bro Ryu yg baik,bisa saja sih ;D
Alagaduppamasutta adalah penjelasan dari Sang Buddha agar JANGAN SALAH dalam memahami Dhamma, karena bagaikan memegang ular, jika kita pegang buntut nya maka kematian lah yang akan kita alami, demikian pula memahami dhamma klo kita salah memahami maka menjadikan kita terlahir kealam menderita karena memiliki pandangan yang salah.
mungkin bro Ryu mau memasukkan "ULAR" dalam agama Buddha sebagai simbol Dhamma, begitu kah?
bisa saja sih ;D
soal ular belit membelit, mungkin saja paham dalam memahami ajaran buda waktu jaman Adityawarman begitu, karena tercampur dengan ajaran hindu pula.
setuju bro. memang "ular" bisa diartikan macam2.
tapi yang jadi masalah disini masak "Nirvana" dibilang kebenaran alam bawah?
kita berada di permukaan bumi yg bulat dan mengambang di angkasa raya, jadi mana bawah dan mana atas?Patok ukuran yang dipakai biasanya, disebut diatas yang arah-nya ke kepala. Yang mengarah kaki disebut ke bawah. ;D
Patok ukuran yang dipakai biasanya, disebut diatas yang arah-nya ke kepala. Yang mengarah kaki disebut ke bawah. ;D
kita berada di permukaan bumi yg bulat dan mengambang di angkasa raya, jadi mana bawah dan mana atas?
Patok ukuran yang dipakai biasanya, disebut diatas yang arah-nya ke kepala. Yang mengarah kaki disebut ke bawah. ;D
salah, pertanyaan berikut adalah bagaimana dengan badut yg berdiri dengan kaki di atas kepala di bawah?
Kesepuluh, Prasasti Saruaso I, prasasti yang berasal dari Raja Adityawarman yang berangka tahun 1297 atau 1375 Masehi. Prasasti tersebut berisi tentang suatu maklumat atau pengabaran tentang upacara keagamaan yang dilakukan oleh Raja Adityawarman sebagai seorang penganut Budha Mahayana sekte Bhairawa. Kesebelas, Prasasti Saruaso II, isi pokok dari prasasti tersebut adalah tentang seorang rajamuda (yauwaraja) yang bernama Ananggawarman. Disebutkan pula bahwa Ananggawarman merupakan anak (tanaya) dari Raja Adityawarman (1347-1375 M) yang kemungkinan masih berkuasa pada saat prasasti tersebut ditulis. Keduabelas, Prasasti Kuburajo I, berisi tentang tentang sebuah genealogis atau garis keturunan Raja Adityawarman. Pada garis kedua disebutkan seorang tokoh bernama Adwayawarman yang berputra Raja Kanaka Medinidra. Ketigabelas, Prasasti Kuburajo II, prasasti yang berasal dari masa Adityawarman. Beberapa kata yang dapat dibaca dari prasasti ini antara lain rama (baris pertama), yang dapat berarti ketua desa. Dan pembacaan pada baris ketiga menghasilkan kata puri dan sthana yang berarti tempat peristirahatan di istana, dan pada baris terakhir dijumpai kata srima yang merupakan penggalan dari kata sri maharadja, sedangkan tulisan yang lain tidak terbaca karena aus. Keempatbelas, Prasasti Rambatan, berada di Nagari Empat Suku Kapalo Koto, Kecamatan Rambatan, Kabupaten Tanah Datar. Prasasti ini terdiri dari 6 baris tulisan dalam huruf Jawa Kuno dan berbahasa Melayu Kuno. Keadaan tulisan sudah cukup aus, sehingga hanya beberapa kata saja yang terbaca. Prasasti tersebut berbentuk sloka sardulawikridita dan wangsastha 14. Di atas tulisan terdapat hiasan 2 (dua) ekor ular yang saling berbelit. Bentuk hiasan yang demikian dijumpai pula dalam beberapa prasasti peninggalan Adityawarman lainnya. Kelimabelas, Prasasti Ombilin, terletak di depan Puskesmas Rambatan I, dekat Danau Ombilin, Kecamatan Rambatan, Kabupaten Tanah Datar. Isi prasasti tersebut antara lain berupa penghormatan kepada Adityawarman yang pandai membedakan dharma dan adharma, ia punya sifat sebagai matahari yang membakar orang jahat, tetapi menolong orang baik. Keenambelas, Prasasti Bandar Bapahat, berada di Bukit Gombang, Kabupaten Tanah Datar. Dari prasasti tersebut dijumpai nama Adityawarnan dan grama sri surawasa. Ketujuhbelas, Prasasti Pariagan, ditemukan di tepi Sungai Mengkaweh, di sebelah timur kota Padang Panjang. Prasasti ini dipahatkan pada batu monolit non-artifisial berbentuk setengah lingkaran dengan tulisan berjumlah 6 baris. Aksara yang dipakai sama dengan aksara prasasti Adityawarman lainnya.
http://geosejarah.org/index.php?option=com_content&view=article&id=65:kerajaan-pagaruyung-hegemoni-melampaui-sekat-sekat-kewilayahan&catid=34:artikel&Itemid=59
============================
ternyata aye lebih bener mengartikannya dengan sutta itu =))
Keempatbelas, Prasasti Rambatan, berada di Nagari Empat Suku Kapalo Koto, Kecamatan Rambatan, Kabupaten Tanah Datar. Prasasti ini terdiri dari 6 baris tulisan dalam huruf Jawa Kuno dan berbahasa Melayu Kuno. Keadaan tulisan sudah cukup aus, sehingga hanya beberapa kata saja yang terbaca. Prasasti tersebut berbentuk sloka sardulawikridita dan wangsastha 14. Di atas tulisan terdapat hiasan 2 (dua) ekor ular yang saling berbelit. Bentuk hiasan yang demikian dijumpai pula dalam beberapa prasasti peninggalan Adityawarman lainnya. Kelimabelas, Prasasti Ombilin, terletak di depan Puskesmas Rambatan I, dekat Danau Ombilin, Kecamatan Rambatan, Kabupaten Tanah Datar. Isi prasasti tersebut antara lain berupa penghormatan kepada Adityawarman yang pandai membedakan dharma dan adharma, ia punya sifat sebagai matahari yang membakar orang jahat, tetapi menolong orang baik.
============================
ternyata aye lebih bener mengartikannya dengan sutta itu =))
ohhh....jadi maksud bro itu...bhw ular yg berbelit itu menggambarkan Raja tsb dpt membedakan dhamma yang asli dan palsu, jadi simbol ular adalah simbol dhamma spt yang bro utarakan sebelumnya pake alagaduppamasutta itu?mungkin saja kedua ular itu menggambarkan dama sama adama, ada orang yang menggunakan dama dengan baik dan tidak, dan di dalam prasasti berisi penghormatan pada Adityawarman yang pandai membedakan dama dan adama ;D
Di Bab 17 tertulis:
Prasasti Rambatan dibuat pada tahun 1370. Pada prasasti ini terlihat jejak kaki Buddha. Tapak kaki Buddha disediakan Adityavarman untuk berjiarah dan pemujaan bagi agama Buddha. Di Prasasti Rambatan itu terdapat gambar dua ekor ular yang belit-membelit, ini melambangkan dunia bawah. Penganut agama Buddha mencari kebenaran untuk dunia bawah yang disebut dengan nirwana. Tujuan hakiki orang beragama Buddha adalah mencapai nirwana.
saya rasa cuma persepsi penulis saja, dan belon tentu penulisnya mengerti arti gambar di prasasti tersebut, dan saya yakin si-penulis tidak memahami agama buddha.
saran saya : berikan penjelasan tertulis kepada si-penerbit buku dengan tembusan ke si-penulis buku tersebut, agar dapat merevisi bukunya, lebih baik lagi bila kita dapat meminta pendapat pakar arkeologi untuk menjelaskannya. kira2 siapa yah yang pakar dalam arkeologi hindu-buddha di indonesia?
Penulisnya adalah Armaini, S.Pd. M.Pd (<--- ada yg tau gelar ini artinya apa?)
Penulisnya adalah Armaini, S.Pd. M.Pd (<--- ada yg tau gelar ini artinya apa?)
Penerbitnya penerbit lokal Sumatera Barat. Saya yakin mereka tidak terlalu paham arti ular belit membelit teersebut.
Saya memang berniat meluruskan ke penerbit, bahwa "Nirvana" tidak sama dengan "dunia bawah", bahwa tujuan umat Buddha memang benar Nirvana, namun bukan "dunia bawah", melainkan Nirvana=tidak terlahir kembali.
Namun, saya perlu dasar yg kuat untuk mengartikan ular belit-membelit tersebut...
::
Setelah googlings, akhirnya ketemu sedikit (yg mungkin) berkaitan dengan pahatan belitan ular di prasasti Adityawarman, berikut sy post gambar2nya...
(http://i327.photobucket.com/albums/k476/willibordus/sharing/KundaliniLotus.jpg)
(http://i327.photobucket.com/albums/k476/willibordus/sharing/kundalini.jpg)
(http://i327.photobucket.com/albums/k476/willibordus/sharing/chakrascaduseus.jpg)
(http://i327.photobucket.com/albums/k476/willibordus/sharing/TheHealingFire.jpg)
Apakah di era Adityawarman (sekitar 1300 M), yg menganut Buddhisme Tantra / Siwa-Buddha, sudah ada lambang2 kundalini ini? Memang cukup masuk akal juga lambang kundalini ini, yg oleh sebagian penganut tantra diartikan sebagai pencerahan (=nibbana), juga ada pose2 meditasi yg menunjukkan demikian....
Tapi, tentu saja lambang belitan ular tsb tidak bisa diartikan 'dunia bawah' seperti yg ditulis oleh buku budaya minang tsb....
::
di Jaman Srivijaya memang yang berkembang adalah Aliran Tantrayana, bahkan Atisapun BERGURU dari Srivijaya (sebentar sy cari dari catatan kuliah sy, kebetulan ada ttg Atisa dikirim Raja ke Srivijaya utk belajar Tantra, bentar ya). jika dikaitkan dg tantra maka bisa jadi bahwa arti ular yang membelit adalah Kundalini, karena Kundalini yg telah dapat dicapai kebangkitannya akan digambarkan sebagai seekor ular yang tidur melingkar dibawah s********g menjadi terbangun dan bangkit menjalar melalui sepanjang tulang belakang menembus cakra mahkota (atas kepala) sehingga seolah2 kepala ular itu telah menembus kepala kita. disitulah dikatakan Kundalini nya telah terbuka atau bangkit.
melihat latar belakangnya jaman itu memang aliran Tantra yang berkembang bisa jadi "Kundalini" atao mungkin bro Ryu yang benar yaitu "mampu membedakan Dhamma dan Adhamma"
S****G maksudnya selangkangan?
::
di Jaman Srivijaya memang yang berkembang adalah Aliran Tantrayana, bahkan Atisapun BERGURU dari Srivijaya (sebentar sy cari dari catatan kuliah sy, kebetulan ada ttg Atisa dikirim Raja ke Srivijaya utk belajar Tantra, bentar ya). jika dikaitkan dg tantra maka bisa jadi bahwa arti ular yang membelit adalah Kundalini, karena Kundalini yg telah dapat dicapai kebangkitannya akan digambarkan sebagai seekor ular yang tidur melingkar dibawah s********g menjadi terbangun dan bangkit menjalar melalui sepanjang tulang belakang menembus cakra mahkota (atas kepala) sehingga seolah2 kepala ular itu telah menembus kepala kita. disitulah dikatakan Kundalini nya telah terbuka atau bangkit.
melihat latar belakangnya jaman itu memang aliran Tantra yang berkembang bisa jadi "Kundalini" atao mungkin bro Ryu yang benar yaitu "mampu membedakan Dhamma dan Adhamma"
Untuk hal mengenai Athisa belajar Bodhicitta di Sriwijaya dapat dibaca dibuku " liberation in the palm of your hand" dan udah diterjemahkan ke bahasa indonesia "pembebasan ditangan kita" jilid I..
ok, saya ketikkan bentar awal mula Tantrayana terbentuk, bentar deh sy off dlu.