Bro (?) Kainyn yang baik dan pintar,
Baiklah saya jelaskan.
Awalnya saya membaca debat yang sangat sengit di Pertanyaan Kritis Mengenai Mahayana yang sudah mencapai 130-an halaman ketika saya membacanya dari awal.
Lalu saya melihat kecenderungan eternalis dan kecenderungan nihilis terutama dalam debat mengenai Parinibbana.
Perdebatan itu membuat saya jadi skeptis baik terhadap kebenaran mutlak Dhamma Theravada maupun kebenaran mutlak Dharma Mahayana.
Menurut hemat saya, kebenaran masing-masing pihak bersifat relatif dan masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Perdebatan kedua pihak persis kayak suami istri lagi berantem ! Yang satu pake logika dan yang lain pake rasa. Ya nggak bakal ketemulah.
Kalau memang nggak ada kesepakatan ya sudahlah.
Silahkan tafsirkan sendiri Dharma/Dhamma (terutama mengenai anatta, nibbana, parinibbana) sesuai kecenderungan masing-masing.
Tidak harus terbagi dalam dua polaritas kecenderungan nihilistik-konservatif-individualis-logis kritis di satu sisi dan kecenderungan eternalistik-liberal-sosialis-maitri karuna di sisi lain.
Tapi juga bisa saling silang / kombinasi misalnya ada Buddhist yang cenderung memakai pikiran kritis logis seperti Theravada namun cenderung altruis seperti Mahayana. Atau ada Buddhist yang cenderung memakai hati maitri karuna seperti Mahayana namun dalam memandang parinibbana cenderung nihilistik seperti Theravada. Itu semua mungkin.
Jadi menurut saya, akan ada begitu banyak kemungkinan kecenderungan, tidak hanya dua kemungkinan kecenderungan saja. Kombinasi kecenderungan itu terserah masing-masing orang karena manusia adalah makhluk yang unik.
saya nggak begitu tertarik lagi berkomentar. saya akan mulai membatasi komentar saya untuk mencegah debat kusir.
Berhubung saya sekarang skeptis, saya suka slogan skeptisnya Bro Morpheus: Ragu Pangkal Cerah.
Kalo soal netralitas, saya suka gaya netralnya anda Bro(?) Kainyn… dan juga Bro Ryu.
Hail Ryu! The Lord of En-darken-ment!
Oh, ternyata dipicu dari perdebatan parinibbana. Karena nibbana saja belum saya capai, maka saya tidak bahas parinibbana.
Mengenai perbedaan, bukan masalah yang satu benar, yang satu salah, yang satu kuat di sini, yang lain kuat di situ; tetapi memang berbeda secara prinsip. Mahayana logis dan penuh kasih dengan caranya sendiri, begitu pula Theravada. Dibilang logis, Mahayanis juga banyak yang logis. Kata siapa Mahayanis selalu lebih pakai perasaan? Dibilang penuh kasih, Theravadin pun banyak yang penuh kasih.
Mengatakan Mahayana lebih kasih dan Theravada lebih logis adalah pengkotak-kotakan yang tidak jelas dasarnya. Faktanya, baik Mahayanis maupun Theravadin ada yang penuh kasih, ada yang penuh kebencian; ada yang logis, ada yang tukang mengkhayal. Kepercayaan seseorang tidak menjamin kualitas manusianya.