengan penjelasan ini; mengapa frase "di sini" dapat merujuk pada "keberadaan" -yang merupakan aktivitas-.

Ada kesalahpahaman seolah ketika seseorang menyebut tentang tempat, ia semata-mata hanya merujuk pada makna tempat secara harafiah. Padahal makna “tempat” secara harafiah sebenarnya hanya dalam kamus bahasa belaka yang seolah waktu dan tempat adalah makna yang berdiri sendiri-sendiri. Pada pengalaman eksistensial empirik sehari-hari, tempat dan waktu tidak terpisah. Mengapa? Misalnya ketika kita menyebut suatu tempat, misalnya “Jakarta." Pada pengalaman empiriknya Jakarta yang disebut adalah Jakarta yang hanya bermakna suatu titik atau tempat di peta ataupun konsep tentang jakarta sebagai sebuah kota yang terletak di wilayah lebih luas tidak benar-benar eksis, tapi yang benar-benar dialami adalah Jakarta saat ini sebagaimana di alami oleh saya pada waktu dan ruang yang spesifik “di sini”. Sehingga walaupun ada orang lain yang juga berada di Jakarta apa yang dialaminya sebagai “di sini” berbeda dengan yang saya alami. Jadi “Jakarta” sebagai pengalaman empirik tidaklah mungkin adalah suatu esensi yang terpisah antara tempat dan waktu, karena dalam pengalaman “di sini”, tempat dan waktu itu menyatu. Jakarta sebagai hanya tempat hanya ada dalah konsep di pikiran, hanya jakarta yang riil dialami sebagai ruang dan waktu merupakan Jakarta yang "nyata" dialami.

Nah, setelah kita memahami bawa pengalaman “di sini” tidak mungkin dipahami sebagai ruang dan waktu dalam makna abstrak yang eksklusif satu sama lain sebagaimana dalam kamus bahasa, kia memasuki pemahaman lebih jauh yaitu: bahwa pengalaman empirik akan ruang dan waktu selalu melibatkan kesadaran subjek akan kehadirannya. Ketika kita menyebut “di sini”, kita selalu mengandaikan di mana subjek berada, atau lebih spesifiknya di mana tubuhnya berada dalam suatu ruang dan waktu tertentu. Atau lebih tepatnya keberadaan ruang dan waktu yang sebagaimana dialami subjek hanya mungkin dapat dirasakan oleh subjek dan di mana tubuhnya hadir. Begitu juga kehadiran subjek hanya mungkin hadir jika ada ruang dan tempat yang dirasakan terpisah olehnya. Singkatnya objek ada karena subjek, dan subjek ada karena objek.

Dari sini, saya coba kembali ke kata saya: “Nirvana ada di sini.” Maka kata ini tidak hanya menunjuk pada “tempat” belaka. Sebagaimana penjelasan panjang lebar saya di atas, “di sini” berarti juga melibatkan ruang dan waktu serta bagaimana subjek mengalaminya, dan bagaimana subjek dan objek adalah esensi yang saling mengadakansatu sama lain. Oleh karena itu, realisasi nirvana bisa terbantu jika kita menggali bagaimana relasi antara subjek dan objek  dengan membangun kesadaran yang menembus realitas subjek fan objek. Singkatnya “sunyata” ada di dalam pengalaman akan subjek dan objek.





Kalau Anda tidak tahu, kenapa Anda mengiyakan pertanyaan saya mengenai; "apakah semua makhluk akan merealisasi Nirvana, sehingga samsara kosong dari para makhluk", ...

Maksudnya?


Saya tidak tahu. Saya bukanlah ahli sensus, Arhat, ataupun Samyaksambuddha...
Namun yang saya tahu, orang bijak itu selalu mempertimbangkan suatu hal berdasarkan prioritas dan faedahnya.

Dengan standar apa? standar siapa?
« Last Edit: 17 April 2009, 11:10:48 PM by sobat-dharma »
Mereka yang melihat-Ku dari wujud dan mengikuti-Ku dari suara terlibat dalam upaya salah. Mereka takkan melihat Aku. Dari Dharma-lah mestinya ia melihat Para Buddha. Dari Dharmakaya datang tuntunan baginya. Namun hakikat sejati Dharma tak terlihat dan tiada seorangpun bisa menyadarinya sebagai obyek

Offline sobat-dharma

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.286
  • Reputasi: 45
  • Gender: Male
  • sharing, caring, offering
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #595 on: 17 April 2009, 11:18:04 PM »

Saya tidak punya referensinya. Bisa Bro ceritakan sedikit mengenai kisahnya?
Agar saya tahu, dan teman-teman yang lain pun tahu...?
:)

Baca di sini bro:

www.buddhanet.net/pdf_file/ksitigarbha.pdf
Mereka yang melihat-Ku dari wujud dan mengikuti-Ku dari suara terlibat dalam upaya salah. Mereka takkan melihat Aku. Dari Dharma-lah mestinya ia melihat Para Buddha. Dari Dharmakaya datang tuntunan baginya. Namun hakikat sejati Dharma tak terlihat dan tiada seorangpun bisa menyadarinya sebagai obyek

Offline truth lover

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 392
  • Reputasi: 3
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #596 on: 18 April 2009, 12:29:30 AM »
[at] bro upasaka

Kasus keluar dari penjara di atas bukanlah tindakan egois. Karena untuk dapat keluar dari penjara, seseorang harus menghabiskan masa tahananya dan atau menerima amnesti (pengurangan hukuman). Ini semua dapat diterima seseorang melalui usahanya sendiri. Jadi tidak ada narapidana yang bisa membebaskan narapidana lain.
<<kalau ini saya setuju....


Saya masih belum menagkap jelas. Memang kalau dalam konsep Mahayana, menolong makhluk lain itu dalam bentuk tindakan yang seperti apa ya?
<< liat contoh nya, boddhisattva ksitigarbha,
sampai masuk ke neraka,.....

kalau orang lain, mgkn beranggapan dia bodoh, tapi kalau saya beranggapan, cita2 sungguh mulia, sungguh sangat sangat jarang bisa ditemukan bodhisattva yg demikian hebatnya nazar nya

pdhal dia sudah keluar penjara loh, kenapa mo masuk penjara lg  ^-^

buka mata, buka telinga, ini nyata, cuma ada di mahayana loh






tuh kan betul........ pandangan orang jelek yg suka ngejelekin oran laen... emang beda beda dan macem macem........

ada yg bilang.. tuh arahat kurang kerjaan...... ada yg bilang bego......... ada yg bilang arahat itu penuh cinta kasih..... ada yg bilang mulia (hotel kaleee)

tapi bagi arahat seharusnya hal itu gak jadi masalah lageee.........

ibarat kateee........ tuh bodhisatva yg kek gitu kek para pandita atau guru ngaji yang ngajarin para napi di penjara......

bodhisatva blum arahat kan?

bodhisatva blum arahat kan? << tergantung level berapa tuh boddhisattva
bodhisatva level 8, klu tidak salah sudah setara dengan arahat
trus, klu level 9 - 10 sudah diatas arahat loh

ibarat kateee........ tuh bodhisatva yg kek gitu kek para pandita atau guru ngaji yang ngajarin para napi di penjara......
<< [at] bro upasaka, ini lah, wujud sumbangsih mahayana, untuk menolong makhluk lain

Mas Naviscope (dan juga mas Tan), bila ingin mengutip sesuatu sebutkan sumbernya dengan jelas, seperti berikut ini:

The large sutra on perfect wisdom (abhisamayalankara) translated bye Edward Conze. hal 172 VI.B bebunyi:

1. A Bodhisattva should avoid disciple thought and 2. Pratyeka Buddha thought, because it is not the path to enlightenment.


1. Seorang Bodhisattva harus menghindari jalan Arahat dan 2. Jalan Pratyeka Buddha, karena itu bukan jalan pencerahan.
Darimana mas Navis mengutip mengenai Arahat sudah mencapai tingkat ke 7? itu pasti asal sebut, karena disini jelas dikatakan bahwa jalan Arahat dan Pratyeka Buddha tidak membawa pada Pencerahan.

hal 244: AA II.6
Because those whose thought has been set free on the level of disciple and Pratyeka Buddhas does not understand any Dharmas.


Karena mereka yang pikirannya telah terbebas pada tingkat Arahat dan Pratyeka Buddha tidak mengerti Dharma samasekali.

Hal 334: AA IV A
Some persons belonging to the great Vehicle will spurn this perfection of wisdom which is the root of all the Buddhadharmas, and decide instead to study the sutras associated with the vehicles associated with the vehicles of the disciples and Pratyeka Buddhas, sutras which are like branch, leaves and foliage. This also will be the Mara's deed to them


Beberapa orang yang mengikuti Mahayana akan menolak sutra prajna paramita yang merupakan akar dari semua Buddhadharma, dan memutuskan untuk mempelajari sutra yang berkaitan dengan kendaraan yang berkaitan dengan kendaraan Arahat dan Pratyeka Buddha, sutra yang seperti cabang, daun dan kuncup daun. Ini juga merupakan perbuatan Mara kepada mereka.

Nah seperti ini caranya mengutip suatu ajaran M yang benar.

Bukankah ini mirip dengan agama tetangga yang menuduh ajaran agama lain berasal deri kuasa kegelapan?

Metta
« Last Edit: 18 April 2009, 12:47:55 AM by truth lover »
The truth, and nothing but the truth...

Offline truth lover

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 392
  • Reputasi: 3
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #597 on: 18 April 2009, 02:18:21 AM »
Quote
TL:

Saya ingin bertanya kepada mas Tan, Dharmakaya seorang Buddha dengan Buddha yang lain sama atau berbeda? dimanakah Dharmakaya seorang Buddha ketika ia terlahir kembali sebagai pangeran Siddharta?

TAN:

Dharmakaya adalah tubuh absolut seorang Buddha. Mempertanyakan dimana dharmakaya adalah suatu pertanyaan yang tidak tepat. Ibaratnya menanyakan di manakah Buddha Sakyamuni setelah Beliau parinirvana. Menurut Nagasena pertanyaan ini tidak tepat dan dapat disamakan dengan menanyakan ke manakah perginya api setelah padam (lihat Na shien pi chiu ching – Nagasena bhikshu Sutra – padanan Milindapanha dalam Mahayana). Dharmakaya sendiri tidak mati ataupun menjelma, sehingga ini konsisten dengan konsep bahwa seorang Buddha tidak lagi menjelma. Yang memanifestasikan sebagai Buddha manusia adalah Nirmanakaya (tubuh jelmaan). Ingat dharmakaya sendiri tidaklah ke mana-mana. Dengan demikian, ia merupakan sesuatu yang absolut. Sampai di sini tidak ada pertentangan dengan doktrin aliran non Mahayana bukan? Karena merupakan tubuh yang absolute pertanyaan Anda di atas tidak berlaku.

TL:

Maaf mas Tan aliran non-Mahayana mana yang mengatakan ada tubuh absolut seorang Buddha ? (Tantra masih saya anggap Mahayana juga) Darimana mas Tan mengatakan tak ada pertentangan?

Quote
TL:

Saya ingin bertanya kepada mas Tan, bagaimanakah konsep anitya (anicca) menurut Mahayana? Apakah kesadaran nitya atau anitya? Adakah  suatu kekecualian terhadap hukum anitya?

TAN:

Pertanyaan Anda saya balik pula dengan pertanyaan, apakah hukum karma itu nitya atau anitya? Kalau hukum karma adalah anitya, maka suatu saat, entah di masa lampau atau di masa mendatang, ada kalanya hukum karma tak berlaku. Kemungkinan ada masa di mana orang jahat tidak menuai kejahatannya dan orang baik tidak menuai buah kebaikannya. Apakah kondisi nirvana itu sendiri nitya atau anitya. Kalau anitya, kemungkinan seseorang dapat jatuh lagi setelah merealisasi nirvana. Poin yang hendak saya ungkapkan, ada kalanya pertanyaan-pertanyaan itu tidak tepat. Umpamanya dengan menanyakan “adakah segitiga yang mempunyai empat sisi?”

TL:

Suatu pertanyaan balik yang aneh... setahu saya karma dan anitya adalah sesuatu yang berhubungan, yaitu: tanpa adanya anitya tak ada karma. anitya yang menyebabkan karma. bila anitya berhenti maka karma juga berhenti. jadi karma dan anitya adalah hubungan yang saling berkait.

Mas Tan belum menjawab pertanyaan saya yang satu ini: apakah kesadaran anitya atau nitya?
tolong dijawab.

Quote
TL:

Sebenarnya yang manakah yang merupakan penjara menurut mas Tan? Nirvana atau batin dan jasmani (panca skandha)? Apakah mas Tan tahu apa yang menyebabkan mahluk terlahir kembali? apakah di Mahayana diajarkan pratitya sramutpada atau tidak?

TAN:

Jika Anda mengatakan nirvana adalah suatu batasan, maka itu adalah penjara. Perlu dibedakan antara penyebab para makhluk yang belum tercerahi terlahir kembali dan tubuh jelmaan yang memanifestasikan dirinya dalam berbagai perwujudan. Tentu saja di Mahayana diajarkan pratiyasamutpada. Tetapi ingat bahwa ini berlaku bila suatu makhluk masih memiliki avidya. Dalam kasus nirmanakaya penyebabnya beda. Avidya tidak lagi hadir di sini.

TL:

Saya masih sebatas bertanya kepada mas Tan, saya tak pernah mengatakan Nirvana adalah suatu batasan. Tolong beritahu, mana yang merupakan penjara? Nirvana atau panca Skandha?
Saya tidak tahu apa maksudnya "perlu dibedakan antara penyebab para makhluk yang belum tercerahi terlahir kembali dan tubuh jelmaan yang memanifestasikan dirinya dalam berbagai perwujudan" jawabannya kok nggak nyambung? Saya hanya bertanya apakah mas Tan tahu apa yang menyebabkan mahluk terlahir kembali?

Quote
Pernyataan:

-   Samsara dan Nirvana adalah identik...
-   
TAN:

Ya. Dari sudut pandang orang yang tercerahi adalah identik. Bagi yang belum akan memandangnya tak identik.

Persis konsep Hindu reply no: 500

translation of Yoga Vasistha (supreme Yoga) by Swami Venkatesananda: 29 april

nirvana eva nirvanams santam sante sive sivam, nirvamapyanirvanam sanabhortham navapi tat.

Nirvana is nirvana . in peace there is peace, in the divine there is divinity. Nirvana (emanciaption) also anirvana (non emancipation), associated with space and also not associated.

Nirvana adalah Nirvana. Dalam kedamaian ada kedamaian, dalam kesucian ada kesucian. Nirvana (non emansipasi) juga anirvana (non-emansipasi), berhubungan dengan angkasa dan juga tidak berhubungan.

perhatikan non dualisme nirvana - anirvana ; anirvana - samsara.

Non dualisme adalah jiplakan dari Hindu.

Metta,
« Last Edit: 18 April 2009, 02:23:33 AM by truth lover »
The truth, and nothing but the truth...

Offline purnama

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.309
  • Reputasi: 73
  • Gender: Male
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #598 on: 18 April 2009, 09:42:16 AM »
Sebelum Pulang kantor , Akhir diskusi saya hari ini, Makanya Baca buku. Saya tawarin buku Gratis dekh, tidak perlu sepeserpun keluar uang, Cari buku judul Jalan tunggal karangan Bhante Piyasilo, Ngak perlu pesen tinggal ngambil doang, Cuman ongkos kesana buat ambil, sebelum diskusi, baru paham sebenernya kayak apa sih Teravada dan mahayana sebenarnya.

Karena buku ini lebih jelas pembahasannya. Karena  buku ini bukan karangan tapi MAKALAH, Sekali lagi MAKALAH. Jadi ini sudah di risetkan , dan sudah terbukti, tulisan beliau refrensi paling bisa dibenarkan.    =))   siapa yang membenarkan ??

lebih baik baca buku Riwayat Agung Para Buddha, karya dari Tipitakadhara Mingun Sayadaw (Burma), anda tahu Tipitakadhara ?
Tipitakadhara adalah gelar bagi individu yang bisa menghapal Tipitaka luar kepala gitu lo... jadi referensi-nya bukan hanya banyak, tetapi keseluruhan TIPITAKA bro...

Ngak efek cuy, tetap aje tuh refrensi loe tuh ada di Buddha wacana

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #599 on: 18 April 2009, 10:05:11 AM »
Persis konsep Hindu reply no: 500

translation of Yoga Vasistha (supreme Yoga) by Swami Venkatesananda: 29 april

nirvana eva nirvanams santam sante sive sivam, nirvamapyanirvanam sanabhortham navapi tat.

Nirvana is nirvana . in peace there is peace, in the divine there is divinity. Nirvana (emanciaption) also anirvana (non emancipation), associated with space and also not associated.

Nirvana adalah Nirvana. Dalam kedamaian ada kedamaian, dalam kesucian ada kesucian. Nirvana (non emansipasi) juga anirvana (non-emansipasi), berhubungan dengan angkasa dan juga tidak berhubungan.

perhatikan non dualisme nirvana - anirvana ; anirvana - samsara.

Non dualisme adalah jiplakan dari Hindu.

Sebetulnya, kalau masih ada "dualisme" dan "non-dualisme", itu juga sudah dualisme. ;D
Yang saya tahu, seharusnya kita bisa melihat ilusi dualisme itu sendiri, bukan menyama-nyamakan yang berbeda (nirvana-samsara) dengan alasan sudah "non-dualisme", juga membeda-bedakan yang sama (samsara "dualisme" dan samsara "non-dualisme").

Ilusi dualisme itu hanya terbentuk di pikiran, tidak nyata. Misalnya dualisme ilusi "mahayana" & "hinayana". Kalau kita lihat secara nyata, yang ada hanya orang-orang yang menjalani hidup saja. Dualisme itu hanya ada pada orang yang pikirannya terilusi demikian (bahasa kasarnya: brainwashed). Bagi orang yang tidak pernah belajar "Mahayana dan Hinayana", dualisme tersebut tidak muncul.

Sedangkan di sisi lain, perbedaan nyata adalah sederhana. Pria yah pria, wanita yah wanita. Entahlah kalau orang "non-dualisme" yang sudah melihat nirvana = samsara, mungkin melihat pria = wanita?