//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Antara Yakin Dan Percaya  (Read 3397 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline Hikoza83

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.295
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
  • panda is so cute... ^-^
Antara Yakin Dan Percaya
« on: 12 December 2008, 12:03:11 AM »
Berikut ini adalah artikel yang saya baca di Buletin Maya Indonesia, Dharma Manggala Edisi Juli 2005. Artikel ini ditulis oleh saudara Junarto M Ifah. Tujuan saya memposting tulisan ini adalah untuk menambah wawasan bagi para member DC, dan juga bagi saya sendiri.

Satu hal yang menarik jika kita mengkaji berbagai sudut pandang dan pendekatan yang digunakan dalam sekolah-sekolah Buddhisme, agar tidak terjebak oleh pandangan bahwa pendapat kita adalah yang paling benar, yang lain pasti salah, seolah-olah 'menghakimi' praktek pribadi orang lain, sementara 'lupa diri' dalam pengendalian batin kita masing2.

semoga artikel ini dapat memberikan manfaat bagi orang yang beruntung, membaca dan merenungkannya.
semoga berbahagia. :)
 _/\_


By : Zen
« Last Edit: 12 December 2008, 12:05:32 AM by Hikoza83 »
Aku akan melaksanakannya dengan tubuhku,
Karena apa gunanya hanya membaca kata-kata belaka?
Apakah mempelajari obat-obatan saja
Dapat menyembuhkan yang sakit?
[Bodhicaryavatara, Bodhisattva Shantideva]

Offline Hikoza83

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.295
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
  • panda is so cute... ^-^
Re: Antara Yakin Dan Percaya
« Reply #1 on: 12 December 2008, 12:04:12 AM »
Buddhisme sebagai jembatan transformasi diri:
Antara Yakin Dan Percaya
Oleh : Junarto M Ifah

Tulisan ini dipicu oleh tulisan lain dan diinspirasi oleh penulis lain. Tulisan ini juga didorong oleh reaksi sesaat penulis yang menyaksikan suatu hal yang sebenarnya merupakan suatu harmoni justru dirancang menjadi kontradiksi. Ini memang merupakan suatu perkembangan mutakhir di dalam interpretasi Buddhadharma; cobalah temukan kontradiksi dan jauhkan harmoni.

Ide dasarnya dikatakan banyak orang sangat Buddhistik, yang bersumber dari Sutta Kalama yang mengagungkan analisa dengan kritis dan merendahkan kelompok lain yang dikatakan cuma percaya buta dengan apa yang diajarkan oleh Sang Panutan. Walaupun sebenarnya agak terheran juga mendengar bahwa hanya seorang Buddhis yang dapat melakukan analisa (Tentu kita semua-umat manusia dari kelompok manapun mempunyai akal budi dan tentunya juga mampu berpikir jernih), untuk mengibarkan [dan mengobarkan] semangat [sektarian], sebagai seorang Buddhis bolehlah juga percaya akan isu yang begitu membanggakan ini.

Kembali kepada pokok pikiran yang ingin disampaikan dalam tulisan ini, kontradiksi yang ingin dibicarakan adalah soal ‘yakin’ dan ‘percaya’. Sebagai seorang Buddhist sungguh bangga kita memiliki Sutta Kalama tetapi sebagian merasa direndahkan karena memiliki Sutra Avatamsaka. Hal ini dikarenakan di dalam Sutta Kalama disampaikan ide tentang ehipasiko; datang dan buktikan sendiri tetapi di lain pihak di Sutra Avatamsaka dikemukakan soalnya pentingnya ‘keyakinan’. Ini diinterpretasikan sebagai yang satu menganjurkan penelitian sedangkan yang satunya lagi mengedepankan pembodohan. Sebagai konsekuensinya, keduanya [dianggap] berbenturan, sehingga salah satunya haruslah dimusnahkan.
Aku akan melaksanakannya dengan tubuhku,
Karena apa gunanya hanya membaca kata-kata belaka?
Apakah mempelajari obat-obatan saja
Dapat menyembuhkan yang sakit?
[Bodhicaryavatara, Bodhisattva Shantideva]

Offline Hikoza83

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.295
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
  • panda is so cute... ^-^
Re: Antara Yakin Dan Percaya
« Reply #2 on: 12 December 2008, 12:06:36 AM »
Untuk menganalisa ini, cobalah kita renungkan [mudah-mudahan ini bisa dianggap bagian dari ehipasiko] hal ini dari beberapa aspek. Yang paling membanggakan dari Buddhisme sebenarnya adalah penekanannya yang besar pada transformasi pikiran dan perbuatan [seperti biasanya, teori lebih mudah dikatakan daripada dibuktikan]. Ini yang membuat Buddhisme menjadi gudangnya segala pernak-pernik metode-metode spiritual. Dari aspek ini, apakah yang membuat seseorang mula-mula tertarik pada Budhadharma? Jika seseorang belum tahu apa-apa tentang Buddhadharma, tentunya saja ia terpaksa cuma bisa mengatakan ia hanya percaya!

Mengetahui sedikit dan kemudian tertarik, mungkin lebih baik, tetapi dapatkan ia dengan yakin mengaku telah mengetahui semua. Untuk mengurangi rasa malu dan terhormat, ia dapat tetap mengatakan bahwa ia telah melakukan ehipasiko terbatas [sebenarnya tidak perlu malu juga akan hal ini], sesuatu hal yang sudah dianggap tugas wajib seorang prajurit Buddhis. Mengetahui banyak dan kemudian tertarik, ini yang sering diagungkan. ehipasiko: memilih yang terbaik dari yang terbaik. Hanya saja biasanya ia akan dapat dengan mudah dikecutkan oleh pertanyaan seorang meditator sejati. Apakah kamu mengetahui betul apa yang disebut Nibbana? Apakah kamu mengetahui betul pengalaman Samadhi?

Sungguh mengherankan, sekarang ini kelihatan ada gerakan Buddhis yang mereduksi arti ehipasiko Cuma sekedar menjadi pembuktian nalar. Walaupun begitu, begitu ia disodok pembuktian nalar dari argumen lain, dikatakan bahwa sumber yang digunakan tidaklah sahih. Ini dikatakan memang mirip-mirip dengan debat terpelajar, tetapi kemiripan ini agak meragukan untuk dapat disebut sebagai debat akademik, mungkin lebih mirip disebut debat terpelajar yang sedang minum kopi di pasar. Omong-omong, mungkin memang soal spiritual itu terlalu khayal untuk didebatkan, oleh karenanya sangat jarang melihat ada sebuah debat yang membawa kembali pulang tujuan asal Buddhisme: transformasi diri.
Aku akan melaksanakannya dengan tubuhku,
Karena apa gunanya hanya membaca kata-kata belaka?
Apakah mempelajari obat-obatan saja
Dapat menyembuhkan yang sakit?
[Bodhicaryavatara, Bodhisattva Shantideva]

Offline Hikoza83

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.295
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
  • panda is so cute... ^-^
Re: Antara Yakin Dan Percaya
« Reply #3 on: 12 December 2008, 12:07:31 AM »
Pembuktian nalar saja sebenarnya tidak mudah. Seorang Buddhis yang ingin melakukan ehipasiko terpaksa harus menjadi seorang akademisi dulu. Sayangnya, keinginan besar tenaga kurang. Pembuktian dengan pengalaman, sungguh lebih sulit lagi.

Pada saat kita merasakan sendiri kebahagiaan dari melaksanakan suatu praktik, seseorang mungkin akan datang mengatakan bahwa kita itu cuma sekedar percaya. Ia dengan mudah akan memeriksa kita dan memaksa kita menunjukkan referensi dari sumber-sumber yang sahih. Kalau begini, kadang kita ini tidak lulus persyaratan ehipasiko yang telah ditargetkan secara ketat oleh mereka. Kalau begini, gelar Buddhis kita bisa terancam dicopot dengan segera.

Persyaratan yang ketat yang dianjurkan memang seharusnya pendekatan nalar dan praktik. Hanya sayangnya, persyaratan ideal ini sungguh sangat jarang ditemukan pada diri seorang Buddhis. Tetapi untungnya, walaupun sebenarnya realisasi dari persyaratan ini jauh dari yang diharapkan, dengan berbekal pada supremasi argumentasi kata-kata seorang Buddhis masih dapat mudah unggul dari kelompok lain.

Ini dikarenakan, Buddhis secara rata-rata memiliki kemampuan debat yang sangat unggul. Selain itu merasa mempunyai keunggulan [yang unik] karena masih mempunyai catatan ucapan yang diturunkan turun temurun dari Sang Buddha dalam Sutta Kalama.

Setelah membahas kebenaran luhur akan ehipasiko, sekarang mari kita bahas akan kebodohan di dalam Sutra Avatamsaka. Setelah melewati masa-masa ketidakperdayaan akan realisasi sempurna akan ehipasiko, sekarang adalah waktunya untuk membongkar kebodohan ajaran yang hanya menganjurkan ‘percaya’.
Aku akan melaksanakannya dengan tubuhku,
Karena apa gunanya hanya membaca kata-kata belaka?
Apakah mempelajari obat-obatan saja
Dapat menyembuhkan yang sakit?
[Bodhicaryavatara, Bodhisattva Shantideva]

Offline Hikoza83

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.295
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
  • panda is so cute... ^-^
Re: Antara Yakin Dan Percaya
« Reply #4 on: 12 December 2008, 12:09:26 AM »
Kembali lagi pada titik nol interpretasi yang mengandalkan supremasi argumentasi, setiap orang diharuskan percaya akan anjuran percaya buta yang [katanya] dianjurkan dalam Sutra Avatamsaka. Tanpa menilik bahwa seorang Buddhis sebenarnya juga seorang manusia yang dapat berpikir jernih, kalimat ‘Faith is the mother of all virtue’ haruslah ditelan mentah-mentah sebagai sebuah pembodohan.

Memang agak sulit juga dicerna oleh akal budi bahwa setelah jelas-jelas seorang Buddhis lemas tak berdaya melakukan ehipasiko secara sempurna, kita begitu benci dengan kata ‘percaya’ atau bahkan dengan kata ‘yakin’ (confidence). Ini membuat seorang manusia Buddhis menjadi manusia unik; tidak berhasil memahami/ mengetahui apapun dan sekaligus tidak mau berkepercayaan atau berkeyakinan apapun. Inilah sebuah pencapaian luar biasa seorang Buddhis modern.

Syukurlah kita masih memiliki panutan-panutan yang dapat dijadikan tauladan. Mereka ini mencerahkan kita yang kebingungan dengan dikotomi ‘yakin’ dan ‘percaya’. Sebenarnya, anjuran mereka pun tidak sulit-sulit. Dikatakan bahwa tentu saja, karena kita seorang manusia yang berakal, kita mestinya dapat berpikir dengan berbekal pengetahuan akan mana yang baik dan mana yang buruk.

Walaupun kita bukan mahkluk supremo yang telah mengetahui segalanya, kita tentu saja sejak kecil juga sudah diajar untuk berpikir. Dengan usaha sedikit giat lagi, kita-dari kelompok manapun pasti mampu untuk berpikir kritis. Dalam hal ini sungguh para panutan telah mengingatkan dengan tanpa memvonis. Ini dengan sukses memberikan ruang pertumbuhan untuk kita.
 
Juga diingatkan oleh mereka, bahwa olah nalar belum tentu cukup. Nalar tidak dapat menangkap segalanya. Sebagai pemula, nalar pun tidak bisa seluas seorang profesional.

Selain nalar, pengalaman [langsung] juga terbatas. Dikatakan di atas langit masih ada langit.
Aku akan melaksanakannya dengan tubuhku,
Karena apa gunanya hanya membaca kata-kata belaka?
Apakah mempelajari obat-obatan saja
Dapat menyembuhkan yang sakit?
[Bodhicaryavatara, Bodhisattva Shantideva]

Offline Hikoza83

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.295
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
  • panda is so cute... ^-^
Re: Antara Yakin Dan Percaya
« Reply #5 on: 12 December 2008, 12:11:21 AM »
Sungguh beruntung disini, di dalam Sutra Avatamsaka, pintu kesempatan tidak ditutup. Selama kita ‘yakin’ bahwa kita mampu, jalan tidaklah pernah tertutup. Selama kita ‘yakin’ bahwa jalan yang kita pilih akan mampu membawa kita pada tujuan kita, maka langkah pun dapat diambil dengan tanpa keragu-raguan.

Ini ibarat seorang siswa yang harus mempersiapkan bahan ujian. Untuk efektif, tentu ia harus memiliki keyakinan, ‘jika aku belajar sungguh-sungguh dan sistematis’ maka aku pasti akan lulus ujian. Bukankah ini yang dimaksud sebagai ‘Faith is the mother of virtue’?

Mengartikan dan memaksakan kalimat ini sebagai ‘percaya buta’ sungguh suatu hal yang membingungkan. Dalam hal ini, siapakah yang membodohi? Buddhisme telah mencapai puncak kegemilangannya karena ia menyingkap suatu hal yang sangat penting: bahwa manusia itu tidak memiliki akal budi untuk berpikir.

Keyakinan, dengan demikian, ternyata adalah benar ibu segala kebajikan, karena ia menyuburkan segala usaha kita ke depan. Walaupun setelah ber-ehipasiko, kita masih mengetahui dan melihat sedikit hal, paling tidak kita tahu kemana tujuan kita dan bagaimana melangkah kesana. Karena keyakinan, dalam hati tumbuh Viriya [usaha yang bersemangat] dan kegembiraan spiritual, yang mestinya terwujudkan ke dalam praktik spiritual.

Ini adalah suatu interpretasi yang paling sederhana dari seorang manusia yang dapat berpikir. Sungguh menyedihkan bahwa Buddhisme yang katanya dikenal memiliki order yang tinggi dalam berpikir, gagal dalam memahami ini.
Aku akan melaksanakannya dengan tubuhku,
Karena apa gunanya hanya membaca kata-kata belaka?
Apakah mempelajari obat-obatan saja
Dapat menyembuhkan yang sakit?
[Bodhicaryavatara, Bodhisattva Shantideva]

Offline Hikoza83

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.295
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
  • panda is so cute... ^-^
Re: Antara Yakin Dan Percaya
« Reply #6 on: 12 December 2008, 12:12:56 AM »
Dalam nilai akan kebebasan berpendapat dan institusi demokrasi yang katanya harus diadopsi oleh Buddhisme (katanya ini bagian dari reformasi), uneg-uneg pikiran gelisah dan bingung sudah berusaha disampaikan dengan sesingkat mungkin. Mohon maaf bila, mau tidak mau, harus disampaikan bahwa semua buah pikiran ini bisa jadi cuma sampah belaka.

Ada hal lain yang jauh lebih penting daripada sekedar polemik pembodohan antara ‘yakin’ dan ‘percaya’. Ini adalah rasa malu yang harus dibendung dalam diri seorang Buddhis karena ketidakberdayaan untuk berkarya lebih jauh menjangkau komunitas yang lebih luas.

Bekerja di dalam [diri] saja untuk menyelesaikan masalah Dukkha yang ada di depan pelupuk mata saja sungguh memerlukan komitmen, kerja keras dan fokus, yang masih menjadi pekerjaan rumah yang belum terselesaikan. Belum lagi dengan tekad [mulia] untuk mendedikasikan semua usaha dalam diri ini untuk manfaat yang lebih luas. Sungguh sangat diharapkan, upaya pembodohan dapatlah tertransformasi menjadi upaya pencerdasan yang dilandasi dengan itikad yang semurni-murninya: mengharapkan perbaikan dan pertumbuhan untuk semua orang.


Sumber : Buletin Maya Indonesia, Dharma Manggala Edisi Juli 2005.
Aku akan melaksanakannya dengan tubuhku,
Karena apa gunanya hanya membaca kata-kata belaka?
Apakah mempelajari obat-obatan saja
Dapat menyembuhkan yang sakit?
[Bodhicaryavatara, Bodhisattva Shantideva]

 

anything