//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...  (Read 663625 times)

0 Members and 8 Guests are viewing this topic.

Offline Tan

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 510
  • Reputasi: 31
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1140 on: 27 May 2009, 11:17:41 PM »
TL:

Pemikiran Theravada adalah berdasarkan Nikaya Pali.  Nikaya Pali 99% klaim mas Tan sama dengan agama sutra. Mahayana selain Agama Sutra adalagi kanon-kanon yang lain. klaim mas Tan ajaran Mahayana tidak bertentangan satu sama lain (berararti Agama Sutra tidak bertentangan dengan Prajna Paramita dll?) Jadi pertanyaannya:

1. Apakah Agama Sutra bagian dari kitab suci Mahayana atau bukan?
2. Apakah Agama Sutra bertentangan atau tidak dengan sutra-sutra yang lain? misalnya Prajna Paramita, Avatamsaka dll?
3. Bila agama sutra tidak bertentangan dengan sutra-sutra Mahayana yang lain, bukankah seharusnya ajaran Theravada sejalan dengan Mahayana?

Gitu aja kok kagak ngatri

TAN:

Anda sudah dikasih tahu berulang-ulang tetapi tidak mau mengerti. [Ada apa ya gerangan?] Saya ulangi lagi. Selain Agama Sutra, Mahayana juga mempunyai sutra-sutra Mahayana. Apakah ajarannya bertentangan? Tergantung sudut pandang Anda. Bagi saya tidak bertentangan. Kalaupun dalam sutra-sutra Mahayana ada yang seolah-olah mencela pratyekabuddha dan sravaka, maka itu bukanlah celaan kepada suatu aliran tertentu. Anda perlu melihat konteksnya, mengapa Buddha dalam Sutra Mahayana tersebut mengatakan demikian.
Sebagai contoh dalam Saddharmapundarika Sutra, Buddha mengatakan ke 500 arahat yang meninggalkan persamuan sebagai "dikuasai." Coba liat alasannya. Para arahat itu "merasa" dirinya telah mencapai pencerahan sempurna, sehingga mengira bahwa mereka tidak perlu lagi belajar. Padahal seseorang yang telah mencapai pencerahan tidak akan merasa bahwa dirinya telah mencapai pencerahan. Nah, apakah seorang arahat dalam aliran non Mahayanis dapat merasa dirinya telah mencapai pencerahan? Bila tidak, maka pengertian shravaka dan pratyekabuddha dalam Mahayana tidaklah sama dengan savaka dan paccekabuddha dalam non Mahayana. Inilah yang perlu kita tempatkan dalam proporsinya masing2. Tidak bisa semuanya dihantam sama. Jadi selama ini apa yang Anda tuduhkan sangat tidak valid.
Ajaran keduanya mungkin memang berbeda, tetapi yang berbeda belum tentu bertentangan; kecuali ada pihak-pihak yang memaksakannya sebagai pertentangan. Sejauh kita memahami konteksnya tidak ada yang perlu dianggap bertentangan.

TL:

Jelas kan? siapa menjelekkan siapa? Saya tantang mas Tan untuk mencari sutta-sutta dalam Tipitaka pali yang isinya menjelek-jelekkan, merendahkan, dan menuduh tanpa dasar aliran Buddhis yang lain.

Menuduh tanpa dasar adalah pitenah.  

TAN:

Hahaha! Sangat lucu. Ingat shravaka dan pratyekabuddha TIDAK mengacu pada suatu aliran tertentu. Bagaimana bisa dikatakan bahwa kutipan sutra di atas menjelek-jelekkan suatu aliran tertentu? Mungkin ada baiknya ada melatih logika atau kemampuan berbahasa Anda, sehingga dapat memahami suatu kutipan dengan baik. Sekarang saya balik bertanya. Oke mungkin memang benar Tipitaka Pali tidak pernah menjelek2an aliran lain, tetapi masalahnya apakah penganut Tipitaka Pali juga tidak pernah mendiskreditkan aliran lain?

TL:

Inilah yang dibilang diskusi pada tataran warung kopi,  menuduh tanpa dasar, tanpa referensi


TAN:

Hahahaha. Pintar sekali Anda mengelak. Sungguh jurus mengelak Anda setajam silet. Tetapi saya kembalikan lagi ke pokok persoalannya, ya. Bila Anda tidak mau dituduh bahwa setelah nirvana "tidak ada apa-apa lagi," maka tentunya berarti Anda setuju bahwa setelah nirvana "masih ada apa-apa" bukan? Jika Anda mengatakan bahwa setelah nirvana "tidak ada apa-apa" lagi berarti "tuduhan" saya benar adanya. Hayooo jangan mengelak lagi.

TL:

Lantas apakah pernyataan seseorang, bahwa Parinibbana itu begini, begitu, bisa dianggap sebagai pernyataan valid atau hanya sekedar spekulasi?

TAN:

Lantas apakah pernyataan seseorang, bahwa Parinirvana itu TIDAK BISA begini, TIDAK BISA begitu, bisa dianggap sebagai pernyataan valid atau hanya sekedar spekulasi?

TL:

baca yang warna biru, jadi tidak berbohong demi bijaksana ya mas?

TAN:

Susah juga. Anda masih ngeyel bahwa itu adalah "berbohong." Bagi saya itu tidak berbohong, jadi ungkapan Anda di atas tidak valid dan bukan keharusan bagi saya untuk menjawabnya.

TL:

Boleh. Poinnya apa? kalau saya mengatakan bahwa pemikiran Nirvana dan Samsara identik  merupakan jiplakan dari kitab suci Hindu.

poin apa yang sudah siap mas Tan buktikan dengan referensi bahwa ajaran non mahayanis berasal dari Nigantha Nataputta?

TAN:

Buku Filsafat India terbitan Pustaka Pelajar.

TL:

Kutip lagi aaahh THE HIGHEST TRUTH IS NO TRUTH
terjemahannya: Kebenaran / Dharma tertinggi adalah no truth (A-DHARMA)     chuckle


Benar nggak mas?  

TAN:

Salah besar dong. Bahasa Inggris Anda dapat berapa? Terus pernah belajar bahasa Sansekerta tidak? No-truth kok bisa disamakan dengan A-Dharma? Adharma itu terjemahannya yang tepat "sesuatu yang bertentangan dengan Dharma." Awalan A itu menunjukkan suatu negasi atau ingkaran. A Dharma itu lebih tepatnya NON TRUTH. No Truth artinya kebijaksanaan keshunyataan. Itu baru highest truth dan bukan diterjemahkan seenak perut sendiri sebagai A-Dharma. Lama-lama makin menggelikan juga.

TL:

Sang Buddha yang pengetahuanNya dan kebijaksanaanNya sangat dalam tak terukur, tak mungkin terjebak dalam spekulasi mengenai pengalaman yang belum Beliau alami sendiri.

TAN:

Sang Buddha memang dengan pengetahuanNya dan kebijaksanaanNya yang sangat dalam tak terukur memang tak mungkin terjebak dalam spekulasi..... tetapi bagaimana dengan Anda?

TL:

Sekarang saya Tanya apakah Seorang Bodhisatva dalam Mahayana sudah merasakan Nirvana atau belum?

Kayaknya pertanyaan saya belum dijawab

TAN:

Saya memang tidak mau menjawabnya. Bereskan dulu topik-topik yang belum selesai.

Amiduofo,

Tan

« Last Edit: 27 May 2009, 11:20:30 PM by Tan »

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1141 on: 27 May 2009, 11:24:53 PM »
Padahal seseorang yang telah mencapai pencerahan tidak akan merasa bahwa dirinya telah mencapai pencerahan.

Sdr Tan,
Sang Buddha dalam banyak Sutta selalu menegaskan bahwa Beliau telah mencapai Penerangan Sempurna, bagaimana ini? saya tidak ingin turut dalam perdebatan ini, hanya ingin klarifikasi saja.

Offline marcedes

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.528
  • Reputasi: 70
  • Gender: Male
  • May All Being Happinesssssssss
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1142 on: 28 May 2009, 04:25:12 PM »
Sang Bhagavà berkata. ‘Potthapàda, seorang Tathàgata telah muncul di dunia ini, seorang Arahat, Buddha yang telah mencapai Penerangan Sempurna, memiliki kebijaksanaan dan perilaku yang Sempurna, telah sempurna menempuh Sang Jalan, Pengenal seluruh alam, penjinak manusia yang harus dijinakkan yang tiada bandingnya, Guru para dewa dan manusia, Tercerahkan dan Terberkahi. Beliau, setelah mencapainya dengan pengetahuan-Nya sendiri, menyatakan kepada dunia bersama para dewa, màra dan Brahma, para raja dan umat manusia. Beliau membabarkan Dhamma, yang indah di awal, indah di pertengahan, indah di akhir, dalam makna dan kata, dan menunjukkan kehidupan suci yang sempurna dan murni sepenuhnya. Seorang siswa pergi meninggalkan keduniawian dan mempraktikkan moralitas (Sutta 2, paragraf 41-62). Itu baginya adalah moralitas.’


disitu SangBuddha menyatakan-nya.
Ada penderitaan,tetapi tidak ada yang menderita
Ada jalan tetapi tidak ada yang menempuhnya
Ada Nibbana tetapi tidak ada yang mencapainya.

TALK LESS DO MOREEEEEE !!!

Offline Hendra Susanto

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.197
  • Reputasi: 205
  • Gender: Male
  • haa...
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1143 on: 28 May 2009, 05:50:36 PM »
Quote
Quote from: Tan on Yesterday at 11:17:41 PM
Padahal seseorang yang telah mencapai pencerahan tidak akan merasa bahwa dirinya telah mencapai pencerahan.


wahhh... klo di DN mah banyak Sang Buddha menyatakan beliau telah mencapai penerangan sempurna...

ntah dari mana nich bung tan dapat 'pengetahuan' ini
« Last Edit: 28 May 2009, 05:52:26 PM by Hendra Susanto »

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1144 on: 29 May 2009, 08:10:14 AM »
Quote
Quote from: Tan on Yesterday at 11:17:41 PM
Padahal seseorang yang telah mencapai pencerahan tidak akan merasa bahwa dirinya telah mencapai pencerahan.


wahhh... klo di DN mah banyak Sang Buddha menyatakan beliau telah mencapai penerangan sempurna...

ntah dari mana nich bung tan dapat 'pengetahuan' ini

Mungkin di Sutra Mahayana, Sang Buddha tidak pernah mengklaim bahwa sudah mencapai Pencerahan ya?

Offline Johsun

  • Sebelumnya Jhonson
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.503
  • Reputasi: -3
  • Gender: Male
  • ??
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1145 on: 29 May 2009, 09:01:39 AM »
Sang Bhagavà berkata. 'Potthapàda, seorang Tathàgata telah muncul di dunia ini, seorang Arahat, Buddha yang telah mencapai Penerangan Sempurna, memiliki kebijaksanaan dan perilaku yang Sempurna, telah sempurna menempuh Sang Jalan, Pengenal seluruh alam, penjinak manusia yang harus dijinakkan yang tiada bandingnya, Guru para dewa dan manusia, Tercerahkan dan Terberkahi. Beliau, setelah mencapainya dengan pengetahuan-Nya sendiri, menyatakan kepada dunia bersama para dewa, màra dan Brahma, para raja dan umat manusia. Beliau membabarkan Dhamma, yang indah di awal, indah di pertengahan, indah di akhir, dalam makna dan kata, dan menunjukkan kehidupan suci yang sempurna dan murni sepenuhnya. Seorang siswa pergi meninggalkan keduniawian dan mempraktikkan moralitas (Sutta 2, paragraf 41-62). Itu baginya adalah moralitas.'


disitu SangBuddha menyatakan-nya.

sharusnya mungkn dlm sutta itu sang buddha brkata 'aku' telah mencapai. . .yang tiada tandingan. . .
Tpi dalam sutta itu sng buddha koq berkata pakai kata 'beliau' dan 'nya', bukankah ini kalimat langsung/direct dari sang buddha? cmiiw.
CMIIW.FMIIW.

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1146 on: 29 May 2009, 09:41:22 AM »
Sang Bhagavà berkata. 'Potthapàda, seorang Tathàgata telah muncul di dunia ini, seorang Arahat, Buddha yang telah mencapai Penerangan Sempurna, memiliki kebijaksanaan dan perilaku yang Sempurna, telah sempurna menempuh Sang Jalan, Pengenal seluruh alam, penjinak manusia yang harus dijinakkan yang tiada bandingnya, Guru para dewa dan manusia, Tercerahkan dan Terberkahi. Beliau, setelah mencapainya dengan pengetahuan-Nya sendiri, menyatakan kepada dunia bersama para dewa, màra dan Brahma, para raja dan umat manusia. Beliau membabarkan Dhamma, yang indah di awal, indah di pertengahan, indah di akhir, dalam makna dan kata, dan menunjukkan kehidupan suci yang sempurna dan murni sepenuhnya. Seorang siswa pergi meninggalkan keduniawian dan mempraktikkan moralitas (Sutta 2, paragraf 41-62). Itu baginya adalah moralitas.'


disitu SangBuddha menyatakan-nya.

sharusnya mungkn dlm sutta itu sang buddha brkata 'aku' telah mencapai. . .yang tiada tandingan. . .
Tpi dalam sutta itu sng buddha koq berkata pakai kata 'beliau' dan 'nya', bukankah ini kalimat langsung/direct dari sang buddha? cmiiw.

Betul sekali. Perkataan itu adalah merujuk pada orang ke tiga, yaitu Tathagata. Di situ tidak ada klaim bahwa Buddha Gotama adalah yang telah mencapai penerangan sempurna.

Untuk pernyataan Buddha Gotama sendiri, dalam Mahapadana Sutta, sedikitnya empat kali tercatat Buddha mengatakan "Ahaṃ etarahi arahaṃ sammāsambuddho" "saya sendiri Arahat Sammasambuddha".
Jadi dalam Tradisi Hinayana, Buddha memang menyatakan pencerahan sempurnanya.


Offline Tan

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 510
  • Reputasi: 31
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1147 on: 30 May 2009, 04:28:48 PM »
Baik, di sini saya tanggapi semuanya. Orang yang telah mencapai penerangan sempurna tentu tidak akan merasa "aku" mencapai penerangan sempurna. Jika dia merasa bahwa ada "aku" yang telah mencapai penerangan sempurna, maka itu berarti adalah ajaran eternalisme yang berpusat pada "atman." Selain itu menurut Prajna Paramita Hrdaya Sutra, tidak ada sesuatu yang "dicapai." Itulah sebabnya, jelas sekali Mahayana bukan eternalisme.
Mengapa Sang Buddha "memproklamirkan" penerangan sempurnanya? Itu hanya ditujukan bagi umat awam yang belum mencapai penerangan sempurna. Para makhluk memang harus diajar dengan cara demikian, yakni diberi tahu bahwa "ada" yang namanya penerangan sempurna. Tetapi begitu mereka telah merealisasi penerangan itu, maka tidak ada lagi yang direalisasi, termasuk penerangan sempurna itu sendiri. Ia telah memasuki "kedemikianan" segala sesuatu.

Justru kalau seseorang merasa dirinya telah sempurna, maka penerangan sempurnanya itu yang patut dipertanyakan. Orang yang telah benar-benar "sempurna" justru tidak akan merasa dirinya "sempurna"? Mengapa? Jawabnya karena dualisme sudah PADAM. Orang merasa dirinya "sempurna" karena membandingkan dengan sesuatu yang "tidak sempurna." Saya merasa nilai ujian matematika, saya sempurna dapat nilai 100, karena membandingkan dengan teman yang mendapat nilai 80, 70, 60, atau bahkan 50. Tetapi jika dualisme telah dilampaui, tentu tidak ada lagi yang namanya "sempurna" dan "tidak sempurna."

"Merasa" diri sempurna berbeda dengan "mengatakan" bahwa diri sempurna. Tathagata mengatakan demikian, sebagai rujukan untuk mengajar para makhluk. Memang dalam Sutra Samdhinirmocana ada diungkapkan bahwa seorang Buddha mengajar umat manusia dengan kata-kata konvensional. Kata-kata konvensional walau tidak mengungkapkan paramartha satya secara utuh, namun berguna dalam menyampaikan sesuatu. Ibaratnya jari yang menunjuk bulan. Kalau tidak ada "jari" apakah yang hendak dipergunakan menunjuk "bulan"?

Oleh karena itu, di dalam Sutra Sadharmapundarika jelas sekali para "shravaka" yang merasa dirinya telah "sempurna" bukanlah "shravaka" sejati. Inilah yang hendak ditekankan dalam Sutra tersebut, jadi bukan ejekan terhadap suatu aliran tertentu. Shravaka sejati tentu tidak akan merasa ada "aku" yang telah sempurna, pun "sempurna" dan "tidak sempurna" sudah pupus dalam dirinya.

Semoga penjelasan ini cukup jelas.

Amiduofo,

Tan

Offline Tan

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 510
  • Reputasi: 31
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1148 on: 30 May 2009, 04:32:56 PM »
Tambahan.....

Ingat..ingat... dalam Zen ada disebutkan bahwa sebuah koan (Mandarin: gongan) tidak boleh ditiru. Seorang Samyaksambuddha mungkin boleh memproklamirkan bahwa dirinya telah mencapai pencerahan. Tetapi apakah itu berarti bahwa orang yang bukan Samyaksambuddha juga boleh menggembar-gemborkan bahwa ia telah mencapai penerangan sempurna? Meniru atau mengkopi segenap tindak tanduk orang bijaksana bukanlah tindakan yang bijaksana, malahan dapat menjadikan diri kita laksana badut atau lebih parah lagi menjerumuskan ke neraka Avichi.

Semoga ini dapat menjadi bahan renungan bagi kita.

Amiduofo,

Tan

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1149 on: 30 May 2009, 06:18:50 PM »
Tambahan.....

Ingat..ingat... dalam Zen ada disebutkan bahwa sebuah koan (Mandarin: gongan) tidak boleh ditiru. Seorang Samyaksambuddha mungkin boleh memproklamirkan bahwa dirinya telah mencapai pencerahan. Tetapi apakah itu berarti bahwa orang yang bukan Samyaksambuddha juga boleh menggembar-gemborkan bahwa ia telah mencapai penerangan sempurna? Meniru atau mengkopi segenap tindak tanduk orang bijaksana bukanlah tindakan yang bijaksana, malahan dapat menjadikan diri kita laksana badut atau lebih parah lagi menjerumuskan ke neraka Avichi.

Semoga ini dapat menjadi bahan renungan bagi kita.

Amiduofo,

Tan

Setuju, tapi OOT, kan ini cuma mau mengklarifikasi statement Sdr. Tan sebelumnya bahwa "seseorang yang telah mencapai pencerahan tidak akan merasa bahwa dirinya telah mencapai pencerahan" namun faktanya, banyak sekali rujukan dalam Sutta bahwa Sang Buddha Gotama "yakin sekali" bukan sekedar "merasa" bahwa Beliau telah mencapai pencerahan

Offline Tan

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 510
  • Reputasi: 31
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1150 on: 31 May 2009, 03:15:31 PM »
INDRA:

Setuju, tapi OOT, kan ini cuma mau mengklarifikasi statement Sdr. Tan sebelumnya bahwa "seseorang yang telah mencapai pencerahan tidak akan merasa bahwa dirinya telah mencapai pencerahan" namun faktanya, banyak sekali rujukan dalam Sutta bahwa Sang Buddha Gotama "yakin sekali" bukan sekedar "merasa" bahwa Beliau telah mencapai pencerahan

TAN:

Benar. Tapi dari mana Anda tahu bahwa Sang Buddha "yakin sekali" bahwa Beliau telah mencapai pencerahan? Mungkin Anda menjawab berdasarkan "kata-kata dari Sutta." Tetapi itu hanya kata-kata. Tak ada seorangpun yang akan pernah tahu apa yang sesungguhnya "diyakini" atau "dirasakan" Buddha. Sebagai tambahan lagi, Sutta2 atau Sutra2 itu tidak ditulis sendiri oleh Buddha. Semuanya diyakini berasal dari Ananda. Tetapi apakah benar dari Ananda? Secara tradisi ya. Tetapi apakah benar demikian? Kita tidak tahu. Tidak ada bukti sejarah yang menyatakan demikian. Semuanya hanya berdasarkan "belief." Oleh karena itu, bagi saya tidak seorangpun sanggup mengetahui dengan pasti atau yakin 100 % mengenai apa yang "dirasakan" atau "diyakini" Buddha.
Kedua, seperti yang sudah saya katakan sebelumnya, kalau memang bahwa apa yang ada dalam Sutta itu dikatakan oleh Sang Buddha, maka itu adalah semata-mata upaya Beliau untuk mengajar para makhluk. Jadi mereka mengenal bahwa ada yang disebut "Penerangan Sempurna" tersebut. Ini adalah "jalan keluar" dari samsara. Tetapi menurut pandangan Mahayana (rujukan: Sutra Hati/ Prajna Paramita Hrdaya Sutra) begitu pencerahan dicapai maka tidak ada lagi "pencerahan," alasan:

1.Tidak ada lagi dualisme antara "pencerahan" dan "bukan pencerahan."
2.Menurut Mahayana nirvana dan samsara adalah "identik" atau tanpa dualisme di antaranya.

Bila demikian, masih adakah suatu "atman" yang "merasa" tercerahi? Saya kira ini akan dapat Anda jawab dengan mudah.

Jika dikatakan bahwa Sang Buddha "yakin sekali" dan bukan sekedar "merasa" bahwa Beliau telah mencapai pencerahan, maka ini akan kontradiksi dengan penjelasan rekan-rekan non Mahayanis lainnya, bahwa setelah seseorang mencapai nirvana, segenap pancaskandha yang membentuk suatu "aku" telah padam. Jika sang "aku" telah padam, apakah mungkin ada "aku" yang merasa tercerahi?

Saya kira penjelasan saya tidak OOT. Semoga penjelasan singkat ini cukup jelas.

Amiduofo,

Tan

Offline Tan

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 510
  • Reputasi: 31
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1151 on: 31 May 2009, 03:23:56 PM »
UPASAKA:

Mungkin di Sutra Mahayana, Sang Buddha tidak pernah mengklaim bahwa sudah mencapai Pencerahan ya?

TAN:

Tidak juga. Mahayana mengakui semua sutra yang berada dalam Agama Sutra. Saya sendiri mempelajari Agama Sutra (Ahanjing) dan juga Panca Nikaya Pali. Semua menyebutkan gelaran Buddha sebagai Samyaksambuddha  (Fo atau San Miao San Pu duo), Arahat (Aluohan), Sasta deva manusyanam (tian ren shi), dan lain sebagainya. Kedua dalam Sutra2 Mahayana juga dicatat gelaran2 Buddha semacam itu. Namun, sekali lagi saya uraikan, Buddha menyatakan mengenai pencerahan sempurna adalah demi membimbing para makhluk menapaki jalan yang sama dengan Beliau demi "membebaskan" dirinya dari samsara.

Amiduofo,

Tan

Offline Jerry

  • Sebelumnya xuvie
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.212
  • Reputasi: 124
  • Gender: Male
  • Suffering is optional.. Pain is inevitable..
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1152 on: 31 May 2009, 06:50:15 PM »
Quote
Meniru atau mengkopi segenap tindak tanduk orang bijaksana bukanlah tindakan yang bijaksana, malahan dapat menjadikan diri kita laksana badut atau lebih parah lagi menjerumuskan ke neraka Avichi.

apakah hanya sekadar asumsi atau emang ada ancaman dlm Buddhism (terutama utk mazhab Mahayana)?
mohon dijawab dg statement pendukung yg sahih dlm 'sutra'.

makasih.
appamadena sampadetha

Offline Tan

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 510
  • Reputasi: 31
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1153 on: 31 May 2009, 09:03:37 PM »
XUVIE:

apakah hanya sekadar asumsi atau emang ada ancaman dlm Buddhism (terutama utk mazhab Mahayana)?
mohon dijawab dg statement pendukung yg sahih dlm 'sutra'.

makasih.

TAN:

Anda salah besar. Itu bukan ancaman. Anda silakan baca dalam riwayat para Mahaguru Zen. Salah satunya adalah kisah tentang seorang guru yang melihat siswanya duduk bermeditasi guna mencapai pencerahan.
Guru : Mengapa engkau duduk bermeditasi
Murid : Untuk mencapai pencerahan

Sang guru mengambil sebuah batu dan menggosoknya. Murid bertanya: Guru mengapa engkau menggosok batu itu?
Guru: Untuk mengubahnya menjadi cermin!
Murid: Bagaimana mungkin batu berubah menjadi cermin?
Guru : Kalau batu bisa tidak bisa berubah menjadi cermin, bagaimana mungkin dengan duduk bermeditasi bisa menjadi Buddha.

Banyak contoh lainnya. Seorang bhikshu Zen pernah menghangatkan dirinya dengan membakar patung Buddha. Tetapi bhikshu ini sudah mencapai wawasan spiritual yang tinggi. Namun kalau Anda menirunya dengan membakar patung Buddha, maka itu jelas tidak membawa suatu pencerahan spiritual yang tinggi. Bhikshu itu membakar patung Buddha dengan alasan-alasan tertentu yang hanya dapat dipahami oleh orang yang telah mencapai pencerahan spiritual tinggi.

Suatu tindakan spiritual hendaknya bukan sekedar meniru-niru.

PS: Anda menyebutkan "ancaman," namun sebenarnya itu bukan "ancaman." Jadi seharusnya pertanyaan Anda tidak valid dan sesungguhnya saya tidak perlu menjawabnya. Tetapi tidak mengapa, agar setiap orang memperoleh pemahaman yang baik saya akan tetap menjawabnya.

Semoga ini dapat menjadi bahan renungan bagi kita.

Om Svabhava Suddha Sarva Dharma Svabhava Suddho Ham,


Tan

Offline Tan

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 510
  • Reputasi: 31
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #1154 on: 31 May 2009, 09:07:24 PM »
Tambahan untuk Xuvie:

Di dalam mazhab non Mahayanis ada juga ancaman. Bila tidak percaya silakan baca Ambattha Sutta. Kisah mengenai pemuda Ambattha yang pada mulanya tidak bersedia menjawab pertanyaan Buddha sebanyak dua kali. Buddha berkata bahwa jika seseorang tidak bersedia menjawab pertanyaan seorang Buddha hingga kali ketiga, maka kepala orang itu akan dipecahkan oleh yakkha Vajirapani yang saat itu sudah siap dengan senjata gadanya. Nah, menurut Anda apakah itu ancaman?
Selanjutnya, menurut ajaran Buddha kejahatan-kejahatan besar: melukai Buddha, membunuh ayah, membunuh ibu, dll dapat menjerumuskan seseorang ke neraka Avichi. Nah, apakah itu bukan ancaman?

Amiduofo,


Tan