//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...  (Read 663525 times)

0 Members and 4 Guests are viewing this topic.

Offline sobat-dharma

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.286
  • Reputasi: 45
  • Gender: Male
  • sharing, caring, offering
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #675 on: 20 April 2009, 05:09:49 PM »
Hmmm...
Maksud saya kalau kita ingin kenyang, maka kita yang harus makan. Kalau kita ingin bisa mengendarai sepeda, maka kita yang harus belajar bersepeda. Kalau kita ingin merealisasi Nirvana, maka kita yang harus berusaha untuk merealisasinya.

Saya ajak Anda melihat dari sisi cara mencapainya, tapi Anda selalu menolak. Sudah saya katakan, analogi itu bukan menjadi contoh sebanding dengan sendi-sendi Nirvana.

Dari awal saya juga sudah mengatakan bahwa jalan dengan mengandalkan diri sah-sah saja dalam praktik, namun pada satu titik ego-diri harus ditanggalkan untuk merealisasi nirvana. Begitu juga dengan cara memohon bantuan “yang lain” tidak berbeda dengan mengandalkan diri sendiri, karena pada satu titik harus menyadari bahwa “tidak ada yang dibantu ataupun yang membantu.”  Tapi anda tidak paham juga... jadinya saya berkata bahwa diri itu pada hakikatnya adalah pancakandha, maka mengandalkannya tidak akan membantu seseorang merealisasi nirvana.
Lantas anda mengatakan kalau saya menyelewengkan maksud yang kamu katakan dengan bersikeras dengan analogi makan dan kenyang ini. Saya lalu menolak bahwa analogi tersebut tidak tepat untuk Nirvana. Penolakan saya jelas maksudnya, karena bagaimanapun yang saya maksudkan dari awal adalah bahwa nirvana adalah pelepasan dan penyadaran akan diri sebagai sesuatu yang kekal. Sedangkan kenyang berkaitan dengan sensai subjektif aku. So..?

Pernahkah Anda berpikir dahulu sebelum mengambil suatu keputusan...? Nah, seperti itulah pertimbangan...
Maksudku isi pertimbangannya... Bukan pertimbangan itu sendiri.

:)) Tidak ada hubungannya dengan itu, sobat...
Saya minta pendapat dari Anda, sebaiknya kita menggunakan apa sebagai panduan awal...?
Hanya saja nada anda bertanya tentang Iman mengingatkan saya pada para gembala... Biasanya hanya para teolog yang melawankan akal sehat dengan iman :) Sori kalo membuat diskusi menjadi agak keluar dari topik
Kalau panduan awal bukan kah sudah kujawab, kalau untuk urusan realisasi nirvana tentunya Buddha Dharma panduannya. Kalau berdagang, tentu panduannya untung dan rugi, kalau berdebat tentu panduannya retorika, kalau berteman tentu panduannya perasaan dan kasih sayang, kalau sedang melukis panduannya estetika dll. Nggak ada panduan yang seragam bro. Apalagi satu panduang untuk segalanya... Jika ada yang meyakini adanya satu panduan untuk segalanya, wah serem bro...  

Jadi yang benar seperti apa...? Cerita dong...
Nggak ada yang bener bro... Itulah kehidupan, nggak ada yang bisa pake satu ukuran.

Mungkin Anda salah menerapkannya...
Akal sehat dan logika bukanlah yang paling vital. Tapi setidaknya kita bisa mengevaluasi banyak hal dengan menggunakannya.
Mungkin saja... Setiap orang bisa salah

Jadi maksudnya Nirvana itu adalah hasil yang seharusnya didapat dengan melaksanakan praktik Dharma...?
Kalau tidak merealisasi nirvana untuk apa?

*Apakah seorang Arhat (Sravaka Buddha) sudah terlepas dari siklus kehidupan dan kematian?
Mana aku tahu... Aku bukan Arahat, Boddhisattva, apalagi Buddha yang Sempurna.... :) Kedengarannya nggak asing ya bro :)) Dalam diskusi soal seperti jawabanku sudah paten bro

Anda salah menangkap maksud saya...
Kehidupan ini yaitu kehidupan saat ini. Kehidupan saat kita sedang mendiskusikan Dharma ini. Kehidupan ini adalah kehidupan yang potensial bagi kita untuk merealisasi Pembebasan.
Ya...iya dong bro. Kalau saat ini tumpukan paramita dari kehidupan masa lampau sudah mencukupi, ya bisa saya merealisasi pembebasan. Tapi siapa yang tahu apakah saya saat ini saya sudah layak atau belum... jadi ya saya berusaha sekeras semangat saja.. Lalu apa bedanya?

Tapi saya tahu kemungkinan kecil terlintas statement itu di benak Anda. Karena sebagai seorang Mahayanis, pikiran Anda terpola untuk perencanaan jauh di masa depan. Bukan prioritas masa kini yang bermanfaat di masa depan.
Wah... prasangka ini namanya bro :))

Sebelumnya saya ingin bertanya, apakah pernyataan di atas merupakan wejangan Aliran Mahayana atau paradigma pribadi Anda sendiri...?
Saya melihat ada kesamaan antara pernyataan itu dengan konsep di Hinduisme, yang menyatakan bahwa; "Atman dan Brahman dikenal sebagai dua esensi, namun pada hakikatnya adalah satu".

Wah bro saya nggak ingat lagi, yang mana asli yang mana tidak....  Tapi kelanjutannya adalah hakikat semua makhluk hidup adalah  Buddha di dalam dirinya.  Terserah deh, kalau mau disebut sebagai pengaruh Hindu atau apapun itu... Saat ini saya sedang tidak berminat mendiskusikan hal seperti itu.

Kita sedang membahas tentang berbuat kebaikan untuk kesejahteraan semua pihak... Apakah bila seseorang menjadikan dirinya sebagai 'tumbal', maka orang itu telah berbuat kebaikan nan arif?
Itukan perspektif anda bro...(sekali lagi koq agak mirip perspektif sang gembala ya?)  Tidak ada yang jadi tumbal ataupun yang mengorbankan di sini, karena  dikotomi “aku dan orang” sebagai sesuatu yang berbeda hanyalah muncul dalam pikiran yang masih tercemar. Oleh karena itu hal demikian tidak berlaku untuk Jalan Bodhisattva.
Mereka yang melihat-Ku dari wujud dan mengikuti-Ku dari suara terlibat dalam upaya salah. Mereka takkan melihat Aku. Dari Dharma-lah mestinya ia melihat Para Buddha. Dari Dharmakaya datang tuntunan baginya. Namun hakikat sejati Dharma tak terlihat dan tiada seorangpun bisa menyadarinya sebagai obyek

Offline F.T

  • Sebelumnya: Felix Thioris, MarFel, Ocean Heart
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 7.134
  • Reputasi: 205
  • Gender: Male
  • • Save the Children & Join with - Kasih Dharma Peduli • We Care About Their Future • There Are Our Next Generation.
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #676 on: 20 April 2009, 05:11:32 PM »
hm.. maaf sedikit berkomentar... Jika kita membunuh seorang pembunuh sadis karena dengan begitu, supaya tdk jatuh korban2 lain? hm... jika demikian apa bedanya kita dengan pembunuh itu? juga sama2 pembunuh .. bukankan di setiap negara memiliki hukum terhadap kriminal. namun jika membunuh karena membela diri jika pembunuh itu mau membunuh kita, dan kita membela diri itu mungkin masih bisa di toleransi, bahkan di hukum undang2 pun tdk di salahkan.




Save the Children & Join With :
Kasih Dharma Peduli ~ Anak Asuh
May all Beings Be Happy


Contact Info : Kasihdharmapeduli [at] yahoo.com

Offline naviscope

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.084
  • Reputasi: 48
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #677 on: 20 April 2009, 05:17:51 PM »
^
^
anda membunuh bukan karena hasrat membunuh.... jadi anda beda dengan pembunuh itu

kalau begitu, sama saja anda berpangku tangan.
itu lah beda-nya pandangan T ama M.
T lebih mengutamakan diri sendiri
M lebih mengutamakan semua makhluk

baca sadharma pundarika sutra, maka anda akan mengerti Mahayana....
« Last Edit: 20 April 2009, 05:19:28 PM by naviscope »
Tinggalkan masa lalu, lepaskan beban akan masa depan, tidak terikat dengan yang sekarang maka kamu akan merasakan kedamain batin.

Leave the past alone, do not worry about the future, do not cling to the present and you will achieve calm.

Offline F.T

  • Sebelumnya: Felix Thioris, MarFel, Ocean Heart
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 7.134
  • Reputasi: 205
  • Gender: Male
  • • Save the Children & Join with - Kasih Dharma Peduli • We Care About Their Future • There Are Our Next Generation.
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #678 on: 20 April 2009, 05:23:08 PM »
;D saya tdk berpihak pada aliran T maupun M ... xixixi... hanya dari pemikiranku saja, bro.

Tapi masih sulit sy terima kalau di katakan , bisa membenarkan membunuh seorang pembunuh untuk menghindari jatuhnya korban lain. Kita bisa menangkap dan menyerahkan kepada hukum yang berlaku di negara tersebut. Sudah ada beberapa contoh, pembunuh yang bertobat... siapa tahu dengan di hukumnya dia, maka dia bisa bertobat ? who knows...

setiap manusia mempunyai hati nurani, namun terkadang kejamnya dunia menutupi hati nurani manusia.





Save the Children & Join With :
Kasih Dharma Peduli ~ Anak Asuh
May all Beings Be Happy


Contact Info : Kasihdharmapeduli [at] yahoo.com

Offline sobat-dharma

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.286
  • Reputasi: 45
  • Gender: Male
  • sharing, caring, offering
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #679 on: 20 April 2009, 05:24:46 PM »
Apa alasan Anda untuk langsung percaya pada Buddha-Dharma...? Apakah karena Buddha-Dharma lahir sejak 2,5 millenium lalu, sehingga Anda menghargai tulisan-tulisan kuno itu? Bagaimana bisa orang cerdas seperti Anda langsung menelan doktrin-doktrin kuno secara bulat-bulat tanpa memolesnya dalam tungku uji coba...?

Jawaban jujurnya: saya percaya Buddha Dharma karena orangtua saya penganut Buddha Dharma juga.
Jawaban idealnya:  Setelah itu saya mempraktikkannya dan membawa hasil pada saya, tidak seperti beberapa agama yang pernah kucoba-coba ikuti. Logika dan akal sehat, dalam pengalaman saya, hanya menjauhkan kita dari Sang Jalan.

Jadi sang jalan yang dimaksud, seharusnya memang tidak bersesuaian dengan logika dan akal sehat?



Sang Jalan berada di luar logika dan akal sehat. Jika masih terikat padanya ataupun lawan darinya, berarti semakin menyimpang.

Saya setuju bahwa "kebijaksanaan sang jalan" tidak terjangkau logika dan tidak bisa dijelaskan dengan akal intelektualitas. Tetapi kalau dibilang "tidak bersesuaian", saya jadi bingung.

Sekarang andaikan ada seseorang membunuh orang lain (yang tidak salah apa-apa) dengan alasan membahagiakan orang lain, lalu tentu saja tidak bisa diterima dengan logika dan akal sehat. Lalu orang itu dengan entengnya mengatakan, "Saya melakukannya karena mengikut Sang Jalan, dan Sang Jalan memang ada di luar logika, kalian tidak akan mengerti."

Bagaimana pendapat anda?




Logika adalah pikiran yang membatas-batasi dan memilah-milah segala sesuatu dengan aturan dan standar kebenaran tertentu.
Akal sehat adalah pikiran yang sesuai dengan pendapat umum atau orang banyak

Pada dasarnya tidak semua akal sehat adalah logis, dan tidak semua akal sehat adalah logis. Tidak semua yang diterima umum adalah benar secara logis, dan tidak semua yang benar secara logis akan diterima oleh umum. Keduanya adalah hal yang berbeda.

Pertama-tama kedua hal ini harus dibedakan dulu.

Pikiran tercerahkan tidak akan mudah dipahami oleh logika, karena standar-sandar kebenaran logika tentang kebenaran hanyalah hukum baku yang hanya berdasarkan nalar pikiran sebagai uji kebenaran. Pikiran yang tercerahkan berada di luar nalar tersebut, oleh karena itu seringkali di mata logika, pikiran yang tercerahkan tampak "tidak sesuai" dengan standar-standar yang digunakan.

Sedangkan akal sehat yang hanya berdasarkan pendapat umum belaka, jelas-jelas hanya mencerminkan keyakinan yang dianut secara kolektif akan suatu kebenaran atau standar normalisasi. Pikiran yang tercerahkan jelas berada di luar pikiran umum tentang apa yang baik dan tidak baik. Bagi umum, hidup yang baik adalah untuk mencapai sesuatu prestasi, tapi dalam praktik Dharma kita malah diminta melepaskan segala sesuatu. Dengan demikian, bagi akal sehat pikiran tercerahkan tampak "tidak sesuai" baginya.

Oleh karena itu dikatakan keduanya "tidak berkesesuaian" dengan praktik Dharma karena dalam kacamata keduanya, Pikiran Yang Tercerahkan tampak sangat bertentangan. Meskipun demikian, bagi yang tercerahkan keduanya hanyalah mimpi yang tak berarti
Mereka yang melihat-Ku dari wujud dan mengikuti-Ku dari suara terlibat dalam upaya salah. Mereka takkan melihat Aku. Dari Dharma-lah mestinya ia melihat Para Buddha. Dari Dharmakaya datang tuntunan baginya. Namun hakikat sejati Dharma tak terlihat dan tiada seorangpun bisa menyadarinya sebagai obyek

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #680 on: 20 April 2009, 05:25:44 PM »
PERUMPAMAAN TENTANG TIGA PEDATI DAN RUMAH YANG TERBAKAR (P.61, L.2 - P.63, L.21)

Dahulu kala, seorang yang kaya tinggal di sebuah desa. Kekayaannya tidak terukur. Ia memiliki banyak ladang padi, rumah, dan pelayan. Rumahnya begitu besar, akan tetapi hanya memiliki satu pintu keluar. Dalam rumah itu tinggal ratusan orang. Gedungnya telah rusak, pagar dan dindingnya telah rapuh, dasar dari tiang rumahnya telah lapuk, dan balok dan kuda-kuda atapnya bengkok dan goyah.
Tiba-tiba saja, timbul kebakaran dan segera menyebar ke seluruh penjuru rumah. Dalam rumah ini juga tinggal banyak anak dari orang kaya tersebut. Ia amat takut akan kebakaran besar ini dan berpikir, “Aku mampu keluar dari rumah yang terbakar ini dengan aman, tapi anak-anakku masih di dalam. Pikiran mereka tenggelam dalam permaianan. Mereka tidak mengetahui kalau api sedang menuju ke arah mereka. Mereka tidak takut atau khawatir. Mereka tidak mengetahui apa itu kebakaran.” “Rumah ini hanya memiliki satu pintu gerbang. Lebih parah lagi, gerbangnya kecil dan sempit. Anak-anakku terlalu kecil untuk mengetahui hal ini. Mereka terikat kepada tempat dimana mereka sedang bermain. Mereka bisa terbakar. Aku sebaiknya memberitahu mereka akan bahaya ini. Mereka harus keluar secepatnya, agar tidak mati terbakar.” “Cepatlah keluar!”, ia memperingatkan mereka dengan kata-kata yang penuh kasih, akan tetapi mereka telalu larut dalam bermain hingga tidak mendengar kata-kata ayahnya. Mereka tidak ingin keluar. Mereka berlarian dengan gembiranya. Mereka hanya melirik kepada ayahnya sesekali. “Jika mereka dan saku tidak segera keluar, kita akan terbakar. Aku harus menyelamatkan mereka dari bahaya ini dengan suatu cara upaya.”Ia berkata kepada mereka, “Mainan yang kalian inginkan ada di luar pintu pagar. Ada pedati domba, pedati rusa, dan pedati kerbau. Kalian bisa bermain-main dengannya. Cepatlah keluar dari rumah yang terbakar ini segera!”Anak-anak itu berlarian keluar segera dari rumah yang terbakar, saling dorong-mendorong satu sama lainnya karena masing-masing ingin menjadi yang pertama. Orang kaya yang melihat mereka semua telah keluar dengan selamat, menjadi lega dan menari penuh kegembiraan. Mereka berkata kepada ayahnya, “Ayah! Berikan kepada kami maianan itu! Berikan kami pedati domba, rusa, dan kerbau yang kau janjikan kepada kam!”Kemudian orang kaya tersebut memberi mereka masing-masing sebuah PEDATI SAPI PUTIH BESAR yang sama ukurannya. Pedati tersebut tinggi, lebar dan besar, dihiasi dengan berbagai harta karun, dan memiliki lonceng yang tergantung di keempat sisinya. Orang hebat ini memberikan setiap pedati tersebut kepada masing-masing anak-anaknya karena kekayaannya begitu tak terukur hingga semua toko-tokonya dipenuhi segala jenis harta karun.

Anak-anak tersebut naik ke atas pedati besar, bergembira karena mereka belum pernah naik pedati seperti ini, dan tidak pernah mengira akan menerima hadiah yang sedemikian mewahnya.

PENJELASAN:
1.Rumah yang terbakar: melambangkan bahwa dunia ini dipenuhi dengan berbagai penderitaan.
2.Anak-anak: melambangkan orang-orang yang masa bodoh yang tidak menyadari bahwa kematian mendatangi setiap orang.
3.Kebakaran: melambangkan bahwa kematian datang sama rata kepada baik kepada orang kaya, miskin, bijak, maupun bodoh.
4.Satu-satunya pintu gerbang yang sempit: melambangkan bahwa keselamatan bukanlah hal yang mudah dicapai.
   5.Anak-anak yang berlarian keluar: Anda harus melakukannya sendiri. Agama adalah sebuah alam yang hanya bisa dialami sendiri.

6. Pedati domba: melambangkan kendaraan kaum shomon
    Pedati rusa: melambangkan kendaraan kaum engaku
    Pedati kerbau: melambangkan kendaraan kaum Bodhisattva
7. Pedati sapi besar: melambangkan kendaaran Buddha Tunggal, Saddharma Pundarika Sutra
8. Orang yang kaya: melambangkan Buddha Sâkyamuni


Perumpamaan ini menjelaskan bahwa Buddhisme adalah ajaran yang diperuntukkan bagi kita yang bisa membuat kita menghapus ketidak bahagiaan dan menikmati kebahagiaan. Kebahagiaan sejati adalah bersuka cita membantu orang lain dan memberikan kebahagiaan kepada orang lain. Ini adalah pelaksanaan dari Kendaraan Buddha Tunggal.

perumpamaan rumah yang terbakar dalam saddharma pundarika sutra.
dengan mengerti ini, maka anda akan mengerti Mahayana...

Kalau pencapaian nirvana diumpamakan seperti di atas, berarti anak itu bisa mencapai nirvana TANPA PENGERTIAN, alias dikibulin. Riskan sekali. Jadi hanya mengikuti suatu tata cara yang tidak dimengerti, lalu bisa selamat.
Apa benar seperti itu?

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #681 on: 20 April 2009, 05:28:25 PM »
Logika adalah pikiran yang membatas-batasi dan memilah-milah segala sesuatu dengan aturan dan standar kebenaran tertentu.
Akal sehat adalah pikiran yang sesuai dengan pendapat umum atau orang banyak

Pada dasarnya tidak semua akal sehat adalah logis, dan tidak semua akal sehat adalah logis. Tidak semua yang diterima umum adalah benar secara logis, dan tidak semua yang benar secara logis akan diterima oleh umum. Keduanya adalah hal yang berbeda.

Pertama-tama kedua hal ini harus dibedakan dulu.
OK, ini saya setuju.

Quote
Pikiran tercerahkan tidak akan mudah dipahami oleh logika, karena standar-sandar kebenaran logika tentang kebenaran hanyalah hukum baku yang hanya berdasarkan nalar pikiran sebagai uji kebenaran. Pikiran yang tercerahkan berada di luar nalar tersebut, oleh karena itu seringkali di mata logika, pikiran yang tercerahkan tampak "tidak sesuai" dengan standar-standar yang digunakan.
Lagi-lagi saya setuju.

Quote
Sedangkan akal sehat yang hanya berdasarkan pendapat umum belaka, jelas-jelas hanya mencerminkan keyakinan yang dianut secara kolektif akan suatu kebenaran atau standar normalisasi. Pikiran yang tercerahkan jelas berada di luar pikiran umum tentang apa yang baik dan tidak baik. Bagi umum, hidup yang baik adalah untuk mencapai sesuatu prestasi, tapi dalam praktik Dharma kita malah diminta melepaskan segala sesuatu. Dengan demikian, bagi akal sehat pikiran tercerahkan tampak "tidak sesuai" baginya.

Oleh karena itu dikatakan keduanya "tidak berkesesuaian" dengan praktik Dharma karena dalam kacamata keduanya, Pikiran Yang Tercerahkan tampak sangat bertentangan. Meskipun demikian, bagi yang tercerahkan keduanya hanyalah mimpi yang tak berarti
OK, berarti bagi yang tercerahkan, membunuh dan tidak membunuh = sama saja?


Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #682 on: 20 April 2009, 05:36:02 PM »
;D saya tdk berpihak pada aliran T maupun M ... xixixi... hanya dari pemikiranku saja, bro.

Tapi masih sulit sy terima kalau di katakan , bisa membenarkan membunuh seorang pembunuh untuk menghindari jatuhnya korban lain. Kita bisa menangkap dan menyerahkan kepada hukum yang berlaku di negara tersebut. Sudah ada beberapa contoh, pembunuh yang bertobat... siapa tahu dengan di hukumnya dia, maka dia bisa bertobat ? who knows...

setiap manusia mempunyai hati nurani, namun terkadang kejamnya dunia menutupi hati nurani manusia.

Iya, cocok. Kita tidak bisa menghakimi orang lain. Kita boleh melakukan hal yang cocok bagi kita (misalnya kita merasa terancam, maka kita menyerang balik yang mungkin membunuhnya), tapi kita tidak berhak bilang "demi kebenaran, maka itu tidak salah" ataupun "karena saya sudah cerah, maka perbuatan saya itu tidak salah".


Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #683 on: 20 April 2009, 06:48:25 PM »
Quote
10. Kesimpulan

Setelah mengikuti berbagai perdebatan, diskusi, dan kritikan mengenai Mahayana yang ada di berbagai forum serta buku, justru keyakinan saya terhadap Mahayana semakin kuat dan diteguhkan. Tidak ada kritikan yang sanggup menggoyahkan sendi-sendi Mahayana sebagaimana yang saya pahami. Malah sebagian besar kritikan makin memperkokoh sendi-sendi tersebut.Saya menyarankan agar para praktisi Mahayana lebih banyak memusatkan perhatian dalam mengkaji Dharma Mahayana. Para praktisi hendaknya tidak hanya memusatkan perhatian pada ritualistik atau aspek lahiriah Mahayana saja. Banyak praktisi yang beranggapan, asalkan saya sudah nianjing atau nianfo setiap hari sudahlah cukup menjadikan saya Mahayanis. Nianjing atau nianfo tanpa dipahami maknanya tidak akan menimbulkan transformasi batin.

Amiduofo,

Tan
Justru Saya beberapa tahun nianfo dan nianjing tanpa mengerti maknanya sehingga saya lepas mahayana nih (baru tahu tahun kemaren bahwa Saya ini mahayanis :)) ) :D
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #684 on: 20 April 2009, 06:53:26 PM »
PERUMPAMAAN TENTANG TIGA PEDATI DAN RUMAH YANG TERBAKAR (P.61, L.2 - P.63, L.21)

Dahulu kala, seorang yang kaya tinggal di sebuah desa. Kekayaannya tidak terukur. Ia memiliki banyak ladang padi, rumah, dan pelayan. Rumahnya begitu besar, akan tetapi hanya memiliki satu pintu keluar. Dalam rumah itu tinggal ratusan orang. Gedungnya telah rusak, pagar dan dindingnya telah rapuh, dasar dari tiang rumahnya telah lapuk, dan balok dan kuda-kuda atapnya bengkok dan goyah.
Tiba-tiba saja, timbul kebakaran dan segera menyebar ke seluruh penjuru rumah. Dalam rumah ini juga tinggal banyak anak dari orang kaya tersebut. Ia amat takut akan kebakaran besar ini dan berpikir, “Aku mampu keluar dari rumah yang terbakar ini dengan aman, tapi anak-anakku masih di dalam. Pikiran mereka tenggelam dalam permaianan. Mereka tidak mengetahui kalau api sedang menuju ke arah mereka. Mereka tidak takut atau khawatir. Mereka tidak mengetahui apa itu kebakaran.” “Rumah ini hanya memiliki satu pintu gerbang. Lebih parah lagi, gerbangnya kecil dan sempit. Anak-anakku terlalu kecil untuk mengetahui hal ini. Mereka terikat kepada tempat dimana mereka sedang bermain. Mereka bisa terbakar. Aku sebaiknya memberitahu mereka akan bahaya ini. Mereka harus keluar secepatnya, agar tidak mati terbakar.” “Cepatlah keluar!”, ia memperingatkan mereka dengan kata-kata yang penuh kasih, akan tetapi mereka telalu larut dalam bermain hingga tidak mendengar kata-kata ayahnya. Mereka tidak ingin keluar. Mereka berlarian dengan gembiranya. Mereka hanya melirik kepada ayahnya sesekali. “Jika mereka dan saku tidak segera keluar, kita akan terbakar. Aku harus menyelamatkan mereka dari bahaya ini dengan suatu cara upaya.”Ia berkata kepada mereka, “Mainan yang kalian inginkan ada di luar pintu pagar. Ada pedati domba, pedati rusa, dan pedati kerbau. Kalian bisa bermain-main dengannya. Cepatlah keluar dari rumah yang terbakar ini segera!”Anak-anak itu berlarian keluar segera dari rumah yang terbakar, saling dorong-mendorong satu sama lainnya karena masing-masing ingin menjadi yang pertama. Orang kaya yang melihat mereka semua telah keluar dengan selamat, menjadi lega dan menari penuh kegembiraan. Mereka berkata kepada ayahnya, “Ayah! Berikan kepada kami maianan itu! Berikan kami pedati domba, rusa, dan kerbau yang kau janjikan kepada kam!”Kemudian orang kaya tersebut memberi mereka masing-masing sebuah PEDATI SAPI PUTIH BESAR yang sama ukurannya. Pedati tersebut tinggi, lebar dan besar, dihiasi dengan berbagai harta karun, dan memiliki lonceng yang tergantung di keempat sisinya. Orang hebat ini memberikan setiap pedati tersebut kepada masing-masing anak-anaknya karena kekayaannya begitu tak terukur hingga semua toko-tokonya dipenuhi segala jenis harta karun.

Anak-anak tersebut naik ke atas pedati besar, bergembira karena mereka belum pernah naik pedati seperti ini, dan tidak pernah mengira akan menerima hadiah yang sedemikian mewahnya.

PENJELASAN:
1.Rumah yang terbakar: melambangkan bahwa dunia ini dipenuhi dengan berbagai penderitaan.
2.Anak-anak: melambangkan orang-orang yang masa bodoh yang tidak menyadari bahwa kematian mendatangi setiap orang.
3.Kebakaran: melambangkan bahwa kematian datang sama rata kepada baik kepada orang kaya, miskin, bijak, maupun bodoh.
4.Satu-satunya pintu gerbang yang sempit: melambangkan bahwa keselamatan bukanlah hal yang mudah dicapai.
   5.Anak-anak yang berlarian keluar: Anda harus melakukannya sendiri. Agama adalah sebuah alam yang hanya bisa dialami sendiri.

6. Pedati domba: melambangkan kendaraan kaum shomon
    Pedati rusa: melambangkan kendaraan kaum engaku
    Pedati kerbau: melambangkan kendaraan kaum Bodhisattva
7. Pedati sapi besar: melambangkan kendaaran Buddha Tunggal, Saddharma Pundarika Sutra
8. Orang yang kaya: melambangkan Buddha Sâkyamuni


Perumpamaan ini menjelaskan bahwa Buddhisme adalah ajaran yang diperuntukkan bagi kita yang bisa membuat kita menghapus ketidak bahagiaan dan menikmati kebahagiaan. Kebahagiaan sejati adalah bersuka cita membantu orang lain dan memberikan kebahagiaan kepada orang lain. Ini adalah pelaksanaan dari Kendaraan Buddha Tunggal.

perumpamaan rumah yang terbakar dalam saddharma pundarika sutra.
dengan mengerti ini, maka anda akan mengerti Mahayana...

Kalau pencapaian nirvana diumpamakan seperti di atas, berarti anak itu bisa mencapai nirvana TANPA PENGERTIAN, alias dikibulin. Riskan sekali. Jadi hanya mengikuti suatu tata cara yang tidak dimengerti, lalu bisa selamat.
Apa benar seperti itu?
Iya jadi hampir sama konsepnya dengan Juru slamat, asal mengikuti kata2 dan percaya apa yang dikatankan juru slamat maka akan selamat :D
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline dilbert

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.935
  • Reputasi: 90
  • Gender: Male
  • "vayadhamma sankhara appamadena sampadetha"
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #685 on: 20 April 2009, 07:09:20 PM »
^
^
makin tajam saja... setajam silet...
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Offline naviscope

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.084
  • Reputasi: 48
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #686 on: 20 April 2009, 07:57:36 PM »
Quote
10. Kesimpulan

Setelah mengikuti berbagai perdebatan, diskusi, dan kritikan mengenai Mahayana yang ada di berbagai forum serta buku, justru keyakinan saya terhadap Mahayana semakin kuat dan diteguhkan. Tidak ada kritikan yang sanggup menggoyahkan sendi-sendi Mahayana sebagaimana yang saya pahami. Malah sebagian besar kritikan makin memperkokoh sendi-sendi tersebut.Saya menyarankan agar para praktisi Mahayana lebih banyak memusatkan perhatian dalam mengkaji Dharma Mahayana. Para praktisi hendaknya tidak hanya memusatkan perhatian pada ritualistik atau aspek lahiriah Mahayana saja. Banyak praktisi yang beranggapan, asalkan saya sudah nianjing atau nianfo setiap hari sudahlah cukup menjadikan saya Mahayanis. Nianjing atau nianfo tanpa dipahami maknanya tidak akan menimbulkan transformasi batin.

Amiduofo,

Tan
Justru Saya beberapa tahun nianfo dan nianjing tanpa mengerti maknanya sehingga saya lepas mahayana nih (baru tahu tahun kemaren bahwa Saya ini mahayanis :)) ) :D

koq seperti aku melihat
orang yang beralih agama
dari buddha ke kri****

trus menjelek-jelek an agama asal-nya
Tinggalkan masa lalu, lepaskan beban akan masa depan, tidak terikat dengan yang sekarang maka kamu akan merasakan kedamain batin.

Leave the past alone, do not worry about the future, do not cling to the present and you will achieve calm.

Offline naviscope

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.084
  • Reputasi: 48
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #687 on: 20 April 2009, 08:00:55 PM »
PERUMPAMAAN TENTANG TIGA PEDATI DAN RUMAH YANG TERBAKAR (P.61, L.2 - P.63, L.21)

Dahulu kala, seorang yang kaya tinggal di sebuah desa. Kekayaannya tidak terukur. Ia memiliki banyak ladang padi, rumah, dan pelayan. Rumahnya begitu besar, akan tetapi hanya memiliki satu pintu keluar. Dalam rumah itu tinggal ratusan orang. Gedungnya telah rusak, pagar dan dindingnya telah rapuh, dasar dari tiang rumahnya telah lapuk, dan balok dan kuda-kuda atapnya bengkok dan goyah.
Tiba-tiba saja, timbul kebakaran dan segera menyebar ke seluruh penjuru rumah. Dalam rumah ini juga tinggal banyak anak dari orang kaya tersebut. Ia amat takut akan kebakaran besar ini dan berpikir, “Aku mampu keluar dari rumah yang terbakar ini dengan aman, tapi anak-anakku masih di dalam. Pikiran mereka tenggelam dalam permaianan. Mereka tidak mengetahui kalau api sedang menuju ke arah mereka. Mereka tidak takut atau khawatir. Mereka tidak mengetahui apa itu kebakaran.” “Rumah ini hanya memiliki satu pintu gerbang. Lebih parah lagi, gerbangnya kecil dan sempit. Anak-anakku terlalu kecil untuk mengetahui hal ini. Mereka terikat kepada tempat dimana mereka sedang bermain. Mereka bisa terbakar. Aku sebaiknya memberitahu mereka akan bahaya ini. Mereka harus keluar secepatnya, agar tidak mati terbakar.” “Cepatlah keluar!”, ia memperingatkan mereka dengan kata-kata yang penuh kasih, akan tetapi mereka telalu larut dalam bermain hingga tidak mendengar kata-kata ayahnya. Mereka tidak ingin keluar. Mereka berlarian dengan gembiranya. Mereka hanya melirik kepada ayahnya sesekali. “Jika mereka dan saku tidak segera keluar, kita akan terbakar. Aku harus menyelamatkan mereka dari bahaya ini dengan suatu cara upaya.”Ia berkata kepada mereka, “Mainan yang kalian inginkan ada di luar pintu pagar. Ada pedati domba, pedati rusa, dan pedati kerbau. Kalian bisa bermain-main dengannya. Cepatlah keluar dari rumah yang terbakar ini segera!”Anak-anak itu berlarian keluar segera dari rumah yang terbakar, saling dorong-mendorong satu sama lainnya karena masing-masing ingin menjadi yang pertama. Orang kaya yang melihat mereka semua telah keluar dengan selamat, menjadi lega dan menari penuh kegembiraan. Mereka berkata kepada ayahnya, “Ayah! Berikan kepada kami maianan itu! Berikan kami pedati domba, rusa, dan kerbau yang kau janjikan kepada kam!”Kemudian orang kaya tersebut memberi mereka masing-masing sebuah PEDATI SAPI PUTIH BESAR yang sama ukurannya. Pedati tersebut tinggi, lebar dan besar, dihiasi dengan berbagai harta karun, dan memiliki lonceng yang tergantung di keempat sisinya. Orang hebat ini memberikan setiap pedati tersebut kepada masing-masing anak-anaknya karena kekayaannya begitu tak terukur hingga semua toko-tokonya dipenuhi segala jenis harta karun.

Anak-anak tersebut naik ke atas pedati besar, bergembira karena mereka belum pernah naik pedati seperti ini, dan tidak pernah mengira akan menerima hadiah yang sedemikian mewahnya.

PENJELASAN:
1.Rumah yang terbakar: melambangkan bahwa dunia ini dipenuhi dengan berbagai penderitaan.
2.Anak-anak: melambangkan orang-orang yang masa bodoh yang tidak menyadari bahwa kematian mendatangi setiap orang.
3.Kebakaran: melambangkan bahwa kematian datang sama rata kepada baik kepada orang kaya, miskin, bijak, maupun bodoh.
4.Satu-satunya pintu gerbang yang sempit: melambangkan bahwa keselamatan bukanlah hal yang mudah dicapai.
   5.Anak-anak yang berlarian keluar: Anda harus melakukannya sendiri. Agama adalah sebuah alam yang hanya bisa dialami sendiri.

6. Pedati domba: melambangkan kendaraan kaum shomon
    Pedati rusa: melambangkan kendaraan kaum engaku
    Pedati kerbau: melambangkan kendaraan kaum Bodhisattva
7. Pedati sapi besar: melambangkan kendaaran Buddha Tunggal, Saddharma Pundarika Sutra
8. Orang yang kaya: melambangkan Buddha Sâkyamuni


Perumpamaan ini menjelaskan bahwa Buddhisme adalah ajaran yang diperuntukkan bagi kita yang bisa membuat kita menghapus ketidak bahagiaan dan menikmati kebahagiaan. Kebahagiaan sejati adalah bersuka cita membantu orang lain dan memberikan kebahagiaan kepada orang lain. Ini adalah pelaksanaan dari Kendaraan Buddha Tunggal.

perumpamaan rumah yang terbakar dalam saddharma pundarika sutra.
dengan mengerti ini, maka anda akan mengerti Mahayana...

Kalau pencapaian nirvana diumpamakan seperti di atas, berarti anak itu bisa mencapai nirvana TANPA PENGERTIAN, alias dikibulin. Riskan sekali. Jadi hanya mengikuti suatu tata cara yang tidak dimengerti, lalu bisa selamat.
Apa benar seperti itu?

tidak, tapi berusaha menyadarkan mereka.
jika kita membiarkan orang itu, tanpa berusaha untuk menyadarkan mereka
maka mereka akan mati terbakar.

saya bisa saja langsung lari keluar menuju pintu yang sempit itu (jelas tahu, kan, siapa yang bisa berbuat demikian :P)
« Last Edit: 20 April 2009, 08:02:33 PM by naviscope »
Tinggalkan masa lalu, lepaskan beban akan masa depan, tidak terikat dengan yang sekarang maka kamu akan merasakan kedamain batin.

Leave the past alone, do not worry about the future, do not cling to the present and you will achieve calm.

Offline hendrako

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.244
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #688 on: 20 April 2009, 08:42:00 PM »
Quote
10. Kesimpulan

Setelah mengikuti berbagai perdebatan, diskusi, dan kritikan mengenai Mahayana yang ada di berbagai forum serta buku, justru keyakinan saya terhadap Mahayana semakin kuat dan diteguhkan. Tidak ada kritikan yang sanggup menggoyahkan sendi-sendi Mahayana sebagaimana yang saya pahami. Malah sebagian besar kritikan makin memperkokoh sendi-sendi tersebut.Saya menyarankan agar para praktisi Mahayana lebih banyak memusatkan perhatian dalam mengkaji Dharma Mahayana. Para praktisi hendaknya tidak hanya memusatkan perhatian pada ritualistik atau aspek lahiriah Mahayana saja. Banyak praktisi yang beranggapan, asalkan saya sudah nianjing atau nianfo setiap hari sudahlah cukup menjadikan saya Mahayanis. Nianjing atau nianfo tanpa dipahami maknanya tidak akan menimbulkan transformasi batin.

Amiduofo,

Tan
Justru Saya beberapa tahun nianfo dan nianjing tanpa mengerti maknanya sehingga saya lepas mahayana nih (baru tahu tahun kemaren bahwa Saya ini mahayanis :)) ) :D

koq seperti aku melihat
orang yang beralih agama
dari buddha ke kri****

trus menjelek-jelek an agama asal-nya

Kalo saya
koq seperti melihat
orang yang beralih aliran
dari M ke T

trus sedikit sharing kenapa pindah dari aliran asal-nya......
 :))
yaa... gitu deh

Offline naviscope

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.084
  • Reputasi: 48
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #689 on: 20 April 2009, 08:54:13 PM »
^
^
^
semoga tidak menimbulkan kebencian setelah pindah aliran

trus menjelek-jelekan aliran sebelum-nya
berarti kalau gitu, sudah mencapai kemajuan yang cukup berarti :P
Tinggalkan masa lalu, lepaskan beban akan masa depan, tidak terikat dengan yang sekarang maka kamu akan merasakan kedamain batin.

Leave the past alone, do not worry about the future, do not cling to the present and you will achieve calm.