//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Show Posts

This section allows you to view all posts made by this member. Note that you can only see posts made in areas you currently have access to.


Topics - Wi Tjong

Pages: [1]
1
Pengalaman Pribadi / Mirip Dengan Yang Lagi Jatuh Cinta !
« on: 03 June 2008, 10:10:25 AM »
Belakangan ini, ketika berhubungan dengan orang-orang dalam sebuah komunitas, tidak lupa mereka menyinggung nama seseorang yang punya karakter unik disana. Ada yang mengirim saya via sms, ada yang kirim email, ada yang mengatakannya langsung dan saya juga membalasnya. Entah pagi, entah malam, dimanapun itu, seolah-olah nama itu disebut-sebut terus.

Kalau dipikir-pikir, itu sama saja dengan orang yang lagi jatuh cinta.  Sebab, dimanapun kita berada, pikiran penasaran itu selalu muncul terus. "Kok ada ya orang yang begitu ?", "Bagaimana bisa jadi contoh yang baik kalau tidak tahu etika ?", "Mengapa dia suka memelintir fakta ? Apakah kemampuan pemahamannya memang cuma segitu ?" dsb . Meskipun di mulut mengatakan tidak suka, perasaan yang muncul pun tidak enak, sepertinya benci dan tidak ingin berkumpul dengan orang demikian, tetapi faktanya ? kemana pun kita pergi, bayangan orang yang dibenci itu selalu dibawa-bawa.

Apa tidak sama dengan yang lagi jatuh cinta ? Seperti lagunya Maia yang sedang populer itu, "Aku mau makan, ingat kamu.. Aku mau tidur, ingat kamu ...".

Sesungguhnya selalu ada manfaat yang bisa kita ambil dari setiap fenomena yang terjadi disekeliling kita. Dan mari coba kita menarik beberapa manfaat dari contoh kasus diatas. Paling tidak, kita bisa memperhatikan "Apa sesungguhnya yg sedang terjadi dalam batin kita masing-masing"  dan "Bagaimana kita harus menyikapinya ?"
 
Kalau ada barang-barang usang, tidak berharga, tidak ingin dipakai atau tidak disukai lagi dirumah, kita selalu tahu cara melupakannya. Entah dengan membuangnya ke tong sampah, memberikannya kepada orang lain ataupun meyelipkannya dipojok ruangan sehingga tidak terlihat lagi. Tidak akan kita letakan dibarisan paling depan dalam ruangan, membawa-bawanya kemana-mana, menyimpannya didompet atau saku dsb. Tetapi tentu tidak hanya itu cara "menyingkirkan" barang-barang tersebut. Ada yang mengubahnya menjadi barang lain yang lebih bagus dan bermanfaat, tetapi itu sangat tergantung pada kadar kreatifitas dan kebijaksanaan yang dimiliki orang tersebut.
 
Demikian pula dengan sampah-sampah pikiran yang tidak bermanfaat dan tidak disukai. Ada yang menghindarinya atau berusaha melupakannya dengan membuang jauh-jauh ke tempat sampah. Tetapi ada juga orang yang mampu memanfaatkannya menjadi bahan untuk berlatih demi kemajuan batin. Yang kasihan memang adalah kita yang tahu itu sampah tetapi tidak tahu bagaimana melepaskan diri darinya apalagi memanfaatkannya. Kemudian terbawa kemana-mana dan menjadi beban terus menerus.
 
Dari apa yang saya ketahui, batin sesungguhnya tidak mampu membedakan mana yang "baik" dan mana yang "tidak baik", mana yang "bermanfaat" dan mana yg "tidak bermanfaat" dsb. Batin hanya mencengkeram atau memeluk objek erat-erat dengan daya sebesar kadar kemelekatan ataupun penolakan. Semakin besar kemelekatan dan penolakan maka semakin kuatlah cengkeraman batin sehingga semakin jelas dan semakin sering objek itu dimunculkan oleh pikiran.
 
Kalau kemudian objek itu secara tidak sadar menjadi pemikiran, maka akan semakin besar, semakin lama bertahan dan semakin "betah" pula objek yang tidak disukai itu hadir. Seberapa lama objek itu dipelihara dengan diberi makanan yg disebut pikiran, maka selama itu pulalah penderitaan itu bersama kita. Batin sesungguhnya kurang bersahabat dan kurang perduli dengan apapun yang kita alami. Batin hanya bekerja sesuai hukum alam. Dia membahagiakan ataupun menghajar siapapun yang tidak mampu mengendalikannya.
 
Cobalah berjalan dan lihatlah berapa banyak objek disekelililng kita. Berapa banyak yang tidak kita sadari telah menjadi pikiran atau berapa banyak objek yang terlihat lalu menjadi "makanan" (baca: objek) bagi pikiran ? Mungkin saat itu kita juga melihat pohon, batu, meja, kursi, baju, orang, anak kecil, permen, pen, sepatu, topi, rumah, jalan, pasir atau apa saja. Namun yang menjadi pikiran mungkin adalah permen !

Lalu mengapa dari sekian banyak objek yg masuk melalui "pintu" mata, yang terpilih adalah permen ? Padahal kita tidak merasa memilihnya apalagi kalau ingat permen itu saya ingat pengalaman masa lampau yang membuat perasaan jadi sangat tidak nyaman. Mengapa pohon, batu, meja, kursi dan objek lainnya banyak yang seolah tidak pernah terlihat dan terlewatkan begitu saja ? Itu karena ketertarikan / kemelekatan dan kecenderungan batin kita bereaksi dan tanpa disadari.
 
Seandainya pada saat kemunculan objek pikiran seperti permen tadi diketahui dan hanya diamati saja. Maka pada saat itu pikiran tidak akan bergulir dan lenyaplah objek pikiran tersebut begitu saja. Tidak ada fenomena apapun yang akan berlanjut semakin besar kemudian. Demikian pula objek pikiran lain, termasuk fenomena yang sedang kita bicarakan. Tidak akan menjadi pemikiran kalau kemunculannya sebagai objek pikiran mampu diketahui. Dan tidak ada proses pikiran yang menjadi bola salju penderitaan yang bergulir semakin dan semakin membesar.
 
Sayangnya, selalu saja kita tidak cukup sabar untuk benar-benar berhenti dan sungguh-sungguh berdiam diri melihat kedalam apa yang sesungguhnya sedang terjadi. Kebiasaan yang sudah tidak terhitung lamanya dan entah sudah dimulai sejak kapan itu adalah mencari faktor penyebab di luar diri. Dalam kekacauan pikiran yang tidak pernah hening sedetikpun itu, kita sesungguhnya hanya mampu melihat kulit dari realita. Dan dalam gambaran pikiran yang tidak jernih itu yang terlihat hanyalah persepsi dari pikiran sendiri. Sehingga kalau tidak suka, maka objek yang terlihat hampir semua adalah negatif. Kalau suka, selalu saja ada alasan untuk menerimanya. Sesungguhnya kita tidak melihat dengan mata tetapi dengan kecenderungan pikiran masing-masing !

Itulah sebab munculnya penderitaan yaitu melekat ataupun menolak kenyataan. Seperti contoh pengalaman diatas, kita mengalami penderitaan saat  menolak fenomena yang sedang terjadi. Pikiran berandai-andai dan berharap-harap kondisi berubah sesuai yang diinginkannya. Disisi lain kemelekatan juga ikut "bermain" sehingga kita menjadi tersinggung karena sesuatu yang kita cintai dikritik atau dicela secara tidak bertanggungjawab. Sesungguhnya itu adalah pelajaran yang nyata dan bahan latihan yang jauh lebih bermanfaat daripada teori seperti tulisan ini.
 
Kalau begitu, ayo sekarang mari kita langsung praktekan saja. Mari berlatih bersama-sama, amati bagaimana batin kita bereaksi dikemudian hari.  Perhatiakan pula bagaimana perkembangannya dari hari ke hari. Apakah kemelekatan dan penolakan kita semakin berkurang atau justru bertambah ? Kalau kedua hal itu berkurang, seharus semakin bahagialah hidup kita. Tapi jangan percaya begitu saja, buktikanlah sendiri !

Semoga ada yang memperoleh kemajuan, meskipun hanya satu orang....


Wi Tjong

2
Kepada :
Para sukarelawan dan dermawan yang ingin mendonorkan darah,
 
Yayasan Buddha Tzu Chi bekerjasama dengan PMI kembali mengadakan kegiatan donor darah
 
    Tempat     : RSKB Cengkareng ( Lantai 2)
                        Jl. Outer Ring Road Kamal Raya
                        Cengkareng - Jakbar
                        Telp 021-55963684
    Tanggal     : 15 Desember 2007
    Jam           : 09.00 sd 11.00 siang (Dimohon tepat waktu)
 
 
 
Cara Pendaftaran / Informasi :
a. Via Telp :
    1. Johan               08161128028
    2. Elly                  08164832661
    3. Lan Hoa          08161996089
    4. Wi Tjong         08129250798
    5. Ira                   0818941832
 
b. Melalui ketua xie li ataupun koordinator terdekat dimana pemberitahuan ini diumumkan
 
Catatan :
- Pendaftaran terakhir calon pendonor tgl 08 Des 2007
- Konfirmasi ulang tgl 13 dan 14 Des 2007
 
 
 
 
Lakukanlah kebajikan selagi masih ada kesempatan.
Setetes darah anda bisa berarti nyawa bagi yang membutuhkannya
 
 
 
 
Wi Tjong

3
Pengalaman Pribadi / Bagaimanakah Cara Anda Bersyukur ?
« on: 29 August 2007, 12:06:13 PM »
Kadang ada org yg bertanya, "Apakah anda sering mengucapkan syukur ?" atau "Kepada siapa / apa dan bagaimana cara anda bersyukur ?".  Banyak cara memang untuk menyatakan syukur, tetapi saya sedang belajar suatu cara yang barangkali saja berbeda dgn yg dilakukan orang pada umumnya.


Hal pertama adalah "Melihat segala sesuatu apa adanya".

Melihat makanan sebagai makanan, bukan pemuas nafsu. Sehingga menghargai makanan apapun. Melihat rumah sebagai tempat berteduh, bukan gengsi. Melihat pakaian sebagai penutup badan, bukan sebagai alat utk pamer-pameran atau tujuan lain. Melihat semua kondisi dengan netral,  tidak perlu menolak apapun dan jangan melekat pada apapun. Dan siapapun yg mampu "Melihat segala sesuatu apa adanya", maka hidup ini akan menjadi lebih indah dan lentur baginya.


Hal kedua, saya berlatih bersyukur dgn "Mewujudkannya melalui sikap dan perbuatan nyata".

Mengapa bersyukur harus diungkapkan bukan melalui ucapan melainkan dari tindakan nyata ? Sebagai contoh saja (mudah-mudahan tidak ada yg tersinggung), kalau ada orang mengucapkan syukur sebelum makan tetapi setelah berdoa dia mengomentari makanannya kurang / tidak enak, tidak suka, tidak menghabiskan makanan atau membuangnya ke tempat sampah. Itu sih : "Jaka Sembung ke Tukang Cukur" namanya, "Tidak nyambung dan Bukan Bersyukur". Mungkin ada saja org yg tidak setuju, namun saya lebih suka bersyukur dengan cara berusaha sepenuh hati "menikmati" makanan apapun yg telah disiapkan untukku. Memang sulit dan kedengarannya kurang "realistis", tapi inilah bukti nyata tekad dan kesungguhan kita dalam bersyukur.


Hal ketiga yg saya latih dalam bersyukur adalah "Menghargai apapun yg telah saya miliki".

Dalam suatu seminar, Gede Prama pernah menceritakan sebuah lelucon. Katanya : ada seorang temannya yg sangat menyukai kecantikan Paramita Rusady. Temannya itu punya kebiasaan mengucapkan "Paramita" setiap ketemu wanita yg menarik perhatiannya. Ketemu wanita cantik di mall, dia bilang "Paramita", melihat wanita seksi, dia juga bilang "Paramita", yang ini "Paramita", yang itu "Paramita", dimana-mana dia sering berkata "Paramita". Tentu kebiasaan ini membuat bingung sampai akhirnya beliau mengerti maksudnya ketika teman tadi bertemu dengan istrinya sendiri dan berbisik : "Parah Banget... !!".

Itu adalah cerita ttg penyakit manusia, yg lebih menghargai apa yg BELUM dia miliki daripada apa yg TELAH dia miliki. Ketika belum punya istri/suami, kita berharap punya. Ketika sudah punya, kita mulai memberi perhatian terhadap hal lain yg belum dimiliki. Ketika sudah memiliki motor, kita melirik mobil. Ketika punya mobil, kita berpikir ttg rumah. Ketika punya rumah, kita berharap punya entah apa lagi. Ada orang yg punya suami, namun ingin bercerai. Ada yg merasa tetap kurang bahagia meskipun berhasil dikarir, karena belum punya pacar katanya. Ada lagi orang yg punya keluarga bahagia, namun masih kurang lengkap karena belum punya anak. dsb dsb. Sebagai manusia "Normal", semuanya baik dan boleh-boleh saja. Tetapi tidak ada salahnya juga sekali-kali kita renungkan, Mengapa hidup kita selalu berkejar-kejaran? Mengapa setiap satu harapan kita terpenuhi, kita masih saja belum bisa bahagia sepenuhnya? Mengapa kita selalu saja merasa hidup ini belum sempurna? Apa sebenarnya yg kita butuhkan ? Untuk apa kita terus meraih apa yg belum kita miliki ? dan Mengapa kalau bisa, kita ingin memiliki segalanya ? 

Sebagian manusia sadar dan mulai berpikir diakhir usianya, apa sih sebenarnya yg mereka butuhkan?. Mengapa sepanjang hidupnya merasa kurang puas dan kurang bahagia ? Tidak jarang rasa meyesal datang diakhir usianya. Tetapi ada sebagian lagi manusia yg amat sangat memprihatikan, karena menghabiskan sepanjang usianya hanya untuk berkejar-kejaran saja tanpa sempat sekalipun berhenti sejenak berpikir kemana arah dan tujuan akhir yg sebenarnya ingin dia tuju ?

Kembali ke cara bersyukur. Bagi yg mempunyai kebiasaan dan cara yg berbeda, silahkan menggunakan cara masing-masing. Tulisan ini memang tidak dimaksudkan utk menggurui, tetapi hanyalah sekedar sharing cara yg saya pelajari.

 
Have a good Day !!


Wi Tjong

4
Pengalaman Pribadi / Tiga Hal Untuk Hidup Bahagia
« on: 01 August 2007, 01:42:49 PM »
Dalam sebuah seminar, salah seorang pembicara cendikiawan muda Buddhis dari malaysia bernama Tan Hoo Sun mengatakan bahwa hanya ada 3 hal untuk membuat hidup kita bahagia yang beliau peroleh dari Buddhisme; Yaitu :
1. Jangan mengganggu kebahagiaan orang lain.
2. Jangan ijinkan orang lain mengganggu kebahagiaan kita
3. Jangan mengganggu kebahagiaan diri sendiri
 
Beliau kemudian menceritakan sebuah pengalaman sewaktu mendapat beasiswa untuk sekolah di Inggris.
 
Pada waktu itu beliau tinggal di asrama dan sekamar dengan seorang bule. Bule ini cuek dan dingin orangnya, sehingga mereka jarang bertegur sapa. Ditambah lagi dengan kesibukan pada pelajaran masing-masing, sehingga hampir tidak ada komunikasi ataupun sekedar basa basi. Diam-diaman lah istilahnya.
 
Hampir setiap hari jam 2 sore adalah waktu mengulang mata pelajaran. Dan satu-satunya tempat yg paling tenang dan terhindar dari suara berisik adalah kamar tidur, karena itu dia pun selalu berada dikamar setiap sore. Tetapi setiap sore pula si-bule ini pulang dan menimbulkan suara yg berisik. Orangnya ceroboh, kasar dan berisik sekali pikirnya. Langkah kaki...berisik, buka pintu .. berisik, tutup pintu ..berisik, buka sepatu...berisik, lempar sepatu...berisik, ambil minum...berisik, duduk disofa pun berisik, menguap dengan kencang dsb. Dan ada satu kebiasaan buruknya yg paling mengganggu adalah membaca buku sambil mengetok-ngetokan pensil dimeja. Tok..tok...tok...tok bunyinya sangat menjengkelkan Bro Tan. Tidak ngomong memang, namun banyak suara gaduh dan berisik sekali. Pernah ingin marah, namun coba menahan diri. Saking kesalnya beliau berpikir, "Seandainya orang ini tidak pernah ada di bumi ini, oh..betapa bahagianya hidup saya". Begitulah hari-hari pertama beliau bersama si bule yang pengganggu itu.
 
Suatu hari, tidak seperti biasanya, bule ini belum pulang meskipun sdh jam 2 sore. Bro Tan yang lagi belajar, berpikir "Kok tumben, jam segini belum pulang ?. Oh, mungkin setengah jam lagi". Jam 3.00 pun belum ada suara apa-apa. Bro Tan berpikir lagi, "Kemana tuh bule ? mungkin ada ujian kali". Perasaaan Bro Tan seperti ada yg tidak biasa, dan kembali melihat jam. Sudah jam 4.00, masih belum pulang. Bro Tan kembali berpikir  "Entah ada apa dengan dia. Mudah-mudahan tidak apa-apa". Beberapa lama lagi, kembali Bro Tan melihat jam. "Wah, sudah jam 5.00 masih belum pulang juga.".
 
Beberapa saat setelah hanyut dengan pikirannya, dia pun tersentak sadar. Sepertinya dari tadi saya gelisah dan tidak konsentrasi. Bukankah tanpa si bule seharusnya saya lebih tenang belajar ? Ini kok malah jadi terpikir terus. Dia ada, terasa mengganggu. Dia tidak pulang pun tetap saja terganggu. Ada apa ya ?
 
Setelah merenung beberapa waktu, akhirnya beliau mengerti sesuatu. Ternyata selama ini bukan si bule yg mengganggunya, tetapi dia sendirilah yg mengganggu kebahagiaan sendiri. Ada atau tidak ada bule, dia tetap tidak tenang kok. Beliau pun mengerti ajaran Sang Buddha tentang 3 syarat hidup bahagia tadi.
 
Keesokan harinya, semuanya berbeda. Beliau sudah punya paradigma baru terhadap si-bule. Tidak lagi menyimpan benci, tetap justru ingin bersahabat dengannya. Bro Tan pun pergi membeli minuman kaleng dan beberapa potong kue utk "sahabat" nya itu. Seperti biasa, jam 2 bule pulang dengan suara gaduhnya. Langkah kaki, buka sepatu, buka pintu dsb, tidak ada yg berbeda. Tetapi kali ini hati Bro Tan sangat berbeda, dia tersenyum pada si bule, dan mengucapkan salam. Dia pun menyambutnya, memberi minuman kaleng dan beberap kue. Si bule jadi bengong dan bingung. Ada apa dengan dia ? mengapa tiba-tiba jadi ramah dan baik. Bro Tan bilang, "Tidak ada apa-apa. Kita kan sudah cukup lama tinggal bersama, namun belum pernah ngobrol. Ayo kita makan dan minum sambil ngobrol sebentar.". Akhirnya merekapun ngobrol-ngobrol beberapa menit.
 
Setelah itu seperti biasa, keduanya mulai mengulang pelajaran masing-masing. Bro Tan duduk dikursinya yg membelakangi si bule, tetapi kali ini dia bisa tersenyum lega. Kali ini tidak ada kebencian dalam hatinya. Dibelakangnya kini adalah temannya. Diapun bisa belajar dengan lebih baik. Dan seperti biasa juga, si bule mengetok-ngetokan pensil di meja. Tok..tok..tok.., namun bagi Bro Tan suara ini pun terasa tidak mengganggu lagi. Dan beberapa saat kemudian, sepertinya si bule tersadar bahwa di ruangan itu hanya ada suara ketokan pensil nya. Dia pun memperlambat ketokan nya dan akhirnya berhenti. Mungkin si bule terkena efek pancaran cinta kasih sehingga jadi tersadar pikir Bro Tan. Semua jadi berbeda ketika dia menerima dukkha (dalam hal ini gangguan) sebagaimana adanya.
 
Apa yg dipelajari oleh Bro Tan adalah, bahwa jangan mengganggu orang lain kalau tidak ingin diganggu. Tidak ada orang yg dapat membuat kita tidak bahagia kalau kita tidak mengijinkannya. Dan sering kali pula bukanlah orang lain yg mengganggu diri kita, tetapi kita sendirilah yg mengganggu diri sendiri. Oleh karena itu, baginya ajaran Sang Buddha tentang kebahagiaan ini sungguh terbukti kebenarannya. Hanya karena 3 hal, maka semua orang dapat hidup dengan bahagia.
 
Apa 3 hal utk menjadi orang bahagia ... ?
1. Jangan mengganggu kebahagiaan orang lain.
2. Jangan ijinkan orang lain mengganggu kebahagiaan kita
3. Jangan mengganggu kebahagiaan diri sendiri
 
 
Semoga sharing ini bermanfaat...



Wi Tjong

5
Engaged Buddhism / Buddha Tzu Chi -> Buddhanisasi
« on: 24 July 2007, 09:44:50 AM »
^
"Buddha Tzu Chi" <- itulah letak Buddhanisasinya
"Tzu Chi" <- ini sendiri berunsur Tionghuanisasi... (read: Buddha, Taoism, Konghucu)
"NoName" <- kalao ini unsurnya "No Name-nisasi"

Kalau kita lihat dengan kaca pembesar, maka yg terlihat selalu saja lebih besar. Betul gak Bro ?

Yayasan ini didirikan oleh seorang biarawati karena rasa belas kasih nya yg tulus terhadap penderitaan org-orang disekeliling beliatu. Pada awalnya dana dikumpulkan dengan celengan bambu belasan ibu-ibu / umat di vihara beliau.

Beliau mengajarkan umat (ibu-ibu) membiasakan diri menyisihkan uang belanja (setara Rp1000 atau 2000) sebelum pergi kepasar, mengajak mereka membuat kerajinan tangan, menjahit sepatu bayi dsb utk dijual dan semua hasilnya utk kemanusiaan. Setelah sekian tahun, akhirnya mereka memberi nama perkumpulan tersebut. Tentu tidak aneh kalau namanya berembel-embel "Buddha", karena memang lahir dari vihara.

Seiring berjalan waktu, kejujuran dan ketulusan berbuah hasil. Banyak dukungan dari orang-orang, semakin hari semakin banyak dan besar. Meskipun demikian Mater Cheng Yen (pendiri), mengharuskan murid-muridnya (para biarawati) utk tidak menggunakan dana tersebut satu sen pun utk keperluan selain kemanusian, bahkan tidak utk keperluan kehidupan vihara (saya tidak tau kebenarannya, hanya saja, demikianlah presentasinya).

Setelah dana banyak, mulai terpikir utk melakukan aksi kemanusian yg lebih besar lagi. Di Indonesia, kebetulan banyak umat islam. Namun mereka yg pernah menerima bantuan, tidak ada mengaku disuruh pindah agama. Sekarang bahkan di afganistan yg wanitanya pakai jilbab hitam-hitam gitu, pun jadi relawan Tzu Chi.

Sayang kalau tujuan mulia yg tulus ini kemudian "di vonis" sebagai aksi Budhanisasi. Tetapi memang biasanya, orang menilai sesuatu dari luarnya yg barangkali mirip dengan mereka, lalu yakin kalau isinya pasti juga sama dengan mereka. Meskipun demikian, menurutku tidak apa-apa, semuanya akan terbukti dikemudian hari karena "Ketulusan" sangat berbeda dengan "Pamrih".

Kalau dikatakan mengajarkan cinta kasih, saya setuju. Tapi kalau nantinya ternyata misi Tzu Chi menjadi aksi Buddhanisasi seperti ajaran lain, maka saya lah pertama kali yg akan keluar dari kegiatan mereka. Itu tekad saya saat diminta naik panggung utk memberikan kesan dan pesan. Who Care :-) ?? gak ada sih, cuma protes dan kecewa saja....

Pages: [1]
anything