Yang namanya tahapan tentu saja harus keluar dari tahap a baru masuk ke tahap b. Terus camkan dengan kata "berangsur-angsur" di atas, jika sravaka dianggap kekeliruan fatal, sdh tidak seharusnya doktrin Mahayana selalu menjelaskan bahwa beberapa Buddha muncul di dunia mengajar dengan sistem 3 kendaraan, beberapa Buddha dengan sistem 1 kendaraan tunggal (bodhisatvayana. Atau dgn kata lain, lebih baik Buddha tidak mengajar jalan sravaka sejak awal.
Jadi sravaka merupakan keniscayaan yg tidak bisa diabaikan dalam doktrin mahayana, hanya saja mereka akan dibimbing ke tahapan lanjutan bergantung pada bagaimana seorang Buddha melakukannya.
Sravaka yang tidak melanjutkan memang dianggap keliru dalam konteks bahwa ada pengetahuan lanjutan yang terlalu sayang utk diabaikan.
Tetapi harap dicatat juga bahwa kekeliruan itu bukan dalam arti belajar jalan sravaka adalah kekeliruan fatal yg harus dihentikan sebelum memulai.Karena memang Buddha sendiri yang mengajarkannya. Ini merupakan metode dari seorang Buddha dalam membimbing siswanya.
Contohnya orang membangun rumah diawali dari fondasi, jika anda hanya bangun fondasi lalu tidak melanjutkan bangun kerangka hingga bangunan itu selesai, apa tidak dianggap keliru? Tetapi saat anda membangun fondasi , anda tidak pernah dianggap keliru, karena memang itu tahapannya.
Ayolah, Sdr. Chingik, sudah jelas masalah Arahat adalah hal yang berbeda dan bertolak belakang, dan bukan tahapan. Bagi Sravakayana, Arahat adalah spiritual tertinggi dan itu sudah final. Jika anda mengatakan itu adalah tahapan dan harus ada lanjutan, ini berarti anda mengatakan bahwa itu bukan final dan ini juga berarti menolak ajaran Sravakayana yang menggapnya sudah final. Jika menerima seharusnya juga menerima bahwa Arahat adalah spiritual tertinggi juga sesuatu yang final.
Singkatnya: jika si A mengatakan sudah final, kemudian si B mengatakan belum dan masih ada lanjutan, ini berarti si B menolak (tidak menerima) apa yang dikatakan si A .
Ayolah Sdr. Chingik ini hanya logika sederhana saja mengenai perbedaan antara menolak dan menerima. Kalau hal sederhana seperti ini saja anda tidak memahaminya, ya, saya tidak bisa berbuat apa-apa lagi.
Saya rasa saya tidak bisa menemukan jawabannya pada argumen-argumen anda. Jadi silahkan anda berargumen lagi, tapi saya tidak akan menanggapinya karena saya yakin argumennya akan sama selama anda belum bisa membedakan antara menerima dengan menolak. Dan pertanyaan rekan-rekan lain juga banya yang menunggu.