//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...  (Read 663694 times)

0 Members and 6 Guests are viewing this topic.

Offline Tan

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 510
  • Reputasi: 31
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #945 on: 04 May 2009, 06:02:49 PM »
UPASAKA:

Ketika bahan bakar ini terhenti, maka tidak akan ada lagi penyebab munculnya pancaskhandha. Seperti perumpamaan api yang padam; karena tidak ada kondisi-kondisi yang berpadu, maka api tidak akan tercipta. Kalau Anda mengklaim bahwa ini nihilisme, itu wajar sekali. Karena orang seperti Anda itu masih melihat bahwa Buddha pernah hidup, dan sekarang sudah mati. Matinya pun Parinibbana, alias hilang. Saya mau cari Beliau, tapi kata Umat Theravada sudah tidak ada lagi. Berarti Buddha melenyapkan diri-Nya? O tidak. Tidak mungkin seperti itu. Ini adalah pandangan nihilisme, saya tidak mau ikutan jadi nihil deh. 

TAN:

Bagus sekali! Itulah sebabnya dalam Mahayana mengatakan bahwa Buddha bukanlah "melenyapkan" diri; namun berada dalam suatu "keberadaan" yang berada di luar kita pikiran umat manusia. Pikiran yang tak tercerahi jelas tidak dapat memahami bagaimana "kondisi" Buddha sebenarnya. Sebagai contoh, saya beri analogi. Orang primitif tak dapat membayangkan dan tak punya kosa kata untuk "pesawat terbang." Mereka mungkin akan menyebutnya sebagai "burung besi." Tetapi ingat "pesawat terbang" itu jelas bukan "burung." Begitu pula pikiran manusia yang tak akan dapat memahami bagaimana kondisi Buddha setelah pencerahan. Seluruh kata-kata dan istilah yang dipergunakan manusia tak ada yang dapat dengan tepat menggambarkannya. Dengan kata lain, kita tak punya kosa kata untuk itu.
Sebagian non Mahayanis menganggap Buddha sebagai benar-benar sudah musnah dan tidak ada apa-apa lagi. Itulah sebabnya saya sebut mereka nihilis. Bagi saya justru ajaran Mahayanis ini yang lebih masuk akal. Sekali lagi BAGI SAYA. Kalau bagi Anda tidak masuk akal ya tidak masalah. Semua keyakinan tak boleh dipaksakan. Tiap orang boleh memilih mana yang benar.

UPASAKA:

Kemana perginya pancaskhandha setelah Sang Buddha memasuki Parinibbana?
Jawab : Pancaskhandha secara garis besar adalah paduan nama dan rupa. Rupa (jasmani) Beliau terurai secara biologis. Nama (batin) Beliau tidak lagi bermanifestasi. Karena batin Beliau sudah mencapai Pembebsan. Jadi tidak ada bahan bakar yang masih bergelora, sehingga tidak lagi menjelma ke bentuk baru.

TAN:

O Jelas tidak! Mahayana juga tidak pernah mengatakan bahwa Buddha "menjelma" lagi. Dalam Sutra2 Mahayana seolah2 dikatakan bahwa Buddha "menjelma" lagi. Tetapi ini bukanlah "penjelmaan" seperti pada makhluk samsara pada umumnya. Ingat bahwa kosa kata kita terbatas. Kita menggunakan gambaran "menjelma" karena pikiran kita yang terbatas ini tak sanggup menemukan istilah yang tepat baginya. Jadi jelas dalam paham Mahayana, Buddha tidak "menjelma" lagi. Istilah atau gambaran tentang "penjelmaan" itu hanya laksana kata "burung besi" yang dipergunakan manusia primitif bagi pesawat terbang. Jangan biarkan kata-kata menipu kita.

UPASAKA

Parinibbana (versi Theravada) itu artinya bertransformasi ke energi baru? Jangan gampang termakan oleh statement di Hukum Termodinamika I, yah. Hukum Termodinamika I saja kontradiksi dengan Hukum Termodinamika II.

Batin itu bekerja bersama dengan jasmani dalam mengarungi kehidupan. Ketika jasmani terurai habis, dan batin sudah Terbebas, tidak akan ada lagi penjelamaan berikutnya.

TAN:

Saya kira kalau disepadankan dengan transformasi energi tidaklah tepat. Nirvana adalah absolutisme, sehingga tak mungkin ada transformasi lagi.

Amiduofo,

Tan

Offline Tan

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 510
  • Reputasi: 31
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #946 on: 04 May 2009, 06:14:00 PM »
MARCEDES:

maukah anda berdiskusi mengenai teori fisika dengan seseorang yang percaya apabila lampu bisa nyala tanpa listrik?

TAN:

Siapa bilang ga bisa? Anda khan cuma sebutkan lampu khan? Lampu itu macam2 lho. Ada lampu minyak tanah lho. Apakah lampu minyak tanah hidup dengan listrik?

MARCEDES:

maukah anda berdiskusi dengan seseorang mengenai matematika kalau orang itu percaya 1+1 = 3. ?

TAN:

Ingat 1 + 1 = 2 itu adalah konsensus yang dibuat oleh umat manusia. 1, 2, 3, ... dst hanyalah lambang2 yang dibuat oleh umat manusia untuk menyatakan jumlah. Menurut ilmu filsafat, bisa saja suatu saat 1 + 1 = 3, 1 + 1 = 5, dll.
Bahkan 1 + 1 juga bisa = 10 lho. Ini ilmiah bukan saya yang buat-buat. Bagaimana bisa begitu? Bisa saja! Kalau saya pakai basis BINER! Ingat, bila Anda mempelajari matematika, penulisan hasil suatu jumlah adalah didasari oleh basis bilangan yang dipergunakan. Tidak ada konsensus yang pasti.

MERCEDES:

jadi saya menunggu mahayana lain yang memiliki pengetahuan lebih luas, bahkan yang bisa membimbing saya JIKALAU saya salah.^^
apakah anda orang-nya?

TAN:

Wah maaf, jawaban saya masih belum memuaskan Anda ya. Saya khan sudah bilang kalau pengetahuan saya itu sempit luas dan dangkal. Pun saya juga belum merealisasikan Kebuddhaan. Saya hanya berharap agar Anda menemukan rekan diskusi yang luas pandangannya di masa mendatang.

Amiduofo,

Tan

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #947 on: 04 May 2009, 08:19:19 PM »
UPASAKA:

Apa yang tidak tunduk di bawah anitya?
Jawab: (seharusnya) Nirvana


TAN:

Kalau begitu nirvana itu kekal bukan?

Amiduofo,

Tan
Nirvana bukannya Tujuan akhir umat Buddhis?
Suatu yang mutlak, tidak terlahir kembali, kebahagiaan tertinggi.
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline Tan

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 510
  • Reputasi: 31
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #948 on: 04 May 2009, 10:18:06 PM »
RYU:

Nirvana bukannya Tujuan akhir umat Buddhis?
Suatu yang mutlak, tidak terlahir kembali, kebahagiaan tertinggi.

TAN:

Bung Ryu, saya tidak mempermasalahkan apakah nirvana tujuan akhir umat Buddha atau bukan. Tetapi pertanyaan saya apakah nirvana itu kekal?

Amiduofo,

Tan

Offline Tan

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 510
  • Reputasi: 31
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #949 on: 04 May 2009, 10:27:52 PM »
TL:

Sangat disayangkan mas Tan menjawab seperti ini, dalam membandingkan suatu ajaran kita harus membandingkan kitab sucinya bukan membandingkan umatnya, karena perbandingan umat bersifat sangat subjektif.

Semoga komentar mas Tan lain kali lebih berbobot.

TAN:

Ajarannya sih OK. Tapi umatnya banyak yang menafsirkan tidak benar menurut anggapan saya. Setelah membaca Sutta-sutta non Mahayanis justru saya melihat ajarannya tidak bertentangan dengan Mahayana. Tetapi sekali lagi itu penafsiran saya. Saya tidak memaksa Anda mengikuti penafsiran saya. SEperti kata Suhu Hendra: Nasi goreng memang enak, tetapi tidak semua orang suka nasi goreng. Dan saya adalah adalah salah seorang yang tidak suka nasi goreng, tetapi lebih suka soto.

Amiduofo,

Tan

Offline Tan

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 510
  • Reputasi: 31
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #950 on: 04 May 2009, 10:29:32 PM »
TL:

Semoga komentar mas Tan lain kali lebih berbobot.

TAN:

Kalau komentar saya tidak berbobot, mengapa Anda masih menanggapinya? Mengapa?

Amiduofo,

Tan

Offline Tan

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 510
  • Reputasi: 31
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #951 on: 04 May 2009, 10:50:40 PM »
TL:

Kitab-kitab suci Mahayana seperti Saddharma Pundarika Sutra, Avatamsaka Sutra dll tak pernah dimasukkan dalam agama sutra padahal kitab-suci ini juga dimulai dengan: Demikianlah yang kudengar.
Disebabkan ketidak sepakatan diantara golongan Mahayana sendiri mengenai keabsahan kedua kitab tersebut.

TAN:

Terus masalahnya apa kalau tidak dimasukkan ke dalam Agama Sutra? Justru itulah yang membedakan Tripitaka Mahayana dengan Tipitaka Pali. Apakah Anda hendak memaksakan bahwa semuanya harus dimasukkan ke dalam Agama Sutra? Ataukah semua sutra2 Mahayana harus dibuang, sehingga tinggal Agama Sutra saja? [Kok jadi ingat agama XXX yang pernah menyarankan pembakaran kitab-kitab ;)]
Kedua, kata siapa pernah ada ketidak-sepakatan di antara golongan Mahayana tentang keabsahan kedua kitab tersebut? Jawabnya tidak ada. Yang ada adalah aliran-aliran Mahayana menjadikan kitab2 tertentu sebagai pedomannya. Ya ini wajarlah. Sutra2 Mahayana itu jumlahnya bejibun. Akhirnya suatu aliran hanya pakai sutra2 tertentu saja, tetapi tidak memandang rendah Sutra2 Mahayana lainnya. Sebagai contoh:

Aliran Huayan (Avatamsaka) menjadikan Sutra Avatamsaka sebagai pedomannya.
Airan Tiantai (Panggung Surgawi) menjadikan Sutra Saddharmapundarika sebagai pedomannya.
Aliran Mizong (Tantra) menjadikan Sutra Mahavairocana dan Vajrasekhara sebagai pedomannya.

Mungkin dahulu dalam proses penyusunan kanonisasi Taisho Tripitaka Mahayana pernah terjadi perdebatan mengenai berbagai kitab yang hendak dimasukkan. Ini wajar saja, karena di tiap2 agama juga begitu. Bukannya menyinggung Theravada, tetapi kenyataan sejarah juga memperlihatkan bahwa Abhidhamma Pali sempat menjadi kontroversi.

Di sini Anda sekali lagi mengungkapkan ketidak benaran. Yang sebelumnya menuduh saya mengatakan Tipitaka Pali = Tripitaka Mahayana. Sekarang mengatakan ada perselisihan mengenai keabsahan Sadharmapundarika dan Avatamsaka Sutra dalam Mahayana. Padahal keduanya sudah 1000 tahun lebih masuk dalam kanon Mahayana.

TL:

At: mas Tan: semoga mas Tan berlapang dada untuk mengungkapkan secara terus terang mengenai ajaran mahayana, sehingga semua pembaca bisa mendapat manfaat dari diskusi ini, semoga mas Tan tidak berpikir mengenai diskusi ini dari segi menang atau kalah, semoga mas Tan mengambil yang benar membuang yang salah: bukankah seharusnya demikian yang dilakukan oleh pencari kebenaran sejati?

TAN:

O maaf! Saya tidak lagi mencari kebenaran sejati. Bagi saya kebenaran adalah ajaran Mahayana. Saya tidak mencari-cari lagi. Anda ingin merubah saya mengikuti aliran Anda? Kalau itu tujuan Anda, Anda pasti akan kecewa, Bung. Sebaiknya urungkan saja niat Anda. Saya sudah yakin 100 %, Mahayana itu logis dan realistis. Tetapi saya tidak memaksa Anda mengikuti Mahayana. Di sini Mahayana dikritik, jadi saya merasa berhak memberikan jawaban. Anda sendiri masihkan mencari kebenaran sejati?

TL:

Seperti Alaya Vinnana yang kekal abadi, mas Tan nampak sekali menghindar untuk membahas mengenai Alaya Vinnana, itulah sebabnya bila saya tanyakan apakah kesadaran itu anitya atau tidak mas Tan selalu menghindar dengan mengajukan pertanyaan balasan: apakah anitya itu nitya atau anitya? (dalam usaha defensif).

TAN:

Justru Anda tidak mau menjawab hal itu, karena jawaban apakah anitya itu nitya atau anitya akan merupakan tantangan bagi apa yang Anda yakini dan sekaligus jawaban apakah kesadaran itu anitya atau nitya. Apakah Anda tidak bersedia menjawab apakah anitya itu nitya atau anitya sebagai usaha defensif pula? Coba tanyalah pada diri Anda sendiri.

Selebihnya posting Anda di bawah ini tidak akan saya tanggapi, karena menurut saya tidak berguna ditanggapi. Saya sudah banyak jelaskan panjang lebar sebelumnya. Kalau Anda tidak mengerti-ngerti juga ya sudah.

Semoga pencerahan tidak hanya di intelektual, tetapi juga pada tindakan, perkataan, dan tindakan.

Amiduofo,

Tan







Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #952 on: 04 May 2009, 10:56:50 PM »
Quote from: Tan
TAN:

Kalau begitu nirvana itu kekal bukan?

Amiduofo,

Tan

Nirvana tidak tunduk di bawah anitya, maka Nirvana tidak akan mengalami proses perubahan. Apakah Nirvana adalah eternalisme? Jawabannya adalah bukan.

Nirvana itu kan tidak tercipta. Kalau tidak tercipta maka tidak bisa dikatakan "ada" atau "tidak ada". Karena bukan "ada" dan bukan "tidak ada", maka jelaslah Nirvana tidak "mengalami proses perubahan" maupun tidak "tidak mengalami proses perubahan".

Kesimpulannya:
-> Meski Nirvana tidak tunduk di bawah Hukum Anitya, Nirvana bukanlah nitya; karena Nirvana juga tidak tunduk di bawah Hukum Nitya.
« Last Edit: 04 May 2009, 11:00:10 PM by upasaka »

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #953 on: 04 May 2009, 10:57:00 PM »
Quote from: Tan
TAN:

Baik. Kalau anitya itu bersifat anitya, berarti suatu saat ada kesempatan anitya ini akan berubah menjadi nitya. Gampangnya begini, sesuatu yang tidak kekal itu juga bersifat tidak kekal; artinya ada kesempatan bahwa yang tidak kekal itu tadi musnah bukan? Bila "yang tidak kekal" sudah musnah bukankah berarti semuanya akan menjadi "kekal." Bukankah demikian? Artinya konsep atman yang kekal menjadi tidak mustahil bukan? Ini semuanya konsekuensi dari pandangan Anda bahwa anitya itu anitya.

Amiduofo,

Tan

Hahaha... Ya, kan direwind lagi. Ck ck ck...

Di postingan sebelumnya Anda bilang yang sedang kita bahas adalah konsep. Kini setelah saya memberikan argumen tentang konsep anitya, Anda malah balik lagi membicarakan hakikat anitya. Anda ini suka loncat-loncat yah...

Bro Tan, kalau hakikat anitya sudah saya uraikan sebelumnya. Anitya hanya berlaku di semua hal yang terkondisi. Di luar dari hal itu, anitya tidak berlaku. Artinya pertanyaan apakah hakikat anitya itu anitya atau nitya tidaklah valid.

Bro Tan, kalau konsep anitya sudah saya uraikan juga sebelumnya. Anitya diuraikan dalam konsep; dalam konteks ini adalah Buddhisme. Konsep itu hanya gagasan dan ide. Artinya konsep anitya adalah anitya (tidak kekal). Karena kelak konsep anitya ini akan hilang dari khalayak ramai, sehingga orang tidak lagi mengenal doktrin tentang anitya. Namun karekteristik anitya di dunia ini tidak lenyap.

Gitu loh...
« Last Edit: 04 May 2009, 11:01:32 PM by upasaka »

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #954 on: 04 May 2009, 10:57:13 PM »
Quote from: Tan
TAN:

Bagus sekali! Itulah sebabnya dalam Mahayana mengatakan bahwa Buddha bukanlah "melenyapkan" diri; namun berada dalam suatu "keberadaan" yang berada di luar kita pikiran umat manusia. Pikiran yang tak tercerahi jelas tidak dapat memahami bagaimana "kondisi" Buddha sebenarnya. Sebagai contoh, saya beri analogi. Orang primitif tak dapat membayangkan dan tak punya kosa kata untuk "pesawat terbang." Mereka mungkin akan menyebutnya sebagai "burung besi." Tetapi ingat "pesawat terbang" itu jelas bukan "burung." Begitu pula pikiran manusia yang tak akan dapat memahami bagaimana kondisi Buddha setelah pencerahan. Seluruh kata-kata dan istilah yang dipergunakan manusia tak ada yang dapat dengan tepat menggambarkannya. Dengan kata lain, kita tak punya kosa kata untuk itu.
Sebagian non Mahayanis menganggap Buddha sebagai benar-benar sudah musnah dan tidak ada apa-apa lagi. Itulah sebabnya saya sebut mereka nihilis. Bagi saya justru ajaran Mahayanis ini yang lebih masuk akal. Sekali lagi BAGI SAYA. Kalau bagi Anda tidak masuk akal ya tidak masalah. Semua keyakinan tak boleh dipaksakan. Tiap orang boleh memilih mana yang benar.

Ya, Nirvana adalah keadaan yang tak terkondisikan. Tapi pernyataan Anda yang berbunyi "Buddha berada di dalam suatu 'keberadaan' di luar pikiran awam" itu merupakan pandangan semi-eternalisme. Bagaimana bisa disebut semi-eternalisme? Karena Anda menyatakan Buddha berdiam di kondisi itu. Itu menunjukkan bahwa ada sesuatu / seseorang (yakni Buddha) yang berdiam di kondisi itu.

Non-Mahayanis tidak pernah memegang pandangan melenyapkan diri. Karena memang tidak ada diri yang dilenyapkan. Sudah berulang kali saya katakan; tidak tercipta itu tidak bisa disebut lenyap. Kalau suatu hal itu tidak tercipta, apakah suatu hal itu bisa dibilang lenyap? Tentu saja tidak, bro.

Sedangkan Anda... Anda memegang konsep anatta. Tapi setelah merealisasi Nirvana, Anda menyatakan bahwa ada intensitas yang berdiam di kondisi itu - selamanya. Ini jelas sekali merupakan konsep semi-eternalisme. Apalagi jika diuraikan sampai 'kepercayaan' bahwa Buddha yang sudah Parinirvana dapat 'menjelma' (lihat, saya pakai kata menjelma dengan tanda kutip) dan memanifestasi diri-Nya lagi di samsara.


Quote from: Tan
TAN:

O Jelas tidak! Mahayana juga tidak pernah mengatakan bahwa Buddha "menjelma" lagi. Dalam Sutra2 Mahayana seolah2 dikatakan bahwa Buddha "menjelma" lagi. Tetapi ini bukanlah "penjelmaan" seperti pada makhluk samsara pada umumnya. Ingat bahwa kosa kata kita terbatas. Kita menggunakan gambaran "menjelma" karena pikiran kita yang terbatas ini tak sanggup menemukan istilah yang tepat baginya. Jadi jelas dalam paham Mahayana, Buddha tidak "menjelma" lagi. Istilah atau gambaran tentang "penjelmaan" itu hanya laksana kata "burung besi" yang dipergunakan manusia primitif bagi pesawat terbang. Jangan biarkan kata-kata menipu kita.

Kalau begitu...
- Apakah yang menyebabkan adanya 'penjelmaan itu'?
- Siapakah yang menjadi 'jelmaan' itu?
- Apa faedah dari 'penjelmaan' itu?
- Apa dampak yang ditmbulkan dari 'penjelmaan' itu?
- Mengapa bisa ada fenomena 'penjelmaan' itu?


Quote from: Tan
TAN:

Saya kira kalau disepadankan dengan transformasi energi tidaklah tepat. Nirvana adalah absolutisme, sehingga tak mungkin ada transformasi lagi.

Amiduofo,

Tan

Ya. Saya setuju dengan pernyataan Anda.

Tapi di postingan sebelumnya, Anda secara implisit menyinggung bahwa Parinibbana (versi Theravada) itu masih bertransformasi ke bentuk / energi yang lain. Itu saya petik dari komentar Anda mengenai api yang padam. Karena Anda mengatakan bahwa perumpamaan itu tidak tepat, sebab api yang padam masih bertransformasi ke energi baru. Selanjutnya Anda juga mengatakan secara implisit bahwa energi itu tidak bisa diciptakan dan tidak bisa dimusnahkan. Sehingga hal ini membuat saya untuk mengajukan pertanyaan kepada Anda...

...So?
« Last Edit: 04 May 2009, 11:02:53 PM by upasaka »

Offline Tan

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 510
  • Reputasi: 31
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #955 on: 04 May 2009, 11:03:14 PM »
MERCEDES:

anggaplah semua ini bukan penderitaan......
jadi kenapa anda masih tua,sakit dan mati?
apa kalau dianggap(dipikir) tua itu tidak ada, sakit itu tidak ada, mati itu tidak ada,
seseorang bisa tetap awet muda? bisa tanpa sakit? bisa tidak mati?

baguslah nanti 4 kesunyataan mulia sudah bisa berubah.....
lahir adalah dukkha, diganti menjadi lahir jika di anggap dukkha adalah dukkha, tidak dianggap dukkha adalah bukan dukhha.
demikian dan seterusnya....

masa diskusi model begini.....
sudah tidak dapat jawaban memuaskan, malah diberi "di luar logika dan akal sehat"

suadara Truthlover, pandangan Seperti itu pun juga sudah termasuk dalam 62 pandangan dalam brahmajala sutta,
yakni : pandangan berbelit-belit. ^^

TAN:

Jawaban saya simpel saja. GPS (Gak Pake Sulit). Orang akan menderita kalau menganggap tua, sakit, dan mati adalah penderitaan. Kalau Anda menganggapnya sebagai penderitaan ya itu adalah penderitaan. Gampang khan? Apakah Buddha yang mereliasasi “nirvana dengan sisa” juga merasakan penderitaan karena sakit dan mati?  Kalau Buddha masih merasakan “penderitaan” (dukkha) waktu Beliau menderita sakit, hingga harus dirawat oleh Tabib Jivaka, maka apakah artinya Penerangan di bawah Pohon Bodhi? Semoga Saudara Mercedes memahami hal itu.
Siapa bilang, orang yang tidak tua, sakit, ataupun mati tidak menderita? Itu adalah omong kosong. Menjadi highlander yang tidak dapat mati tidak membuat orang bahagia. Ada nenek seorang teman yang umurnya hampir 100 tahun berkata, “Kok saya gak mati-mati ya? Dah bosan hidup nih.” Begitu yang sering dikatakannya. Orang yang tidak pernah sakit bagaimana bisa mengetahui bahagianya sehat?
Jawaban bahwa dukkha adalah dukkha bila Anda memandangnya demikian dan dukkha adalah bukan dukkha jika Anda memandangnya demikian adalah lebih masuk akal dan realistis! Selain itu, ini juga sejalan dengan Agama Buddha. Bila Anda menyangkalnya berarti Buddha waktu masih berada dalam nirvana bersisa juga masih mengalami dukkha. Penerangan di bawah pohon Bodhi konsekuensinya menjadi meragukan.
Perubahan rumusan Empat Kesunyataan Mulia itu terlalu mengada-ada dan dibuat2. Saya kira jawaban saya cukup gamblang.
Nah, siapa yang berbelit? Ditanya hukum kamma itu nitya atau anitya juga tak mau menjawab. Ditanya anitya itu nitya atau anitya malah berputar-putar. Aduh…aduh… siapa yang berbelit2? Dah ah..jangan saling menuduh. Jangan menyerang pribadi dah.

Amiduofo,

Tan

Offline Tan

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 510
  • Reputasi: 31
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #956 on: 04 May 2009, 11:06:24 PM »
UPASAKA:

Nirvana tidak tunduk di bawah anitya, maka Nirvana tidak akan mengalami proses perubahan. Apakah Nirvana adalah eternalisme? Jawabannya adalah bukan.

Nirvana itu kan tidak tercipta. Kalau tidak tercipta maka tidak bisa dikatakan "ada" atau "tidak ada". Karena bukan "ada" dan bukan "tidak ada", maka jelaslah Nirvana tidak "mengalami proses perubahan" maupun tidak "tidak mengalami proses perubahan".

Kesimpulannya:
-> Meski Nirvana tidak tunduk di bawah Hukum Anitya, Nirvana bukanlah nitya; karena Nirvana juga tidak tunduk di bawah Hukum Nitya.

TAN:

Oke. Sekarang masalahnya kenapa jawaban itu tidak dapat diterapkan pada Trikaya menurut ajaran Mahayana? Anda tinggal ganti saja kata "nirvana" pada jawaban Anda tersebut dengan "Trikaya." Masalah terselesaikan bukan? Tidak perlu lagi ada debat antara Mahayanis dan non-Mahayanis.

Amiduofo,

Tan

Offline Tan

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 510
  • Reputasi: 31
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #957 on: 04 May 2009, 11:08:50 PM »
UPASAKA:

Bro Tan, kalau hakikat anitya sudah saya uraikan sebelumnya. Anitya hanya berlaku di semua hal yang terkondisi. Di luar dari hal itu, anitya tidak berlaku. Artinya pertanyaan apakah hakikat anitya itu anitya atau nitya tidaklah valid.

TAN:

Oke Bro. Kalau begitu saya pungkasin saja ya biar tidak terlalu berpanjang lebar. Bila jawaban Anda seperti itu, saya juga berhak mengatakan: demikian pula halnya Dharma Mahayana. Segenap kritikan dan pertanyaan tentang Dharma Mahayana adalah tidak valid. Apakah Anda menerima argumen saya itu?

Amiduofo,

Tan

Offline Tan

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 510
  • Reputasi: 31
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #958 on: 04 May 2009, 11:13:00 PM »
UPASAKA:

Ya, Nirvana adalah keadaan yang tak terkondisikan. Tapi pernyataan Anda yang berbunyi "Buddha berada di dalam suatu 'keberadaan' di luar pikiran awam" itu merupakan pandangan semi-eternalisme. Bagaimana bisa disebut semi-eternalisme? Karena Anda menyatakan Buddha berdiam di kondisi itu. Itu menunjukkan bahwa ada sesuatu / seseorang (yakni Buddha) yang berdiam di kondisi itu.

Non-Mahayanis tidak pernah memegang pandangan melenyapkan diri. Karena memang tidak ada diri yang dilenyapkan. Sudah berulang kali saya katakan; tidak tercipta itu tidak bisa disebut lenyap. Kalau suatu hal itu tidak tercipta, apakah suatu hal itu bisa dibilang lenyap? Tentu saja tidak, bro.

Sedangkan Anda... Anda memegang konsep anatta. Tapi setelah merealisasi Nirvana, Anda menyatakan bahwa ada intensitas yang berdiam di kondisi itu - selamanya. Ini jelas sekali merupakan konsep semi-eternalisme. Apalagi jika diuraikan sampai 'kepercayaan' bahwa Buddha yang sudah Parinirvana dapat 'menjelma' (lihat, saya pakai kata menjelma dengan tanda kutip) dan memanifestasi diri-Nya lagi di samsara.

TAN:

Sudah saya katakan berulang kali. Mahayana tidak dapat dikatakan semi eternalisme. Mengapa? SEperti yang sudah saya katakan sebelumnya, istilah-istilah seperti "keberadaann," "penjelmaan", dan lain sebagainya adalah istilah yang dipergunakan karena keterbatasan kapasitas kita. Jangan disamakan dengan "keberadaan," atau "penjelmaan" makhluk2 awam. Tidak ada lagi transformasi energi. Jadi Mahayana bukan eternalisme atau semi eternalisme. Saya telah menggunakan perumpamaan tentang orang primitif dan pesawat terbang. Mereka sah-sah saja menyebut pesawat terbang sebagai "burung besi," karena tak punya kosa kata untuk itu. Namun bukan berarti bahwa pesawat terbang = burung. Sudah saya ulas di posting sebelumnya. Harapan saya Bro Upasaka dapat memahami hal itu.

Amiduofo,

Tan

Offline Tan

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 510
  • Reputasi: 31
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #959 on: 04 May 2009, 11:16:15 PM »
UPASAKA:

Kalau begitu...
- Apakah yang menyebabkan adanya 'penjelmaan itu'?
- Siapakah yang menjadi 'jelmaan' itu?
- Apa faedah dari 'penjelmaan' itu?
- Apa dampak yang ditmbulkan dari 'penjelmaan' itu?
- Mengapa bisa ada fenomena 'penjelmaan' itu?

TAN:

Sebelum menjawab pertanyaan ini. Saya ingin agar Sdr. Upasaka jangan memahami istilah "penjelmaan" seperti penjelmaan makhluk samsara. Karena kalau masing-masing masih punya bahasa yang berbeda, tidak ada gunanya komunikasi di lanjutkan. Sebelum mengulas sesuatu kita harus "satu" bahasa. Demikian mohon makluk adanya, bukannya saya tidak mau menanggapi pertanyaan di atas.

Amiduofo,

Tan

 

anything