//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: REFLEKSI SABDA-SABDA BUDDHA  (Read 4168 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline aitristina

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.758
  • Reputasi: 52
  • Gender: Female
  • every1 is #1...
REFLEKSI SABDA-SABDA BUDDHA
« on: 28 March 2009, 08:15:38 PM »

Posted by: "Budiman Sudharma ,S.H." budimansudharma [at] yahoo.com   budimansudharma
Fri Mar 27, 2009 4:44 pm (PDT)


REFLEKSI SABDA-SABDA
BUDDHA

Penyelidikan Bebas

Buddha mengarahkan murid-murid- Nya agar biasa untuk memilih dan
menyelidiki. Untuk langsung mempercayai apa saja, bukanlah jiwa dari agama
Buddha. Kita temukan percakapan ini antara Buddha dan siswa. siswa-Nya:

"Jika sekarang, dengan mengetahui ini dan mempertahankan ini,
akankah kau berkata: "Kami menghormati guru kami dan karena rasa hormat
kami kepada beliau kami menghormati apa yang beliau ajarkan?'"

"Tidak, Yang Mulia."

"Para Siswa, apa yang kalian pegang teguh, bukankah hanya yang
kaukenali, kaulihat, dan kaupahami sendiri?"

"Ya, Yang Mulia."

Sesuai dengan sikap yang sepenuhnya benar dari penyelidikan benar
ini, dikatakan dalam risalah Buddhis berbahasa Sanskerta mengenai logika,
Jnanasarasamuccaya, 31:

"Sebagaimana orang bijaksana menguji emas dengan membakar,
memotong dan menggosoknya (pada sepotong batu penguji), demikian pula kalian
menerima kata-kata-Ku setelah memeriksanya dan bukan hanya karena rasa hormat
terhadap-Ku. "

Suatu ketika suku Kalama dari Kesaputta menemui Buddha dan
berkata: 'Yang Mulia, beberapa orang petapa dan brahmana tertentu datang ke
Kesaputta. Mereka mepgumumkan dan menjelaskan secara rinci pandangan mereka
sendiri; tetapi mencerca, menghina, mencela dan menjatuhkan pendapat orang
lain. Selain itu, Yang Mulia, datang pula petapa dan brahnma lain ke Kesaputta,
melakukan hal yang sama. Ketika kami mendengar mereka, Yang Mulia, kami merasa
ragu-ragu dan bingung, siapa di antara orang-orang terhormat ini yang berbicara
benar dan siapa yang berbicara salah." Kemudian Buddha berkata demikian:

"Ya, Kalama, tidaklah salah bila ragu-ragu, mempertanyakan apa
yang diragukan dan apa yang tak jelas. Dalam persoalan yang meragukan,
kebingungan timbul."

"Janganlah percaya begitu saja pada, suatu tadisi, desas desus
atau logika ataupun kesimpulan semata-mata, atau sesudah merenungkan dan cocok
dengan beberapa teori, atau karena rasa hormat kepada seorang petapa. Akan
tetapi Kalama, kalau setelah kalian selidiki sendiri, kau ketahui: Hal-hal ini
tidak menguntungkan, patut dicela, dikecam oleh orang-orang bijaksana; hal-hal
tersebut, bila, dilakukan dan dikerjakan mengakibatkan kerugian dan
penderitaan, maka Kalama tentu saja kalian harus menolaknya."

"Nah, bagaimana menurut kalian, Kalama? Ketika ketamakan,
kebencian dan kegelapan batin timbul dalam diri seseorang, apakah hal-hal ini
menimbulkan keuntungan atau kerugian bagi orang itu?"

"Kerugian, Yang Mulia."

"Lalu, Kalama, bukankah orang ini karena telah dikuasai oleh
ketamakan, kebencian dan kegelapan batin, melakukan kejahatan, menyesatkan
orang lain sehingga mengalami kerugian dan penderitaan untuk waktu yang
lama?"

'Ya, Yang Mulia."

"Karena itu, Kalama, bagaimana pendapat kalian, apakah
hal-hal itu menguntungkan atau tidak menguntungkan? "

"Tidak menguntungkan, Yang Mulia."

"Apakah hal-hal tersebut tercela atau tidak?"

"Tercela, Yang Mulia."

Apakah hal-hal ini dikecam oleh orang bijaksana atau tidak ?"

'Dikecam, Yang Mulia."

"Jika dilakukan atau dikerjakan, apakah hal-hal ini
menimbulkan kerugian dan penderitaan atau tidak?"

"Menimbulkan kerugian dan penderitam, Yang Mulia."

"Oleh karena itu, Kalama, sebagaimana yang Kukatakan kepada
kalian tadi: Janganlah percaya begitu saja melainkan setelah kalian selidiki
sendiri kau ketahui: Hal-hal ini tidak menguntungkan dan menimbulkan kerugian
dan penderitam ... kalian harus menolaknya, inilah alasan-Ku
membicarakannya. "

"Kalama, janganlah ... percaya begitu saja. Tetapi bila kau
ketahui bagi dirimu sendiri: Hal-hal ini menguntungkan, tidak tercela, dipuji
oleh orang bijaksana; hal-hal ini bila dilakukan dan dikerjakan menimbulkan
keuntungan dan kebahagiaan - maka, Kalama, setelah mengerjakan hal-hal ini,
tinggallah di dalamnya."

"Nah, bagaimana menurut kalian, Kalama? Ketika kebebasan dari
ketamakan, kebencian dan kegelapan batin timbul dalam diri seseorang, apakah
ini menimbulkan keuntungan atau kerugian bagi orang itu?"

"Keuntungan, Yang Mulia."

"Apakah orang ini, yang tidak dikuasai oleh ketamakan,
kebencian dan kegelapan batin, menahan diri untuk tidak melakukan kejahatan dan
membawa orang lain ke dalam kebahagiaan? "

'Ya, Yang Mulia."

"Oleh karena itu, Kalama, bagaimana pendapat kalian, apakah
hal-hal ini menguntungkan atau tidak menguntungkan? '

"Menguntungkan, Yang Mulia."

"Apakah hal-hal ini tercela atau tidak?"

"Tidak tercela, Yang Mulia."

Apakah hal-hal im dikecam atau dipuji oleh orang bijaksana?"

"Dipuji, Yang Mulia."

"Jika dilakukan dan dikerjakan, apakah hal-hal ini
menimbulkan kebahagiaan atau tidak?"
Life is about living...

Offline aitristina

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.758
  • Reputasi: 52
  • Gender: Female
  • every1 is #1...
Re: REFLEKSI SABDA-SABDA BUDDHA
« Reply #1 on: 28 March 2009, 08:16:03 PM »
"Menimbulkan kebahagiaan, Yang Mulia!"

"Oleh karena itu, Kalama, sebagaimana yang telah Kukatakan
kepada kalian tadi: 'Janganlah percaya begitu saja ...tetapi ketahuilah oleh
dirimu sendiri: Hal-hal ini menguntungkan ... dan menimbulkan
kebahagiaan...lakukanlah hal-hal ini dan tinggallah di dalanmya,' inilah
alasan-Ku membicarakannya (A. i, 188 Sutta 65, bandingkan A. i, 66 dan A,
ii, Bhaddiya Sutta 193).

Pembaca dapat mencatat bahwa khotbah ini, Kalama Sutta,
mengecilkan dogmatisme dan kepercayaan buta dengan ajaran penuh semangat Untuk
menyelidiki secara bebas. Meskipun demikian janganlah tergesa-gesa menyimpulkan
bahwa Buddha adalah "seorang pragmatis empiris yang menolak semua aiaran
dan kepercayaan, yang Dharma-Nya benar benar-benar merupakan alat dan orang
yang tidak mengakui ajaran agama menuju kebenaran yang mengundang setiap orang
untuk menerima dan menghormati apa yang ia suka." Pembaca harus membaca
dengan penuh perhatian bagian akhir dari Sutta, yang di dalamnya Buddha
menekankan pentingnya tiga akar keiahatan: ketamakan, kebencian dan kegelapan
batin serta lawannya, akar kebaikan: tidak tamak, tidak membenci dan bijaksana.
"Demikianlah khotbah bagi suku Kalama ini menawarkan batu ujian untuk
memperoleh keyakinan dalam Dharma sebagai ajaran yang bersemangat
pembebasan."

Untuk diskusi yang lebih lengkap mengenai Sutta ini bacalah
karangan yang memberi gambaran jelas: "A look at the Kalama Sutta "
oleh Biku Bodhi yang diterbitkan oleh Buddhist Publication Society Newsletter,
Spring 1988, No. 9.

Agama Buddha bebas dari paksaan dan kekerasan dan tidak meminta
kepercayaan buta dari pengikutnya. Pada awalnya orang yang ragu-ragu akan
senang mendengar ajakan untuk menyelidiki. Agama Buddha dari awal sampai akhir
terbuka bagi semua orang yang memiliki mata untuk melihat dan pikiran untuk
memahami.

Ketika Buddha tinggal di hutan mangga di Nalanda, Upali, seorang
pengikut setia dari Nigantha Nataputta (Jaina Mahavira), sebagaimana yang
diminta oleh Mahavira menemui Buddha dengan keinginan semata-mata berdebat
dengan Beliau dan mengalahkan- Nya melalui perdebatan. Pokok persoalannya adalah
teori karma yang diakui oleh Buddha maupun Mahavira, namun pandangan mereka
mengenai karma berbeda. Pada akhir pembicaraan yang sangat bersahabat, Upali
setelah merasa yakin terhadap argumentasi Buddha, setuju dengan pendapat
Beliau, dan siap untuk menjadi pengikut-Nya, sebagai seorang umat awam, (upasaka).
Meskipun demikian, Buddha mengingatkannya dengan berkata: "Mengenai suatu
kebenaran, Upali, lakukanlah penyelidikan yang menyeluruh. Adalah baik bila
orang terkenal seperti engkau melakukan penyelidikan yang menyeluruh."
Bagaimanapun, Upali menjadi semakin puas dan senang terhadap Buddha karena
mendapat petunjuk seperti itu, dan menyatakan diri berlindung kepada Buddha,
Dharma dan Sangha. Walaupun Upali menjadi seorang umat berdasarkan keyakinan,
Buddha menasihatinya agar tetap menghormati dan membantu guru-gurunya yang
terdahulu sebagaimana yang biasa dilakakukannya (Upali Sutta, M. 56).

Demikianlah Buddha menganjurkan pentingnya kebebasan berpikir dan
berbicara dan toleransi.

Mengikuti jejak Buddha, Raja Asoka yang beragama Buddha, yang
memerintah India pada abad ke-3 SM, menyatakan dalam Prasasti Batu XII :

"Seseorang seharusnya tidak hanya menghormati agamanya
sendiri dan menjelek-jekekkan agama orang lain, tetapi ia harus menghormati
agama orang lain untuk alasan ini atau itu. Dengan demikian ia menolong
agamanya sendiri untuk berkembang juga memberikan bantuan kepada agama orang
lain. Dengan melakukan hal yang sebaliknya ia menggali kuburan bagi agamanya
sendiri dan juga merugikan agama-agama lain. Siapa saja yang menghormati
agamanya sendiri dan menjelek-jelekkan agama lain, melakukannya karena kesetiaan
kepada agamanya sendiri, berpikir: 'Aku akan memuliakan agamaku.' Akan tetapi
dengan melakukan hal itu justru sebaliknya mclukai agamanya sendiri lebih
parah. Jadi rukunlah, sungguh patut dipuji: Marilah semua mendengar, mau
mendengar ajaran yang dinyatakan oleh orang lain."

Dalam agama Buddha seseorang tidak diminta untuk percaya pada
sesuatu tanpa pertama-tama mengetahui apa yang dipercayainya itu. Kepercayaan
buta dipantangkan dalam ajaran analisis (vibhajjavada) dari Buddha.
Dalam banyak cara, kemutlakan sifat filosofi analitis dari Buddha dikemukakan
secara jelas.

Kecuali Buddha, tidak ada guru di dunia ini yang memilild sifat
tersebut secara lengkap. Beliau adalah ahli filsafat analitis yang tertinggi.
Di sini, "ahli filsafat analitis" artinya orang yang menyatakan
sesuatu setelah memecahkannya kedalam sifat-sifat yang bermacam-macani,
menyusun sifat-sifatnya dalam urutan yang sesuai, membuat segalanya jelas.
Vimati Vinodani, pembahasan mengenai Ulasan Winaya, menyatakan bahwa seorang
ahli filsafat analitis memiliki sifat orang yang menyatakan sesuatu setelah
menyelidiki sampai bagian terkecilnya; ia tidak menyatakan sesuatu secara
kesatuan, tetapi memandang segala sesuatu dalam bagian-bagian, setelah membagi
segala sesuatu sesuai dengan cirinya yang menonjol, setelah membuat semua
bagian berbeda, maka pendapat sesat dan keraguan lenyap serta kebenaran biasa
dan kebenaran tertinggi (sammuti paramattha-sacca) dapat dipahami.
Dalam Sarattha-dipani, juga pembahasan mengenai Ulasan Winaya, kita menemukan catatan
sebagai berikut: "Penegak metode analitis adalah Buddha, karena Beliau
tidak melakukan pendekatan ekstrem dari ajaran kekekalan dan ajaran nihilis,
melainkan mengaiarkan jalan tengah mengenai sebab-musabab yang saling
bergantungan."
Life is about living...

Offline aitristina

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.758
  • Reputasi: 52
  • Gender: Female
  • every1 is #1...
Re: REFLEKSI SABDA-SABDA BUDDHA
« Reply #2 on: 28 March 2009, 08:16:37 PM »
Sebagaimana ahli anatomi yang pandai membagi anggota tubuh ke
dalam jaringan dan jaringan ke dalam sel, Buddha menganalisis semua bagian apa
pun ke dalam elemen-elemen dasarnya. Karena itulah Beliau disebut
Vibbhajjavadi, Guru Ajaran Analisis.

Kebenaran Dharma dapat dipahami hanya melalui pengertian, tidak
pemah melalui kepercayaan buta. Seseorang yang mencari kebenaran tidak puas
dengan pengetahuan di permukaan. Orang seperti itu ingin menyelidiki ke dalam
dan melihat apa yang tersembunyi. Ini adalah jenis pencarian yang dianjurkan
dalam agama Buddha. Tipe pencarian seperti itu menghasilkan pengertian benar.

Sebagaimana kepercayaan buta yang bertentangan dengan semangat
dari sabda-sabda Buddha, berdoa dan memohon kepada kekuatan ekstemal yang
takhayul juga bertentangan dengan cara hidup umat Buddha. Buddha, makhluk yang
paling bijaksana dan paling suci, dalam penyelidikannya Yang menyeluruh
terhadap alam semesta menemukan bahwa konsep makhluk gaib atau kekuatan luar
yang sewenang-wenang hanyalah khayalan belaka. Ketakutan dalam diri manusia
yang tejerat oleh kebodohanlah yang menciptakan pemikiran mengenai kekuatan
eksternal yang serba tahu, berkuasa, dan sekali pemikiran itu terbentuk,
manusia memasuki pesona anak kecil yang ketakutan sendiri dan membuat mereka
rugi bukan kepalang.

Pemujaan yang tertinggi diberikan kepada Dia yang terbaik di
antara manusia, yang memiliki jiwa besar dan berani, dengan kewaspadaan dan
Pemahaman yang menembus kenyataan, memusnahkan kebodohan, noda-noda terburuk,
puncak keiahatan dari semua kegilaan kita, dan mencabut akar semua nafsu. Orang
yang melihat kebenaran adalah penolong kita yang sesungguhnya, tetapi umat
Buddha tidak memohon kepada mereka. Umat hanya menghormati para pembabar
kebenaran karena telah menujukkan jalan menuju kebahagiaan. Kebahagiaan adalah
sesuatu yang harus dicapai oleh diri sendiri: tidak ada seorangpun yang dapat
membuat orang lain lebih baik ataupun lebih buruk.

Manusia harus dibiarkan sendiri untuk menjaga diri dan kekuatannya
sendiri yang tersembunyi. Biarkan dia belaiar untuk berdiri sendiri. Pemikiran
bahwa yang lain mengangkat dia dari tingkat yang lebih tinggi dan
menyelamatkannya, cenderung membuat manusia menjadi malas dan lemah . Pikiran
seperti itu merendahkan manusia. "Ketergantungan pada kekuatan eksternal
biasanya dimaksudkan untuk membuat manusia pasrah tanpa usaha." Maka
Buddha menasihati para pengikut-Nya agar memiliki kepercayaan pada diri
sendiri. Tidak ada yang dapat memberikan kita kedamaian sejati, kecuali diri
kita sendiri; yang lain hanya mungkin dapat membantu kita secara tidak
langsung. Pembebasan dari penderitaan harus diusahakan oleh setiap, orang bagi
dirinya sendiri.

Ilmu psikologi mengungkapkan bahwa kemungkinan- kemungkinan tak
terbatas tersembunyi dalam diri manusia dan diperlukan usaha keras dari manusia
itu sendiri untuk membangkitkan dan mengembangkan kemungkinan- kemungkinan
tersebut. Setiap orang harus melakukan usaha yang diperlukan bagi
pembebasannya. Tidak ada sesuatu di bumi atau pun di surga yang dapat
menghadiahkan pembebasan kepada orang lain yang semata-mata hanya memohonnya
untuk itu. Dalam tangannya sendiri terletak kekuatan untuk membentuk kehidupan
seseorang.

"Jangan memohon! Kegelapan tidak menjadi terang!

Sia-sia bertanya kepada kesunyian, karena ia tak dapat bicara!

Janganlah menyakiti pikirannu yang sangat menyedihkan dengan penderitaan yang
saleh!

Ah! Saudaraku, Saudariku!

Sia-sia mencari dengan persembahan dan nyanyian pujian kepada dewa-dewa yang
tak dapat menolong!

Tidak pula dengan mengorbankan darah,

atau dengan menyuap buah-buahan dan kue-kue.

Dalam dirimu sendiri pembebasan harus dicari,

Setiap manusia membentuk penjara bagi dirinya."

Light of Asia , Sir Edwin Arnold

Apa yang sesungguhnya yang menggerakkan orang-orang untuk percaya
kepada dewa sama sekali bukan pertimbangan intelektual.

Kebanyakan orang percaya kepada dewa karena mereka telah diajarkan
untuk melakukannya sejak dini pada masa kecil, dan ini merupakan alasannya yang
utama."

"Kemudian aku berpkir bahwa alasan yang terkuat adalah
kebutuhan akan keamanan, semacam perasaan bahwa ada seorang saudara tua yang
akan menjagamu. Hal ini memainkan peranan yang amat besar dalam mempengaruhi
kebutuhan orang-orang untuk percaya kepada seorang dewa." Bertrand Rusell.

Moral yang Menimbulkan Akibat

Agama merupakan sesuatu yang harus didekati dengan pertimbangan
dan perenungan- Jika telah dipelajari secara menyeluruh, suatu ajaran menarik
hati dan pikiran seseorang, hendaknya ia menerapkan prinsip-prinsipnya dalam
tingkah laku hidup sehari-hari. Adalah bodoh untuk mencoba mengikuti suatu
kepercayaan bila seseorang tidak puas dengan kepercayaan itu karena
alasan-alasan yang masuk akal. Seseorang harus jujur. Ia harus jujur kepada
dirinya sendiri dan orang lain. Penipuan diri sendiri mengarah pada
pertentangan batin dan kekecewaan. Tidak ada yang berhak mengganggu kebebasan
orang lain dalam memilih suatu agama. Kebebasan berpikir merupakan hak asasi
setiap manusia. Adalah salah bila memaksa seorang keluar dari cara hidupnya
yang selaras dengan pandangan dan sifat kecenderungan dan dorongan batin orang
itu. Paksaan dalam bentuk apa pun adalah tidak baik. Kekerasan yang terburuk
adalah membuat seseorang menelan bulat-bulat kepercayaan yang tidak disukainya.
Pemaksaan seperti itu tidaklah baik bagi siapa pun, di mana pun juga.

Seorang manusia harus diizinkan untuk tumbuh dengan cara yang akan
membuatnya menghasilkan suatu yang terbaik. Pengawasan apa pun terhadap
kebebasan berpikir merupakan gangguan langsung terhadap perkembangan jiwa.
Seorang umat Buddha menganggap gangguan seperti itu sebagai jenis
ketidaktoleransian yang terburuk.

Penyucian tidak datang dari kekuatan eksternal, dan penyucian diri
sendiri hanya dapat datang pada seseorang yang bebas mempertimbangkan
masalahnya sendiri tanpa halangan apa pun. Orang lain dapat menolong jika ia
siap untuk menerima pertolongan seperti itu atau pun mencari pertolongan itu.
Kebahagiaan tertinggi hanya dapat dicapai melalui pengetahuan sendiri,
pencapaian sendiri, kesadaran sendiri akan kebenaran. Seseorang harus
mengusahakan upaya yang tepat dan memutuskan belenggu yang menahannya dalam
perbudakan untuk waktu yang lama dan memperoleh kebebasan dari penderitaan
dengan usaha sendiri yang tanpa henti, dan bukan melalui meditasi yang
dilakukan oleh orang lain. Para biku bukanlah imam yang melakukan upacara
pengorbanan. Mereka tidak melakukan upacara penyucian dan menyatakan
pengampunan dosa. Seorang biku yang baik tidak dapat dan tidak berdiri sebagai
perantara antara umat manusia dan kekuatan supernatural. Umat Buddha diajarkan
bahwa setiap orang, apakah ia umat awam ataupun biku, semata-mata bertanggung
jawab bagi pembebasannya sendiri. Oleh sebab itu tidaklah perlu mengambil hati
seorang imam sebagai perantara.
Life is about living...

Offline aitristina

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.758
  • Reputasi: 52
  • Gender: Female
  • every1 is #1...
Re: REFLEKSI SABDA-SABDA BUDDHA
« Reply #3 on: 28 March 2009, 08:17:59 PM »
"Oleh diri sendiri kejahatan dilakukan,

Oleh diri sendiri pula kita menderita.

Oleh diri sendiri kejahatan tidak dilakukan,

Oleh diri sendiri pula kita menjadi suci.

Tak ada yang menyelamatkan kita kecuali diri kita sendiri,

Tak ada yang dapat dan tak ada yang mungkin;

Kita sendirilah yang harus menempuh jalan itu,

Para Buddha hanyalah menunjukkan jalan."

Buddha-lah yang pertama kali dalam sejarah dunia, mengajarkan
bahwa pembebasan dapat dicapai tanpa adanya Juru Selamat. Dengan ajaran dan
contoh, Beliau merupakan teladan dari kehidupan yang ulet. "Usahakanlah
pembebasanmu dengan sadar waspada" (appamadena sampadetha) adalah
amanat Buddha yang terakhir.

Setiap mahluk hidup adalah pencipta bagi dirinya sendiri. Tak ada
pencipta lain yang kita lihat dalam dunia melebihi perbuatan kita sendiri.
Dengan perbuatan kita, kita membentuk karakter, kepribadian dan individualitas.
Kita semua maju berkat usaha sendiri. Oleh karena itu Buddha berkata bahwa
"Kita adalah ahli waris dari perbuatan kita sendiri, pemilik yang
bertanggung jawab atas perbuatan kita sendiri; perbuatan kita merupakan rahim
dari mana kita dilahirkan," (M. 135) dan melalui perbuatan kita sendiri,
kita harus berubah ke arah yang lebih baik, membentuk kembali diri kita dan
memenangkan pembebasan dari penderitaan. Bagaimana dapat terjadi sebaliknya?
Jika kita, melalui kebodohan dan nafsu kita, dalam malam yang panjang
mengembara dalam samsara tidak memperbaiki diri kita sendiri, bagaimana dapat
berbeda dan tidak sama dengan makhluk-makhluk hidup sebagaimana yang kita lihat
dalam dunia saat ini?

Ajaran tentang moral yang menimbulkan akibat (kamma),
yang merupakan satu-satunya penjelasan yang masuk akal menyangkut banyaknya
penderitaan yang terjadi di dunia, tidak dapat disangkal. Semua penjelasan
mengenai kehidupan yang menderita kecuali moral yang menimbulkan akibat,
sepenuhnya tidak memuaskan, karena mereka tidak memperhitungkan fungsi yang
sebenamya dari unsur batiniah (nama) yang tidak dapat dinyatakan
secara jelas, namun menentukan dalam proses penjelmaan (bhava). Akan
tetapi ketika seseorang memahami kehidupan yang menderita terutama sebagai
bekerjanya hubungan sebab akibat dalam aspek yang tersembunyi dari proses
kesadaran, maka ia akan mengetahui dan memahami asal kehidupan itu kebodohan;
dan bentuk-bentuk yang tak terhitung dari penderitaan sebagai ungkapan dari
dorongan berbagai jenis nafsu yang menyebabkan semuanya timbul dan lenyap dari
satu kehidupan ke kehidupan lain bagaikan gelembung dalam lautan samsara yang luas.
Kemudian ia menyadari arti dari moral yang menimbulkan akibat melalui kejadian
tumimbal lahir, kelahiran kembali; kita mendapatkan hasil dari apa yang telah
tanam di masa lampau. Sebagian hasil yang kita dapatkan, kita ketahui, bahkan
kita tanam dalam kehidupan ini. Dengan sendirinya dalam cara yang sama,
perbuatan kita di sini membentuk masa depan kita dan dengan demikian kita mulai
memahami kedudukan kita di alam semesta yang penuh misteri ini. Namun, haruslah
diingat bahwa menurut agama Buddha, tidak semuanya yang terjadi disebabkan
karena perbuatan atau karma masa lampau.

Oleh karena itu janganlah kita tergesa-gesa menyalahkan ataupun
memuji dewa atau mahkluk khusus yang dipuja karena penderitaan yang kita alami
dan kebahagiaan yang kita rasakan. Tidak, bahkan Buddha-pun tidak dapat
menyelamatkan kita dari belenggu samsara. Setiap orang harus melakukan usaha
yang diperlukan untuk mencapai pembebasan. Dalam tangan kita terletak kekuatan
untuk membentuk kehidupan kita. Orang lain dapat memberi bantuan secara tidak
langsung, namun pembebasan dari penderitaan harus dilakukan dan dibiasakan oleh
setiap orang bagi dirinya berlandaskan perbuatannya sendiri.

Kita percaya bahwa :

" Apa pun yang dilakukan seseorang, demikian pula yang akan
dihadapi oleh dirinya ;

Baik bagi orang yang baik, dan buruk bagi pelaku kejahatan ;

Demikianlah perbuatan kita semua seperti benih, menghasilkan buah yang sesuai.
"

Kita melihat kekuasaan hukum alam, sebab dan akibat yang tanpa
akhir dan tidak ada yang lain yang menguasai alam semesta. Seluruh dunia
merupakan sasaran dari hukum sebab dan akibat. Seluruh dunia diperintah dan
dikuasai oleh hukum sebab dan akibat yang tanpa akhir ini, dengan kata lain,
aksi dan reaksi.

Kebudayaan Batin

Manusia merupakan proses rohani dan jasmani yang selalu berubah
dan unsur terpenting dalam proses ini adalah pikiran. Menguasai pikiran
merupakan jiwa dari ajaran Buddha. Kebahagiaan harus ditemukan dan kesempurnaan
dicapai melalui unsur batin dalam diri kita, kesadaran kita. Akan tetapi, selama
kesadaran itu kotor, tidak ada yang berharga yang dapat dicapai di sana . Oleh
karenanya Buddha menekankan kesucian batin sebagai sumber, kondisi terpenting
dari kebahagiaan sejati dan pembebasan dari penderitaan. Sering kali Buddha
menasehati murid - murid - Nya demikian : " Carilah dirimu sendiri, " dan "
Kuasailah pikiranmu. " ( D. 16 ).

Terpengaruh oleh satu sabda Buddha, banyak orang mengubah hidupnya
secara menyeluruh. Kitab - kitab Buddhis penuh dengan contoh tentang perubahan
mendadak yang terjadi setelah mendapat petunjuk singkat seperti berikut ini :

" Pembuat saluran air mengalirkan air,

Pembuat panah meluruskan anak panah,

Tukang kayu melengkungkan kayu,

Orang bijaksana menaklukkan dirinya sendiri. " Dhp. 80

Menjaga diri sendiri dari ketamakan, dan melatih diri sendiri
untuk melakukan perbuatan yang bebas dari ketamakan, adalah perbuatan yang
tidak mementingkan diri sendiri, yang merupakan jalan menuju kebahagiaan dan
kesejahteraan sejati dalam ajaran Buddha.

Life is about living...

Offline aitristina

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.758
  • Reputasi: 52
  • Gender: Female
  • every1 is #1...
Re: REFLEKSI SABDA-SABDA BUDDHA
« Reply #4 on: 28 March 2009, 08:18:37 PM »
Dua khotbah Buddha yang penting ( D. 25 ; M. 22 ) dengan jelas
mengungkapkan kepada kita mengapa Buddha mengajarkan Dharma, ajaran itu.
Marilah kita menyimaknya :

Buddha telah
mencapai Penerangan Sempurna. Beliau mengajarkan Dharma agar orang lain
mencapai penerangan. Beliau mengendalikan
diri sendiri. Beliau mengajarkan Dharma agar orang lain mengendalikan
diri. Beliau tenang.
Beliau mengajarkan Dharma agar orang lain mencapai ketenangan. Setelah
menyeberang ( ogha, gelombang noda ), Beliau mengajarkan Dharma
agar orang lain menyeberang. Setelah
mencapai Nirwana ( dengan memadamkan api kotoran batin, parinibbuto
), Beliau mengajarkan Dharma agar orang lain mencapai Nirwana.

Dharma, ajaran Buddha, bukanlah semata - mata pengetahuan atau pun
semata - mata dimiliki seperti layaknya harta benda. Buddha dengan jelas telah
menunjukkan bahwa Dharma merupakan sarana untuk menyeberangi lautan
penderitaan, lautan samsara atau kelahiran yang berulang - ulang, dan untuk
mencapai pantai tanpa kematian, Nirwana, dengan aman dan selamat. Dharma
bagaikan sebuah rakit untuk menyeberangi lautan.

Hanya ketika pikiran tidak dibiarkan untuk menyepakkan jejak dan
dijaga pada jalur yang benar untuk mencapai kemajuan bertahap, ia akan berguna
bagi pemiliknya dan bagi masyarakat. Pikiran yang kacau merupakan beban bagi
pemiliknya maupun bagi orang lain. Semua malapetaka di dunia ditimbulkan oleh
orang - orang yang belum mempelajari cara - cara menguasai pikiran serta
keseimbangan dan ketenangan jasmani. Oleh karena itulah, Buddha berkata :

" Luka apa pun dapat diperbuat oleh orang

yang saling bermusuhan dan membenci,

Pikiran yang diarahkan secara salah akan

Jauh lebih berat melukai diri sendiri. " Dhp. 42

Kedudukan, kasta, warna kulit, kekayaan dan kekuasaan tidak dapat
membuat seorang manusia menjadi orang yang berharga bagi dunia. Hanya karakter
manusia yang membuat manusia menjadi besar dan patut dihormati. " Karakter
adalah apa yang keluar ketika kehidupan dijalani di bawah tekanan kegiatan, dengan
maksud dan keahlian tertentu. Bagaikan intan yang merupakan karbon yang telah
menjadi sasaran tekanan yang berat, demikian pula kehidupan yang dijalani di
bawah semangat dan usaha spiritual yang terus menerus menghasilkan batu
permata, karakter. " karakterlah yang menerangi kebijaksanaan ( apadana sobhini
panna ).

Manusia hari ini merupakan hasil dari jutaan pengulangan pikiran
dan perbuatan. Ia tidak langsung jadi ; ia terbentuk dan masih membentuk.
Karakternya ditetapkan terlebih dahulu oleh pilihannya sendiri. Pikiran,
perbuatan yang dipilihnya, menjadi kebiasaan yang membentuknya.

" Pada saat kelahiran pikiran bersinar - sinar, dan dicemari oleh
kotoran - kotoran secara tidak disengaja ( pabhassaramidam bhikkhave citam,
tam ca kho agantukehi upakkilesehi upakkilittham ), " kata Buddha. Begitu
pula orang - orang, mendasari pemikiran mereka pada sabda Buddha, mengatakan
hal yang sama dengan kalimat lain : " Pada dasarnya makhluk hidup itu baik,
tetapi secara tidak disengaja kotoran menodainya. "

Dengan perhatian dan pikiran yang sistematis menyangkut hal - hal
yang ditemui seseorang dalam kehidupannya setiap hari, dengan menguasai
keinginan jahatnya dan dengan mengekang dorongan hati, ia dapat menjaga pikiran
dari kotoran. Adalah sulit untuk melepaskan apa yang memikat kita dan menahan
kita dalam perbudakan ; sulit pula mengusir roh jahat yang menghantui hati
manusia dalam bentuk pikiran - pikiran yang tidak baik. Kejahatan - kejahatan
tersebut merupakan penjelmaan dari ketamakan, kebencian dan kebodohan batin :
lobha, dosa dan moha, tiga jenis pasukan kematian ( mara ). Sampai
seseorang mencapai puncak kesucian dengan latihan pikiran tanpa henti, ia tidak
dapat mengalahkan pasukan itu secara menyeluruh. Hanya dengan melepaskan hal -
hal eksternal, berpuasa dan lain - lain, tidak dimaksudkan untuk menyucikan
manusia, hal - hal ini tidak membuat manusia menjadi suci dan aman. Menyiksa
diri sendiri merupakan suatu perbuatan ekstrem yang keliru yang dalam
pembabaran Dharma yang pertama kali oleh Buddha ditolak. Juga Beliau menolak
kenikmatan hawa nafsu, dengan menyebutnya sebagai perbuatan tercela. Dengan
menghindari dua jalan ekstrem, Buddha mengungkapkan pada dunia Jalan Tengah - Majjhima
Patipada - yang membawa seseorang pada kedamaian, penerangan dan Nirwana (
upasamaya, sambodhaya nibbanaya ).

Spinoza menulis : " hal - hal yang biasa terjadi dalam kehidupan,
dan dihargai di antara manusia sebagai kebaikan tertinggi, dapat dikurangi oleh
ketiga hal ini, kekayaan, ketenaran dan hawa nafsu, karena ketiga hal ini
pikiran menjadi kacau sehingga pikiran hampir tidak dapat memikirkan kebaikan
lain. "

Nafsu manusia adalah godaan. Nafsu makhluk hidup yang buta telah
menimbulkan kebencian dan segala bentuk penderitaan. Musuh seluruh dunia adalah
hawa nafsu yang melaluinyalah seluruh kejahatan datang pada makhluk hidup. Hawa
nafsu ini ketika dihalangi oleh beberapa sebab, berubah menjadi kemarahan. Dan
manusia jatuh ke dalam jaring yang dibuatnya sendiri dengan nafsu akan
kenikmatan, bagaikan seekor laba - laba yang jatuh ke dalam jaringnya sendiri.
Namun dengan melatih perbuatan baik, mengembangkan ketenangan, dan mendapatkan
cahaya kebenaran, orang - orang bijaksana berjalan terus melepaskan ikatan.
Mereka yang bijaksana dianggap sebagai orang yang telah menaklukkan dirinya
sendiri dengan mencabut akar dari nafsu lebih hebat daripada orang yang telah
memenangkan ribuan pertempuran.

Orang - orang bijaksana melatih pikiran mereka dengan menghindari
minuman keras dan memelihara kesadaran, membuat dirinya sabar dan suci. Sikap
yang tenang sepanjang waktu menunjukkan seorang manusia beradab. Bukanlah tugas
yang berat bagi seseorang untuk menjadi tenang jika semua hal yang menyertainya
mendukung. Akan tetapi sulit untuk memusatkan pikiran ditengah - tengah keadaan
yang tidak menguntungkan, dan hal yang sulit inilah yang patut dilakukan.
Dengan pengendalian seperti itu orang akan dapat memperkuat karakternya.

Mengendalikan diri sendiri adalah kunci menuju kebahagiaan. Itulah
yang terbaik di antara segala perbuatan yang baik. Itulah kekuatan di belakang
semua pencapaian sejati. Gerakan seseorang tanpa adanya pengendalian tidak ada
gunanya dan mengganggu ketenangan. Orang yang memperturutkan hawa nafsu itu
bagaikan seekor burung pelatuk rakus yang terkena penyakit parah karena pisang
- raja hutan yang mentah.

Seorang bijaksana pada zaman dahulu mengatakan :

" Jika orang merenungkan objek indrawi,

maka timbul daya tarik ; dari daya tarik timbul keinginan

Keinginan membakar hawa nafsu yang dahsyat ;

Nafsu menghasilkan kenekatan ; Lalu semua ingatan berkhianat ;

Membiarkan tujuan mulia lewat, melemahkan pikiran ;

Sampai tujuan, pikiran dan manusia semuanya runtuh. "

Karena kurangnya pengendalian maka dalam pikiran kita timbul
berbagai macam pertentangan. Jika pertentangan ingin dimusnahkan, kita harus
melakukan sedikit kendali pada keinginan dan dorongan hati serta berusaha keras
untuk menjalani kehidupan yang dikendalikannya sendiri dan suci.

" Sering kali kita semua sangat diperbudak oleh hawa nafsu, oleh
hal - hal yang materialis, kita hidup semata - mata dalam dunia lahiriah,
sehingga kita gagal berhubungan dengan kekuatan di dalamnya. Akan tetapi, kita
harus belajar menangkap realitas di dalamnya. Dengan menyendiri dalam
kesunyian, kita dapat belajar untuk mengatasi kelemahan dan keterbatasan dari
pengalaman biasa. Tanpa melakukan hal ini, hidup tidak memiliki arti, tujuan,
dorongan dan inspirasi.

Tidak banyak pemikiran dan argumen tentang menyempurnakan
kehidupan yang menuntun kita mencapai tujuan yang kita inginkan. Tak banyak
pertimbangan yang membawa kita lebih dekat kepada tujuan kita. Akan tetapi
setiap perbuatan karena penolakan murni dan melepaskan diri dari sasaran yang
dipengaruhi oleh nafsu - yang membuat kita semakin menuju gelapnya kebodohan
dan memperbudak kita dengan daya tariknya - membawa kita ke tujuan, kebahagiaan
dan kedamaian.

Tidak ada yang tak jelas dalam ajaran Buddha. Dengan mengetahui
kejahatan sebagai kejahatan dan kebaikan sebagai kebaikan, mengapa orang masih
saja ragu - ragu untuk menghindari jalan yang buruk dan menempuh jalan
kebenaran ? Dalam pandangan Buddhis orang tidak dapat melakukan hal yang lain
selain melatih perbuatan baik dan menghindari perbuatan jahat. Bagi umat Buddha
melakukan perbuatan baik adalah keharusan, jika ia telah memahami ajaran Guru
mereka :

Sabba papassa akaranam

Kusalassa umpasampada

Sacitta pariyodapanam

Etam Buddhanasasanam

" Tidak melakukan segala bentuk kejahatan,

Senantiasa mengembangkan kebaikan,

Dan membersihkan batin

Inilah ajaran para Buddha. " ( Dhp. 183 )

Setiap orang, walau bagaimanapun, dapat meraih kemenangan, jika ia
mau. Kita semua tidak dapat menjadi negarawan besar, seniman atau ahli
filsafat, tetapi apa yang lebih penting, bagaimanapun juga bagi kita, kita
semua dapat, jika kita mau, menjadi manusia yang baik.

Sering kali usaha - usaha kita untuk meraih kesempurnaan tidak
berhasil. Namun kegagalan tidaklah penting selama kita jujur dalam usaha -
usaha kita, dengan motif yang suci, dan selalu berusaha berulang - ulang tanpa
henti. Tidak ada yang mencapai puncak bukit secara seketika. Seseorang naik
sedikit demi sedikit. Bagaikan seorang tukang yang ahli membersihkan kotoran
dari emas sedikit demi sedikit, manusia harus mencoba untuk membersihkan
hidupnya dari kotoran - kotoran ( Dhp. 239 ). Seorang anak belajar berdiri dan
berjalan secara bertahap dan dengan susah payah. Demikian pula semua orang
besar, dalam mencapai kesempurnaan, bergerak setahap demi setahap, melalui
kegagalan yang berulang - ulang menuju keberhasilan akhir.

Jalan yang ditunjukkan oleh Buddha untuk tumbuh dan berkembang
dari dalam adalah jalan meditasi. Jalan yang dengan hati - hati mengembangkan
pikiran sehingga dari kehancuran hidup, menghasilkan buah pilihan berupa
kebahagiaan murni dan ketenangan tertinggi. Itulah jalan yang memiliki
kesadaran tanpa henti dalam semua perbuatan kita. Kewaspadaan dan kesadaran
penuh ini membawa meditasi mencapai keberhasilan. Barang siapa sadar dan tahu
akan dirinya sendiri, di setiap waktu sudah berada di gerbang Tanpa Kematian -
Nirwana.

 

Sumber : http://www.samaggi- phala.or. id/naskahdamma_ dtl.php?id= 1130&multi= T&hal=0

SPEKTRUM AJARAN BUDDHA

Kumpulan Tulisan Mahathera Piyadassi

Penerbit : YAYASAN PENDIDIKAN BUDDHIS TRI RATNA

Life is about living...

Offline ika_polim

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 323
  • Reputasi: -16
Re: REFLEKSI SABDA-SABDA BUDDHA
« Reply #5 on: 23 May 2009, 06:04:17 PM »
saya pikir pertanyaan mendasar dari semua itu adalah:

mulai dari mana, bagaimana caranya dan kapan???

ika.

Offline hatRed

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 7.400
  • Reputasi: 138
  • step at the right place to be light
Re: REFLEKSI SABDA-SABDA BUDDHA
« Reply #6 on: 23 May 2009, 06:25:38 PM »
saya pikir pertanyaan mendasar dari semua itu adalah:

mulai dari mana, bagaimana caranya dan kapan???

ika.

tentang apa om?
i'm just a mammal with troubled soul



Offline ika_polim

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 323
  • Reputasi: -16
Re: REFLEKSI SABDA-SABDA BUDDHA
« Reply #7 on: 24 May 2009, 09:44:29 AM »
saya pikir pertanyaan mendasar dari semua itu adalah:

mulai dari mana, bagaimana caranya dan kapan???

ika.

tentang apa om?

tentang segala hal bro.

ika.

Offline budi_west

  • Teman
  • **
  • Posts: 51
  • Reputasi: 5
  • Gender: Male
  • pikiran adalah pelopor
Re: REFLEKSI SABDA-SABDA BUDDHA
« Reply #8 on: 12 June 2009, 05:39:10 PM »
waks, bacaan berguna..
tapi sedikit kepanjangan..
enak bacanya apabila disimpulkan..
:)
Let it Go and be mindful