//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...  (Read 663687 times)

0 Members and 7 Guests are viewing this topic.

Offline Tan

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 510
  • Reputasi: 31
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1170 on: 31 May 2009, 11:14:42 PM »
UPASAKA:

Anda terlalu cerdas bagi saya untuk dikatakan sebagai orang bodoh.

Karena Anda tidak ingin menjawabnya sekarang, maka saya tidak memaksa Anda.
Tapi saya ingin mengetahui jelas apa penyebab Anda tidak ingin menjawab pertanyaan saya itu.

TAN:

Lho? Bukankan alasannya sudah saya ungkapkan pada posting sebelumnya? Baiklah saya ulangi lagi: Saya ingin menuntaskan dulu masalah-masalah dari rekan non Mahayanis di posting2 sebelumnya.

Amiduofo,

Tan

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1171 on: 31 May 2009, 11:17:46 PM »
UPASAKA:

Anda terlalu cerdas bagi saya untuk dikatakan sebagai orang bodoh.

Karena Anda tidak ingin menjawabnya sekarang, maka saya tidak memaksa Anda.
Tapi saya ingin mengetahui jelas apa penyebab Anda tidak ingin menjawab pertanyaan saya itu.

TAN:

Lho? Bukankan alasannya sudah saya ungkapkan pada posting sebelumnya? Baiklah saya ulangi lagi: Saya ingin menuntaskan dulu masalah-masalah dari rekan non Mahayanis di posting2 sebelumnya.

Amiduofo,

Tan

Saya perjelas pertanyaan saya yah...

Memangnya kenapa Anda ingin menuntaskan dulu masalah-masalah dari rekan Non-Mahayanis di posting2 sebelumnya?

Offline Tan

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 510
  • Reputasi: 31
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1172 on: 31 May 2009, 11:18:24 PM »
UPASAKA:

Itu statement yang berasal darimana? Apakah dari Sutra Mahayana, Sutta Theravada, atau dari isi buku-buku karya Ivan Taniputera?

Itu yang dipertanyakan oleh Bro Xuvie. Karena selintas jika dibaca, gaya bahasa statement itu mirip dengan gaya bahasa 10 Tulah.

TAN:

Statemen itu diambil dari buku karya salah seorang Mahaguru Zen yang judulnya saya lupa.
Lalu kita akan bahas apakah itu ancaman? Apakah itu sama dengan 10 Tulah? Kalau Anda menyamakan dengan 10 Tulan. Bagaimana dengan kisah pemuda Ambattha yang ada di Ambattha Sutta? Juga ajaran tentang garuka kamma, yang membawa seseorang ke neraka Avichi? Apakah bedanya dengan ajaran 10 Tulah?
Saya harap Anda bisa adil dalam membahas hal ini.

Amiduofo,

Tan

Offline Tan

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 510
  • Reputasi: 31
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1173 on: 31 May 2009, 11:19:43 PM »
UPASAKA:

Saya perjelas pertanyaan saya yah...

Memangnya kenapa Anda ingin menuntaskan dulu masalah-masalah dari rekan Non-Mahayanis di posting2 sebelumnya?

TAN:

Saya perjelas jawaban saya ya:

Karena yang namanya suatu masalah ya harus dituntaskan.

Amiduofo,

Tan

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1174 on: 31 May 2009, 11:23:43 PM »
Quote from: Tan
TAN:

Statemen itu diambil dari buku karya salah seorang Mahaguru Zen yang judulnya saya lupa.
Lalu kita akan bahas apakah itu ancaman? Apakah itu sama dengan 10 Tulah? Kalau Anda menyamakan dengan 10 Tulan. Bagaimana dengan kisah pemuda Ambattha yang ada di Ambattha Sutta? Juga ajaran tentang garuka kamma, yang membawa seseorang ke neraka Avichi? Apakah bedanya dengan ajaran 10 Tulah?
Saya harap Anda bisa adil dalam membahas hal ini.

Amiduofo,

Tan

Ooo... Pantas. Rupanya dari Buku Zen.
Uhmm... Bisa sekalian diposting di sini referensinya?

Kisah di Ambattha Sutta
-> Itu teguran (kalau dalam kamus Mahayana disebut sebagai wujud maitri-karuna).
    Sang Buddha memberi nasehat, agar pemuda itu tidak terbelah kepalanya.

Uraian mengenai Garuka Kamma
-> Itu pemetaan matriks sebab-akibat.
    Uraian mengenai garuka kamma itu hanyalah penjelasan yang menunjukkan sebab dan akibat.


Pertanyaan selanjutnya... Bagaimanakah jenis narasi-dekripsi yang ditunjukkan oleh referensi Anda itu?
« Last Edit: 31 May 2009, 11:25:41 PM by upasaka »

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1175 on: 31 May 2009, 11:25:02 PM »
Quote from: Tan
TAN:

Saya perjelas jawaban saya ya:

Karena yang namanya suatu masalah ya harus dituntaskan.

Amiduofo,

Tan

Saya perjelas kembali pertanyaan saya...

Kenapa masalah itu ingin dituntaskan, namun masalah dari saya malah belum mau dituntaskan?

Offline Tan

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 510
  • Reputasi: 31
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1176 on: 31 May 2009, 11:32:39 PM »
UPASAKA:

Ooo... Pantas. Rupanya dari Buku Zen.
Uhmm... Bisa sekalian diposting di sini referensinya?

Kisah di Ambattha Sutta
-> Itu teguran (kalau dalam kamus Mahayana disebut sebagai wujud maitri-karuna).
    Sang Buddha memberi nasehat, agar pemuda itu tidak terbelah kepalanya.

Uraian mengenai Garuka Kamma
-> Itu pemetaan matriks sebab-akibat.
    Uraian mengenai garuka kamma itu adalah hanya penjelasan yang menunjukkan sebab dan akibat.


Pertanyaan selanjutnya... Bagaimanakah jenis narasi-dekripsi yang ditunjukkan oleh referensi Anda itu?

TAN:

Ya saya harus cari dulu satu persatu. Sekedar informasi buku2 saya ada kurang lebih 5.000 buah, terdiri dari Buddhisme, sejarah, filsafat, sains, ensiklopedia, dll. Buku Buddhis sendiri ada kurang lebih 1.000 buah. Nah bagaimana mencarinya dengan cepat? Saya kira apa yang diulas di sana sudah cukup jelas; jadi bagi saya tidak perlu memposting atau menuliskan kembali referensinya di sini.
Lagian saya sedang sibuk menulis buku Sejarah Kerajaan Nusantara Pasca Keruntuhan Majapahit, yang saya jadwalkan bisa selesai dalam tahun ini. Jadi saya tidak ada waktu mencarinya.
Nah, kalau Anda bilang bahwa itu hanya "nasehat" atau "penjelasan yang menunjukkan sebab akibat," begitu pula saya bilang statemen itu juga hanya "nasehat" atau "penjelasan yang menunjukkan sebab akibat." Nah apa bedanya? Anggap saja sekalian bahwa 10 Tullah itu hanya "nasehat" atau "penjelasan yang menunjukkan sebab akibat." Beres bukan?

Oya sedikit pertanyaan lagi terhadap pertanyaan Anda. Mengapa Buddha yang berbelas kasih tidak berusaha menghalangi yakkha Vajirapani dalam memecah kepala Ambattha, kalau sekiranya pemuda itu tidak menjawab pertanyaan Buddha hingga kali ketiga?
Kemungkinannya:

1.Buddha tidak mampu mencegahnya. Jadi bila Ambattha tidak menjawab pertanyaan untuk kali ketiga, sudah merupakan hukum alam atau proses otomatis bahwa "Dieng!!!" gada Vajirapani akan menghantam kepala Ambattha hingga pecah menjadi tujuh seperti biji arjaka.

2.Buddha mampu mencegahnya. Jika Buddha mampu mencegah Vajirapani agar tidak mengayunkan gadanya meski Ambattha tidak menjawab pertanyaan Beliau. Apakah itu bukan ancaman?

Mana menurut Anda yang benar?

Amiduofo,

Tan

Offline Tan

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 510
  • Reputasi: 31
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1177 on: 31 May 2009, 11:34:48 PM »
UPASAKA:

Saya perjelas kembali pertanyaan saya...

Kenapa masalah itu ingin dituntaskan, namun masalah dari saya malah belum mau dituntaskan?

TAN:

Saya perjelas kembali jawaban saya:

Saya punya hak memilih mana yang perlu dituntaskan dan tidak. Mana yang lebih perlu dan tidak, karena keterbatasan ruang dan waktu.

Amiduofo,

Tan

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1178 on: 31 May 2009, 11:39:22 PM »
Sdr. Upasaka,
saya mencoba untuk menengahi, dalam hal ini Sdr. Tan benar, Sdr. Tan memang berhak untuk mengabaikan anda, mohon Sdr. Upasaka menghormati hak2 member lain

Offline Tan

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 510
  • Reputasi: 31
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1179 on: 31 May 2009, 11:42:03 PM »
Tambahan lagi untuk sdr. Upasaka:

Penjelasan tentang Bodhisattva Avalokitesvara itu sangat panjang dan akan membutuhkan thread yang sangat panjang. Saya harus bongkar beberapa Sutra dan risalah. Lagian juga percuma. Saya merasa rekan2 non Mahayanis sulit menerimanya dan akan menimbulkan perdebatan tanpa akhir. Tetapi saya hanya dapat menjanjikan bila kita dan rekan-rekan lain bisa bertatap muka, maka kita dapat mengulas masalah ini dengan lebih santai. Saya dalam bulan Juli ini memang ada rencana ke Jakarta, sekalian ingin belanja buku bekas di Pasar Senen untuk bahan buku saya. Semoga kita ada kesempatan untuk bertemu, sekalian untuk membina persahabatan yang lebih erat. Bagaimanapun juga berdiskusi langsung lebih enak daripada lewat tulisan.

Amiduofo,

Tan
« Last Edit: 31 May 2009, 11:43:55 PM by Tan »

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1180 on: 31 May 2009, 11:44:33 PM »
Quote from: Tan
TAN:

Ya saya harus cari dulu satu persatu. Sekedar informasi buku2 saya ada kurang lebih 5.000 buah, terdiri dari Buddhisme, sejarah, filsafat, sains, ensiklopedia, dll. Buku Buddhis sendiri ada kurang lebih 1.000 buah. Nah bagaimana mencarinya dengan cepat? Saya kira apa yang diulas di sana sudah cukup jelas; jadi bagi saya tidak perlu memposting atau menuliskan kembali referensinya di sini.
Lagian saya sedang sibuk menulis buku Sejarah Kerajaan Nusantara Pasca Keruntuhan Majapahit, yang saya jadwalkan bisa selesai dalam tahun ini. Jadi saya tidak ada waktu mencarinya.
Nah, kalau Anda bilang bahwa itu hanya "nasehat" atau "penjelasan yang menunjukkan sebab akibat," begitu pula saya bilang statemen itu juga hanya "nasehat" atau "penjelasan yang menunjukkan sebab akibat." Nah apa bedanya? Anggap saja sekalian bahwa 10 Tullah itu hanya "nasehat" atau "penjelasan yang menunjukkan sebab akibat." Beres bukan?

Oya sedikit pertanyaan lagi terhadap pertanyaan Anda. Mengapa Buddha yang berbelas kasih tidak berusaha menghalangi yakkha Vajirapani dalam memecah kepala Ambattha, kalau sekiranya pemuda itu tidak menjawab pertanyaan Buddha hingga kali ketiga?
Kemungkinannya:

1.Buddha tidak mampu mencegahnya. Jadi bila Ambattha tidak menjawab pertanyaan untuk kali ketiga, sudah merupakan hukum alam atau proses otomatis bahwa "Dieng!!!" gada Vajirapani akan menghantam kepala Ambattha hingga pecah menjadi tujuh seperti biji arjaka.

2.Buddha mampu mencegahnya. Jika Buddha mampu mencegah Vajirapani agar tidak mengayunkan gadanya meski Ambattha tidak menjawab pertanyaan Beliau. Apakah itu bukan ancaman?

Mana menurut Anda yang benar?

Amiduofo,

Tan

Wah koleksi buku-buku Anda banyak juga yah...
Hmmm. Kalau begitu anggap saja statement itu belum bisa dibuktikan oleh Anda.

Belum tentu. Makanya saya ajak Anda untuk melihat langsung statement itu dari referensi alsinya.
Mungkin ada bagian-bagian lain yang kontroversial dan tidak terpublikasi di sini.

Ada dua kemungkinan di sini...
1) Cerita di sutta seringkali digambarkan dengan analogi. Bisa saja yakkha yang dituliskan di kisah itu hanyalah gaya cerita yang mengadopsi aliran 'kartunis'. Seperti penggambaran bunga-bunga bermekaran menjelang Mahaparinibbana Buddha Gotama (yang maksudnya adalah persembahan bunga-bungaan dari para umat).

2) Jika yakkha itu memang benar ada, maka Sang Buddha memang tidak mencegahnya karena Sang Buddha sudah tahu kalau Ambattha pasti akan menjawab pertanyaan Sang Buddha kali ini.

Hanya itu saja.


Lalu muncul lagi pertanyaan dari saya untuk Anda...

1) Kenapa meniru gaya orang bijaksana bisa membuat seseorang terjatuh ke Neraka Avici?
2) Apakah penjelasan garuka kamma versi Theravada belum lengkap, sehingga musti dilengkapi lagi oleh uraian dari Zen?
3) Omong-omong metode pengajaran Zen itu sering memakai kekerasan fisik dan ucapan. Apakah itu merupakan metode pengajaran yang diamalkan dari Sang Buddha?
« Last Edit: 31 May 2009, 11:49:34 PM by upasaka »

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1181 on: 31 May 2009, 11:47:29 PM »
Quote from: Tan
TAN:

Saya perjelas kembali jawaban saya:

Saya punya hak memilih mana yang perlu dituntaskan dan tidak. Mana yang lebih perlu dan tidak, karena keterbatasan ruang dan waktu.

Amiduofo,

Tan

Quote from: Indra
Sdr. Upasaka,
saya mencoba untuk menengahi, dalam hal ini Sdr. Tan benar, Sdr. Tan memang berhak untuk mengabaikan anda, mohon Sdr. Upasaka menghormati hak2 member lain

Saya sudah mengatakan kalau saya menghormati keputusan Saudara Tan untuk menunda menjawab pertanyaan saya. Sering kali saya katakan kalau saya menghargai kehendak bebas orang lain.

Dan akhirnya, Saudara Tan mau menjawab hal ini...

Quote
Tambahan lagi untuk sdr. Upasaka:

Penjelasan tentang Bodhisattva Avalokitesvara itu sangat panjang dan akan membutuhkan thread yang sangat panjang. Saya harus bongkar beberapa Sutra dan risalah. Lagian juga percuma. Saya merasa rekan2 non Mahayanis sulit menerimanya dan akan menimbulkan perdebatan tanpa akhir. Tetapi saya hanya dapat menjanjikan bila kita dan rekan-rekan lain bisa bertatap muka, maka kita dapat mengulas masalah ini dengan lebih santai. Saya dalam bulan Juli ini memang ada rencana ke Jakarta, sekalian ingin belanja buku bekas di Pasar Senen untuk bahan buku saya. Semoga kita ada kesempatan untuk bertemu, sekalian untuk membina persahabatan yang lebih erat. Bagaimanapun juga berdiskusi langsung lebih enak daripada lewat tulisan.

Amiduofo,

Tan

Hanya itu saja penjelasan yang ingin saya dapat dari Saudara Tan.

OK. Terima kasih.
Lain kali kita bahas saja.

Offline Tan

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 510
  • Reputasi: 31
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1182 on: 01 June 2009, 12:04:34 AM »
UPASAKA:

Ada dua kemungkinan di sini...
1) Cerita di sutta seringkali digambarkan dengan analogi. Bisa saja yakkha yang dituliskan di kisah itu hanyalah gaya cerita yang mengadopsi aliran 'kartunis'. Seperti penggambaran bunga-bunga bermekaran menjelang Mahaparinibbana Buddha Gotama (yang maksudnya adalah persembahan bunga-bungaan dari para umat).

TAN:

Tepatnya analogi bagi apa? Apakah yakkha Vajirapani sesungguhnya adalah "centeng" atau umat2 yang kebetulan hadir di sana dan membawa sebuah gada atau pentungan? Dan mereka akan langsung "bak buk" main hajar kalau Ambattha tak mau menjawab untuk kali ketiga?

UPASAKA:

2) Jika yakkha itu memang benar ada, maka Sang Buddha memang tidak mencegahnya karena Sang Buddha sudah tahu kalau Ambattha pasti akan menjawab pertanyaan Sang Buddha kali ini.

TAN:

Jadi kalau ternyata Ambattha tidak mau menjawab, maka Buddha akan mencegah Vajirapani mengayunkan gadanya? Penjelasan ini kontradiksi dengan pernyataan bahwa orang yang tidak bersedia menjawab pertanyaan Buddha untuk kali ketiga akan remuk kepalanya menjadi tujuh bagian. Kalau toh Buddha pada akhirnya akan mencegahnya meski Ambattha tidak menjawab pertanyaan untuk kali ketiga, maka pernyataan sebelumnya adalah "bohong," karena toh Buddha akan "mengampuni" dan mencegah sang yakkha mengayunkan gadanya. Jadi seolah-olah tetap ada ancaman bukan? Terbukti Ambattha katanya sampai "tegak seluruh rambutnya."

Hanya itu saja.

UPASAKA:

Lalu muncul lagi pertanyaan dari saya untuk Anda...

1) Kenapa meniru gaya orang bijaksana bisa membuat seseorang terjatuh ke Neraka Avici?

TAN:

Sama dengan seorang anak yang meniru tindakan orang dewasa, bisa saja hal itu membahayakan dirinya. Ada kisah seorang bhikshu Zen yang membunuh seekor kucing untuk mengakhiri suatu pertentangan antara dua kubu bhikshu. Ini ada di kartun Zen karya Ts'ai Shih Chung. Nah bagi orang awam, membunuh kucing adalah karma buruk, tetapi tidak bagi sang bhikshu, karena ia sudah tercerahi. Jadi jangan mencoba meniru membunuh kucing karena seorang bhikshu yang bijaksana melakukannya.

UPASAKA:

2) Apakah penjelasan garuka kama versi Theravada belum lengkap, sehingga musti dilengkapi lagi oleh uraian dari Zen?

TAN:

Mengapa Anda berpikir begitu? Bagi ajaran Mahayana, kita juga mempergunakan risalah2 dari para bhikshu tinggi, seperti Vasubandhu, Nagarjuna, Huineng, dll. Karya itu dianggap permata Dharma yang sama nilainya. Bahkan kitab riwayat para guru Sesepuh dan bhikshu tinggi (Gao Shengquan) juga dimasukkan dalam kanon Mahayana. Mengapa demikian? Bukan karena kami kaum Mahayanis ingin menambah2i Tripitaka, tetapi karena Dharma itu sungguh luas. Belajar dari ajaran guru-guru Sesepuh juga sesuatu yang bernilai. Itu saja.

UPASAKA:

3) Omong-omong metode pengajaran Zen itu sering memakai kekerasan fisik dan ucapan. Apakah itu merupakan metode pengajaran yang diamalkan dari Sang Buddha?

TAN:

Pernah dengan Bhikkhu Sati yang pernah "dihardik" oleh Buddha karena mengajarkan sesuatu yang salah, yakni tentang "berpindahnya kesadaran"? Saat itu dalam Sutta disebutkan bahwa Bhikkhu Sati sangat malu hingga ia tertunduk kepalanya. Saya kira metoda apapun adalah baik, tergantung dari orangnya. Apakah itu pengamalan dari ajaran Buddha? Saya jawab dengan tegas YA! Ada orang yang harus diajar dengan cara "keras" dan "lunak" (baca Kesi Sutta).
Sebagai tambahan: bagaimana Anda tahu bahwa ajaran Zen memakai kekerasan fisik dan ucapan? Memang dalam meditasi Zen Anda dipukul dengan kayu, tetapi pukulannya tidak keras dan hanya dimaksudkan agar posisi meditasi Anda kembali benar. Tidak ada kekerasan ucapan dalam Zen. Bila Anda mengantuk maka pelatih akan meneriakkan seruan seperti "Ho." Tidak ada niat kejam dalam diri mereka.

Demikian semoga jawaban saya memuaskan Anda.

Amiduofo,

Tan

Offline Tan

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 510
  • Reputasi: 31
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1183 on: 01 June 2009, 12:12:55 AM »
Tambahan:

Mungkin memang ada bhikshu yang memukuli atau menyakiti muridnya dengan kebencian, tetapi ini adalah oknum dan tidak mencerminkan ajaran Mahayana itu sendiri. Ini juga umum dalam agama atau aliran lainnya. Saya ingat kata-kata  dalam film Angel and Demon: "Agama itu ada kekurangannya, tetapi itu dikarenakan kelemahan manusia."

Om Mani Padme Hum,

Tan

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1184 on: 01 June 2009, 12:31:21 AM »
Quote from: Tan
Tepatnya analogi bagi apa? Apakah yakkha Vajirapani sesungguhnya adalah "centeng" atau umat2 yang kebetulan hadir di sana dan membawa sebuah gada atau pentungan? Dan mereka akan langsung "bak buk" main hajar kalau Ambattha tak mau menjawab untuk kali ketiga?

Maksud saya, mungkin yakkha di kisah itu hanyalah gambaran karakter dari si penulis Sutta. Dalam banyak kisah Sutta Theravada, gaya cerita analogi ini sering ditemukan. Salah satunya adalah gaya cerita tentang Mara, yang maksudnya adalah gejolak batin sendiri.

NB: Mara memang makhluk. Tapi ada beberapa kisah yang memakai Mara sebagai wujud kotoran batin.


Quote from: Tan
Jadi kalau ternyata Ambattha tidak mau menjawab, maka Buddha akan mencegah Vajirapani mengayunkan gadanya? Penjelasan ini kontradiksi dengan pernyataan bahwa orang yang tidak bersedia menjawab pertanyaan Buddha untuk kali ketiga akan remuk kepalanya menjadi tujuh bagian. Kalau toh Buddha pada akhirnya akan mencegahnya meski Ambattha tidak menjawab pertanyaan untuk kali ketiga, maka pernyataan sebelumnya adalah "bohong," karena toh Buddha akan "mengampuni" dan mencegah sang yakkha mengayunkan gadanya. Jadi seolah-olah tetap ada ancaman bukan? Terbukti Ambattha katanya sampai "tegak seluruh rambutnya."

Sang Buddha sudah tahu kalau Ambattha pasti akan menjawab pertanyaan-Nya setelah ditegur. Makanya Sang Buddha tidak 'khawatir' dan berusaha mencegah yakkha memukul kepala Ambatha.


Quote from: Tan
Sama dengan seorang anak yang meniru tindakan orang dewasa, bisa saja hal itu membahayakan dirinya. Ada kisah seorang bhikshu Zen yang membunuh seekor kucing untuk mengakhiri suatu pertentangan antara dua kubu bhikshu. Ini ada di kartun Zen karya Ts'ai Shih Chung. Nah bagi orang awam, membunuh kucing adalah karma buruk, tetapi tidak bagi sang bhikshu, karena ia sudah tercerahi. Jadi jangan mencoba meniru membunuh kucing karena seorang bhikshu yang bijaksana melakukannya.

Banyak bhikkhu yang belum mencapai tingkat kesucian. Tapi mereka berusaha bertindak-tanduk dalam kebenaran (Dhamma). Dan mereka semua berusaha meneladani tindak-tanduk Sang Buddha. Apakah itu adalah kesalahan? Jadi mereka semua masuk Neraka Avici ya?

Oooo... begitu toh.
Rupanya ada pembunuhan dengan kasus tertentu yang dapat dinyatakan sebagai kebaikan?
Rupanya masih mungkin bagi orang Yang Tercerahkan untuk dapat membunuh?

Berarti tanpa meniru pun, para teroris nun jauh di sana punya bekal-bekal Pencerahan seperti ini.


Quote from: Tan
Mengapa Anda berpikir begitu? Bagi ajaran Mahayana, kita juga mempergunakan risalah2 dari para bhikshu tinggi, seperti Vasubandhu, Nagarjuna, Huineng, dll. Karya itu dianggap permata Dharma yang sama nilainya. Bahkan kitab riwayat para guru Sesepuh dan bhikshu tinggi (Gao Shengquan) juga dimasukkan dalam kanon Mahayana. Mengapa demikian? Bukan karena kami kaum Mahayanis ingin menambah2i Tripitaka, tetapi karena Dharma itu sungguh luas. Belajar dari ajaran guru-guru Sesepuh juga sesuatu yang bernilai. Itu saja.

Tidak ada maksud begitu. Saya hanya ingin mengetahui apakah maksudnya Sang Buddha lupa menyisipkan uraian mengenai perihal itu dalam penjelasan mengenai garuka kamma. Rupanya sudah jelas sekarang...

Kanon Mahayana itu seringkali mengandung wejangan-wejangan dari para Bhiksu sesepuh. Pantas saja banyak isi ajaran Buddhisme yang bertolak-belakang jika dibandingkan antar-sektenya.


Quote from: Tan
Pernah dengan Bhikkhu Sati yang pernah "dihardik" oleh Buddha karena mengajarkan sesuatu yang salah, yakni tentang "berpindahnya kesadaran"? Saat itu dalam Sutta disebutkan bahwa Bhikkhu Sati sangat malu hingga ia tertunduk kepalanya. Saya kira metoda apapun adalah baik, tergantung dari orangnya. Apakah itu pengamalan dari ajaran Buddha? Saya jawab dengan tegas YA! Ada orang yang harus diajar dengan cara "keras" dan "lunak" (baca Kesi Sutta).
Sebagai tambahan: bagaimana Anda tahu bahwa ajaran Zen memakai kekerasan fisik dan ucapan? Memang dalam meditasi Zen Anda dipukul dengan kayu, tetapi pukulannya tidak keras dan hanya dimaksudkan agar posisi meditasi Anda kembali benar. Tidak ada kekerasan ucapan dalam Zen. Bila Anda mengantuk maka pelatih akan meneriakkan seruan seperti "Ho." Tidak ada niat kejam dalam diri mereka.

Demikian semoga jawaban saya memuaskan Anda.

Amiduofo,

Tan

Apakah Sang Buddha menghardik dengan ucapan dan atau perlakuan yang bersifat kekerasan?

Mungkin 'kekerasan' di Ajaran Zen tidak terlalu parah.
Tapi kenapa Sang Buddha tidak memberi pengajaran dengan bumbu 'kekerasan' seperti itu?

Apakah maksudnya 'kekerasan' itu adalah metode mutakhir untuk mengajarkan Dharma?
Atau metode Sang Buddha itu kuno, jadi perlu direvisi?
« Last Edit: 01 June 2009, 12:36:04 AM by upasaka »