//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Walking Alone  (Read 1129 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline Sunce™

  • Sebelumnya: Nanda
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.350
  • Reputasi: 66
  • Gender: Male
  • Nibbana adalah yang Tertinggi
Walking Alone
« on: 31 October 2008, 09:23:44 PM »
Walking Alone

Siang tadi ketika saya sedang terapi, saya menerima SMS dari suami saya, Gunawan, yang mengatakan dia tidak bisa menjemput saya karena barusan kecelakaan kendaraan. Saat menerima kabar tersebut, jantung saya langsung berdegup kencang. Untung saja, keadaannya baik-baik saja hanya terluka ringan. Tapi kejadian kecelakaan tersebut membuat saya berpikir sepanjang hari, andai saja kecelakaan itu fatal maka bisa saja saya telah kehilangan suami saya.

Sore harinya, saya menonton berita di TV tentang Gugun Gondrong yang sedang dalam keadaan kritis di RS karena kanker otak. Dokternya mengatakan kemungkinan hidupnya sangat tipis. Padahal, dia baru saja menikah bulan Desember tahun lalu. Ketika saya mengganti channel lain, diberitakan kematian 21 orang akibat terinjak-injak saat mengantri zakat. Dan di channel lain saya mendengar lagu yang melantunkan bahwa sahabat sejati kita pada saat kematian adalah amal perbuatan kita.

Entah mengapa semua peristiwa hari ini membuat saya merenung, andaikan suatu saat nanti saya harus menghadapi sakratul maut saya maka saya akan menghadapinya sendirian. Suami saya tidak akan menemani, orang tua dan keluarga tidak akan menemani dan sahabat-sahabat terbaik pun tidak akan menemani. Saya akan terpisah dari orang-orang sangat saya cintai dan saya akan mengahadapi perjalanan kematian itu sendirian. Hal ini membuat saya berpikir, apabila kematian itu tiba apakah saya sudah siap? Apakah amal perbuatan saya telah cukup untuk penuntun jalan? Apakah kematian saya akan indah? Ataukah penuh rintangan?

Sepanjang hari, lima hari seminggu dan setiap bulan kita bekerja mencari uang. Tujuannya untuk bisa membeli rumah yang layak untuk dihuni, untuk memenuhi kebutuhan perut, untuk membeli kendaraan supaya perjalanan kita lancar dan lebih nyaman dan sebagian lagi kita simpan untuk berjaga-jaga untuk biaya jika kita atau keluarga jatuh sakit.

Hampir sebagian besar nyawa kita pakai untuk memenuhi mempersiapkan kebutuhan hidup sekarang dan masa depan. Tapi suatu saat, semua hal yang kita peroleh dan perjuangkan di dunia ini, rumah, mobil, motor, perhiasan, tanah, apartemen, pakaian bermerk akan kita tinggalkan. Bukankah hal ini membuat kita berpikir betapa kita perlu menambahkan rencana spiritual dalam kehidupan kita?

Jika kita sangat memperhatikan dan merencanakan kehidupan dan masa depan kita maka bukankah semestinya kita pun merencanakan perjalanan spiritual kita saat usia ini habis nanti? Karena hal itu juga bagian dari perjalanan kehidupan kita. Kita mengambil asuransi, menabung, kita sekolah lagi supaya bisa mendapatkan kenaikan gaji, kita mengikuti berbagai seminar supaya tetap up-to-date terhadap peluang-peluang bisnis terbaru, kita ikut gym supaya tubuh lebih bugar. Semua itu merupakan bagian dari perencanaan dan persiapan hidup saat ini. Lalu bagaimana dengan perencanaan jika suatu saat tenaga umur kita akan habis ibarat nyala lilin yang terhembus angin, mati? Bagaimana kita merencanakan bekal/investasi perjalanan spiritual tersebut? Jika investasi merupakan poin penting bagi kelangsungan hidup saat ini, lalu investasi apa yang telah kita tanam untuk perjalanan kita setelah kematian?

Jika seperti lagu yang saya dengar hari ini bahwa sahabat sejati saat kematian adalah amal perbuatan, maka telah sebesar apa kita mengumpulkan amal kebaikan? Apakah akan cukup untuk membekali perjalanan spiritual tersebut?

Seumur hidup telah kita pakai untuk mengumpulkan materi yang merupakan bekal di kehidupan sekarang. Bukankah juga sudah saatnya kita pun pakai hidup kita untuk mengumpulkan bekal non duniawi sebagai bekal perjalanan baka kita? Jika uang dan materi adalah bekal duniawi yang hanya bisa terpakai di dunia ini, maka bukankah menjadi sangat utama untuk kita juga mengumpulkan amal dan perbuatan kebaikan yang merupakan bekal yang terpakai di alam kematian?

Nanti saat sakratul maut menjemput, kita akan berjalan sendirian… tidak dengan rumah, mobil atau apartemen kita, tidak dengan suami/istri kita, tidak dengan anak-anak maupun keluarga bahkan tidak dengan sahabat-sahabat tercinta. Saat itu kita akan menyadari sahabat terbaik yang menemani kita adalah kumpulan amal pebuatan dan kebaikan kita. Dan sudah semestinya amal perbuatan dan kebaikan juga menjadi bagian dari rencana dan prioritas kehidupan kita.

Berjalan sendirian menyongsong kematian
Telah siapkah?
Setiap nafas hidup ini menjadi pengingat
Suatu saat dia akan habis
Dan setiap nafas ini menjadi pengingat akan benih kebaikan
Because I know I will be walking alone…

Oleh : Nathalia Sunaidi



 

anything