Enam belas cara berlatih perhatian pada pernafasan(1) dan (2) “Menarik nafas panjang, mengembuskan nafas pendek, menarik nafas pendek, demikianlah ia melatih dirinnya” ……………………………………………………… ……………………………………………………………………………………………… Pengetahuan memunculkan ketidak-bingungan dan obyeknya. T. Apakah ketidak-bingungan dan apakah obyeknya? J. Yogi baru memperoleh ketenangan jasmani dan bathin dan berdiam dalam perhatian pada pernafasan. Pernafasan menjadi halus. Karena halusnya sehingga sulit ditangkap. Jika pada saat itu, si yogi bernafas panjang, ia, melalui pemusatan, mengetahui nafas panjang. Jika gambaran muncul, ia merenungkannya melalui ciri-cirinya. Demikianlah ketidak-bingungan dipahami. Dan selanjutnya, ia harus merenungkan nafas, apakah panjang atau pendek (sesuai keadaannya). Demikianlah ia mempraktikkan. Dan selanjutnya, yogi tersebut menyebabkan munculnya gambaran bathin yang jernih melalui obyek. Demikianlah seseorang berlatih.
(3) “’Mengalami di seluruh tubuh, aku menarik nafas’, demikianlah ia berlatih”: Dalam dua cara ia mengetahui seluruh tubuh, melalui ketidak-bingungan dan melalui obyeknya. T. Apakah pengetahuan atas seluruh tubuh melalui ketidak-bingungan? J. Seorang yogi mempraktikkan perhatian pada pernafasan dan mengembangkan konsentrasi melalui kontak yang disertai dengan kegembiraan dan kebahagiaan, seluruh tubuh menjadi tidak-bingung. T. Apakah pengetahuan atas seluruh tubuh melalui obyeknya? J. Nafas masuk dan nafas keluar yang terdiri dari faktor-faktor tubuh yang berdiam dalam satu alam. Obyek pernafasan dan pikiran dan kelompok-kelompok bathin disebut “tubuh”. Faktor-faktor tubuh ini disebut “tubuh”. Demikianlah seluruh tubuh dipahami. Yogi tersebut mengetahui seluruh tubuh sebagai berikut: “Meskipun ada tubuh, namun tidak ada makhluk atau jiwa”.
Tiga latihan“Demikianlah ia melatih dirinya” merujuk pada tiga latihan. Pertama adalah latihan moralitas yang lebih tinggi, kedua adalah latihan pikiran yang lebih tinggi, ketiga adalah latihan kebijaksanaan yang lebih tinggi. Moralitas benar disebut latihan moralitas yang lebih tinggi; konsentrasi benar disebut latihan pikiran yang lebih tinggi; dan kebijaksanaan benar disebut latihan kebijaksanaan yang lebih tinggi. Yogi tersebut melalui tiga jenis latihan ini bermeditasi pada obyek, merenungkan obyek dan melatih dirinya. Ia berlatih berulang-ulang. Ini adalah makna dari “Demikianlah ia melatih dirinya".
(4) “’Menenangkan bentuk-bentuk tubuh, aku bernafas’, demikianlah ia melatih dirinya”: Yang manakah bentukan-bentukan tubuh? Ia menarik dan mengembuskan nafas dengan bentukan-bentukan tubuh seperti menunduk; membungkuk, menunduk ke segala arah, membungkuk ke depan, bergerak, menggigil, gemetar, menggeleng. Dan kemudian, ia menenangkan bentukan-bentukan tubuh yang kasar dan melatih meditasi, jhāna pertama melalui bentukan-bentukan tubuh halus. Dari sana, ia maju menuju meditasi, jhāna kedua, melalui bentukan-bentukan tubuh yang lebih halus lagi. Dari sana, ia maju menuju meditasi, jhāna ketiga, melalui bentukan-bentukan tubuh yang lebih lebih halus lagi. Dari sana, ia maju menuju meditasi, jhāna keempat, setelah mengakhiri (bentukan-bentukan tubuh) tanpa sisa. T. Jika ia mengakhiri pernafasan tanpa sisa , bagaimanakah ia mampu melatih perhatian pada pernafasan? J. Karena ia menangkap dengan baik karakteristik-karakteristik umum, gambaran bathin muncul bahkan ketika pernafasan berhenti. Dan karena banyak karakteristik ini, ia mampu mengembangkan gambaran bathin dan memasuki meditasi, jhāna.
(5) “’Mengalami kegembiraan melalui obyek, aku menarik nafas’, demikianlah ia melatih dirinya”. [431] Ia memperhatikan pernafasan. Ia membangkitkan kegembiraan dalam dua meditasi, jhāna. Kegembiraan ini dapat diketahui melalui dua cara: melalui ketidak-bingungan dan melalui obyeknya . Di sini, yogi tersebut memasuki konsentrasi dan mengalami kegembiraan melalui ketidak-bingungan, melalui penyelidikan, melalui penaklukan dan melalui obyek.
(6) “’Mengalami kebahagiaan, aku menarik nafas’, demikianlah ia melatih dirinya”: Ia memperhatikan pernafasan. Ia membangkitkan kebahagiaan dalam tiga meditasi, jhāna. Kebahagiaan ini dapat diketahui melalui dua cara: melalui ketidak-bingungan dan melalui obyeknya. Selanjutnya telah dijelaskan sebelumnya.
(7) “’Mengalami bentukan-bentukan bathin, aku menarik nafas’, demikianlah ia melatih diri”: “Bentukan-bentukan bathin” artinya: “Persepsi dan perasaan”. Ia membangkitkan bentukan-bentukan bathin ini dalam empat meditasi, jhāna. Ia mengetahui melalui dua cara: melalui ketidak-bingungan dan melalui obyeknya. Selanjutnya telah dijelaskan sebelumnya.
(
“’Menenangkan bentukan-bentukan bathin, aku menarik nafas’, demikianlah ia melatih dirinya”: Bentukan-bentukan bathin disebut persepsi dan perasaan. Ia menenangkan bentukan-bentukan bathin yang kasar dan melatih dirinya. Selanjutnya telah dijelaskan sebelumnya.
(9) “’Mengalami pikiran, aku menarik nafas’, demikianlah ia melatih dirinya”: Ia memperhatikan masuknya dan keluarnya nafas. Pikiran menyadari masuknya dan keluarnya obyek, melalui dua cara: Melalui ketidak-bingungan dan melalui obyeknya. Selanjutnya telah dijelaskan sebelumnya.
(10) “’Menggembirakan pikiran, aku menarik nafas’, demikianlah ia melatih dirinya”: kegembiraan artinya kegirangan. Dalam dua meditasi, jhāna, ia menyebabkan pikirannya bersuka-ria. Demikianlah ia melatih dirinya. Selanjutnya telah dijelaskan sebelumnya.
(11) “’Mengkonsentrasikan pikiran, aku menarik nafas’, demikianlah ia melatih dirinya”: Yogi tersebut memperhatikan nafas masuk dan nafas keluar. Melalui perhatian dan melalui meditasi, jhāna, ia menyebabkan pikirannya terpusat pada obyek. Menempatkan pikiran dengan baik ia memantapkannya. Demikianlah ia melatih dirinya.
(12) “’Membebaskan pikiran, aku menarik nafas’, demikianlah ia melatih dirinya”: Yogi tersebut memperhatikan nafas masuk dan nafas keluar. Jika pikirannya lamban dan kendur, ia membebaskannya dari kekakuan; jika pikirannya terlalu aktif, ia membebaskannya dari kegelisahan. Demikianlah ia melatih dirinya. Jika pikirannya gembira, ia membebaskannya dari nafsu. Demikianlah ia melatih dirinya. Jika pikirannya tertekan, ia membebaskannya dari kebencian. Demikianlah ia melatih dirinya. Jika pikirannya ternoda, ia membebaskannya dari kekotoran-kekotoran kecil. Demikianlah ia melatih dirinya. Dan kemudian, jika pikirannya tidak tertuju pada obyek dan tidak menyenanginya, ia mengusahakan agar pikirannya tertuju pada obyek. Demikianlah ia melatih dirinya.
(13) “’Mengenali ketidak-kekalan, aku menarik nafas’, demikianlah ia melatih dirinya”: Ia memperhatikan nafas masuk dan nafas keluar. Mengenali nafas masuk dan keluar, obyek nafas masuk dan keluar, pikiran dan kelompok-kelompok bathin dan muncul dan lenyapnya, ia melatih dirinya.
(14) “’Mengenali ketiadaan-nafsu, aku menarik nafas’, demikianlah ia melatih dirinya”: Ia memperhatikan nafas masuk dan nafas keluar (dengan berpikir) sebagai berikut: “Ini adalah tidak kekal; ini adalah ketiadaan-nafsu; ini adalah pemadaman, ini adalah Nibbāna”. Demikianlah ia menarik nafas dan melatih dirinya.
(15) “’Mengenali lenyapnya, aku menarik nafas’, demikianlah ia melatih dirinya”: Mengenali banyak rintangan, sesuai kenyataan, (ia berpikir), “Semua ini adalah tidak kekal, hancurnya semua ini adalah pemadaman, Nibbāna”. Demikianlah dengan pandangan yang ditenangkan ia melatih dirinya.
(16) “’Mengenali meninggalkan keduniawian, aku menarik nafas’, demikianlah ia melatih dirinya”: Mengenali kesengsaraan sesuai kenyataan, (ia berpikir), “Semua ini adalah tidak kekal”, dan membebaskan dirinya dari kesengsaraan, ia berdiam dalam kedamaian pemadaman, Nibbāna. Demikianlah ia melatih dirinya dan mencapai kebahagiaan. Ketenangan dan keluhuran dipahami sebagai berikut: Semua aktivitas berhenti. Semua kekotoran ditinggalkan. Keterikatan dihancurkan. Nafsu tidak ada. Ini adalah kedamaian padamnya.
Dari enam belas ini, dua belas pertama memenuhi ketenangan dan pandangan terang, dan dikenali sebagai ketidak-kekalan. Empat terakhir hanya memenuhi pandangan terang. Demikianlah ketenangan dan pandangan terang dipahami.
Dan selanjutnya, semua ini terdiri dari empat jenis. Pertama adalah bahwa praktik yang mengarah menuju lengkapnya pengenalan. Ada saat ketika seseorang mengenali (ketidak-kekalan) melalui memperhatikan nafas masuk dan nafas keluar. Ini disebut pengetahuan panjang dan pendeknya melalui latihan. Menenangkan bentukan-bentukan jasmani dan bentukan-bentukan bathin, menggembirakan pikiran, mengkonsentrasikan pikiran, dan membebaskan pikiran – ini disebut munculnya pengetahuan atas seluruh tubuh, kebahagiaan dan bentukan-bentukan bathin. “Mengalami pikiran” artinya: “Lengkapnya pengenalan”, “Ada saat ketika seseorang mengenali” dan seterusnya merujuk pada empat aktivitas yang selalu dimulai dengan pengenalan ketidak-kekalan.
Dan selanjutnya, praktik artinya mencapai kondisi (meditasi, jhāna) melalui perhatian pada pernafasan. Ini adalah praktik. Melalui perhatian pada pernafasan ini, seseorang mencapai kondisi yang (bahkan, tidak) dengan permulaan pikiran. Itu adalah kondisi yang disertai dengan permulaan pikiran dan kelangsungan pikiran, dan kondisi yang disertai dengan kelangsungan pikiran. Mengalami kegembiraan adalah kondisi dari meditasi, jhāna kedua. Mengalami kebahagiaan adalah kondisi dari meditasi, jhāna ketiga. Mengalami pikiran adalah kondisi dari meditasi, jhāna keempat.
Dan selanjutnya, semua ini terdiri dari dua jenis. Yaitu praktik dan pemenuhan. Praktik demikian seperti yang terdapat di dalam pemenuhan tidak menyebabkan menurunnya enam belas landasan. Praktik adalah bagaikan benih; yaitu penyebab bagi jasa. Pemenuhan adalah bagaikan bunga atau buah, karena berasal dari benda yang serupa.
Jika perhatian pada pernafasan dipraktikkan, empat landasan perhatian terpenuhi. Jika empat landasan perhatian dipraktikkan, tujuh faktor penerangan sempurna terpenuhi. Jika tujuh faktor penerangan sempurna dipraktikkan, kebebasan dan kebijaksanaan terpenuhi.
Empat landasan perhatian murniT. Bagaimanakah kondisi tersebut dicapai?
J. Landasan perhatian murni yang dimulai dengan nafas masuk yang panjang dan nafas keluar yang panjang adalah peninjauan terhadap tubuh. Yang dimulai dengan mengalami kegembiraan adalah peninjauan terhadap perasaan. Yang dimulai dengan mengalami pikiran adalah peninjauan terhadap pikiran. Yang dimulai dengan mengenali ketidak-kekalan adalah peninjauan terhadap kondisi-kondisi. Demikianlah seseorang yang mempraktikkan perhatian pada pernafasan memenuhi empat landasan perhatian murni.
Tujuh faktor Penerangan SempurnaBagaimanakah tujuh faktor penerangan sempurna dipenuhi melalui praktik empat landasan perhatian murni? Jika yogi tersebut mempraktekkan (empat) landasan perhatian murni, ia mampu berdiam tanpa bingung dalam perhatian; ini disebut faktor penerangan sempurna perhatian. Yogi itu, berdiam dalam perhatian, menyelidiki keadaan menderitakan, ketidak-kekalan dan fenomena; ini disebut faktor penerangan sempurna menyelidiki kondisi-kondisi. Dengan menyelidiki kondisi-kondisi (dhammā) demikian, ia berusaha dengan tekun tanpa kendur; ini disebut faktor penerangan sempurna usaha. Dengan mengembangkan usaha, ia membangkitkan kegembiraan yang murni; ini disebut faktor penerangan sempurna kegembiraan. Dengan pikiran yang penuh kegembiraan, jasmani dan bathinnya memiliki ketenangan; ini disebut faktor penerangan sempurna ketenangan. Melalui ketenangan, jasmaninya mencapai kenyamanan dan pikirannya terkonsentrasi; ini disebut faktor penerangan sempurna konsentrasi. Berkat konsentrasi, bathinnya mencapai keseimbangan; ini disebut faktor penerangan sempurna keseimbangan. Demikianlah, karena praktik empat landasan perhatian murni, tujuh faktor penerangan sempurna terpenuhi.
Bagaimanakah kebebasan dan kebijaksanaan dipenuhi melalui praktik tujuh faktor penerangan sempurna? Yogi yang sering mempraktikkan tujuh faktor penerangan sempurna, memperoleh dalam sesaat kebijaksaan Sang Jalan dan Buah Kebebasan. Demikianlah, karena praktik tujuh faktor penerangan sempurna, kebijaksanaan dan kebebasan terpenuhi.
T. Semua bentukan-bentukan memiliki permulaan dan kelangsungan pikiran menurut alam-alam kehidupan. Kalau begitu, mengapa hanya permulaan pikiran yang ditekan dalam perhatian pada pernafasan, dan bukan yang lainnya?
J. Ini digunakan di sini dalam pengertian lain. Pikiran yang mengembara adalah suatu rintangan bagi meditasi, jhāna. Dalam pengertian ini, maka ini ditekan.
Mengapakah kontak udara menyenangkan? Karena menenangkan pikiran. Ini dapat diumpamakan dengan kenyamanan pikiran musisi surgawi (gandhabba) karena suara merdu. Dengan ini pikiran yang mengembara ditekan. Dan juga, ini seperti seseorang yang berjalan di tepi sungai. Pikirannya tenang, terarah ke satu obyek dan tidak mengembara. Oleh karena itu dalam perhatian pada pernafasan, menekan pikiran yang mengembara diajarkan.
Perhatian pada pernafasan berakhir