//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...  (Read 663161 times)

0 Members and 2 Guests are viewing this topic.

Offline Tan

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 510
  • Reputasi: 31
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1485 on: 04 June 2009, 12:55:01 PM »
at [Ryu]:

Sesuai dengan anjuran moderator, pertanyaan Anda akan saya jawab di kolom Sutra.

Amiduofo,

Tan

Offline Tan

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 510
  • Reputasi: 31
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1486 on: 04 June 2009, 12:57:11 PM »
ARYA BODHI:

xixiiiixiix... bearti om Tan ke GR-an nichhh... 

TAN:

Wah syukurlah kalau ternyata memang saya yang ke-ge-er-an. Memang harapan saya juga seperti itu. Tetapi apakah Anda BENAR-BENAR tahu pemikiran dan motivasi orang lain (khususnya yang terlibat dalam thread ini)?

Amiduofo,

Tan

Offline bond

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.666
  • Reputasi: 189
  • Buddhang Saranam Gacchami...
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1487 on: 04 June 2009, 02:24:42 PM »
Quote

Apa yang diajarkan oleh Bodhidharma adalah pencerahan seketika yang tidak mengikuti penembusan melalui Jhana 1, 2, 3 dan seterusnya, namun langsung menembus Landasan kekosongan dan Landasan bukan persepsi dan bukan tanpa-persepsi guna mendekati kondisi yang paling dekat dengan Nirvana.

Maaf ini agak rancu, untuk mencapai jhana ini tidak bisa langsung lompat. Kelihatanya lompat karena kemahiranya padahal ia melewati pintu demi pintu dengan cepat. Jadi bila dikatakan langsung ini tidak sesuai dengan praktek/hal yg sebenarnya dan teori jhana. Perlu diingat kalau tidak salah Bodhidharma bertapa 13 tahun di goa menghadap dinding. Dan memiliki kesaktian (yg biasanya didasarkan jhana 4). Yg dimungkinkan bila ia melatih direct vipasana. Bukan jhana lompat.  _/\_

Quote
Masalahnya adalah ada perbedaan konsep pencapaian nirvana antara Theravada dan Mahayana yang memang menyebabkan perdebatan dalam topik ini. Terutama pandangan Mahayana bahwa Bodhisattva mampu menunda realisasi Nirvana Absolut dan tetap mempertahankan kondisi "nirvana mikro" (Bodhicitta) dalam setiap tindakannya. Sedangkan bagi Theravada, tidak ada bedanya antara Nirvana yang direalisasi oleh Sang Buddha dengan yang dicapai oleh siswa-siswanya. Perbedaan ini, tampaknya berkaitan dengan persoalan yang pelik dan sulit dibuktikan oleh kedua belah pihak, karena menyangkut tentang Nirvana yang hanya memang bisa dipahami oleh yang menembusnya.

Bodhisatva menunda karena ingin menjadi SammasamBuddha bukan? Jika saat itu juga dia realisasikan tentu jadi arahat tapi karena tekad untuk menjadi Buddha maka tertunda, disini artinya masih ada Bhava tanha(keinginan utk menjadi) inilah yg disebut kilesa. Saya memahami masalah nirwana pelik, tetapi mengapa Sang Buddha mengatakan siswa2 arahat telah bersih dari kilesa/nibbana?

Quote
Dalam hal ini, Mahayana menganggap bahwa terjadinya kesalahpahaman para Sravaka bahwa "nirvana mikro" adalah Nirvana Mutlak.Dalam hal ini, Bodhidharma sebagai Mahayanis, dan sesuai dengan pencapaiannya, membenarkan bahwa Para Sravaka belum mencapai "pantai seberang." Sedangkan Para Arahat (Pacceka Buddha) mencapai "pantai seberang," namun Para Bodhisattva melampaui "pantai ini" ataupun "pantai seberang." Tentu saja ini hanyalah gambaran kasar, bukan mencerminkan pencapaian sesungguhnya ataupun identitas seperti apapun yang diberikan padanya. Seorang Guru yang dinamai sebagai "Arahat" jika ia memiliki kualitas seperti halnya seorang Bodhisattva maka ia adalah "yang melampaui pantai ini ataupun pantai seberang". Seorang Guru yang meski dijuluki siswa Mahayana sebagai "Bodhisattva" namun jika kualitasnya adalah Sravaka, ia tetap adalah "yang belum mencapai pantai seberang." Dalam hal ini, mohon kita tidak terlalu terikat dengan label-label seperti "Sravaka", "Arahat", "Bodhisattva," dsb-nya. Bukankah bagi Bodhidharma kata-kata dan wujud justru adalah cerminan dari delusi?

Apa sih nirvana menurut mahayana? apa juga arti nirvana mikro dan absolut? Kalau bicara Arahat bukan hanya Pacekka Buddha. Savaka Buddha, pacceka Buddha dan Sammasambuddha adalah arahat.  Kalau Sravaka Arahat baru dengar juga sih  ;D. Kalo sravaka/savaka arahat masih ada kilesa masih bisa diterima.

Quote
Oleh karena itu, saya sepakat dengan anda bahwa dalam membahas hal seperti ini diskusi yang berbelit-belit hanya akan memperumit keadaan, karena selama ini saya selalu menolak membahas hal ini. Sebaliknya saya kurang setuju dengan pandangan bahwa cukup dengan penjabaran teknik-teknik meditasi dan dukungan referensi sutta ataupun sutra dapat menjernihkan persoalan ini. Sekali lagi, cara penjabaran demikian dengan menyusun deskripsi pencapaiannya secara detil tahap demi tahap yang kemudian dikait-kaitan dengan referensi sutta tidak membuktikan suatu pendekatan lebih baik daripada lainnya, sebab bagaimanapun yang tejadi hanyalah usaha memberikan pembenaran terhadap suatu metode tertentu.

Makanya supaya tidak berbelit saya tanya prakteknya jika tidak lalu untuk apa kita berlatih ?. Misalnya penjelasannya prakteknya gini lho dan ini ada dalam sutra ini. Cirinya mencapai ini adalah itu. paling tidak yg dasar2.  Atau Ada penjelasan gamblang ini lho yg dilatih Bodhidharma. Artinya jangan sampai langsung tertulis dia mencapai pencerahan tapi apa landasan latihannya/prakteknya?. Misal telah ditulis meditasi ala mahayana ada a,b,c dan d. Hanya itu saja. Bagaimana dan gimana tidak jelas. Lalu bagaimana kita bisa maju. Karena kemajuan dalam Praktek harus tau cara mengolahnya.Jadi disini sebenarnya bukan untuk membenarkan metode tertentu. Smoga dipahami pointnya, dan saya tidak ada maksud berdebat tanpa dasar. Karena minimnya pengetahuan saya ttg mahayana khususnya maka saya banyak bertanya hal yg lebih konkrit .
Contoh begini : Ada seorang bhikkhu melatih untuk menghilangkan kilesa.....lalu mencapai nibbana. Dan tiba2 ada orang lain bilang "membayangkan" padahal yg dilatih benar2 melihat langsung nah tentunya saya tanya koq bisa begitu? atau bisa juga si bhikhu itu bertanya koq kamu tau ?

Contoh lain : sharing saja ya. Misal Anda berlatih pada seorang guru contoh Paauk Sayadaw, lalu kita katakan sudah sampai sini ternyata belum. Lalu diberikan instruksinya yg benar dan dijelaskan mengapa demikian. Dan akhirnya mencapai tahap itu. Dan ini bisa dijelaskan. Nah makanya saya tanya...mungkin selain bro bisa juga praktisi mahayanis lainnya menjelaskan maksud Bodhidharma membayangkan dasarnya apa? Apa ada dalam sutra, apa alasannya ? dan bagaimana cara berlatih menurut sutra? dan apakah cara menurut sutra itu sesuai yg diajarkan Sang Buddha. Kalau Sutta kan jelas ada, jadi disini saya tidak memperbandingkan sutta dan sutra.

Quote
Dikatakan dalam Mahayana, Arahat terlepas dari Kilesavarana (Rintangan Kekotoran Batin), namun Bodhisattva terlepas dari Kilesavarana (Rintangan kekotoran batin) dan Jneyavarana (Rintangan Paham). Maka dalam Mahayanapun diakui bahwa Arahat lepas dari kekotorna batin. Meskipun demikian untuk mencapai Anuttara Samyak Sambodhi, ia harus bebas dari Jneyavarana.  Menurut saya pribadi, Jneyavara berkaitan dengan keempat corak yang disebut dalam  Sutra Maha Kesadaran Yang Sempurna, yang terdiri dari ‘corak aku’, ‘corak manusia’, ‘corak makhluk’ dan ‘corak kehidupan’.

Apa arti jneyavarana menurut sutra Mahayana sendiri selain pandangan bro pribadi.?

Apakah Jneyavarana adalah juga kilesa?

4 corak itu adalah tentang micchaditthi yg telah tidak ada lagi pada diri arahat dan prakteknya juga demikian. Jangan2 yg dimaksud non mahayanis arahat sebenarnya bodhisatva di mahayanis lagi, karena masalah konsep, nah lho  ;D (spekulatif deh...)

Quote
Dalam hal ini, ke-Bodhisattva-an sebenarnya adalah kondisi yang bebas dari keempat corak sehingga dengan demikian meskipun ia tetap tinggal dalam samsara, namun ia tidak pernah melekat padanya. Sedangkan Arahat dan Sravaka diyakini masih memiliki keempat Corak ini.

Berarti ini karena diyakini? bukan fakta lapangan dong  ;D
Quote
Demikianlah yang kuketahui. Mohon maaf jika ada kesalahan ucap yang menyebabkan ketidaksenangan.

Demikian juga saya  ;D _/\_







« Last Edit: 04 June 2009, 02:31:12 PM by bond »
Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1488 on: 04 June 2009, 02:26:57 PM »
ARYA BODHI:

xixiiiixiix... bearti om Tan ke GR-an nichhh... 

TAN:

Wah syukurlah kalau ternyata memang saya yang ke-ge-er-an. Memang harapan saya juga seperti itu. Tetapi apakah Anda BENAR-BENAR tahu pemikiran dan motivasi orang lain (khususnya yang terlibat dalam thread ini)?

Amiduofo,

Tan
Sudah saya katakan, base saya mahayana, hanya saya memang belum memahami mahayana sama sekali, hanya kebaktian doang + lirik cewe kakakakakak
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1489 on: 04 June 2009, 02:57:01 PM »
INDRA:

Sdr. Tan, mohon jawab saya, apakah anda merasa ada usaha untuk mengalih-yakinkan anda? saya melihat thread ini sudah lumayan panjang tapi diskusi sptnya tidak ada kemajuan, dan jika ditambah lagi adanya usaha untuk menconvert seseorang, maka saya akan membekukan thread ini.

sbg info, pada setiap postingan tersedia button "report to moderator" yang bisa anda gunakan jika ada postingan yang tidak selayaknya menurut anda

TAN:

Benar. Saya merasa seolah-olah begitu. Mohon maaf, kalau perasaan saya ini salah. Mengapa saya berperasaan demikian? Karena pada diskusi di milis ini (atau setidaknya pada thread ini) saya melihat rekan-rekan non Mahayana berupaya membuktikan bahwa Mahayana itu "salah" (umpamanya mereka menunjukkan "kejanggalan" tentang Sukhavati dan doktrin-doktrin Mahayana lainnya). Nah, kalau sudah mau membuktikan bahwa Mahayana itu "salah." Apa lagi kalau bukan upaya "pengalihan keyakinan" walau dengan cara halus?
Itu sama saja dengan agama lain yang berupaya "mengalihkan-keyakinan" orang Buddhis dengan membuktikan bahwa agama Buddha itu "salah" dan keyakinan mereka yang benar.
Bagi saya kalau ingin berdiskusi lintas sekte, cukup sebatas saling memahami. Bahwa Mahayana dan non Mahayana itu memang beda. Tidak perlu dicari mana yang lebih "benar" atau lebih "salah." Cukup mengerti saja: "O Mahayana ini begitu.. Non Mahayana ini begitu." Seperti yang ada di buku David. J. Kalupahana dan Hans Wolfgang Schumann. Semuanya dapat memberikan pandangan mengenai Mahayana dan non Mahayana dari sudut pandang yang netral.
Nah, semoga saja perasaan saya akan adanya usaha "pengalihan-keyakinan" itu salah.

Amiduofo,

Tan

Saya terpaksa menelusuri kembali thread ini dari page 1, dan saya tidak menemukan indikasi sehubungan tuduhan anda. anda bergabung dalam thread ini setelah diskusi berjalan hingga page 26, apakah ada member yg mempengaruhi/mengajak anda untuk masuk ke thread ini? kalau anda masuk secara sukarela, anda tentu mengerti bahwa itu bukanlah usah mengconvert anda.

Forum ini tidak mengijinkan adanya usaha2 pengkonversian keyakinan siapapun. beberapa usaha untuk melakukan hal ini oleh orang2 non-buddhist telah kami tindak tegas.

Meskipun anda sudah minta maaf, tapi kerusakan telah terjadi, jadi saya terpaksa memberikan peringatan (SP1) terhadap anda sehubungan dengan tuduhan tidak berdasar ini, agar di masa mendatang anda bisa lebih berhati2.

_/\_
« Last Edit: 04 June 2009, 02:59:01 PM by Indra »

Offline marcedes

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.528
  • Reputasi: 70
  • Gender: Male
  • May All Being Happinesssssssss
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1490 on: 04 June 2009, 03:32:03 PM »
Pada saat itu Sang Buddha menyapa Para Bodhisattva, mahluk-mahluk Kasurgan dan Keempat Kelompok itu dengan bersabda:"Melalui banyak kalpa yang tak terhitung yang telah lewat, Aku telah mencari Hukum Kesunyataan Sutta Bunga Teratai itu dengan tiada henti-hentinya. Selama banyak kalpa lamanya, Aku menjadi Seorang Raja dan berPrasetya untuk mencari Penerangan Agung dengan hati yang tiada pernah ragu. Karena ingin untuk mewujudkan Keenam Paramita, maka sungguh-sungguh Aku berdana dengan setulus hati; Gajah-Gajah, Kuda, Istri-Istri, Anak-Anak, Budak Laki-Laki dan Perempuan, Pelayan-Pelayan dan Pengikut, Kepala, Mata, Sumsum, Otak, Daging Tubuh-Ku, Kaki dan Tangan serta seluruh Jiwa Raga Aku danakan. Pada waktu itu masa hidup manusia adalah tanpa batas. Demi untuk Hukum Kesunyataan Sutta Bunga Teratai ini, Aku tinggalkan Tahta Negeri-Ku dan Aku serahkan Pemerintahan-Ku kepada Pangeran Agung. Dengan tetabuhan genderang dan pemakluman yang menyeluruh, Aku mencari Kebenaran dimanapun jua dengan menjanjikan :"Siapakah gerangan yang dapat mengajarkan sebuah Kendaraan Agung Kepada-Ku, maka kepada-Nya Aku akan mempersembahkan seluruh Hidup-ku dan menjadi Pelayan-Nya." Ketika itu Seorang Pertapa datang Kepada-Ku, Sang Raja
dan berkata:"Hamba mempunyai Satu Kendaraan Agung yang disebut Hukum Kesunyataan Sutta Bunga Teratai Yang Menakjubkan. Jika Paduka mematuhi Hamba, maka Hamba akan mengajarkan-Nya kepada Paduka." Aku, Sang Raja, demi mendengar apa yang telah diucapkan oleh Sang Pertapa itu, menjadi berdebar karena Kegembiraan yang meluap-luap dan segera Aku mengikuti-Nya, melayani segala kebutuhan-Nya, mengumpulkan bebuahan, mengangsu air, mengumpulkan bahan bakar, mempersiapkan daharnya dan bahkan menjadikan Tubuh-Ku sebagai tempat duduk dan tempat tidur-Nya, tetapi meskipun demikian Jiwa dan Raga-Ku tidak pernah merasa letih. Pada saat Aku melayani demikian itu, seribu tahun telah berlalu dan karena demi Hukum itu, Aku melayani-Nya dengan bersemangat sehingga Ia tidak kekurangan apapun jua."


...........
kemudian


Sang Buddha bersabda kepada seluruh Bhiksu:"Raja dimasa dahulu itu adalah Aku Sendiri dan Orang Bijak pada masa itu adalah Sang Devadatta Sendiri. Melalui Persahabatan yang baik dari Sang Devadatta, Aku dapat menjadi sempurna didalam Keenam Paramita, didalam hal Keluhuran, Welas asih, Kebahagiaan dan Pikiran Bebas, didalam hal Ke 32 Tanda, 80 jenis Keistimewaan, Kulit yang berlapis Emas, 10 macam Kekuatan, ke 4 macam Keberanian, ke 4 Angger-Angger Kemasyarakatan, ke 18 ciri-ciri yang khusus, Kekuatan-Kekuatan Ghaib di Jalanan Agung, Pencapaian Penerangan Agung, dan Penyelamatan umat yang menyeluruh, yang semuanya ini semata-mata berkat Persahabatan yang baik dari Sang Devadatta.
Aku nyatakan kepada Kalian Keempat Kelompok: Sang Devadatta nanti, sesudah kemangkatan-Nya dan sesudah sekian kalpa yang tak terhitung berlalu, akan menjadi Seorang Buddha yang bergelar Devaraja, Yang Telah Datang, Yang Maha Suci, Yang Telah Mencapai Penerangan Sempurna, Yang Telah Mencapai Kebebasan Yang Sempurna, Sempurna Pikiran dan Perbuatan, Yang Terbahagia, Maha Tahu Tentang Dunia, Sang Pemimpin Tiada Tandingan, Guru Dewa dan Manusia, Yang Telah Sadar, Yang Dihormati Dunia, dan yang Dunia-Nya akan disebut Devasopanna. Pada saat itu Sang Devaraja akan tinggal di dunia selama 20 kalpa sedang Beliau akan mengkhotbahkan Hukum Kesunyataan Yang Menakjubkan secara luas kepada seluruh umat, dan para mahluk hidup yang banyaknya seperti pasir-pasir dari Sungai Gangga yang akan mencapai KeArhatan; Para Umat yang tanpa terhitung jumlah-Nya seperti pasir-pasir dari Sungai Gangga, mencurahkan Diri Pada Jalan Agung, akan mencapai Kepastian untuk tidak terlahir kembali dan Mereka akan mencapai Tingkatan yang tiada akan jatuh kembali pada kehidupan yang tidak kekal.

kemudian,,,

Sang Buddha bersabda kepada Para Bhiksu: "Seandainya di dalam dunia yang mendatang terdapat Putera ataupun Puteri yang baik, yang mendengarkan Hikmah Sang Devadatta tentang Hukum Kesunyataan Sutta Bunga Teratai Yang Menakjubkan ini dengan Hati Yang Bersih dan Penghormatan karena Keyakinan serta tiada rasa bimbang sedikitpun, maka Orang seperti ini tidak akan terjatuh ke dalam neraka atau menjadi seorang yang berjiwa tanha maupun menjadi seekor hewan, tetapi Ia akan terlahir dihadapan Para Buddha dari alam semesta. Dimanapun juga Ia terlahir, Ia akan selalu mendengar Sutta ini. Dan jika Ia terlahir diantara Para Dewa dan Manusia, maka Ia akan menikmati Kebahagiaan yang tiada taranya. Bagi Sang Buddha yang menyaksikan Kelahiran-Nya haruslah melalui permunculan dari sebuah Bunga Teratai."




saya sungguh tidak mengerti...
sang pertapa(devadatta) mendengarkan sutra ini dari buddha yang lampau, lalu kemudian melafalkan-nya...terus knp devadatta bisa masuk neraka avici?
Orang seperti ini tidak akan terjatuh ke dalam neraka atau menjadi seorang yang berjiwa tanha maupun menjadi seekor hewan, tetapi Ia akan terlahir dihadapan Para Buddha dari alam semesta.

terus..

apabila pertapa(devadatta) mengajarkan hukum ini pada raja(gotama), mengapa sekarang pertapa-nya jadi merosot batin-nya?..
dan jika kita lihat dari kejadian.

dikatakan jauh sebelum kelahiran Gotama,beliau telah mencapai pencerahan sempurna....
tetapi pada waktu menjadi seorang Raja(disini berarti belum sempurna) kok masih butuh pengajaran dari Devadatta, disini berarti Devadatta lebih dulu mempelajari sutra ini jauh sebelum Gotama.

apa mau di jawab upayaklausa lagi?

dari Buddha berpura-pura bertapa menjadi kurus kering selama 6 tahun(hampir mati pula), butuh bimbingan dari guru-guru meditasi....
bahkan dengan nafsu nya memperebutkan gadis pada waktu pernikahan dengan mempertunjukkan kemampuan memanah...
apa ini ciri-ciri dari seorang tercerahkan?
dan aneh-nya mengapa setelah berakting mencapai pencerahan...buddha sangat tidak setuju dengan perbuatan (maaf hubungan intim)
lalu mengapa di satu sisi melakukan hubungan intim?

upaya lagi jawabnya?
saya rasa ini jadi mirip dengan agama tetangga, yang katanya menikah demi melindungi wanita dari perbudakan tau-tau malah melakukan hubungan intim dengan semua istri nya dalam 1 malam. !!!
bahkan dengan gadis dibawah umur....

dan setahu saya devadatta hanya akan menjadi seorang Paccekabuddha...bukan Sammasambuddha..

Sang Devadatta nanti, sesudah kemangkatan-Nya dan sesudah sekian kalpa yang tak terhitung berlalu, akan menjadi Seorang Buddha yang bergelar Devaraja, Yang Telah Datang, Yang Maha Suci, Yang Telah Mencapai Penerangan Sempurna, Yang Telah Mencapai Kebebasan Yang Sempurna, Sempurna Pikiran dan Perbuatan, Yang Terbahagia, Maha Tahu Tentang Dunia, Sang Pemimpin Tiada Tandingan, Guru Dewa dan Manusia, Yang Telah Sadar, Yang Dihormati Dunia, dan yang Dunia-Nya akan disebut Devasopanna.
bukankah kata-kata ini setahu saya selalu di tujukan pada seorang Sammsambuddha.


mohon info,
salam metta.

mohon diberi penjelasan...
Ada penderitaan,tetapi tidak ada yang menderita
Ada jalan tetapi tidak ada yang menempuhnya
Ada Nibbana tetapi tidak ada yang mencapainya.

TALK LESS DO MOREEEEEE !!!

Offline marcedes

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.528
  • Reputasi: 70
  • Gender: Male
  • May All Being Happinesssssssss
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1491 on: 04 June 2009, 03:34:13 PM »
INDRA:

Sdr. Tan, mohon jawab saya, apakah anda merasa ada usaha untuk mengalih-yakinkan anda? saya melihat thread ini sudah lumayan panjang tapi diskusi sptnya tidak ada kemajuan, dan jika ditambah lagi adanya usaha untuk menconvert seseorang, maka saya akan membekukan thread ini.

sbg info, pada setiap postingan tersedia button "report to moderator" yang bisa anda gunakan jika ada postingan yang tidak selayaknya menurut anda

TAN:

Benar. Saya merasa seolah-olah begitu. Mohon maaf, kalau perasaan saya ini salah. Mengapa saya berperasaan demikian? Karena pada diskusi di milis ini (atau setidaknya pada thread ini) saya melihat rekan-rekan non Mahayana berupaya membuktikan bahwa Mahayana itu "salah" (umpamanya mereka menunjukkan "kejanggalan" tentang Sukhavati dan doktrin-doktrin Mahayana lainnya). Nah, kalau sudah mau membuktikan bahwa Mahayana itu "salah." Apa lagi kalau bukan upaya "pengalihan keyakinan" walau dengan cara halus?
Itu sama saja dengan agama lain yang berupaya "mengalihkan-keyakinan" orang Buddhis dengan membuktikan bahwa agama Buddha itu "salah" dan keyakinan mereka yang benar.
Bagi saya kalau ingin berdiskusi lintas sekte, cukup sebatas saling memahami. Bahwa Mahayana dan non Mahayana itu memang beda. Tidak perlu dicari mana yang lebih "benar" atau lebih "salah." Cukup mengerti saja: "O Mahayana ini begitu.. Non Mahayana ini begitu." Seperti yang ada di buku David. J. Kalupahana dan Hans Wolfgang Schumann. Semuanya dapat memberikan pandangan mengenai Mahayana dan non Mahayana dari sudut pandang yang netral.
Nah, semoga saja perasaan saya akan adanya usaha "pengalihan-keyakinan" itu salah.

Amiduofo,

Tan

Saya terpaksa menelusuri kembali thread ini dari page 1, dan saya tidak menemukan indikasi sehubungan tuduhan anda. anda bergabung dalam thread ini setelah diskusi berjalan hingga page 26, apakah ada member yg mempengaruhi/mengajak anda untuk masuk ke thread ini? kalau anda masuk secara sukarela, anda tentu mengerti bahwa itu bukanlah usah mengconvert anda.

Forum ini tidak mengijinkan adanya usaha2 pengkonversian keyakinan siapapun. beberapa usaha untuk melakukan hal ini oleh orang2 non-buddhist telah kami tindak tegas.

Meskipun anda sudah minta maaf, tapi kerusakan telah terjadi, jadi saya terpaksa memberikan peringatan (SP1) terhadap anda sehubungan dengan tuduhan tidak berdasar ini, agar di masa mendatang anda bisa lebih berhati2.

_/\_

agar lebih mantap lebih baik kalau tertulis, "saya dengan ikhlas menelusuri thread ini dari page 1." ;D    _/\_
Ada penderitaan,tetapi tidak ada yang menderita
Ada jalan tetapi tidak ada yang menempuhnya
Ada Nibbana tetapi tidak ada yang mencapainya.

TALK LESS DO MOREEEEEE !!!

Offline marcedes

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.528
  • Reputasi: 70
  • Gender: Male
  • May All Being Happinesssssssss
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1492 on: 04 June 2009, 03:38:44 PM »
Quote
Makanya supaya tidak berbelit saya tanya prakteknya jika tidak lalu untuk apa kita berlatih ?. Misalnya penjelasannya prakteknya gini lho dan ini ada dalam sutra ini. Cirinya mencapai ini adalah itu. paling tidak yg dasar2.  Atau Ada penjelasan gamblang ini lho yg dilatih Bodhidharma. Artinya jangan sampai langsung tertulis dia mencapai pencerahan tapi apa landasan latihannya/prakteknya?. Misal telah ditulis meditasi ala mahayana ada a,b,c dan d. Hanya itu saja. Bagaimana dan gimana tidak jelas. Lalu bagaimana kita bisa maju. Karena kemajuan dalam Praktek harus tau cara mengolahnya.Jadi disini sebenarnya bukan untuk membenarkan metode tertentu. Smoga dipahami pointnya, dan saya tidak ada maksud berdebat tanpa dasar. Karena minimnya pengetahuan saya ttg mahayana khususnya maka saya banyak bertanya hal yg lebih konkrit .
Contoh begini : Ada seorang bhikkhu melatih untuk menghilangkan kilesa.....lalu mencapai nibbana. Dan tiba2 ada orang lain bilang "membayangkan" padahal yg dilatih benar2 melihat langsung nah tentunya saya tanya koq bisa begitu? atau bisa juga si bhikhu itu bertanya koq kamu tau ?

Contoh lain : sharing saja ya. Misal Anda berlatih pada seorang guru contoh Paauk Sayadaw, lalu kita katakan sudah sampai sini ternyata belum. Lalu diberikan instruksinya yg benar dan dijelaskan mengapa demikian. Dan akhirnya mencapai tahap itu. Dan ini bisa dijelaskan. Nah makanya saya tanya...mungkin selain bro bisa juga praktisi mahayanis lainnya menjelaskan maksud Bodhidharma membayangkan dasarnya apa? Apa ada dalam sutra, apa alasannya ? dan bagaimana cara berlatih menurut sutra? dan apakah cara menurut sutra itu sesuai yg diajarkan Sang Buddha. Kalau Sutta kan jelas ada, jadi disini saya tidak memperbandingkan sutta dan sutra.
lebih tepat nya seperti visudhimagga yang menjelaskan cukup terperinci mengenai jalan menuju nibbana,

sedangkan mahayana, hanya mempratekkan ini, tiba-tiba langsung "Zap" telah mencapai pencerahan..
sedangkan penjelasan-nya tidak ada.^^
Ada penderitaan,tetapi tidak ada yang menderita
Ada jalan tetapi tidak ada yang menempuhnya
Ada Nibbana tetapi tidak ada yang mencapainya.

TALK LESS DO MOREEEEEE !!!

Offline marcedes

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.528
  • Reputasi: 70
  • Gender: Male
  • May All Being Happinesssssssss
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1493 on: 04 June 2009, 05:43:28 PM »
Demikianlah nama para Tathagata tersebut. Apabila ada orang yang berkesempatan mendengar-Nya,
maka orang itu tidak pernah mendengarkan perkataan jahat lagi selama 60.000 kalpa. Ia tak akan
terjatuh ke dalam Neraka Avici.
.....

Setelah selesai melafalkan Dharani-Nya, Bodhisattva Avalokitesvara lalu berkata pada Bhagava Buddha, "Yang
Dijunjungi Dunia, demikianlah Dharani Nama Seluruh Tathagata. Apabila ada putera dan
puteri berbudi yang menerima, mempertahankan, membaca, melafalkan, merenungkan makna, serta
menghafalkan-Nya; maka orang itu dapat dikatakan telah menghapus lima kejahatan besar yang pernah
dilakukannya.

.....

Setelah wafat akan terlahir kembali sebagai dewa atau raja, yang usianya dapat mencapai 8.400000
tahun. Lalu akan terlahir sebagai raja Cakravartin yang usianya mencapai 60 kalpa menengah.
Kemudian, ia akan memiliki kesempatan untuk berjumpa dengan seorang Buddha bernama
Perbendaharaan Teratai Tathagata Arahat Samyaksambuddha."


--------------------
seseorang hanya mendengar kan saja....tidak akan bisa mendengar hal jahat selama 60.000 kalpa?apa benar
seorang Sammsambuddha seperti Buddha Gotama saja sudah beberapa kali mendengar hal jahat....

dan lagi kalau se-tahu saya Raja Cakkavatti adalah merupakan seorang Raja penguasa dunia...secara Tunggal.

apa benar bisa umur bisa sampai 60 kalpa/kappa?
jadi ketika 1 kappa saja hancur, raja itu menetap dimana tinggal?...

moho penjelasan.
salam metta.
Ada penderitaan,tetapi tidak ada yang menderita
Ada jalan tetapi tidak ada yang menempuhnya
Ada Nibbana tetapi tidak ada yang mencapainya.

TALK LESS DO MOREEEEEE !!!

Offline dilbert

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.935
  • Reputasi: 90
  • Gender: Male
  • "vayadhamma sankhara appamadena sampadetha"
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1494 on: 04 June 2009, 06:46:20 PM »
Ini Arahat sravaka artinya dibawah arahat seperti sravaka Buddha dibawah Sammasambuddha? istilahnya ngak jelas  ;D Dan menurut mahayana emang ada berapa jenis arahat? Karena sepengetahuan saya cara mereka berlatih dan pandangan mereka ttg nibbana pun sejalan dengan Sang Buddha. Dan ini jelas dalam Tipitaka Pali bagaimana Sang Buddha menjelaskan ttg perealisasian nibbana oleh para arahat. Contoh Bahiya , Sariputta dll. Nah permasalahannya jika Mahayana mengakui Tipitaka Pali juga tetapi terjadi pendefinisian bahwa arahat masih ada kilesa maka kontradiktif bukan? Kembali pertanyaan saya yg awal juga "Pertanyaanya apakah yg telah mempelajari zen dapat melihat langsung berakhirnya delusi atau adakah referensi  sutta yg dimilikinya dapat menjelaskan secara praktek? jika ada bisa dishare disini...agar menambah wawasan kita bersama?" Kalau di satipathana sutta, bahiya sutta dan kitab komentar visuddhi magga sangat jelas rincian latihan/praktek untuk menghilangkan kilesa. Itu maksud pertanyaan saya agar lebih jelas lagi.

Dikatakan dalam Mahayana, Arahat terlepas dari Kilesavarana (Rintangan Kekotoran Batin), namun Bodhisattva terlepas dari Kilesavarana (Rintangan kekotoran batin) dan Jneyavarana (Rintangan Paham). Maka dalam Mahayanapun diakui bahwa Arahat lepas dari kekotorna batin. Meskipun demikian untuk mencapai Anuttara Samyak Sambodhi, ia harus bebas dari Jneyavarana.  Menurut saya pribadi, Jneyavara berkaitan dengan keempat corak yang disebut dalam  Sutra Maha Kesadaran Yang Sempurna, yang terdiri dari ‘corak aku’, ‘corak manusia’, ‘corak makhluk’ dan ‘corak kehidupan’.

‘Corak aku’ muncul ketika seseorang berusaha membuktikan dirinya merealisasi nirvana yang tenang dan suci. Ia meyakini bahwa nirvana dalah kondisi batin. Keyakinan ini membuktikan bahwa dirinya masih diliputi oleh sebuah kesadaran subjektif yang mencerminkan keakuan. Pandangan ini muncul karena adanya keyakinan dari semula bahwa hanya “aku” yang bisa mencapai nirvana, sehingga ia memisahkan antara “pengalaman internal” dengan “pengalaman eksternal”. Jika seseorang merasa mencapai Nirvana dengan pemikiran demikian maka ia sebenarnya ia belum merealisasi Nirvana yang sebenarnya.

‘Corak manusia’ adalah kecenderungan di mana ketika seseorang merasa dirinya telah merealisasi nirvana dan ia kemudian menganggap bahwa ia mencapai nirvana, maka ia terjebak pada anggapan yang sebenarnya masih mencerminkan bahwa ia masih memiliki kedirian.

‘Corak makhluk’  adalah rintangan yang muncul ketika ia berhasil menyadari bahwa ‘corak aku’ dan ‘corak manusia’ pada dasarnya adalah kosong tanpa inti, namun ia kemudian menganggap dirinya telah lepas dari corak aku dan corak manusia, sehingga ia merasa menjadi suci. Karena ia masih belum terlepas dari kesan ‘menganggap dirinya’, maka pikiran tersebut adalah ‘Corak makhluk’.

Singkatnya: membuktikan dirinya telah mencapai pencerahan adalah Corak Aku, menganggap dirinya telah sadar adalah Corak Manusia, pemahaman bahwa ia tidak memiliki corak apapun adan Corak Makhluk.

Selanjutnya, karena memiliki ‘daya paham’ akan corak-corak tersebut maka ia dikatakan memiliki Corak kehidupan. Karena bagaimanapun ‘daya paham’ mencerminkan adanya ‘pemahaman’ itu sendiri, yang berarti seseorang masih berjebak dalam diri. Bahkan kesadaran dan daya pengertian yang akan ketiga corak itu sendiri pun pada dasarnya adalah debu, oleh karena itu ‘daya pemahaman’ dan ‘daya sadar’ demikian juga dilepas.

Dalam hal ini, ke-Bodhisattva-an sebenarnya adalah kondisi yang bebas dari keempat corak sehingga dengan demikian meskipun ia tetap tinggal dalam samsara, namun ia tidak pernah melekat padanya. Sedangkan Arahat dan Sravaka diyakini masih memiliki keempat Corak ini.

Demikianlah yang kuketahui. Mohon maaf jika ada kesalahan ucap yang menyebabkan ketidaksenangan.

AFAIK, dalam konsep dasabhumi (sepuluh tingkat) bodhisatva Mahayana, seorang sravaka hanya digolongkan pada bodhisatva tingkat ke-7 yang hanya melenyapkan kilesavarana, sedangkan bodhisatva tingkat-10 (dianggap sudah mencapai annutara samyaksambuddha) telah melenyapkan kilesavarana dan jneyvarana (rintangan paham).

Sebenarnya dalam hal ini, di dalam konsep Theravada (kalau dapat disebutkan sebagai itu), perbedaan kualitas pencapaian ke-BUDDHA-an (sravaka, pacceka atau sammasambuddha) adalah pada kualitas penyempurnaan paraminya.
1. Seorang sammasambuddha pannadhika (yang unggul di dalam kebijaksanaan) harus menempuh TAMBAHAN kehidupan sebanyak 4 assankheya kappa ditambah seratus ribu kappa untuk menyempurnakan parami-nya.
2. Seorang sammasambuddha saddhadika (yang unggul di dalam keyakinan) harus menempuh TAMBAHAN kehidupan sebanyak 8 assankheya kappa ditambah seratus ribu kappa untuk menyempurnakan parami-nya.
3. Seorang sammasambuddha viriyadhika (yang unggul di dalam usaha) harus menempuh TAMBAHAN kehidupan sebanyak 16 assankheya kappa ditambah seratus ribu kappa untuk menyempurnakan paraminya.

Untuk seorang pacceka buddha, mereka harus memenuhi Kesempurnaannya selama dua asaïkhyeyya dan seratus ribu kappa. Mereka tidak dapat menjadi Pacceka-Buddha sebelum melewati masa Pemenuhan Kesempurnaan sebanyak kappa itu

Disebut juga Sàvaka-Bodhisatta adalah (a) bakal Siswa Utama (Agga Sàvaka), sepasang siswa seperti Yang Mulia Sàriputta (Upatissa) dan Yang Mulia Moggallàna (Kolita), (b) bakal Siswa Besar (Mahà Sàvaka), delapan puluh Siswa Besar (seperti Yang Mulia Kondanna sampai dengan Yang Mulia Piïgiya), (c) bakal Siswa Biasa (Pakati Sàvaka), yaitu siswa-siswa lain selain Siswa Utama dan Siswa Besar, yang semuanya telah mencapai Arahanta selain yang telah disebutkan di atas.

Dari tiga kelompok ini (a) bakal Siswa Utama harus memenuhi Kesempurnaannya selama satu asaïkhyeyya dan seratus ribu kappa; (b) bakal Siswa Besar selama seratus ribu kappa, (c) bakal Siswa Biasa, tidak disebutkan dalam Tipiñaka berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk memenuhi Kesempurnaan, namun dalam Komentar dan Subkomentar dari Pubbenivàsakathà (dalam Mahàpadàna Sutta) disebutkan bahwa para Siswa Besar dapat mengingat kehidupan lampaunya sampai seratus ribu kappa yang lalu dan Siswa Biasa kurang dari itu. Karena pemenuhan Kesempurnaan dilakukan dalam setiap kehidupannya, dapat disimpulkan bahwa bakal Siswa Biasa harus memenuhi Kesempurnaan selama tidak lebih dari seratus ribu kappa, namun waktu pastinya tidak ditentukan, dapat selama seratus kappa atau seribu kappa, dan sebagainya.

Bahkan dalam beberapa contoh, hanya satu atau dua kehidupan seperti dalam kisah seekor katak berikut:
Seekor katak terlahir sebagai dewa setelah mendengar suara Buddha yang sedang membabarkan Dhamma. Sebagai dewa ia mengunjungi Buddha dan menjadi seorang yang ‘memasuki arus’ sebagai akibat dari perbuatan mendengarkan Dhamma dari Buddha (lengkapnya terdapat dalam kisah Manduka dalam Vimàna-vatthu).

YANG MENJADI "PERMASALAHAN" adalah di dalam paham mahayana, seorang sravaka (tidak semua) dapat keluar dari "NIBBANA SRAVAKA" yang identik dengan bodhisatva tingkat-7, untuk kemudian melanjutkan lagi pencapaiannya menjadi bodhisatva tingkat-10 (identik dengan sammasambuddha).
Sedangkan di dalam non-mahayana (a.k.a. Theravada), seseorang ketika sudah merealisasikan nibbana (baik itu sravaka, pacceka maupun sammasambuddha) tidak akan terkondisi lagi terlahirkan di alam manapun lagi, sehingga di dalam hal ini, tidak akan ada lagi pencapaian ataupun non pencapaian setelah parinibbana.

Hal ini sejalan dengan kisah adithana petapa SUMEDHA di hadapan buddha dipankara, walaupun secara kualitas petapa SUMEDHA sudah memiliki semua aspek dan kualitas untuk mencapai seorang SAVAKA BUDDHA. Tetapi karena adithana petapa sumedha, dan Buddha Dipankara dengan kekuatan abhinna-nya melihat bahwa petapa sumedha dapat mencapai keinginan mulia-nya (chanda), sehingga Buddha Dipankara meramalkan pencapaian petapa sumedha dimasa mendatang menjadi seorang sammasambuddha. Dengan adithana ini, petapa sumedha HARUS MENJALANI TAMBAHAN 4 assankheya kappa + seratus ribu kappa untuk menyempurnakan paraminya.

VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Offline bond

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.666
  • Reputasi: 189
  • Buddhang Saranam Gacchami...
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1495 on: 04 June 2009, 07:13:19 PM »
^
^
^

Perbedaan pada kualitas parami lebih bisa diterima daripada mengatakan masih ada kilesa pada arahat vs bodhisatva yg merupakan kontradiktif tiada akhir(ini diakibatkan tidak adanya kejelasan praktek dhamma yg bisa dipertanggung jawabkan kecuali ada yg bisa memberikannya secara sutra mengenai praktek langsung-minimal) .Nirvana adalah nirvana, Dhamma adalah dhamma apalagi yg harus dikatakan selain Yatthabhutam nyanadassanam.

GRP sent  :jempol:
« Last Edit: 04 June 2009, 07:26:19 PM by bond »
Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

Offline Tan

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 510
  • Reputasi: 31
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1496 on: 04 June 2009, 07:41:36 PM »
MARCEDES:

lebih tepat nya seperti visudhimagga yang menjelaskan cukup terperinci mengenai jalan menuju nibbana,

sedangkan mahayana, hanya mempratekkan ini, tiba-tiba langsung "Zap" telah mencapai pencerahan..
sedangkan penjelasan-nya tidak ada.^^

TAN:

Pandangan yang salah dan jelas sekali memperlihatkan bahwa Anda tidak paham mengenai Mahayana. Di dalam Mahayana sendiri banyak risalah-risalah (sastra) mengenai bagaimana seseorang berpraktik, sehigga tidak langsung "zap" seperti kata Anda. Apakah Anda pernah dengar Yogacarabhumisastra, Cheng Wei Shi Lun, Mo ho Chi Kuan, karya2 Master Zhiyi, gongan2 guru Zen, dll. Apakah semua itu bukan penjelasan tentang metoda berpraktik guna merealisasi pencerahan?

Amiduofo,

Tan

Offline bond

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.666
  • Reputasi: 189
  • Buddhang Saranam Gacchami...
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1497 on: 04 June 2009, 07:54:00 PM »
^
^
^

Bisa dijelaskan dengan gamblang disini om Tan?
dan apa tanda setiap pencapaian setiap tingkatan bodhisatva melalui praktek tsb?
Kilesa2 apa yg runtuh dari tiap tingkatan?
Objek apa meditasi apa saja yg dipakai?
Adakah yg pernah mempraktekannya disini?
Bisa dijelaskan secara step by step langkah latihannya?

Jika itu suatu metode untuk pencerahan tentu bisa dijelaskan dari langkah apa yg dilihat lalu diolah lalu apa yg dialami dan bagaimana mengatasi rintangan2nya sehingga kita tau pencapaian tsb?
« Last Edit: 04 June 2009, 07:57:31 PM by bond »
Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

Offline GandalfTheElder

  • Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.480
  • Reputasi: 75
  • Gender: Male
  • Exactly who we are is just enough (C. Underwood)
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1498 on: 04 June 2009, 07:56:45 PM »
Quote
lebih tepat nya seperti visudhimagga yang menjelaskan cukup terperinci mengenai jalan menuju nibbana,

sedangkan mahayana, hanya mempratekkan ini, tiba-tiba langsung "Zap" telah mencapai pencerahan..
sedangkan penjelasan-nya tidak ada.^^

Di Tibet, Guru Tantrik yang menekankan pembelajaran pada Sutra-sutra Mahayana (Atisha) bahkan menulis Bodhipathapradipa, yang menjadi cikal bakal teks2 Tahapan Jalan (Lamrim) di Tibet.

Lamrim menjelaskan secara terperinci mengenai jalan menuju Nirvana. Di antaranya Lamrim Chenmo [Tahapan Agung Menuju Pencerahan) karya Tsongkhapa, Pembebasan Di Tangan Kita karya Phabongkha Rinpoche, Ornamen Permata Kebebasan karya Gampopa, Ucapan Guruku Yang Sempurna karya Patrul Rinpoche.

Bahkan kalangan Mahayana / Vajrayana Tibetan sangat menentang pandangan pencerahan langsung "Zap".

Semuanya ada TAHAPANNYA.

Lama Jey Tsongkhapa bahkan juga menulis sebuah teks yang menjelaskan secara terperinci tingkatan2 pencapaian menuju Hinayana Arhat dan tingkatan2 menuju Mahayana Arhat (Samyaksambuddha).

Sungguh lucu kalau ada statement seperti yang anda sebutkan.

Ngomong2 apakah anda sudah baca Visuddhi Magga?

Saya sih sudah dikit2. Dan kelengkapan isinya juga nggak jauh beda dengan karya2 Mahayana seperti Abhidharmasamuccayya dan Abhisamayalamkara.

 _/\_
The Siddha Wanderer
« Last Edit: 04 June 2009, 08:01:54 PM by GandalfTheElder »
Theravada is my root. This is the body of my practice.... It [Tibetan Buddhism]has given me my Compassion practice. Vajrayana is my thunder, my power. This is the heart of my practice..True wisdom is simple and full of lightness and humor. Zen is my no-self (??). This is the soul of my practice.

Offline bond

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.666
  • Reputasi: 189
  • Buddhang Saranam Gacchami...
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1499 on: 04 June 2009, 08:00:38 PM »
Om gandalf coba ditulis secara sistimatis agar kita lebih memahami apa itu lamrin, ini dan itu. Kalo cuma si A mencapai ini dan mencapai itu sama halnya agama lain. Tuntunan praktek langsungnya. Siapa tau saya berminat memiliki tekad Bodhistava lho ;D

Ngomong2 om Gandalf sudah ikut latihannya dan bisa cerita2 pengalamannya? atau sekedar baca saja?
« Last Edit: 04 June 2009, 08:04:03 PM by bond »
Natthi me saranam annam, Buddho me saranam varam, Etena saccavajjena, Sotthi te hotu sabbada

 

anything