//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...  (Read 663472 times)

0 Members and 3 Guests are viewing this topic.

Offline hatRed

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 7.400
  • Reputasi: 138
  • step at the right place to be light
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1230 on: 01 June 2009, 10:21:17 PM »

XUVIE:

Ya pernah membaca Sutta ttg Bhikkhu Sati, tp tidak menangkap adanya kesan 'hardik'. Mungkin sumbernya berbeda ya.
Ttg metode memang berbeda, bagi non-mahayanis, dlm hal ini Theravadin, seorang arahat tidak akan lagi melakukan pembunuhan, penganiayaan atau kekerasan dlm bentuk apapun sekalipun demi kebaikan.
Sedangkan Mahayanis berangkat dr pijakan yg berbeda, bahkan Vairocana digambarkan memegang pedang. Dan ada Guru Zen yg membunuh kucing utk mendamaikan 2 pihak. Sedangkan Sang Buddha tidak membunuh apapun dan kutu sekalipun, demi mendamaikan 2 kubu saat terjadi perpecahan Sangha di Kosambi.
Jd memang tidak ada titik temunya di sini. Tidak perlu dipaksakan.

TAN:

Sumbernya ya sama. Yang pasti Bhikkhu Sati sampai menunduk malu. Entah itu disebut "hardik" atau tidak, saya tidak tahu. Apakah bijaksana misalnya bila Anda berbuat salah, lalu boss Anda memarahi Anda di hadapan karyawan lainnya?

Amiduofo,

Tan




karena cuma tau yg kisah Zen itu.... :P

mo coment aja.....

Guru Zen itu belum mencapai tingkat kesucian arahat.... karena masih mempunyai keinginan/cetana yg tidak termasuk Kiriya..

kalau menurut cerita dia membunuh kucing hanya untuk menghilangkan apa yg direbutkan bukan merupakan tindakan yg bijaksana.... ibarat seorang ayah yg merobek baju baru yg direbut oleh dua putrinya...

lagipula memang tidak dikatakan dia mencapai kesucian kan? hanya seorang guru...

mengenai Bhikkhu Sati kurang tau ceritanya kek gmana ;D
i'm just a mammal with troubled soul



Offline Tan

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 510
  • Reputasi: 31
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1231 on: 01 June 2009, 10:22:31 PM »
RYU:

Memang cerita lah, masa film

TAN:

Kalau memang semuanya hanya cerita, apakah Penerangan Sempurna itu juga bisa dipercaya? Jangan-jangan itu hanya cerita juga. Kalau memang benar cerita sia-sialah kita berpraktik selama ini, yaitu hanya untuk mengejar sesuatu yang tidak ada.

Amiduofo,

Tan

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1232 on: 01 June 2009, 10:25:48 PM »
menurut saya, cerita juga bisa bermanfaat, dan manfaat itu hanya kita sendiri lah yg bisa menilai, banyak kisah orang tercerahkan setelah mendengar cerita. banyak ilmu pengetahuan yg diajarkan melalui cerita

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1233 on: 01 June 2009, 10:26:54 PM »
RYU:

Memang cerita lah, masa film

TAN:

Kalau memang semuanya hanya cerita, apakah Penerangan Sempurna itu juga bisa dipercaya? Jangan-jangan itu hanya cerita juga. Kalau memang benar cerita sia-sialah kita berpraktik selama ini, yaitu hanya untuk mengejar sesuatu yang tidak ada.

Amiduofo,

Tan

Kalau berdasarkan Cerita, katanya penerangan sempurna itu ada caranya, dan bisa di coba oleh yang mau mencoba. tapi katanya juga jangan percaya oleh sesuatu yang di katakan oleh kitab suci. nah makanya jangan percaya dongggg ;D
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline hatRed

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 7.400
  • Reputasi: 138
  • step at the right place to be light
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1234 on: 01 June 2009, 10:31:01 PM »
^ tambah...

kecuali sesuai logika anda dan dibuktikan sendiri.. ;D
i'm just a mammal with troubled soul



Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1235 on: 01 June 2009, 10:32:47 PM »
^ tambah...

kecuali sesuai logika anda dan dibuktikan sendiri.. ;D
Logikanya logika sendiri atau bersama? bagi anda masuk akal belum tentu bagi saya masuk akal ;D

Harus sesuatu yang benar2 bisa disebut kebenaran Absolut ;D
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline Jerry

  • Sebelumnya xuvie
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.212
  • Reputasi: 124
  • Gender: Male
  • Suffering is optional.. Pain is inevitable..
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1236 on: 01 June 2009, 10:47:30 PM »
Quote
Ya tidak bisa begitu donk. Kalau dikejar lantas bilang "diluar konsep." Apa bedanya dengan umat agama lain yang kalau diajak debat lantas bilang "T****N itu di luar konsep manusia." Ini tidak adil, rekan2 non Mahayana selalu mengejar rekan2 Mahayana dan meminta jawaban yang definitif. Tetapi waktu ditanya dengan pertanyaan di atas lantas dengan mudahnya menjawab "di luar konsep," "pertanyaan tidak valid," dan bla...bla...bla.. Mana letak keadilannya. Supaya adil saya juga mau bilang ah: "Dharmakaya berada di luar konsep, sehingga "ada" dan "tiada" juga tidak valid." Habis perkara bukan? Pelajaran yang bisa diambil adalah: Kita semua adalah tukang bajak atau contek dari buku yang disebut Sutta, Sutra, tulisan para guru sesepuh, buku Dhamma, buku Dharma, dan entah apa lagi. Kita semua cuma debatin buku, sehingga pada akhirnya tidak akan ada ujung pangkalnya. Dengan demikian "pertanyaan kritis terhadap Mahayana juga tidak valid."
Sebagai tambahan, apa yang diungkapkan pada Aggi Vacchagota Sutta itu hanya dapat diselami oleh orang yang sudah bebas dualisme, tetapi kita semua di sini belum; jadi jangan mencoba "melarikan diri" dengan jawaban semacam itu. Tetapi kalau masih memaksa "lari" dengan jawaban semacam itu, rekan2 Mahayana juga berhak "lari" dengan cara yang sama.

Kenyataannya memang Nibbana dlm aspek transendental adlh di luar konsep. Jika orang membandingkan dg T***N di konsep agama lain, yah silakan. Kita bukan harus mencari eksklusivitas toh? Kenyataannya yg Sang Buddha ajarkan adlh Dhamma, kebenaran. Bkn Buddhisme, generasi selanjutnya yg mengkotakkan. Sang Buddha sendiri mengatakan, bila ada 4KM & JMB8, maka ada arahat. Toh 'nibbana' itu hny istilah dlm bahasa Pali toh?
Boleh saja Anda mengatakan Dharmakaya di luar konsep, tp Anda telah salah dng mencoba menjelaskan Dharmakaya sebelumnya, seperti pula dlm sedikit yg pernah saya baca ttg tulisan2 kaum Mahayanis. Sama kontradiktifnya dg umat T***N yg mengatakan T***N di luar konsep tp kemudian mencoba mendeskripsikan T***N lagi.
Jadi sama kontradiktifnya jika saya mencoba menjelaskan hal yg sudah saya katakan di luar konsep.
Krn itu saya tidak dapat menjelaskan lebih jauh. Terlebih saya belum merealisasikan scr langsung. :)

Quote
Menarik sekali. Jadi nibanna dengan sisa itu tidak memadamkan pancakkhandha bukan? Jadi yang memadamkan pancakkhanda adalah nibanna tanpa sisa yang dicapai melalui proses kematian. Oleh karena itu, nibanna tanpa sisa jadi dikondisikan oleh kematian donk? Atau seseorang mungkin mengalami nibanna tanpa sisa tanpa harus mengalami kematian? Kalau "padam" tidak berarti "tidak ada," maka begitu pula umat Mahayana berhak mengatakan suatu "penjelmaan" Dharmakaya dalam wujud Nirmakaya hendaknya tidak diartikan sebagai "ada." Hayoo yang adil ya......
Kesadaran yang mengenali pencapaian pencerahan kayaknya menarik. Sekarang pertanyaannya APA yang dikenali oleh vijnana tersebut sebagai telah mencapai pencerahan? Secara logika, bila Anda mengenali sesuatu, maka harus ada SESUATU yang dikenali bukan? Nah apakah yang dikenali itu? Atta atau bukan? Kalau bukan atta lantas apa?
Karena sesuai pengertian Saupadisesa Nibbana dan Anupadisesa Nibbana, jadi ya, harus setelah penghancuran pancakkhandha barulah tercapai Anupadisesa Nibbana, yg tdk mengandung sisa unsur kehidupan. Krn sesuai dg yg telah diajarkan Sang Buddha ttg Sankhata: Apapun yg terbentuk, akan hancur. Kongruen pula dg doktrin Anicca dan Anatta.
Silakan buka kamus dan bandingkan antara 'padam' dgn 'tidak ada'.
Ya, memang menarik. Apa yg dikenali oleh vinnana belum tentu harus identik dg diri. Melainkan Vinnana mengenali terutama lenyapnya avijja dan tanha. Membandingkan dg 10 belenggu, vinnana mengenali pula lenyapnya 10 belenggu. Membandingkan dg 7 faktor pencerahan, vinnana mengenali adanya ke-7 faktor tsb. Tidak perlu ada diri di sana yg dibebaskan. Melainkan unsur2 yg muncul, terbentuk dan hancur. Haruskah saya posting cerita yg berulang kali telah diposting oleh Sdr. Dilbert?

Quote
Kalau bukan mampu atau tidak mampu terus apa? Sekali lagi ini jawaban yang ngambang dan tidak menjawab pertanyaannya. Kalau rekan Mahayana yang memberikan jawaban macam begitu, pasti deh rekan-rekan non Mahayana dengan "buas" akan mengejarnya habis-habisan. Sekarang saya tanya balik berdasarkan jawaban Anda. Jika Sang Buddha tidak ingin pertanyaannya dijawab oleh Ambattha, lalu mengapa ia menanyakannya sampai berulang2? Apalagi menurut saya pertanyaan itu adalah masalah sepele, yakni tinggi dan rendahnya derajat (Ambattha merasa keturunan Brahmana dan merasa lebih tinggi dari keturunan Khattiya). Apakah mendorong Buddha untuk menanyakan hal itu hingga berulang-ulang? Apakah Buddha menginginkan jawaban?
Anda bilang: "Tidak krn berbelas kasih lantas harus menghentikan apa yg harus terjadi, seorang arahat tidak lagi memiliki 'tanha' toh? Berhati2 dg cara pandang dan pola pikir yg naif, idealistis, krn Buddhism adlh ajaran yg realistis."
Pertanyaan saya: "Jadi menurut Anda membiarkan atau tidak mencegah kepala seseorang hancur dihajar gada hanya karena tidak menjawab suatu pertanyaan adalah tindakan yang sangat realistis ya?"
Bukan ngambang, tp memang pertanyaan 'mampu-tak mampu' itu sendiri tidak 'apply' pd masalah tsb. Spt pd kasus genosida suku Sakya o/ Pangeran Virudhaka, stlh Sang Buddha mencoba mencegah bbrp kali, tetapi tetap dilakukan oleh pangeran tsb. Apakah itu berarti Sang Buddha tidak mampu menghentikan genosida tsb? Atau krn Sang Buddha egois dan tidak peduli? Kenyataannya Sang Buddha tlh melihat terlebih dahulu bahwa buah kamma orang2 sakya telah matang.
Jadi spt dlm hal Ambattha, krn dia yg memulai perdebatan tsb, dia yg menuai hasil toh? Saat dia tdk bs menjawab, jika krn hal itu dan bbrp hal lain spti kammanya telah siap masak. Kenapa tidak realistis bila kepalanya hancur? Jika tidak siap dg konsekuensi, tentu dia tidak perlu memulai perdebatan dg Sang Buddha kan? Jd wajar Sang Buddha menuntut jawaban drnya, agar diskusi berjalan lancar. Ibarat membangunkan macan tidur. Kalau ga siap dimangsa ya jangan coba2.
Oleh krn belas kasihnya maka Sang Buddha menganjurkan pd dia utk menjawab, dg begitu mencegah dan menghindarkan pemuda Ambattha dr kematian.
Krn jika Sang Buddha berusaha merubah hukum kamma (menghentikan tindakan Vajirapani), menurut saya beliau bukan seorang Samma Sambuddha. Paling banter selevel Mr. J**** deh yg melawan hukum kamma, spti membangkitkan orang mati dll.

Quote
Sumbernya ya sama. Yang pasti Bhikkhu Sati sampai menunduk malu. Entah itu disebut "hardik" atau tidak, saya tidak tahu. Apakah bijaksana misalnya bila Anda berbuat salah, lalu boss Anda memarahi Anda di hadapan karyawan lainnya?
Jika Boss saya memarahi di hadapan karyawan lain dg tujuan agar yg lain tidak mengulangi kesalahan yg seperti saya lakukan di lain waktu. Menurut Anda itu bijaksana atau tidak?

Quote
Sama juga lah. Rekan-rekan non Mahayanis juga suka ditanya buah sukun yang dijawab malah buah mangga. Suka lari dengan menyatakan "wah pertanyaannya tidak valid" de el el... de el el.
Sang Buddha tidak mengajar siapa-siapa waktu berjalan dan mengucapkan Raungan Singa di Taman Lumbini? Menarik sekali! Kalau begitu bagaimana kita bisa tahu ceritera itu? Siapa yang menceritakan dan siapa yang diceritakan dan siapa saksinya?
Berasumsi bahwa tidak ada perubahan spt penambahan bumbu dlm kanon Buddhis, maka Sang Buddha tentunya yg mengulangi cerita tsb.
Dan ingat, yg saya tuliskan sebelumnya adl mengikuti tulisan Anda, bahwa 'bayi bodhisattva Siddhartha' yg mengajarkan. Maka saya tidak melihat adanya kesalahan dlm tulisan saya, memangnya saat itu bayi bodhisattva Siddhartha telah mengajar orang? Dlm non-mahayanis sih tidak. Tp ngga tau sih kalo dlm kitab Mahayanis, krn yah.. bisa jadi Sang Buddha time travel ke saat masih bayi dan mengajar. Yah.. penuh cerita mujizat sih dlm Mahayana. Mirip2 ama dongeng2 agama tetangga. Gak heran pemeluk agama Buddha di tanah air akhir jaman Majapahit berbondong2 memeluk agama lain. Krn lebih byk lg mujizatnya. ;D

_/\_
appamadena sampadetha

Offline Jerry

  • Sebelumnya xuvie
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.212
  • Reputasi: 124
  • Gender: Male
  • Suffering is optional.. Pain is inevitable..
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1237 on: 01 June 2009, 11:01:21 PM »
Kalau memang semuanya hanya cerita, apakah Penerangan Sempurna itu juga bisa dipercaya? Jangan-jangan itu hanya cerita juga. Kalau memang benar cerita sia-sialah kita berpraktik selama ini, yaitu hanya untuk mengejar sesuatu yang tidak ada.

Amiduofo,

Tan


Makanya perlu ditelaah dan ditelaah lagi. Bisa jadi hanya cerita belaka. Sia2 atau tidak, dapat kita telaah kembali sperti dlm Jnanasarasamuccaya, 31:
"Sebagaimana orang bijaksana menguji emas dengan membakar, memotong dan menggosoknya (pada sepotong batu penguji), demikian pula kalian menerima kata-kata-Ku setelah memeriksanya dan bukan hanya karena rasa hormat terhadap-Ku."

Dan bagian Kalama Sutta yg saya kutipkan sedikit.
Quote
“Ya, Kalama, tidaklah salah bila ragu-ragu, mempertanyakan apa yang diragukan dan apa yang tak jelas. Dalam persoalan yang meragukan, kebingungan timbul."

“Janganlah percaya begitu saja pada, suatu tadisi, desas desus atau logika ataupun kesimpulan semata-mata, atau sesudah merenungkan dan cocok dengan beberapa teori, atau karena rasa hormat kepada seorang petapa. Akan tetapi Kalama, kalau setelah kalian selidiki sendiri, kau ketahui: Hal-hal ini tidak menguntungkan, patut dicela, dikecam oleh orang-orang bijaksana; hal-hal tersebut, bila, dilakukan dan dikerjakan mengakibatkan kerugian dan penderitaan, maka Kalama tentu saja kalian harus menolaknya."

“Nah, bagaimana menurut kalian, Kalama? Ketika ketamakan, kebencian dan kegelapan batin timbul dalam diri seseorang, apakah hal-hal ini menimbulkan keuntungan atau kerugian bagi orang itu?"

"Kerugian, Yang Mulia."

"Lalu, Kalama, bukankah orang ini karena telah dikuasai oleh ketamakan, kebencian dan kegelapan batin, melakukan kejahatan, menyesatkan orang lain sehingga mengalami kerugian dan penderitaan untuk waktu yang lama?"

'Ya, Yang Mulia."

"Karena itu, Kalama, bagaimana pendapat kalian, apakah hal-hal itu menguntungkan atau tidak menguntungkan?"

"Tidak menguntungkan, Yang Mulia."

"Apakah hal-hal tersebut tercela atau tidak?"

"Tercela, Yang Mulia."

Apakah hal-hal ini dikecam oleh orang bijaksana atau tidak ?”

'Dikecam, Yang Mulia."

"Jika dilakukan atau dikerjakan, apakah hal-hal ini menimbulkan kerugian dan penderitaan atau tidak?"

"Menimbulkan kerugian dan penderitam, Yang Mulia."

"Oleh karena itu, Kalama, sebagaimana yang Kukatakan kepada kalian tadi: Janganlah percaya begitu saja melainkan setelah kalian selidiki sendiri kau ketahui: Hal-hal ini tidak menguntungkan dan menimbulkan kerugian dan penderitam ... kalian harus menolaknya, inilah alasan-Ku membicarakannya."

"Kalama, janganlah ... percaya begitu saja. Tetapi bila kau ketahui bagi dirimu sendiri: Hal-hal ini menguntungkan, tidak tercela, dipuji oleh orang bijaksana; hal-hal ini bila dilakukan dan dikerjakan menimbulkan keuntungan dan kebahagiaan - maka, Kalama, setelah mengerjakan hal-hal ini, tinggallah di dalamnya."

"Nah, bagaimana menurut kalian, Kalama? Ketika kebebasan dari ketamakan, kebencian dan kegelapan batin timbul dalam diri seseorang, apakah ini menimbulkan keuntungan atau kerugian bagi orang itu?"

"Keuntungan, Yang Mulia."

"Apakah orang ini, yang tidak dikuasai oleh ketamakan, kebencian dan kegelapan batin, menahan diri untuk tidak melakukan kejahatan dan membawa orang lain ke dalam kebahagiaan?"

'Ya, Yang Mulia."

"Oleh karena itu, Kalama, bagaimana pendapat kalian, apakah hal-hal ini menguntungkan atau tidak menguntungkan?'

"Menguntungkan, Yang Mulia."

"Apakah hal-hal ini tercela atau tidak?"

"Tidak tercela, Yang Mulia."

Apakah hal-hal im dikecam atau dipuji oleh orang bijaksana?”

"Dipuji, Yang Mulia."

"Jika dilakukan dan dikerjakan, apakah hal-hal ini menimbulkan kebahagiaan atau tidak?"

"Menimbulkan kebahagiaan, Yang Mulia!”

"Oleh karena itu, Kalama, sebagaimana yang telah Kukatakan kepada kalian tadi: 'Janganlah percaya begitu saja ...tetapi ketahuilah oleh dirimu sendiri: Hal-hal ini menguntungkan ... dan menimbulkan kebahagiaan…lakukanlah hal-hal ini dan tinggallah di dalanmya,' inilah alasan-Ku membicarakannya.

Jika hal tsb belum kita realisasikan, terimalah dg terbuka sebagaimana dlm 4 Mahapadesa (Kewibawaan) yg ada dlm Mahaparinibbana Sutta. Tetapi jika ditemukan berlawanan dg Dhamma-Vinaya, maka sah bagi kita utk menolaknya.
Bukankah memang telah dikatakan tidak ada yg dicapai pula pada akhirnya? Kalau begitu emang sia2 dong. Truss.. Kenapa masih berpraktik? ^-^


« Last Edit: 01 June 2009, 11:09:34 PM by xuvie »
appamadena sampadetha

Offline Jerry

  • Sebelumnya xuvie
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.212
  • Reputasi: 124
  • Gender: Male
  • Suffering is optional.. Pain is inevitable..
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1238 on: 01 June 2009, 11:07:58 PM »
karena cuma tau yg kisah Zen itu.... :P

mo coment aja.....

Guru Zen itu belum mencapai tingkat kesucian arahat.... karena masih mempunyai keinginan/cetana yg tidak termasuk Kiriya..

kalau menurut cerita dia membunuh kucing hanya untuk menghilangkan apa yg direbutkan bukan merupakan tindakan yg bijaksana.... ibarat seorang ayah yg merobek baju baru yg direbut oleh dua putrinya...

lagipula memang tidak dikatakan dia mencapai kesucian kan? hanya seorang guru...

mengenai Bhikkhu Sati kurang tau ceritanya kek gmana ;D

Thanks utk berbagi ceritanya hatred. :)
Cuman utk sekedar mastiin.. Saya tidak salah baca kan? Coba bandingin yg bercetak tebal biru dng merah.
Demikianlah yg telah saya baca.. Evamme dibbam ^-^
Demikianlah yg telah saya copas.. Evamme copas..

TAN:

Sama dengan seorang anak yang meniru tindakan orang dewasa, bisa saja hal itu membahayakan dirinya. Ada kisah seorang bhikshu Zen yang membunuh seekor kucing untuk mengakhiri suatu pertentangan antara dua kubu bhikshu. Ini ada di kartun Zen karya Ts'ai Shih Chung. Nah bagi orang awam, membunuh kucing adalah karma buruk, tetapi tidak bagi sang bhikshu, karena ia sudah tercerahi. Jadi jangan mencoba meniru membunuh kucing karena seorang bhikshu yang bijaksana melakukannya.

Demikian semoga jawaban saya memuaskan Anda.

Amiduofo,

Tan
appamadena sampadetha

Offline hatRed

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 7.400
  • Reputasi: 138
  • step at the right place to be light
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1239 on: 01 June 2009, 11:30:15 PM »
^

  setiap orang menilai dari berbagai sisi.....

saya melihat dari sisi, komparatif dengan sifat2 arahat...

sedangkan bro Tan sepertinya melihat dari sisi Impulsif dengan keabsolutan arahat...     ( cmiiw bro Tan)

Jadi kalo mo ditarik, maka orang itu "seharusnya" belum arahat.... namun jika benar orang tersebut arahat... maka demikianlah adanya... karena memang benar juga arahat must be absolut...

hehe....pasrah pasrah deh.....
i'm just a mammal with troubled soul



Offline Tan

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 510
  • Reputasi: 31
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1240 on: 01 June 2009, 11:35:19 PM »
XUVIE:

Kenyataannya memang Nibbana dlm aspek transendental adlh di luar konsep. Jika orang membandingkan dg T***N di konsep agama lain, yah silakan. Kita bukan harus mencari eksklusivitas toh? Kenyataannya yg Sang Buddha ajarkan adlh Dhamma, kebenaran. Bkn Buddhisme, generasi selanjutnya yg mengkotakkan. Sang Buddha sendiri mengatakan, bila ada 4KM & JMB8, maka ada arahat. Toh 'nibbana' itu hny istilah dlm bahasa Pali toh?
Boleh saja Anda mengatakan Dharmakaya di luar konsep, tp Anda telah salah dng mencoba menjelaskan Dharmakaya sebelumnya, seperti pula dlm sedikit yg pernah saya baca ttg tulisan2 kaum Mahayanis. Sama kontradiktifnya dg umat T***N yg mengatakan T***N di luar konsep tp kemudian mencoba mendeskripsikan T***N lagi.
Jadi sama kontradiktifnya jika saya mencoba menjelaskan hal yg sudah saya katakan di luar konsep.
Krn itu saya tidak dapat menjelaskan lebih jauh. Terlebih saya belum merealisasikan scr langsung.

TAN:

Tetapi kenyataannya Anda juga sudah berusaha menjelaskan bahwa nibanna, kendati Anda mengatakan bahwa "nibanna berada di luar konsep." Jadi penjelasan Anda juga kontradiktif. Anda menuduh seseorang melakukan kesalahan, tetapi pada kenyataannya Anda melakukan kesalahan yang sama. Pernyataan Anda (Xuvie): "Kenyataannya memang Nibbana dlm aspek transendental adlh di luar konsep." adalah juga sebuah KONSEP. Jadi pendek atau panjang Anda sudah berkonsep. Pelajaran dari hal ini adalah, kita hendaknya bijaksana dalam menuduh pihak lawan. Jangan-jangan Anda juga melakukan kesalahan sama yang mungkin lebih fatal.

XUVIE:

Karena sesuai pengertian Saupadisesa Nibbana dan Anupadisesa Nibbana, jadi ya, harus setelah penghancuran pancakkhandha barulah tercapai Anupadisesa Nibbana, yg tdk mengandung sisa unsur kehidupan. Krn sesuai dg yg telah diajarkan Sang Buddha ttg Sankhata: Apapun yg terbentuk, akan hancur. Kongruen pula dg doktrin Anicca dan Anatta.
Silakan buka kamus dan bandingkan antara 'padam' dgn 'tidak ada'.
Ya, memang menarik. Apa yg dikenali oleh vinnana belum tentu harus identik dg diri. Melainkan Vinnana mengenali terutama lenyapnya avijja dan tanha. Membandingkan dg 10 belenggu, vinnana mengenali pula lenyapnya 10 belenggu. Membandingkan dg 7 faktor pencerahan, vinnana mengenali adanya ke-7 faktor tsb. Tidak perlu ada diri di sana yg dibebaskan. Melainkan unsur2 yg muncul, terbentuk dan hancur. Haruskah saya posting cerita yg berulang kali telah diposting oleh Sdr. Dilbert?

TAN:

Saya perlu tanyakan kembali berulang kali. Kalau begitu nibanna tanpa sisa itu lebih tinggi dari nibanna bersisa donk. Karena dalam nibanna tanpa sisa semua skandha sudah dipadamkan, maka tentu lebih tinggi donk?
Kedua, nibanna tanpa sisa hanya dapat dicapai setelah kematian. Pertanyaan saya berarti nibanna tanpa sisa hanya terkondisi oleh kematian donk? Nibanna masih terkondisi kalau begitu? Anda belum menjawab pertanyaan saya: "Apakah seseorang dapat mencapai nibanna tanpa sisa tanpa melalui proses kematian?" Dapat atau tidak? Mohon dijawab yang jelas.
Saya tidak tanya definisi menurut kamus. Jika Anda tidak setuju bahwa setelah "padam" tidak ada apa-apa. Maka Anda seharusnya setuju bahwa setelah padam masih mungkin "ada apa-apa," bukan? Mohon dijawab juga yang jelas.

XUVIE:

Bukan ngambang, tp memang pertanyaan 'mampu-tak mampu' itu sendiri tidak 'apply' pd masalah tsb. Spt pd kasus genosida suku Sakya o/ Pangeran Virudhaka, stlh Sang Buddha mencoba mencegah bbrp kali, tetapi tetap dilakukan oleh pangeran tsb. Apakah itu berarti Sang Buddha tidak mampu menghentikan genosida tsb? Atau krn Sang Buddha egois dan tidak peduli? Kenyataannya Sang Buddha tlh melihat terlebih dahulu bahwa buah kamma orang2 sakya telah matang.
Jadi spt dlm hal Ambattha, krn dia yg memulai perdebatan tsb, dia yg menuai hasil toh? Saat dia tdk bs menjawab, jika krn hal itu dan bbrp hal lain spti kammanya telah siap masak. Kenapa tidak realistis bila kepalanya hancur? Jika tidak siap dg konsekuensi, tentu dia tidak perlu memulai perdebatan dg Sang Buddha kan? Jd wajar Sang Buddha menuntut jawaban drnya, agar diskusi berjalan lancar. Ibarat membangunkan macan tidur. Kalau ga siap dimangsa ya jangan coba2.
Oleh krn belas kasihnya maka Sang Buddha menganjurkan pd dia utk menjawab, dg begitu mencegah dan menghindarkan pemuda Ambattha dr kematian.
Krn jika Sang Buddha berusaha merubah hukum kamma (menghentikan tindakan Vajirapani), menurut saya beliau bukan seorang Samma Sambuddha. Paling banter selevel Mr. J**** deh yg melawan hukum kamma, spti membangkitkan orang mati dll.

TAN:

Oh ya. Jawabannya masih seperti ini juga. Kalau begitu semua kritikan terhadap Mahayana juga tidak "apply." Anehnya, Anda menyatakan bahwa Sang Buddha masih bisa "menuntut." Apakah seorang Buddha masih bisa "menuntut" seseorang? Keluar dari apakah tuntutan itu? Kata Anda sebelumnya sudah tidak punya keinginan lalu atas dasar apa Beliau menuntut? Penjelasan Anda kontradiktif dengan sebelumnya. Sang Buddha masih ingin agar Ambattha terhindar dari konsekuensi penghancuran kepala oleh Vajirapani, jadi Beliau menuntut jawaban dari Ambattha. Jadi Sang Buddha masih punya keinginan atau harapan donk? Bagaimana ini? Mana keterangan Anda yang benar?

XUVIE:

Jika Boss saya memarahi di hadapan karyawan lain dg tujuan agar yg lain tidak mengulangi kesalahan yg seperti saya lakukan di lain waktu. Menurut Anda itu bijaksana atau tidak?

TAN:

Kalau begitu semoga boss Anda yang bijaksana itu memarahi Anda di hadapan orang banyak agar Anda tidak mengulangi suatu kesalahan yang sama di kemudian hari (kalau ada).

XUVIE:

Berasumsi bahwa tidak ada perubahan spt penambahan bumbu dlm kanon Buddhis, maka Sang Buddha tentunya yg mengulangi cerita tsb.
Dan ingat, yg saya tuliskan sebelumnya adl mengikuti tulisan Anda, bahwa 'bayi bodhisattva Siddhartha' yg mengajarkan. Maka saya tidak melihat adanya kesalahan dlm tulisan saya, memangnya saat itu bayi bodhisattva Siddhartha telah mengajar orang? Dlm non-mahayanis sih tidak. Tp ngga tau sih kalo dlm kitab Mahayanis, krn yah.. bisa jadi Sang Buddha time travel ke saat masih bayi dan mengajar. Yah.. penuh cerita mujizat sih dlm Mahayana. Mirip2 ama dongeng2 agama tetangga. Gak heran pemeluk agama Buddha di tanah air akhir jaman Majapahit berbondong2 memeluk agama lain. Krn lebih byk lg mujizatnya.

TAN:

Berarti tulisan saya juga benar donk, kalau Buddha mengucapkan hal itu untuk mengajar, karena toh Beliau mengulanginya di kemudian hari di hadapan siswa2Nya.
Di Mahayana banyak mukjizat? Hmm di non Mahayana tidak ada mukjizat ya? Lalu berikut ini apa?

1.Buddha memancarkan api dan air secara bersamaan.
2.Buddha menciptakan tangga keemasan saat turun dari surga setelah membabarkan Abhidhamma
3.Buddha melindungi Suriya ketika hendak dimangsa oleh Rahu, seperti yang tercantum dalam Samyutta Nikaya.
4.Nimmita Buddha yang berasal dari Buddha Sakyamuni
5.Batu hancur berkeping2 waktu Devadatta hendak membunuh Buddha.
dll.

Itu bukan mukjizatkah? Hmmmmm......

Amiduofo,

Tan

Offline Tan

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 510
  • Reputasi: 31
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1241 on: 01 June 2009, 11:36:13 PM »
HATRED:

sedangkan bro Tan sepertinya melihat dari sisi Impulsif dengan keabsolutan arahat...     ( cmiiw bro Tan)

TAN:

Saya tidak mengerti apa yang dimaksud impulsif itu.

Amiduofo,

Tan

Offline hatRed

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 7.400
  • Reputasi: 138
  • step at the right place to be light
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1242 on: 01 June 2009, 11:40:23 PM »
^

   karena Arahat itu absolut, maka yg dilakukannya tidak bisa disanggah lagi... (impuls dari keyakinan sifat absolut seorang Arahat terhadap penilaian)
i'm just a mammal with troubled soul



Offline Tan

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 510
  • Reputasi: 31
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1243 on: 01 June 2009, 11:42:49 PM »
HATRED:

karena Arahat itu absolut, maka yg dilakukannya tidak bisa disanggah lagi... (impuls dari keyakinan sifat absolut seorang Arahat terhadap penilaian)

TAN:

Very interesting! Menurut Anda apakah arahat itu absolut atau tidak?

Amiduofo,

Tan

Offline hatRed

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 7.400
  • Reputasi: 138
  • step at the right place to be light
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1244 on: 01 June 2009, 11:46:43 PM »
^
   dalam "aturan" harus absolut ;D


Dalam contoh kasus lain, sifat impuls ini adalah......

Bila ada seseorang yg memakan daging, maka seorang mahayanis (yg katanya vege) dapat menyanggah orang tersebut. Namun bila "label" Arahat menempel pada orang tersebut, maka seorang mahayanis tidak dapat menyanggah orang tersebut, bukan karena orang tersebut melainkan karena sifat Arahat yg diimpuls ke orang tersebut....

maka itu penilaian mahayanis terhadap arahat juga terimpuls ke orang tersebut.
« Last Edit: 01 June 2009, 11:50:53 PM by hatRed »
i'm just a mammal with troubled soul



 

anything