//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: ANGUTTARA NIKAYA buku SEPULUH  (Read 11841 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku SEPULUH
« Reply #30 on: 07 October 2013, 07:49:11 PM »
LIMA PULUH KE TIGA

I. PERSEPSI SEORANG PETAPA

1 (1)  Persepsi Seorang Petapa

“Para bhikkhu, ketika tiga persepsi petapa<2138> ini dikembangkan dan dilatih, maka persepsi-persepsi ini akan memenuhi tujuh hal. Apakah tiga ini?

(1) “‘Aku telah memasuki kondisi tanpa kasta; (2) kehidupanku bergantung pada orang lain; (3) sikapku harus berbeda.’ Ketika ketiga perspesi petapa ini dikembangkan dan dilatih, maka persepsi-persepsi ini akan memenuhi tujuh hal. Apakah tujuh ini?

(4) “Seseorang secara konsisten bertindak dan berperilaku sesuai perilaku bermoral. (5) Ia tanpa kerinduan, (6) tanpa niat buruk, (7) dan tanpa kesombongan. (8 ) ia menyukai latihan. [211] (9) Ia menggunakan benda-benda kebutuhan untuk memelihara kehidupannya dengan menyadari tujuannya. (10) Ia bersemangat.  Ketika tiga perspesi petapa ini ini dikembangkan dan dilatih, maka persepsi-persepsi ini akan memenuhi ketujuh hal ini.

102 (2) Faktor-faktor Pencerahan

“Para bhikkhu, ketika tujuh faktor pencerahan ini dikembangkan dan dilatih, maka Faktor-faktor ini akan memenuhi tiga pengetahuan sejati. Apakah tujuh ini?

(1) “Faktor pencerahan perhatian, (2) faktor pencerahan pembedaan fenomena-fenomena, (3) faktor pencerahan kegigihan, (4) faktor pencerahan sukacita, (5) faktor pencerahan ketenangan, (6) faktor pencerahan konsentrasi, (7) faktor pencerahan keseimbangan. ketika ketujuh faktor pencerahan ini dikembangkan dan dilatih, maka Faktor-faktor ini akan memenuhi tiga pengetahuan sejati. Apakah tiga ini?

(8 ) “Di sini, seorang bhikkhu mengingat banyak kehidupan lampaunya, yaitu, satu kelahiran, dua kelahiran … Demikianlah ia mengingat banyak kehidupan lampaunya dengan aspek-aspek dan rinciannya.<2139>

(9) “Dengan mata dewa, yang murni dan melampaui manusia … ia memahami bagaimana makhluk-makhluk mengembara sesuai kamma mereka.

(10) “Dengan hancurnya noda-noda, ia telah merealisasikan untuk dirinya sendiri dengan pengetahuan langsung, dalam kehidupan ini, kebebasan pikiran yang tanpa noda, kebebasan melalui kebijaksanaan, dan setelah memasukinya, ia berdiam di dalamnya.

ketika ketujuh faktor pencerahan ini dikembangkan dan dilatih, maka Faktor-faktor ini akan memenuhi ketiga pengetahuan sejati ini.”

103 (3) Jalan Salah

“Para bhikkhu, dengan bergantung pada jalan yang salah maka ada kegagalan, bukan keberhasilan. Dan bagaimanakah bahwa dengan bergantung pada jalan yang salah maka ada kegagalan, bukan keberhasilan?

(1) “Pada seorang yang memiliki pandangan salah, maka (2) kehendak salah muncul. Pada seorang yang memiliki kehendak salah, maka (3) ucapan salah muncul. Pada seorang yang memiliki ucapan salah, maka [212] (4) perbuatan salah muncul. Pada seorang yang memiliki perbuatan salah, maka (5) penghidupan salah muncul. Pada seorang yang memiliki penghidupan salah, maka (6) usaha salah muncul. Pada seorang yang memiliki usaha salah, maka (7) perhatian salah muncul. Pada seorang yang memiliki perhatian salah, maka (8 ) konsentrasi salah muncul. Pada seorang yang memiliki konsentrasi salah, maka (9) pengetahuan salah muncul. Pada seorang yang memiliki pengetahuan salah, maka (10) kebebasan salah muncul.<2140> Dengan cara inilah, dengan bergantung pada jalan yang salah maka ada kegagalan, bukan keberhasilan.

“Dengan bergantung pada jalan yang benar maka ada keberhasilan, bukan kegagalan. Dan bagaimanakah bahwa dengan bergantung pada jalan yang benar maka ada keberhasilan, bukan kegagalan?

(1) “Pada seorang yang memiliki pandangan benar, maka (2) kehendak benar muncul. Pada seorang yang memiliki kehendak benar, maka (3) ucapan benar muncul. Pada seorang yang memiliki ucapan benar, maka (4) perbuatan benar muncul. Pada seorang yang memiliki perbuatan benar, maka (5) penghidupan benar muncul. Pada seorang yang memiliki penghidupan benar, maka (6) usaha benar muncul. Pada seorang yang memiliki usaha benar, maka (7) perhatian benar muncul. Pada seorang yang memiliki perhatian benar, maka (8 ) konsentrasi benar muncul. Pada seorang yang memiliki konsentrasi benar, maka (9) pengetahuan benar muncul. Pada seorang yang memiliki pengetahuan benar, maka (10) kebebasan benar muncul.<2141> Dengan cara inilah, dengan bergantung pada jalan yang benar maka ada keberhasilan, bukan kegagalan.”

104 (4) Benih <2142>

“Para bhikkhu, pada seorang yang memiliki pandangan salah, kehendak salah, ucapan salah, perbuatan salah, penghidupan salah, usaha salah, perhatian salah, konsentrasi salah, pengetahuan salah, dan kebebasan salah, maka kamma jasmani, kamma ucapan, dan kamma pikiran apa pun yang ia bangkitkan dan lakukan sesuai dengan pandangan itu, dan apa pun kehendaknya, kerinduannya, kecenderungannya, dan aktivitas-aktivitas kehendaknya, semuanya mengarah pada apa yang tidak diharapkan, tidak diinginkan, dan tidak menyenangkan, mengarah pada bahaya dan penderitaan. Karena alasan apakah? Karena pandangannya buruk.

“Misalkan, para bhikkhu, sebutir benih nimba, pare, atau labu pahit ditanam di tanah yang lembab. [213] Nutrisi apa pun yang diambil dari tanah dan dari air semuanya akan mengarah pada rasa pahit, getir, dan tidak menyenangkan. Karena alasan apakah? Karena benih itu buruk. Demikian pula, pada seorang yang memiliki pandangan salah … dan kebebasan salah, maka kamma jasmani, kamma ucapan, dan kamma pikiran apa pun yang ia bangkitkan dan lakukan sesuai dengan pandangan itu, dan apa pun kehendaknya, kerinduannya, kecenderungannya, dan aktivitas-aktivitas kehendaknya, semuanya mengarah pada apa yang tidak diharapkan, tidak diinginkan, dan tidak menyenangkan, mengarah pada bahaya dan penderitaan. Karena alasan apakah? Karena pandangannya buruk.

“Para bhikkhu, pada seorang yang memiliki pandangan benar, kehendak benar, ucapan benar, perbuatan benar, penghidupan benar, usaha benar, perhatian benar, konsentrasi benar, pengetahuan benar, dan kebebasan benar, maka kamma jasmani, kamma ucapan, dan kamma pikiran apa pun yang ia bangkitkan dan lakukan sesuai dengan pandangan itu, dan apa pun kehendaknya, kerinduannya, kecenderungannya, dan aktivitas-aktivitas kehendaknya, semuanya mengarah pada apa yang diharapkan, diinginkan, dan menyenangkan, mengarah pada kesejahteraan dan kebahagiaan. Karena alasan apakah? Karena pandangannya baik.

“Misalkan, para bhikkhu, sebutir benih tebu, beras gunung, atau anggur ditanam di tanah yang lembab. Nutrisi apa pun yang diambil dari tanah dan dari air semuanya akan mengarah pada rasa yang disukai, manis, dan lezat. Karena alasan apakah? Karena benih itu baik. Demikian pula, pada seorang yang memiliki pandangan benar … [214] … dan kebebasan benar, maka kamma jasmani, kamma ucapan, dan kamma pikiran apa pun yang ia bangkitkan dan lakukan sesuai dengan pandangan itu, dan apa pun kehendaknya, kerinduannya, kecenderungannya, dan aktivitas-aktivitas kehendaknya, semuanya mengarah pada apa yang diharapkan, diinginkan, dan menyenangkan, mengarah pada kesejahteraan dan kebahagiaan. Karena alasan apakah? Karena pandangannya baik.”

105 (5) Pengetahuan Sejati

“Para bhikkhu, ketidak-tahuan – yang disertai dengan rasa tidak tahu malu dan moralitas yang sembrono – adalah pelopor dalam memasuki kualitas-kualitas tidak bermanfaat.<2143> (1) Pada seorang dungu yang tenggelam dalam ketidak-tahuan, maka pandangan salah muncul. (2) Pada seorang yang memiliki pandangan salah, maka kehendak salah muncul. (3) Pada seorang yang memiliki kehendak salah, maka ucapan salah muncul. (4) Pada seorang yang memiliki ucapan salah, maka perbuatan salah muncul. (5) Pada seorang yang memiliki perbuatan salah, maka penghidupan salah muncul. (6) Pada seorang yang memiliki penghidupan salah, maka usaha salah muncul. (7) Pada seorang yang memiliki usaha salah, maka perhatian salah muncul. (8 ) Pada seorang yang memiliki perhatian salah, maka konsentrasi salah muncul. (9) Pada seorang yang memiliki konsentrasi salah, maka pengetahuan salah muncul. (10) Pada seorang yang memiliki pengetahuan salah, maka kebebasan salah muncul.

“Para bhikkhu, pengetahuan sejati – yang disertai dengan rasa malu bermoral dan rasa takut bermoral – adalah pelopor dalam memasuki kualitas-kualitas bermanfaat. (1) Pada seorang bijaksana yang telah sampai pada pengetahuan sejati, maka pandangan benar muncul. (2) Pada seorang yang memiliki pandangan benar, maka kehendak benar muncul. (3) Pada seorang yang memiliki kehendak benar, maka ucapan benar muncul. (4) Pada seorang yang memiliki ucapan benar, maka perbuatan benar muncul. (5) Pada seorang yang memiliki perbuatan benar, maka penghidupan benar muncul. (6) Pada seorang yang memiliki penghidupan benar, maka usaha benar muncul. (7) Pada seorang yang memiliki usaha benar, maka perhatian benar muncul. (8 ) Pada seorang yang memiliki perhatian benar, maka konsentrasi benar muncul. (9) Pada seorang yang memiliki konsentrasi benar, maka pengetahuan benar muncul. (10) Pada seorang yang memiliki pengetahuan benar, maka kebebasan benar muncul.”<2144> [215]

106 (6) Menjadi Usang

“Para bhikkhu, ada sepuluh kasus menjadi usang ini.<2145> Apakah sepuluh ini?

(1) “Pada seorang yang memiliki pandangan benar, maka pandangan salah menjadi usang, dan berbagai kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang berasal-mula dengan pandangan salah sebagai kondisinya juga menjadi usang, dan dengan pandangan benar sebagai kondisi, maka berbagai kualitas bermanfaat mencapai pemenuhan melalui pengembangan.

(2) “Pada seorang yang memiliki kehendak benar, maka kehendak salah menjadi usang, dan berbagai kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang berasal-mula dengan kehendak salah sebagai kondisinya juga menjadi usang, dan dengan kehendak benar sebagai kondisi, maka berbagai kualitas bermanfaat mencapai pemenuhan melalui pengembangan.

(3) “Pada seorang yang memiliki ucapan benar, maka ucapan salah menjadi usang, dan berbagai kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang berasal-mula dengan ucapan salah sebagai kondisinya juga menjadi usang, dan dengan ucapan benar sebagai kondisi, maka berbagai kualitas bermanfaat mencapai pemenuhan melalui pengembangan.

(4) “Pada seorang yang memiliki perbuatan benar, maka perbuatan salah menjadi usang, dan berbagai kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang berasal-mula dengan perbuatan salah sebagai kondisinya juga menjadi usang, dan dengan perbuatan benar sebagai kondisi, maka berbagai kualitas bermanfaat mencapai pemenuhan melalui pengembangan.

(5) “Pada seorang yang memiliki penghidupan benar, maka penghidupan salah menjadi usang, dan berbagai kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang berasal-mula dengan penghidupan salah sebagai kondisinya juga menjadi usang, dan dengan penghidupan benar sebagai kondisi, maka berbagai kualitas bermanfaat mencapai pemenuhan melalui pengembangan.

(6) “Pada seorang yang memiliki usaha benar, maka usaha salah menjadi usang, dan berbagai kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang berasal-mula dengan usaha salah sebagai kondisinya juga menjadi usang, dan dengan usaha benar sebagai kondisi, maka berbagai kualitas bermanfaat mencapai pemenuhan melalui pengembangan.

(7) “Pada seorang yang memiliki perhatian benar, maka perhatian salah menjadi usang, dan berbagai kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang berasal-mula dengan perhatian salah sebagai kondisinya juga menjadi usang, dan dengan perhatian benar sebagai kondisi, maka berbagai kualitas bermanfaat mencapai pemenuhan melalui pengembangan.

(8 ) “Pada seorang yang memiliki konsentrasi benar, maka konsentrasi salah menjadi usang, dan berbagai kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang berasal-mula dengan konsentrasi salah sebagai kondisinya juga menjadi usang, dan dengan konsentrasi benar sebagai kondisi, maka berbagai kualitas bermanfaat mencapai pemenuhan melalui pengembangan.

(9) “Pada seorang yang memiliki pengetahuan benar, maka pengetahuan salah menjadi usang, dan berbagai kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang berasal-mula dengan pengetahuan salah sebagai kondisinya juga menjadi usang, dan dengan pengetahuan benar sebagai kondisi, maka berbagai kualitas bermanfaat mencapai pemenuhan melalui pengembangan.

(10) “Pada seorang yang memiliki kebebasan benar, maka kebebasan salah menjadi usang, dan berbagai kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang berasal-mula dengan kebebasan salah sebagai kondisinya juga menjadi usang, dan dengan kebebasan benar sebagai kondisi, maka berbagai kualitas bermanfaat mencapai pemenuhan melalui pengembangan.

“Ini adalah kesepuluh kasus menjadi usang itu.”

107 (7) Dhovana

“Para bhikkhu, ada sebuah negeri di selatan yang bernama Dhovana<2146> [‘mencuci’]. Di mana terdapat makanan, minuman, penganan, bahan makanan, cemilan, tonikum, tarian, nyanyian, dan musik. Ada ‘Mencuci’ ini, para bhikkhu, Aku tidak menyangkalnya. Namun ‘Mencuci’ ini adalah rendah, biasa, untuk kaum duniawi, tidak mulia, tidak bermanfaat; tidak mengarah pada kekecewaan, pada kebosanan, pada lenyapnya, pada kedamaian, pada pengetahuan langsung, pada pencerahan, pada nibbāna.

“Tetapi Aku akan mengajarkan, para bhikkhu, suatu mencuci yang mulia yang mengarah secara eksklusif pada kekecewaan, pada kebosanan, pada lenyapnya, pada kedamaian, pada pengetahuan langsung, pada pencerahan, pada nibbāna. Dengan bergantung pada mencuci ini, makhluk-makhluk yang tunduk pada kelahiran menjadi terbebas dari kelahiran; makhluk-makhluk yang tunduk pada penuaan menjadi terbebas dari penuaan; makhluk-makhluk yang tunduk pada kematian menjadi terbebas dari kematian; makhluk-makhluk yang tunduk pada dukacita, ratapan, kesakitan, kesedihan, dan kesengsaraan menjadi terbebas dari dukacita, ratapan, kesakitan, kesedihan, dan kesengsaraan. Dengarkan dan perhatikanlah dengan seksama. Aku akan berbicara.”

“Baik, Bhante.” Para bhikkhu itu menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

“Dan apakah, para bhikkhu, mencuci yang mulia itu? [217]

(1) “Pada seorang yang memiliki pandangan benar, maka pandangan salah menjadi tercuci, dan berbagai kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang berasal-mula dengan pandangan salah sebagai kondisinya juga menjadi tercuci, dan dengan pandangan benar sebagai kondisi, maka berbagai kualitas bermanfaat mencapai pemenuhan melalui pengembangan.

(2)-(9) “Pada seorang yang memiliki kehendak benar, maka kehendak salah menjadi tercuci … Pada seorang yang memiliki ucapan benar, maka ucapan salah menjadi tercuci … Pada seorang yang memiliki perbuatan benar, maka perbuatan salah menjadi tercuci … Pada seorang yang memiliki penghidupan benar, maka penghidupan salah menjadi tercuci … Pada seorang yang memiliki usaha benar, maka usaha salah menjadi tercuci … Pada seorang yang memiliki perhatian benar, maka perhatian salah menjadi tercuci … Pada seorang yang memiliki konsentrasi benar, maka konsentrasi salah menjadi tercuci … Pada seorang yang memiliki pengetahuan benar, maka pengetahuan salah menjadi tercuci …

(10) “Pada seorang yang memiliki kebebasan benar, maka kebebasan salah menjadi tercuci, dan berbagai kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang berasal-mula dengan kebebasan salah sebagai kondisinya juga menjadi tercuci, dan dengan kebebasan benar sebagai kondisi, maka berbagai kualitas bermanfaat mencapai pemenuhan melalui pengembangan.

“Ini, para bhikkhu, adalah mencuci yang mulia itu yang mengarah secara eksklusif pada kekecewaan, pada kebosanan, pada lenyapnya, pada kedamaian, pada pengetahuan langsung, pada pencerahan, pada nibbāna. Dengan bergantung pada mencuci ini, makhluk-makhluk yang tunduk pada kelahiran menjadi terbebas dari kelahiran; makhluk-makhluk yang tunduk pada penuaan menjadi terbebas dari penuaan; makhluk-makhluk yang tunduk pada kematian menjadi terbebas dari kematian; makhluk-makhluk yang tunduk pada dukacita, ratapan, kesakitan, kesedihan, dan kesengsaraan menjadi terbebas dari dukacita, ratapan, kesakitan, kesedihan, dan kesengsaraan.” [218]

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku SEPULUH
« Reply #31 on: 07 October 2013, 07:49:33 PM »
108 (8 ) Tabib

“Para bhikkhu, para tabib meresepkan suatu obat pencahar untuk melenyapkan penyakit-penyakit yang berasal-mula dari empedu, dahak, dan angin. Ada obat pencahar ini, para bhikkhu, Aku tidak menyangkalnya. Namun obat pencahar ini kadang-kadang berhasil dan kadang-kadang gagal.

“Tetapi Aku akan mengajarkan, para bhikkhu, suatu obat pencahar yang mulia yang selalu berhasil dan tidak pernah gagal. Dengan bergantung pada obat pencahar ini, makhluk-makhluk yang tunduk pada kelahiran menjadi terbebas dari kelahiran; makhluk-makhluk yang tunduk pada penuaan menjadi terbebas dari penuaan; makhluk-makhluk yang tunduk pada kematian menjadi terbebas dari kematian; makhluk-makhluk yang tunduk pada dukacita, ratapan, kesakitan, kesedihan, dan kesengsaraan menjadi terbebas dari dukacita, ratapan, kesakitan, kesedihan, dan kesengsaraan. Dengarkan dan perhatikanlah dengan seksama. Aku akan berbicara.”

“Baik, Bhante.” Para bhikkhu itu menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

“Dan apakah, para bhikkhu, obat pencahar yang mulia itu yang selalu berhasil dan tidak pernah gagal?

(1) “Pada seorang yang memiliki pandangan benar, maka pandangan salah menjadi dibersihkan, dan berbagai kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang berasal-mula dengan pandangan salah sebagai kondisinya juga menjadi dibersihkan, dan dengan pandangan benar sebagai kondisi, maka berbagai kualitas bermanfaat mencapai pemenuhan melalui pengembangan.

(2)-(9) “Pada seorang yang memiliki kehendak benar, maka kehendak salah menjadi dibersihkan … Pada seorang yang memiliki ucapan benar, maka ucapan salah menjadi dibersihkan … Pada seorang yang memiliki perbuatan benar, maka perbuatan salah menjadi dibersihkan … Pada seorang yang memiliki penghidupan benar, maka penghidupan salah menjadi dibersihkan … Pada seorang yang memiliki usaha benar, maka usaha salah menjadi dibersihkan … Pada seorang yang memiliki perhatian benar, maka perhatian salah menjadi dibersihkan … [219] Pada seorang yang memiliki konsentrasi benar, maka konsentrasi salah menjadi dibersihkan … Pada seorang yang memiliki pengetahuan benar, maka pengetahuan salah menjadi dibersihkan…

(10) “Pada seorang yang memiliki kebebasan benar, maka kebebasan salah menjadi dibersihkan, dan berbagai kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang berasal-mula dengan kebebasan salah sebagai kondisinya juga menjadi dibersihkan, dan dengan kebebasan benar sebagai kondisi, maka berbagai kualitas bermanfaat mencapai pemenuhan melalui pengembangan.

“Ini, para bhikkhu, adalah obat pencahar yang mulia itu yang selalu berhasil dan tidak pernah gagal. Dengan bergantung pada obat pencahar ini, makhluk-makhluk yang tunduk pada kelahiran menjadi terbebas dari kelahiran; makhluk-makhluk yang tunduk pada penuaan menjadi terbebas dari penuaan; makhluk-makhluk yang tunduk pada kematian menjadi terbebas dari kematian; makhluk-makhluk yang tunduk pada dukacita, ratapan, kesakitan, kesedihan, dan kesengsaraan menjadi terbebas dari dukacita, ratapan, kesakitan, kesedihan, dan kesengsaraan.”

109 (9) Obat Penyebab Muntah

“Para bhikkhu, para tabib meresepkan suatu obat penyebab muntah untuk melenyapkan penyakit-penyakit yang berasal-mula dari empedu, dahak, dan angin. Ada obat penyebab muntah ini, para bhikkhu, Aku tidak menyangkalnya. Namun obat penyebab muntah ini kadang-kadang berhasil dan kadang-kadang gagal.

“Tetapi Aku akan mengajarkan, para bhikkhu, suatu obat penyebab muntah yang mulia yang selalu berhasil dan tidak pernah gagal. Dengan bergantung pada obat penyebab muntah ini, makhluk-makhluk yang tunduk pada kelahiran menjadi terbebas dari kelahiran; makhluk-makhluk yang tunduk pada penuaan menjadi terbebas dari penuaan; makhluk-makhluk yang tunduk pada kematian menjadi terbebas dari kematian; makhluk-makhluk yang tunduk pada dukacita, ratapan, kesakitan, kesedihan, dan kesengsaraan menjadi terbebas dari dukacita, ratapan, kesakitan, kesedihan, dan kesengsaraan. Dengarkan dan perhatikanlah dengan seksama. Aku akan berbicara.”

“Baik, Bhante.” Para bhikkhu itu menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

“Dan apakah, para bhikkhu, obat penyebab muntah yang mulia itu yang selalu berhasil dan tidak pernah gagal? [220]

(1) “Pada seorang yang memiliki pandangan benar, maka pandangan salah dimuntahkan, dan berbagai kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang berasal-mula dengan pandangan salah sebagai kondisinya juga dimuntahkan, dan dengan pandangan benar sebagai kondisi, maka berbagai kualitas bermanfaat mencapai pemenuhan melalui pengembangan.

(2)-(9) “Pada seorang yang memiliki kehendak benar, maka kehendak salah dimuntahkan … Pada seorang yang memiliki ucapan benar, maka ucapan salah dimuntahkan … Pada seorang yang memiliki perbuatan benar, maka perbuatan salah dimuntahkan … Pada seorang yang memiliki penghidupan benar, maka penghidupan salah dimuntahkan … Pada seorang yang memiliki usaha benar, maka usaha salah dimuntahkan … Pada seorang yang memiliki perhatian benar, maka perhatian salah dimuntahkan … Pada seorang yang memiliki konsentrasi benar, maka konsentrasi salah dimuntahkan … Pada seorang yang memiliki pengetahuan benar, maka pengetahuan salah dimuntahkan …

(10) “Pada seorang yang memiliki kebebasan benar, maka kebebasan salah dimuntahkan, dan berbagai kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang berasal-mula dengan kebebasan salah sebagai kondisinya juga dimuntahkan, dan dengan kebebasan benar sebagai kondisi, maka berbagai kualitas bermanfaat mencapai pemenuhan melalui pengembangan.

“Ini, para bhikkhu, adalah obat penyebab muntah yang mulia itu yang selalu berhasil dan tidak pernah gagal, dan dengan bergantung pada obat pencahar ini, makhluk-makhluk yang tunduk pada kelahiran menjadi terbebas dari kelahiran; makhluk-makhluk yang tunduk pada penuaan menjadi terbebas dari penuaan; makhluk-makhluk yang tunduk pada kematian menjadi terbebas dari kematian; makhluk-makhluk yang tunduk pada dukacita, ratapan, kesakitan, kesedihan, dan kesengsaraan menjadi terbebas dari dukacita, ratapan, kesakitan, kesedihan, dan kesengsaraan.”

110 (10) Dilontarkan

“Para bhikkhu, ada sepuluh hal ini yang  harus dilontarkan. Apakah sepuluh ini?

(1) “Pada seorang yang memiliki pandangan benar, maka pandangan salah dilontarkan, dan berbagai kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang berasal-mula dengan pandangan salah sebagai kondisinya juga dilontarkan, dan dengan pandangan benar sebagai kondisi, maka berbagai kualitas bermanfaat mencapai pemenuhan melalui pengembangan. [221]

(2)-(9) “Pada seorang yang memiliki kehendak benar, maka kehendak salah dilontarkan … Pada seorang yang memiliki ucapan benar, maka ucapan salah dilontarkan  … Pada seorang yang memiliki perbuatan benar, maka perbuatan salah dilontarkan … Pada seorang yang memiliki penghidupan benar, maka penghidupan salah dilontarkan … Pada seorang yang memiliki usaha benar, maka usaha salah dilontarkan … Pada seorang yang memiliki perhatian benar, maka perhatian salah dilontarkan … Pada seorang yang memiliki konsentrasi benar, maka konsentrasi salah dilontarkan … Pada seorang yang memiliki pengetahuan benar, maka pengetahuan salah dilontarkan …

(10) “Pada seorang yang memiliki kebebasan benar, maka kebebasan salah dilontarkan, dan berbagai kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang berasal-mula dengan kebebasan salah sebagai kondisinya juga dilontarkan, dan dengan kebebasan benar sebagai kondisi, maka berbagai kualitas bermanfaat mencapai pemenuhan melalui pengembangan.

“Ini adalah kesepuluh hal itu yang harus dilontarkan.”

111 (11) Seorang Yang Melampaui Latihan (1)

Seorang bhikkhu tertentu mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, duduk di satu sisi, dan berkata:

“Dikatakann, Bhante, ‘seorang yang melampaui latihan, seorang yang melampaui latihan.’ Dengan cara bagaimanakah, Bhante, seorang bhikkhu adalah seorang yang melampaui latihan?”<2147>

“Di sini, bhikkhu, seorang bhikkhu memiliki (1) pandangan benar dari seorang yang melampaui latihan. Ia memiliki (2) kehendak benar … (3) ucapan benar … (4) perbuatan benar … (5) penghidupan benar … (6) usaha benar … (7) perhatian benar … (8 ) konsentrasi benar … (9) pengetahuan benar … (10) kebebasan benar dari seorang yang melampaui latihan. Dengan cara inilah seorang bhikkhu adalah seorang yang melampaui latihan.” [222]

112 (12) Seorang Yang Melampaui Latihan (2)

“Para bhikkhu, ada sepuluh kualitas dari seorang yang melampaui latihan ini. Apakah sepuluh ini? Pandangan benar dari seorang yang melampaui latihan; kehendak benar … ucapan benar … perbuatan benar … penghidupan benar … usaha benar … perhatian benar … konsentrasi benar … pengetahuan benar … kebebasan benar dari seorang yang melampaui latihan. Ini adalah kesepuluh kualitas dari seorang yang melampaui latihan itu.”

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku SEPULUH
« Reply #32 on: 07 October 2013, 07:49:59 PM »
II. PACCOROHAṆĪ

113 (1) Bukan-Dhamma (1)

“Para bhikkhu, apa yang bukan-Dhamma dan berbahaya harus dipahami, dan apa yang adalah Dhamma dan bermanfaat juga harus dipahami.<2148> Setelah memahami apa yang bukan-Dhamma dan berbahaya, dan juga apa yang adalah Dhamma dan bermanfaat, seseorang harus berlatih sesuai dengan Dhamma dan sesuai dengan apa yang bermanfaat.

“Dan apakah, para bhikkhu, yang bukan-Dhamma dan berbahaya? Pandangan salah, kehendak salah, ucapan salah, perbuatan salah, penghidupan salah, usaha salah, perhatian salah, konsentrasi salah, pengetahuan salah, dan kebebasan salah. [223] Ini adalah apa yang dikatakan sebagai bukan-Dhamma dan berbahaya.

“Dan apakah, para bhikkhu, yang adalah Dhamma dan bermanfaat? Pandangan benar, kehendak benar, ucapan benar, perbuatan benar, penghidupan benar, usaha benar, perhatian benar, konsentrasi benar, pengetahuan benar, dan kebebasan benar. Ini adalah apa yang dikatakan sebagai Dhamma dan bermanfaat.

“Ketika dikatakan: ‘Para bhikkhu, apa yang bukan-Dhamma dan berbahaya harus dipahami, dan apa yang adalah Dhamma dan bermanfaat juga harus dipahami. Setelah memahami apa yang bukan-Dhamma dan berbahaya, dan juga apa yang adalah Dhamma dan bermanfaat, seseorang harus berlatih sesuai dengan Dhamma dan sesuai dengan apa yang bermanfaat,’ adalah sehubungan dengan ini maka hal itu dikatakan.”

114 (2) Bukan-Dhamma (2)

“Para bhikkhu, apa yang bukan-Dhamma dan apa yang adalah Dhamma harus dipahami, dan apa yang berbahaya dan apa yang bermanfaat juga harus dipahami. Setelah memahami apa yang bukan-Dhamma dan apa yang adalah Dhamma, dan juga apa yang yang berbahaya dan apa yang bermanfaat, seseorang harus berlatih sesuai dengan Dhamma dan sesuai dengan apa yang bermanfaat.

“Dan apakah, para bhikkhu, yang bukan-Dhamma dan apakah yang adalah Dhamma? Dan apakah yang berbahaya dan apakah yang bermanfaat?

(1) “Pandangan salah adalah bukan-Dhamma; pandangan benar adalah Dhamma. Berbagai kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang berasal mula dengan pandangan salah sebagai kondisi: ini adalah apa yang berbahaya. Berbagai kualitas bermanfaat yang mencapai pemenuhan melalui pengembangan dengan pandangan benar sebagai kondisi: ini adalah apa yang bermanfaat.

(2) “Kehendak salah adalah bukan-Dhamma; kehendak benar adalah Dhamma. Berbagai kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang berasal mula dengan kehendak salah sebagai kondisi: ini adalah apa yang berbahaya. Berbagai kualitas bermanfaat yang mencapai pemenuhan melalui pengembangan dengan kehendak benar sebagai kondisi: ini adalah apa yang bermanfaat.

(3) “Ucapan salah adalah bukan-Dhamma; ucapan benar adalah Dhamma. Berbagai kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang berasal mula dengan ucapan salah sebagai kondisi: ini adalah apa yang berbahaya. Berbagai kualitas bermanfaat yang mencapai pemenuhan melalui pengembangan dengan ucapan benar sebagai kondisi: ini adalah apa yang bermanfaat.

(4) “Perbuatan salah adalah bukan-Dhamma; perbuatan benar adalah Dhamma. Berbagai kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang berasal mula dengan perbuatan salah sebagai kondisi: ini adalah apa yang berbahaya. Berbagai kualitas bermanfaat yang mencapai pemenuhan melalui pengembangan dengan perbuatan benar sebagai kondisi: ini adalah apa yang bermanfaat.

(5) “Penghidupan salah adalah bukan-Dhamma; penghidupan benar adalah Dhamma. Berbagai kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang berasal mula dengan penghidupan salah sebagai kondisi: ini adalah apa yang berbahaya. Berbagai kualitas bermanfaat yang mencapai pemenuhan melalui pengembangan dengan penghidupan benar sebagai kondisi: ini adalah apa yang bermanfaat.

(6) “Usaha salah adalah bukan-Dhamma; usaha benar adalah Dhamma. Berbagai kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang berasal mula dengan usaha salah sebagai kondisi: ini adalah apa yang berbahaya. Berbagai kualitas bermanfaat yang mencapai pemenuhan melalui pengembangan dengan usaha benar sebagai kondisi: ini adalah apa yang bermanfaat.

(7) “Perhatian salah adalah bukan-Dhamma; perhatian benar adalah Dhamma. Berbagai kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang berasal mula dengan perhatian salah sebagai kondisi: ini adalah apa yang berbahaya. Berbagai kualitas bermanfaat yang mencapai pemenuhan melalui pengembangan dengan perhatian benar sebagai kondisi: ini adalah apa yang bermanfaat.

(8 ) “Konsentrasi salah adalah bukan-Dhamma; konsentrasi benar adalah Dhamma. Berbagai kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang berasal mula dengan konsentrasi salah sebagai kondisi: ini adalah apa yang berbahaya. Berbagai kualitas bermanfaat yang mencapai pemenuhan melalui pengembangan dengan konsentrasi benar sebagai kondisi: ini adalah apa yang bermanfaat.

(9) “Pengetahuan salah adalah bukan-Dhamma; pengetahuan benar adalah Dhamma. Berbagai kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang berasal mula dengan pengetahuan salah sebagai kondisi: ini adalah apa yang berbahaya. Berbagai kualitas bermanfaat yang mencapai pemenuhan melalui pengembangan dengan pengetahuan benar sebagai kondisi: ini adalah apa yang bermanfaat.

(10) “Kebebasan salah adalah bukan-Dhamma; kebebasan benar adalah Dhamma. Berbagai kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang berasal mula dengan kebebasan salah sebagai kondisi: ini adalah apa yang berbahaya. Berbagai kualitas bermanfaat yang mencapai pemenuhan melalui pengembangan dengan kebebasan benar sebagai kondisi: ini adalah apa yang bermanfaat.

“Ketika dikatakan: ‘Para bhikkhu apa yang bukan-Dhamma dan apa yang adalah Dhamma harus dipahami, dan apa yang berbahaya dan apa yang bermanfaat juga harus dipahami. Setelah memahami apa yang bukan-Dhamma dan apa yang adalah Dhamma, dan juga apa yang berbahaya dan apa yang bermanfaat, seseorang harus berlatih sesuai dengan Dhamma dan sesuai dengan apa yang bermanfaat,’ adalah sehubungan dengan ini maka hal itu dikatakan.”
   
115 (3) Bukan-Dhamma (3)

“Para bhikkhu, apa yang bukan-Dhamma dan apa yang adalah Dhamma harus dipahami, dan apa yang berbahaya dan apa yang bermanfaat juga harus dipahami. Setelah memahami apa yang bukan-Dhamma dan apa yang adalah Dhamma, dan juga apa yang yang berbahaya dan apa yang bermanfaat, seseorang harus berlatih sesuai dengan Dhamma dan sesuai dengan apa yang bermanfaat.” [225]

Ini adalah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā. Setelah mengatakan ini, Yang Berbahagia bangkit dari dudukNya dan memasuki kediamanNya.<2149> Kemudian, segera setelah Sang Bhagavā pergi, para bhikkhu mempertimbangkan: “Teman-teman, Sang Bhagavā mengajarkan ringkasan singkat ini: ‘Para bhikkhu, apa yang bukan-Dhamma dan apa yang adalah Dhamma harus dipahami … seseorang harus berlatih sesuai dengan Dhamma dan sesuai dengan apa yang bermanfaat.’ Kemudian Beliau bangkit dari dudukNya dan memasuki kediamanNya tanpa menjelaskan maknanya secara terperinci. Sekarang siapakah yang akan menjelaskan maknanya secara terperinci?” Kemudian merreka berpikir: “Yang Mulia Ānanda dipuji oleh Sang Guru dan dihargai oleh teman-temannya para bhikkhu yang bijaksana; ia mampu menjelaskan secara terperinci makna dari ringkasan singkat ini. Marilah kita mendatangi Yang Mulia Ānanda dan menanyakan kepadanya makna dari ini. Kita akan mengingatnya seperti yang ia jelaskan kepada kita.”

Kemudian para bhikkhu itu mendatangi Yang Mulia Ānanda dan saling bertukar sapa dengannya, setelah itu mereka duduk di satu sisi dan berkata: “Teman Ānanda, Sang Bhagavā mengajarkan kami ringkasan singkat ini … [seluruhnya seperti di atas hingga:] … Marilah kita mendatangi Yang Mulia Ānanda dan menanyakan kepadanya makna dari ini. Kita akan mengingatnya seperti yang ia jelaskan kepada kita.’ Sudilah Yang Mulia Ānanda menjelaskannya kepada kami.”

[Yang Mulia Ānanda menjawab:] “Teman-teman, ini seperti seseorang yang memerlukan inti kayu, mencari inti kayu, mengembara dalam mencari inti kayu, melewatkan akar dan batang dari pohon yang memiliki inti kayu, berpikir bahwa inti kayu harus dicari di antara dahan-dahan dan dedaunan. Dan demikian pula dengan kalian. Ketika kalian saling berhadapan dengan Sang Guru kalian melewatkan Sang Bhagavā, dengan berpikir untuk menanyakan maknanya kepadaku. Karena, teman-teman, dalam mengetahui, Sang Bhagavā tahu; dalam melihat, Beliau melihat; Beliau telah menjadi penglihatan, Beliau telah menjadi pengetahuan, Beliau telah menjadi Dhamma; Beliau telah menjadi Brahmā; Beliau adalah pembabar, pewarta, pengurai makna, pemberi keabadian, Raja Dhamma, Sang Tathāgata. Itu adalah waktunya ketika kalian seharusnya mendatangi Sang Bhagavā [227] dan bertanya kepada Beliau tentang maknanya. Kalian harus mengingatnya seperti Yang Beliau jelaskan kepada kalian.”

“Tentu saja, teman Ānanda, dalam mengetahui, Sang Bhagavā tahu; dalam melihat, Beliau melihat; Beliau telah menjadi penglihatan … Sang Tathāgata.  Itu adalah waktunya ketika kami seharusnya mendatangi Sang Bhagavā dan bertanya kepada Beliau tentang maknanya, dan kami akan mengingatnya seperti Yang Beliau jelaskan kepada kami. Namun Yang Mulia Ānanda dipuji oleh Sang Guru dan dihargai oleh teman-temannya para bhikkhu yang bijaksana. Ia mampu menjelaskan secara terperinci makna dari ringkasan ini. Sudilah Yang Mulia Ānanda menjelaskannya jika tidak menyusahkan.”

“Kalau begitu dengarkanlah, teman-teman, dan perhatikanlah dengan seksama. Aku akan berbicara.”

“Baik, teman,” para bhikkhu itu menjawab. Yang Mulia Ānanda berkata sebagai berikut:

“Teman-teman, Sang Bhagavā mengajarkan ringkasan singkat ini tanpa menjelaskan maknanya secara terperinci: ‘“Para bhikkhu, apa yang bukan-Dhamma dan apa yang adalah Dhamma harus dipahami, dan apa yang berbahaya dan apa yang bermanfaat juga harus dipahami. Setelah memahami apa yang bukan-Dhamma dan apa yang adalah Dhamma, dan juga apa yang yang berbahaya dan apa yang bermanfaat, seseorang harus berlatih sesuai dengan Dhamma dan sesuai dengan apa yang bermanfaat.’ Sekarang apakah, teman-teman, yang bukan-Dhamma dan apakah yang adalah Dhamma? Dan apakah yang berbahaya dan apakah yang bermanfaat?

(1) “Pandangan salah, teman-teman, adalah bukan-Dhamma; pandangan benar adalah Dhamma. Berbagai kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang berasal mula dengan pandangan salah sebagai kondisi: ini adalah apa yang berbahaya. Berbagai kualitas bermanfaat yang mencapai pemenuhan melalui pengembangan dengan pandangan benar sebagai kondisi: ini adalah apa yang bermanfaat.

(2)-(9) “Kehendak salah adalah bukan-Dhamma; kehendak benar adalah Dhamma … ucapan salah adalah bukan-Dhamma, ucapan benar [228] adalah Dhamma … perbuatan salah adalah bukan-Dhamma, perbuatan benar adalah Dhamma … penghidupan salah adalah bukan-Dhamma, penghidupan benar adalah Dhamma … usaha salah adalah bukan-Dhamma, usaha benar adalah Dhamma … perhatian salah adalah bukan-Dhamma, perhatian benar adalah Dhamma … Konsentrasi salah adalah bukan-Dhamma. Konsentrasi benar adalah Dhamma … pengetahuan salah adalah bukan-Dhamma, pengetahuan benar adalah Dhamma …

(10) “Kebebasan salah adalah bukan-Dhamma; kebebasan benar adalah Dhamma. Berbagai kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang berasal mula dengan kebebasan salah sebagai kondisi: ini adalah apa yang berbahaya. Berbagai kualitas bermanfaat yang mencapai pemenuhan melalui pengembangan dengan kebebasan benar sebagai kondisi: ini adalah apa yang bermanfaat.

“Teman-teman, dengan cara inilah aku memahami secara terperinci makna dari ringkasan singkat dari Sang Bhagavā. Sekarang, jika kalian menghendaki, kalian boleh mendatangi Sang Bhagavā dan bertanya kepada Beliau tentang makna dari ini. Kalian harus mengingatnya sebagaimana yang dijelaskan oleh Sang Bhagavā kepada kalian.”

“Baik, teman,” para bhikkhu itu menjawab, dan setelah merasa senang dan gembira mendengar pernyataan Yang Mulia Ānanda, mereka bangkit dari duduk mereka dan mendatangi Sang Bhagavā. Setelah bersujud kepada Beliau, mereka duduk di satu sisi dan berkata kepada Sang Bhagavā: “Bhante, Sang Bhagavā mengajarkan ringkasan ini … [di sini mereka menceritakan semua yang telah terjadi, menambahkan:] [229] … Kemudian, Bhante, kami mendatangi Yang Mulia Ānanda dan bertanya kepadanya tentang maknanya. Yang Mulia Ānanda menjelaskan maknanya kepada kami dengan cara ini, dengan kata-kata dan frasa-frasa ini.”

“Bagus, bagus, para bhikkhu! Ānanda bijaksana. Ānanda memiliki kebijaksanaan tinggi. Jika kalian mendatangiKu dan bertanya kepadaKu tentang makna dari ini, Aku akan menjelaskannya kepada kalian dengan cara yang sama seperti Ānanda. Demikiankah makna dari ini, dan demikianlah kalian harus mengingatnya.”

116 (4) Ajita <2150>

Pengembara Ajita mendatangi Sang Bhagavā dan saling bertukar sapa dengan Beliau. Ketika mereka telah mengakhiri ramah-tamah ini, ia duduk di satu sisi [230] dan berkata kepada Sang Bhagavā:

“Guru Gotama, aku memiliki seorang teman petapa bernama Paṇḍita.<2151> Ia telah memikirkan lima ratus argumen<2152> yang dengannya mereka yang berasal dari sekte lain, ketika dibantah, mengatahui: ‘Kami telah dibantah.’”

Kemudian Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Apakah kalian ingat, para bhikkhu, kasus Paṇḍita?”

“Sekaranglah waktunya, Sang Bhagavā! Sekaranglah waktunya, Yang Berbahagia! Setelah mendengarnya dari Sang Bhagavā, para bhikkhu akan mengingatnya apa pun yang dikatakab oleh Sang Bhagavā.”

“Kalau begitu, para bhikkhu, dengarkan dan perhatikanlah dengan seksama. Aku akan berbicara.”

“Baik, Bhante,” para bhikkhu itu menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

“Di sini, seseorang membantah dan menyanggah suatu doktrin yang bertentangan dengan Dhamma dengan doktrin yang bertentangan dengan Dhamma. Dengan cara ini, ia bersenang dalam kumpulan yang bertentangan dengan Dhamma. Karena alasan ini, kumpulan yang bertentangan dengan Dhamma itu menjadi riuh dan ramai, menyerukan: ‘Ia sungguh bijaksana, tuan! Ia sungguh bijaksana, tuan!’<2153>

“seseorang membantah dan menyanggah suatu doktrin yang selaras dengan Dhamma dengan doktrin yang bertentangan dengan Dhamma. Dengan cara ini, ia bersenang dalam kumpulan yang bertentangan dengan Dhamma. Karena alasan ini, kumpulan yang bertentangan dengan Dhamma itu menjadi riuh dan ramai, menyerukan: ‘Ia sungguh bijaksana, tuan! Ia sungguh bijaksana, tuan!’

“seseorang membantah dan menyanggah suatu doktrin yang selaras dengan Dhamma dan doktrin yang bertentangan dengan Dhamma dengan doktrin yang bertentangan dengan Dhamma. Dengan cara ini, ia bersenang dalam kumpulan yang bertentangan dengan Dhamma. Karena alasan ini, kumpulan yang bertentangan dengan Dhamma itu menjadi riuh dan ramai, menyerukan: ‘Ia sungguh bijaksana, tuan! Ia sungguh bijaksana, tuan!’<2154>

[“seseorang membantah dan menyanggah suatu doktrin yang selaras dengan Dhamma dan doktrin yang bertentangan dengan Dhamma dengan doktrin yang selaras dengan Dhamma. Dengan cara ini, ia bersenang dalam kumpulan yang bertentangan dengan Dhamma. Karena alasan ini, kumpulan yang bertentangan dengan Dhamma itu menjadi riuh dan ramai, menyerukan: ‘Ia sungguh bijaksana, tuan! Ia sungguh bijaksana, tuan!’

“seseorang membantah dan menyanggah suatu doktrin yang selaras dengan Dhamma dengan doktrin yang selaras dengan Dhamma. Dengan cara ini, ia bersenang dalam kumpulan yang selaras dengan Dhamma. Karena alasan ini, kumpulan yang selaras dengan Dhamma itu menjadi riuh dan ramai, menyerukan: ‘Ia sungguh bijaksana, tuan! Ia sungguh bijaksana, tuan!’]<2155> [231]

“Para bhikkhu, apa yang bukan-Dhamma dan apa yang adalah Dhamma harus dipahami, dan apa yang berbahaya dan apa yang bermanfaat juga harus dipahami. Setelah memahami apa yang bukan-Dhamma dan apa yang adalah Dhamma, dan apa yang berbahaya dan apa yang bermanfaat, seseorang harus berlatih sesuai dengan Dhamma dan sesuai dengan apa yang bermanfaat …

[Sutta ini berlanjut persis seperti 10:114, diakhiri dengan:]

“Ketika dikatakan: ‘Para bhikkhu, apa yang bukan-Dhamma dan apa yang adalah Dhamma harus dipahami, dan apa yang berbahaya dan apa yang bermanfaat juga harus dipahami. Setelah memahami apa yang bukan-Dhamma dan apa yang adalah Dhamma, [232] dan apa yang berbahaya dan apa yang bermanfaat, seseorang harus berlatih sesuai dengan Dhamma dan sesuai dengan apa yang bermanfaat,’ adalah sehubungan dengan ini maka hal itu dikatakan.”

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku SEPULUH
« Reply #33 on: 07 October 2013, 07:50:22 PM »
117 (5) Saṅgārava

Brahmana Saṅgārava mendatangi Sang Bhagavā dan saling bertukar sapa dengan Beliau. Ketika mereka telah mengakhiri ramah-tamah ini, ia duduk di satu sisi dan berkata kepada Sang Bhagavā:

“Guru Gotama, apakah pantai sini? Apakah pantai seberang?”

“Brahmana, (1) pandangan salah adalah pantai sini, pandangan benar adalah pantai seberang. (2) Kehendak salah adalah pantai sini, kehendak benar adalah pantai seberang. (3) Ucapan salah adalah pantai sini, ucapan benar adalah pantai seberang. (4) Perbuatan salah adalah pantai sini, perbuatan benar adalah pantai seberang. (5) Penghidupan salah adalah pantai sini, penghidupan benar adalah pantai seberang. (6) Usaha salah adalah pantai sini, usaha benar adalah pantai seberang. (7) Perhatian salah adalah pantai sini, perhatian benar adalah pantai seberang. (8 ) Konsentrasi salah adalah pantai sini, konsentrasi benar adalah pantai seberang. (9) Pengetahuan salah adalah pantai sini, pengetahuan benar adalah pantai seberang. (10) Kebebasan salah adalah pantai sini, kebebasan benar adalah pantai seberang. Yang satu, brahmana, adalah pantai sini, yang lainnya adalah pantai seberang.”

   Adalah sedikit di antara orang-orang itu <2156>
   Yang pergi menyeberang
   Selebihnya hanya berlarian
   Di sepanjang pantai [sini]

Ketika Dhamma dibabarkan dengan benar
   Orang-orang itu yang berlatih sesuai Dhamma itu
   Adalah orang-orang yang akan pergi menyeberangi
   Alam Kematian yang begitu sulit diseberangi
.
   Setelah meninggalkan kualitas-kualitas gelap di belakang,
   Seorang bijaksana harus mengembangkan kualitas-kualitas terang.
   Setelah datang dari rumah menuju tanpa rumah,
   Di mana sulit untuk menyenanginya –

   Di sana dalam keterasingan seseorang ia harus mencari kesenangan,
   Setelah meninggalkan kenikmatan-kenikmatan indria.
   Tidak memiliki apa-apa, orang bijaksana itu
   Harus membersihkan dirinya dari kekotoran-kekotoran batin. [233]

   Mereka yang pikirannya terkembang dengan baik
   Dalam faktor-faktor pencerahan,
   Yang melalui ketidak-melekatan menemukan kesenangan
   Dalam pelepasan genggaman:
   Bersinar, dengan noda-noda dihancurkan,
   Mereka adalah yang terpuaskan di dunia ini.<2157>

118 (6) Sebelah Sini

“Para bhikkhu, Aku akan mengajarkan kepada kalian tentang pantai sini dan pantai seberang. Dengarkan dan perhatikanlah dengan seksama. Aku akan berbicara.”

“Baik, Bhante,” para bhikkhu itu menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

“Apakah, para bhikkhu pantai sini, dan apakah pantai seberang? (1) Pandangan salah, para bhikkhu, adalah pantai sini, pandangan benar adalah pantai seberang … (10) Kebebasan salah adalah pantai sini, kebebasan benar adalah pantai seberang. Yang satu, para bhikkhu, adalah pantai sini, yang lainnya adalah pantai seberang.”

[Syair yang terdapat di sini identik dengan syair pada sutta sebelumnya.]

119 (7) Paccorohaṇī (1)

Pada saat itu, pada hari uposatha, Brahmana Jāṇussoṇī berdiri di satu sisi tidak jauh dari Sang Bhagavā, dengan kepalanya telah dicuci, mengenakan pakaian dari bahan linen, memegang segenggam [234] rumput kusa basah. Sang Bhagavā melihatnya berdiri di sana dan berkata kepadanya:

“Mengapakah, brahmana, di hari uposatha ini engkau berdiri di sana dengan kepalamu di cuci, mengenakan pakaian dari bahan linen, memegang segenggam  rumput kusa basah? Apa yang terjadi dengan kasta brahmana hari ini?

“Hari ini, Guru Gotama, adalah festival paccorohaṇī kasta brahmana.”<2158>

“Tetapi bagaimanakah para brahmana menjalankan festival paccorohaṇī itu?”

“Di sini, Guru Gotama, pada hari uposatha, para brahmana mencuci kepala mereka dan mengenakan pakaian dari bahan linen. Kemudian mereka melumuri tanah dengan kotoran sapi yang masih basah, menutupnya dengan rumput kusa hijau, dan berbaring di antara batasan dan rumah api. Sepanjang malam, mereka bangun tiga kali, dan dengan hormat menyembah api: ‘Kami turun untuk menghormati yang terhormat.’<2159> Mereka mempersembahkan ghee, minyak, dan mentega kepada api. Ketika malam telah berlalu, mereka mempersembahkan makanan baik kepada berbagai jenis brahmana. Dengan cara inilah, Guru Gotama, para brahmana menjalankan festival paccorohaṇī.”

“Festival paccorohaṇī dalam disiplin Yang Mulia, brahmana, sangat berbeda dengan festival paccorohaṇī para brahmana.”

“Tetapi bagaimanakah, Guru Gotama, festival paccorohaṇī dalam disiplin Yang Mulia itu? Baik sekali jika Guru Gotama sudi mengajarkan Dhamma kepadaku dengan menjelaskan tentang bagaimana festival paccorohaṇī dijalankan dalam disiplin Yang Mulia.”

“Kalau begitu, brahmana, dengarkan dan perhatikanlah dengan seksama. Aku akan berbicara.”

“Baik, Tuan,” Brahmana Jāṇussoṇī menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut: [235]

(1) “Di sini, brahmana, siswa mulia itu merefleksikan sebagai berikut: ‘Akibat dari pandangan salah adalah buruk baik di kehidupan ini maupun di kehidupan berikutnya.’ Setelah merefleksikan ini, ia meninggalkan pandangan salah; ia turun dari pandangan salah.

(2) “ …’Akibat dari kehendak salah adalah buruk baik di kehidupan ini maupun di kehidupan berikutnya.’ Setelah merefleksikan ini, ia meninggalkan kehendak salah; ia turun dari kehendak salah.

(3) “ …’Akibat dari ucapan salah adalah buruk baik di kehidupan ini maupun di kehidupan berikutnya.’ Setelah merefleksikan ini, ia meninggalkan ucapan salah; ia turun dari ucapan salah.

(4) “ …’Akibat dari perbuatan salah adalah buruk baik di kehidupan ini maupun di kehidupan berikutnya.’ Setelah merefleksikan ini, ia meninggalkan perbuatan salah; ia turun dari perbuatan salah.

(5) “ …’Akibat dari penghidupan salah adalah buruk baik di kehidupan ini maupun di kehidupan berikutnya.’ Setelah merefleksikan ini, ia meninggalkan penghidupan salah; ia turun dari penghidupan salah.

(6) “ …’Akibat dari usaha salah adalah buruk baik di kehidupan ini maupun di kehidupan berikutnya.’ Setelah merefleksikan ini, ia meninggalkan usaha salah; ia turun dari usaha salah.

(7) “ …’Akibat dari perhatian salah adalah buruk baik di kehidupan ini maupun di kehidupan berikutnya.’ Setelah merefleksikan ini, ia meninggalkan perhatian salah; ia turun dari perhatian salah.

(8 ) “ …’Akibat dari konsentrasi salah adalah buruk baik di kehidupan ini maupun di kehidupan berikutnya.’ Setelah merefleksikan ini, ia meninggalkan konsentrasi salah; ia turun dari konsentrasi salah.

(9) “ …’Akibat dari pengetahuan salah adalah buruk baik di kehidupan ini maupun di kehidupan berikutnya.’ Setelah merefleksikan ini, ia meninggalkan pengetahuan salah; ia turun dari pengetahuan salah.

(10) “ …’Akibat dari kebebasan salah adalah buruk baik di kehidupan ini maupun di kehidupan berikutnya.’ Setelah merefleksikan ini, ia meninggalkan kebebasan salah; ia turun dari kebebasan salah.

“Dengan cara inilah, brahmana, festival paccorohaṇī dijalankan dalam disiplin Yang Mulia.”

“Festival paccorohaṇī dalam disiplin Yang Mulia, Guru Gotama, sangat berbeda dengan festival paccorohaṇī para brahmana. Dan festival paccorohaṇī para brahmana tidak bernilai seper enam belas bagian dari festival paccorohaṇī dalam disiplin Yang Mulia. [236]

“Bagus sekali, Guru Gotama! Bagus sekali, Guru Gotama! Guru Gotama telah menjelaskan Dhamma dalam banyak cara, seolah-olah Beliau menegakkan apa yang terbalik, mengungkapkan apa yang tersembunyi, menunjukkan jalan kepada orang yang tersesat, atau menyalakan pelita dalam kegelapan agar mereka yang berpenglihatan baik dapat melihat bentuk-bentuk. Sekarang aku berlindung kepada Guru Gotama, kepada Dhamma, dan kepada Saṅgha para bhikkhu. Sudilah Guru Gotama menganggapku sebagai seorang umat awam yang telah berlindung sejak hari ini hingga seumur hidup.”
   
120 (8 ) Paccorohaṇī (2)

“Para bhikkhu, Aku akan mengajarkan kepada kalian tentang festival paccorohaṇī yang mulia. Dengarkan …

“Dan apakah, para bhikkhu, festival paccorohaṇī yang mulia itu? (1) Di sini, siswa mulia itu merefleksikan sebagai berikut: ‘Akibat dari pandangan salah adalah buruk baik di kehidupan ini maupun di kehidupan berikutnya.’ Setelah merefleksikan ini, ia meninggalkan pandangan salah; ia turun dari pandangan salah. 92) ‘Akibat dari kehendak salah … (3) … ucapan salah … (4) … perbuatan salah … (5) … penghidupan salah … (6) … usaha salah … (7) … perhatian salah … (8 ) … konsentrasi salah … (9) … pengetahuan salah … (10) … kebebasan salah adalah buruk baik di kehidupan ini maupun di kehidupan berikutnya.’ Setelah merefleksikan ini, ia meninggalkan kebebasan salah; ia turun dari kebebasan salah. Ini disebut festival paccorohaṇī yang mulia.”

121 (9) Pelopor

“Para bhikkhu, seperti halnya fajar adalah pelopor dan pendahulu bagi matahari terbit, demikian pula pandangan benar adalah pelopor dan pendahulu bagi kualitas-kualitas bermanfaat. Pada seorang yang memiliki pandangan benar, muncul kehendak benar. Pada seorang yang memiliki kehendak benar, muncul ucapan benar. Pada seorang yang memiliki ucapan benar, muncul perbuatan benar. Pada seorang yang memiliki perbuatan benar, muncul penghidupan benar. Pada seorang yang memiliki penghidupan benar, muncul usaha benar. Pada seorang yang memiliki usaha benar, muncul perhatian benar. Pada seorang yang memiliki perhatian benar, muncul konsentrasi benar. [237] Pada seorang yang memiliki konsentrasi benar, muncul pengetahuan benar. Pada seorang yang memiliki pengetahuan benar, muncul kebebasan benar. “

122 (10) Noda-Noda

“Para bhikkhu, sepuluh hal ini, ketika dikembangkan dan dilatih, mengarah menuju hancurnya noda-noda. Apakah sepuluh ini? Pandangan benar, kehendak benar, ucapan benar, perbuatan benar, penghidupan benar, usaha benar, perhatian benar, konsentrasi benar, pengetahuan benar, kebebasan benar. Kesepuluh hal ini, ketika dikembangkan dan dilatih, mengarah menuju hancurnya noda-noda.”

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku SEPULUH
« Reply #34 on: 07 October 2013, 07:50:52 PM »
III. DIMURNIKAN

123 (1) Pertama

“Para bhikkhu, sepuluh hal ini dimurnikan dan dibersihkan bukan di tempat lain melainkan di dalam disiplin dari Yang Berbahagia. Apakah sepuluh ini? Pandangan benar … kebebasan benar. Kesepuluh hal ini dimurnikan dan dibersihkan bukan di tempat lain melainkan di dalam disiplin dari Yang Berbahagia.”

124 (2) Ke Dua

“Para bhikkhu, sepuluh hal ini ketika belum muncul akan muncul bukan di tempat lain melainkan di dalam disiplin dari Yang Berbahagia. Apakah sepuluh ini? [238] Pandangan benar … kebebasan benar. Kesepuluh hal ini …”

125 (3) Ke Tiga

“Para bhikkhu, sepuluh hal ini berbuah dan bermanfaat besar bukan di tempat lain melainkan di dalam disiplin dari Yang Berbahagia. Apakah sepuluh ini? Pandangan benar … kebebasan benar. Kesepuluh hal ini …”

126 (4) Ke Empat

“Para bhikkhu, sepuluh hal ini memuncak dalam lenyapnya nafsu, kebencian, dan delusi bukan di tempat lain melainkan di dalam disiplin dari Yang Berbahagia. Apakah sepuluh ini? Pandangan benar … kebebasan benar. Kesepuluh hal ini …”

127 (5) Ke Lima

“Para bhikkhu, sepuluh hal ini mengarah secara eksklusif pada kekecewaan, pada kebosanan, pada pelenyapan, pada kedamaian, pada pengetahuan langsung, pada pencerahan, pada nibbāna, bukan di tempat lain melainkan di dalam disiplin dari Yang Berbahagia. Apakah sepuluh ini? Pandangan benar … kebebasan benar. Kesepuluh hal ini …”

128 (6) Ke Enam

“Para bhikkhu, sepuluh hal ini, ketika dikembangkan dan dilatih, jika belum muncul akan muncul bukan di tempat lain melainkan di dalam disiplin dari Yang Berbahagia. Apakah sepuluh ini? [239] Pandangan benar … kebebasan benar. Kesepuluh hal ini …”

129 (7) Ke Tujuh

“Para bhikkhu, sepuluh hal ini, ketika dikembangkan dan dilatih, berbuah dan bermanfaat besar bukan di tempat lain melainkan di dalam disiplin dari Yang Berbahagia. Apakah sepuluh ini? Pandangan benar … kebebasan benar. Kesepuluh hal ini …”

130 (8 ) Ke Delapan

“Para bhikkhu, sepuluh hal ini, ketika dikembangkan dan dilatih, memuncak dalam lenyapnya nafsu, kebencian, dan delusi bukan di tempat lain melainkan di dalam disiplin dari Yang Berbahagia. Apakah sepuluh ini? Pandangan benar … kebebasan benar. Kesepuluh hal ini …” [240]

131 (9) Ke Sembilan

“Para bhikkhu, sepuluh hal ini, ketika dikembangkan dan dilatih, mengarah secara eksklusif pada kekecewaan, pada kebosanan, pada pelenyapan, pada kedamaian, pada pengetahuan langsung, pada pencerahan, pada nibbāna, bukan di tempat lain melainkan di dalam disiplin dari Yang Berbahagia. Apakah sepuluh ini? Pandangan benar … kebebasan benar. Kesepuluh hal ini …”

132 (10) Ke Sepuluh

“Para bhikkhu, ada sepuluh jalan yang salah ini. Apakah sepuluh ini? Pandangan salah, kehendak salah, ucapan salah, perbuatan salah, penghidupan salah, usaha salah, perhatian salah, konsentrasi salah, pengetahuan salah, dan kebebasan salah. Ini adalah kesepuluh jalan yang salah itu.”

133 (11) Ke Sebelas

“Para bhikkhu, ada sepuluh jalan yang benar ini. Apakah sepuluh ini? Pandangan benar, kehendak benar, ucapan benar, perbuatan benar, penghidupan benar, usaha benar, perhatian benar, konsentrasi benar, pengetahuan benar, dan kebebasan benar. Ini adalah kesepuluh jalan yang benar itu.”

IV. BAIK

134 (1)

“Para bhikkhu, Aku akan mengajarkan kepada kalian tentang apa yang baik dan apa yang buruk. Dengarkan dan perhatikanlah dengan seksama. Aku akan berbicara.”

“Baik, Bhante,” para bhikkhu itu menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

“Dan apakah, para bhikkhu, yang buruk? Pandangan salah, kehendak salah, ucapan salah, perbuatan salah, penghidupan salah, usaha salah, perhatian salah, konsentrasi salah, pengetahuan salah, dan kebebasan salah. Ini disebut yang buruk.”

“Dan apakah, para bhikkhu, yang baik? [241] Pandangan benar, kehendak benar, ucapan benar, perbuatan benar, penghidupan benar, usaha benar, perhatian benar, konsentrasi benar, pengetahuan benar, dan kebebasan benar. Ini disebut yang baik.”

135 (2)-144 (11) Dhamma Mulia, dan seterusnya

(135) “Para bhikkhu, Aku akan mengajarkan kepada kalian tentang Dhamma mulia dan Dhamma tidak mulia … (136) … yang bermanfaat dan yang tidak bermanfaat … (137) … yang bermanfaat dan yang berbahaya … [242] … (138 ) yang adalah Dhamma dan yang bukan-Dhamma … (139) … Dhamma yang ternoda dan yang tanpa noda … (140) … Dhamma yang tercela dan yang tanpa cela … [243]  (141) … Dhamma yang menyiksa dan yang tidak menyiksa … (142) … Dhamma yang mengarah pada pembangunan … dan yang mengarah pada pembongkaran … (143) … Dhamma dengan penderitaan sebagai hasilnya dan yang dengan kebahagiaan sebagai hasilnya … [244] (144) … Dhamma yang berakibat dalam penderitaan dan yang berakibat dalam kebahagiaan …

“Dan apakah, para bhikkhu, Dhamma yang berakibat dalam penderitaan? Pandangan salah … dan kebebasan salah. Ini disebut Dhamma yang berakibat dalam penderitaan.

“Dan apakah, para bhikkhu, Dhamma yang berakibat dalam kebahagiaan? Pandangan benar … dan kebebasan benar. Ini disebut Dhamma yang berakibat dalam kebahagiaan.”

V. MULIA

145 (1) Jalan Mulia

“Para bhikkhu, Aku akan mengajarkan kepada kalian tentang jalan mulia dan jalan tidak mulia.<2160> Dengarkan dan perhatikanlah dengan seksama. Aku akan berbicara … Dan apakah, para bhikkhu, jalan tidak mulia? Pandangan salah … dan kebebasan salah. Ini disebut jalan tidak mulia

“Dan apakah, para bhikkhu, jalan mulia? Pandangan benar … dan kebebasan benar. Ini disebut jalan mulia.”

146 (2)-154(10) Jalan Gelap, dan seterusnya

(146) “Para bhikkhu, Aku akan mengajarkan kepada kalian tentang jalan gelap dan jalan terang<2161> … [245] … (147) … Dhamma yang baik dan Dhamma yang buruk … (148 ) … Dhamma dari orang yang baik dan yang dari orang yang jahat … (149) … Dhamma yang harus dibangkitkan dan yang tidak boleh dibangkitkan … [246] … (150) … Dhamma yang harus ditekuni dan yang tidak boleh ditekuni … (151) … Dhamma yang harus dikembangkan dan yang tidak boleh dikembangkan … (152) … Dhamma yang harus dilatih dan yang tidak boleh dilatih … [247] (153) … Dhamma yang harus diingat dan yang tidak boleh diingat … (154) … Dhamma yang harus direalisasikan dan yang tidak boleh direalisasikan …

“Dan apakah, para bhikkhu, Dhamma yang tidak boleh direalisasikan? Pandangan salah … kebebasan salah. Ini disebut Dhamma yang tidak boleh direalisasikan.

“Dan apakah, para bhikkhu, Dhamma yang harus direalisasikan? Pandangan benar … dan kebebasan benar. Ini disebut Dhamma yang harus direalisasikan.”

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku SEPULUH
« Reply #35 on: 07 October 2013, 07:51:24 PM »
LIMA PULUH KE EMPAT

I. ORANG-ORANG

155 (1)  Bergaul Dengan

“Para bhikkhu, seseorang seharusnya tidak bergaul dengan orang yang memiliki sepuluh kualitas. Apakah sepuluh ini? [248] Pandangan salah, kehendak salah, ucapan salah, perbuatan salah, penghidupan salah, usaha salah, perhatian salah, konsentrasi salah, pengetahuan salah, dan kebebasan salah. Seseorang seharusnya tidak bergaul dengan orang yang memiliki kesepuluh kualitas ini

“Para bhikkhu, seseorang seharusnya bergaul dengan orang yang memiliki sepuluh kualitas. Apakah sepuluh ini? Pandangan benar, kehendak benar, ucapan benar, perbuatan benar, penghidupan benar, usaha benar, perhatian benar, konsentrasi benar, pengetahuan benar, dan kebebasan benar. Seseorang seharusnya bergaul dengan orang yang memiliki kesepuluh kualitas ini

156 (2)-166 (12) Tempat Kunjungan, dan seterusnya

(156) “Para bhikkhu, seseorang seharusnya tidak mendatangi seorang yang memiliki sepuluh kualitas … seseorang seharusnya mendatangi … (157) … seseorang seharusnya tidak melayani … seseorang seharusnya melayani … (158 ) … seseorang seharusnya tidak memuliakan … seseorang seharusnya memuliakan … (159) … seseorang seharusnya tidak memuji … seseorang seharusnya memuji … (160) … seseorang seharusnya tidak menghormati … seseorang seharusnya menghormati … (161) … seseorang seharusnya tidak menunjukkan rasa hormat … seseorang seharusnya menunjukkan rasa hormat pada orang yang memiliki sepuluh kualitas … (162) … seorang yang memiliki sepuluh kualitas tidak berhasil … berhasil … (163) … tidak dimurnikan … dimurnikan … (164) … tidak mengatasi keangkuhan … mengatasi keangkuhan [249] … (165) … tidak tumbuh dalam kebijaksanaan … tumbuh dalam kebijaksanaan … (166) … menghasilkan banyak keburukan … menghasilkan banyak kebaikan. Apakah sepuluh ini? Pandangan benar, kehendak benar, ucapan benar, perbuatan benar, penghidupan benar, usaha benar, perhatian benar, konsentrasi benar, pengetahuan benar, dan kebebasan benar. Seorang yang memiliki kesepuluh kualitas ini menghasilkan banyak kebaikan.

II. JĀNUSSOṆĪ

167 (1) Paccorohaṇī (1) <2162>

Pada saat itu, pada hari uposatha, Brahmana Jāṇussoṇī berdiri di satu sisi tidak jauh dari Sang Bhagavā, dengan kepalanya telah dicuci, mengenakan pakaian dari bahan linen, memegang segenggam rumput kusa basah. Sang Bhagavā melihatnya berdiri di sana dan berkata kepadanya:

“Mengapakah, brahmana, di hari uposatha ini engkau berdiri di sana dengan kepalamu di cuci, mengenakan pakaian dari bahan linen, memegang segenggam  rumput kusa basah? Apa yang terjadi dengan kasta brahmana hari ini?

“Hari ini, Guru Gotama, adalah festival paccorohaṇī kasta brahmana.” [250]

“Tetapi bagaimanakah para brahmana menjalankan festival paccorohaṇī itu?”

“Di sini, Guru Gotama, pada hari uposatha, para brahmana mencuci kepala mereka dan mengenakan pakaian dari bahan linen. Kemudian mereka melumuri tanah dengan kotoran sapi yang masih basah, menutupnya dengan rumput kusa hijau, dan berbaring di antara batasan dan rumah api. Sepanjang malam, mereka bangun tiga kali, dan dengan hormat menyembah api: ‘Kami turun untuk menghormati yang terhormat.’ Mereka mempersembahkan ghee, minyak, dan mentega kepada api. Ketika malam telah berlalu, mereka mempersembahkan makanan baik kepada berbagai jenis brahmana. Dengan cara inilah, Guru Gotama, para brahmana menjalankan festival paccorohaṇī.”

“Festival paccorohaṇī dalam disiplin Yang Mulia, brahmana, sangat berbeda dengan festival paccorohaṇī para brahmana.”

“Tetapi bagaimanakah, Guru Gotama, festival paccorohaṇī dalam disiplin Yang Mulia itu? Baik sekali jika Guru Gotama sudi mengajarkan Dhamma kepadaku dengan menjelaskan tentang bagaimana festival paccorohaṇī dijalankan dalam disiplin Yang Mulia.”

“Kalau begitu, brahmana, dengarkan dan perhatikanlah dengan seksama. Aku akan berbicara.”

“Baik, Tuan,” Brahmana Jāṇussoṇī menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

(1) “Di sini, brahmana, siswa mulia merefleksikan sebagai berikut: ‘Akibat dari membunuh adalah buruk dalam kehidupan ini dan dalam kehidupan mendatang.’ Setelah merenungkan demikian, ia meninggalkan membunuh; ia turun dari membunuh.

(2) “… ‘Akibat dari mengambil apa yang tidak diberikan adalah buruk dalam kehidupan ini dan dalam kehidupan mendatang.’ Setelah merenungkan demikian, ia meninggalkan mengambil apa yang tidak diberikan; ia turun dari mengambil apa yang tidak diberikan.

(3) “… ‘Akibat dari hubungan seksual yang salah adalah buruk dalam kehidupan ini dan dalam kehidupan mendatang.’ Setelah merenungkan demikian, ia meninggalkan hubungan seksual yang salah; ia turun dari hubungan seksual yang salah.

(4) “… ‘Akibat dari berbohong adalah buruk dalam kehidupan ini dan dalam kehidupan mendatang.’ Setelah merenungkan demikian, ia meninggalkan berbohong; ia turun dari berbohong.

(5) “… ‘Akibat dari ucapan memecah-belah adalah buruk dalam kehidupan ini dan dalam kehidupan mendatang.’ [251] Setelah merenungkan demikian, ia meninggalkan ucapan memecah-belah; ia turun dari ucapan memecah-belah.

(6) “… ‘Akibat dari ucapan kasar adalah buruk dalam kehidupan ini dan dalam kehidupan mendatang.’ Setelah merenungkan demikian, ia meninggalkan ucapan kasar; ia turun dari ucapan kasar.

(7) “… ‘Akibat dari bergosip adalah buruk dalam kehidupan ini dan dalam kehidupan mendatang.’ Setelah merenungkan demikian, ia meninggalkan bergosip; ia turun dari bergosip.

(8 ) “… ‘Akibat dari kerinduan adalah buruk dalam kehidupan ini dan dalam kehidupan mendatang.’ Setelah merenungkan demikian, ia meninggalkan kerinduan; ia turun dari kerinduan.

(9) “… ‘Akibat dari niat buruk adalah buruk dalam kehidupan ini dan dalam kehidupan mendatang.’ Setelah merenungkan demikian, ia meninggalkan niat buruk; ia turun dari niat buruk.

(10) “… ‘Akibat dari pandangan salah adalah buruk dalam kehidupan ini dan dalam kehidupan mendatang.’ Setelah merenungkan demikian, ia meninggalkan pandangan salah; ia turun dari pandangan salah.

“Dengan cara inilah, brahmana, festival paccorohaṇī dijalankan dalam disiplin Yang Mulia.”

“Festival paccorohaṇī dalam disiplin Yang Mulia, Guru Gotama, sangat berbeda dengan festival paccorohaṇī para brahmana. Dan festival paccorohaṇī para brahmana tidak bernilai seper enam belas bagian dari festival paccorohaṇī dalam disiplin Yang Mulia.

“Bagus sekali, Guru Gotama! … [seperti pada 10:119] … Sudilah Guru Gotama menganggapku sebagai seorang umat awam yang telah berlindung sejak hari ini hingga seumur hidup.”

168 (2) Paccorohaṇī (2)

“Para bhikkhu, Aku akan mengajarkan kepada kalian tentang festival paccorohaṇī yang mulia. Dengarkan …

“Dan apakah, para bhikkhu, festival paccorohaṇī yang mulia itu? [252] (1) Di sini, siswa mulia itu merefleksikan sebagai berikut: ‘Akibat dari membunuh adalah buruk dalam kehidupan ini dan dalam kehidupan mendatang.’ Setelah merenungkan demikian, ia meninggalkan membunuh; ia turun dari membunuh. (2) ‘Akibat dari mengambil apa yang tidak diberikan … (3) … hubungan seksual yang salah … (4) berbohong … (5) … ucapan memecah belah … (6) … ucapan kasar … (7) … bergosip … (8 ) … kerinduan … (9) … niat buruk … (10) … pandangan salah adalah buruk dalam kehidupan ini dan dalam kehidupan mendatang.’ Setelah merenungkan demikian, ia meninggalkan pandangan salah; ia turun dari pandangan salah. Ini sebut festival paccorohaṇī yang mulia.”

169 (3) Saṅgārava <2163>

Brahmana Saṅgārava mendatangi Sang Bhagavā dan saling bertukar sapa dengan Beliau. Ketika mereka telah mengakhiri ramah-tamah ini, ia duduk di satu sisi dan berkata kepada Sang Bhagavā:

“Guru Gotama, apakah pantai sini? Apakah pantai seberang?”

“Brahmana, (1) membunuh adalah pantai sini, menghindari membunuh adalah pantai seberang. (2) Mengambil apa yang tidak diberikan adalah pantai sini, menghindari mengambil apa yang tidak diberikan adalah pantai seberang. (3) Hubungan seksual yang salah adalah pantai sini, menghindari hubungan seksual yang salah adalah pantai seberang. (4) Berbohong adalah pantai sini, menghindari berbohong adalah pantai seberang. (5) Ucapan memecah-belah adalah pantai sini, menghindari ucapan memecah-belah adalah pantai seberang. (6) Ucapan kasar adalah pantai sini, menghindari ucapan kasar adalah pantai seberang. (7) Bergosip adalah pantai sini, menghindari bergosip adalah pantai seberang. (8 ) Kerinduan adalah pantai sini, tanpa-kerinduan adalah pantai seberang. (9) Niat buruk adalah pantai sini, niat baik adalah pantai seberang. (10) Pandangan salah adalah pantai sini, pandangan benar adalah pantai seberang. Yang satu, brahmana, adalah pantai sini, yang lainnya adalah pantai seberang.” [253]

   Adalah sedikit orang-orang itu
   Yang pergi menyeberang
   Selebihnya hanya berlarian
   Di sepanjang pantai [sini]

   Ketika Dhamma dibabarkan dengan benar
   Orang-orang itu yang berlatih sesuai Dhamma itu
   Adalah orang-orang yang akan pergi menyeberangi
   Alam Kematian yang begitu sulit diseberangi

   Setelah meninggalkan kualitas-kualitas gelap di belakang,
   Seorang bijaksana harus mengembangkan kualitas-kualitas terang.
   Setelah datang dari rumah menuju tanpa rumah,
   Di mana sulit untuk menyenanginya –

   Di sana dalam keterasingan seseorang ia harus mencari kesenangan,
   Setelah meninggalkan kenikmatan-kenikmatan indria.
   Tidak memiliki apa-apa, orang bijaksana itu
   Harus membersihkan dirinya dari kekotoran-kekotoran batin.

   Mereka yang pikirannya dengan benar terkembang dengan baik
   Dalam faktor-faktor pencerahan,
   Yang melalui ketidak-melekatan menemukan kesenangan
   Dalam pelepasan genggaman:
   Bersinar, denagn noda-noda dihancurkan,
   Mereka adalah yang terpuaskan di dunia ini.

170(4) Pantai Sini


“Para bhikkhu, Aku akan mengajarkan kepada kalian tentang pantai sini dan pantai seberang. Dengarkan dan perhatikanlah dengan seksama. Aku akan berbicara.”

“Baik, Bhante,” para bhikkhu itu menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

“Apakah, para bhikkhu, pantai sini, dan apakah pantai seberang? (1) membunuh adalah pantai sini, menghindari membunuh adalah pantai seberang. … (10) Pandangan salah adalah pantai sini, pandangan benar adalah pantai seberang. Yang satu, para bhikkhu, adalah pantai sini, yang lainnya adalah pantai seberang.” [254]

[Syair yang terdapat di sini identik dengan syair pada sutta sebelumnya.]

171 (5) Bukan-Dhamma (1) <2164>

“Para bhikkhu, apa yang bukan-Dhamma dan berbahaya harus dipahami, dan apa yang adalah Dhamma dan bermanfaat juga harus dipahami. Setelah memahami apa yang bukan-Dhamma dan berbahaya, dan juga apa yang adalah Dhamma dan bermanfaat, seseorang harus berlatih sesuai dengan Dhamma dan sesuai dengan apa yang bermanfaat.

“Dan apakah, para bhikkhu, yang bukan-Dhamma dan berbahaya? Membunuh, mengambil apa yang tidak diberikan, hubungan seksual yang salah, berbohong, ucapan memecah belah, ucapan kasar, bergosip, kerinduan, niat buruk, and pandangan salah. Ini adalah apa yang dikatakan sebagai bukan-Dhamma dan berbahaya.

“Dan apakah, para bhikkhu, yang adalah Dhamma dan bermanfaat? Menghindari membunuh, menghindari mengambil apa yang tidak diberikan, menghindari hubungan seksual yang salah, menghindari berbohong, menghindari ucapan memecah-belah, menghindari ucapan kasar, menghindari bergosip, tanpa kerinduan, niat baik, dan pandangan benar. Ini adalah apa yang dikatakan sebagai Dhamma dan bermanfaat.

“Ketika dikatakan: ‘Para bhikkhu, apa yang bukan-Dhamma dan berbahaya harus dipahami, dan apa yang adalah Dhamma dan bermanfaat juga harus dipahami. Setelah memahami apa yang bukan-Dhamma dan berbahaya, dan juga apa yang adalah Dhamma dan bermanfaat, seseorang harus berlatih sesuai dengan Dhamma dan sesuai dengan apa yang bermanfaat,’ Adalah sehubungan dengan ini maka hal itu dikatakan.” [255]

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku SEPULUH
« Reply #36 on: 07 October 2013, 07:51:49 PM »
172 (6) Bukan-Dhamma (2)

“Para bhikkhu, apa yang bukan-Dhamma dan apa yang adalah Dhamma harus dipahami, dan apa yang berbahaya dan apa yang bermanfaat juga harus dipahami. Setelah memahami apa yang bukan-Dhamma dan apa yang adalah Dhamma, dan juga apa yang yang berbahaya dan apa yang bermanfaat, seseorang harus berlatih sesuai dengan Dhamma dan sesuai dengan apa yang bermanfaat.”

Ini adalah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā. Setelah mengatakan ini, Yang Berbahagia bangkit dari dudukNya dan memasuki kediamanNya. Kemudian, segera setelah Sang Bhagavā pergi, para bhikkhu mempertimbangkan: “Teman-teman, Sang Bhagavā mengajarkan ringkasan singkat ini: ‘Para bhikkhu, apa yang bukan-Dhamma dan apa yang adalah Dhamma harus dipahami … seseorang harus berlatih sesuai dengan Dhamma dan sesuai dengan apa yang bermanfaat.’ Kemudian Beliau bangkit dari dudukNya dan memasuki kediamanNya tanpa menjelaskan maknanya secara terperinci. Sekarang siapakah yang akan menjelaskan maknanya secara terperinci?” Kemudian mereka berpikir: “Yang Mulia Mahākaccāna dipuji oleh Sang Guru dan dihargai oleh teman-temannya para bhikkhu yang bijaksana; ia mampu menjelaskan secara terperinci makna dari ringkasan singkat ini. Marilah kita mendatangi Yang Mulia Mahākaccāna dan menanyakan kepadanya makna dari ini. Kita akan mengingatnya seperti yang ia jelaskan kepada kita.”

Kemudian para bhikkhu itu mendatangi Yang Mulia Mahākaccāna dan saling bertukar sapa dengannya, setelah itu mereka duduk di satu sisi dan berkata: “Teman Mahākaccāna, Sang Bhagavā mengajarkan kami ringkasan singkat ini … [256] Kemudian Beliau bangkit dari dudukNya dan memasuki kediamanNya tanpa menjelaskan maknanya secara terperinci. segera setelah Sang Bhagavā pergi, kami mempertimbangkan: “Teman-teman, Sang Bhagavā mengajarkan ringkasan singkat ini [seluruhnya seperti di atas hingga:] … Marilah kita mendatangi Yang Mulia Mahākaccāna dan menanyakan kepadanya makna dari ini. Kita akan mengingatnya seperti yang ia jelaskan kepada kita.’ Sudilah Yang Mulia Ānanda menjelaskannya kepada kami.”

[Yang Mulia Mahākaccāna menjawab:] “Teman-teman, ini seperti seseorang yang memerlukan inti kayu, mencari inti kayu, mengembara dalam mencari inti kayu, melewatkan akar dan batang dari pohon yang memiliki inti kayu, berpikir bahwa inti kayu harus dicari di antara dahan-dahan dan dedaunan. Dan demikian pula dengan kalian. Ketika kalian saling berhadapan dengan Sang Guru kalian melewatkan Sang Bhagavā, dengan berpikir untuk menanyakan maknanya kepadaku. Karena, teman-teman, dalam mengetahui, Sang Bhagavā tahu; dalam melihat, Beliau melihat; Beliau telah menjadi penglihatan, Beliau telah menjadi pengetahuan, Beliau telah menjadi Dhamma; Beliau telah menjadi Brahmā; Beliau adalah pembabar, pewarta, pengurai makna, pemberi keabadian, Raja Dhamma, Sang Tathāgata. Itu adalah waktunya ketika kalian [257] seharusnya mendatangi Sang Bhagavā dan bertanya kepada Beliau tentang maknanya. Kalian harus mengingatnya seperti Yang Beliau jelaskan kepada kalian.”

“Tentu saja, teman Kaccāna, dalam mengetahui, Sang Bhagavā tahu; dalam melihat, Beliau melihat; Beliau telah menjadi penglihatan … Sang Tathāgata.  Itu adalah waktunya ketika kami seharusnya mendatangi Sang Bhagavā dan bertanya kepada Beliau tentang maknanya, dan kami akan mengingatnya seperti Yang Beliau jelaskan kepada kami. Namun Yang Mulia Mahākaccāna dipuji oleh Sang Guru dan dihargai oleh teman-temannya para bhikkhu yang bijaksana. Ia mampu menjelaskan secara terperinci makna dari ringkasan ini. Sudilah Yang Mulia Mahākaccāna menjelaskannya jika tidak menyusahkan.”

“Kalau begitu, dengarkanlah, teman-teman, dan perhatikanlah dengan seksama. Aku akan berbicara.”

“Baik, teman,” para bhikkhu itu menjawab. Yang Mulia Mahākaccāna berkata sebagai berikut:

“Teman-teman, Sang Bhagavā mengajarkan ringkasan singkat ini tanpa menjelaskan maknanya secara terperinci: ‘Para bhikkhu, apa yang bukan-Dhamma dan apa yang adalah Dhamma harus dipahami, dan apa yang berbahaya dan apa yang bermanfaat juga harus dipahami. Setelah memahami apa yang bukan-Dhamma dan apa yang adalah Dhamma, dan juga apa yang berbahaya dan apa yang bermanfaat, seseorang harus berlatih sesuai dengan Dhamma dan sesuai dengan apa yang bermanfaat.’ Sekarang apakah, teman-teman, yang bukan-Dhamma dan apakah yang adalah Dhamma? Dan apakah yang berbahaya dan apakah yang bermanfaat?

(1) “Membunuh, teman-teman, adalah bukan-Dhamma; menghindari membunuh adalah Dhamma. Berbagai kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang berasal mula dengan membunuh sebagai kondisi: ini adalah apa yang berbahaya. Berbagai kualitas bermanfaat yang mencapai pemenuhan melalui pengembangan dengan menghindari membunuh sebagai kondisi: ini adalah apa yang bermanfaat.

(2) “Mengambil apa yang tidak diberikan adalah bukan-Dhamma; menghindari mengambil apa yang tidak diberikan adalah Dhamma. [258] Berbagai kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang berasal mula dengan mengambil apa yang tidak diberikan sebagai kondisi: ini adalah apa yang berbahaya. Berbagai kualitas bermanfaat yang mencapai pemenuhan melalui pengembangan dengan menghindari mengambil apa yang tidak diberikan sebagai kondisi: ini adalah apa yang bermanfaat.

(3) “Hubungan seksual yang salah adalah bukan-Dhamma; menghindari hubungan seksual yang salah adalah Dhamma. Berbagai kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang berasal mula dengan hubungan seksual yang salah sebagai kondisi: ini adalah apa yang berbahaya. Berbagai kualitas bermanfaat yang mencapai pemenuhan melalui pengembangan dengan menghindari hubungan seksual yang salah sebagai kondisi: ini adalah apa yang bermanfaat.

(4) “Berbohong adalah bukan-Dhamma; menghindari berbohong adalah Dhamma. Berbagai kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang berasal mula dengan berbohong sebagai kondisi: ini adalah apa yang berbahaya. Berbagai kualitas bermanfaat yang mencapai pemenuhan melalui pengembangan dengan menghindari berbohong sebagai kondisi: ini adalah apa yang bermanfaat.

(5) “Ucapan memecah-belah adalah bukan-Dhamma; menghindari ucapan memecah-belah adalah Dhamma. Berbagai kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang berasal mula dengan ucapan memecah-belah sebagai kondisi: ini adalah apa yang berbahaya. Berbagai kualitas bermanfaat yang mencapai pemenuhan melalui pengembangan dengan menghindari ucapan memecah-belah sebagai kondisi: ini adalah apa yang bermanfaat.

(6) “Ucapan kasar adalah bukan-Dhamma; menghindari ucapan kasar adalah Dhamma. Berbagai kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang berasal mula dengan ucapan kasar sebagai kondisi: ini adalah apa yang berbahaya. Berbagai kualitas bermanfaat yang mencapai pemenuhan melalui pengembangan dengan menghindari ucapan kasar sebagai kondisi: ini adalah apa yang bermanfaat.

(7) “Bergosip adalah bukan-Dhamma; menghindari bergosip adalah Dhamma. Berbagai kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang berasal mula dengan bergosip sebagai kondisi: ini adalah apa yang berbahaya. Berbagai kualitas bermanfaat yang mencapai pemenuhan melalui pengembangan dengan menghindari bergosip sebagai kondisi: ini adalah apa yang bermanfaat.

(8 ) “Kerinduan adalah bukan-Dhamma; tanpa kerinduan adalah Dhamma. Berbagai kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang berasal mula dengan kerinduan sebagai kondisi: ini adalah apa yang berbahaya. Berbagai kualitas bermanfaat yang mencapai pemenuhan melalui pengembangan dengan tanpa kerinduan sebagai kondisi: ini adalah apa yang bermanfaat.

(9) “Niat buruk adalah bukan-Dhamma; niat baik adalah Dhamma. Berbagai kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang berasal mula dengan niat buruk sebagai kondisi: ini adalah apa yang berbahaya. Berbagai kualitas bermanfaat yang mencapai pemenuhan melalui pengembangan dengan niat baik sebagai kondisi: ini adalah apa yang bermanfaat.

(10) “Pandangan salah adalah bukan-Dhamma; pandangan benar adalah Dhamma. Berbagai kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang berasal mula dengan pandangan salah sebagai kondisi: ini adalah apa yang berbahaya. Berbagai kualitas bermanfaat yang mencapai pemenuhan melalui pengembangan dengan pandangan benar sebagai kondisi: ini adalah apa yang bermanfaat.

“Teman-teman, [259] dengan cara inilah aku memahami secara terperinci makna dari ringkasan singkat dari Sang Bhagavā. Sekarang, jika kalian menghendaki, kalian boleh mendatangi Sang Bhagavā dan bertanya kepada Beliau tentang makna dari ini. Kalian harus mengingatnya sebagaimana yang dijelaskan oleh Sang Bhagavā kepada kalian.”

“Baik, teman,” para bhikkhu itu menjawab, dan setelah merasa senang dan gembira mendengar pernyataan Yang Mulia Mahākaccāna, mereka bangkit dari duduk mereka dan mendatangi Sang Bhagavā. Setelah bersujud kepada Beliau, mereka duduk di satu sisi dan berkata kepada Sang Bhagavā: “Bhante, Sang Bhagavā mengajarkan ringkasan ini … [260] [di sini mereka menceritakan semua yang telah terjadi, menambahkan:]  … Kemudian, Bhante, kami mendatangi Yang Mulia Mahākaccāna dan bertanya kepadanya tentang maknanya. Yang Mulia Mahākaccāna menjelaskan maknanya kepada kami dengan cara ini, dengan kata-kata dan frasa-frasa ini.”

“Bagus, bagus, para bhikkhu! Mahākaccāna bijaksana. Mahākaccāna memiliki kebijaksanaan tinggi. Jika kalian mendatangiKu dan bertanya kepadaKu tentang makna dari ini, Aku akan menjelaskannya kepada kalian dengan cara yang sama seperti Mahākaccāna. Demikiankah makna dari ini, dan demikianlah kalian harus mengingatnya.”

173 (7) Bukan-Dhamma (3)

“Para bhikkhu, apa yang bukan-Dhamma dan apa yang adalah Dhamma harus dipahami, dan apa yang berbahaya dan apa yang bermanfaat juga harus dipahami. Setelah memahami apa yang bukan-Dhamma dan apa yang adalah Dhamma, dan juga apa yang yang berbahaya dan apa yang bermanfaat, seseorang harus berlatih sesuai dengan Dhamma dan sesuai dengan apa yang bermanfaat.”

“Dan apakah, para bhikkhu, yang bukan-Dhamma dan apakah yang adalah Dhamma? Dan apakah yang berbahaya dan apakah yang bermanfaat?

(1) “Membunuh adalah bukan-Dhamma; menghindari membunuh adalah Dhamma. Berbagai kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang berasal mula dengan membunuh sebagai kondisi: ini adalah apa yang berbahaya. Berbagai kualitas bermanfaat yang mencapai pemenuhan melalui pengembangan dengan menghindari membunuh sebagai kondisi: ini adalah apa yang bermanfaat.

(2) “Mengambil apa yang tidak diberikan adalah bukan-Dhamma; menghindari mengambil apa yang tidak diberikan adalah Dhamma.… (3) Hubungan seksual yang salah [261] adalah bukan-Dhamma; menghindari hubungan seksual yang salah adalah Dhamma.… (4) Berbohong adalah bukan-Dhamma; menghindari berbohong adalah Dhamma.… (5) Ucapan memecah-belah adalah bukan-Dhamma; menghindari ucapan memecah-belah adalah Dhamma.… (6) Ucapan kasar adalah bukan-Dhamma; menghindari ucapan kasar adalah Dhamma.… (7) Bergosip adalah bukan-Dhamma; menghindari bergosip adalah Dhamma…. (8 ) Kerinduan adalah bukan-Dhamma; tanpa kerinduan adalah Dhamma…. (9) Niat buruk adalah bukan-Dhamma; niat baik adalah Dhamma….

(10) “Pandangan salah adalah bukan-Dhamma; pandangan benar adalah Dhamma. Berbagai kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang berasal mula dengan pandangan salah sebagai kondisi: ini adalah apa yang berbahaya. Berbagai kualitas bermanfaat yang mencapai pemenuhan melalui pengembangan dengan pandangan benar sebagai kondisi: ini adalah apa yang bermanfaat.

“Ketika dikatakan: ‘Para bhikkhu apa yang bukan-Dhamma dan apa yang adalah Dhamma harus dipahami, dan apa yang berbahaya dan apa yang bermanfaat juga harus dipahami. Setelah memahami apa yang bukan-Dhamma dan apa yang adalah Dhamma, dan juga apa yang yang berbahaya dan apa yang bermanfaat, seseorang harus berlatih sesuai dengan Dhamma dan sesuai dengan apa yang bermanfaat,’ adalah sehubungan dengan ini maka hal itu dikatakan.”
174 (8 ) Penyebab Kamma
“Para bhikkhu, membunuh, Aku katakan, ada tiga: disebabkan oleh keserakahan, disebabkan oleh kebencian, dan disebabkan oleh delusi. Mengambil apa yang tidak diberikan, Aku katakan, juga ada tiga: disebabkan oleh keserakahan, disebabkan oleh kebencian, dan disebabkan oleh delusi. Hubunga seksual yang salah, Aku katakan, juga ada tiga: disebabkan oleh keserakahan, disebabkan oleh kebencian, dan disebabkan oleh delusi. Berbohong, Aku katakan, juga ada tiga: disebabkan oleh keserakahan, disebabkan oleh kebencian, dan disebabkan oleh delusi. Ucapan memecah-belah, Aku katakan, juga ada tiga: disebabkan oleh keserakahan, disebabkan oleh kebencian, dan disebabkan oleh delusi. Ucapan kasar, Aku katakan, juga ada tiga: disebabkan oleh keserakahan, disebabkan oleh kebencian, dan disebabkan oleh delusi. Bergosip, Aku katakan, juga ada tiga: disebabkan oleh keserakahan, disebabkan oleh kebencian, dan disebabkan oleh delusi. Kerinduan, [262] Aku katakan, juga ada tiga: disebabkan oleh keserakahan, disebabkan oleh kebencian, dan disebabkan oleh delusi. Niat buruk, Aku katakan, juga ada tiga: disebabkan oleh keserakahan, disebabkan oleh kebencian, dan disebabkan oleh delusi. Pandangan salah, Aku katakan, juga ada tiga: disebabkan oleh keserakahan, disebabkan oleh kebencian, dan disebabkan oleh delusi.

“Demikianlah, para bhikkhu, keserakahan adalah sumber dan asal-mula kamma; kebencian adalah sumber dan asal-mula kamma; delusi adalah sumber dan asal-mula kamma. Dengan hancurnya keserakahan, maka satu sumber kamma dipadamkan. Dengan hancurnya kebencian, maka satu sumber kamma dipadamkan. Dengan hancurnya delusi, maka satu sumber kamma dipadamkan.
175 (9) Penghindaran
“Para bhikkhu, Dhamma ini menawarkan suatu cara penghindaran. Bukan tanpa cara penghindaran. Dan bagaimanakah Dhamma ini menawarkan suatu cara penghindaran dan bukan tanpa cara penghindaran?
(1) “Seorang yang membunuh memiliki menghindari membunuh sebagai cara untuk menghindarinya. (2) Seorang yang mengambil apa yang tidak diberikan memiliki menghindari mengambil apa yang tidak diberikan sebagai cara untuk menghindarinya. (3) Seorang yang melakukan hubungan seksual yang salah memiliki menghindari hubungan seksual yang salah sebagai cara untuk menghindarinya. (4) Seorang yang berbohong memiliki menghindari berbohong sebagai cara untuk menghindarinya. (5) Seorang yang mengucapkan kata-kata memecah-belah memiliki menghindari ucapan memecah-belah sebagai cara untuk menghindarinya. (6) Seorang yang mengucapkan kata-kata kasar memiliki menghindari ucapan kasar sebagai cara untuk menghindarinya. (7) Seorang yang menikmati bergosip memiliki menghindari bergosip sebagai cara untuk menghindarinya. (8 ) Seorang yang penuh kerinduan memiliki tanpa-kerinduan sebagai cara untuk menghindarinya. (9) Seorang yang berniat buruk memiliki niat baik sebagai cara untuk menghindarinya. (10) Seorang yang menganut pandangan salah memiliki pandangan benar sebagai cara untuk menghindarinya.

“Dengan cara inilah, para bhikkhu, bahwa Dhamma ini menawarkan suatu cara penghindaran. Bukan tanpa cara penghindaran.” [263]

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku SEPULUH
« Reply #37 on: 07 October 2013, 07:52:13 PM »
176 (10) Cunda

Demikianlah yang kudengar. Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Pāvā di hutan mangga milik Cunda, putra pandai besi.<2165> Kemudian Cunda, putra pandai besai, mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, dan duduk di satu sisi. Kemudian Sang Bhagavā berkata kepadanya:

“Cunda, ritual pemurnian<2166> siapakah yang lebih engkau sukai?”

“Bhante, aku lebih menyukai ritual pemurnian yang ditetapkan oleh para brahmana  dari barat yang membawa-bawa kendi air, mengenakan kalung bunga dari tanaman air, merawat api suci, dan merendam diri mereka di dalam air.”

“Dan bagaimanakah, Cunda, para brahmana dari barat itu menetapkan ritual pemurnian mereka?”

“Di sini, Bhante, para brahmana dari barat menyuruh seorang siswa sebagai berikut: ‘Ayolah, teman, setelah bangun pagi, engkau harus menepuk tanah dari tempat tidurmu. Jika engkau tidak menepuk tanah, maka engkau harus menepuk kotoran sapi yang basah. Jika engkau tidak menepuk kotoran sapi yang basah, maka engkau harus menepuk rumput hijau. Jika engkau tidak menepuk rumput hijau, maka engkau harus merawat api suci. Jika engkau tidak merawat api suci, maka engkau harus memberikan salam hormat kepada matahari. Jika engkau tidak memberikan salam hormat kepada matahari, maka engkau harus merendam dirimu di air tiga kali termasuk malam hari.’ Dengan cara inilah para brahmana dari barat menetapkan ritual pemurnian mereka. Inilah ritual pemurnian mereka yang lebih kusukai.”

“Cunda, pemurnian dalam disiplin Yang Mulia sangat berbeda dengan ritual pemurnain yang ditetapkan oleh para brahmana dari barat yang membawa-bawa kendi air, mengenakan kalung bunga dari tanaman air, merawat api suci, dan merendam diri mereka di dalam air.” [264]

“Tetapi bagaimanakah, Bhante, pemurnian itu terjadi di dalam disiplin Yang Mulia? Baik sekali jika Sang Bhagavā sudi mengajarkan Dhamma kepadaku sedemikian yang menjelaskan bagaimana pemurnian itu terjadi dalam disiplin Yang Mulia.”

“Kalau begitu, Cunda, dengarkan dan perhatikanlah dengan seksama. Aku akan berbicara.”

“Baik, Bhante,” Cunda, putra pandai besi, menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

“Ketidak-murnian melalui jasmani, Cunda, ada tiga. Ketidak-murnian melalui ucapan ada empat. Ketidak-murnian melalui pikiran ada tiga.

“Dan bagaimanakah, Cunda, ketidak-murnian melalui jasmani yang ada tiga itu?

(1) “Di sini, seseorang membunuh. Ia adalah pembunuh, bertangan darah, terbiasa memukul dan kekerasan, tanpa belas kasih pada makhluk-makhluk hidup.

(2) “Ia mengambil apa yang tidak diberikan. Ia mencuri kekayaan dan harta milik orang lain di desa atau hutan.

(3) “Ia melakukan hubungan seksual yang salah. Ia melakukan hubungan seksual dengan perempuan-perempuan yang dilindungi oleh ibu mereka, ayah mereka, ibu dan ayah, saudara, saudari, atau kerabat mereka; yang dilindungi oleh Dhamma mereka; yang memiliki suami; yang pelanggarannya menuntut adanya hukuman; atau bahkan dengan seorang yang telah bertunangan.<2167>

“Dengan cara inilah ketidak-murnian jasmani itu ada tiga.

“Dan bagaimanakah, Cunda, ketidak-murnian ucapan yang ada empat itu?

(4) “Di sini, seseorang berbohong. Jika ia dipanggil untuk menghadap suatu dewan, menghadap suatu kumpulan, menghadap sanak saudaranya, menghadap serikat kerja, atau menghadap persidangan, dan ditanyai sebagai saksi sebagai berikut: ‘Jadi, tuan, katakanlah apa yang engkau ketahui,’ kemudian, tidak mengetahui, ia mengatakan, ‘aku tahu.’ Atau mengetahui, ia mengatakan, ‘aku tidak mengetahui’; tidak melihat, ia mengatakan, ‘aku melihat,’ atau melihat, ia mengatakan, ‘aku tidak melihat.’ Demikianlah [265] ia secara sadar mengucapkan kebohongan demi dirinya sendiri, atau demi orang lain, atau demi hal-hal duniawi yang remeh lainnya.

(5) “Ia mengucapkan kata-kata yang memecah-belah. Setelah medengar sesuatu di sini, ia mengulanginya di tempat lain untuk memecah-belah [orang-orang itu] dari orang-orang ini; atau setelah mendengar sesuatu di tempat lain, ia mengulanginya kepada orang-orang ini untuk memecah-belah [mereka] dari orang-orang itu. Demikianlah ia adalah seorang yang memecah-belah mereka yang bersatu, seorang pembuat perpecahan, seorang yang menikmati kelompok-kelompok, bergembira dalam kelompok-kelompok, bersenang dalam kelompok-kelmopok, seorang pengucap kata-kata yang menciptakan kelompok-kelompok.

(6) “Ia berkata-kata kasar. Ia mengucapkan kata-kata yang kasar, keras, menyakitkan bagi orang lain, menghina orang lain, berbatasan dengan kemarahan, tidak kondusif bagi konsentrasi.

(7) “Ia menikmati bergosip. Ia berbicara pada saat yang tidak tepat, berbicara bohong, mengatakan apa yang tidak bermanfaat, mengucapkan apa yang bertentangan dengan Dhamma dan disiplin; dan pada saat yang tidak tepat ia mengucapkan kata-kata yang tidak bernilai, tidak logis, melantur, dan tidak bermanfaat.

“Dengan cara inilah ketidak-murnian ucapan itu ada empat.

“Dan bagaimanakah, Cunda, ketidak-murnian pikiran yang ada tiga itu?

(8 ) “Di sini, seseorang penuh kerinduan. Ia merindukan kekayaan dan harta orang lain sebagai berikut: ‘Oh, semoga apa yang dimiliki orang lain menjadi milikku!’

(9) “Ia memiliki pikiran berniat buruk dan kehendak membenci sebagai berikut: ‘Semoga makhluk-makhluk ini dibunuh, dibantai,<2168> dipotong, dihancurkan, dibinasakan!’

(10) “Ia menganut pandangan salah, dan memiliki perspektif keliru sebagai berikut: ‘Tidak ada yang diberikan, tidak ada yang dikorbankan, tidak ada yang dipersembahkan; tidak ada buah atau akibat dari perbuatan baik dan buruk; tidak ada dunia ini; tidak ada dunia lain; tidak ada ibu, tidak ada ayah; tidak ada makhluk-makhluk yang terlahir kembali secara spontan; tidak ada di dunia ini para petapa dan brahmana yang berperilaku baik dan praktik yang benar yang, setelah merealisasikan dunia ini dan dunia lain untuk diri mereka sendiri dengan pengetahuan langsung, kemudian mengajarkannya kepada orang lain.’

“Dengan cara inilah ketidak-murnian pikiran itu ada tiga. [266]

“Ini, Cunda, adalah sepuluh jalan kamma tidak bermanfaat. Jika seseorang melibatkan diri dalam sepuluh jalan kamma tidak bermanfaat ini, maka, jika ia bangun pagi dan menepuk tanah dari tempat tidurnya, ia tidak murni, dan jika ia tidak menepuk tanah, ia tidak murni. Jika ia menepuk kotoran sapi yang basah, ia tidak murni, dan jika ia tidak menepuk kotoran sapi yang basah, ia tidak murni. Jika ia menepuk rumput hijau, ia tidak murni, dan jika ia tidak menepuk rumput hijau, ia tidak murni. Jika ia merawat api suci, ia tidak murni, dan jika ia tidak merawat api suci, ia tidak murni. Jika ia memberi salam hormat kepada matahari, ia tidak murni, dan jika ia tidak memberi salah hormat kepada matahari, ia tidak murni. Jika ia merendam dirinya dalam air tiga kali termasuk malam hari, ia tidak murni, jika ia tidak merendam dirinya dalam air tiga kali termasuk malam hari, ia tidak murni. Karena alasan apakah? Karena kesepuluh jalan kamma tidak bermanfaat ini sendiri adalah tidak murni dan mengotori. Adalah karena orang-orang melibatkan diri dalam kesepuluh kamma tidak bermanfaat ini maka neraka, alam binatang, alam hantu menderita, dan alam tujuan kelahiran buruk lainnya menjadi terlihat.

“Kemurnian melalui jasmani, Cunda, ada tiga. Kemurnian melalui ucapan ada empat. Kemurnian melalui pikiran ada tiga.

“Dan bagaimanakah, Cunda, kemurnian melalui jasmani yang ada tiga itu?

(1) “Di sini, Cunda, setelah meninggalkan membunuh, menghindari membunuh. Dengan tongkat pemukul dan senjata dikesampingkan, berhati-hati dan penyayang, ia berdiam dengan berbelas-kasih kepada semua makhluk hidup.

(2) “Setelah meninggalkan mengambil apa yang tidak diberikan, ia menghindari mengambil apa yang tidak diberikan. Ia tidak mencuri kekayaan dan harta orang lain di desa atau di dalam hutan.

(3) “Setelah meninggalkan hubungan seksual yang salah, ia menghindari hubungan seksual yang salah. Ia tidak melakukan hubungan seksual dengan perempuan-perempuan yang dilindungi oleh ibu mereka, ayah mereka, ibu dan ayah, saudara, saudari, atau kerabat mereka; yang dilindungi oleh Dhamma mereka; yang memiliki suami; yang pelanggarannya menuntut adanya hukuman; [267] atau bahkan dengan seorang yang telah bertunangan.

“Dengan cara inilah kemurnian jasmani itu ada tiga.

“Dan bagaimanakah, Cunda, kemurnian ucapan yang ada empat itu?

(4) “Di sini, seseorang, setelah meninggalkan kebohongan, menghindari kebohongan. Jika ia dipanggil untuk menghadap suatu dewan, menghadap suatu kumpulan, menghadap sanak saudaranya, menghadap serikat kerja, atau menghadap persidangan, dan ditanyai sebagai saksi sebagai berikut: ‘Jadi, tuan, katakanlah apa yang engkau ketahui,’ kemudian, tidak mengetahui, ia mengatakan, ‘aku tidak tahu.’ Atau mengetahui, ia mengatakan, ‘aku tahu’; tidak melihat, ia mengatakan, ‘aku tidak melihat,’ atau melihat, ia mengatakan, ‘aku melihat.’ Demikianlah ia tidak dengan sadar mengucapkan kebohongan demi dirinya sendiri, atau demi orang lain, atau demi hal-hal duniawi yang remeh lainnya.

(5) “Setelah meninggalkan ucapan memecah-belah, ia menghindari ucapan memecah-belah. Setelah medengar sesuatu di sini, ia tidak mengulanginya di tempat lain untuk memecah-belah [orang-orang itu] dari orang-orang ini; atau setelah mendengar sesuatu di tempat lain, ia tidak mengulanginya kepada orang-orang ini untuk memecah-belah [mereka] dari orang-orang itu. Demikianlah ia adalah seorang yang menyatukan mereka yang terpecah-belah, seorang penganjur persatuan, yang menikmati kerukunan, bergembira dalam kerukunan, bersenang dalam kerukunan, seorang pengucap kata-kata yang memajukan kerukunan.

(6) “Setelah meninggalkan ucapan kasar; ia menghindari ucapan kasar; ia mengucapkan kata-kata yang lembut, menyenangkan di telinga, memikat, kata-kata yang masuk ke dalam hati, kata-kata yang sopan yang disukai banyak orang dan menyenangkan banyak orang.

(7) “Setelah meninggalkan gosip, ia menghindari gosip; ia berbicara pada saat yang tepat, mengatakan apa yang sesuai fakta, mengatakan apa yang bermanfaat, berbicara tentang Dhamma dan disiplin; pada waktu yang tepat ia mengucapkan kata-kata yang layak dicatat, logis, singkat, dan bermanfaat.

“Dengan cara inilah kemurnian ucapan itu ada empat.

“Dan bagaimanakah, Cunda, kemurnian pikiran yang ada tiga itu?

(8 ) “Di sini, seseorang tanpa kerinduan. Ia tidak merindukan kekayaan dan harta orang lain sebagai berikut: ‘Oh, semoga apa yang dimiliki orang lain menjadi milikku!’

(9) “Ia berniat baik dan kehendaknya bebas dari  kebencian sebagai berikut: ‘Semoga makhluk-makhluk ini hidup berbahagia, bebas dari permusuhan, kesengsaraan, dan kecemasan!’

(10) “Ia menganut pandangan benar [268] dan memiliki perspektif benar sebagai berikut: ‘Ada yang diberikan, ada yang dikorbankan, ada yang dipersembahkan; ada buah atau akibat dari perbuatan baik dan buruk; ada dunia ini; ada dunia lain; ada ibu, ada ayah; ada makhluk-makhluk yang terlahir kembali secara spontan; ada di dunia ini para petapa dan brahmana yang berperilaku baik dan praktik yang benar yang, setelah merealisasikan dunia ini dan dunia lain untuk diri mereka sendiri dengan pengetahuan langsung, kemudian mengajarkannya kepada orang lain.’

“Dengan cara inilah kemurnian pikiran itu ada tiga.

“Ini, Cunda, adalah sepuluh jalan kamma bermanfaat. Jika seseorang melibatkan diri dalam sepuluh jalan kamma bermanfaat ini, maka, jika ia bangun pagi dan menepuk tanah dari tempat tidurnya, ia murni, dan jika ia tidak menepuk tanah, ia murni. Jika ia menepuk kotoran sapi yang basah, ia murni, dan jika ia tidak menepuk kotoran sapi yang basah, ia murni. Jika ia menepuk rumput hijau, ia murni, dan jika ia tidak menepuk rumput hijau, ia murni. Jika ia merawat api suci, ia murni, dan jika ia tidak merawat api suci, ia murni. Jika ia memberi salam hormat kepada matahari, ia murni, dan jika ia tidak memberi salah hormat kepada matahari, ia murni. Jika ia merendam dirinya dalam air tiga kali termasuk malam hari, ia murni, jika ia tidak merendam dirinya dalam air tiga kali termasuk malam hari, ia murni. Karena alasan apakah? Karena kesepuluh jalan kamma bermanfaat ini sendiri adalah murni dan memurnikan. Adalah karena orang-orang melibatkan diri dalam kesepuluh kamma bermanfaat ini maka para deva, manusia alam tujuan kelahiran baik lainnya menjadi terlihat.”

Ketika hal ini dikatakan, Cunda, putra pandai besar, berkata kepada Sang Bhagavā: “Bagus sekali, Bhante! … Sudilah Sang Bhagavā menganggapku sebagai seorang umat awam yang telah berlindung sejak hari ini hingga seumur hidup.” [269]

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku SEPULUH
« Reply #38 on: 07 October 2013, 07:53:25 PM »
177 (11) Jāṇussoṇī

Brahmana Jāṇussoṇī mendatangi Sang Bhagavā dan saling bertukar sapa dengan Beliau. Ketika mereka  telah mengakhiri ramah tamah itu, ia duduk di satu sisi dan berkata kepada Sang Bhagavā:

“Guru Gotama, kami para brahmana memberikan pemberian dan melakukan ritual peringatan bagi yang telah mati<2169> dengan pikiran: ‘Semoga pemberian kami bermanfaat bagi sanak saudara dan anggota keluarga kami yang telah meninggal dunia.’ Dapatkah pemberian kami, Guru Gotama, benar-benar bermanfaat bagi sanak saudara dan anggota keluarga kami yang telah meninggal dunia? Dapatkah sanak saudara dan anggota keluarga kami yang telah meninggal dunia benar-benar menikmati pemberian kami?”

“Pada kesempatan yang tepat, brahmana, pemberian itu dapat bermanfaat, bukan pada kesempatan yang tidak tepat.”

“Tetapi, Guru Gotama, apakah kesempatan yang tepat dan apakah kesempatan yang tidak tepat?”

“Di sini, brahmana, seseorang membunuh, mengambil apa yang tidak diberikan, melakukan hubungan seksual yang salah, berbohong, mengucapkan kata-kata memecah-belah, mengucapkan kata-kata kasar, menikmati bergosip; ia penuh kerinduan, memiliki pikiran berniat buruk, dan menganut pandangan salah. Dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali di neraka.<2170> Ia memelihara dirinya dan bertahan di sana dengan makanan makhluk-makhluk neraka. Ini adalah kesempatan yang tidak tepat, ketika pemberian tidak bermanfaat bagi seseorang yang hidup di sana.

“Seseorang lainnya membunuh … dan menganut pandangan salah. Dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali di alam binatang. Ia memelihara dirinya dan bertahan di sana dengan makanan binatang. Ini juga, adalah kesempatan yang tidak tepat, ketika pemberian tidak bermanfaat bagi seseorang yang hidup di sana.

“Seorang lainnya lagi menghindari membunuh, menghindari mengambil apa yang tidak diberikan, menghindari hubungan seksual yang salah, menghindari berbohong, menghindari ucapan [270] memecah-belah, menghindari ucapan kasar, menghindari bergosip; ia tanpa kerinduan, berniat baik, dan menganut pandangan benar. Dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali di tengah-tengah manusia. Ia memelihara dirinya dan bertahan di sana dengan makanan manusia. Ini juga, adalah kesempatan yang tidak tepat, ketika pemberian tidak bermanfaat bagi seseorang yang hidup di sana.

“Seorang lainnya lagi membunuh … dan menganut pandangan salah. Dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali di alam hantu menderita. Ia memelihara dirinya dan bertahan di sana dengan makanan hantu menderita, atau jika tidak, maka ia memelihara dirinya di sana dengan apa yang teman-temannya, sahabat-sahabatnya, sanak-saudaranya, atau anggota keluarganya di dunia ini persembahkan kepadanya. Ini adalah kesempatan yang tepat, ketika pemberian itu bermanfaat bagi seseorang yang hidup di sana.

“Tetapi, Guru Gotama, siapakah yang menerima pemberian itu jika sanak-saudara atau anggota keluarga yang telah meninggal dunia itu tidak terlahir kembali di tempat itu?”

“Sanak-saudara atau anggota keluarga yang telah meninggal dunia lainnya yang telah terlahir kembali<2171> di tempat itu akan menerima pemberian itu.”

“Tetapi, Guru Gotama, siapakah yang menerima pemberian itu jika tidak ada sanak-saudara atau anggota keluarga yang telah meninggal dunia itu atau yang lainnya yang terlahir kembali di tempat itu?”

“Dalam rentang waktu yang panjang [dalam saṃsāra], brahmana, adalah tidak mungkin dan tidak terbayangkan bahwa tempat itu hampa dari [271] sanak saudara dan anggota keluarga seseorang yang telah meninggal dunia. Lebih jauh lagi, bagi si pemberi juga juga hal ini bukannya tidak berbuah.”

“Apakah Guru Gotama menegaskan [nilai dari memberi] bahkan pada kesempatan yang tidak tepat?”<2172>

“Brahmana, Aku menegaskan [nilai dari memberi] bahkan pada kesempatan yang tidak tepat.

“Di sini, brahmana, seseorang membunuh, mengambil apa yang tidak diberikan, melakukan hubungan seksual yang salah, berbohong, mengucapkan kata-kata memecah-belah, mengucapkan kata-kata kasar, menikmati bergosip; ia penuh kerinduan, memiliki pikiran berniat buruk, dan menganut pandangan salah. Ia memberikan makanan dan minuman; pakaian dan kendaraan; kalung bunga, wangi-wangian, dan salep; tempat tidur, tempat tinggal, dan cahaya kepada seorang petapa atau brahmana. Dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali di tengah-tengah gajah-gajah. Di sana ia memperoleh makanan dan minuman, kalung bunga, dan berbagai perhiasan.

“Karena di sini ia membunuh … dan menganut pandangan salah, maka dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali di tengah-tengah gajah-gajah. Tetapi karena ia memberikan makanan dan minuman … kepada seorang petapa atau brahmana maka di sana ia memperoleh makanan dan minuman, kalung bunga dan berbagai perhiasan.

“Seorang lainnya membunuh … dan menganut pandangan salah. Ia memberikan makanan dan minuman … dan cahaya kepada seorang petapa atau brahmana. Dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali di tengah-tengah kuda-kuda … sapi-sapi … anjing-anjing. Di sana ia memperoleh makanan dan minuman, kalung bunga, dan berbagai perhiasan.

“Karena di sini ia membunuh … [272] … dan menganut pandangan salah, maka dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali di tengah-tengah kuda-kuda … sapi-sapi … anjing-anjing. Tetapi karena ia memberikan makanan dan minuman … kepada seorang petapa atau brahmana maka di sana ia memperoleh makanan dan minuman, kalung bunga dan berbagai perhiasan.

“Seorang lainnya lagi menghindari membunuh, menghindari mengambil apa yang tidak diberikan, menghindari hubungan seksual yang salah, menghindari berbohong, menghindari ucapan memecah-belah, menghindari ucapan kasar, menghindari bergosip; ia tanpa kerinduan, berniat baik, dan menganut pandangan benar. Dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali di tengah-tengah manusia. Ia memberikan makanan dan minuman … kepada seorang petapa atau brahmana. Dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali di tengah-tengah manusia. Di sana ia memperoleh kelima objek kenikmatan indria manusia.

“Karena di sini ia menghindari membunuh … dan menganut pandangan benar, maka dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali di tengah-tengah manusia. Dan karena ia memberikan makanan dan minuman … kepada seorang petapa atau brahmana maka di sana ia memperoleh kelima objek kenikmatan indria manusia.

“Seorang lainnya lagi menghindari membunuh … dan menganut pandangan benar.  Ia memberikan makanan dan minuman … dan cahaya kepada seorang petapa atau brahmana. Dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali di tengah-tengah para deva. Di sana [273] ia memperoleh kelima objek kenikmatan indria surgawi.

“Karena di sini ia menghindari membunuh … dan menganut pandangan benar, maka dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali di tengah-tengah para deva. Dan karena ia memberikan makanan dan minuman … kepada seorang petapa atau brahmana maka di sana ia memperoleh kelima objek kenikmatan indria surgawi. [itulah sebabnya mengapa Aku mengatakan:] ‘Lebih jauh lagi, bagi si pemberi juga juga hal ini bukannya tidak berbuah..’”

“Sungguh menakjubkan dan mengagumkan, Guru Gotama, bahwa ada alasan untuk memberikan pemberian dan melakukan ritual peringatan untuk yang mati, karena bagi si pemberi juga hal ini bukannya tidak berbuah.”

“Demikianlah, brahmana! Demikianlah, brahmana! Bagi si pemberi juga hal ini bukannya tidak berbuah.”

“Bagus sekali, Guru Gotama! … Sudilah Sang Bhagavā menganggapku sebagai seorang umat awam yang telah berlindung sejak hari ini hingga seumur hidup.”

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku SEPULUH
« Reply #39 on: 07 October 2013, 07:53:46 PM »
III. BAIK<2173>

178 (1) Baik

“Para bhikkhu, Aku akan mengajarkan kepada kalian tentang apa yang baik dan apa yang buruk. Dengarkan dan perhatikanlah dengan seksama. Aku akan berbicara.”

“Baik, [274] Bhante,” para bhikkhu itu menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

“Dan apakah, para bhikkhu, yang buruk? Membunuh, mengambil apa yang tidak diberikan, hubungan seksual yang salah, berbohong, ucapan memecah belah, ucapan kasar, bergosip, kerinduan, niat buruk, dan pandangan salah. Ini disebut buruk.

“Dan apakah, para bhikkhu, yang baik? Menghindari membunuh, menghindari mengambil apa yang tidak diberikan, menghindari hubungan seksual yang salah, menghindari berbohong, menghindari ucapan memecah-belah, menghindari ucapan kasar, menghindari bergosip, tanpa kerinduan, niat baik, dan pandangan benar. Ini disebut baik.”

179 (2)-188(11) Dhamma Mulia, dan seterusnya

(179) “Para bhikkhu, Aku akan mengajarkan kepada kalian tentang Dhamma mulia dan Dhamma tidak mulia … (180) … yang bermanfaat dan yang tidak bermanfaat … [275] … (181) … apa yang bermanfaat dan apa yang berbahaya … (182) … Dhamma dan apa yang bukan-Dhamma … (183) … Dhamma yang ternoda dan yang tanpa noda … [276] … (184) … Dhamma yang tercela dan yang tanpa cela … (185) … Dhamma yang menyiksa dan yang tidak menyiksa … (186) … Dhamma yang mengarah menuju pembangunan dan yang mengarah menuju pembongkaran … [277] … (187) … Dhamma dengan penderitaan sebagai hasilnya dan yang dengan kebahagiaan sebagai hasilnya … (188 ) … Dhamma yang berakibat dalam penderitaan dan yang berakibat dalam kebahagiaan …

“Dan apakah, para bhikkhu, Dhamma yang berakibat dalam penderitaan? Membunuh … dan pandangan salah. Ini disebut Dhamma yang berakibat dalam penderitaan.

“Dan apakah, para bhikkhu, Dhamma yang berakibat dalam kebahagiaan? Menghindari membunuh … dan pandangan benar. Ini disebut Dhamma yang berakibat dalam kebahagiaan.” [278]

IV. JALAN MULIA

189 (1) Jalan Mulia

“Para bhikkhu, Aku akan mengajarkan kepada kalian tentang jalan mulia dan jalan tidak mulia. Dengarkan dan perhatikanlah dengan seksama … Dan apakah, para bhikkhu, jalan yang tidak mulia itu? Membunuh … dan pandangan salah. Ini disebut jalan tidak mulia.

“Dan apakah, para bhikkhu, jalan mulia itu? Menghindari membunuh … dan pandangan benar. Ini disebut jalan mulia.”

190 (2)-198(10) Jalan Gelap, dan seterusnya

(190) “Para bhikkhu, Aku akan mengajarkan kepada kalian tentang jalan gelap dan jalan terang … (191) … Dhamma yang baik dan Dhamma yang buruk … [279] (192) … Dhamma dari orang baik dan yang dari orang jahat … (193) … Dhamma yang harus dibangkitkan dan yang tidak boleh dibangkitkan … (194) … Dhamma yang harus ditekuni dan yang tidak boleh ditekuni … [280] (195) … Dhamma yang harus dikembangkan dan yang tidak boleh dikembangkan … (196) … Dhamma yang harus dilatih dan yang tidak boleh dilatih … (197) Dhamma yang harus diingat dan yang tidak boleh diingat … [281] Dhamma yang harus direalisasikan dan yang tidak boleh direalisasikan …

“Dan apakah, para bhikkhu, Dhamma yang tidak boleh direalisasikan? Membunuh … dan pandangan salah. Ini disebut Dhamma yang tidak boleh direalisasikan.

“Dan apakah, para bhikkhu, Dhamma yang harus direalisasikan? Menghindari membunuh … dan pandangan benar. Ini disebut Dhamma yang harus direalisasikan.”

V. BAB LAINNYA TENTANG ORANG-ORANG<2174>

199 (1) Bergaul Dengan

“Para bhikkhu, seseorang seharusnya tidak bergaul dengan orang yang memiliki sepuluh kualitas. Apakah sepuluh ini? Ia membunuh, mengambil apa yang tidak diberikan, melakukan hubungan seksual yang salah, berbohong, mengucapkan kata-kata memecah-belah, mengucapkan kata-kata kasar, menikmati bergosip; ia penuh kerinduan, memiliki pikiran berniat buruk, dan menganut pandangan salah. Seseorang seharusnya tidak bergaul dengan orang yang memiliki kesepuluh kualitas ini

“Para bhikkhu, seseorang seharusnya bergaul dengan orang yang memiliki sepuluh kualitas. Apakah sepuluh ini? Ia menghindari membunuh, menghindari mengambil apa yang tidak diberikan, menghindari hubungan seksual yang salah, menghindari berbohong, menghindari mengucapkan kata-kata memecah-belah, menghindari mengucapkan kata-kata kasar, menghindari bergosip; ia tanpa kerinduan, memiliki pikiran berniat baik, dan menganut pandangan benar. Seseorang seharusnya bergaul dengan orang yang memiliki kesepuluh kualitas ini.”

200 (2)-210 (12) Tempat Kunjungan, dan seterusnya <2175>

(200) “Para bhikkhu, seseorang seharusnya tidak mendatangi seorang yang memiliki sepuluh kualitas … seseorang seharusnya mendatangi … (201) … seseorang seharusnya tidak melayani … seseorang seharusnya melayani … (202) … seseorang seharusnya tidak memuliakan … seseorang seharusnya memuliakan … (203) … seseorang seharusnya tidak memuji … seseorang seharusnya memuji … (204) … seseorang seharusnya tidak menghormati … seseorang seharusnya menghormati … (205) … seseorang seharusnya tidak menunjukkan rasa hormat … seseorang seharusnya menunjukkan rasa hormat pada orang yang memiliki sepuluh kualitas … (206) … seorang yang memiliki sepuluh kualitas tidak berhasil … berhasil … (207) … tidak dimurnikan … dimurnikan … (208 ) … tidak mengatasi keangkuhan … mengatasi keangkuhan … (209) … tidak tumbuh dalam kebijaksanaan … tumbuh dalam kebijaksanaan … (210) … menghasilkan banyak keburukan … menghasilkan banyak kebaikan. Apakah sepuluh ini? Ia menghindari membunuh, menghindari mengambil apa yang tidak diberikan, menghindari hubungan seksual yang salah, menghindari berbohong, menghindari mengucapkan kata-kata memecah-belah, menghindari mengucapkan kata-kata kasar, menghindari bergosip; ia tanpa kerinduan, memiliki pikiran berniat baik, dan menganut pandangan benar. Seorang yang memiliki kesepuluh kualitas ini menghasilkan banyak kebaikan.” [283]

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku SEPULUH
« Reply #40 on: 07 October 2013, 07:54:21 PM »
LIMA PULUH TAMBAHAN

I. TUBUH YANG DILAHIRKAN DARI PERBUATAN

211 (1) Neraka (1)

“Para bhikkhu, dengan memiliki sepuluh kualitas, seseorang ditempatkan di Neraka seolah-olah dibawa ke sana. Apakah sepuluh ini?

(1) “Di sini, ia membunuh; ia adalah pembunuh, bertangan darah, terbiasa memukul dan kekerasan, tanpa belas kasih pada makhluk-makhluk hidup.

(2) “Ia mengambil apa yang tidak diberikan. Ia mencuri kekayaan dan harta milik orang lain di desa atau hutan.

(3) “Ia melakukan hubungan seksual yang salah. Ia melakukan hubungan seksual dengan perempuan-perempuan yang dilindungi oleh ibu mereka, ayah mereka, ibu dan ayah, saudara, saudari, atau kerabat mereka; yang dilindungi oleh Dhamma mereka; yang memiliki suami; yang pelanggarannya menuntut adanya hukuman; atau bahkan dengan seorang yang telah bertunangan.

(4) “Ia berbohong. Jika ia dipanggil untuk menghadap suatu dewan, menghadap suatu kumpulan, menghadap sanak saudaranya, menghadap serikat kerja, atau menghadap persidangan, dan ditanyai sebagai saksi sebagai berikut: ‘Jadi, tuan, katakanlah apa yang engkau ketahui,’ kemudian, tidak mengetahui, ia mengatakan, ‘aku tahu.’ Atau mengetahui, ia mengatakan, ‘aku tidak mengetahui’; tidak melihat, ia mengatakan, ‘aku melihat,’ atau melihat, ia mengatakan, ‘aku tidak melihat.’ Demikianlah ia dengan sadar mengucapkan kebohongan demi dirinya sendiri, atau demi orang lain, atau demi hal-hal duniawi yang remeh lainnya.

(5) “Ia mengucapkan kata-kata yang memecah-belah. Setelah medengar sesuatu di sini, ia mengulanginya di tempat lain untuk memecah-belah [orang-orang itu] dari orang-orang ini; atau setelah mendengar sesuatu di tempat lain, ia mengulanginya kepada orang-orang ini untuk memecah-belah [mereka] dari orang-orang itu. Demikianlah ia adalah seorang yang memecah-belah mereka yang bersatu, seorang pembuat perpecahan, seorang yang menikmati kelompok-kelompok, bergembira dalam kelompok-kelompok, bersenang dalam kelompok-kelmopok, seorang pengucap kata-kata yang menciptakan kelompok-kelompok.

(6) “Ia berkata-kata kasar. Ia mengucapkan kata-kata yang kasar, keras, menyakitkan bagi orang lain, menghina orang lain, berbatasan dengan kemarahan, tidak kondusif bagi konsentrasi.

(7) “Ia menikmati bergosip. Ia berbicara pada saat yang tidak tepat, berbicara bohong, mengatakan apa yang tidak bermanfaat, mengucapkan apa yang bertentangan dengan Dhamma dan disiplin; dan pada saat yang tidak tepat ia mengucapkan kata-kata yang tidak bernilai, tidak logis, melantur, dan tidak bermanfaat. [284]

(8 ) “Ia penuh kerinduan. Ia merindukan kekayaan dan harta orang lain sebagai berikut: ‘Oh, semoga apa yang dimiliki orang lain menjadi milikku!’

(9) “Ia memiliki pikiran berniat buruk dan kehendak membenci sebagai berikut: ‘Semoga makhluk-makhluk ini dibunuh, dibantai, dipotong, dihancurkan, dibinasakan!’

(10) “Ia menganut pandangan salah, dan memiliki perspektif keliru sebagai berikut: ‘Tidak ada yang diberikan, tidak ada yang dikorbankan, tidak ada yang dipersembahkan; tidak ada buah atau akibat dari perbuatan baik dan buruk; tidak ada dunia ini; tidak ada dunia lain; tidak ada ibu, tidak ada ayah; tidak ada makhluk-makhluk yang terlahir kembali secara spontan; tidak ada di dunia ini para petapa dan brahmana yang berperilaku baik dan praktik yang benar yang, setelah merealisasikan dunia ini dan dunia lain untuk diri mereka sendiri dengan pengetahuan langsung, kemudian mengajarkannya kepada orang lain.’

“Seorang yang memiliki kesepuluh kualitas ini ditempatkan di Neraka seolah-olah dibawa ke sana.

“Para bhikkhu, dengan memiliki sepuluh kualitas, seseorang ditempatkan di Surga seolah-olah dibawa ke sana. Apakah sepuluh ini?

(1) “Di sini seseorang, setelah meninggalkan membunuh, menghindari membunuh. Dengan tongkat pemukul dan senjata dikesampingkan, berhati-hati dan penyayang, ia berdiam dengan berbelas-kasih kepada semua makhluk hidup.

(2) “Setelah meninggalkan mengambil apa yang tidak diberikan, ia menghindari mengambil apa yang tidak diberikan. Ia tidak mencuri kekayaan dan harta orang lain di desa atau di dalam hutan.

(3) “Setelah meninggalkan hubungan seksual yang salah, ia menghindari hubungan seksual yang salah. Ia tidak melakukan hubungan seksual dengan perempuan-perempuan yang dilindungi oleh ibu mereka, ayah mereka, ibu dan ayah, saudara, saudari, atau kerabat mereka; yang dilindungi oleh Dhamma mereka; yang memiliki suami; yang pelanggarannya menuntut adanya hukuman; atau bahkan dengan seorang yang telah bertunangan.

(4) “Setelah meninggalkan kebohongan, ia menghindari kebohongan. Jika ia dipanggil untuk menghadap suatu dewan, menghadap suatu kumpulan, menghadap sanak saudaranya, menghadap serikat kerja, atau menghadap persidangan, dan ditanyai sebagai saksi sebagai berikut: ‘Jadi, tuan, katakanlah apa yang engkau ketahui,’ kemudian, tidak mengetahui, ia mengatakan, ‘aku tidak tahu.’ Atau mengetahui, ia mengatakan, ‘aku tahu’; tidak melihat, ia mengatakan, ‘aku tidak melihat,’ atau melihat, ia mengatakan, ‘aku melihat.’ Demikianlah ia tidak dengan sadar mengucapkan kebohongan demi dirinya sendiri, atau demi orang lain, atau demi hal-hal duniawi yang remeh lainnya. [285]

(5) “Setelah meninggalkan ucapan memecah-belah, ia menghindari ucapan memecah-belah. Setelah medengar sesuatu di sini, ia tidak mengulanginya di tempat lain untuk memecah-belah [orang-orang itu] dari orang-orang ini; atau setelah mendengar sesuatu di tempat lain, ia tidak mengulanginya kepada orang-orang ini untuk memecah-belah [mereka] dari orang-orang itu. Demikianlah ia adalah seorang yang menyatukan mereka yang terpecah-belah, seorang penganjur persatuan, yang menikmati kerukunan, bergembira dalam kerukunan, bersenang dalam kerukunan, seorang pengucap kata-kata yang memajukan kerukunan.

(6) “Setelah meninggalkan ucapan kasar; ia menghindari ucapan kasar; ia mengucapkan kata-kata yang lembut, menyenangkan di telinga, memikat, kata-kata yang masuk ke dalam hati, kata-kata yang sopan yang disukai banyak orang dan menyenangkan banyak orang.

(7) “Setelah meninggalkan gosip, ia menghindari gosip; ia berbicara pada saat yang tepat, mengatakan apa yang sesuai fakta, mengatakan apa yang bermanfaat, berbicara tentang Dhamma dan disiplin; pada waktu yang tepat ia mengucapkan kata-kata yang layak dicatat, logis, singkat, dan bermanfaat.

(8 ) “Ia tanpa kerinduan. Ia tidak merindukan kekayaan dan harta orang lain sebagai berikut: ‘Oh, semoga apa yang dimiliki orang lain menjadi milikku!’

(9) “Ia berniat baik dan kehendaknya bebas dari  kebencian sebagai berikut: ‘Semoga makhluk-makhluk ini hidup berbahagia, bebas dari permusuhan, kesengsaraan, dan kecemasan!’

(10) “Ia menganut pandangan benar dan memiliki perspektif benar sebagai berikut: ‘Ada yang diberikan, ada yang dikorbankan, ada yang dipersembahkan; ada buah atau akibat dari perbuatan baik dan buruk; ada dunia ini; ada dunia lain; ada ibu, ada ayah; ada makhluk-makhluk yang terlahir kembali secara spontan; ada di dunia ini para petapa dan brahmana yang berperilaku baik dan praktik yang benar yang, setelah merealisasikan dunia ini dan dunia lain untuk diri mereka sendiri dengan pengetahuan langsung, kemudian mengajarkannya kepada orang lain.’

“Seorang yang memiliki kesepuluh kualitas ini ditempatkan di surga seolah-olah dibawa ke sana.”

212 (2) Neraka (2)

“Para bhikkhu, dengan memiliki sepuluh kualitas, seseorang ditempatkan di neraka seolah-olah dibawa ke sana. Apakah sepuluh ini?<2176>

(1) “Di sini, seseorang membunuh. Ia adalah pembunuh, bertangan darah, terbiasa memukul dan kekerasan, tanpa belas kasih pada makhluk-makhluk hidup. (2) Ia mengambil apa yang tidak diberikan … (3) Ia melakukan hubungan seksual yang salah … (4) Ia berbohong … (5) Ia mengucapkan kata-kata yang memecah-belah ...  (6) Ia berkata-kata kasar [286] ... (7) Ia menikmati bergosip … (8 ) Ia penuh kerinduan ... (9) Ia memiliki pikiran berniat buruk dan kehendak membenci … (10) Ia menganut pandangan salah, dan memiliki perspektif keliru sebagai berikut: ‘Tidak ada yang diberikan … tidak ada di dunia ini para petapa dan brahmana yang berperilaku baik dan praktik yang benar yang, setelah merealisasikan dunia ini dan dunia lain untuk diri mereka sendiri dengan pengetahuan langsung, kemudian mengajarkannya kepada orang lain.’ Seorang yang memiliki kesepuluh kualitas ini ditempatkan di Neraka seolah-olah dibawa ke sana.

“Para bhikkhu, dengan memiliki sepuluh kualitas, seseorang ditempatkan di surga seolah-olah dibawa ke sana. Apakah sepuluh ini?

(1) “Di sini, seseorang, setelah meninggalkan membunuh, menghindari membunuh. Dengan tongkat pemukul dan senjata dikesampingkan, berhati-hati dan penyayang, ia berdiam dengan berbelas-kasih kepada semua makhluk hidup. (2) Setelah meninggalkan mengambil apa yang tidak diberikan, ia menghindari mengambil apa yang tidak diberikan ... (3) Setelah meninggalkan hubungan seksual yang salah, ia menghindari hubungan seksual yang salah ... (4) Setelah meninggalkan kebohongan, ia menghindari kebohongan ... (5) Setelah meninggalkan ucapan memecah-belah, ia menghindari ucapan memecah-belah ... (6) Setelah meninggalkan ucapan kasar; ia menghindari ucapan kasar … (7) Setelah meninggalkan gosip, ia menghindari gossip … (8 ) Ia tanpa kerinduan ... (9) Ia berniat baik … (10) Ia menganut pandangan benar dan memiliki perspektif benar sebagai berikut: ‘Ada yang diberikan … ada di dunia ini para petapa dan brahmana yang berperilaku baik dan praktik yang benar yang, setelah merealisasikan dunia ini dan dunia lain untuk diri mereka sendiri dengan pengetahuan langsung, kemudian mengajarkannya kepada orang lain.’ Seorang yang memiliki kesepuluh kualitas ini ditempatkan di surga seolah-olah dibawa ke sana.”
213 (3) Perempuan

“Para bhikkhu, dengan memiliki sepuluh kualitas, para perempuan ditempatkan di neraka seolah-olah dibawa ke sana. Apakah sepuluh ini? [287] (1) Mereka membunuh … [seperti di atas] … dan (10) menganut pandangan salah. dengan memiliki kesepuluh kualitas ini, para perempuan ditempatkan di neraka seolah-olah dibawa ke sana.

“Para bhikkhu, dengan memiliki sepuluh kualitas, para perempuan ditempatkan di surga seolah-olah dibawa ke sana. Apakah sepuluh ini? (1) Mereka menghindari membunuh … [seperti di atas] … dan (10) menganut pandangan benar. dengan memiliki kesepuluh kualitas ini, para perempuan ditempatkan di surga seolah-olah dibawa ke sana.

214 (4) Umat Awam Perempuan

“Para bhikkhu, dengan memiliki sepuluh kualitas, seorang umat awam perempuan ditempatkan di neraka seolah-olah dibawa ke sana. Apakah sepuluh ini? (1) Ia membunuh … dan (10) menganut pandangan salah. dengan memiliki kesepuluh kualitas ini, seorang umat awam perempuan ditempatkan di neraka seolah-olah dibawa ke sana.

“Para bhikkhu, dengan memiliki sepuluh kualitas, seorang umat awam perempuan ditempatkan di surga seolah-olah dibawa ke sana. Apakah sepuluh ini? (1) Ia menghindari membunuh … dan (10) menganut pandangan benar. dengan memiliki kesepuluh kualitas ini, seorang umat awam perempuan ditempatkan di surga seolah-olah dibawa ke sana.” [288]

215 (5) Percaya-Diri

“Para bhikkhu, dengan memiliki sepuluh kualitas, seorang umat awam perempuan berdiam tanpa percaya-diri di rumah. Apakah sepuluh ini? (1) Ia membunuh … dan (10) menganut pandangan salah. dengan memiliki kesepuluh kualitas ini, seorang umat awam perempuan berdiam tanpa percaya-diri di rumah.

“Para bhikkhu, dengan memiliki sepuluh kualitas, seorang umat awam perempuan berdiam dengan percaya-diri di rumah. Apakah sepuluh ini? (1) Ia menghindari membunuh … dan (10) menganut pandangan benar. dengan memiliki kesepuluh kualitas ini, seorang umat awam perempuan berdiam dengan percaya-diri di rumah.”

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku SEPULUH
« Reply #41 on: 07 October 2013, 07:55:01 PM »
216 (6) Merayap

“Para bhikkhu, Aku akan mengajarkan kepada kalian pembabaran Dhamma tentang merayap.<2177> Dengarkan dan perhatikanlah dengan seksama. Aku akan berbicara.”
                                                                                                                                                                                                                                                     “Baik, Bhante,” para bhikkhu itu menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

“Dan apakah, para bhikkhu. pembabaran Dhamma tentang merayap itu? Para bhikkhu, makhluk-makhluk adalah pemilik kamma mereka, pewaris kamma mereka; mereka memiliki kamma sebagai asal-mula mereka, kamma sebagai sanak-saudara mereka, kamma sebagai pelindung mereka; kamma apa pun yang mereka lakukan, baik atau buruk, mereka adalah pewarisnya. [289]

(1) “Di sini, seseorang membunuh; ia adalah pembunuh, bertangan darah, terbiasa memukul dan kekerasan, tanpa belas kasih pada makhluk-makhluk hidup. Ia merayap melalui jasmani, ucapan, dan pikiran.<2178> Kamma jasmaninya bengkok; kamma ucapannya bengkok; kamma pikirannya bengkok. Alam tujuan kelahirannya bengkok; kelahiran kembalinya bengkok. Tetapi bagi seseorang dengan alam tujuan kelahiran dan kelahiran kembali yang bengkok, Aku katakan, ada satu di antara dua alam tujuan kelahiran: apakah neraka yang melulu menyakitkan atau spesies binatang merayap. Dan apakah spesies binatang merayap? Ular, kalajengking, lipan, musang, kucing, tikus, dan burung hantu,<2179> atau binatang lainnya yang merayap pergi ketika mereka bertemu manusia. Demikianlah sesosok makhluk dilahirkan dari sesosok makhluk; seseorang terlahir kembali melalui perbuatannya. Ketika ia telah terlahir kembali, kontak mempengaruhinya. Dengan cara inilah, Aku katakan, bahwa makhluk-makhluk adalah pewaris kamma mereka.

(2) “Seseorang mengambil apa yang tidak diberikan … (3) … melakukan hubungan seksual yang salah … (4) berbohong … (5) … mengucapkan kata-kata memecah-belah … (6) … mengucapkan kata-kata kasar … (7) menikmati bergosip … (8 ) … penuh kerinduan … (9) memiliki pikiran berniat buruk dan kehendak membenci … (10) … menganut pandangan salah dan memiliki perspektif keliru sebagai berikut: ‘Tidak ada yang diberikan … tidak ada di dunia ini para petapa dan brahmana yang berperilaku baik dan praktik yang benar yang, setelah merealisasikan dunia ini dan dunia lain untuk diri mereka sendiri dengan pengetahuan langsung, kemudian mengajarkannya kepada orang lain.’ Ia merayap melalui jasmani, ucapan, dan pikiran. Kamma jasmaninya bengkok … Alam tujuan kelahirannya bengkok; [290] kelahiran kembalinya bengkok … Demikianlah sesosok makhluk dilahirkan dari sesosok makhluk; seseorang terlahir kembali melalui perbuatannya. Ketika ia telah terlahir kembali, kontak mempengaruhinya. Dengan cara inilah, Aku katakan, bahwa makhluk-makhluk adalah pewaris kamma mereka.

“Para bhikkhu, makhluk-makhluk adalah pemilik kamma mereka, pewaris kamma mereka; mereka memiliki kamma sebagai asal-mula mereka, kamma sebagai sanak-saudara mereka, kamma sebagai pelindung mereka; kamma apa pun yang mereka lakukan, baik atau buruk, mereka adalah pewarisnya.

(1) “Di sini, setelah meninggalkan membunuh, seseorang menghindari membunuh; dengan tongkat pemukul dan senajata dikesampingkan, berhati-hati dan penyayang, ia berdiam dengan berbelas kasih pada semua makhluk hidup. Ia tidak merayap melalui jasmani, ucapan, dan pikiran. Kamma jasmaninya lurus; kamma ucapannya lurus; kamma pikirannya lurus. Alam tujuan kelahirannya lurus; kelahiran kembalinya lurus. Tetapi bagi seseorang dengan alam tujuan kelahiran dan kelahiran kembali yang lurus, Aku katakan, ada satu di antara dua alam tujuan kelahiran: apakah surga yang melulu menyenangkan atau dalam keluarga-keluarga terkemuka, seperti para khattiya makmur, para brahmana makmur, atau para perumah tangga makmur, [keluarga-keluarga yang] kaya, dengan banyak harta dan kekayaan, emas dan perak berlimpah, pusaka dan kepemilikan berlimpah, kekayaan dan hasil panen berlimpah. Demikianlah sesosok makhluk dilahirkan dari sesosok makhluk; seseorang terlahir kembali melalui perbuatannya. Ketika ia telah terlahir kembali, kontak mempengaruhinya. Dengan cara inilah, Aku katakan, bahwa makhluk-makhluk adalah pewaris kamma mereka.

(2) “Setelah meninggalkan mengambil apa yang tidak diberikan, seseorang menghindari mengambil apa yang tidak diberikan … (3) … menghindari melakukan hubungan seksual yang salah … [291] (4) menghindari berbohong … (5) … menghindari mengucapkan kata-kata memecah-belah … (6) … menghindari mengucapkan kata-kata kasar … (7) menghindari bergosip … (8 ) … tanpa kerinduan … (9) memiliki pikiran berniat baik … (10) … menganut pandangan benar dan memiliki perspektif benar sebagai berikut: ‘Ada yang diberikan … ada di dunia ini para petapa dan brahmana yang berperilaku baik dan praktik yang benar yang, setelah merealisasikan dunia ini dan dunia lain untuk diri mereka sendiri dengan pengetahuan langsung, kemudian mengajarkannya kepada orang lain.’ Ia tidak merayap melalui jasmani, ucapan, dan pikiran. Kamma jasmaninya lurus … Alam tujuan kelahirannya lurus; kelahiran kembalinya lurus … Demikianlah sesosok makhluk dilahirkan dari sesosok makhluk; seseorang terlahir kembali melalui perbuatannya. Ketika ia telah terlahir kembali, kontak mempengaruhinya. Dengan cara inilah, Aku katakan, bahwa makhluk-makhluk adalah pewaris kamma mereka.

“Para bhikkhu, makhluk-makhluk adalah pemilik kamma mereka, pewaris kamma mereka; mereka memiliki kamma sebagai asal-mula mereka, kamma sebagai sanak-saudara mereka, kamma sebagai pelindung mereka; kamma apa pun yang mereka lakukan, baik atau buruk, mereka adalah pewarisnya.

“Ini, para bhikkhu, adalah pembabaran Dhamma tentang merayap.” [292]

217 (7) Kehendak (1)

“Para bhikkhu, Aku tidak mengatakan bahwa ada penghentian kamma kehendak<2180> yang telah dilakukan dan dikumpulkan selama ia belum mengalami [akibatnya], dan itu mungkin terjadi dalam kehidupan ini, atau dalam kelahiran kembali [berikutnya], atau dalam beberapa kesempatan berikutnya. Tetapi Aku tidak mengatakan bahwa ada mengakhiri penderitaan selama seseorang belum mengalami [akibat dari] kamma kehendak yang telah dilakukan dan dikumpulkan.<2181>

“Sehubungan dengan hal ini, para bhikkhu, ada tiga kerusakan dan kegagalan kamma jasmani,<2182> yang muncul dari kehendak tidak bermanfaat, yang memiliki hasil dan akibat yang menyakitkan; empat kerusakan dan kegagalan kamma ucapan, yang muncul dari kehendak tidak bermanfaat, yang memiliki hasil dan akibat yang menyakitkan; dan tiga kerusakan dan kegagalan kamma pikiran, yang muncul dari kehendak tidak bermanfaat, yang memiliki hasil dan akibat yang menyakitkan.

“Dan bagaimanakah, para bhikkhu, terjadinya tiga kerusakan dan kegagalan kamma jasmani, yang muncul dari kehendak tidak bermanfaat, yang memiliki hasil dan akibat yang menyakitkan?

(1) “Di sini, seseorang membunuh. Ia adalah pembunuh, bertangan darah, terbiasa memukul dan kekerasan, tanpa belas kasih pada makhluk-makhluk hidup.

(2) “Ia mengambil apa yang tidak diberikan. Ia mencuri kekayaan dan harta milik orang lain di desa atau hutan.

(3) “Ia melakukan hubungan seksual yang salah. Ia melakukan hubungan seksual dengan perempuan-perempuan yang dilindungi oleh ibu mereka, ayah mereka, ibu dan ayah, saudara, saudari, atau kerabat mereka; yang dilindungi oleh Dhamma mereka; yang memiliki suami; yang pelanggarannya menuntut adanya hukuman; atau bahkan dengan seorang yang telah bertunangan.

“Dengan cara inilah terjadinya tiga kerusakan dan kegagalan kamma jasmani, yang muncul dari kehendak tidak bermanfaat, yang memiliki hasil dan akibat yang menyakitkan.

“Dan bagaimanakah, para bhikkhu, terjadinya empat kerusakan dan kegagalan kamma ucapan, yang muncul dari kehendak tidak bermanfaat, yang memiliki hasil dan akibat yang menyakitkan? [293]

(4) “Di sini, seseorang berbohong. Jika ia dipanggil untuk menghadap suatu dewan, menghadap suatu kumpulan, menghadap sanak saudaranya, menghadap serikat kerja, atau menghadap persidangan, dan ditanyai sebagai saksi sebagai berikut: ‘Jadi, tuan, katakanlah apa yang engkau ketahui,’ kemudian, tidak mengetahui, ia mengatakan, ‘aku tahu.’ Atau mengetahui, ia mengatakan, ‘aku tidak mengetahui’; tidak melihat, ia mengatakan, ‘aku melihat,’ atau melihat, ia mengatakan, ‘aku tidak melihat.’ Demikianlah ia dengan sadar mengucapkan kebohongan demi dirinya sendiri, atau demi orang lain, atau demi hal-hal duniawi yang remeh lainnya.

(5) “Ia mengucapkan kata-kata yang memecah-belah. Setelah medengar sesuatu di sini, ia mengulanginya di tempat lain untuk memecah-belah [orang-orang itu] dari orang-orang ini; atau setelah mendengar sesuatu di tempat lain, ia mengulanginya kepada orang-orang ini untuk memecah-belah [mereka] dari orang-orang itu. Demikianlah ia adalah seorang yang memecah-belah mereka yang bersatu, seorang pembuat perpecahan, seorang yang menikmati kelompok-kelompok, bergembira dalam kelompok-kelompok, bersenang dalam kelompok-kelmopok, seorang pengucap kata-kata yang menciptakan kelompok-kelompok.

(6) “Ia berkata-kata kasar. Ia mengucapkan kata-kata yang kasar, keras, menyakitkan bagi orang lain, menghina orang lain, berbatasan dengan kemarahan, tidak kondusif bagi konsentrasi.

(7) “Ia menikmati bergosip. Ia berbicara pada saat yang tidak tepat, berbicara bohong, mengatakan apa yang tidak bermanfaat, mengucapkan apa yang bertentangan dengan Dhamma dan disiplin; dan pada saat yang tidak tepat ia mengucapkan kata-kata yang tidak bernilai, tidak logis, melantur, dan tidak bermanfaat.

“Dengan cara inilah terjadinya empat kerusakan dan kegagalan kamma ucapan, yang muncul dari kehendak tidak bermanfaat, yang memiliki hasil dan akibat yang menyakitkan.
.

“Dan bagaimanakah, para bhikkhu, terjadinya tiga kerusakan dan kegagalan kamma pikiran, yang muncul dari kehendak tidak bermanfaat, yang memiliki hasil dan akibat yang menyakitkan?

(8 ) “Di sini, seseorang penuh kerinduan. Ia merindukan kekayaan dan harta orang lain sebagai berikut: ‘Oh, semoga apa yang dimiliki orang lain menjadi milikku!’

(9) “Ia memiliki pikiran berniat buruk dan kehendak membenci sebagai berikut: ‘Semoga makhluk-makhluk ini dibunuh, dibantai, dipotong, dihancurkan, dibinasakan!’

(10) “Ia menganut pandangan salah, dan memiliki perspektif keliru sebagai berikut: ‘Tidak ada yang diberikan, tidak ada yang dikorbankan, tidak ada yang dipersembahkan; tidak ada buah atau akibat dari perbuatan baik dan buruk; tidak ada dunia ini; tidak ada dunia lain; tidak ada ibu, tidak ada ayah; tidak ada makhluk-makhluk yang terlahir kembali secara spontan; [294] tidak ada di dunia ini para petapa dan brahmana yang berperilaku baik dan praktik yang benar yang, setelah merealisasikan dunia ini dan dunia lain untuk diri mereka sendiri dengan pengetahuan langsung, kemudian mengajarkannya kepada orang lain.’

“Dengan cara inilah terjadinya tiga kerusakan dan kegagalan kamma pikiran, yang muncul dari kehendak tidak bermanfaat, yang memiliki hasil dan akibat yang menyakitkan.

“Adalah, para bhikkhu, karena tiga kerusakan dan kegagalan kamma jasmani, yang muncul dari kehendak tidak bermanfaat, maka dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, makhluk-makhluk terlahir kembali di alam sengsara, di alam tujuan kelahiran yang buruk, di alam rendah, di neraka; atau adalah karena empat kerusakan dan kegagalan kamma ucapan, yang muncul dari kehendak tidak bermanfaat, maka dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, makhluk-makhluk terlahir kembali di alam sengsara, di alam tujuan kelahiran yang buruk, di alam rendah, di neraka; atau adalah karena tiga kerusakan dan kegagalan kamma pikiran, yang muncul dari kehendak tidak bermanfaat, maka dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, makhluk-makhluk terlahir kembali di alam sengsara, di alam tujuan kelahiran yang buruk, di alam rendah, di neraka. Seperti halnya dadu, ketika dilemparkan ke atas, akan diam dengan kokoh di mana pun dadu itu jatuh,<2183> Demikian pula, adalah karena tiga kerusakan dan kegagalan kamma jasmani … atau adalah karena empat kerusakan dan kegagalan kamma ucapan … atau adalah karena tiga kerusakan dan kegagalan kamma pikiran, yang muncul dari kehendak tidak bermanfaat, maka dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, makhluk-makhluk terlahir kembali di alam sengsara, di alam tujuan kelahiran yang buruk, di alam rendah, di neraka.

“Para bhikkhu, Aku tidak mengatakan bahwa ada penghentian kamma kehendak yang telah dilakukan dan dikumpulkan selama ia belum mengalami [akibatnya], dan itu mungkin terjadi dalam kehidupan ini, atau dalam kelahiran kembali [berikutnya], atau dalam beberapa kesempatan berikutnya. Tetapi Aku tidak mengatakan bahwa ada mengakhiri penderitaan selama seseorang belum mengalami [akibat dari] kamma kehendak yang telah dilakukan dan dikumpulkan.

“Sehubungan dengan hal ini, para bhikkhu, ada tiga keberhasilan kamma jasmani, yang muncul dari kehendak bermanfaat, yang memiliki hasil dan akibat yang menyenangkan; empat keberhasilan kamma ucapan, yang muncul dari kehendak bermanfaat, yang memiliki hasil dan akibat yang menyenangkan; dan tiga keberhasilan kamma pikiran, [295] yang muncul dari kehendak bermanfaat, yang memiliki hasil dan akibat yang menyenangkan.

“Dan bagaimanakah, para bhikkhu, terjadinya tiga keberhasilan kamma jasmani, yang muncul dari kehendak bermanfaat, yang memiliki hasil dan akibat yang menyenangkan?

(1) “Di sini, seseorang, setelah meninggalkan membunuh, menghindari membunuh. Dengan tongkat pemukul dan senjata dikesampingkan, berhati-hati dan penyayang, ia berdiam dengan berbelas-kasih kepada semua makhluk hidup.

(2) “Setelah meninggalkan mengambil apa yang tidak diberikan, ia menghindari mengambil apa yang tidak diberikan. Ia tidak mencuri kekayaan dan harta orang lain di desa atau di dalam hutan.

(3) “Setelah meninggalkan hubungan seksual yang salah, ia menghindari hubungan seksual yang salah. Ia tidak melakukan hubungan seksual dengan perempuan-perempuan yang dilindungi oleh ibu mereka, ayah mereka, ibu dan ayah, saudara, saudari, atau kerabat mereka; yang dilindungi oleh Dhamma mereka; yang memiliki suami; yang pelanggarannya menuntut adanya hukuman; atau bahkan dengan seorang yang telah bertunangan.

“Dengan cara inilah terjadinya tiga keberhasilan kamma jasmani, yang muncul dari kehendak bermanfaat, yang memiliki hasil dan akibat yang menyenangkan.

“Dan bagaimanakah, para bhikkhu, terjadinya empat keberhasilan kamma ucapan, yang muncul dari kehendak bermanfaat, yang memiliki hasil dan akibat yang menyenangkan?

(4) “Di sini, setelah meninggalkan kebohongan, seseorang menghindari kebohongan. Jika ia dipanggil untuk menghadap suatu dewan, menghadap suatu kumpulan, menghadap sanak saudaranya, menghadap serikat kerja, atau menghadap persidangan, dan ditanyai sebagai saksi sebagai berikut: ‘Jadi, tuan, katakanlah apa yang engkau ketahui,’ kemudian, tidak mengetahui, ia mengatakan, ‘aku tidak tahu.’ Atau mengetahui, ia mengatakan, ‘aku tahu’; tidak melihat, ia mengatakan, ‘aku tidak melihat,’ atau melihat, ia mengatakan, ‘aku melihat.’ Demikianlah ia tidak dengan sadar mengucapkan kebohongan demi dirinya sendiri, atau demi orang lain, atau demi hal-hal duniawi yang remeh lainnya.

(5) “Setelah meninggalkan ucapan memecah-belah, ia menghindari ucapan memecah-belah. Setelah medengar sesuatu di sini, ia tidak mengulanginya di tempat lain untuk memecah-belah [orang-orang itu] dari orang-orang ini; atau setelah mendengar sesuatu di tempat lain, ia tidak mengulanginya kepada orang-orang ini untuk memecah-belah [mereka] dari orang-orang itu. Demikianlah ia adalah seorang yang menyatukan mereka yang terpecah-belah, [296] seorang penganjur persatuan, yang menikmati kerukunan, bergembira dalam kerukunan, bersenang dalam kerukunan, seorang pengucap kata-kata yang memajukan kerukunan.

(6) “Setelah meninggalkan ucapan kasar; ia menghindari ucapan kasar; ia mengucapkan kata-kata yang lembut, menyenangkan di telinga, memikat, kata-kata yang masuk ke dalam hati, kata-kata yang sopan yang disukai banyak orang dan menyenangkan banyak orang.

(7) “Setelah meninggalkan gosip, ia menghindari gosip; ia berbicara pada saat yang tepat, mengatakan apa yang sesuai fakta, mengatakan apa yang bermanfaat, berbicara tentang Dhamma dan disiplin; pada waktu yang tepat ia mengucapkan kata-kata yang layak dicatat, logis, singkat, dan bermanfaat.

“Dengan cara inilah terjadinya empat keberhasilan kamma ucapan, yang muncul dari kehendak bermanfaat, yang memiliki hasil dan akibat yang menyenangkan.

“Dan bagaimanakah, para bhikkhu, terjadinya tiga keberhasilan kamma pikiran, yang muncul dari kehendak bermanfaat, yang memiliki hasil dan akibat yang menyenangkan?

(8 ) “Di sini, seseorang tanpa kerinduan. Ia tidak merindukan kekayaan dan harta orang lain sebagai berikut: ‘Oh, semoga apa yang dimiliki orang lain menjadi milikku!’

(9) “Ia berniat baik dan kehendaknya bebas dari  kebencian sebagai berikut: ‘Semoga makhluk-makhluk ini hidup berbahagia, bebas dari permusuhan, kesengsaraan, dan kecemasan!’

(10) “Ia menganut pandangan benar dan memiliki perspektif benar sebagai berikut: ‘Ada yang diberikan, ada yang dikorbankan, ada yang dipersembahkan; ada buah atau akibat dari perbuatan baik dan buruk; ada dunia ini; ada dunia lain; ada ibu, ada ayah; ada makhluk-makhluk yang terlahir kembali secara spontan; ada di dunia ini para petapa dan brahmana yang berperilaku baik dan praktik yang benar yang, setelah merealisasikan dunia ini dan dunia lain untuk diri mereka sendiri dengan pengetahuan langsung, kemudian mengajarkannya kepada orang lain.’

“Dengan cara inilah terjadinya tiga keberhasilan kamma pikiran, yang muncul dari kehendak bermanfaat, yang memiliki hasil dan akibat yang menyenangkan.

“Adalah, para bhikkhu, karena tiga keberhasilan kamma jasmani, yang muncul dari kehendak bermanfaat, maka dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, makhluk-makhluk terlahir kembali di alam tujuan kelahiran yang baik, di alam surga; atau adalah karena empat keberhasilan kamma ucapan, yang muncul dari kehendak bermanfaat, maka dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, makhluk-makhluk terlahir kembali di alam tujuan kelahiran yang baik, di alam surga; atau adalah karena tiga keberhasilan kamma pikiran, yang muncul dari kehendak bermanfaat, maka dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, makhluk-makhluk terlahir kembali di alam tujuan kelahiran yang baik, di alam surga. Seperti halnya dadu, ketika dilemparkan ke atas, akan diam dengan kokoh di mana pun dadu itu jatuh, Demikian pula, adalah karena tiga keberhasilan kamma jasmani … [297] … atau adalah karena empat keberhasilan kamma ucapan … atau adalah karena tiga keberhasilan kamma pikiran, yang muncul dari kehendak bermanfaat, maka dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, makhluk-makhluk terlahir kembali di alam tujuan kelahiran yang baik, di alam surga.

“Para bhikkhu, Aku tidak mengatakan bahwa ada penghentian kamma kehendak yang telah dilakukan dan dikumpulkan selama ia belum mengalami [akibatnya], dan itu mungkin terjadi dalam kehidupan ini, atau dalam kelahiran kembali [berikutnya], atau dalam beberapa kesempatan berikutnya. Tetapi Aku tidak mengatakan bahwa ada mengakhiri penderitaan selama seseorang belum mengalami [akibat dari] kamma kehendak yang telah dilakukan dan dikumpulkan.

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku SEPULUH
« Reply #42 on: 07 October 2013, 07:55:28 PM »
218 (8 ) Kehendak (2) <2184>

“Para bhikkhu, Aku tidak mengatakan bahwa ada penghentian kamma kehendak yang telah dilakukan dan dikumpulkan selama ia belum mengalami [akibatnya], dan itu mungkin terjadi dalam kehidupan ini, atau dalam kelahiran kembali [berikutnya], atau dalam beberapa kesempatan berikutnya. Tetapi Aku tidak mengatakan bahwa ada mengakhiri penderitaan selama seseorang belum mengalami [akibat dari] kamma kehendak yang telah dilakukan dan dikumpulkan.

“Sehubungan dengan hal ini, para bhikkhu, ada tiga kerusakan dan kegagalan kamma jasmani, yang muncul dari kehendak tidak bermanfaat, yang memiliki hasil dan akibat yang menyakitkan; empat kerusakan dan kegagalan kamma ucapan, yang muncul dari kehendak tidak bermanfaat, yang memiliki hasil dan akibat yang menyakitkan; dan tiga kerusakan dan kegagalan kamma pikiran, yang muncul dari kehendak tidak bermanfaat, yang memiliki hasil dan akibat yang menyakitkan.

(1)-(10) “Dan bagaimanakah, para bhikkhu, terjadinya tiga kerusakan dan kegagalan kamma jasmani … empat kerusakan dan kegagalan kamma ucapan … [298] … tiga kerusakan dan kegagalan kamma pikiran? … [seluruhnya seperti pada 10:217] … yang memiliki hasil dan akibat yang menyakitkan.

“Adalah, para bhikkhu, karena tiga kerusakan dan kegagalan kamma jasmani, yang muncul dari kehendak tidak bermanfaat … atau adalah karena empat kerusakan dan kegagalan kamma ucapan, yang muncul dari kehendak tidak bermanfaat … atau adalah karena tiga kerusakan dan kegagalan kamma pikiran, yang muncul dari kehendak tidak bermanfaat, maka dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, makhluk-makhluk terlahir kembali di alam sengsara, di alam tujuan kelahiran yang buruk, di alam rendah, di neraka.

“Para bhikkhu, Aku tidak mengatakan bahwa ada penghentian kamma kehendak yang telah dilakukan dan dikumpulkan selama ia belum mengalami [akibatnya], dan itu mungkin terjadi dalam kehidupan ini, atau dalam kelahiran kembali [berikutnya], atau dalam beberapa kesempatan berikutnya. Tetapi Aku tidak mengatakan bahwa ada mengakhiri penderitaan selama seseorang belum mengalami [akibat dari] kamma kehendak yang telah dilakukan dan dikumpulkan.

“Sehubungan dengan hal ini, para bhikkhu, ada tiga keberhasilan kamma jasmani, yang muncul dari kehendak bermanfaat, yang memiliki hasil dan akibat yang menyenangkan. Ada empat keberhasilan kamma ucapan, yang muncul dari kehendak bermanfaat, yang memiliki hasil dan akibat yang menyenangkan. Ada tiga keberhasilan kamma pikiran, yang muncul dari kehendak bermanfaat, yang memiliki hasil dan akibat yang menyenangkan.

(1)-(10) “Dan bagaimanakah, para bhikkhu, terjadinya tiga keberhasilan kamma jasmani … empat keberhasilan kamma ucapan … [299] … tiga keberhasilan kamma pikiran? … [seluruhnya seperti pada 10:217] … yang memiliki hasil dan akibat yang menyenangkan.

“Adalah, para bhikkhu, karena tiga keberhasilan kamma jasmani …  atau adalah karena empat keberhasilan kamma ucapan … atau adalah karena tiga keberhasilan kamma pikiran, yang muncul dari kehendak bermanfaat, maka dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, makhluk-makhluk terlahir kembali di alam tujuan kelahiran yang baik, di alam surga.

“Para bhikkhu, Aku tidak mengatakan bahwa ada penghentian kamma kehendak yang telah dilakukan dan dikumpulkan selama ia belum mengalami [akibatnya], dan itu mungkin terjadi dalam kehidupan ini, atau dalam kelahiran kembali [berikutnya], atau dalam beberapa kesempatan berikutnya. Tetapi Aku tidak mengatakan bahwa ada mengakhiri penderitaan selama seseorang belum mengalami [akibat dari] kamma kehendak yang telah dilakukan dan dikumpulkan.”

219 (9) Tubuh Yang Dilahirkan dari Perbuatan

“Para bhikkhu, Aku tidak mengatakan bahwa ada penghentian kamma kehendak yang telah dilakukan dan dikumpulkan selama ia belum mengalami [akibatnya], dan itu mungkin terjadi dalam kehidupan ini, atau dalam kelahiran kembali [berikutnya], atau dalam beberapa kesempatan berikutnya. Tetapi Aku tidak mengatakan bahwa ada mengakhiri penderitaan selama seseorang belum mengalami [akibat dari] kamma kehendak yang telah dilakukan dan dikumpulkan.<2185>

“Siswa mulia ini, para bhikkhu, yang hampa dari kerinduan, hampa dari niat buruk, tidak bingung, memahami dengan jernih, senantiasa penuh perhatian, berdiam dengan meliputi satu arah dengan pikiran yang dipenuhi dengan cinta kasih, demikian pula arah ke dua, arah ke tiga, dan arah ke empat. Demikian pula ke atas, ke bawah, ke sekeliling, dan ke segala penjuru, dan kepada semua makhluk seperti kepada diri sendiri, ia berdiam dengan meliputi seluruh dunia dengan pikiran yang dipenuhi dengan cinta kasih, luas, luhur, tidak terukur, tanpa permusuhan, tanpa niat buruk. Ia memahami sebagai berikut: ‘Sebelumnya, pikiranku terbatas dan tidak terkembang, tetapi sekarang pikiranku tidak terukur dan terkembang dengan baik. Tidak ada kamma yang dapat diukur yang masih ada atau menetap di sana.’<2186> [300]

“Bagaimana menurut kalian, para bhikkhu, jika seorang pemuda mengembangkan kebebasan pikiran melalui cinta-kasih sejak kanak-kanak, mungkinkah ia melakukan perbuatan buruk?”<2187>

“Tidak, Bhante.”

“Mungkinkah penderitaan mempengaruhinya jika ia tidak melakukan perbuatan buruk?”

“Tidak, Bhante. Karena dengan alasan apakah penderitaan dapat mempengaruhi seseorang yang tidak melakukan perbuatan buruk?”<2188>

“Seorang perempuan atau seorang laki-laki harus mengembangkan kebebasan pikiran melalui cinta-kasih ini. Seorang perempuan atau seorang laki-laki tidak dapat membawa tubuh ini bersama mereka ketika mereka pergi. Para makhluk tidak abadi memiliki pikiran sebagai inti mereka.<2189>

“[Siswa mulia itu] memahami: ‘Perbuatan buruk apa pun yang telah kulakukan di sini di masa lalu dengan tubuh yang dilahirkan dari perbuatan ini<2190> semuanya harus dialami di sini. Ini tidak akan mengikuti.’<2191> Ketika kebebasan pikiran melalui cinta-kasih telah dikembangkan dengan cara ini, maka ini mengarah pada ketidak-kembalian seorang bhikkhu bijaksana di sini<2192> yang tidak menembus kebebasan yang lebih jauh lagi.<2193>

“Siswa mulia ini, para bhikkhu, yang hampa dari kerinduan, hampa dari niat buruk, tidak bingung, memahami dengan jernih, senantiasa penuh perhatian, berdiam dengan meliputi satu arah dengan pikiran yang dipenuhi dengan belas kasihan … dengan pikiran yang dipenuhi dengan kegembiraan altruistik … dengan pikiran yang dipenuhi dengan keseimbangan, demikian pula arah ke dua, arah ke tiga, dan arah ke empat. Demikian pula ke atas, ke bawah, ke sekeliling, dan ke segala penjuru, dan kepada semua makhluk seperti kepada diri sendiri, ia berdiam dengan meliputi seluruh dunia dengan pikiran yang dipenuhi dengan keseimbangan, luas, luhur, tidak terukur, tanpa permusuhan, tanpa niat buruk. Ia memahami sebagai berikut: ‘Sebelumnya, pikiranku terbatas dan tidak terkembang, tetapi sekarang pikiranku tidak terukur dan terkembang dengan baik. Tidak ada kamma [301] yang dapat diukur yang masih ada atau menetap di sana.’

“Bagaimana menurut kalian, para bhikkhu, jika seorang pemuda mengembangkan kebebasan pikiran melalui keseimbangan sejak kanak-kanak, mungkinkah ia melakukan perbuatan buruk?”

“Tidak, Bhante.”

“Mungkinkah penderitaan mempengaruhinya jika ia tidak melakukan perbuatan buruk?”

“Tidak, Bhante. Karena dengan alasan apakah penderitaan dapat mempengaruhi seseorang yang tidak melakukan perbuatan buruk?”

“Seorang perempuan atau seorang laki-laki harus mengembangkan kebebasan pikiran melalui keseimbangan ini. Seorang perempuan atau seorang laki-laki tidak dapat membawa tubuh ini bersama mereka ketika mereka pergi. Para makhluk tidak abadi memiliki pikiran sebagai inti mereka.

“[Siswa mulia itu] memahami: ‘Perbuatan buruk apa pun yang telah kulakukan di sini di masa lalu dengan tubuh yang dilahirkan dari perbuatan ini semuanya harus dialami di sini. Ini tidak akan mengikuti.’ Ketika kebebasan pikiran melalui keseimbangan telah dikembangkan dengan cara ini, maka ini mengarah pada ketidak-kembalian seorang bhikkhu bijaksana di sini yang tidak menembus kebebasan yang lebih jauh lagi.”

220 (10) Perilaku Yang Bertentangan dengan Dhamma

Seorang brahmana tertentu mendatangi Sang Bhagavā dan saling bertukar sapa dengan Beliau. Ketika mereka telah saling bertukar sapa dan beramah-tamah, ia duduk di satu sisi dan berkata kepada Sang Bhagavā:

“Guru Gotama, mengepakah beberapa makhluk di sini, dengan hancurnya jasmani setelah kematian, terlahir kembali di alam sengsara, di alam tujuan kelahiran yang buruk, di alam rendah, di neraka.

“Adalah, brahmana, karena perilaku yang tidak baik, perilaku yang bertentangan dengan Dhamma, maka beberapa makhluk di sini, dengan hancurnya jasmani setelah kematian, terlahir kembali di alam sengsara, di alam tujuan kelahiran yang buruk, di alam rendah, di neraka.

“Guru Gotama, mengapakah beberapa makhluk di sini, [302] dengan hancurnya jasmani setelah kematian, terlahir kembali di alam tujuan kelahiran yang baik, di alam surga?”

“Adalah, brahmana, karena perilaku yang baik, perilaku yang selaras dengan Dhamma, maka beberapa makhluk di sini, dengan hancurnya jasmani setelah kematian, terlahir kembali di alam tujuan kelahiran yang baik, di alam surga.

“Aku tidak memahami secara terperinci makna dari pernyataan Guru Gotama yang Beliau ucapkan secara ringkas. Sudilah Guru Gotama mengajarkan Dhamma kepadaku sedemikian sehingga aku dapat memahami maknanya secara terperinci.”

“Kalau begitu, barhmana, dengarkan dan perhatikanlah dengan seksama. Aku akan berbicara.”

“Baik, Tuan,” brahmana itu menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

“Brahmana, perilaku yang tidak baik, perilaku yang bertentangan dengan Dhamma, ada tiga melalui jasmani, empat melalui ucapan, dan tiga melalui pikiran.

“Dan bagaimanakah, brahmana, perilaku tidak baik itu, perilaku yang bertentangan dengan Dhamma itu, ada tiga melalui jasmani? … [di sini dan di bawah, penjelasannya seperti pada 10:217] … Dengan cara inilah perilaku tidak baik itu, perilaku yang bertentangan dengan Dhamma itu, ada tiga melalui pikiran.

“Adalah, brahmana, karena perilaku yang tidak baik itu, perilaku yang bertentangan dengan Dhamma itu, maka beberapa makhluk di sini, dengan hancurnya jasmani setelah kematian, terlahir kembali di alam sengsara, di alam tujuan kelahiran yang buruk, di alam rendah, di neraka.

“Dan bagaimanakah, brahmana, perilaku yang baik itu, perilaku yang selaras dengan Dhamma itu, ada tiga melalui jasmani? … [303] … Dengan cara inilah perilaku baik itu, perilaku yang selaras dengan Dhamma itu, ada tiga melalui pikiran.

“Adalah, brahmana, karena perilaku yang baik, perilaku yang selaras dengan Dhamma, maka beberapa makhluk di sini, dengan hancurnya jasmani setelah kematian, terlahir kembali di alam tujuan kelahiran yang baik, di alam surga.”

“Bagus sekali, Guru Gotama! … Sudilah Sang Bhagavā menganggapku sebagai seorang umat awam yang telah berlindung sejak hari ini hingga seumur hidup.”

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku SEPULUH
« Reply #43 on: 07 October 2013, 07:55:50 PM »
II. KEMIRIPAN

221 (1)

“Para bhikkhu, dengan memiliki sepuluh kualitas, seseorang ditempatkan di neraka seolah-olah dibawa ke sana. Apakah sepuluh ini? (1) Ia membunuh, (2) mengambil apa yang tidak diberikan, (3) melakukan hubungan seksual yang salah, (4) berbohong, (5) mengucapkan kata-kata yang memecah-belah, (6) mengucapkan kata-kata kasar, (7) menikmati gosip, (8 ) penuh kerinduan, (9) memiliki pikiran berniat buruk, dan (10) menganut pandangan salah. Dengan memiliki kesepuluh kualitas ini, seseorang ditempatkan di neraka seolah-olah dibawa ke sana. [304]

“Dengan memiliki sepuluh kualitas, seseorang ditempatkan di surga seolah-olah dibawa ke sana. Apakah sepuluh ini? (1) Ia menghindari membunuh, (2) menghindari mengambil apa yang tidak diberikan, (3) menghindari melakukan hubungan seksual yang salah, (4) menghindari berbohong, (5) menghindari mengucapkan kata-kata yang memecah-belah, (6) menghindari mengucapkan kata-kata kasar, (7) menghindari gosip, (8 ) tanpa kerinduan, (9) memiliki pikiran berniat baik, dan (10) menganut pandangan benar. Dengan memiliki sepuluh kualitas ini, seseorang ditempatkan di surga seolah-olah dibawa ke sana.”

222 (2)

“Para bhikkhu, dengan memiliki dua puluh kualitas, seseorang ditempatkan di neraka seolah-olah dibawa ke sana. Apakah sepuluh ini? (1) Ia sendiri membunuh dan (2) mendorong orang lain untuk membunuh … (19) ia sendiri menganut pandangan salah dan (20) mendorong orang lain untuk berpandangan salah. Dengan memiliki  kedua puluh kualitas ini, seseorang ditempatkan di neraka seolah-olah dibawa ke sana.

“Para bhikkhu, dengan memiliki  dua puluh kualitas, seseorang ditempatkan di surga seolah-olah dibawa ke sana. Apakah sepuluh ini? (1) Ia sendiri menghindari membunuh dan (2) mendorong orang lain untuk menghindari membunuh … (19) ia sendiri menganut pandangan benar dan (20) mendorong orang lain untuk berpandangan benar. Dengan memiliki  kedua puluh kualitas ini, seseorang ditempatkan di surga seolah-olah dibawa ke sana.”

223 (3)

“Para bhikkhu, dengan memiliki tiga puluh kualitas, seseorang ditempatkan di neraka seolah-olah dibawa ke sana. Apakah sepuluh ini? (1) Ia sendiri membunuh, (2) mendorong orang lain untuk membunuh, dan (3) menyetujui pembunuhan … (28 ) ia menganut pandangan salah, (29) mendorong orang lain untuk berpandangan salah, dan (30) menyetujui pandangan salah. Dengan memiliki  ketiga puluh kualitas ini, seseorang ditempatkan di neraka seolah-olah dibawa ke sana.

“Para bhikkhu, dengan memiliki empat puluh kualitas, seseorang ditempatkan di surga seolah-olah dibawa ke sana. Apakah empat puluh ini? [306] (1) Ia sendiri menghindari membunuh, (2) mendorong orang lain untuk menghindari membunuh, dan (3) menyetujui tindakan menghindari pembunuhan … (28 ) ia sendiri menganut pandangan benar, (29) mendorong orang lain untuk berpandangan benar, (29, dan (30) menyetujui pandangan benar.  Dengan memiliki  ketiga puluh kualitas ini, seseorang ditempatkan di surga seolah-olah dibawa ke sana.”

224 (4)

“Para bhikkhu, dengan memiliki empat puluh kualitas, seseorang ditempatkan di neraka seolah-olah dibawa ke sana. Apakah empat puluh ini? (1) Ia sendiri membunuh, (2) mendorong orang lain untuk membunuh, (3) menyetujui pembunuhan, dan (4) memuji pembunuhan … (37) ia menganut pandangan salah, (38 ) mendorong orang lain untuk berpandangan salah, (39) menyetujui pandangan salah, dan (40) memuji pandangan salah. Dengan memiliki  keempat puluh kualitas ini, seseorang ditempatkan di neraka seolah-olah dibawa ke sana.

“Dengan memiliki empat puluh kualitas, seseorang ditempatkan di surga seolah-olah dibawa ke sana. Apakah empat puluh ini? (1) Ia sendiri menghindari membunuh, (2) mendorong orang lain untuk menghindari membunuh, (3) menyetujui menghindari pembunuhan, dan (4) memuji menghindari pembunuhan … (37) ia menganut pandangan benar, (38 ) mendorong orang lain untuk berpandangan benar, (39) menyetujui pandangan benar, dan (40) memuji pandangan benar. Dengan memiliki  keempat puluh kualitas ini, seseorang ditempatkan di surga seolah-olah dibawa ke sana.

225 (5)

“Para bhikkhu, dengan memiliki sepuluh puluh kualitas, seseorang mempertahankan dirinya dalam kondisi celaka dan terluka … menjaga dirinya dalam keadaan tidak celaka dan tidak terluka …”

226 (6)-228 (8 ) <2194>

“Para bhikkhu, dengan memiliki dua puluh puluh kualitas … tiga puluh kualitas … empat puluh kualitas, seseorang mempertahankan dirinya dalam kondisi celaka dan terluka … menjaga dirinya dalam keadaan tidak celaka dan tidak terluka …”

229 (9)

“Para bhikkhu, dengan memiliki sepuluh kualitas, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, seseorang di sini terlahir kembali di alam sengsara, di alam tujuan kelahiran yang buruk, di alam rendah, [309] di neraka … seseorang di sini terlahir kembali di alam tujuan kelahiran yang baik, di alam surga.”

230 (10)-232 (12)

“Para bhikkhu, dengan memiliki dua puluh puluh kualitas … tiga puluh kualitas … empat puluh kualitas, seseorang di sini terlahir kembali di alam sengsara, di alam tujuan kelahiran yang buruk, di alam rendah, di neraka … seseorang di sini terlahir kembali di alam tujuan kelahiran yang baik, di alam surga.”

233 (13)

“Para bhikkhu, dengan memiliki sepuluh kualitas, seseorang dapat dipahami sebagai seorang dungu … seseorang dapat dipahami sebagai seorang bijaksana.”

234 (14)-236 (16)

“Para bhikkhu, dengan memiliki dua puluh puluh kualitas … tiga puluh kualitas … empat puluh kualitas, , seseorang dapat dipahami sebagai seorang dungu … seseorang dapat dipahami sebagai seorang bijaksana.”

III. RANGKAIAN PENGULANGAN NAFSU DAN SETERUSNYA<2195>

237 (1) <2196>

“Para bhikkhu, demi pengetahuan langsung pada nafsu, sepuluh hal ini harus dikembangkan. Apakah sepuluh ini? Persepsi ketidak-menarikan, persepsi kematian, persepsi kejijikan pada makanan, persepsi ketidak-senangan pada seluruh dunia, persepsi ketidak-kekalan, persepsi penderitaan dalam apa yang tidak kekal, persepsi bukan-diri dalam apa yang merupakan penderitaan, persepsi meninggalkan, persepsi kebosanan, dan persepsi lenyapnya. Demi pengetahuan langsung pada nafsu, kesepuluh hal ini harus dikembangkan. [310]

238 (2)

“Para bhikkhu, demi pengetahuan langsung pada nafsu, sepuluh hal ini harus dikembangkan. Apakah sepuluh ini? Persepsi ketidak-kekalan, persepsi bukan-diri, persepsi kejijikan pada makanan, persepsi ketidak-senangan pada seluruh dunia, persepsi tulang-belulang, persepsi mayat yang dikerubuti belatung, persepsi mayat yang pucat kelabu, persepsi mayat bernanah, persepsi mayat tercabik, persepsi mayat membengkak. Demi pengetahuan langsung pada nafsu, kesepuluh hal ini harus dikembangkan.<2197>

240 (4)-266(30)

“Para bhikkhu, demi pemahaman penuh pada nafsu … demi kehancuran sepenuhnya … demi meninggalkan … demi hancurnya … demi hilangnya … demi peluruhan … demi lenyapnya … demi terhentinya …<2198> demi terlepasnya nafsu, maka kesepuluh hal ini harus dikembangkan.”

267 (31) – 746 (510)

“Para bhikkhu, demi pengetahuan langsung … demi pemahaman penuh … demi kehancuran total … demi meninggalkan … demi hancurnya … demi hilangnya … demi peluruhan … demi lenyapnya … demi terhentinya … demi terlepasnya kebencian … delusi … kemarahan … permusuhan … sikap merendahkan … sikap kurang ajar … iri … kekikiran … kecurangan … muslihat … kekeras-kepalaan … sifat berapi-api … keangkuhan … kesombongan … kemabukan … kelengahan … maka kesepuluh hal ini harus dikembangkan.”

Ini adalah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā. Dengan gembira, para bhikkhu itu bersenang dalam pernyataan Sang Bhagavā



Buku Kelompok Sepuluh selesai


Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku SEPULUH
« Reply #44 on: 07 October 2013, 07:56:43 PM »
Catatan Kaki


1964 > Iti kho, Ānanda, kusalāni sīlāni anupubbena aggāya parenti. Mp mengemas aggāya sebagai arahattathāya.

1965 > Dhammatā esā. Mp: “Ini adalah sifat dari segala sesuatu, urutan sebab-akibat” (dhammasabhāvo esa kāraṇaniyamo ayaṃ). Intinya, tentu saja, bukanlah bahwa seseorang tidak perlu berkehendak sama sekali, melainkan bahwa menegakkan masing-masing faktor sebelumnya berfungsi sebagai kondisi pendukung yang alami bagi tiap-tiap faktor berikutnya. Dengan demikian usaha yang diperlukan untuk membangkitkan faktor berikutnya jauh lebih kecil daripada yang diperlukan jika kondisi pendukungnya belum ditegakkan.

1966 > Iti kho, bhikkhave, dhammā dhamme abhisandenti, dhammā dhamme paripūrenti apārā pāraṃ gamanāyā. Mp: “Untuk pergi dari pantai sini ke pantai seberang: Untuk pergi dari ‘pantai sini’, lingkaran kehidupan dengan tiga alamnya, menuju ‘pantai seberang,’ nibbāna” (orimatīrabhūtā tebhūmakavaṭṭā nibbānapāraṃ gamanatthāya). Tampaknya inti dalam mengungkapkan hal ini dalam konteks dhammā, yang saya terjemahkan “tahap,” adalah untuk menunjukkan bahwa proses pengembangan ini berkembang sesuai prinsip-prinsip alami karena satu tahap mengondisikan munculnya tahap berikutnya sepanjang perjalanan dari awal sang jalan hingga puncaknya. Dengan demikian rangkaian ini merupakan sebuah versi “positif” dari kemunculan bergantungan. Kita mendapati versi positif ini dalam Upanisā Sutta (SN 12:23, II 29-32). Baca tulisan saya tentang sutta ini, Bodhi 1980.

1967 > Sebuah paralel yang diperluas dari 5:24, 6:50, 7:65, dan 8:81.

1968 > Mp: “Ia tidak akan mengambil tanah sebagai objek dan menyadarinya melalui persepsi ‘tanah’ yang telah muncul.” Tampaknya apa yang sedang dibantah di sini adalah jhāna yang berdasarkan pada kasiṇa tanah. Hal yang sama berlaku di bawah untuk tanah, api, dan udara. Ini ditegaskan oleh empat langkah berikutnya, yang menegasikan keempat landasan tanpa bentuk. Dengan kata lain, konsentrasi ini bukanlah jhāna yang berdasarkan pada kasiṇa atau pencapaian tanpa bentuk.

1969 > Mp mengidentifikasikan ini sebagai konsentrasi pencapaian buah (phalasamāpattisamādhi). Pencapaian ini bukanlah buah yang muncul beberapa momen segera setelah sang jalan, melainkan suatu keadaan meditatif khusus yang hanya dicapai oleh mereka yang telah mencapai satu dari keempat jalan dan buahnya masing-masing. Pencapaian ini, seperti ditunjukkan dalam sutta ini, tidak menggunakan objek meditasi duniawi dan terkondisi sebagai pendukungnya; pendukungnya adalah nibbāna yang tidak terkondisi. Komentar berpendapat bahwa pencapaian ini diperingkat dalam empat menurut keempat tingkat realisasi (dari memasuki-arus hingga Kearahattaan).

1970 > Bhavanirodho nibbānaṃ bhavanirodhaṃ nibbānaṃ. Mp memparafrasakannya sebagai berikut: “‘Pada saat itu, teman, aku sadar melalui persepsi pencapaian buah.’ Pengetahuan peninjauan kembali (paccavekkhaṇā) dibahas untuk menunjukkan bahwa pencapaian ini disertai dengan pikiran.” Dengan kata lain, karena ada persepsi, maka ini bukanlah “lenyapnya persepsi dan perasaan” (saññāvedayitanirodha).

1971 > Sebuah paralel yang diperluas berdasarkan pada 8:71. baca juga paralel sebagian pada 9:4.

1972 > Sebuah paralel yang diperluas berdasarkan pada 8:72.

1973 > Ini adalah Sepuluh campuran. Kelompok lima pertama terdapat dalam 5:53.

1974 > Sepuluh campuran lainnya lagi.

1975 > Sutta campuran dengan paralel-sebagian pada 5:205-6 dan 9:71-72.

1976 > Mungkin, seperti Be, kita seharusnya membaca susamucchinnā di sini. Tetapi saya mengikuti Ce dan Ee, yang hanya menuliskan samucchinā di sini, walaupun susamucchinnā di bawah.

1977 > Seperti pada 4:34. Rangkaian perumpamaan ini muncul pada SN 45:139-47, V 41-45, dengan perumpamaan kain dalam perumpamaan ke sepuluh.

1978 > Sebuah paralel yang diperluas dari 9:10.

1979 > Nāthaparaṇā dhammā. Mp: “Semua itu berfungsi sebagai pelindung bagi diri sendiri, yang berarti bahwa hal-hal itu bertindak sebagai pendukung” (attano sanāthabhāvakarā patiṭṭhākarā attho).

1980 > Mp tentang piyasamudāhāro: “Ia mendengarkan dengan seksama ketika orang lain sedang mengajar, dan ia sendiri berkeinginan untuk mengajar orang lain.” Saya memahami abhidhamme dan abhivinaye hanya dalam makna perujukan, seperti dijelaskan dalam catatan 1086. Akan tetapi, Mp membedakan antara dhamma sbagai Sutta Piṭaka dan abhidhamma sebagai tujuh kitab (dari Abhidhamma Piṭaka), dan vinaya sebagai dua Suttavibhanga dan abhivinaye sebagai Khandhaka dan Parivāra. Penjelasan ini mengasumsikan keberadaan teks yang kemungkinan besar baru disusun beberapa generasi setelah wafatnya Sang Buddha.

1981 > Teks menggunakan bentuk kata kerja masa lampau, masa sekarang, dan masa depan pada kata āvasati, “berdiam.”  Karena terjemahan literal akan menjadi janggal, maka saya telah menerjemahkan frasa ini sesuai maknanya.

1982 > Seperti pada 6:1

1983 > Dari sini dan seterusnya teks adalah paralel yang diperluas dari 6:64. baca 6:64 untuk catatan tentang kekuatan pertama, ke dua, dan ke tujuh di sini. Kesepuluh kekuatan Tathāgata juga terdapat pada MN 12.9-20, I 69-71 dan dianalisa secara terperinci pada Vibh 336-44 (Be §§809-31).

1984 > sabbatthagāminiṃ paṭipadaṃ yathābhūtaṃ ñāṇaṃ. Vibh 339 (Be §811) mengidentifikasikan ini sebagai pengetahuan Sang Buddha pada jalan-jalan yang menuju neraka, alam binatang, alam hantu, alam manusia, alam deva, dan nibbāna. Baca MN 12.37-43, I 74-77.

1985 > Anekadhātunānādhātulokaṃ yathābhūtaṃ ñāṇaṃ. Vibh 339 (Be §812) mendefinisikan ini sebagai pengetahuan Sang Buddha pada keberagaman kelompok-kelompok unsur kehidupan, landasan-landasan indria, dan elemen-elemen.

1986 > Suttānaṃ ñāṇādhimuttikataṃ yathābhūtaṃ ñāṇaṃ. Vibh 339 (§813) menjelaskan ini sebagai pengetahuan Sang Buddha atas makhluk-makhluk sebagai memiliki watak rendah atau tinggi, dan pemahaman Beliau atas begaimana mereka yang berwatak serupa dapat bertemu dan berkumpul.

1987 > Parasattānaṃ parapuggalānaṃ indriyaparopariyattaṃ yathābhūtaṃ ñāṇaṃ. Vibh 340-42 (§§814-27) menjelaskan ini sebagai pengetahuan Sang Buddha atas kondisi keberagaman kecondongan, kecenderungan tersembunyi, temperamen, watak, kecerdasan, indria, karakter, kemampuan penerimaan, dan potensi makhluk-makhluk. Istilah-istilah ini semuanya dijelaskan secara tetrperinci. Mp lebih ringkas, mendefinisikannya hanya sebagai pengetahuan Sang Buddha atas apakah indria (keyakinan, dan seterusnya) makhluk-makhluk bertambah atau berkurang.

1988 > Mp: “Hal-hal (ye te dhammā): pengetahuan sepuluh kekuatan, [atau] hal-hal yang berhubungan dengan pengetahuan kemaha-tahuan. Prinsip-prinsip doktrin (adhicuttipadānaṃ): prinsip-prinsip sebutan; ini berarti hal-hal seperti kelompok-kelompok unsur kehidupan, landasan-landasan indria, dan elemen-elemen, yang merupakan landasan bagi prinsip-prinsip ajaran.”

1989 > Etadānuttariyaṃ, Ānanda, ñāṇānaṃ yadidaṃ tattha tattha yathā bhūtañāṇaṃ. Mp: “Pengetahuan berbagai fenomena menurut sifat dasarnya; dengan ini Beliau menunjukkan pengetahuan kemaha-tahuan” (tesu tesu dhammesu yathāsabhāvaññāṇaṃ; iminā sabbaññutaññāṇaṃ dasseti).

1990 > Ce dan Ee membaca paññāya disvā disvā. Be tidak mengulang disvā, tetapi Mp (Be) tampaknya mendukung tulisan Ce dan Ee dengan kemasannya: sahavipassanāya maggapaññāya passitvā passitvā pahātabbā (“Harus ditinggalkan setelah berulang-ulang melihatnya dengan kebijaksanaan sang jalan bersama dengan kebijaksanaan pandangan terang”).

1991 > Pāpikā issā. Sulit untuk menjelaskan kata sifat pāpika, karena tidak ada contoh dalam teks untuk jenis iri yang baik.

1992 > Abhibhuyya iriyati, dikemas oleh Mp sebagai vattati.

1993 > Mp mengatakan bahwa klaim atas pengetahuan, pengembangan, dan atas pengetahuan dan pengembangan, dalam ketiga bagian, semuanya adalah klaim Kearahattaan.

1994 > Abhibhuyya tiṭṭhati. Ini tampaknya tidak berbeda dalam makna dengan abhibhuyya iriyati yang digunakan dalam sutta sebelumnya.

1995 > Kasiṇāyatanāni. Kasiṇa adalah lempengan yang mewakili elemen atau warna yang digunakan sebagai objek dalam meditasi samādhi. Misalnya, kasiṇa tanah adalah sebuah piringan yang diisi dengan tanah liat berwarna coklat kemerahan. Walaupun si meditator memulainya dengan piringan fisik, tetapi ketika ia dapat melihat kasiṇa dengan jelas melalui mata pikirannya, ia menyingkirkan piringan fisik itu and berfokus hanya pada gambaran pikiran. Ketika konsentrasi semakin mendalam, gambaran lain yang disebut “gambaran pendamping” (paṭibhāganimitta) muncul sebagai pengikat perhatian. Vism bab 4 dan 5 memberikan penjelasan terperinci tentang kasiṇa-kasiṇa. dalam sistem Vism, kasiṇa ruang (yang awalnya adalah landasan ruang tanpa batas) digantikan dengan kasiṇa ruang-terbatas, dan kasiṇa kesadaran diganti dengan kasiṇa cahaya.

1996 > “Tidak mendua” (advaya) di sini hanya merujuk pada presentasi objek dan bukan pada kesatuan ontologis yang mendasari. Mp menjelaskan: ‘Ini dikatakan karena satu [kasiṇa] tidak memerlukan kualitas dari yang lainnya. Seperti halnya, ketika seseorang masuk ke air, maka hanya ada air dan tidak ada hal lainnya di segala penjuru, demikian pula, kasiṇa tanah adalah hanya kasiṇa tanah. Tidak tercampur dengan kasiṇa lainnya. Metode yang sama berlaku untuk bagian lainnya.” Tentang appamāṇa, “tanpa batas,” Mp mengatakan: “Ini dinyatakan melalui melingkupi tanpa batas dari [objek] ini atau itu. Karena melingkupinya dengan pikiran, seseorang melingkupi secara menyeluruh; ia tidak menggenggam batasannya, dengan berpikir: ‘Ini adalah awalnya, ini adalah pertengahannya.’”

1997 > Pada 1:267 Kāḷi disebut “yang terunggul di antara mereka yang berkeyakinan dengan berdasarkan pada kabar angin.” Jelas ia tidak pernah bertemu Sang Buddha tetapi berdasarkan pada kepercayaannya pada Beliau menurut apa yang ia dengarkan dari orang lain.

1998 > SN 4:25, I 126,15-18. “Para perawan” adalah para putri Māra, yang mencoba menggoda Sang Buddha setelah pencerahan Beliau. Pertanyaan di sini khususnya berasal dari putri Taṇhā, “Ketagihan.”

1999 > Ce dan Ee: atthābhinibbattesuṃ. Be: attho ti abhinibbatesuṃ. Mp: “Mereka membangkitkannya, berpikir bahwa pencapaian kasiṇa tanah adalah yang tertinggi, menganggapnya sebagai tujuan tertinggi.”

2000 > Ce dan Ee ādimaddasa; Be assādamaddasa. Tulisan Ce dan Ee di sini tidak biasanya. Triad yang umum adalah kepuasan, bahaya, dan jalan membebaskan diri (assāda, ādinava, nissaraṇa) yang kita temukan di sini dalam Be. Paralel China SĀ 549 (T II 143a2-b17) memeriksa kedua alternatif. Walaupun SĀ 549 berbeda daalm beberapa aspek, daftar pandangan terang sehubungan dengan kasiṇa menuliskan: [Ia] melihat asal-mulanya, melihat bahayanya, melihat lenyapnya, melihat jalan menuju lenyapnya” (見其本。見患。見滅。見滅道跡。): karakter China 本 bersesuaian dengan Pāli ādi, bukan dengan assāda, dengan demikian mendukung Ce dan Ee berbeda dengan Be, yang mungkin telah menormalkan tulisan itu. Tulisan Ce dan Be dari Mp berbeda untuk kata yang sama.