//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Renungan santai  (Read 3068 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline F.T

  • Sebelumnya: Felix Thioris, MarFel, Ocean Heart
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 7.134
  • Reputasi: 205
  • Gender: Male
  • • Save the Children & Join with - Kasih Dharma Peduli • We Care About Their Future • There Are Our Next Generation.
Renungan santai
« on: 28 May 2008, 11:23:11 AM »
Kutip dari milis sebelah ...

Kutipan tulisan Ika S. Creech, yang akhir-akhir ini beredar di
berbagai mailing list. Ika mengaku sebagai putra Indonesia Asli, kini
bertempat tinggal di Paris dan bekerja sebagai pembawa acara di salah
satu stasiun di Perancis.

Menurutnya, Deso (baca: ndeso) adalah sebutan untuk orang yang norak,
kampungan, udik, shock culture, countrified dan sejenisnya. Ketika
mengalami atau merasakan sesuatu yang baru dan sangat mengagumkan,
maka ia merasa takjub dan sangat senang, sehingga ingin terus
menikmati dan tidak ingin lepas, kalau perlu yang lebih dari itu.
Kemudian ia menganggap hanya dia atau hanya segelintir orang yang baru
merasakan dan mengalaminya. Maka ia mulai atraktif, memamerkan dan
sekaligus mengajak orang lain untuk turut merasakan dan menikmatinya,
dengan harapan orang yang diajak juga terkagum-kagum sama seperti dia.

Semua kampus di Jepang penuh dengan sepeda, tak terkecuali Dekan atau
bahkan Rektor pun ada yang naik sepeda datang ke kampus. Sementara
pemilik perusahaan Honda tinggal di sebuah apartemen yang sederhana.
Ketika beberapa pengusaha ingin memberi pinjaman kepada pemerintah
Indonesia mereka menjemput pejabat Indonesia di Bandara Narita.
Pengusaha tersebut bertolak dari Tokyo menggunakan kendaraan umum,
sementara pejabat Indonesia yang akan dijemput menggunakan mobil dinas
Kedutaan yaitu Mercedes Benz.

Ketika saya di Australia berkesempatan melihat sebuah acara dari jarak
yang sangat dekat, yang dihadiri oleh pejabat setingkat menteri, saya
tertarik mengamati pada mobil yang mereka pakai yaitu merek Holden
baru yang paling murah untuk ukuran Australia. Yang menarik, para
pengawalnya tidak terlihat karena tidak berbeda penampilannya dengan
tamu-tamu, kalau tidak jeli mengamati kita tidak tahu mana pengawalnya.

Di Sidney saya berkenalan dengan seorang pelayan restoran Thailand.
Dia seorang warga Negara Malaysia keturunan China, sudah menyelesaikan
Doctor, sekarang sedang mengikuti program Post-Doc, Dia anak seorang
pengusaha yang kaya raya di negaranya. Tidak ingin menggunakan
fasilitas orang tuanya malah jadi pelayan. Dia juga sebenarnya
memperoleh beasiswa dari perguruan tingginya.

Satu bulan di Jepang, saya tidak melihat orang menggunakan HP Nokia
Communicator, mungkin kelemahan saya mengamati. Setelah saya baca
koran, ternyata konsumen terbesar HP Nokia Communicator adalah Indonesia.

Sempat berkenalan juga dengan seorang yang berada di stasiun kereta di
Jepang, ternyata dia anak seorang pejabat tinggi negara, juga naik
kereta. Yang tak kalah serunya saya juga jadi pengamat berbagai jenis
sepatu yang di pakai masyarakat Jepang ternyata tak bermerek, wah ini
yang ndeso siapa yah?

Sulit membedakan tingkat ekonomi seseorang di jepang atau di
Australia, baik dari penampilannya, bajunya, kendaraannya, atau
rumahnya. Kita baru bisa menebak kekayaan seseorang kalau sudah
mengetahui riwayat pekerjaan dan jabatannya di perusahaan.
Jangan-jangan kalau orang Jepang diajak ke Pondok Indah bisa pingsan
melihat rumah mewah dan berukuran besar. Rata-rata rumah di Jepang
memiliki tinggi plafon yang bisa digapai dengan tangan hanya dengan
melompat. Sehingga untuk duduk pun banyak yang lesehan.

Ketika Indonesia sedang terpuruk, Hutang sedang menumpuk, rakyat
banyak yang mulai ngamuk. Negara sedang kere, rakyat banyak yang antri
beras, minyak tanah, minyak goreng dan lain-lain. Maka harga diri kita
tidak bisa diangkat dengan medali emas turnamen olah raga, sewa pemain
asing, banyak perayaan yang gonta-ganti baju seragam, baju dinas,
merek mobil, proyek mercusuar, dll, dsb, dst...

Bangsa ini akan naik harga dirinya kalo hutang sudah lunas, kelaparan
tidak ada lagi, tidak ada pengamen dan pengemis, tidak ada lagi WTS,
angka kriminal rendah, korupsi berkurang, pendidikan terjangkau,
sarana kesehatan memadai, punya posisi tawar terhadap kekuatan global,
serta geopolitik dan geostrategi yang disegani. Maka orang Ndeso
(alias norak) tidak mampu mengatasi krisis karena tidak bisa
menjadikan krisis sebagai paradigma dalam menyusun APBD dan APBN. Nah,
karena yang menyusun orang-orang norak maka asumsi dan paradigma yang
dipakai adalah negara normal atau bahkan mengikut negara maju.

Bayangkan ada daerah yang menganggarkan dana untuk sepak bola 17
milyar Rupiah, sementara anggaran kesejahteraan rakyatnya hanya 100
juta Rupiah, wiiieh!!! Akhirnya penyakit norak ini menjadi wabah yang
sangat mengerikan dari atas sampai bawah :

- Orang bisa antri Raskin sambil pegang HP,
- Pelajar bisa nunggak SPP sambil merokok,
- Orang tua lupa siapkan SPP, karena terpakai untuk beli TV dan kulkas,
- Orang bule mabuk karena kelebihan uang, orang kampung mabuk beli
minuman patungan,
- Para pengungsi bisa berjoged dalam tendanya,
- Orang-orang dapat membeli gelar akademis di ruko-ruko tanpa kuliah,
- Ijazah Doktor luar negeri bisa di beli sebuah rumah petakan gang
sempit di Cibubur,
- Kelihatannya orang sibuk ternyata masih sering keluar masuk Mc Donald,
- Kelihatannya orang penting, ternyata sangat tahu detail dunia
persepakbolaan,
- Kelihatan seperti aktivis tapi habis waktu untuk mencetin HP,
- 62 tahun merdeka, lomba-lombanya masih makan kerupuk saja,
- Agar rakyat tidak kelaparan maka para pejabatnya dansa-dansi di
acara tembang kenangan,
- Agar kampanye menang harus berani sewa bokong-bokong bahenol ngebor,
- Agar masyarakat cerdas maka sajikan lagu goyang dombret,
- Agar bisa disebut terbuka maka harus bisa buka-bukaan,
- Yang lebih mengerikan lagi adalah supaya kita tidak terlihat kere,
maka harus bisa tampil keren.

Tulisan Ika ini sangat menarik. Untuk itu, mari sama-sama kita
renungkan. Semoga, kita segera lepas dari tuduhan "deso" dan tidak
terus-menerus berlagak keren, padahal aslinya kere.

mudah2 dapat direnungkan oleh kita semua.

penganjali,

retydw
JKT


BBM naik,
membuat aku serba silalahi,
hidup tambah simanungkalit,
pandapatan manurung,
sehari dapat pasaribu saja sudah bagus
sihotang dimana-mana,
tak ada lagi harahap,

Rakyat miskin sudah pangaribuan,
tinggal dekat tambunan sampah
anak menangis marpaung-marpaung,
otak sudah sitompul,

keadaan makin ginting,
usaha panjaitan sudah bangkrut,
kepala pusing sibutar-butar,
rambut rontok nyaris poltak.

tapi kita harus sabar sitorus,
jangan putus harahap,
mintalah parlindungan
supaya bonar-bonar selamat,
..........buteeeeeet dah


Save the Children & Join With :
Kasih Dharma Peduli ~ Anak Asuh
May all Beings Be Happy


Contact Info : Kasihdharmapeduli [at] yahoo.com

Offline Fudotakika

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.255
  • Reputasi: 67
  • FUDO
Re: Renungan santai
« Reply #1 on: 28 May 2008, 12:23:00 PM »
Hahahahaha....
THE WORLD IS JUST AWESOME

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Renungan santai
« Reply #2 on: 28 May 2008, 02:01:25 PM »
Mantap nih :))
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline EVO

  • Sebelumnya Metta
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.369
  • Reputasi: 60
Re: Renungan santai
« Reply #3 on: 28 May 2008, 02:09:57 PM »
hidup tukul wong deso ahhahhahhaa

Offline SaddhaMitta

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.323
  • Reputasi: 99
Re: Renungan santai
« Reply #4 on: 28 May 2008, 02:21:47 PM »
Dasar deso...  :)) :)) :)) :)) :))
Seperti air sungai Gangga yang mengalir, meluncur, mengarah ke timur,
demikian juga barang siapa yang melakukan dan berbuat banyak didalam Delapan Jalan kebenaran, mengalir, melucur, mengarah ke Nibbana.

(Samyutta Nikaya)

Offline Fudotakika

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.255
  • Reputasi: 67
  • FUDO
Re: Renungan santai
« Reply #5 on: 28 May 2008, 06:03:32 PM »
hidup tukul wong deso ahhahhahhaa

acara tukul di indo masih ada ndak? masih tetep ndesho?
THE WORLD IS JUST AWESOME

Offline Edward

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.968
  • Reputasi: 85
  • Gender: Male
  • Akulah yang memulai penderitaan ini.....
Re: Renungan santai
« Reply #6 on: 29 May 2008, 03:26:31 AM »
Yup, gw jg pernah disindir sama guru les gw di EF pas sma dulu. Kebetulan guru-ny dari australia, dy cukup kaget ketika lihat anak2 sma pegang hp yg seharga 3 jt-an, waktu itu hp 3 jt-an sudah termasuk barang mewah. Dan guru les gw bilang "I just can't imagine how you guys can spend up to 300 dollar for a cell phone that you don't even know how to use all the feature", dan guru les gw keluarin hp yg cma seharga 300 rb rupiah "this cell is more than enough for me"
“Hanya dengan kesabaran aku dapat menyelamatkan mereka....."

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Renungan santai
« Reply #7 on: 29 May 2008, 07:28:17 AM »
nih lebih canggih lagi :



SURAT PEMBACA pikiran rakyat Bandung

AKHIR pekan lalu tepatnya pada tanggal 11 November, saya dan suami pergi jalan-jalan sore ke pelataran Masjid Raya Bandung. Kami duduk-duduk di taman dan menikmati segelas jus yang kami pesan dari pedagang kaki lima. Beberapa saat setelah kami menikmati pemandangan air mancur yang berada di tengah taman, kami dihampiri seorang pengemis wanita yang menggendong balita.
Umurnya kira-kira 30 tahun.

Pakaian pengemis itu compang-camping, wajahnya lusuh dan badannya kurus kering. Sedangkan balita yang ada di pangkuannya tidak memakai celana serta bertelanjang kaki. Balita itu terlihat kelelahan, matanya sayu seakan ia ingin cepat-cepat memejamkan mata.

Pengemis itu lalu menyodorkan bekas gelas air mineral kosong yang berisi uang recehan. Lalu ia mengoceh, "Kasihan Pak, kami belum makan 2 hari," ucap pengemis itu. Kami pun merasa iba dan langsung mencari uang recehan di saku celana dan dompet. Tak berapa lama, terdengar ringtone handphone dengan nada lagu milik grup band yang sedang naik daun, Ungu.

Di tengah-tengah kesibukan kami mencari uang recehan, tiba-tiba pengemis itu berjalan mundur lalu membelakangi kami. Kami pun heran ketika akan memberikan selembar uang lima ribuan, tetapi ternyata pengemis tersebut malah pergi. Kami malah sempat berpikir apa uang yang kami beri tidak cukup?

Pengemis wanita itu lalu berdiri di pojok tembok.

Karena saya penasaran, saya mengamati gerak-gerik pengemis tersebut. Dengan tergesa-gesa ia mencari sesuatu dalam tasnya yang terbuat dari karung goni.

Lalu sebuah benda dengan lampu berkelap-kelip dan mengeluarkan suara khas milik Pasha, sang vokalis Ungu, yang ternyata handphone, digenggam oleh pengemis itu.

Tak percaya akan pemandangan yang saya lihat, saya pun mendekatkan pandangan saya padanya. Ternyata pengemis tersebut sedang menerima telefon dengan handphone seri terbaru yang ngetren di kalangan anak muda dan berkamera 3 megapixel.

Saya pun terkejut, karena handphone saya pun kalah dengan milik seorang pengemis. Lalu dengan santainya, pengemis itu berkata, "Nanti telefon lagi ya, aku lagi kerja nih," ucapnya dengan suara pelan. Lalu ia pun menyudahi obrolannya dan pergi melenggang untuk meminta-minta lagi pada orang-orang yang ada di taman itu. Sungguh ironis, memanfaatkan rasa iba seseorang untuk mengais uang.

Saya benar-benar melihat bahwa mengemis kini telah menjadi profesi. Jika makin banyak orang yang seperti ini dengan dalih impitan ekonomi atau makin sempitnya lahan pekerjaan, mau jadi apa generasi penerus bangsa ini? Mungkin tak ada salahnya juga jika Bandung memberlakukan Perda K3 seperti di Jakarta yakni dilarang memberi uang kepada pengemis.

Kepada Wali Kota Bandung, Dada Rosada, tolong tertibkan pengemis-pengemis seperti ini. Setidaknya, persempitlah lahan mereka untuk mengemis dengan banyak melakukan razia dan memberlakukan perda seperti di Jakarta, agar mereka kapok dan tidak ada lagi anak jalanan.

Kepada Redaksi Pikiran Rakyat, terima kasih atas dimuatnya surat ini.

Nita R. Anggraini
Mahasiswa Fikom Unpad
Jurusan Jurnalistik
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))