“Suatu ketika, sahabat-sahabat, ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Rājagaha, seperti sebelumnya, Beliau menolak sehubungan dengan Upananda, putera Sakya, emas dan perak dan menetapkan peraturan latihan. Adalah karena mengatakan demikian maka dikatakan bahwa saya mencela dan menghina Yang Mulia para umat awam yang memiliki keyakinan dan kepercayaan, dan bahwa saya memperoleh sedikit kepuasan dalam hal bahwa saya mengatakan apa yang bukan-dhamma sebagai bukan-dhamma; dalam hal bahwa saya mengatakan apa yang merupakan dhamma sebagai dhamma; dalam hal bahwa saya mengatakan apa yang bukan-disiplin sebagai bukan-disiplin; dalam hal bahwa saya mengatakan apa yang merupakan disiplin sebagai disiplin. ||5||
Ketika ia telah selesai berbicara demikian, para umat awam Vesālī berkata kepada Yasa, putera Kākaṇḍakā sebagai berikut: “Yang Mulia, Guru Yasa, putera Kākaṇḍakā, adalah satu-satunya petapa, satu-satunya putera Sakya; mereka ini, semuanya bukanlah petapa, bukanlah para putera Sakya. Yang Mulia, sudilah Guru Yasa, putera Kākaṇḍakā, menetap di Vesālī dan kami akan berusaha menyediakan kebutuhan-kebutuhan jubah, dana makanan, tempat tinggal, obat-obatan jika sakit.”
Kemudian Yang Mulia Yasa, putera Kākaṇḍakā, setelah meyakinkan para umat awam Vesālī, kembali ke vihara bersama dengan bhikkhu yang menjadi utusan pendampingnya. ||6||
Kemudian para bhikkhu yang adalah orang-orang Vajji dari Vesālī bertanya kepada bhikkhu yang menjadi utusan pendamping, dengan berkata: “Yang Mulia, apakah para umat awam Vesālī telah dimintakan maaf oleh Yasa, putera Kākaṇḍakā?”
“Yang Mulia, keburukan telah menimpa kita; Yasa, putera Kākaṇḍakā, adalah satu-satunya yang dianggap sebagai seorang petapa, seorang putera Sakya; kita semua, tidak dianggap sebagai petapa, bukan para putera Sakya.”
Kemudian para bhikkhu yang adalah orang-orang Vajji dari Vesālī, dengan mengatakan: “Yang Mulia, Yasa ini, putera Kākaṇḍakā, tidak ditunjuk oleh kita, telah memberikan informasi kepada para perumah tangga. Marilah kita melaksanakan tindakan (resmi) penangguhan terhadapnya.” Dan mereka berkumpul dengan tujuan untuk melaksanakan tindakan (resmi) penangguhan terhadapnya. Kemudian Yasa, putera Kākaṇḍakā, setelah melayang di atas tanah, muncul kembali di Kosambi. Kemudian Yang Mulia Yasa, putera Kākaṇḍakā, mengirim utusan kepada para bhikkhu di Pāvā dan (kepada mereka) yang berada di wilayah selatan Avantī, dengan mengatakan:
“Sudilah Yang Mulia datang, kita harus menghadiri pertanyaan resmi ini sebelum apa yang bukan-dhamma bersinar dan apa yang merupakan dhamma tersembunyi, sebelum apa yang bukan-disiplin bersinar dan apa yang merupakan disiplin tersembunyi, sebelum mereka yang mengatakan apa yang bukan dhamma menjadi kuat dan mereka yang mengatakan dhamma menjadi lemah, sebelum mereka yang mengatakan apa yang bukan disiplin menjadi kuat dan mereka yang mengatakan disiplin menjadi lemah.” ||7||
Pada saat itu Yang Mulia Sambhūta, seorang pemakai jubah rami kasar, sedang menetap di lereng gunung Ahogangā. Kemudian Yang Mulia Yasa, putera Kākaṇḍakā, mendatangi lereng gunung Ahogangā dan Yang Mulia Sambhūta, seorang pemakai jubah rami kasar; setelah menghadap, setelah menyapa Yang Mulia Sambhūta, seorang pemakai jubah rami kasar, ia duduk dalam jarak selayaknya. Setelah duduk dalam jarak selayaknya Yang Mulia Yasa, putera Kākaṇḍakā berkata kepada Yang Mulia Sambhūta, seorang pemakai jubah rami kasar sebagai berikut:
“Yang Mulia, para bhikkhu ini, orang-orang Vajji dari Vesālī, mengajarkan sepuluh hal: “Praktik sehubungan dengan tanduk untuk garam diperbolehkan; praktik sehubungan dengan lima lebar jari diperbolehkan; praktik sehubungan dengan ‘di tengah-tengah desa’ diperbolehkan; praktik sehubungan dengan tempat-tempat kediaman diperbolehkan; praktik sehubungan dengan penerimaan diperbolehkan; praktik sehubungan dengan apa yang menjadi kebiasaan diperbolehkan; praktik sehubungan dengan susu-mentega yang tidak diaduk diperbolehkan; meminum minuman yang tidak terfermentasi diperbolehkan; sehelai alas duduk yang tanpa pinggiran diperbolehkan; emas dan perak diperbolehkan. [198] Marilah, Yang Mulia, kita harus menghadiri pertanyaan resmi ini sebelum apa yang bukan-dhamma bersinar dan apa yang merupakan dhamma tersembunyi, sebelum apa yang bukan-disiplin bersinar dan apa yang merupakan disiplin tersembunyi, sebelum mereka yang mengatakan apa yang bukan dhamma menjadi kuat dan mereka yang mengatakan dhamma menjadi lemah, sebelum mereka yang mengatakan apa yang bukan disiplin menjadi kuat dan mereka yang mengatakan disiplin menjadi lemah.”
“Baiklah, Yang Mulia,” Yang Mulia Sambhūta, seorang pemakai jubah rami kasar, menjawab Yang Mulia Yasa, putera Kākaṇḍakā. Kemudian sebanyak enam puluh bhikkhu dari Pāvā, semuanya adalah penghuni-hutan, semuanya adalah pemakan makanan yang didanakan, semuanya adalah pemakai jubah dari kain buangan, semuanya adalah pemakai tiga jubah, semuanya telah mencapai kesempurnaan, berkumpul di lereng gunung Ahogangā; dan sebanyak delapan puluh delapan bhikkhu dari wilayah selatan Avantī, sebagian besar adalah penghuni-hutan, sebagian besar adalah pemakan makanan yang didanakan, sebagian besar adalah pemakai jubah dari kain buangan, sebagian besar adalah pemakai tiga jubah, semuanya telah mencapai kesempurnaan berkumpul di lereng gunung Ahogangā. ||8||
Kemudian ketika para bhikkhu sesepuh ini sedang mempertimbangkan, mereka berpikir: “Sekarang, pertanyaan resmi ini sulit dan menyusahkan. Bagaimana kita dapat mengumpulkan kelompok yang dengannya kita dapat menjadi lebih kuat sehubungan dengan pertanyaan resmi ini?” Pada saat itu Yang Mulia Revata sedang menetap di Soreyya. Ia telah banyak mendengar, ia adalah seorang yang kepadanya tradisi telah diwariskan, ia adalah seorang ahli dalam dhamma, ahli dalam disiplin, ahli dalam topik-topiknya; bijaksana, berpengalaman, cerdas; teliti, seksama, menyukai latihan. Kemudian para bhikkhu sesepuh itu berpikir:
“Yang Mulia Revata ini sedang menetap di Soreyya. Ia telah banyak mendengar … menyukai latihan. Jika kita dapat memasukkan Yang Mulia Revata ke dalam kelompok, dengan demikian kita akan lebih kuat sehubungan dengan pertanyaan resmi ini.”
Kemudian Yang Mulia Revata, melalui kondisi telinga-deva¬ yang murni, melampaui manusia, mendengar pertimbangan para bhikkhu sesepuh ini. Dan setelah mendengarnya, ia berpikir: “Pertanyaan resmi ini sulit dan menyusahkan. Namun tidaklah selayaknya bagiku untuk menghalangi pertanyaan resmi seperti ini. Tetapi para bhikkhu sedang menuju ke sini. Aku tidak merasa nyaman dikelilingi oleh mereka. Bagaimana jika aku pergi sebelum mereka datang?”
Kemudian Yang Mulia Revata pergi dari Soreyya menuju Saṃkassa. Kemudian para bhikkhu sesepuh itu, setelah tiba di Soreyya, bertanya: “Di manakah Yang Mulia Revata?” Mereka menjawab: “Yang Mulia Revata telah pergi menuju Saṃkassa.” Kemudian Yang Mulia Revata pergi dari Saṃkassa menuju Kaṇṇakujja. Kemudian para bhikkhu sesepuh itu, setelah tiba di saṃkassa, bertanya: “Di manakah Yang Mulia Revata?” Mereka menjawab: “Yang Mulia Revata telah pergi menuju Kaṇṇakujja.” Kemudian Yang Mulia Revata pergi dari Kaṇṇakujja menuju Udumbara. Kemudian para bhikkhu sesepuh itu, setelah tiba di Kaṇṇakujja, bertanya: “Di manakah Yang Mulia Revata?” Mereka menjawab: “Yang Mulia Revata telah pergi menuju Udumbara.” [299] Kemudian Yang Mulia Revata pergi dari Udumbara menuju Aggaḷapura. Kemudian para bhikkhu sesepuh itu, setelah tiba di Udumbara, bertanya: “Di manakah Yang Mulia Revata?” Mereka menjawab: “Yang Mulia Revata telah pergi menuju Aggaḷapura.” Kemudian Yang Mulia Revata pergi dari Aggaḷapura menuju Sahajāti. Kemudian para bhikkhu sesepuh itu, setelah tiba di Aggalapura, bertanya: “Di manakah Yang Mulia Revata?” Mereka menjawab: “Yang Mulia Revata telah pergi menuju Sahajāti. Kemudian para bhikkhu sesepuh itu bertemu dengan Yang Mulia Revata di Sahajāti. ||9||
Kemudian Yang Mulia Sambhūta, seorang pemakai jubah rami kasar, berkata kepada Yang Mulia Yasa, putera Kākaṇḍakā sebagai berikut: “Yang Mulia, Yang Mulia Revata ini telah banyak mendengar, ia adalah seorang yang kepadanya tradisi telah diwariskan, ia adalah seorang ahli dalam dhamma, ahli dalam disiplin, ahli dalam topik-topiknya; bijaksana, berpengalaman, cerdas; teliti, seksama, menyukai latihan. Jika kita mengajukan sebuah pertanyaan kepada Yang Mulia Revata, maka Yang Mulia Revata akan menghabiskan sepanjang malam hanya untuk menjelaskan satu pertanyaan. Tetapi sekarang Yang Mulia Revata akan memanggil seorang bhikkhu yang adalah seorang murid dan seorang pengulang syair. Pergilah engkau, ketika bhikkhu itu telah menyelesaikan irama syair itu, setelah menghadap Yang Mulia Revata, tanyakan padanya tentang sepuluh hal ini.”
“Baiklah, Yang Mulia,” Yang Mulia Yasa, putera Kākaṇḍaka, menjawab Yang Mulia Sambhūta, seorang pemakai jubah rami kasar. Kemudian Yang Mulia Revata memanggil seorang bhikkhu yang adalah seorang murid dan seorang pengulang syair. Kemudian ketika bhikkhu itu telah menyelesaikan irama syair itu, Yang Mulia Yasa, putera Kākaṇḍaka, menghadap Yang Mulia Revata, setelah menghadap, setelah menyapa Yang Mulia Revata, ia duduk dalam jarak selayaknya. Setelah duduk dalam jarak selayaknya, Yang Mulia Yasa, putera Kākaṇḍaka, berkata kepada Yang Mulia Revata sebagai berikut:
“Yang Mulia, apakah praktik sehubungan dengan tanduk untuk garam diperbolehkan?”
“Apakah, Yang Mulia, praktik sehubungan dengan tanduk untuk garam itu?”
“Yang Mulia, apakah diperbolehkan membawa garam dalam tanduk, dengan berpikir, ‘aku akan dapat menikmati apa pun yang tidak asin’?”
“Yang Mulia, hal itu tidak diperbolehkan.”
“Yang Mulia, apakah praktik sehubungan dengan dua lebar jari diperbolehkan?”
“Apakah, Yang Mulia, praktik sehubungan dengan dua lebar jari itu?”
“Yang Mulia, apakah diperbolehkan makan pada waktu yang salah ketika bayangan telah melewati dua lebar jari?”
“Yang Mulia, hal itu tidak diperbolehkan.”
“Yang Mulia, apakah praktik sehubungan dengan ‘di tengah-tengah desa’ diperbolehkan?”
“Apakah, Yang Mulia, praktik sehubungan dengan ‘di tengah-tengah desa’ itu?”
“Yang Mulia, apakah diperbolehkan, dengan berpikir, ‘Sekarang aku akan pergi ke tengah-tengah desa,’ setelah makan, setelah kenyang, kemudian memakan makanan yang tidak disisakan?”
“Yang Mulia, hal itu tidak diperbolehkan.”
“Yang Mulia, apakah praktik sehubungan dengan tempat-tempat kediaman diperbolehkan?”
“Apakah, Yang Mulia, praktik sehubungan dengan tempat-tempat kediaman itu?”
“Yang Mulia, apakah diperbolehkan bagi beberapa tempat kediaman yang berada dalam lingkungan yang sama melaksanakan berbagai Uposatha?”
“Yang Mulia, hal itu tidak diperbolehkan.” [300]
“Yang Mulia, apakah praktik sehubungan dengan penerimaan diperbolehkan?”
“Apakah, Yang Mulia, praktik sehubungan dengan penerimaan itu?”
“Yang Mulia, apakah diperbolehkan bagi Saṅgha yang tidak lengkap untuk melakukan tindakan (resmi), dengan berpikir, ‘Kami akan memberikan nasihat kepada para bhikkhu yang datang’?”
“Yang Mulia, hal itu tidak diperbolehkan.”
“Yang Mulia, apakah praktik sehubungan dengan apa yang menjadi kebiasaan diperbolehkan?”
“Apakah, Yang Mulia, praktik sehubungan dengan apa yang menjadi kebiasaan itu?”
“Yang Mulia, apakah diperbolehkan, dengan berpikir, ‘Hal ini biasa dilakukan oleh penahbisku, hal ini biasa dilakukan oleh guruku,’ kemudian melakukan sesuai dengan kebiasaan itu?”
“Yang Mulia, praktik sehubungan dengan apa yang menjadi kebiasaan itu, kadang-kadang diperbolehkan, kadang-kadang tidak diperbolehkan.”
“Yang Mulia, apakah praktik sehubungan dengan susu-mentega yang tidak diaduk diperbolehkan?”
“Apakah, Yang Mulia, praktik sehubungan dengan susu-mentega yang tidak diaduk itu?”
“Yang Mulia, apakah diperbolehkan, setelah makan, setelah kenyang, kemudian meminum susu apa pun yang tidak disisakan tetapi telah melewati tahap sebagai susu (walaupun) belum menjadi dadih?”
“Yang Mulia, hal itu tidak diperbolehkan.”
“Yang Mulia, apakah diperbolehkan meminum minuman yang tidak terfermentasi?”
“Apakah, Yang Mulia, minuman ini?”
“Yang Mulia, apakah diperbolehkan untuk meminum minuman apa pun yang difermentasikan (tetapi) belum terfermentasi dan belum sampai pada tahap menjadi minuman keras?”
“Yang Mulia, hal itu tidak diperbolehkan.”
“Yang Mulia, apakah sehelai alas duduk yang tanpa pinggiran diperbolehkan?”
“Yang Mulia, hal itu tidak diperbolehkan.”
“Yang Mulia, apakah emas dan perak diperbolehkan?”
“Yang Mulia, hal-hal itu tidak diperbolehkan.”
“Yang Mulia, para bhikkhu ini yang adalah orang-orang Vajji dari Vesālī, mengajarkan sepuluh hal di Vesālī. Marilah, Yang Mulia, kita harus menghadiri pertanyaan resmi ini sebelum apa yang bukan-dhamma bersinar dan apa yang merupakan dhamma tersembunyi, sebelum apa yang bukan-disiplin bersinar dan apa yang merupakan disiplin tersembunyi, sebelum mereka yang mengatakan apa yang bukan dhamma menjadi kuat dan mereka yang mengatakan dhamma menjadi lemah, sebelum mereka yang mengatakan apa yang bukan disiplin menjadi kuat dan mereka yang mengatakan disiplin menjadi lemah.”
“Baiklah, Yang Mulia,” Yang Mulia Revata menyanggupi Yang Mulia Yasa, putera Kākaṇḍaka. ||10||1||
Demikianlah Bagian Pengulangan Pertama.