//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: [Tandatangani Petisi] untuk MK terkait Revisi UU MD3  (Read 1879 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline dhammadinna

  • Sebelumnya: Mayvise
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.627
  • Reputasi: 149
[Tandatangani Petisi] untuk MK terkait Revisi UU MD3
« on: 11 July 2014, 08:35:20 AM »

http://www.change.org/id/petisi/tolak-revisiuumd3-mk-ri-humas-mkri-lakukan-judicial-review

http://www.change.org/id/petisi/tolak-revisiuumd3-mk-ri-humas-mkri-lakukan-judicial-review

Quote
Dimalam sebelum PEMILU saat kita semua sedang menanti-nanti hari dimana kita sebagai rakyat punya SUARA dan bisa menentukan nasib bangsa, para wakil partai telah mengubah undang-undang yang menjadi dasar demokrasi keterwakilan kita.

Revisi Undang-Undang MD3 punya 4 poin penting:

1.Mengubah ketentuan kuorum untuk hak menyatakan pendapat dari 3/4 menjadi 2/3

2.Anggota DPR tidak bisa dipanggil untuk diperiksa untuk penyidikan tindak pidana (termasuk kasus korupsi) tanpa izin Presiden

3. Partai pemenang suara terbanyak tidak lagi menjadi Ketua DPR melainkan akan dipilih dengan suara terbanyak.

4. Dihapusnya ketentuan yang menekankan pentingnya keterwakilan perempuan khususnya terkait dengan alat kelengkapan DPR (AKD)

Apa akibatnya:

Adanya kekuasaan yang sangat tinggi untuk satu koalisi di legislatif. Di saat yang bersamaan dengan pengesahan Revisi UU MD3 ini, sebuah koalisi permanen yang diusung 6 fraksi telah diumumkan. Secara total mereka memiliki 353 suara (yaitu 63% dari total 560 kursi). Sebelum revisi UU ini, mereka perlu 67 suara lagi untuk mencapai kuorum 3/4 atau 420 suara. Tetapi mereka telah mengganti undang-undang yang memudahkan mereka dimana mereka cuma perlu 21 suara lagi untuk mencapai kuorum 2/3 - dan karenanya jauh lebih mudah untuk mereka bisa meloloskan atau menolak UU APAPUN - sepenuhnya di tangan mereka.

DPR akan sulit disentuh hukum, baik untuk kasus korupsi atau extraordinary crime lain. Jadi sebuah koalisi akan punya kekuasaan penuh, sementara mereka akan sulit diperiksa untuk tuduhan tindak pidana karena proses permohonan izin pada presiden untuk investigasi korupsi akan semakin sulit. Ayo tanya kenapa DPR memiliki keistimewaan lebih sulit disentuh hukum dan diperiksa? Bukannya kita harusnya membuat mereka lebih mudah diawasi??

Mempersempit peran perempuan di posisi strategis di DPR. Dengan adanya ketentuan keterwakilan perempuan, maka perempuan dapat melawan stigma dan diskriminasi dan mendapat tempat di Alat Kelengkapan DPR (AKD). Tetapi Revisi UU MD3 justru menghapus ketentuan ini, dan ini berarti peran perempuan semakin kecil – hanya supaya partai-partai bisa leluasa menempatkan orang-orangnya

Revisi UU MD3 tidak demokratis dan membohongi rakyat.

Kenapa? Karena rakyat memilih partai di pemilihan legislatif, dengan dasar UU MD3sebelum direvisi - dimana rakyat mengasumsikan pemenang partai akan menjabat ketua DPR. Dan walaupun suara terbagi-bagi, kita mengharapkan ada demokrasi melalu saling oposisi antara banyak partai. Kita tidak pernah tahu ini adalah pilihan antara 2 koalisi!!!! Mereka mengganti aturan setelah kita sudah memilih!!!!

Dengan sistem ini, tidak ada gunanya orang menjadi wakil rakyat. Mereka akan memilih menjadi wakil koalisi. Dan suara kita tidak ada harganya.

Betapa pintarnya untuk mengadakan sidang paripurna ini di malam hari sebelum PEMILU - di saat media juga sibuk membahas PEMILU. PDI-P dan PKB telah meminta adanya penundaan pengesahan UU ini sampai setelah pilpres untuk mempelajari lebih dalam - namun ditolak. DPR tetap memutuskan untuk mengesahkan walaupun tiga partai memutuskan untuk walkout.

Saya tidak terima para “wakil koalisi” ini semena-mena mengganti undang-undang yang begitu krusial cuma untuk memudahkan mereka mendapat kekuasaan – rakyat seolah tidak punya suara.

Saya tidak terima rakyat sebagian besar tidak mengetahui hal ini - padahal ini di momen kampanye dimana yang seharusnya menjadi wakil rakyat sedang aktif bicara pada kita.

Saya menolak cuma dilibatkan saat mereka mau dipilih tapi tidak saat ada perubahan sistem demokrasi mendasar seperti ini.

Saat ini PDI-P sedang meminta adanya judicial review dari Mahkamah Konstitusi  terhadap revisi UU MD3 ini. Kita harus membantu proses ini. Bukan untuk membantu PDI-P, tapi untuk membantu menjamin proses parlementer yang lebih akuntabel. Bukan cuma untuk melawan koalisi permanen, tetapi untuk mencegah bentuk oligarki koalisi manapun. Supaya kita punya orang-orang yang terinsentif untuk menjadi wakil rakyat, bukan wakil koalisi.

Kita tidak bisa berhenti bersuara hanya karena PEMILU sudah lewat. Demokrasi dijaga setiap saat, bukan 5 tahun sekali. Ayo tunjukkan masyarakat siap untuk terus mengawasi pemerintah!!

 

Sumber berita untuk analisa diatas:

1. Naskah Dengar Pendapat Revisi UU MD3 Mei 2014: http://parlemen.net/sites/default/files/dokumen/Naskah%20Kapolri%20RDPU%20Pansus%20RUU%20MD3%2019Mei14.pdf

2. Tanggapan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Revisi UU MD3:
http://www.beritasatu.com/nasional/195457-diskriminatif-pembahasan-ruu-md3-dianggap-layak-dihentikan.html

Offline dhammadinna

  • Sebelumnya: Mayvise
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.627
  • Reputasi: 149
Re: [Tandatangani Petisi] untuk MK terkait Revisi UU MD3
« Reply #1 on: 11 July 2014, 08:42:04 AM »
Samad sebut revisi UU MD3 sengaja jegal pemberantasan korupsi

Merdeka.com - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) Abraham Samad mengkritik pengesahan revisi Undang-Undang Nomor 27 tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) pada sehari menjelang pelaksanaan pemilihan presiden 2014. Menurut dia, perbaikan beleid itu sengaja dibuat guna menjegal pemberantasan korupsi.

Samad menilai, revisi UU MD3 justru menghalangi proses penegakan hukum dan pemberantasan korupsi. Utamanya pengesahan ihwal pemeriksaan anggota DPR terlibat tindak pidana mesti seizin presiden. Hal itu menjadi permasalahan buat penegak hukum seperti kepolisian dan kejaksaan.

"Padahal korupsi di negeri ini sudah sangat marak sehingga diperlukan tindakan yang progresif. Bukan justru membuat aturan yang melemahkan pemberantasan korupsi," kata Samad melalui pesan singkat, Kamis (10/7).

Apalagi, lanjut Samad, dengan mengesahkan UU MD3 terbukti lembaga legislatif dan eksekutif tidak menunjukkan itikad baik buat membenahi negara dari tindak pidana korupsi. "Karena kalau UU MD3 memuat aturan tentang itu, berarti DPR dan pemerintah tidak punya keinginan memberantas korupsi secara sungguh-sungguh," lanjut Samad.

Namun, Samad yakin UU MD3 tak bakal mempan menghadapi lembaganya, lantaran Undang-Undang KPK dan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi merupakan produk hukum mengatur tindak pidana khusus (lex specialis). Dengan kata lain, kepolisian, kejaksaan, dan KPK bisa potong kompas tanpa perlu izin presiden jika memeriksa anggota DPR berurusan dengan perkara korupsi.

"UU Tipikor dan KPK tetap lex specialis, sehingga pemeriksaan anggota DPR tidak perlu izin presiden," lanjut Samad.

Dalam revisi UU MD3 pada Pasal 220 ayat 1 tercantum aturan, 'Pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikan terhadap anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana harus mendapat persetujuan tertulis presiden.'

Sementara itu dalam rapat paripurna Selasa lalu, parlemen sepakat menghapus pasal 2 berbunyi, 'Dalam hal persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika diberikan oleh presiden dalam waktu paling lambat 30 hari terhitung sejak diterimanya permohonan, proses pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikan sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat dilakukan.'

Dengan kata lain dikhawatirkan adanya kongkalikong antara pemerintah dan parlemen dalam proses penegakan hukum, utamanya terkait pemberantasan tindak pidana korupsi. Diperkirakan bisa saja presiden mengulur pemberian izin pemeriksaan itu sehingga proses hukumnya terkatung-katung.


http://www.merdeka.com/peristiwa/samad-sebut-revisi-uu-md3-sengaja-jegal-pemberantasan-korupsi.html

Offline dhammadinna

  • Sebelumnya: Mayvise
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.627
  • Reputasi: 149
Re: [Tandatangani Petisi] untuk MK terkait Revisi UU MD3
« Reply #2 on: 11 July 2014, 09:34:31 AM »
Diskriminatif, Pembahasan RUU MD3 Dianggap Layak Dihentikan


Jakarta - Gabungan LSM yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil untuk Perubahan UU MD3 menilai, pembahasan RUU MD3 di DPR layak dihentikan. Alasannya, mayoritas fraksi di parlemen sekarang ini cenderung berpikir koruptif, diskriminatif bahkan, represif.

"Berdasarkan pemantauan koalisi, proses pembahasan yang dilakukan oleh DPR cenderung ngawur dan tergesa-gesa sehingga banyak muncul substansi liar dan berbahaya tanpa didasari argumentasi yang layak. Bahkan cenderung mencerminkan tindakan culas para anggota DPR," kata peneliti hukum dan politik anggaran Indonesia Budget Center (IBC) Roy Salam, di Jakarta, Selasa (8/7).

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Perubahan UU MD3 terdiri antara lain dari IBC, PSHK , TII, dan ICW. Mereka menilai, terdapat tiga persoalan dalam pembahasan Revisi UU MD3.

Roy menuturkan, persoalan pertama adalah adanya birokratisasi izin pemeriksaan anggota DPR yang terkandung dalam Pasal 220 naskah revisi UU MD3. Sebab, pasal tersebut mengatur pemeriksaan anggota DPR harus atas izin presiden.

"Ketentuan pemanggilan dan permintaan pemeriksaan anggota DPR harus dengan seizin presiden khususnya berkaitan dengan tindak pidana khusus semisal korupsi bertentangan dengan ketentuan konstitusi di mana setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama di depan hukum," jelasnya.

Bukan hanya menunjukan adanya sikap diskriminatif, ketentuan tersebut berimplikasi pada pelaksanaan hukum yang berbelit bahkan memberi ruang untuk menghilangkan alat bukti mengingat sulitnya memeriksa anggota DPR.

"Ketentuan ini juga bertentangan dengan sikap independensi peradilan yang meliputi keseluruhan proses penyelidikan, penyidikan, penuntutan, persidangan dan pelaksanaan hukuman. Lebih aneh lagi, aturan ini juga diskriminatif karena tidak berlaku bagi DPD dan DPRD. Aturan ini semakin menunjukkan cara berfikir koruptif dan represif anggota DPR," ungkapnya.

Persoalan kedua adalah dihapusnya ketentuan yang menekankan pentingnya keterwakilan perempuan khususnya terkait dengan alat kelengkapan DPR (AKD).

"DPR justru semakin mempersempit peran perempuan dalam posisi strategis di parlemen. Situasi ini tentu merupakan hambatan nyata bagi kiprah perempuan dalam bidang politik," jelasnya.

Persoalan ketiga adalah menguatnya usulan hak anggota DPR untuk mendapat dana aspirasi. Jika pada awal naskah revisi UU MD3 mengenai usulan hak dana aspirasi berbentuk hak mengusulkan program, kini dalam perkembangan pembahasan usulan berubah menjadi "hak untuk mendapatkan jatah alokasi dana dengan jumlah tertentu berdasarkan kesepakatan dengan pemerintah".

Dengan demikian, Roy mengatakan, pihaknya meminta, pembahasan RUU MD3 untuk kembali kepada prinsip-prinsip konstitusional yang menekankan setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama.

"Sehingga Pansus harus menghapus pasal-pasal yang cenderung membuat anggota DPR sulit untuk disentuh proses hukum, khususnya pidana khusus termasuk korupsi," katanya.

Pihaknya juga meminta RUU MD3 harus menekankan peningkatan kinerja parlemen yang didukung dengan akuntabilitas untuk mencegah parlemen dari perilaku koruptif selain, penekanan pada keterwakilan perempuan menurut perimbangan jumlah anggota setiap fraksi serta dibatalkannya hak anggota DPR untuk mendapatkan dana aspirasi.


http://www.beritasatu.com/nasional/195457-diskriminatif-pembahasan-ruu-md3-dianggap-layak-dihentikan.html