//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...  (Read 663207 times)

0 Members and 5 Guests are viewing this topic.

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1215 on: 01 June 2009, 04:46:43 PM »
TAN:

Iya dong! Umat Mahayana harus sakti. Supaya tidak dipecundangi terus menerus oleh umat non Mahayana. Justru saya semakin yakin kebenaran Mahayana.

Amiduofo,

Tan

Masalah "pecundang-memencundangi" sebetulnya tergantung dari sudut pandang saja. Kalau dalam kehidupan sehari-hari, saya lebih banyak ketemu umat Mahayana yang "sakti"2 yang memecundangi Non-Mahayana ketimbang sebaliknya. Memang ada aliran dengan kecenderungan suka "memecundangi" orang lain. Ada lagi aliran yang membalas "pecundangan" dengan "pecundangan" yang lebih parah.

Kalau menurut "dongeng"-nya, Buddha sih mengajarkan untuk tidak membalas satu perbuatan tidak baik dengan perbuatan tidak baik lainnya. Tapi entah masih ada atau tidak aliran yang masih menerapkan ajaran ini.

« Last Edit: 01 June 2009, 04:56:32 PM by Kainyn_Kutho »

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1216 on: 01 June 2009, 04:59:11 PM »
TAN:

Iya dong! Umat Mahayana harus sakti. Supaya tidak dipecundangi terus menerus oleh umat non Mahayana. Justru saya semakin yakin kebenaran Mahayana.

Amiduofo,

Tan

Masalah "pecundang-memencundangi" sebetulnya tergantung dari sudut pandang saja. Kalau dalam kehidupan sehari-hari, saya lebih banyak ketemu umat Mahayana yang "sakti"2 yang memecundangi Non-Mahayana ketimbang sebaliknya. Memang ada aliran dengan kecenderungan suka "memecundangi" orang lain. Ada lagi aliran yang membalas "pecundangan" dengan "pecundangan" yang lebih parah.

Kalau menurut "dongeng"-nya, Buddha sih mengajarkan untuk tidak membalas satu perbuatan tidak baik dengan perbuatan tidak baik lainnya. Tapi entah masih ada atau tidak aliran yang masih menerapkan ajaran ini.


ada nanti, aliran Ryu Chan ;D
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1217 on: 01 June 2009, 05:11:09 PM »
ada nanti, aliran Ryu Chan ;D

Kalo ada, nanti saya ikut ;D

Offline qingsen

  • Bukan Tamu
  • *
  • Posts: 2
  • Reputasi: 1
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1218 on: 01 June 2009, 05:11:39 PM »
hahaha-yana is much more better......

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1219 on: 01 June 2009, 05:15:10 PM »
hahaha-yana is much more better......

Verily, to abandon any "yana" as self or mine, is even better. It's indeed the teaching of Buddha.

Offline naviscope

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.084
  • Reputasi: 48
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1220 on: 01 June 2009, 05:18:05 PM »
ehemmm.... ehemmm....

hello everybody, tujuan Thread ini kan untuk mencoba menjawab secara sudut pandang mahayana
toh klu tidak ketemu, bukan berarti harus memaksakan sudut pandang aliran lain toh


klu misalnya, terjadi kesalahan pahaman, karena masing2 harus menahan diri.

ayo mari rame2, kita timpuk bata TS-nya wakakakaka.....
krn sudah buat thread yang hot ini, thread global warming gitu loh :P

 _/\_

navis
« Last Edit: 01 June 2009, 05:31:57 PM by naviscope »
Tinggalkan masa lalu, lepaskan beban akan masa depan, tidak terikat dengan yang sekarang maka kamu akan merasakan kedamain batin.

Leave the past alone, do not worry about the future, do not cling to the present and you will achieve calm.

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1221 on: 01 June 2009, 06:39:38 PM »
ehemmm.... ehemmm....

hello everybody, tujuan Thread ini kan untuk mencoba menjawab secara sudut pandang mahayana
toh klu tidak ketemu, bukan berarti harus memaksakan sudut pandang aliran lain toh


klu misalnya, terjadi kesalahan pahaman, karena masing2 harus menahan diri.

ayo mari rame2, kita timpuk bata TS-nya wakakakaka.....
krn sudah buat thread yang hot ini, thread global warming gitu loh :P

 _/\_

navis
Emang berani timpuk bata? gw bilangin yak kakakakakak
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline Jerry

  • Sebelumnya xuvie
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.212
  • Reputasi: 124
  • Gender: Male
  • Suffering is optional.. Pain is inevitable..
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1222 on: 01 June 2009, 07:34:48 PM »
Lalu bagaimana dengan posting2 rekan-rekan non Mahayanis yang dengan yakin menyatakan bahwa:

1)Tidak ada apa2 setelah parinirvana, karena pancaskandha sudah padam - ini nihilisme

Apakah mereka juga sudah tercerahi?
Tidak ada apa2 stlh parinirvana, memang nihilisme. Dan bagi mereka yg mengatakan ada pun, atau antara ada dan tiada misalnya dari Dharmakaya bisa mengada kembali ke wujud Nirmanakaya, sudah pola pikir yg salah pula.
Saya sendiri belum tercerahi, tetapi merujuk pd bbrp sutta, salah 1 nya dlm Aggi-Vacchagotta Sutta dikatakan bwh Nirvana adlh diluar konsep. Jadi sudah tidak valid bila mengatakan ada, tidak ada, antara ada dan tiada, bukan ada ataupun tiada.

Jika benar bahwa Sang Buddha "merasa" telah mencapai Penerangan Sempurna, maka ini akan kontradiksi dengan pernyataan rekan-rekan non Mahayanis di milis ini bahwa bila pancaskandha sebagai pendukung adanya atta telah padam, maka tidak ada lagi atta. Jika tidak ada lagi atta, bagaimana mungkin ada perasaan ada suatu "atta" yang telah mencapai pencerahan (dalam hal ini "diri" Sang Buddha sendiri). Justru kaum non Mahayanis yang harus menjawab pertanyaan ini. Bila Sang Buddha memang "merasa" telah mencapai Pencerahan, maka tentunya ia akan merasa bahwa ada "sesuatu" yang telah mencapai pencerahan. Nah, sekali lagi ini kontradiksi dengan pandangan rekan non Mahayanis pada posting2 sebelumnya.
Tidak berkontradiksi, kenyataannya nibbana yg dicapai adalah nibbana yg mengandung sisa kehidupan, krn itu tentu saja masih ada Panca-khandha, dlm hal ini ada kesadaran (vinnana) yg mengenali telah tercapainya pencerahan (arahat), putusnya akar LDM dan kelahiran kembali.
Sedangkan analogi 'bara api yg padam' yg diberi Sang Buddha kpd pemuda Vacchagotta adl analogi utk nibbana yg tdk lagi mengandung sisa kehidupan. Dan bukan berarti kata 'padam' harus diterjemahkan sbg 'tidak ada'.
Tidak terlihat adanya kontradiksi.

Statemen itu diambil dari buku karya salah seorang Mahaguru Zen yang judulnya saya lupa.
Lalu kita akan bahas apakah itu ancaman? Apakah itu sama dengan 10 Tulah? Kalau Anda menyamakan dengan 10 Tulan. Bagaimana dengan kisah pemuda Ambattha yang ada di Ambattha Sutta? Juga ajaran tentang garuka kamma, yang membawa seseorang ke neraka Avichi? Apakah bedanya dengan ajaran 10 Tulah?
Saya harap Anda bisa adil dalam membahas hal ini.
Makasih utk menjawab sumbernya. Saya harap lain kali jika Pak Ivan ingat dpt memposting cerita tsb atau memberi info ttg buku tsb.
Saya tidak tahu menahu apa itu 10 Tulah. Kalau 10 commandment sih tau.. :P
Ttg Garuka kamma, sangat rasional skali dan bersesuaian dg doktrin Hukum Kamma.

1.Buddha tidak mampu mencegahnya. Jadi bila Ambattha tidak menjawab pertanyaan untuk kali ketiga, sudah merupakan hukum alam atau proses otomatis bahwa "Dieng!!!" gada Vajirapani akan menghantam kepala Ambattha hingga pecah menjadi tujuh seperti biji arjaka.

2.Buddha mampu mencegahnya. Jika Buddha mampu mencegah Vajirapani agar tidak mengayunkan gadanya meski Ambattha tidak menjawab pertanyaan Beliau. Apakah itu bukan ancaman?

Mana menurut Anda yang benar?
Menurut saya, bukan ke-2nya. Bukan mampu atau tidak mampu, tetapi seperti dalam kebanyakan kasus, Sang Buddha telah meninjau terlebih dahulu apakah pantas atau tidak utk mencegah hal tsb terjadi. Krn bila tidak pantas, tetapi Sang Buddha ttp mencegah, berarti dia telah 'berkeinginan', sesuatu yg tidak lagi ada pada seorang Samma Sambuddha. Krn itulah beliau menyebut diriNya dng 'Tathagata' (tathata &gata/agata), kedemikianan itulah penggambaran Samma Sambuddha.
Jadi hanya sejauh memberikan nasehat lah, peranan beliau dlm kasus Ambattha.

Tidak krn berbelas kasih lantas harus menghentikan apa yg harus terjadi, seorang arahat tidak lagi memiliki 'tanha' toh? Berhati2 dg cara pandang dan pola pikir yg naif, idealistis, krn Buddhism adlh ajaran yg realistis.


Mengapa Anda berpikir begitu? Bagi ajaran Mahayana, kita juga mempergunakan risalah2 dari para bhikshu tinggi, seperti Vasubandhu, Nagarjuna, Huineng, dll. Karya itu dianggap permata Dharma yang sama nilainya. Bahkan kitab riwayat para guru Sesepuh dan bhikshu tinggi (Gao Shengquan) juga dimasukkan dalam kanon Mahayana. Mengapa demikian? Bukan karena kami kaum Mahayanis ingin menambah2i Tripitaka, tetapi karena Dharma itu sungguh luas. Belajar dari ajaran guru-guru Sesepuh juga sesuatu yang bernilai. Itu saja.
Berhati2 (appamada) jg dengan ajaran Guru2 dan para sesepuh. Sang Buddha tlh mengajarkan ttg Dhamma dan Vinaya sbg pegangan kita sepeninggal beliau nanti. Bahwa Sang Buddha pun telah mengingatkan bahwa ajaran asli beliau tidak akan bertahan lebih dari 500 tahun. Bahkan dlm 16 ramalan mimpi Raja Pasenadi Sang Buddha tlh meramalkan di masa depan ada kecenderungan orang2 utk mendengar dan mengikuti ajaran para anggota Sangha yg terdengar lucu, menarik meski berlawanan dg ajaran Buddha yg sesungguhnya. Seorang guru yg terkenal dan memiliki banyak pengikut belum tentu telah terlepas dr pandangan salah. Apalagi pujangga, yg terkadang demi kata2 bernada indah terpaksa membelokkan sedikit hal yg akan disampaikan.
Dan berhati2lah thdp ajaran yg bersifat rahasia, krn dlm Mahaparinibbana sutta Sang Buddha mengajarkan bahwa ajaran ini adlh ajaran yg jelas sifatnya, tidak ada rahasia seperti seorang guru yg menggenggam tangannya, seolah-olah menyimpan sesuatu.


Pernah dengan Bhikkhu Sati yang pernah "dihardik" oleh Buddha karena mengajarkan sesuatu yang salah, yakni tentang "berpindahnya kesadaran"? Saat itu dalam Sutta disebutkan bahwa Bhikkhu Sati sangat malu hingga ia tertunduk kepalanya. Saya kira metoda apapun adalah baik, tergantung dari orangnya. Apakah itu pengamalan dari ajaran Buddha? Saya jawab dengan tegas YA! Ada orang yang harus diajar dengan cara "keras" dan "lunak" (baca Kesi Sutta).
Sebagai tambahan: bagaimana Anda tahu bahwa ajaran Zen memakai kekerasan fisik dan ucapan? Memang dalam meditasi Zen Anda dipukul dengan kayu, tetapi pukulannya tidak keras dan hanya dimaksudkan agar posisi meditasi Anda kembali benar. Tidak ada kekerasan ucapan dalam Zen. Bila Anda mengantuk maka pelatih akan meneriakkan seruan seperti "Ho." Tidak ada niat kejam dalam diri mereka.
Ya pernah membaca Sutta ttg Bhikkhu Sati, tp tidak menangkap adanya kesan 'hardik'. Mungkin sumbernya berbeda ya.
Ttg metode memang berbeda, bagi non-mahayanis, dlm hal ini Theravadin, seorang arahat tidak akan lagi melakukan pembunuhan, penganiayaan atau kekerasan dlm bentuk apapun sekalipun demi kebaikan.
Sedangkan Mahayanis berangkat dr pijakan yg berbeda, bahkan Vairocana digambarkan memegang pedang. Dan ada Guru Zen yg membunuh kucing utk mendamaikan 2 pihak. Sedangkan Sang Buddha tidak membunuh apapun dan kutu sekalipun, demi mendamaikan 2 kubu saat terjadi perpecahan Sangha di Kosambi.
Jd memang tidak ada titik temunya di sini. Tidak perlu dipaksakan.

_/\_
« Last Edit: 01 June 2009, 07:39:04 PM by xuvie »
appamadena sampadetha

Offline Jerry

  • Sebelumnya xuvie
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.212
  • Reputasi: 124
  • Gender: Male
  • Suffering is optional.. Pain is inevitable..
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1223 on: 01 June 2009, 08:05:00 PM »
Pertanyaannya sangat mudah dibalik. Bagaimana mungkin Anda yakin bahwa Buddha "merasa" tercerahi? Mungkin dijawab dari Sutta2. Tetapi pada kenyataannya Sutta2 hanyalah sebuah tulisan. Bagaimana Anda yakin bahwa Buddha "benar2" merasa tercerahi? Apakah Anda telah mencapai kearahatan juga.
Di sini kaum non-mahayanis bisa merujuk ke Sampasadaniya Sutta atau Mahaparinibbana Sutta, mengikuti cara Bhante Sariputta dlm menganalisis pencerahan yg telah di capai Sang Buddha. Dan kita tidak perlu takut utk jatuh ke neraka Avici karenanya. :)

Saya jelaskan lagi ya. Bagi kaum Mahayanis kedua hal itu tidak bertentangan. Ketika Dharmakaya mengemanasikan dirinya sebagai Nirmanakaya (dalam hal ini Buddha Sakyamuni - Pangeran Siddharta), maka tentu saja itu adalah "kelahiran" terakhir sebagai Pangeran Siddharta. Untuk selanjutnya tidak ada lagi "kelahiran" sebagai Pangeran Siddharta. Jadi pandangan dalam Sutta Pali juga "benar" dan Mahayana juga "benar."
Mahayana juga mengajarkan upaya kausalya, jadi tatkala Bodhisattva Siddharta terlahir dan berjalan tujuh langkah serta mengeluarkan raungan singa (Simhanada); ungkapan "Inilah kelahiranKu yang terakhir" adalah ajaran bagi umat manusia untuk menapaki jalan Dharma demi menghentikan samsara. Tetapi proses emanasi sendiri berada di luar ruang dan waktu; sehingga bagi umat awam dikatakan "tak berakhir."
Kedua, Anda selalu berpikir bahwa dua statemen yang saling bertentangan tidak mungkin kedua-duanya benar. Ini adalah salah; kalau Anda belajar filsafat Dewey, maka Anda akan mengetahui bahwa tidak selamanya demikian. Saya akan berikan suatu analogi yang mungkin tidak tepat benar (sekali lagi saya bilang ini adalah analogi, semoga Anda dapat memahami apa maksudnya "analogi"):

1.Lampu lalu lintas tidak menyala merah
2.Lampu lalu lintas menyala merah

Mana di antara kedua statemen yang nampak bertentangan itu yang benar? Jawabnya keduanya bisa benar tergantung kondisinya, karena lampu lalu lintas terkadang menyala merah dan terkadang tidak (kuning serta hijau). Tidak ada yang salah di antara kedua statemen di atas.

....

Sebenarnya masih banyak contoh-contoh lainnya. Sebagaimana umat Buddha (khususnya Mahayana, entah kalau non Mahayana) yang baik kita hendaknya sedikit demi sedikit meluaskan wawasan kita dan tidak terjebak terus menerus dalam dikotomi sempit (kalau bukan kawan, maka ia adalah lawan).
Krn Dharmakaya itu bisa beremanasi maka berarti eksis. Sedangkan Nibbana adlh diluar konsep, salah satunya, Nibbana bukan ada/eksis. Jadi entah Dharmakaya itu bukan Nibbana atau Dharmakaya adlh konsep yg salah. Dikembalikan pd penganut 'Dharmakaya'.

Proses emanasi di luar ruang dan waktu? Jika ada proses maka ada perubahan, jika ada perubahan maka bisa dilakukan pengamatan dan satuan waktu thdpnya, dlm mengukur perubahan itu. Dan perubahan itu sendiri pasti lah memerlukan ruang. Apakah mksd Anda ada sebuah konsep 'ruang & waktu' di luar dari 'ruang & waktu' yg ada skrng?
Note: Saya sendiri merasa terinspirasi kala membaca buku 'Buddhisme & Sains Modern' Anda. Dan di sini saya merasa ada ketidak-kongruenan antara yg Anda post dng yg Anda tulis di buku.

Analogi lampu lalin dapat diterima, tapi tetap saja tidak menjelaskan pertanyaan Ko Indra & Mercedes, yg saya sendiri pun memiliki pertanyaan demikian. Seperti seorang ketika ditanya pohon mangga menjelaskan pohon sukun dan sebaliknya.
Bayi Bodhisattva Siddhartha ketika berjalan 7 langkah dan mengatakan 'ini kelahiranku yg terakhir' tidak mengajarkan pd siapa2 di Taman Lumbini ketika itu.

Berhati2lah dlm mengikuti 'upaya kausalya' (upaya kosalla), hanya sebuah pengingat agar tidak tergelincir dan terjatuh ke dlm Neraka Avici. :)

Terimakasih utk peringatannya, semoga kita semua bisa berhati-hati (appamada) dlm berpikir, berucap dan bertindak. Tidak melekat baik pd pandangan sempit maupun pandangan luas, krn pandangan (ditthi) adl obsesi (anusaya). Dan semoga tidak keblinger krn memaksakan utk menyamakan yg berbeda dan membedakan yg sama.

mettacittena

_/\_
« Last Edit: 01 June 2009, 08:07:43 PM by xuvie »
appamadena sampadetha

Offline Tan

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 510
  • Reputasi: 31
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1224 on: 01 June 2009, 10:05:27 PM »
XUVIE:

Tidak ada apa2 stlh parinirvana, memang nihilisme. Dan bagi mereka yg mengatakan ada pun, atau antara ada dan tiada misalnya dari Dharmakaya bisa mengada kembali ke wujud Nirmanakaya, sudah pola pikir yg salah pula.
Saya sendiri belum tercerahi, tetapi merujuk pd bbrp sutta, salah 1 nya dlm Aggi-Vacchagotta Sutta dikatakan bwh Nirvana adlh diluar konsep. Jadi sudah tidak valid bila mengatakan ada, tidak ada, antara ada dan tiada, bukan ada ataupun tiada.

TAN:

Ya tidak bisa begitu donk. Kalau dikejar lantas bilang "diluar konsep." Apa bedanya dengan umat agama lain yang kalau diajak debat lantas bilang "T****N itu di luar konsep manusia." Ini tidak adil, rekan2 non Mahayana selalu mengejar rekan2 Mahayana dan meminta jawaban yang definitif. Tetapi waktu ditanya dengan pertanyaan di atas lantas dengan mudahnya menjawab "di luar konsep," "pertanyaan tidak valid," dan bla...bla...bla.. Mana letak keadilannya. Supaya adil saya juga mau bilang ah: "Dharmakaya berada di luar konsep, sehingga "ada" dan "tiada" juga tidak valid." Habis perkara bukan? Pelajaran yang bisa diambil adalah: Kita semua adalah tukang bajak atau contek dari buku yang disebut Sutta, Sutra, tulisan para guru sesepuh, buku Dhamma, buku Dharma, dan entah apa lagi. Kita semua cuma debatin buku, sehingga pada akhirnya tidak akan ada ujung pangkalnya. Dengan demikian "pertanyaan kritis terhadap Mahayana juga tidak valid."
Sebagai tambahan, apa yang diungkapkan pada Aggi Vacchagota Sutta itu hanya dapat diselami oleh orang yang sudah bebas dualisme, tetapi kita semua di sini belum; jadi jangan mencoba "melarikan diri" dengan jawaban semacam itu. Tetapi kalau masih memaksa "lari" dengan jawaban semacam itu, rekan2 Mahayana juga berhak "lari" dengan cara yang sama.

XUVIE:

Tidak berkontradiksi, kenyataannya nibbana yg dicapai adalah nibbana yg mengandung sisa kehidupan, krn itu tentu saja masih ada Panca-khandha, dlm hal ini ada kesadaran (vinnana) yg mengenali telah tercapainya pencerahan (arahat), putusnya akar LDM dan kelahiran kembali.
Sedangkan analogi 'bara api yg padam' yg diberi Sang Buddha kpd pemuda Vacchagotta adl analogi utk nibbana yg tdk lagi mengandung sisa kehidupan. Dan bukan berarti kata 'padam' harus diterjemahkan sbg 'tidak ada'.
Tidak terlihat adanya kontradiksi.

TAN:

Menarik sekali. Jadi nibanna dengan sisa itu tidak memadamkan pancakkhandha bukan? Jadi yang memadamkan pancakkhanda adalah nibanna tanpa sisa yang dicapai melalui proses kematian. Oleh karena itu, nibanna tanpa sisa jadi dikondisikan oleh kematian donk? Atau seseorang mungkin mengalami nibanna tanpa sisa tanpa harus mengalami kematian? Kalau "padam" tidak berarti "tidak ada," maka begitu pula umat Mahayana berhak mengatakan suatu "penjelmaan" Dharmakaya dalam wujud Nirmakaya hendaknya tidak diartikan sebagai "ada." Hayoo yang adil ya......
Kesadaran yang mengenali pencapaian pencerahan kayaknya menarik. Sekarang pertanyaannya APA yang dikenali oleh vijnana tersebut sebagai telah mencapai pencerahan? Secara logika, bila Anda mengenali sesuatu, maka harus ada SESUATU yang dikenali bukan? Nah apakah yang dikenali itu? Atta atau bukan? Kalau bukan atta lantas apa?

XUVIE:

Menurut saya, bukan ke-2nya. Bukan mampu atau tidak mampu, tetapi seperti dalam kebanyakan kasus, Sang Buddha telah meninjau terlebih dahulu apakah pantas atau tidak utk mencegah hal tsb terjadi. Krn bila tidak pantas, tetapi Sang Buddha ttp mencegah, berarti dia telah 'berkeinginan', sesuatu yg tidak lagi ada pada seorang Samma Sambuddha. Krn itulah beliau menyebut diriNya dng 'Tathagata' (tathata &gata/agata), kedemikianan itulah penggambaran Samma Sambuddha.
Jadi hanya sejauh memberikan nasehat lah, peranan beliau dlm kasus Ambattha.

Tidak krn berbelas kasih lantas harus menghentikan apa yg harus terjadi, seorang arahat tidak lagi memiliki 'tanha' toh? Berhati2 dg cara pandang dan pola pikir yg naif, idealistis, krn Buddhism adlh ajaran yg realistis.

TAN:

Kalau bukan mampu atau tidak mampu terus apa? Sekali lagi ini jawaban yang ngambang dan tidak menjawab pertanyaannya. Kalau rekan Mahayana yang memberikan jawaban macam begitu, pasti deh rekan-rekan non Mahayana dengan "buas" akan mengejarnya habis-habisan. Sekarang saya tanya balik berdasarkan jawaban Anda. Jika Sang Buddha tidak ingin pertanyaannya dijawab oleh Ambattha, lalu mengapa ia menanyakannya sampai berulang2? Apalagi menurut saya pertanyaan itu adalah masalah sepele, yakni tinggi dan rendahnya derajat (Ambattha merasa keturunan Brahmana dan merasa lebih tinggi dari keturunan Khattiya). Apakah mendorong Buddha untuk menanyakan hal itu hingga berulang-ulang? Apakah Buddha menginginkan jawaban?
Anda bilang: "Tidak krn berbelas kasih lantas harus menghentikan apa yg harus terjadi, seorang arahat tidak lagi memiliki 'tanha' toh? Berhati2 dg cara pandang dan pola pikir yg naif, idealistis, krn Buddhism adlh ajaran yg realistis."
Pertanyaan saya: "Jadi menurut Anda membiarkan atau tidak mencegah kepala seseorang hancur dihajar gada hanya karena tidak menjawab suatu pertanyaan adalah tindakan yang sangat realistis ya?"

XUVIE:

Ya pernah membaca Sutta ttg Bhikkhu Sati, tp tidak menangkap adanya kesan 'hardik'. Mungkin sumbernya berbeda ya.
Ttg metode memang berbeda, bagi non-mahayanis, dlm hal ini Theravadin, seorang arahat tidak akan lagi melakukan pembunuhan, penganiayaan atau kekerasan dlm bentuk apapun sekalipun demi kebaikan.
Sedangkan Mahayanis berangkat dr pijakan yg berbeda, bahkan Vairocana digambarkan memegang pedang. Dan ada Guru Zen yg membunuh kucing utk mendamaikan 2 pihak. Sedangkan Sang Buddha tidak membunuh apapun dan kutu sekalipun, demi mendamaikan 2 kubu saat terjadi perpecahan Sangha di Kosambi.
Jd memang tidak ada titik temunya di sini. Tidak perlu dipaksakan.

TAN:

Sumbernya ya sama. Yang pasti Bhikkhu Sati sampai menunduk malu. Entah itu disebut "hardik" atau tidak, saya tidak tahu. Apakah bijaksana misalnya bila Anda berbuat salah, lalu boss Anda memarahi Anda di hadapan karyawan lainnya?

Amiduofo,

Tan


Offline Tan

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 510
  • Reputasi: 31
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1225 on: 01 June 2009, 10:09:39 PM »
XUVIE:

Analogi lampu lalin dapat diterima, tapi tetap saja tidak menjelaskan pertanyaan Ko Indra & Mercedes, yg saya sendiri pun memiliki pertanyaan demikian. Seperti seorang ketika ditanya pohon mangga menjelaskan pohon sukun dan sebaliknya.
Bayi Bodhisattva Siddhartha ketika berjalan 7 langkah dan mengatakan 'ini kelahiranku yg terakhir' tidak mengajarkan pd siapa2 di Taman Lumbini ketika itu.

TAN:

Sama juga lah. Rekan-rekan non Mahayanis juga suka ditanya buah sukun yang dijawab malah buah mangga. Suka lari dengan menyatakan "wah pertanyaannya tidak valid" de el el... de el el.
Sang Buddha tidak mengajar siapa-siapa waktu berjalan dan mengucapkan Raungan Singa di Taman Lumbini? Menarik sekali! Kalau begitu bagaimana kita bisa tahu ceritera itu? Siapa yang menceritakan dan siapa yang diceritakan dan siapa saksinya?

Amiduofo,

Tan

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1226 on: 01 June 2009, 10:13:05 PM »
XUVIE:

Analogi lampu lalin dapat diterima, tapi tetap saja tidak menjelaskan pertanyaan Ko Indra & Mercedes, yg saya sendiri pun memiliki pertanyaan demikian. Seperti seorang ketika ditanya pohon mangga menjelaskan pohon sukun dan sebaliknya.
Bayi Bodhisattva Siddhartha ketika berjalan 7 langkah dan mengatakan 'ini kelahiranku yg terakhir' tidak mengajarkan pd siapa2 di Taman Lumbini ketika itu.

TAN:

Sama juga lah. Rekan-rekan non Mahayanis juga suka ditanya buah sukun yang dijawab malah buah mangga. Suka lari dengan menyatakan "wah pertanyaannya tidak valid" de el el... de el el.
Sang Buddha tidak mengajar siapa-siapa waktu berjalan dan mengucapkan Raungan Singa di Taman Lumbini? Menarik sekali! Kalau begitu bagaimana kita bisa tahu ceritera itu? Siapa yang menceritakan dan siapa yang diceritakan dan siapa saksinya?

Amiduofo,

Tan
Bukannya cerita itu hanyalah karangan? untuk menguatkan dan simbol?
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline Tan

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 510
  • Reputasi: 31
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1227 on: 01 June 2009, 10:13:59 PM »
Tambahan:

XUVIE:

Sedangkan Mahayanis berangkat dr pijakan yg berbeda, bahkan Vairocana digambarkan memegang pedang. Dan ada Guru Zen yg membunuh kucing utk mendamaikan 2 pihak. Sedangkan Sang Buddha tidak membunuh apapun dan kutu sekalipun, demi mendamaikan 2 kubu saat terjadi perpecahan Sangha di Kosambi.

TAN:

Jangan lupa pula, Sang Buddha ditemani oleh yakkha Vajirapani yang membawa2 gada. Gadanya sangat ampuh lho. Sekali hantam kepala orang bisa pecah jadi tujuh seperti biji arjaka. Dashyat sekali!

Yang sama juga jangan dibeda-bedakan. Hehehehe

Amiduofo,

Tan


Offline Tan

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 510
  • Reputasi: 31
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1228 on: 01 June 2009, 10:15:51 PM »
RYU:

Bukannya cerita itu hanyalah karangan? untuk menguatkan dan simbol?

TAN:

Walah. Jadi cuma cerita ya? Jangan-jangan seluruh riwayat kehidupan Buddha cuma cerita juga ya?

Amiduofo,

Tan

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1229 on: 01 June 2009, 10:19:37 PM »
RYU:

Bukannya cerita itu hanyalah karangan? untuk menguatkan dan simbol?

TAN:

Walah. Jadi cuma cerita ya? Jangan-jangan seluruh riwayat kehidupan Buddha cuma cerita juga ya?

Amiduofo,

Tan
Memang cerita lah, masa film =)) =)) =))
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))