//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...  (Read 648307 times)

0 Members and 2 Guests are viewing this topic.

Offline Sunkmanitu Tanka Ob'waci

  • Sebelumnya: Karuna, Wolverine, gachapin
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 5.806
  • Reputasi: 239
  • Gender: Male
  • 会いたい。
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #510 on: 16 April 2009, 06:50:54 PM »
bila dibandingkan dengan menunda 1 orang dan menyelamatkan 10 orang, mana yang lebih egois?
HANYA MENERIMA UCAPAN TERIMA KASIH DALAM BENTUK GRP
Fake friends are like shadows never around on your darkest days

Offline F.T

  • Sebelumnya: Felix Thioris, MarFel, Ocean Heart
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 7.134
  • Reputasi: 205
  • Gender: Male
  • • Save the Children & Join with - Kasih Dharma Peduli • We Care About Their Future • There Are Our Next Generation.
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #511 on: 16 April 2009, 07:02:58 PM »
hm.. bukan itu jawaban yang sy harapkan.. hee... ok thanks. silahkan lanjutkan diskusinya.. sy lebih memilih netral.

_/\_


Save the Children & Join With :
Kasih Dharma Peduli ~ Anak Asuh
May all Beings Be Happy


Contact Info : Kasihdharmapeduli [at] yahoo.com

Offline Sunkmanitu Tanka Ob'waci

  • Sebelumnya: Karuna, Wolverine, gachapin
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 5.806
  • Reputasi: 239
  • Gender: Male
  • 会いたい。
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #512 on: 16 April 2009, 09:03:45 PM »
yah memang ada perbedaan pandangan
kalo nggak beda gak ada namanya aliran...
HANYA MENERIMA UCAPAN TERIMA KASIH DALAM BENTUK GRP
Fake friends are like shadows never around on your darkest days

Offline dipasena

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.612
  • Reputasi: 99
  • Gender: Male
  • Sudah Meninggal
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #513 on: 16 April 2009, 09:10:53 PM »
yah memang ada perbedaan pandangan
kalo nggak beda gak ada namanya aliran...

nah betul itu, kalo ga ada perbedaan ga mungkin ada aliran... apakah setiap aliran mengajarkan hal buruk ? apakah semua aliran mengajarkan ajaran buddha ? walau ada beberapa aliran yg sudah terkontaminasi tradisi, budaya dan kepercayaan chinese, it's ok toh ga ngajari untuk melanggar sila bukan ?

anggap perbedaan sebagai keragaman di buddhism, sebagai bumbu penyedap, anda tertarik aliran A, saya tertarik aliran B, kamu tertarik aliran C, yo monggo... lebih bagus jika praktekin, kembangkan bathin di dalam aliran itu, tujuannya sama mencapai pembebasan tertinggi... so, apalagi yg diributkan ?

jika diributkan, apa beda nya dengan umat agama lain terutama nasrani yg suka jelek-jelekin buddhism ? ntar kalo di ladeni, malah marah2... nah loh... mau jd orang pecundang seperti itu ? jika ga... lupa kan perbedaan yg mencolok antar aliran buddhism, ambil kesamaannya, yaitu buddha sebagai panutan dan ajarannya...

Offline truth lover

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 392
  • Reputasi: 3
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #514 on: 16 April 2009, 09:34:48 PM »
^
^
^
hmmm....

[quote dari kamu]
mas Sobat Dharma, mungkin yang dimaksudkan mas Upasaka, ialah: jika seorang Bodhisattva memasuki Nirvana berarti ia sudah melanggar sumpahnya sendiri, karena Ia sudah bersumpah tak akan memasuki Nirvana sebelum semua mahluk masuk Nirvana.

Bodhisattva yang lain juga begitu, mereka memiliki sumpah yang sama yaitu tak akan memasuki Nirvana sebelum semua mahluk memasuki Nirvana.

Karena  hanya dengan menjadi Bodhisattva bisa memasuki Nirvana yang sesungguhnya (menjadi Buddha) maka siapakah yang memasuki Nirvana?

Bukankah semuanya akan saling menunggu yang lain memasuki Nirvana? Dengan demikian tak ada yang memasuki Nirvana karena saling menunggu?

metta,

Quote
kamu mempertanyakan boddhisattva
saya mempertanyakan kembali ke kamu, kamu setelah jadi buddha, apakah masi ingat orang lain yang belum mencapai nirvana? kamu sudah memasuki nirvana, apakah kamu masi ingat?
ato kamu tidak ingat lagi, karena sudah nirvana

apakah kamu akan bertindak seperti dibawah ini?
saya sudah selamat, tinggal melihat dari seberang pantai saja
yang belum menyeberang pantai, kacian dech loe....

Mas Navis mungkin harus mempertanyakan pada diri sendiri, apakah mas Navis menerima konsep Nirvana = Samsara (konsep M) seperti yang dikemukakan oleh mas Tan atau tidak?

Kalau saya jelas tidak.

Kalau mas Navis menerima maka mas Navis harus pertanyakan pertanyaan mas Navis kepada diri sendiri.

Metta
« Last Edit: 16 April 2009, 09:38:06 PM by truth lover »
The truth, and nothing but the truth...

Offline Sunkmanitu Tanka Ob'waci

  • Sebelumnya: Karuna, Wolverine, gachapin
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 5.806
  • Reputasi: 239
  • Gender: Male
  • 会いたい。
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #515 on: 16 April 2009, 09:49:05 PM »
Bukankah suatu kesalahpahaman jika menyatakan Boddhisattva melanggar sumpah sendiri jika mengatakan bahwa semua Boddhisattva menyatakan tidak akan mengalami Nirvana jika semua makhluk belum memasuki Nirvana?

Setahu saya ini cuma sumpah beberapa Boddhisattva deh...
HANYA MENERIMA UCAPAN TERIMA KASIH DALAM BENTUK GRP
Fake friends are like shadows never around on your darkest days

Offline dilbert

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.935
  • Reputasi: 90
  • Gender: Male
  • "vayadhamma sankhara appamadena sampadetha"
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #516 on: 16 April 2009, 10:04:02 PM »
sah sah saja bahkan seorang bodhisatta itu mengucapkan sumpah... Karena sepanjang "seorang" individu yang disebut/telah menyandang karir bodhisatta masih terus menerus mempunyai keinginan (bahkan keinginan luhur/chanda), maka individu tersebut TIDAK AKAN MEREALISASIKAN KE-BUDDHA-AN... (ini sejalan dengan apa yang diungkapkan di dalam SUTRA INTAN/VAJRACHEDDIKA SUTRa).

Kutipan Sutra Intan :

Kemudian Subhuti berkata kepada Hyang Buddha, "Yang Dijunjungi, jika seorang laki-laki atau wanita bajik bertekad untuk mencapai Anuttara-samyak-sambodhi, bagaimana seharusnya dia bertumpu, bagaimana seharusnya dia mengendalikan hatinya?"

Hyang Buddha memberitahu Subhuti, "Seorang laki-laki atau wanita bajik, yang bertekad untuk mencapai Anuttara-samyak-sambodhi harus berpikiran demikian:"Aku harus membebaskan semua makhluk hidup dari arus tumimbal lahir, tetapi bila semua makhluk hidup sudah dibebaskan dari tumimbal lahir, sebenarnya sama sekali tidak ada makhluk hidup yang dibebaskan. Mengapa begitu? Subhuti, jika seorang Bodhisattva masih mempunyai ciri keakuan, ciri manusia, ciri makhluk hidup dan ciri kehidupan, maka dia bukanlah seorang Bodhisattva. Apa sebabnya? Subhuti, sebenarnya tidak ada Dharma tentang tekad untuk mencapai Anuttara-samyak-sambodhi.

« Last Edit: 16 April 2009, 10:07:54 PM by dilbert »
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Offline wen78

  • Sebelumnya: osin
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.014
  • Reputasi: 57
  • Gender: Male
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #517 on: 16 April 2009, 10:17:42 PM »
kamu mempertanyakan boddhisattva
saya mempertanyakan kembali ke kamu, kamu setelah jadi buddha, apakah masi ingat orang lain yang belum mencapai nirvana? kamu sudah memasuki nirvana, apakah kamu masi ingat?
ato kamu tidak ingat lagi, karena sudah nirvana
bagaimana kl saya modif sedikit menjadi...

kamu setelah jadi orang kaya, apakah masi ingat orang lain yang belum menjadi orang kaya? kamu sudah menjadi orang kaya, apakah kamu masi ingat?
ato kamu tidak ingat lagi, karena sudah menjadi orang kaya

apakah kamu akan bertindak seperti dibawah ini?
saya sudah selamat, tinggal melihat dari seberang pantai saja
yang belum menyeberang pantai, kacian dech loe....
saya sudah selamat, tinggal melihat dari seberang pantai saja
yang belum menyeberang pantai, masing2 menjalankan karma-nya masing2.
apakah yang belum menyeberang pantai bisa menyeberang pantai, semua tergantung diri mereka sendiri.

bukankah dengan mencapai nirvana berarti sudah menyelamatkan 1 umat manusia dari kegelapan batin, yaitu diri sendiri. :-? Apakah itu termaksud egois ?? :-?
tergantung, siapa yg mengatakan siapa yg egois? ;D

Bukankah suatu kesalahpahaman jika menyatakan Boddhisattva melanggar sumpah sendiri jika mengatakan bahwa semua Boddhisattva menyatakan tidak akan mengalami Nirvana jika semua makhluk belum memasuki Nirvana?

Setahu saya ini cuma sumpah beberapa Boddhisattva deh...
AFAIK, Boddhisattva bersumpah karena weles asih/kasih sayang/.. dll mereka kepada semua mahluk, sehingga mereka bersumpah untuk tidak masuk ke Nirvana demi menolong semua mahluk.

seperti orang yang banyak duit, tapi dia gunakan untuk membantu orang2 yg tidak mampu. tapi dia tidak disebut orang kaya, karena tidak punya uang banyak, tidak punya Ferarri, gak punya handphone.. dll. dan setiap uang yg dia dapatkan, dia gunakan untuk membantu org lain.
ato dengan kata lain, dia tidak bisa menikmati uang yg dia hasilkan.


segala post saya yg tidak berdasarkan sumber yg otentik yaitu Tripitaka, adalah post yg tidak sah yg dapat mengakibatkan kesalahanpahaman dalam memahami Buddhism. dengan demikian, mohon abaikan semua statement saya di forum ini, karena saya tidak menyertakan sumber yg otentik yaitu Tripitaka.

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #518 on: 16 April 2009, 10:26:35 PM »
numpang belok dikit, setelah ini silahkan lanjut lagi.

merujuk pada persamaan Nirvana=Samsara, apakah ini berarti bahwa kita semua sudah mencapai Nirvana? yes/no

_/\_

Wah ini mau bikin kuesioner ya...? :) Kalau si penanya memaksakan suatu pilihan yang terbatas pada penjawabnya, maka ia hanya menginginkan "kepastian", bukan diskusi. maaf bro, kalau diberi pilihan kaku demikian, saya enggan menjawab. Trims.

itu karena saya menggunakan pendekatan matematis, tapi tentu anda tetap diperbolehkan memberikan penjelasan sepanjang yg anda mau. anyway, demi kenyamanan anda, saya akan meralat:

jika, nirvana=samsara, apakah ini berarti bahwa kita semua sudah mencapai nirvana? boleh dijawab dengan jawaban apapun yg anda anggap benar.

semoga Bro sobat-dharma tidak enggan menjawab.


Bagaimana Bro sobat? saya sudah meralat pertanyaan saya untuk mengatasi keengganan Bro, mohon sudi memberikan pencerahan

_/\_

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #519 on: 16 April 2009, 10:32:04 PM »
Quote from: sobat-dharma
Mari kita menggunakan kata-kata dalam Visuddhimagga untuk membantu anda memahaminya:

Penderitaan belakalah yang ada, tiada penderita yang ditemukan;
Perbuatan ada, tetapi pelaku perbuatan tidak ada;
Nibbana ada, tetapi orang yang memasuki tidak ada;
Jalan ada, tetapi pejalannnya tidak ada.

Di sini bisa kulanjutkan:
pancaran maitri-karuna ada, tetapi yang memancarkan tidak ada.

Sobat...

Empat baris awal yang Anda ketik itu berbicara mengenai realita anatta dalam tataran pra-Parinirvana. Artinya, dengan atau tidak menerima konsep anatta, fakta berbicara bahwa pada hakikatnya tidak ditemukan substansi inti (diri) di dunia ini. Penderita, pelaku perbuatan, orang yang merealisasi maupun pejalan; dinyatakan tidak ada, karena tidak ada penggerak utama yang beraktivitas dalam orang yang bersangkutan.

Namun pada dua baris akhir yang Anda ketik, statement itu berbicara dalam tataran pasca-Parinirvana. Di taraf ini, orang yang sudah memasuki Parinirvana sudah tidak lagi beraktivitas. Anda menyatakan bahwa pancaran maitri-karuna ada. Ini merujuk pada dua hal, yaitu :
- mungkin orang yang bersangkutan (Buddha) masih melakukan kegiatan memancarkan maitri-karuna.
- mungkin maitri-karuna itu dipancarkan oleh sesuatu (thing) - yang notabene adalah orang yang sudah memasuki Parinirvana.

Mohon penjelasan lanjutnya...
« Last Edit: 16 April 2009, 10:40:05 PM by upasaka »

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #520 on: 16 April 2009, 10:32:16 PM »
Quote from: sobat-dharma
1)Anda tidak perlu memainkan tendensi kata-kata. Saya rasa Anda sudah paham siapa itu diri sendiri yang saya maksud.
Jawab:  saya tidak sedang bermain-main bro, dan memangnya siapa diri sendiri yang  bro maksudkan? Memangnya ada “diri” yang lain lagi?

Maksudnya : "...yang bisa membuat diri sendiri (seseorang) merealisasi Pembebasan adalah diri sendiri (orang itu) pula."
Analoginya -> yang bisa membuat diri sendiri kenyang adalah diri sendiri pula.


Quote from: sobat-dharma
2) Saya sudah bisa menerimanya dari dulu. Tapi hanya sebatas kalimat motivasi, bukan filsafat realitas.
Jawab:  cerita dong biar lengkap ...

Saya melihat kalimat yang diucapkan bodhisatva itu hanya sebatas kalimat motivasi yang mendorong saya untuk mengembangkan kebajikan; tidak egois. Namun jika ditinjau dari pernyataan logika, maka kalimat itu agak pincang.


Quote from: sobat-dharma
3) Akal sehat dan logika memang bukan hal utama yang dibutuhkan untuk merealisasikan Nirvana. Namun bila kita berangkat tanpa akal sehat dan logika, kita mudah sekali dibutakan oleh dunia. Ini ibarat Anda menyatakan : "tidak perlu akal sehat dan logika, yang kau butuhkan hanyalah tekad dan semangat untuk dapat menghentikan revolusi Bumi."

Jawab:  Iya, itu yang dilakukan Sang Buddha ketika melempar mangkoknya ke aliran sungai... Dan ternyata melawan arus sungai bro! Kalau meragukan “akal sehat” dan “logika” dalam cerita ini, setidaknya hikmatnya bisa diambilkan...

Bro, jadi menurut Anda kejadian yang menimpa Petapa Sidharta itu tidak logis? Apa maksud Anda hukum alam memberi pengecualian agar mangkok itu mengalir melawan arus? Saya melihat kisah itu bisa saja terjadi, dan itu bukanlah suatu kejadian yang tidak bisa dijelaskan secara logika atau ilmu eksak. Bagi saya, akal sehat dan pemikiran logis merupakan filter awal untuk memilah suatu hal. Setelah itu, untuk pembuktian tentu saja saya harus mempraktikkannya.


Quote from: sobat-dharma
4) Anda tidak perlu memainkan kontekstual makna dalam kalimat saya. Saya mengajukan pertanyaan yang saya ambil dari pemahaman Mahayana saya yang masih dangkal. Maksudnya, saya ingin menerka masa depan samsara ditinjau dari pandangan Mahayana. Jikalau semua makhluk sudah terbebas dari penderitaan, lantas apa yang akan dilakukan oleh 'sang juru selamat' setelah itu...?
Jawab: Pertanyaannya iseng banget... :)) Tapi okey koq. Jika semua makhluk terbebas dari penderitaan ya bersaam dengan itu ia terbebas juga ... Kan katanya ‘semua makhluk’, berarti ia sendiri termasuk dong :))  

;D Iya, saya ingin tahu skenarionya dulu. Saya 'kan sedang belajar...
OK. Kalau begitu dalam konsep Mahayana, jadi semua makhluk di samsara ini akan memasuki Parnirvana secara bersama-sama?
Apa benar begitu?


Quote from: sobat-dharma
5) Nirvana bisa direalisasikan di hidup ini, bukannya sudah ada di sini. Kata "di sini" yang Anda pakai saja secara implisit menunjukkan pemahaman Anda bahwa Nirvana adalah sebuah tempat. Dan satu lagi... Kalau tidak ada yang perlu ditunda atau ditunggu, kenapa bodhisatva dengan lantang menyerukan "...saya tunda pencapaian kebuddhaan saya, karena...", ...?

Jawab:  “Di sini” adalah keberadaan yang melampaui eksistensi ...

Apa maksudnya keberadaan yang melampaui eksistensi?
Keberadaan itu berarti kehadiran; ada; eksis. Jadi sesuatu yang eksis dan melebihi eksistensi...?

Menurut saya, frase "di sini" adalah menunjukkan lokasi. Saya kurang mengerti dengan penjelasan ini; mengapa frase "di sini" dapat merujuk pada "keberadaan" -yang merupakan aktivitas-.


Quote from: sobat-dharma
6) Kan sudah saya bilang, ini menurut saya. Alasan saya menyatakan demikian karena samsara itu tiada berawal. Jadi akan menjadi terlalu berspekulasi kalau saya menyatakan bahwa samsara juga akan lenyap. Kalau menurut Anda sendiri, bagaimana?

Jawab: Saya tidak tahu? Bagaimanapun saya kan bukan Arahat, Bodhisattva, apalagi Buddha yang Sempurna, bagaimana saya bisa tahu...

Kalau Anda tidak tahu, kenapa Anda mengiyakan pertanyaan saya mengenai; "apakah semua makhluk akan merealisasi Nirvana, sehingga samsara kosong dari para makhluk", ...


Quote from: sobat-dharma
7) Tidak mementingkan keuntungan diri sendiri, memberi keuntungan pada orang lain; adalah tindakan terpuji. Tapi bukan berarti lebih baik menjadi orang baik hati yang bodoh. Di sinilah letak kebijaksanaan berperan, apakah seseorang ingin melakukan kebaikan dengan cara yang arif atau monoton...
Jawab:  berapakah banyak dari mereka yang memikirkan keuntungan dan kerugian di kepalanya bisa disebut bijak?

Saya tidak tahu. Saya bukanlah ahli sensus, Arhat, ataupun Samyaksambuddha...
Namun yang saya tahu, orang bijak itu selalu mempertimbangkan suatu hal berdasarkan prioritas dan faedahnya.
« Last Edit: 16 April 2009, 10:42:08 PM by upasaka »

Offline Tan

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 510
  • Reputasi: 31
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #521 on: 16 April 2009, 11:39:53 PM »
TANGGAPAN TERPADU

Menarik juga diskusi ini, karena sehari saja saya tidak mengecek dhammacitta sudah ada puluhan posting yang masuk. Sungguh luar biasa. Karena keterbatasan ruang dan waktu, saya tidak dapat membaca semuanya. Oleh karena itu, saya hanya akan menanggapi yang saya anggap penting saja.

Sebelumnya, saya melihat bahwa diskusi ini pada akhirnya tetap pada akhirnya akan menjurus pada perdebatan juga. Pihak non Mahayanis akhirnya tetap menanggapi Mahayana dari sudut pandang alirannya. Jadi perdebatan pada akhirnya tetap terelakkan. Memang perdebatan bukan sesuatu yang buruk, jika masing-masing pihak menyadari bahwa masalah agama berbeda dengan ranah ilmu pasti, dimana suatu jawaban empiris mungkin ditemukan. Namun dalam diskusi masalah agama, kebanyakan hal tidak dapat dibuktikan secara empiris. Akhirnya keputusan bergantung pada pilihan masing-masing. Demikian pula pandangan saya tentang Mahayana, walaupun hanya dapat dibuktikan secara ontologis, namun bagi saya filsafat Mahayana sangat masuk akal.

Baik kita akan lanjutkan diskusinya. Sebelumnya, karena banyaknya posting yang masuk saya tidak akan menanggapi satu persatu, melainkan merangkum semuanya menjadi satu posting. Tidak semua pernyataan akan saya tanggapi. Hanya yang sempat saya baca dan anggap penting saja yang akan ditanggapi. Oleh karena itu, harap maklum adanya.


Pernyataan:

Saya ingin bertanya kepada mas Tan, Dharmakaya seorang Buddha dengan Buddha yang lain sama atau berbeda? dimanakah Dharmakaya seorang Buddha ketika ia terlahir kembali sebagai pangeran Siddharta?

TAN:

Dharmakaya adalah tubuh absolut seorang Buddha. Mempertanyakan di mana dharmakaya adalah suatu pertanyaan yang tidak tepat. Ibaratnya menanyakan di manakah Buddha Sakyamuni setelah Beliau parinirvana. Menurut Nagasena pertanyaan ini tidak tepat dan dapat disamakan dengan menanyakan ke manakah perginya api setelah padam (lihat Na shien pi chiu ching – Nagasena bhikshu Sutra – padanan Milindapanha dalam Mahayana). Dharmakaya sendiri tidak mati ataupun menjelma, sehingga ini konsisten dengan konsep bahwa seorang Buddha tidak lagi menjelma. Yang memanifestasikan sebagai Buddha manusia adalah Nirmanakaya (tubuh jelmaan). Ingat dharmakaya sendiri tidaklah ke mana-mana. Dengan demikian, ia merupakan sesuatu yang absolut. Sampai di sini tidak ada pertentangan dengan doktrin aliran non Mahayana bukan? Karena merupakan tubuh yang absolute pertanyaan Anda di atas tidak berlaku.

Pernyataan:

Saya ingin bertanya kepada mas Tan, bagaimanakah konsep anitya (anicca) menurut Mahayana? Apakah kesadaran nitya atau anitya? Adakah  suatu kekecualian terhadap hukum anitya?

TAN:

Pertanyaan Anda saya balik pula dengan pertanyaan, apakah hukum karma itu nitya atau anitya? Kalau hukum karma adalah anitya, maka suatu saat, entah di masa lampau atau di masa mendatang, ada kalanya hukum karma tak berlaku. Kemungkinan ada masa di mana orang jahat tidak menuai kejahatannya dan orang baik tidak menuai buah kebaikannya. Apakah kondisi nirvana itu sendiri nitya atau anitya. Kalau anitya, kemungkinan seseorang dapat jatuh lagi setelah merealisasi nirvana. Poin yang hendak saya ungkapkan, ada kalanya pertanyaan-pertanyaan itu tidak tepat. Umpamanya dengan menanyakan “adakah segitiga yang mempunyai empat sisi?”

Pernyataan:

Sebenarnya yang manakah yang merupakan penjara menurut mas Tan? Nirvana atau batin dan jasmani (panca skandha)? Apakah mas Tan tahu apa yang menyebabkan mahluk terlahir kembali? apakah di Mahayana diajarkan pratitya sramutpada atau tidak?

TAN:

Jika Anda mengatakan nirvana adalah suatu batasan, maka itu adalah penjara. Perlu dibedakan antara penyebab para makhluk yang belum tercerahi terlahir kembali dan tubuh jelmaan yang memanifestasikan dirinya dalam berbagai perwujudan. Tentu saja di Mahayana diajarkan pratiyasamutpada. Tetapi ingat bahwa ini berlaku bila suatu makhluk masih memiliki avidya. Dalam kasus nirmanakaya penyebabnya beda. Avidya tidak lagi hadir di sini.

Pernyataan:

Baik! Pembebasan Mutlak (Nirvana) adalah kondisi yang tanpa syarat. Oleh karena itu, sesuatu yang tidak dilahirkan; tidak menjelma; tidak muncul; tidak tercipta, tidak mungkin masih memancarkan atau tidak memancarkan belas kasih lagi. Karena Nirvana bukanlah sebab atau akibat, maka tidak akan ada yang namanya aktivitas. Aktivitas memancarkan belas kasih ataupun aktivitas tidak memancarkan belas kasih tidak pernah ada dalam Nirvana. Pun Nirvana adalah bukan ada maupun tiada. Oleh karenanya tidak akan memancarkan belas kasih berbeda dengan tidak bisa memancarkan belas kasih. Komentar saya sebelumnya ternyata malah Anda tanggapi sebagai dualisme lainnya...

Menurut Anda Pembebasan Tak Bersyarat adalah kesanggupan memancarkan maitri-karuna tanpa terbias lobha-dosa-moha? Lalu menurut Anda maitri-karuna itu dipancarkan dari dan oleh siapa / apa? ngat, kata 'memancarkan' itu adalah kata kerja. Memangnya konsep Nirvana bagi Anda itu masih mengenal aktivitas / bekerja?

Pandangan saya bahwa orang yang telah merealisasi Nirvana untuk masih memancarkan maitri-karuna adalah masuk akal. Namun itu saat pancakkhandha masih ada (masih menjalani penghidupan), bukan setelah Parinirvana - alias Nirvana Tanpa Sisa.

TAN:

Baik. Di sini sebatas yang saya pahami, Anda mengangkat dikotomi antara “nirvana bersisa” dan “tanpa sisa.” Buddha semasa masih hidup di dunia masih beraktifitas. Buddha masih dapat berdialog dengan Mara  waktu ia meminta Buddha segera parinirvana. Terlebih lagi, dalam Sutta Mahaparinibanna disebutkan bahwa seorang Buddha masih dapat hidup berkalpa2 kalau Ananda yang memohonnya. Jika tidak ada aktifitas bagaimana mungkin Buddha dapat mempertahankan “tubuh fisiknya” jika ada permohonan? Bukankah saat itu Buddha sudah nirvana? Di sini saya melihat Anda menganggap bahwa “nirvana bersisa” itu lebih rendah dari “nirvana tanpa sisa.” Sehingga pada akhirnya nirvanapun masih menjadi subyek yang berkondisi. Penjelasan ini menurut hemat saya tak masuk akal. Pernyataan Anda: “Oleh karena itu, sesuatu yang tidak dilahirkan; tidak menjelma; tidak muncul; tidak tercipta, tidak mungkin masih memancarkan atau tidak memancarkan belas kasih lagi.” Pertanyaan saya: “Mengapa tidak mungkin?” Buddha saat menerima makanan dari Cunda sudah memasuki nirvana belum? Mengapa Buddha masih berbelas kasih pada Cunda? Mungkin Anda menjawab: “Itu nirvana dengan sisa.” Dengan demikian, permasalahan tetap tidak terpecahkan juga, karena seperti yang baru saja saya ungkapkan, seolah2 nirvana dengan sisa itu lebih rendah dari nirvana tanpa sisa. Jika nirvana masih dapat dipilah-pilah, apakah itu mencerminkan sesuatu yang absolut?
Justru karena konsisten dengan pandangan bahwa tiada pembedaan dalam nirvana, maka Mahayana berpandangan bahwa seorang Buddha sampai kapanpun tetap dapat memancarkan maitri karunanya. Ini yang menjadi salah satu alasan mengapa saya memilih Mahayana.

Pernyataan:

Jadi saya yang ingin bertanya; "Apakah yang dimaksud dengan 'orang' di statement itu? Apakah orang dalam arti fisik atau bagaimana?"

TAN:

Kata-kata apapun, baik “orang” atau apa saja hanya dipergunakan untuk menjelaskan (lihat Sutra Samdhinirmocana).

Pernyataan:

Orang yang telah merealisasi Nirvana berada dapat berada di mana-mana namun tidak ada di mana-mana pada saat bersamaan?

TAN:

Ya. Itulah sebabnya dikatakan nirvana itu tak terkatakan dan tak terbayangkan.

Pernyataan:

Apakah Nirvana masih mengenal konsep dualistis ada dan tiada; hadir dan absen; muncul dan tidak muncul? Statement sobat-dharma ini juga seudah jelas menyatakan secara implisit bahwa orang yang telah merealisasi Nirvana 'masih hadir', 'masih eksis', 'masih berkehendak', dan dengan kata lain seharusnya masih tunduk pada Hukum Alam Semesta.

TAN:

Ada dan tiada hanya ada dalam benak orang yang berdiskusi masalah nirvana, tetapi belum merealisasi nirvana itu sendiri, seperti kita-kita. Bicara masalah dualistis, toh masih ada “nirvana dengan sisa” dan “tanpa sisa.” Pertanyaan saya apakah kedua istilah itu mengacu pada nirvana yang sama atau beda? Apakah pancaskandha dapat mencemari nirvana?

Pernyataan:

-   Samsara dan Nirvana adalah identik...
-   
TAN:

Ya. Dari sudut pandang orang yang tercerahi adalah identik. Bagi yang belum akan memandangnya tak identik.

Pernyataan:

- Setelah memasuki Nirvana (maksudnya Parinirvana), Buddha masih ingin memancarkan maitri-karuna...

TAN:

Bukan ingin lagi. Tetapi itu adalah sifat alaminya. Dingin adalah sifat alami es. Es tidak ingin dirinya dingin. Seekor beruang kutub punya bulu lebat. Apakah keinginan si beruang kutub untuk punya bulu lebat? Apakah api ingin dirinya panas? Untuk memancarkan maitri karuna, Buddha tak perlu keinginan lagi, Bang.

Pernyataan:

- Karena masih ingin, artinya kalau tidak ingin pun sebenarnya bisa...
- Namun karena keinginan-Nya lebih kuat, maka Buddha pun tetap memancarkan maitri-karuna - alias tidak ingin memasuki Nirvana Tanpa Sisa.
- Karena menurut Buddha, memasuki Nirvana Tanpa Sisa adalah tidakan yang tidak layak untuk Orang Yang Tercerahkan.
- Karena samsara dan Nirvana adalah identik, maka seharusnya memang tidak ada Nirvana Tanpa Sisa. Karena keidentikan Nirvana dengan samsara ini secara implisit menujukkan bahwa Nirvana adalah kondisi yang masih memiliki elemen-elemen... (memancarkan, maitri, karuna, keinginan - itu semua elemen-elemen / unsur-unsur).

TAN:

Pertanyaan itu ada, karena Anda masih memandang nirvana bersisa dan tanpa sisa dari sudut pandang dualistis. Telah saya katakan bahwa maitri karuna adalah sifat alami seorang Buddha. Tidak ada keinginan lagi di sini. Tanggapan saya di bagian sebelumnya, menjadikan pertanyaan Anda di sini tidak lagi valid.


Amiduofo,

Tan



Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #522 on: 16 April 2009, 11:54:17 PM »
Baik. Di sini sebatas yang saya pahami, Anda mengangkat dikotomi antara “nirvana bersisa” dan “tanpa sisa.” Buddha semasa masih hidup di dunia masih beraktifitas. Buddha masih dapat berdialog dengan Mara  waktu ia meminta Buddha segera parinirvana. Terlebih lagi, dalam Sutta Mahaparinibanna disebutkan bahwa seorang Buddha masih dapat hidup berkalpa2 kalau Ananda yang memohonnya. Jika tidak ada aktifitas bagaimana mungkin Buddha dapat mempertahankan “tubuh fisiknya” jika ada permohonan? Bukankah saat itu Buddha sudah nirvana? Di sini saya melihat Anda menganggap bahwa “nirvana bersisa” itu lebih rendah dari “nirvana tanpa sisa.” Sehingga pada akhirnya nirvanapun masih menjadi subyek yang berkondisi. Penjelasan ini menurut hemat saya tak masuk akal. Pernyataan Anda: “Oleh karena itu, sesuatu yang tidak dilahirkan; tidak menjelma; tidak muncul; tidak tercipta, tidak mungkin masih memancarkan atau tidak memancarkan belas kasih lagi.” Pertanyaan saya: “Mengapa tidak mungkin?” Buddha saat menerima makanan dari Cunda sudah memasuki nirvana belum? Mengapa Buddha masih berbelas kasih pada Cunda? Mungkin Anda menjawab: “Itu nirvana dengan sisa.” Dengan demikian, permasalahan tetap tidak terpecahkan juga, karena seperti yang baru saja saya ungkapkan, seolah2 nirvana dengan sisa itu lebih rendah dari nirvana tanpa sisa. Jika nirvana masih dapat dipilah-pilah, apakah itu mencerminkan sesuatu yang absolut?
Justru karena konsisten dengan pandangan bahwa tiada pembedaan dalam nirvana, maka Mahayana berpandangan bahwa seorang Buddha sampai kapanpun tetap dapat memancarkan maitri karunanya. Ini yang menjadi salah satu alasan mengapa saya memilih Mahayana.

sepanjang pengetahuan saya yg minim, sepertinya yg di bold itu harusnya satu kalpa, dalam komentar dijelaskan maksudnya adalah akhir kappa, dimana kappa dalam hal ini adalah ayu kappa. boleh minta rujukan yg menyebutkan berkalpa2 (>1 kalpa)?

dan pada kenyataannya Ananda tidak mengajukan permohonan, jadi saya pikir tidak perlu berandai2 dengan spekulasi.

silahkan lanjooot...

Offline dilbert

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.935
  • Reputasi: 90
  • Gender: Male
  • "vayadhamma sankhara appamadena sampadetha"
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #523 on: 17 April 2009, 12:08:26 AM »
sah sah saja bahkan seorang bodhisatta itu mengucapkan sumpah... Karena sepanjang "seorang" individu yang disebut/telah menyandang karir bodhisatta masih terus menerus mempunyai keinginan (bahkan keinginan luhur/chanda), maka individu tersebut TIDAK AKAN MEREALISASIKAN KE-BUDDHA-AN... (ini sejalan dengan apa yang diungkapkan di dalam SUTRA INTAN/VAJRACHEDDIKA SUTRa).

Kutipan Sutra Intan :

Kemudian Subhuti berkata kepada Hyang Buddha, "Yang Dijunjungi, jika seorang laki-laki atau wanita bajik bertekad untuk mencapai Anuttara-samyak-sambodhi, bagaimana seharusnya dia bertumpu, bagaimana seharusnya dia mengendalikan hatinya?"

Hyang Buddha memberitahu Subhuti, "Seorang laki-laki atau wanita bajik, yang bertekad untuk mencapai Anuttara-samyak-sambodhi harus berpikiran demikian:"Aku harus membebaskan semua makhluk hidup dari arus tumimbal lahir, tetapi bila semua makhluk hidup sudah dibebaskan dari tumimbal lahir, sebenarnya sama sekali tidak ada makhluk hidup yang dibebaskan. Mengapa begitu? Subhuti, jika seorang Bodhisattva masih mempunyai ciri keakuan, ciri manusia, ciri makhluk hidup dan ciri kehidupan, maka dia bukanlah seorang Bodhisattva. Apa sebabnya? Subhuti, sebenarnya tidak ada Dharma tentang tekad untuk mencapai Anuttara-samyak-sambodhi.



[at] sdr.Tan...

coba perhatikan kutipan di atas dari SUTRA INTAN (Sutra Intan)... yang tidak menggunakan kacamata sutta pali (theravada) sehingga tidak menjadi polemik theravada dan mahayana... Bisakah sdr.Tan menjelaskan apa yang dimaksudkan dalam SUTRA INTAN dengan KONSEP UTAMA MAHAYANA dalam karier bodhisatva ? ? ?
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: Pertanyaan kritis mengenai Mahayana menurut pandangan yg berbeda...
« Reply #524 on: 17 April 2009, 12:15:56 AM »
Quote from: Tan
Baik. Di sini sebatas yang saya pahami, Anda mengangkat dikotomi antara “nirvana bersisa” dan “tanpa sisa.” Buddha semasa masih hidup di dunia masih beraktifitas. Buddha masih dapat berdialog dengan Mara  waktu ia meminta Buddha segera parinirvana. Terlebih lagi, dalam Sutta Mahaparinibanna disebutkan bahwa seorang Buddha masih dapat hidup berkalpa2 kalau Ananda yang memohonnya. Jika tidak ada aktifitas bagaimana mungkin Buddha dapat mempertahankan “tubuh fisiknya” jika ada permohonan? Bukankah saat itu Buddha sudah nirvana? Di sini saya melihat Anda menganggap bahwa “nirvana bersisa” itu lebih rendah dari “nirvana tanpa sisa.” Sehingga pada akhirnya nirvanapun masih menjadi subyek yang berkondisi. Penjelasan ini menurut hemat saya tak masuk akal. Pernyataan Anda: “Oleh karena itu, sesuatu yang tidak dilahirkan; tidak menjelma; tidak muncul; tidak tercipta, tidak mungkin masih memancarkan atau tidak memancarkan belas kasih lagi.” Pertanyaan saya: “Mengapa tidak mungkin?” Buddha saat menerima makanan dari Cunda sudah memasuki nirvana belum? Mengapa Buddha masih berbelas kasih pada Cunda? Mungkin Anda menjawab: “Itu nirvana dengan sisa.” Dengan demikian, permasalahan tetap tidak terpecahkan juga, karena seperti yang baru saja saya ungkapkan, seolah2 nirvana dengan sisa itu lebih rendah dari nirvana tanpa sisa. Jika nirvana masih dapat dipilah-pilah, apakah itu mencerminkan sesuatu yang absolut?
Justru karena konsisten dengan pandangan bahwa tiada pembedaan dalam nirvana, maka Mahayana berpandangan bahwa seorang Buddha sampai kapanpun tetap dapat memancarkan maitri karunanya. Ini yang menjadi salah satu alasan mengapa saya memilih Mahayana.

Well...
...
Jelas selama pancaskhandha masih ada, maka Buddha tetap beraktivitas. Aktivitasnya pun hanya berupa kiriya (fungsional). Namun ketika Buddha memasuki Parinirvana (Nirvana Tanpa Sisa), Buddha tidak lagi dapat ditemukan dalam wujud atau kondisi apapun. Jadi tidak mungkin masih beraktivitas, meskipun juga sebatas kiriya (fungsional).


Quote from: Tan
Ya. Itulah sebabnya dikatakan nirvana itu tak terkatakan dan tak terbayangkan.

...Jadi orang yang telah memasuki Parinirvana itu punya banyak duplikat ya?


Quote from: Tan
Ada dan tiada hanya ada dalam benak orang yang berdiskusi masalah nirvana, tetapi belum merealisasi nirvana itu sendiri, seperti kita-kita. Bicara masalah dualistis, toh masih ada “nirvana dengan sisa” dan “tanpa sisa.” Pertanyaan saya apakah kedua istilah itu mengacu pada nirvana yang sama atau beda? Apakah pancaskandha dapat mencemari nirvana?

Jelas berbeda dong...
- Nirvana (masih ada pancaskhandha) adalah keadaan batin yang terbebas dari segala dualisme. Namun orang yang bersangkutan (Buddha) masih menjalani penghidupan-Nya.
- Parinirvana (tanpa sisa) adalah keadaan yang terbebas sepenuhnya. Orang yang telah memasuki Parinirvana itu telah terbebas dari samsara dan tidak lagi bertumibal-lahir. Dia tidak akan lahir, muncul, menjelma, maupun tercipta lagi dalam wujud maupun materi apapun.


Quote from: Tan
Ya. Dari sudut pandang orang yang tercerahi adalah identik. Bagi yang belum akan memandangnya tak identik.

Hmmm... Mohon bimbingan dari Anda. Saya adalah orang yang masih jauh dari Pencerahan... :)


Quote from: Tan
Bukan ingin lagi. Tetapi itu adalah sifat alaminya. Dingin adalah sifat alami es. Es tidak ingin dirinya dingin. Seekor beruang kutub punya bulu lebat. Apakah keinginan si beruang kutub untuk punya bulu lebat? Apakah api ingin dirinya panas? Untuk memancarkan maitri karuna, Buddha tak perlu keinginan lagi, Bang.

Jadi Parinirvana (Pembebasan Mutlak) masih memiliki sifat, toh...
Maitri-karuna itu artinya cinta kasih dan welas asih, bukan?
Dua sifat ini adalah kondisi batin yang hanya diaplikasikan dalam perbuatan.
Jadi setelah Buddha memasuki Parinirvana, Beliau masih memiliki citta-cetasika dan secara otomatis mengaplikasikannya?
Hmm... Jadi seperti keadaan serba otomatis ya? :)


Quote from: Tan
Pertanyaan itu ada, karena Anda masih memandang nirvana bersisa dan tanpa sisa dari sudut pandang dualistis. Telah saya katakan bahwa maitri karuna adalah sifat alami seorang Buddha. Tidak ada keinginan lagi di sini. Tanggapan saya di bagian sebelumnya, menjadikan pertanyaan Anda di sini tidak lagi valid.

Pertanyaan saya di postingan sebelumnya masih valid, karena ada hubungannya dengan pertanyaan saya di atas...


_/\_