4. Udayabbaya nana
Nana ke empat adalah udayabbaya nana yang berarti, “pengetahuan perenungan atas muncul dan lenyapnya.” Dalam nana ini:
a. Meditator melihat bahwa naik dan turunnya perut terdiri dari 2,3,4,5 atau 6 tahap.
b. Naik dan turunnya perut lenyap secara sekali-sekali.
c. Berbagai perasaan lenyap setelah dua atau tiga pengamatan.
d. Pengamatan jernih dan mudah.
e. Nimitta lenyap dengan cepat, misalnya setelah beberapa pengamatan “melihat, melihat.”
f. Meditator melihat cahaya yang terang can jernih.
g. Awal dan akhir naik dan turunnya gerakan perut terlihat dengan jelas.
h. Ketika duduk, tubuh condong ke depan atau kebelakang seolah-olah jatuh tertidur. Jauhnya gerakan bergantung pada tingkat konsenstrasi. Putusnya santati atau kelangsungan dapat diamati melalui ungkapan karakteristik berikut ini:
1. Jika naik dan turunnya gerakan perut menjadi cepat dan kemudian lenyap, anicca (ketidak-kekalan) tampak nyata tetapi anatta (bukan-diri) dan dukkha (ketidak-memuaskan) masih berlanjut.
2. Jika naik dan turunnya gerakan perut menjadi ringan dan datar dan kemudian lenyao, anatta (bukan-diri) tampak nyata. Akan tetapi, anicca dan dukkha berlanjut.
3. Jika naik dan turunnya gerakan perut menjadi sulit dan terganggu dan kemudian lenyap, dukkha jelas terungkap, tetapi anicca dan anatta berlanjut.
Jika Meditator memiliki konsentrasi yang baik maka ia akan mengalami lenyapnya nafas pada interval yang sering. Ia mungkin merasa seolah-olah terjatuh ke dalam jurang atau memasuki kantung udara di dalam pesawat udara, tetapi pada kenyataannya tubuhnya tetap tidak bergerak.
5. Bhanga nana
Ini adalah pengetahuan pandangan terang ke lima. Ini berarti “Pengetahuan perenungan pada lenyapnya,” dan nana ini memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Akhir dari gerakan naik dan turunnya perut jelas.
b. Obyek konsentrasi meditator mungkin tidak jelas. Gerakan naik dan turunnya perut terlihat samar.
c. Gerakan naik dan turunnya mungkin lenyap. Akan tetapi, terlihat oleh praktisi bahwa rupa lenyap terlebih dulu, diikuti oleh nama. Sesungguhnya, lenyapnya itu terjadi nyaris bersamaan karena fungsi citta (pikiran) yang sangat cepat.
d. Gerakan naik dan turun jelas dan lemah.
e. Ada perasaan sesak yang memungkinkan seseorang melihat kelangsungan gerakan naik dan turun. Kondisi kesadaran pertama lenyap dan yang ke dua dimulai, memungkinkan meditator mengetahui lenyapnya.
f. Pengamatan tidak cukup jelas karena berbagai obyek tampak seperti jauh.
g. Kadang-kadang hanya ada gerakan naik dan turunnya; perasaan akan diri lenyap.
h. Ada perasaan hangat di sekujur tubuh.
i. Meditator mungkin merasa seolah-olah ia diselubungi oleh jaring.
j. Citta (pikiran atau kesadaran) dan obyeknya lenyap sama sekali.
k. Rupa lenyap terlebih dulu, tetapi citta menetap. Akan tetapi, kesadaran segera lenyap serta obyek kesadaran.
l. Beberapa meditator merasa bahwa naik dan turunnya perut lenyap hanya selama waktu yang singkat, sementara beberapa lainnya merasakan bahwa gerakan itu berhenti selama 2-4 hari hingga mereka bosan. Berjalan adalah solusi terbaik untuk hal ini.
m. Uppada, thiti, dan bhanga, yaitu, tahapan asal-mula, keberlangsungan, dan lenyapnya dari baik nama maupun rupa hadir di sana, tetapi meditator tidak tertarik, hanya mengamati tahap lenyapnya.
n. Obyek meditasi internal, yaitu, naik dan turun, tidak jelas; obyek eksternal seperti pepohonan tampak bergoyang.
o. Seseorang memiliki kesan sedang melihat bidang kabut; segalanya tampak kabur dan terhalang.
p. Jika meditator melihat ke langit tampak seolah-olah ada getaran di udara.
q. Naik dan turunnya tiba-tiba lenyap dan seketika muncul kembali.
6. Bhaya nana
Pengetahuan ke enam adalah bhaya nana atau “pengetahuan munculnya sebagai teror.” Karakteristik berikut ini dapat diamati:
a. Awalnya meditator mengamati obyek, tetapi pengamatannya lenyap bersamaan dengan kesadaran.
b. Perasaan takut muncul tetapi tidak seperti ketakutan ketika melihat hantu.
c. Lenyapnya nama dan rupa dan kekosongan yang ditimbulkan memicu ketakutan.
d. Meditator mungkin merasakan sakit pada syaraf yang serupa dengan yang disebabkan oleh penyakit syaraf ketika ia berjalan atau berdiri.
e. Beberapa praktisi menangis ketika mereka memikirkan teman-teman atau sanak-saudaranya.
f. Beberapa praktisi sangat ketakutan pada apa yang mereka lihat bahkan jika itu hanyalah kendi air atau tiang tempat tidur.
g. Meditator sekarang menyadari bahwa nama dan rupa, yang sebelumnya dianggap sebagai sesuatu yang baik, adalah sama sekali tanpa inti.
h. Tidak ada perasaan kebahagiaan, kesenangan atau kenikmatan.
i. Beberapa praktisi menyadari perasaan takut ini tetapi tidak dikendalikan oleh perasaan itu.
7. Adinava nana
Pengetahuan ke tujuh adalah “pengetahuan perenungan pada cacat.” Nana ini memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Gerakan naik dan turunnya tampak samar dan terhalang, dan gerakan itu perlahan-lahan lenyap.
b. Meditator mengalami perasaan negatif dan lekas marah.
c. Nama dan rupa dapat diamati dengan baik.
d. Meditator tidak menyadari apa pun kecuali hal negatif yang disebabkan oleh munculnya, keberlangsungan, dan lenyapnya nama dan rupa. Meditator menjadi sadar akan ketidak-kekalan, ketidak-memuaskan, dan bukan-diri.
e. Berlawanan dengan hari-hari sebelumnya, pengamatan pada apa yang dikenali oleh mata, hidung, lidah, badan dan pikiran tidak dapat dilakukan dengan jelas.
8. Nibbida nana
Ini adalah “pengetahuan kebosanan.” Nana ini memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Meditator memandang segala obyek sebagai melelahkan dan buruk.
b. Meditator merasakan sesuatu yang berhubungan dengan kemalasan namun kemampuan mengamati obyek-obyek dengan jelas tetap ada.
c. Perasaan gembira tidak ada; meditator merasa bosan dan sedih seolah-olah ia dipisahkan dari apa yang ia cintai.
d. Praktisi mungkin belum pernah mengalami kebosanan sebelumnya tetapi sekarang ia sungguh mengetahui apa itu kebosanan.
e. Walaupun sebelumnya meditator mungkin berpikir bahwa hanya neraka yang buruk, namun pada tahap ini hanya nibbana, bukan kondisi surgawi, yang benar-benar baik. Ia merasa bahwa tidak ada yang sebanding dengan nibbana, maka ia memperdalam tekadnya untuk menemukannya.
f. Meditator menyadari bahwa tidak ada yang menyenangkan sehubungan dengan nama dan rupa.
g. Meditator mungkin merasa bahwa segala sesuatu adalah buruk dalam segala hal dan tidak ada yang dapat dinikmati.
h. Meditator tidak berkeinginan untuk berbicara atau bertemu dengan siapa pun. Ia akan lebih suka berdiam dalam kamarnya.
i. Meditator mungkin merasa panas dan kering seolah-olah terbakar oleh panas matahari.
j. Meditator mungkin merasa kesepian, sedih, dan apatis.
k. Beberapa orang kehilangan keterikatannya pada kemasyhuran dan kekayaan yang ia inginkan sebelumnya. Mereka menjadi bosan menyadari bahwa segala sesuatu tunduk pada kehancuran. Semua makhluk, bahkan para Deva dan Brahma, juga sama tunduk pada kehancuran. Mereka melihat bahwa, di mana ada kelahiran, maka penuaan, penyakit dan kematian juga pasti ada. Maka tidak ada lagi keterikatan. Kebosanan muncul, bersama dengan kecenderungan kuat pada pencarian nibbana.
9. Muncitukamayata nana
Nana ke sembilan adalah muncitukamayata nana yang diterjemahkan sebagai “pengetahuan keinginan terhadap pembebasan.” Nana ini memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Meditator merasa gatal di sekujur tubuhnya. Ia merasa seolah-olah ia digigit oleh semut-semut atau serangga-serangga kecil, atau ia merasa seolah-olah serangga-serangga itu merayapi wajah dan tubuhnya.
b. Meditator menjadi tidak sabar dan tidak mampu melakukan pengamatan ketika berdiri, duduk, berbaring atau berjalan.
c. Ia tidak mampu mengamati perbuatan-perbuatan minor lainnya.
d. Ia merasa tidak tenang, gelisah dan bosan.
e. Ia ingin pergi dan meninggalkan meditasi.
f. Beberapa meditator berpikir untuk pulang ke rumah, karena mereka merasa bahwa parami mereka (akumulasi kebajikan masa lampau) tidak mencukupi. Sebagai akibatnya mereka mulai berkemas-kemas untuk pulang ke rumah. Di masa lalu hal ini disebut, “nana menggulung alas duduk.”
10. Patisankha nana
Nana ke sepuluh adalah patisankha nana atau “pengetahuan perenungan reflektif.” Nana ini memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Meditator mengalami perasaan yang seperti ditusuk oleh serpihan benda tajam di sekujur tubuhnya.
b. Ada banyak sensasi mengganggu lainnya tetapi semua itu lenyap setelah dua atau tiga pengamatan.
c. Meditator mungkin merasa mengantuk.
d. Tubuh menjadi kaku seolah-olah meditator sedang memasuki phalasamapati (ketenangan vipassana) tetapi citta masih aktif dan saluran pendengaran masih berfungsi.
e. Meditator merasa berat seperti batu.
f. Mungkin ada perasaan panas di sekujur tubuh.
g. Ia mungkin merasa tidak nyaman.
11. Sankharupekha nana
Nana ini adalah “pengetahuan keseimbangan sehubungan dengan bentukan-bentukan.” Nana ini memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Meditator tidak merasa takut atau gembira, hanya seimbang. Naik dan turunnya perut teramati dengan jelas hanya sebagai nama dan rupa.
b. Meditator tidak merasa bahagia juga tidak merasa sedih. Pikiran dan kesadarannya jernih. Nama dan rupa jelas teramati.
c. Meditator dapat mengingat dan mengamati dengan tanpa kesulitan.
d. Meditator memiliki konsentrasi yang baik. Pikirannya tetap damai dan lunak dalam waktu yang lama, bagaikan mobil yang berjalan di jalan yang beraspal mulus. Meditator mungkin merasa puas dan lupa waktu.
e. Samadhi (konsentrasi) menjadi kokoh, agak menyerupai kue yang diadon oleh seorang tukang kue yang terampil.
f. Berbagai kesakitan dan penyakit seperti kelumpuhan dan kegugupan menjadi sembuh.
g. Dapat dikatakan bahwa karakteristik dari nana ini adalah kenyamanan dan kepuasan. Meditator mungkin lupa akan waktu yang telah berlalu selama latihan. Lamanya waktu yang berlalu selama duduk bahkan selama satu jam alih-alih setengah jam seperti yang diniatkan semula.
12. Anuloma nana
Atau “pengetahuan penyesuaian”, “pengetahuan adaptasi”. Nana ini dapat dibagi dalam tahap-tahap berikut ini:
a. Kebijaksanaan yang diturunkan dari nana-nana sebelumnya dimulai dari nana ke empat.
b. Kebijaksanaan yang diturunkan dari nana-nana yang lebih tinggi, yaitu, ketiga puluh tujuh bodhipakkiyadhamma (faktor-faktor pencerahan sempurna), kualitas-kualitas yang mendorong atau membentuk pencerahan; 4 iddhipada atau jalan-jalan pencapaian; 4 sammappadhara, usaha benar atau sempurna; 4 satipatthana atau landasan-landasan perhatian; 5 indria atau kemampuan-kemampuan pengendali; dan 5 bala atau kekuatan.
Anuloma nana memiliki karakteristik anicca, dukkha dan anatta.
1. Anicca (ketidak-kekalan). Ia yang telah melatih kedermawanan dan menjalankan moralitas akan mencapai sang jalan melalui anicca. Naik dan turunnya perut akan menjadi cepat dan lenyap seketika. Meditator menyadari lenyapnya gerakan ketika perut naik dan turun atau lenyapnya sensasi ketika duduk atau menyentuh. Nafas cepat adalah gejala anicca. Pengetahuan lenyapnya ini pada saat munculnya disebut “anuloma nana.” Akan tetapi, hal ini harus benar-benar dialami oleh meditator, bukan hanya dengan membayangkannya.
2. Dukkha (penderitaan). Ia yang telah melatih samatha (konsentrasi) akan mencapai sang jalan melalui dukkha. Demikianlah, ketika ia mengamati naik dan turunnya perut atau duduk dan menyentuh, ia merasa tercekik. Ketika ia melanjutkan mengamati naik dan turunnya perut atau duduk dan menyentuh, lenyapnya sensasi aakn terjadi. Karakteristik pencapaian sang jalan melalui dukkha adalah ketidak-tahanan. Pengetahuan lenyapnya naik dan turunnya perut, atau lenyapnya sensai ketika duduk atau menyentuh adalah anuloma nana.
3. Anatta (bukan-diri). Ia yang telah melatih vipassana atau tertarik dengan vipassana dalam kehidupan-kehidupan lampaunya akan mencapai sang jalan melalui anatta. Demikianlah naik dan turunnya perut menjadi kokoh, berjarak sama dan kemudian lenyap. Gerakan naik dan turunnya perut atau duduk dan menyentuh akan terlihat dengan jelas. Pencapaian sang jalan melalui anatta dikarakteristikkan oleh gerakan perut yang halus dan ringan. Ketika gerakan perut berlangsung dengan sama dan ringan, itu adalah anatta. Anatta berarti “tanpa inti,” “tanpa makna” dan “tidak dapat dikendalikan.”
Kemampuan untuk mengetahui dengan jelas lenyapnya gerakan perut yang naik dan turun atau lenyapnya sensasi ketika duduk dan menyentuh disebut “anuloma nana.”
Empat Kebenaran Mulia
Dalam anuloma nana, Empat Kebenaran Mulia muncul dengan jelas dan nyata sebagai berikut:
1. Samudaya sacca. Kebenaran ini terlihat ketika perut mulai naik atau mulai turun, dan ini terjadi pada titik ketika meditator hendak memasuki nana berikutnya, yang disebut gotrabhu nana. Samduaya sacca juga dirujuk sebagai “rupa jati” dan “nama jati.” Ini adalah titik asal-mula dari awal gerakan naiknya dan awal gerakan turunnya perut. Nama jati adalah awal nama dan rupa jati adalah awal rupa. Persepsi dan pengalaman nyata akan kebenaran-kebenaran ini disebut “samudaya sacca.”
2. Dukkha sacca. Kebenaran ini terlihat ketika gerakan naik dan turunnya perut tidak lagi dapat ditolerir karena meditator menyadari sifat ketidak-memuaskannya. Ia melihat bahwa segala sesuatu pasti mati dan berakhir. Dalam Pali kebenaran ini diberi nama, “charamaranam dukkha saccam.” Usia tua adalah kemunduran nama dan rupa. Kematian adalah padamnya, kehancuran, akhir dari nama dan rupa. Persepsi lenyapnya penderitaan disebut “dukkha sacca.”
3. Nirodha sacca. Kebenaran ini terlihat ketika gerakan naik dan turunnya lenyap secara bersamaa. Jati adalah batas pengetahuan, dan demikian pula pengamatan batin atas lenyapnya gerakan perut juga lenyap pada waktu yang sama. Hal ini merupakan kondisi nibbana. Dalam Pali hal ini dikatakan sebagai “Ubhinnampi nissarnam.” Kondisi ketika dukkha dan titik asal-mula nama rupa (samudaya) keduanya lenyap disebut “Nirodha sacca.”
4. Magga sacca. (Kebenaran Agung). Dalam kondisi pengetahuan atau kebijaksanaan ini, meditator sepenuhnya sadar akan naik dan turunnya perut. Ia menyadari awal naik dan turun, pertengahan naik dan turun, dan titik ketika naik dan turun lenyap. Dalam Pali kondisi ini dikenal sebagai “nirothappachanana magga saccam.” Ketika akhir penderitaan dan lenyapnya gerakan perut terlihat jelas, hal ini disebut “magga sacca.”
Adalah penting bagi praktisi untuk menyadari keempat kebenaran ini secara bersamaan. Seperti meniup mati sebatang lilin, yaitu:
1. seperti pada titik ketika sumbu lilin terbakar habis.
2. seperti pada titik ketika batang lilin terbakar habis.
3. seperti kecemerlangan yang menyembunyikan cahaya lilin.
4. seperti kegelapan pekat.
Keempat karakteristik cahaya yang digambarkan di sini biasanya muncul pada saat yang sama dan pada tingkat yang sama dengan persepsi Empat Kebenaran Mulia. Kondisi Nibbana terlihat dalam nirodha sacca, dukkha sacca, samudaya sacca, dan magga sacca pada saat yang sama.
13. Gotrabhu nana
Nana berikutnya adalah gotrabhu nana atau “pengetahuan pada saat peruahan silsilah.” Gotrabhu nana adalah pengetahuan yang sepenuhnya memisahkan seseorang dari kondisi keduniawian. Nama dan rupa, bersama dengan citta, yang telah menyadari lenyapnya, keduanya menjadi damai dan tenang. Ini berarti bahwa ia telah tercerahkan, dengan menjadikan nibbana sebagai obyek. Pada saat ketika perasaan berhenti, gotrabhu nana tercapai.
1. Uppadam abhibhuyyatiti gotrabhu: pengetahuan yang meliputi munculnya nama dan rupa disebut "gotrabhu."
2. Pavattam abhibhuyyatiti gotrabhu: pengetahuan yang mencakup keberlangsungan of nama dan rupa disebut "gotrabhu."
3. Bahiddhasamkhanranimittam abhibhuyyatiti gotrabhu: pengetahuan yang mencakup nama dan rupa eksternal disebut "gotrabhu."
4. Anuppadam pakkhandatiti gotrabhu: pengetahuan yang bergerak ke arah pelenyapan disebut "gotrabhu."
5. Appavattam nirodham nibbaham pakkhandhatiti gotrabhu: pengetahuan yang mendekati penghentian keberlangsungan, lenyapnya dan nibbana disebut "gotrabhu."
6. Uppadam abhihuyyatva anuppadam pakkhandatiti gotrabhu: kebijaksanaan yang mencakup kemunculan dan kemudian mendekati ketidak-munculan disebut "gotrabhu."
Sebagai kesimpulan, saat ketika perasaan berhenti untuk pertama kalinya disebut “gotrabhu nana.” Meditator melepaskan nama dan rupa. Perhatian menggenggam nibbana sebagai obyeknya. Kondisi ini adalah antara lokiya dan lokuttara. Ini bukanlah kondisi kehidupan duniawi atau kehidupan adi-duniawi, karena ini berada di antara kedua kondisi tersebut. Ini seperti seseorang yang memasuki sebuah ruangan; satu kakinya di luar dan kaki lainnya di dalam. Kita tidak dapat mengatakan bahwa ia berada di luar atau di dalam.
14. Magga nana
Nana berikutnya adalah magga nana. Nana ini diterjemahkan sebagai “pengetahuan sang jalan.” Dalam nana ini, kekotoran-kekotoran telah diputuskan (samucchedpahara). Magga nana memiliki karakteristik berikut:
a. Kehancuran beberapa kekotoran dan persiapan bagi kehancurnya kekotoran lainnya. Ini merupakan pembersihan.
b. Pengetahaun akan sang jalan yang jernih dan lengkap.
c. Terdapat pengetahuan dhamma yang mendalam yang menuntun menuju nibbana.
d. Magga nana adalah pengetahuan mendalam akan dhamma yang diperlukan untuk mencapai Nibbana.
e. Ini adalah kebijaksanaan mendalam yang memungkinkan praktisi untuk melenyapkan kekotoran-kekotoran.
Karakteristik magga nana adalah:
1. Setelah terputusnya sensasi, kesadaran akan arus nibbana berlangsung selama sesaat. Beberapa kekotoran telah dihancurkan dengan sempurna. Keakuan (ego), keragu-raguan skeptis dan kesalah-pahaman akan upacara dan ritual akan dihancurkan pada nana ini. Nana ini memiliki nibbana sebagai obyeknya. Nibbana dapat dicapai. Tidak ada keraguan sehubungan dengan apa yang baik dan apa yang buruk, sehubungan dengan surga dan neraka, sehubungan dengan sang jalan, hasil dari sang jalan dan nibbana. Tikak ada keraguan sehubungan dengan kehidupan setelah kematian. Nana ini adalah adi-duniawi.
2. Anuloma nana adalah nana terakhir di mana segala sesuatu terjadi. Setelah itu tidak ada lagi perhatian pada apa pun. Perasaan dan kesadaran mendadak lenyap. Ini seperti seseorang yang berjalan di jalan dan tiba-tiba terjatuh ke dalam lubang. Obyek dan pikiran yang berusaha mengamati obyek, keduanya berhenti berfungsi di dalam kondisi Nibbana. Lenyapnya ini disebut “gotravhu nana.” Kondisi kebijaksanaan ini meliputi lenyapnya kesadaran dan bentuk.
3. Setelah gorabhu nana berlangsung selama sesaat, yang disebut dengan magga nana. Setelah menyadari tahap ini (magga nana) ia mengalami perasaan terkejut. Ia sepenuhnya bahagia dan nyaman. Tidak ada kondisi kebahagiaan duniawi yang dapat dibandingkan dengan pencapaian ini. Ditinggalkannya kekotoran-kekotoran ini bagaikan kilatan halilintar – dan kemudian gemuruh guntur.