Bodhisatta tumimbal lahir menjadi Dewa Sakka di alam Tavatimsa. Dan dikarenakan kekuatannya yang luar biasa, selama tujuh hari ia tidak bisa mengingat masa lalunya. Maka setelah waktu berlalu selama tujuh ratus tahun di alam Manusia63, ia teringat dan berkata kepada dirinya sendiri, “Saya akan pergi menjumpai putri raja, Udayabhaddā, dan saya akan menguji dirinya dengan kekayaan, saya akan berkata dengan suara seperti auman singa dan akan menepati janjiku!”
Dikatakan bahwa pada masa itu, batas usia manusia mencapai sepuluh ribu tahun. Waktu itu, hari sudah malam dan pintu-pintu istana sudah tertutup rapat dan penjaga mulai berjaga-jaga, dan putri raja itu sedang duduk tenang sendirian di dalam kamar yang megah di atas tempat tinggalnya yang bertingkat tujuh, [106] sambil bermeditasi dengan objek perbuatan bajiknya sendiri.
Kemudian Sakka mengambil sebuah piring emas yang diisi dengan koin emas dan di dalam kamar tidurnya, ia muncul di hadapannya dan berdiri di satu sisi, mulai berbicara kepada putri dengan mengucapkan bait pertama berikut ini:
“Anda yang sempurna dalam kecantikan, suci dan cerah,
Anda duduk sendirian di teras yang tinggi ini,
Dalam posisi yang paling anggun, dengan mata seperti peri surga,
Saya memohon kepada Anda, biarkan saya menghabiskan malam ini bersamamu!”
Atas perkataan ini, putri menjawab dalam dua bait kalimat berikut ini:
“Untuk sampai ke puri di kota ini, yang terdapat parit di sekelilingnya,
sangat sulit untuk mendekatinya,
Dimana paritnya itu dan menaranya
dijaga oleh para pengawal.
“Tidak mudah dan bukan tanpa usaha keras
baru dapat masuk kemari;
Katakan—apa yang menjadi alasan mengapa
Anda senang bertemu denganku?”
Kemudian Sakka mengucapkan bait keempat ini:
[107] “Saya adalah yakkha, wanita cantik.
Saya yang ada di hadapanmu ini:
Berikan bantuanmu kepadaku, Nona,
terimalah mangkuk yang berisi penuh ini dariku.”
Ketika mendengar itu, putri membalasnya dengan mengucapkan bait kelima berikut ini:
“Saya tidak menginginkan apapun semenjak Udaya meninggal,
Baik dewa, yakkha, maupun manusia di sampingku:
Oleh karena itu, O yakkha yang agung, pergilah,
Jangan datang lagi kemari, pergilah yang jauh.”
Mendengar jawabannya yang pedas, ia tidak berdiri di sana lagi, langsung pergi dan menghilang. Keesokan harinya pada jam yang sama, ia mengambil mangkuk perak yang diisi dengan koin emas dan kemudian menyapanya dengan mengucapkan bait keenam berikut ini:
“Kegembiraan utama bagi kekasih yang benar-benar diketahuinya,
Yang membuat manusia melakukan banyak perbuatan salah,
Anda tidak memintanya, O Nona, dengan memberikan senyum yang manis:
Lihat, saya membawa sebuah mangkuk perak yang berisi penuh!”
Kemudian putri mulai berpikir, “Jika saya membiarkan dirinya untuk tetap berbicara dan menyombongkan diri, ia pasti akan datang dan datang lagi. Saya tidak tahu lagi harus mengatakan apa kepada dirinya.” [108] Jadi ia tidak berkata sedikitpun. Sakka yang melihat bahwa ia tidak bisa berkata-kata lagi, langsung menghilang dari sana.
Keesokan harinya, di waktu yang sama, ia membawa sebuah mangkuk besi yang penuh dengan koin dan berkata, “Nona, jika Anda memberkahi diriku dengan cinta kasihmu, saya akan memberikan mangkuk besi ini yang penuh dengan koin kepadamu.” Ketika putri melihatnya, ia mengucapkan bait ketujuh berikut ini:
“Orang yang bermaksud merayu wanita, akan selalu menaikkan dan terus menaikkan
Pemberian emasnya, sampai wanita itu mengikuti kemauannya.
Cara dari dewa berbeda, seperti yang saya lihat pada diri Anda:
Hari ini Anda datang dengan pemberian yang lebih kurang dibanding kemarin.”
Ketika mendengar perkataan ini, Sang Mahasatwa menjawabnya, “Tuan Putri, saya adalah seorang pedagang yang hati-hati. Saya tidak akan menghabiskan barang-barangku untuk hal yang tidak menghasilkan apa-apa. Jika kecantikanmu kian hari kian bertambah, saya juga pasti akan menaikkan nilai pemberianku. Akan tetapi kecantikanmu itu kian hari kian memudar, makanya saya juga memberikan penawaran yang menurun nilainya.”