"tapi Bhante, kita diminta untuk melepas, apakah untuk dapat melepas itu butuh "hope" ?"----Ya Butuh. Makanya saya kurang setuju waktu umat Buddha ngomong "melekat" ato "kemelekatan" terlalu sering. Kok sok amat sih keliatannya? Bukannya kita juga perlu melekat ama baju kita?
"seperti yg kita ketahui, bahwa dari "hope" itu lah muncul "suffering" jika disitu masih ada "hope" bukan kah itu jg akan menghasilkan "suffering" tersebut, padahal dengan melepas seharusnya kita memperoleh "happiness", bagaimana dengan ini Bhante ?
"tapi justru dalam proses itu sendiri kita malah melekat dengan object, misalkan nafas..."----ya perlu.
"ada 2 hal yg bertolak belakang disini kita dituntut melepas tapi disitu ada "hope" dan tapi dilain pihak kita malah harus melekat pada object ketika bermeditasi."---Tentu! Nothing perfect in the world. There must be something that we have to sacrifice when we choose something. And sometimes, we have to choose both preferences.
Even the Dhamma, we need to be with the Dhamma before our enlightenment. After we are enlightened, we let go the Dhamma.
berarti "hope" itu jg diperlukan dalam hal yg menunjang proses "pencapaian", tapi apakah masih berlaku "No Hope, No Suffering" ? jika berlaku, berarti disana pun terdapat "Suffering", bagaimana kah seharusnya kita menyikapi "Hope" itu secara bijak ?
mohon pencerahannya Bhante
[at] medoq : melekat dengan object <> memperhatikan object, tapi jika kita amati, disitu ada yg namanya "Hope" untuk dapat memperhatikan object, dengan mengarahkan perhatian dan konsentrasi pada object, jika tidak ada "Hope" tentu pikiran kita udah ngalur-ngidul, ga tau mikir apa, disitu muncul kemelekatan terhadap object itu sendiri... bagaimana menurut momod ?
"seperti yg kita ketahui, bahwa dari "hope" itu lah muncul "suffering" jika disitu masih ada "hope" bukan kah itu jg akan menghasilkan "suffering" tersebut, padahal dengan melepas seharusnya kita memperoleh "happiness", bagaimana dengan ini Bhante ?"----Kita ingin lulus jenjang S1. Jika kita tidak punya hope, apa bisa lulus? Sebaliknya, jika kita hanya hope saja, apa bisa lulus?
"berarti "hope" itu jg diperlukan dalam hal yg menunjang proses "pencapaian", tapi apakah masih berlaku "No Hope, No Suffering" ?"----Think! Sewaktu berjuang untuk lulus S1, kalo kita hope saja, suffering muncul? Sebaliknya jika kita stop hope itu for a moment, suffering muncul? Oleh sebab itu, aku tulis, "There must be something that we have to sacrifice when we choose something. And sometimes, we have to choose both preferences."
"jika berlaku, berarti disana pun terdapat "Suffering", bagaimana kah seharusnya kita menyikapi "Hope" itu secara bijak ?"----Jika kita sudah kekenyangan makan, bagaimana kita menyikapi kekenyangan itu secara bijak?
Sekali lagi, saya tulis: Nothing perfect in the world.
We really don't know actually. Good can be bad. Bad can be good.