citta anda-lah yang menentukan. Jadi seperti apa citta anda ketika peristiwa itu terjadi, itu-lah yang terjadi...
Saya ingat beberapa tahun lalu ada kasus anak percaya pada satu ajaran yang mengatakan jika ia membunuh orangtuanya dengan cara tertentu, maka berarti telah membantu menyeberangkan mereka ke sorga dan dia sendiri sudah berbakti. Kemudian dengan citta "menyeberangkan ortu dari penderitaan di dunia ini langsung ke sorga" menghujam kapak ke leher orangtuanya dan mati.
Apakah itu citta 'membunuh' atau bukan?
-------
klo dari sudut pandang lain.. kek milih anatara anak/ibu yg harus di selamatkan.. "bukan mengorbankan" anak atau ibu, tp lebih condong mana yg di prioritaskan..seandainya 2-2 bisa yah 2-2..tp yg diselamatkan pertama yg mana..tidak ada niat untuk membunuh yg di selamatkan belakangan...
yah mirip2 juga klo ada 2-3 org tengelam.. dan kmu 1-1nya yg bisa berenang, dan punya kemampuan selamatkan 1,2 org sebelum akhirnya capek... org yg ke 3 ga terselamtkan bukan di "bunuh" kmu...krn memang ga berniat gitu
Dalam kasus memilih ibu/anak atau salah satu anak kembar, bukan seperti memilih orang tenggelam yang akan diselamatkan, tapi dengan memilih satu kadang berarti harus dengan sengaja "membunuh" yang lainnya. Misalnya dalam kasus kembar parasit di mana salah satunya tidak punya jantung, maka yang berkembang normal harus supply darah ke kembar parasitnya yang otomatis meningkatkan tekanan pada jantung, dan salah satu caranya adalah memisahkan keduanya, dan otomatis yang gagal berkembang ini tidak lagi dapat support dari kembarannya dan mati.
Jadi dalam kasus tenggelam adalah "tidak bertindak" yang menyebabkan kematian. Namanya tidak bertindak tidak mungkin jadi pembunuhan.
Sedangkan dalam kasus komplikasi adalah "tindakan" yang menyebabkan kematian (dan menyelamatkan yang lain).
-------
Jadi menurut saya kasus pastur tersebut bukanlah termasuk pembunuhan dilihat dari sisi sang pastur. Yang membunuh adalah prajuritnya.
Dari sisi pastur, mirip seperti kisah gempa bumi yang melibatkan 2 orang anak tertimpa beton reruntuhan di mana tim penyelamat memberikan pilihan kepada ibu kedua anak itu utk memilih anak mana yang mau diselamatkan (karena jika diangkat betonnya ke salah satu sisi akan mencelakakan (paling tinggi resikonya adalah mematikan) salah satu anaknya.
Dan ternyata sang Ibu dengan berat hati memilih menyelamatkan yang putra.
Tapi ternyata putrinya tidak mati (dikira mati) dan ditinggal begitu saja...
Andaikan mati maka menurut saya sang ibu tidaklah berniat membunuh putrinya.
Pilihan yang diberikan oleh team penyelamat sangat mendesak waktu gempa terjadi.
Jika tidak segera memutuskan, bisa-bisa membiarkan dua nyawa melayang.
Sang ibu yang maunya menyelamatkan keduanya dengan berat hati mengatakan "selamatkan yang putra saja" bukan "korbankan yang putri saja".
Andaikan sang pastur menjawab, "jangan bunuh anak kecil", bukan berarti dia menyuruh prajurit untuk membunuh yang dewasa kan, jadi lebih sulit lagi kita mengatakan bahwa pastur tersebut terlibat dalam pembunuhan tersebut dibandingkan jika sang pastur menjawab "tembak yang dewasanya" ?
Yah ini mah bahasa diplomatis yang enak didengar saja. Kita dalam hal ini memahami benar konsekwensi dan akibat dari satu tindakan, sebab dan akibatnya. Mau dikemas dari sudut pandang apa -seperti yang suka dilakukan oleh media- sebetulnya sama saja.
Sama seperti anak cacingan, tentu lebih indah mengatakan, "saya akan selamatkan anak saya" ketimbang "saya akan bantai habis cacingnya". Namun tujuan dan tindakannya adalah sama: memberi obat cacing agar cacing mati dan anak bisa selamat.
Maka kembali lagi ke pertanyaan awal, apakah kalau kita (sesuai dengan 5 kriteria) mengetahui konsekwensi dari tindakan adalah kematian makhluk lain dan dengan sadar melakukannya, otomatis dikatakan membunuh?
-------
Ngarang cerita ah:
Umat: Saya mau dana makanan untuk bhante, bhante mau makan ayam atau bebek? Kalo bhante gak milih saya potong dua-duanya.
Kira-kira apa jawaban si bhante? Kalo dia diam saja, apakah dia ikut membunuh?
Dan yang pasti si bhante gak akan makan itu dana
Kalau dalam sutta, secara tradisi bhikkhu menerima permintaan umat dengan berdiam diri. Dalam kasus ini kalau bhikkhunya diam, berarti memang menerima persembahan ayam dan bebek.
Sama seperti kasus pastor, sebetulnya tinggal menolak memilih saja, maka apapun perbuatan orang lain adalah urusan orang lain itu sendiri. Tapi di sini kasusnya adalah si pastor dengan pertimbangan tertentu melakukan pemilihan. Apakah 5 kriteria itu mutlak berlaku dalam situasi apapun, ini yang jadi pertanyaan.
-------
lucu yah gimana orang mempertahankan prinsip ga boleh bohong sampe harus mati..
kalau kejadian sebenarnya terjadi, entah bisa seperti itu ato enggak
Ini memang dilema karena ada konsep kesempurnaan sila dan kriteria mutlak "sila" untuk segala situasi. Jadi dalam situasi tertentu, tetap bisa sila sempurna tapi terkesan aneh saja.