Faktanya problem arahat sudah jadi polemik antar sekte sejak awal. Saat itu saja belum ada polemik mengenai mahayana kontra hinayana. Walau doktrin Mahayana jg memiliki pandangan sendiri mengenai Arahat. Tapi dari perbedaan2 itu sangat jelas mengindikasikan bahwa memang ada "sesuatu" yg belum clear mengenai seputar sosok Kearahatan. Sehingga seorang pembelajar tidak boleh terpaku pd salah satu pandangan sekte.
Tidak ambil pusing di sini dimaksudkan tidak ingin terpengaruh pd salah satu pandangan itu.
Percaya bahwa hanya sekte aku yg paling benar dan yg lain salah adalah yg dihindari gerakan Mahayana. Makanya salah satu ikrar bodhisatva (baca:misi mahayana) : "mempelajari pintu ajaran yg tak terhingga jumlahnya".
Dari “menerima semua”, “konsolidasi” kemudian kini menjadi “
mempelajari”
Sdr. Chingik, jika Mahayana menerima semua aliran Sravakayana, maka berarti menerima Arahat sebagai pencapaian yang tertinggi. Jika tidak, ini berarti Mahayana tidak menerima semua. Opsi ini perlu dipilih.
Masalah Arahat bukan saja masalah mengenai posisinya dalam tingkat spiritual tetapi juga cara-cara pencapaiannya. Jika dikatakan mengenai Arahat ini adalah sesuatu yang belum clear dan masih dipelajari, maka ini sama saja Mahayana belum menerima semua ajaran aliran Sravakayana. Ajaran Sravakayana hanya dijadikan pajangan, koleksi yang kalau dibutuhkan baru dicopy literaturnya untuk memberi jawaban atas masalah yang ditimbulkan dan yang tidak bisa diselesaikan oleh Mahayanis dengan literatur Mahayana-nya.
Selain itu, jika masalah Arahat masih dipelajari, maka ini berarti selama kemunculannya, Mahayana sendiri masih mempertanyakan kebenaran sutranya sendiri, seperti Saddharmapundarika Sutra yang di dalamnya jelas membahas mengenai tingkat spiritual dari Arahat Sariputra yang masih bisa di-upgrade lagi. Ini berarti pernyataan dalam sutra ini masih diragukan. Padahal Saddharmapundarika Sutra konon adalah sutra penting dalam Mahayana sehingga bahkan menjadi pondasi berdirinya salah satu aliran Mahayana, bahkan mungkin Mahayana itu sendiri karena sutra ini yang konon pertama kali menerbitkan istilah Mahayana dan Hinayana.
Sdr. Chingik, kita tidak bisa menepis adanya “campur aduk” pada Mahayana karena faktanya demikian, dan fakta tersebut ada dalam literatur-literatur Mahayana itu sendiri. Semakin kita menepis, semakin kuat mencekik.
Bagi Mahayana, kebenaran universal bukan dimonopoli oleh siapapun, sehingga memetik atau menerima satu kebenaran doktrin tidak perlu ditutupi, apalagi dikatakan copas. Kebelengguan anda bahwa kebenaran hanya milik salah satu tradisi yang anda pegang erat sehinggg terkungkung sendiri padanya. Ini yang menjadi cermin dari sifat gontok2an antar sekte.
Pada dasarnya pembelajara Mahayana tidak selalu harus menerima semua ajaran dalam tradisi berbeda itu ataupun menolak. Dikala merasa salah satu ajaran bisa diterima/ditolak, itu hanya proses/tahapan dari pembelajarannya.
Toh semua doktrin akhirnya harus dilepas juga bagi seorang mahayanis.
Benar, kebenaran universal bukan dimonopoli oleh siapapun, namun ketika disodorkan, disajikan 2 klaiman kebenaran, maka seseorang perlu menentukannya mana yang benar, contohnya masalah Arahat. Kebenaran itu hanya 1. Kecuali ingin menegaskan lebih kuat bahwa Mahayana itu aliran campur aduk sekaligus linglung karena kedua kebenaran ada padanya dan tidak tahu mana yang benar.