//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: ANGUTTARA NIKAYA buku DELAPAN  (Read 8658 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
ANGUTTARA NIKAYA buku DELAPAN
« on: 12 August 2013, 10:32:04 PM »
[150] BUKU KELOMPOK DELAPAN

Terpujilah Sang Bhagavā, Sang Arahant,
Yang Tercerahkan Sempurna


Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku DELAPAN
« Reply #1 on: 12 August 2013, 10:32:42 PM »
LIMA PULUH PERTAMA


I. CINTA-KASIH

1 (1) Cinta-Kasih

Demikianlah yang kudengar. Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Di sana Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Para bhikkhu!”

“Yang Mulia!” para bhikkhu itu menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

“Para bhikkhu, ketika kebebasan pikiran melalui cinta kasih telah diusahakan, dikembangkan, dan dilatih, dijadikan kendaraan dan landasan, dijalankan, dikokohkan, dan dengan benar dilakukan, maka delapan manfaat menanti. Apakah delapan ini?

(1) “Seseorang tidur dengan lelap; (2) ia terjaga dengan bahagia; (3) ia tidak bermimpi buruk; (4) ia disukai oleh manusia-manusia; (5) ia disukai oleh makhluk-makhluk halus;<1615> (6) para dewata melindunginya; (7) api, racun, dan senjata tidak melukainya; dan (8 ) jika ia tidak menembus lebih jauh lagi, maka ia mengarah menuju alam brahmā.

“Ketika, para bhikkhu kebebasan pikiran melalui cinta kasih telah diusahakan, dikembangkan, dan dilatih, dijadikan kendaraan dan landasan, dijalankan, dikokohkan, dan dengan benar dilakukan, maka delapan manfaat menanti.”

   Bagi seseorang yang senantiasa penuh perhatian, mengembangkan
   Cinta kasih yang tanpa batas,
   Belenggu-belenggunya menipis ketika ia melihat
   Hancurnya perolehan-perolehan. [151]

   Jika, dengan pikiran yang bebas dari kebencian,
   Ia membangkitkan cinta terhadap hanya satu makhluk,
   Karena itu ia menjadi baik.
   Berbelas kasih dalam pikiran terhadap semua makhluk,<1616>
   Yang mulia menghasilkan jasa berlimpah.

   Para bangsawan bijaksana itu yang menaklukkan bumi
   Dengan banyak makhluknya
   Mengembara ke sekeliling melakukan pengorbanan:
   Pengorbanan kuda,<1617> pengorbanan orang,
   Sammāpāsa, vājapeyya, niraggaḷa.<1618>

   Semua ini tidak sebanding dengan seper enam belas bagian
   Dari pikiran cinta yang terkembang dengan baik,
   Seperti halnya sekumpulan bintang<1619> tidak dapat menandingi
   Seper enam belas bagian dari sinar rembulan.

   Ia yang tidak membunuh atau menyuruh untuk membunuh,
   Yang tidak menaklukkan atau menyuruh  untuk menaklukkan,
   Ia yang memiliki cinta-kasih terhadap semua makhluk<1620>
   Tidak memendam permusuhan terhadap siapa pun.

2 (2) Kebijaksanaan

“Para bhikkhu, ada delapan penyebab dan kondisi ini yang mengarah pada diperolehnya kebijaksanaan fundamental pada kehidupan spiritual<1621> jika belum diperoleh dan untuk meningkatkan, mematangkan, dan memenuhi melalui pengembangan jika sudah diperoleh. Apakah delapan ini?

(1) “Di sini, seorang bhikkhu hidup dengan bergantung pada Sang Guru atau seorang teman bhikkhu tertentu yang dalam posisi seorang guru, yang terhadapnya ia telah menegakkan rasa malu bermoral dan rasa takut bermoral yang mendalam, telah menegakkan kasih-sayang dan penghormatan. Ini adalah penyebab dan kondisi pertama yang mengarah pada diperolehnya kebijaksanaan fundamental pada kehidupan spiritual jika belum diperoleh dan untuk meningkatkan, mematangkan, dan memenuhi melalui pengembangan jika sudah diperoleh. [152]

(2) “Ketika ia sedang menetap dengan bergantung pada Sang Guru atau seorang teman bhikkhu tertentu yang dalam posisi seorang guru, yang terhadapnya ia telah menegakkan rasa malu bermoral dan rasa takut bermoral yang mendalam, telah menegakkan kasih-sayang dan penghormatan, ia dari waktu ke waktu menemui mereka dan bertanya: ‘Bagaimanakah ini, Bhante? Apakah makna dari ini?’ Para mulia itu mengungkapkan kepadanya apa yang belum diungkapkan, menjelaskan apa yang tidak jelas, dan menghalau kebingungan sehubungan dengan banyak hal-hal yang membingungkan. Ini adalah penyebab dan kondisi ke dua yang mengarah pada diperolehnya kebijaksanaan fundamental pada kehidupan spiritual …

(3) “Setelah mendengarkan Dhamma itu, ia melakukan dua jenis pengasingan: pengasingan dalam jasmani dan pengasingan dalam pikiran. Ini adalah penyebab dan kondisi ke tiga yang mengarah pada diperolehnya kebijaksanaan fundamental pada kehidupan spiritual …

(4) “Ia bermoral; ia berdiam dengan terkendali oleh Pātimokkha, memiliki perilaku dan tempat kunjungan yang baik, melihat bahaya dalam pelanggaran-pelanggaran kecil. Setelah menerima aturan-aturan latihan, ia berlatih di dalamnya. Ini adalah penyebab dan kondisi ke empat yang mengarah pada diperolehnya kebijaksanaan fundamental pada kehidupan spiritual …

(5) “Ia telah banyak belajar, mengingat apa yang telah ia pelajari, dan mengumpulkan apa yang telah ia pelajari. Ajaran-ajaran itu yang baik di awal, baik di tengah, dan baik di akhir, dengan kata-kata dan makna yang benar, yang mengungkapkan kehidupan spiritual yang lengkap dan murni sempurna – ajaran-ajaran demikian telah banyak ia pelajari, diingat, dilafalkan secara lisan, diselidiki dengan pikiran, dan ditembus dengan baik melalui pandangan. Ini adalah penyebab dan kondisi ke lima yang mengarah pada diperolehnya kebijaksanaan fundamental pada kehidupan spiritual … [153]

(6) “Ia telah membangkitkan kegigihan untuk meninggalkan kualitas-kualitas tidak bermanfaat dan mendapatkan kualitas-kualitas bermanfaat; ia kuat, teguh dalam usaha, tidak mengabaikan tugas melatih kualitas-kualitas bermanfaat. Ini adalah penyebab dan kondisi ke enam yang mengarah pada diperolehnya kebijaksanaan fundamental pada kehidupan spiritual …

(7) “Di tengah-tengah Saṅgha, ia tidak terlibat dalam obrolan tanpa tujuan dan tanpa arah. Apakah ia sendiri yang membicarakan Dhamma, atau ia meminta seseorang lainnya untuk melakukannya, atau ia berdiam dalam keheningan mulia.<1622> Ini adalah penyebab dan kondisi ke tujuh yang mengarah pada diperolehnya kebijaksanaan fundamental pada kehidupan spiritual …

(8 ) “Ia berdiam dengan merenungkan muncul dan lenyapnya dalam kelima kelompok unsur kehidupan yang tunduk pada kemelekatan: ‘Demikianlah bentuk, demikianlah asal-mulanya, demikianlah lenyapnya; demikianlah perasaan … demikianlah persepsi … demikianlah aktivitas-aktivitas berkehendak … demikianlah kesadaran, demikian asal-mulanya, demikianlah lenyapnya.’ Ini adalah penyebab dan kondisi ke delapan yang mengarah pada diperolehnya kebijaksanaan fundamental pada kehidupan spiritual jika belum diperoleh dan untuk meningkatkan, mematangkan, dan memenuhi melalui pengembangan jika sudah diperoleh.

(1) “Teman-temannya para bhikkhu menghargainya sebagai berikut: ‘Yang mulia ini hidup dengan bergantung pada Sang Guru atau seorang teman bhikkhu tertentu yang dalam posisi seorang guru, yang terhadapnya ia telah menegakkan rasa malu bermoral dan rasa takut bermoral yang mendalam, telah menegakkan kasih-sayang dan penghormatan. Yang mulia ini tentu mengetahui dan melihat.’ Kualitas ini mengarah pada kasih-sayang, penghormatan, penghargaan, kerukunan, dan persatuan.<1623>

(2) “‘Ketika yang mulia ini sedang menetap dengan bergantung pada Sang Guru atau seorang teman bhikkhu tertentu yang dalam posisi seorang guru … [154] … Para mulia itu … menghalau kebingungan sehubungan dengan banyak hal-hal yang membingungkan. Yang mulia ini tentu mengetahui dan melihat.’ Kualitas ini juga mengarah pada kasih-sayang, penghormatan, penghargaan, kerukunan, dan persatuan.

(3) “‘Setelah mendengarkan Dhamma itu, yang mulia ini melakukan dua jenis pengasingan: pengasingan dalam jasmani dan pengasingan dalam pikiran. Yang mulia ini tentu mengetahui dan melihat.’ Kualitas ini juga mengarah pada kasih-sayang, penghormatan, penghargaan, kerukunan, dan persatuan.

(4) “‘Yang mulia ini bermoral; ia berdiam dengan terkendali oleh Pātimokkha, memiliki perilaku dan tempat kunjungan yang baik, melihat bahaya dalam pelanggaran-pelanggaran kecil. Setelah menerima aturan-aturan latihan, ia berlatih di dalamnya. Yang mulia ini tentu mengetahui dan melihat.’ Kualitas ini juga mengarah pada kasih-sayang, penghormatan, penghargaan, kerukunan, dan persatuan.

(5) “‘Yang mulia ini telah banyak belajar … dan ditembus dengan baik melalui pandangan. Yang mulia ini tentu mengetahui dan melihat.’ Kualitas ini juga mengarah pada kasih-sayang, penghormatan, penghargaan, kerukunan, dan persatuan.

(6) “‘Yang mulia ini telah membangkitkan kegigihan untuk meninggalkan kualitas-kualitas tidak bermanfaat dan mendapatkan kualitas-kualitas bermanfaat; ia kuat, teguh dalam usaha, tidak mengabaikan tugas melatih kualitas-kualitas bermanfaat. Yang mulia ini tentu mengetahui dan melihat.’ Kualitas ini juga mengarah pada kasih-sayang, penghormatan, penghargaan, kerukunan, dan persatuan. [155]

(7) “Di tengah-tengah Saṅgha, yang mulia ini tidak terlibat dalam obrolan tanpa tujuan dan tanpa arah ... atau ia berdiam dalam keheningan mulia. Yang mulia ini tentu mengetahui dan melihat.’ Kualitas ini juga mengarah pada kasih-sayang, penghormatan, penghargaan, kerukunan, dan persatuan.

(8 ) “Yang mulia ini berdiam dengan merenungkan muncul dan lenyapnya dalam kelima kelompok unsur kehidupan yang tunduk pada kemelekatan … Yang mulia ini tentu mengetahui dan melihat.’ Kualitas ini juga mengarah pada kasih-sayang, penghormatan, penghargaan, kerukunan, dan persatuan.

“Ini, para bhikkhu, adalah delapan penyebab dan kondisi ini yang mengarah pada diperolehnya kebijaksanaan fundamental pada kehidupan spiritual jika belum diperoleh dan untuk meningkatkan, mematangkan, dan memenuhi melalui pengembangan jika sudah diperoleh.”

3 (3) Disenangi (1) <1624>

“Para bhikkhu, dengan memiliki delapan kualitas, seorang bhikkhu tidak disenangi dan tidak disukai oleh teman-temannya para bhikkhu dan juga tidak dihormati dan tidak dihargai oleh mereka. Apakah delapan ini? Di sini, (1) seorang bhikkhu memuji mereka yang tercela dan (2) mengkritik mereka yang menyenangkan; (3) ia menginginkan keuntungan dan (4) kehormatan; (5) ia secara moral tidak tahu malu dan (6) bermoral sembrono; (7) ia memiliki keinginan jahat dan (8 ) menganut pandangan salah. Dengan memiliki kedelapan kualitas ini, seorang bhikkhu tidak disenangi dan tidak disukai oleh teman-temannya para bhikkhu dan juga tidak dihormati dan tidak dihargai oleh mereka.

“Para bhikkhu, dengan memiliki delapan kualitas, seorang bhikkhu disenangi dan disukai oleh teman-temannya para bhikkhu dan juga dihormati dan dihargai oleh mereka. Apakah delapan ini? [156] Di sini, (1) seorang bhikkhu tidak memuji mereka yang tidak menyenangkan atau (2) mengkritik mereka yang menyenangkan; (3) ia tidak menginginkan keuntungan atau (4) kehormatan; (5) ia memiliki rasa malu bermoral dan (6) rasa takut bermoral; (7) ia memiliki sedikit keinginan dan (8 ) menganut pandangan benar. Dengan memiliki kedelapan kualitas ini, seorang bhikkhu disenangi dan disukai oleh teman-temannya para bhikkhu dan juga dihormati dan dihargai oleh mereka.”

4 (4) Menyenangkan (2)

“Para bhikkhu, dengan memiliki delapan kualitas, seorang bhikkhu tidak disenangi dan tidak disukai oleh teman-temannya para bhikkhu dan juga tidak dihormati dan tidak dihargai oleh mereka. Apakah delapan ini? Di sini, seorang bhikkhu (1) menginginkan keuntungan, (2) kehormatan, dan (3) reputasi; (4) ia tidak mengetahui waktu yang tepat dan (5) tidak mengetahui kecukupan; (6) ia tidak murni;<1625> (7) ia banyak berbicara; (8 ) ia menghina dan mencaci teman-temannya para bhikkhu. Dengan memiliki kedelapan kualitas ini, seorang bhikkhu tidak disenangi dan tidak disukai oleh teman-temannya para bhikkhu dan juga tidak dihormati dan tidak dihargai oleh mereka.

“Para bhikkhu, dengan memiliki delapan kualitas, seorang bhikkhu tidak disenangi dan tidak disukai oleh teman-temannya para bhikkhu dan juga tidak dihormati dan tidak dihargai oleh mereka. Apakah delapan ini? Di sini, seorang bhikkhu (1) tidak menginginkan keuntungan, (2) kehormatan, dan (3) reputasi; (4) ia mengetahui waktu yang tepat dan (5) mengetahui kecukupan; (6) ia murni; (7) ia tidak banyak berbicara; (8 ) ia tidak menghina dan tidak mencaci teman-temannya para bhikkhu. Dengan memiliki kedelapan kualitas ini, seorang bhikkhu disenangi dan disukai oleh teman-temannya para bhikkhu dan juga dihormati dan dihargai oleh mereka.

5 (5) Dunia (1)

“Para bhikkhu, delapan kondisi duniawi ini berputar di sekeliling dunia, dan dunia berputar di sekeliling delapan kondisi duniawi ini. Apakah delapan ini? [157] Untung dan rugi, kehinaan dan kemasyhuran, celaan dan pujian, dan kenikmatan dan kesakitan. Kedelapan kondisi duniawi ini berputar di sekeliling dunia, dan dunia berputar di sekeliling kedelapan kondisi duniawi ini.”

   Keuntungan dan kerugian, kehinaan dan kemasyhuran,
   Celaan dan pujian, kenikmatan dan kesakitan:
   Kondisi-kondisi ini yang ditemui oleh orang-orang
   Adalah tidak kekal, sementara, dan tunduk pada perubahan.

   Seorang yang bijaksana dan penuh perhatian mengetahui hal-hal ini
   Dan melihat bahwa hal-hal ini tunduk pada perubahan.
   Kondisi-kondisi yang disenangi tidak menggairahkan pikirannya
   Juga ia tidak mundur oleh kondisi-kondisi yang tidak disenangi.

   Ia telah menghalau ketertarikan dan penolakan;
   Hal-hal itu telah pergi dan tidak ada lagi.
   Setelah mengetahui keadaan yang tanpa debu dan tanpa dukacita,
   Ia dengan benar memahami dan telah melampaui penjelmaan.

6 (6) Dunia (2)

“Para bhikkhu, delapan kondisi duniawi ini berputar di sekeliling dunia, dan dunia berputar di sekeliling delapan kondisi duniawi ini. Apakah delapan ini? [157] Untung dan rugi, kehinaan dan kemasyhuran, celaan dan pujian, dan kenikmatan dan kesakitan. Kedelapan kondisi duniawi ini berputar di sekeliling dunia, dan dunia berputar di sekeliling kedelapan kondisi duniawi ini.”

“Para bhikkhu, seorang kaum duniawi yang tidak terpelajar mengalami untung dan rugi, kehinaan dan kemasyhuran, celaan dan pujian, dan kenikmatan dan kesakitan. Seorang siswa mulia yang terpelajar juga mengalami untung dan rugi, kehinaan dan kemasyhuran, celaan dan pujian, dan kenikmatan dan kesakitan. Apakah [158] kesenjangan, disparitas, perbedaan antara seorang siswa mulia yang terpelajar dan seorang kaum duniawi yang tidak terpelajar sehubungan dengan hal ini?”

“Bhante, ajaran kami berakar pada Sang Bhagavā, dituntun oleh Sang Bhagavā, dilindungi oleh Sang Bhagavā. Baik sekali jika Sang Bhagavā sudi menjelaskan makna dari pernyataan ini. Setelah mendengarnya dari Beliau, para bhikkhu akan mengingatnya.”

“Maka dengarkanlah, para bhikkhu, dan perhatikanlah dengan seksama. Aku akan berbicara.”

‘Baik, Bhante,” para bhikkhu itu menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

“(1) Para bhikkhu, ketika seorang kaum duniawi yang tidak terpelajar menemui keuntungan, ia tidak merefleksikan sebagai berikut:  “Keuntungan yang kualami ini adalah tidak kekal, penderitaan, dan tunduk pada perubahan.’ Ia tidak memahami sebagaimana adanya. (2) Ketika ia mengalami kerugian … (3) … kemasyhuran … (4) … kehinaan … (5) … celaan … (6) … pujian … (7) … kenikmatan … (8 ) … kesakitan, ia tidak merefleksikan sebagai berikut:  “Kesakitan yang kualami ini adalah tidak kekal, penderitaan, dan tunduk pada perubahan.’ Ia tidak memahami sebagaimana adanya.

“Keuntungan menguasai pikirannya, dan kerugian menguasai pikirannya. Kemasyhuran menguasai pikirannya, dan kehinaan mengusai pikirannya. Celaan menguasai pikirannya, dan pujian menguasai pikirannya. Kenikmatan menguasai pikirannya, dan kesakitan menguasai pikirannya. Ia tertarik pada keuntungan dan menolak kerugian. Ia tertarik pada kemasyhuran dan menolak kehinaan. Ia tertarik pada pujian dan menolak celaan. Ia tertarik pada kenikmatan dan menolak kesakitan. Demikianlah dengan terlibat dalam ketertarikan dan penolakan, ia tidak terbebas dari kelahiran, dari penuaan dan kematian, dari dukacita, ratapan, kesakitan, kesedihan, dan kesengsaraan; ia tidak terbebas dari penderitaan, Aku katakan.

“Tetapi, para bhikkhu, (1) ketika seorang siswa mulia yang terpelajar mengalami keuntungan, ia merefleksikan sebagai berikut:  “Keuntungan yang kualami ini adalah tidak kekal, penderitaan, dan tunduk pada perubahan.’ Demikianlah ia memahami sebagaimana adanya. (2) Ketika ia mengalami kerugian … (3) … kemasyhuran … (4) … [159] kehinaan … (5) … celaan … (6) … pujian … (7) … kenikmatan … (8 ) … kesakitan, ia merefleksikan sebagai berikut:  “Kesakitan yang kualami ini adalah tidak kekal, penderitaan, dan tunduk pada perubahan.’ Demikianlah ia memahami sebagaimana adanya.

“Keuntungan tidak menguasai pikirannya, dan kerugian tidak menguasai pikirannya. Kemasyhuran tidak menguasai pikirannya, dan kehinaan tidak mengusai pikirannya. Celaan tidak menguasai pikirannya, dan pujian tidak menguasai pikirannya. Kenikmatan tidak menguasai pikirannya, dan kesakitan tidak menguasai pikirannya. Ia tidak tertarik pada keuntungan dan tidak menolak kerugian. Ia tidak tertarik pada kemasyhuran dan tidak menolak kehinaan. Ia tidak tertarik pada pujian dan tidak menolak celaan. Ia tidak tertarik pada kenikmatan dan tidak menolak kesakitan. Demikianlah setelah meninggalkan ketertarikan dan penolakan, ia terbebas dari kelahiran, dari penuaan dan kematian, dari dukacita, ratapan, kesakitan, kesedihan, dan kesengsaraan; ia terbebas dari penderitaan, Aku katakan.

“Ini, para bhikkhu, adalah kesenjangan, disparitas, perbedaan antara seorang siswa mulia yang terpelajar dan seorang kaum duniawi yang tidak terpelajar.”

[Syairnya identik dengan syair pada b:5.] [160]

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku DELAPAN
« Reply #2 on: 12 August 2013, 10:33:10 PM »
7 (7) Kegagalan Devadatta

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Rājagaha di Gunung Puncak Nasar tidak lama setelah Devadatta pergi.<1626> Di sana Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu dengan merujuk pada Devadatta:

“Para bhikkhu, adalah baik bagi seorang bhikkhu untuk dari waktu ke waktu meninjau kembali kegagalannya sendiri. Adalah baik baginya untuk dari waktu ke waktu meninjau kembali kegagalan orang lain. Adalah baik baginya untuk dari waktu ke waktu meninjau kembali pencapaiannya sendiri. Adalah baik baginya untuk dari waktu ke waktu meninjau kembali pencapaian orang lain. Karena ia dikendalikan dan dikuasai oleh delapan kondisi buruk, Devadatta mengarah menuju alam sengsara, mengarah ke neraka, dan ia akan menetap di sana selama satu kappa, tidak dapat ditebus. Apakah delapan ini?

“(1) Karena ia dikendalikan dan dikuasai oleh keuntungan, Devadatta mengarah menuju alam sengsara, mengarah ke neraka, dan ia akan menetap di sana selama satu kappa, tidak dapat ditebus. (2) karena ia dikendalikan dan dikuasai oleh kerugian … (3) … oleh kemasyhuran … (4) … oleh kehinaan … (5) … oleh kehormatan … (6) … oleh ketiadaan kehormatan … (7) … oleh keinginan jahat … (8 ) … oleh pertemanan yang buruk, Devadatta mengarah menuju alam sengsara, mengarah ke neraka, dan ia akan menetap di sana selama satu kappa, tidak dapat ditebus. Karena ia dikendalikan dan dikuasai oleh kedelapan kondisi buruk ini, Devadatta mengarah menuju alam sengsara, mengarah ke neraka, dan ia akan menetap di sana selama satu kappa, tidak dapat ditebus.

“Adalah baik bagi seorang bhikkhu untuk mengatasi keuntungan kapan pun keuntungan itu muncul. Adalah baik baginya untuk mengatasi kerugian kapan pun kerugian itu muncul … mengatasi kemasyhuran … kehinaan … kehormatan [161] … ketiadaan kehormatan … keinginan jahat … pertemanan yang buruk kapan pun pertemanan buruk itu muncul.

“Dan karena alasan apakah seorang bhikkhu harus mengatasi keuntungan kapan pun keuntungan itu muncul? Karena alasan apakah seorang bhikkhu harus mengatasi kerugian … kemasyhuran … kehinaan ... Kehormatan … ketiadaan kehormatan …keinginan jahat … pertemanan yang buruk kapan pun pertemanan buruk itu muncul? Noda-noda, kesusahan dan demam, yang mungkin muncul pada seseorang yang belum mengatasi keuntungan yang telah muncul tidak muncul pada seorang yang telah mengatasinya. Noda-noda, kesusahan dan demam, yang mungkin muncul pada seseorang yang tidak mengatasi kerugian yang telah muncul … kemasyhuran yang telah muncul … kehinaan yang telah muncul …kehormatan yang telah muncul … ketiadaan kehormatan yang telah muncul … keinginan jahat yang telah muncul … pertemanan buruk yang telah muncul tidak muncul pada seorang yang telah mengatasinya. Karena alasan inilah maka seorang bhikkhu harus mengatasi keuntungan kapan pun keuntungan itu muncul. Ia harus mengatatasi kerugian … kemasyhuran … kehinaan ... Kehormatan … ketiadaan kehormatan …keinginan jahat … pertemanan yang buruk kapan pun pertemanan buruk itu muncul.

“Oleh karena itu, para bhikkhu, kalian harus berlatih sebagai berikut: ‘Kami akan mengatasi keuntungan kapan pun keuntungan itu muncul. Kami akan mengatasi kerugian … kemasyhuran … kehinaan … kehormatan … ketiadaan kehormatan … keinginan jahat … pertemanan buruk kapan pun perstemanan buruk itu muncul.’ Demikianlah kalian harus berlatih.” [162]

8 (8 ) Uttara tentang Kegagalan

Pada suatu ketika Yang Mulia Uttara sedang menetap di Mahisavatthu, di Dhavajālikā di Gunung Saṅkhyeyya. Di sana Yang Mulia Uttara berkata kepada para bhiikkhu …

“Teman-teman, adalah baik bagi seorang bhikkhu untuk dari waktu ke waktu meninjau kembali kegagalannya sendiri. Adalah baik baginya untuk dari waktu ke waktu meninjau kembali kegagalan orang lain. Adalah baik baginya untuk dari waktu ke waktu meninjau kembali pencapaiannya sendiri. Adalah baik baginya untuk dari waktu ke waktu meninjau kembali pencapaian orang lain.”

Pada saat itu Raja [Deva] Vessavaṇa sedang melakukan perjalanan dari utara menuju selatan untuk suatu urusan. Ia mendengar Yang Mulia Uttara di Mahisavatthu, di Dhavajālikā di Gunung Saṅkheyya, sedang mengajarkan Dhamma kepada para bhikkhu sebagai berikut: ‘Teman-teman, adalah baik bagi seorang bhikkhu untuk dari waktu ke waktu meninjau kembali kegagalannya sendiri … kegagalan orang lain ...  pencapaiannya sendiri ... pencapaian orang lain.’ Kemudian, secepat seorang kuat merentangkan lengannya yang tertekuk atau menekuk lengannya yang terentang, Vessavaṇa lenyap dari Gunung Saṅkheyya dan muncul kembali di antara para deva Tāvatiṃsa.

Ia menghadap Sakka, penguasa para deva, dan berkata kepadanya: “Tuan yang terhormat, engkau harus mengetahui bahwa Yang Mulia Uttara, di Mahisavatthu, [163] di Dhavajālikā di Gunung Saṅkheyya, telah mengajarkan Dhamma kepada para bhikkhu sebagai berikut: ‘Teman-teman, adalah baik bagi seorang bhikkhu untuk dari waktu ke waktu meninjau kembali kegagalannya sendiri … kegagalan orang lain ...  pencapaiannya sendiri ... pencapaian orang lain.’”

Kemudian, Kemudian, secepat seorang kuat merentangkan lengannya yang tertekuk atau menekuk lengannya yang terentang, Sakka lenyap dari antara para deva Tāvatiṃsaa dan muncul kembali di Mahisavatthu, di Dhavajālikā di Gunung Saṅkheyya, di hadapan Yang Mulia Uttara. Ia menghadap Yang Mulia Uttara, bersujud kepadanya, berdiri di satu sisi, dan berkata kepadanya:

“Benarkah, Bhante, seperti dikatakan, bahwa engkau telah mengajarkan Dhamma kepada para bhikkhu sebagai berikut: ‘Teman-teman, adalah baik bagi seorang bhikkhu untuk dari waktu ke waktu meninjau kembali kegagalannya sendiri … kegagalan orang lain ...  pencapaiannya sendiri ... pencapaian orang lain.’?”

“Benar, penguasa para deva.”

“Tetapi, Bhante, apakah ini adalah pemahamanmu sendiri, atau apakah ini adalah kata-kata Sang Bhagavā, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna?”

“Baiklah, penguasa para deva, aku akan memberikan sebuah perumpamaan kepadamu; bahkan dengan sebuah perumpamaan, seorang yang cerdas dapat memahami makna dari apa yang telah dikatakan. Misalkan tidak jauh dari sebuah desa terdapat tumpukan besar padi, dan sekumpulan besar orang-orang mengambil padi-padi tersebut dengan tongkat pikulan, keranjang, kantung pinggang, [164] dan dengan kedua tangan mereka. Jika seseorang mendatangi kumpulan orang-orang itu dan bertanya kepada mereka: ‘Dari manakah kalian mendapatkan padi-padi ini?’ Bagaimanakah mereka harus menjawab?”

“Bhante, orang-orang itu harus menjawab: ‘Kami mendapatkannya dari tumpukan besar padi itu.’”

“Demikian pula, penguasa para deva, Apa pun yang dikatakan dengan baik semuanya adalah kata-kata Sang Bhagavā, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna. Aku sendiri dan yang lainnya hanya menurunkan kata-kata baik kami dari Beliau.’<1627>

“Sungguh menakjubkan dan mengagumkan, Bhante, betapa baiknya engkau menyatakan hal ini: ‘Apa pun yang dikatakan dengan baik semuanya adalah kata-kata Sang Bhagavā, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna. Aku sendiri dan yang lainnya hanya menurunkan kata-kata baik kami dari Beliau.’

“Pada suatu ketika, Bhante Uttara, Sang Bhagavā sedang menetap di Rājagaha, di Gunung Puncak Nasar, tidak lama setelah Devadatta pergi. Di sana Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu dengan merujuk pada Devadatta: ‘Para bhikkhu, adalah baik bagi seorang bhikkhu untuk dari waktu ke waktu meninjau kembali kegagalannya sendiri … [di sini Sakka mengulangi keseluruhan khotbah 8:7, hingga:] [165-66] … Demikianlah, para bhikkhu, kalian harus berlatih.’<1628>

“Bhante Uttara, pembabaran Dhamma ini belum dikenal luas di antara empat kumpulan manusia: yaitu, di antara para bhikkhu, para bhikkhunī, umat awam laki-laki, dan umat awam perempuan.<1629> Bhante, pelajarilah pembabaran Dhamma ini, kuasailah pembabaran Dhamma ini, dan ingatlah pembabaran Dhamma ini. Pembabaran Dhamma ini adalah bermanfaat; pembabaran Dhamma ini berhubungan dengan dasar-dasar kehidupan spiritual.”

9 (9) Nanda

“Para bhikkhu, (1) seseorang yang berkata benar akan mengatakan tentang Nanda bahwa ia adalah seorang anggota keluarga, (2) bahwa ia kuat, (3) bahwa ia anggun, dan (4) bahwa ia sangat rentan pada nafsu.<1630> Bagaimana lagi Nanda dapat menjalani kehidupan spiritual yang lengkap dan murni jika (5) ia tidak menjaga pintu-pintu indrianya, (6) tidak menjalankan praktik makan secukupnya, (7) tidak bertekad pada keawasan, dan (8 ) tidak memiliki perhatian dan pemahaman jernih?

“Para bhikkhu, beginilah Nanda menjaga pintu-pintu indrianya: [167] Jika ia harus melihat ke arah timur, ia melakukannya setelah ia mempertimbangkan hal itu dan memahaminya dengan jernih sebagai berikut: ‘Ketika aku melihat ke arah timur, kondisi-kondisi buruk yang tidak bermanfaat berupa kerinduan dan kesedihan tidak akan mengalir masuk dalam diriku.’ Jika ia harus melihat ke arah barat … ke arah utara … ke arah selatan … ke atas … ke bawah … mengamati arah-arah di antaranya, ia melakukannya setelah ia mempertimbangkan hal itu dan memahaminya dengan jernih sebagai berikut: ‘Ketika aku melihat ke arah-arah di antaranya, kondisi-kondisi buruk yang tidak bermanfaat berupa kerinduan dan kesedihan tidak akan mengalir masuk dalam diriku.’ Ini adalah bagaimana Nanda menjaga pintu-pintu indrianya.

“Beginilah Nanda menjalankan praktik makan secukupnya: Di sini, setelah merefleksikan dengan seksama, Nanda mengkonsumsi makanan bukan untuk kesenangan juga bukan untuk kemabukan juga bukan demi kecanttikan fisik dan kemenarikan, melainkan hanya untuk mendukung pemeliharaan tubuh ini, untuk menghindari bahaya, dan untuk membantu kehidupan spiritual, dengan pertimbangan: ‘Dengan demikian aku akan menghentikan perasaan lama dan tidak membangkitkan perasaan baru, dan aku akan menjadi sehat dan tanpa cela dan berdiam dengan nyaman.’ Ini adalah bagaimana Nanda menjalankan praktik makan secukupnya.

“Beginilah Nanda bertekad pada keawasan: [168] selama siang hari, ketika berjalan mondar-mandir dan duduk, Nanda memurnikan pikirannya dari kualitas-kualitas yang menghalangi. Pada jaga pertama malam hari, ketika berjalan mondar-mandir dan duduk, ia memurnikan pikirannya dari kualitas-kualitas yang menghalangi. Pada jaga pertengahan malam hari, ia berbaring pada sisi kanan dalam postur singa dengan satu kaki di atas kaki lainnya, penuh perhatian dan memahami dengan jernih, setelah mencatat dalam pikirannya gagasan untuk terjaga. Setelah terjaga, pada jaga terakhir malam hari, ketika berjalan mondar-mandir dan duduk, seorang bhikkhu memurnikan pikirannya dari kualitas-kualitas yang menghalangi. Ini adalah bagaimana Nanda bertekad pada keawasan.

“Beginilah perhatian dan pemahaman jernih Nanda: Nanda mengetahui perasaan-perasaan ketika perasaan-perasaan itu muncul, ketika perasaan-perasaan itu berlangsung, ketika perasaan-perasaan itu lenyap; ia mengetahui persepsi-persepsi ketika persepsi-persepsi itu muncul, ketika persepsi-persepsi itu berlangsung, ketika persepsi-persepsi itu lenyap; ia mengetahui pikiran-pikiran ketika pikiran-pikiran itu muncul, ketika pikiran-pikiran itu berlangsung, ketika pikiran-pikiran itu lenyap.<1631> Ini adalah bagaimana perhatian dan pemahaman jernih Nanda.

“Bagaimana lagi, para bhikkhu, Nanda dapat menjalani kehidupan spiritual yang lengkap dan murni jika ia tidak menjaga pintu-pintu indrianya, jika ia tidak menjalankan praktik makan secukupnya, jika ia tidak bertekad pada keawasan, dan jila ia tidak memiliki perhatian dan pemahaman jernih?

10 (10) Sampah

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Campā di tepi Kolam Teratai Gaggārā. Pada saat itu para bhikkhu sedang mengecam seorang bhikkhu atas suatu pelanggaran. Ketika sedang dikecam, bhikkhu itu menjawab dengan cara mengelak, mengalihkan pembicaraan pada topik yang tidak berhubungan, dan memperlihatkan kemarahan, kebencian, dan kekesalan.<1632> Kemudian Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: [169] “Para bhikkhu, usir orang ini! Para bhikkhu, usir orang ini!<1633> Orang ini harus diusir. Mengapakan putra orang lain harus menjengkelkan kalian?<1634>

“Di sini, para bihkkhu, selama para bhikkhu tidak melihat pelanggarannya, seseorang tertentu memiliki gaya yang sama dalam hal (1) berjalan maju dan (2) berjalan kembali, (3) melihat ke depan dan (4) melihat ke samping, (5) membungkukkan badan dan (6) menegakkan bagian-bagian tubuhnya, dan (7) mengenakan jubah dan (8 ) membawa jubah luar dan mangkuknya seperti para bhikkhu baik lainnya.<1635> Akan tetapi, ketika ia melihat pelanggarannya, maka mereka mengenalinya sebagai kerusakan di antara para petapa, bagaikan sekam dan sampah di antara para petapa. Kemudian mereka mengusirnya. Karena alasan apakah? Agar ia tidak merusak para bhikkhu yang baik.

“Misalkan ketika sebuah lahan jali-jali sedang tumbuh, setangkai jali-jali yang rusak akan muncul yang hanya berupa sekam dan sampah di antara jali-jali lainnya. Selama buahnya belum muncul, akarnya akan tampak sama seperti [tanaman] lainnya, jali-jali yang baik; tangkainya akan tampak sama seperti [tanaman] lainnya, jali-jali yang baik; dedaunannya akan tampak sama seperti [tanaman] lainnya, jali-jali yang baik. Akan tetapi, ketika buahnya muncul, mereka mengenalinya sebagai jali-jali rusak, hanya sekam [170] dan sampah di antara jali-jali lainnya. Maka mereka mencabutnya di akarnya dan membuangnya keluar dari lahan jali-jali. Karena alasan apakah? Agar jali-jali rusak itu tidak merusak jali-jali yang baik.

“Demikian pula selama para bhikkhu tidak melihat pelanggarannya, seseorang tertentu di sini memiliki gaya yang sama dalam hal berjalan maju … dan membawa jubah luar dan mangkuknya seperti para bhikkhu baik lainnya. Akan tetapi, ketika mereka melihat pelanggarannya, mereka mengenalinya sebagai kerusakan di antara para petapa, hanya sekam dan sampah di antara para petapa. Maka mereka mengusirnya. Karena alasan apakah? Agar ia tidak merusak para bhikkhu yang baik.

“Misalkan ketika sebuah tumpukan besar padi sedang ditampi, padi-padi yang utuh dan berbiji membentuk suatu tumpukan di satu sisi, dan angin meniup padi-padi yang rusak dan sekam ke sisi lainnya. Kemudian si pemilik mengambil sapu dan menyapunya lebih jauh lagi. Karena alasan apakah? Agar padi-padi rusak dan sekam itu tidak merusak padi-padi yang baik.

“Demikian pula selama para bhikkhu tidak melihat pelanggarannya, seseorang tertentu di sini memiliki gaya yang sama dalam hal berjaan maju … dan membawa jubah luar dan mangkuknya seperti para bhikkhu baik lainnya. Akan tetapi, ketika mereka melihat pelanggarannya, mereka mengenalinya sebagai [171] kerusakan di antara para petapa, hanya sekam dan sampah di antara para petapa. Maka mereka mengusirnya. Karena alasan apakah? Agar ia tidak merusak para bhikkhu yang baik.

“Misalkan seseorang memerlukan sebuah saluran untuk sumur. Ia akan membawa kapak tajam dan pergi ke hutan. Ia akan memukul sejumlah pohon dengan bilah kapaknya.<1636> Ketika dipukul, pohon yang kokoh dan padat akan memberikan suara yang padat, tetapi pohon yang lapuk, rusak, dan membusuk di dalam akan memberikan suara yang kosong. Orang itu akan memotong pohon itu pada akarnya, memotong pucuknya, dan membersihkannya dengan seksama, dan menggunakannya sebagai saluran pada sumurnya.

“Demikian pula selama para bhikkhu tidak melihat pelanggarannya, seseorang tertentu di sini memiliki gaya yang sama dalam hal berjaan maju … dan membawa jubah luar dan mangkuknya seperti para bhikkhu baik lainnya. Akan tetapi, ketika mereka melihat pelanggarannya, mereka mengenalinya sebagai kerusakan di antara para petapa, hanya sekam dan sampah di antara para petapa. Maka mereka mengusirnya. Karena alasan apakah? Agar ia tidak merusak para bhikkhu yang baik. [172]

   Dengan hidup bersama dengannya, mengenalinya sebagai
   Seorang pemarah yang berkeinginan jahat;
   Seorang pencemar, keras kepala, dan kurang-ajr,
   Iri, kikir, dan menipu.

   Ia berbicara kepada orang-orang bagaikan seorang petapa,
   [berkata kepada mereka] dengan suara tenang,
   Tetapi diam-diam ia melakukan perbuatan jahat,
   Menganut pandangan sesat, dan tidak hormat.

   Walaupun ia penuh tipu daya, pengucap kebohongan;
   Kalian harus mengenalinya sebagaimana adanya ia sesungguhnya;
   Kemudian kalian seluruhnya harus berkumpul dalam kerukunan
   Dan dengan tegas mengusirnya.

   Tinggalkanlah sampah!
   Lenyapkan teman-teman yang rusak!
   Sapulah sekam, bukan-petapa
   Yang menganggap diri mereka sendiri adalah para petapa!

   Setelah mengusir mereka yang berkenginan jahat,
   Yang berperilaku dan memiliki tempat kunjungan yang buruk,
   Berdiam dalam kerukunan, senantiasa penuh perhatian,
   Yang murni dengan yang murni;
   Maka, dalam kerukunan, awas,
   Kalian akan mengakhiri penderitaan.

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku DELAPAN
« Reply #3 on: 12 August 2013, 10:34:07 PM »
II. BAB BESAR

11 (1) Verañja

Demikianlah yang kudengar. Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Verañja di bawah pohon neem Naḷeru.<1637> Kemudian Brahmana Verañja [173] mendatangi Sang Bhagavā dan saling bertukar sapa dengan Beliau. Ketika ia telah mengakhiri ramah-tamah ini, ia duduk di satu sisi dan berkata kepada Sang Bhagavā:

“Aku telah mendengar, Guru Gotama: ‘Petapa Gotama tidak menghormat para brahmana yang sepuh, tua, terbebani tahun demi tahun, berusia lanjut, sampai pada tahap akhir; Beliau juga tidak bangkit untuk mereka dan menawarkan tempat duduk kepada mereka.’ Hal ini memang benar, karena Guru Gotama tidak menghormat para brahmana yang sepuh, tua, terbebani tahun demi tahun, berusia lanjut, sampai pada tahap akhir; Beliau juga tidak bangkit untuk mereka dan menawarkan tempat duduk kepada mereka. Hal ini tidak selayaknya, Guru Gotama.”<1638>

“Brahmana, di dunia ini bersama dengan para deva, Māra, dan Brahmā, dalam populasi ini dengan para petapa dan brahmana, para deva dan manusia, Aku tidak melihat seorang yang padanya Aku harus memberi hormat, atau yang padanya Aku harus berdiri, atau yang padanya Aku harus menawarkan tempat duduk. Karena jika Sang Tathāgata memberi hormat kepada siapa pun, atau berdiri untuknya, atau menawarkan tempat duduk kepadanya, maka kepala orang itu akan pecah.”

(1)   “Guru Gotama tidak memiliki rasa.”<1639>

“Ada, Brahmana, satu cara yang dengannya seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama tidak memiliki rasa.’ Sang Tathāgata telah meninggalkan rasaNya pada bentuk-bentuk, suara-suara, bau-bauan, rasa-rasa kecapan, dan objek-objek sentuhan; Beliau telah memotongnya di akar, membuatnya seperti tunggul pohon palem, melenyapkannya sehingga tidak muncul lagi di masa depan. Adalah dengan cara ini seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama tidak memiliki rasa.’ Tetapi engkau tidak mengatakan sehubungan dengan ini.” [174]

(2) “Guru Gotama tidak ramah.”<1640>

“Ada, Brahmana, satu cara yang dengannya seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama tidak ramah.’ Sang Tathāgata telah meninggalkan keramahan pada bentuk-bentuk, suara-suara, bau-bauan, rasa-rasa kecapan, dan objek-objek sentuhan; Beliau telah memotongnya di akar, membuatnya seperti tunggul pohon palem, melenyapkannya sehingga tidak muncul lagi di masa depan. Adalah dengan cara ini seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama tidak ramah.’ Tetapi engkau tidak mengatakan sehubungan dengan ini.”

(3) “Guru Gotama adalah seorang penganut tidak-berbuat.”<1641>

“Ada, Brahmana, satu cara yang dengannya seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang penganut tidak-berbuat.’ Karena Aku mengajarkan tidak-berbuat buruk melalui jasmani, ucapan, dan pikiran; Aku mengajarkan tidak berbuat berbagai jenis perbuatan buruk yang tidak bermanfaat. Adalah dengan cara ini seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang penganut tidak-berbuat.’ Tetapi engkau tidak mengatakan sehubungan dengan ini.”

(4) “Guru Gotama adalah seorang nihilis.”<1642>

“Ada, Brahmana, satu cara yang dengannya seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang nihlis.’ Karena Aku mengajarkan pemusnahan nafsu, kebencian, dan delusi; Aku mengajarkan pemusnahan berbagai jenis kualitas buruk yang tidak bermanfaat. Adalah dengan cara ini seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang nihilis.’ Tetapi engkau tidak mengatakan sehubungan dengan ini.”

(5) “Guru Gotama adalah seorang penolak.”<1643>

“Ada, Brahmana, satu cara yang dengannya seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang penolak.’ Karena Aku menolak perbuatan buruk melalui jasmani, ucapan, dan pikiran; Aku menolak berbagai jenis kualitas buruk [175] yang tidak bermanfaat. Adalah dengan cara ini seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang penolak.’ Tetapi engkau tidak mengatakan sehubungan dengan ini.”

(6) “Guru Gotama adalah seorang pembasmi.”<1644>

“Ada, Brahmana, satu cara yang dengannya seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang pembasmi.’ Karena Aku mengajarkan Dhamma untuk membasmi nafsu, kebencian, dan delusi; Aku mengajarkan Dhamma untuk membasmi berbagai jenis kualitas buruk yang tidak bermanfaat. Adalah dengan cara ini seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang pembasmi.’ Tetapi engkau tidak mengatakan sehubungan dengan ini.”

(7) “Guru Gotama adalah seorang penyiksa.”<1645>

“Ada, Brahmana, satu cara yang dengannya seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang penyiksa.’ Karena Aku mengajarkan bahwa kualitas-kualitas buruk yang tidak bermanfaat – perbuatan buruk melalui jasmani, ucapan, dan pikiran – harus dibakar habis. Aku mengatakan bahwa seseorang adalah penyiksa ketika ia telah meninggalkan kualitas-kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang harus dibakar; ketika ia telah memotongnya di akar, membuatnya seperti tunggul pohon palem, melenyapkannya sehingga tidak muncul lagi di masa depan. Sang Tathāgata telah meninggalkan kualitas-kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang harus dibakar habis; Beliau telah memotongnya di akar, membuatnya seperti tunggul pohon palem, melenyapkannya sehingga tidak muncul lagi di masa depan. Adalah dengan cara ini seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang penyiksa.’ Tetapi engkau tidak mengatakan sehubungan dengan ini.”

(8 ) “Guru Gotama sedang pensiun.”<1646>

“Ada, Brahmana, satu cara yang dengannya seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama sedang pensiun’ Karena Aku mengatakan bahwa seseorang pensiun ketika ia telah meninggalkan produksi penjelmaan baru, tempat tidur rahim di masa depan; ketika ia telah memotongnya di akar, membuatnya seperti tunggul pohon palem, melenyapkannya sehingga [176] tidak muncul lagi di masa depan. Sang Tathāgata telah meninggalkan produksi penjelmaan baru, tempat tidur rahim di masa depan; Beliau telah memotongnya di akar, membuatnya seperti tunggul pohon palem, melenyapkannya sehingga tidak muncul lagi di masa depan. Adalah dengan cara ini seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang yang sedang pensiun.’ Tetapi engkau tidak mengatakan sehubungan dengan ini.”

“Misalkan, Brahmana, ada seekor ayam betina dengan delapan, sepuluh, atau dua belas butir telur yang ia tutupi, dierami, dan dipelihara dengan baik. Anak ayam pertama di antara anak-anak ayam itu menusuk cangkangnya dengan ujung cakar atau paruhnya dan dengan menetas dengan selamat, apakah ia disebut yang tertua atau yang termuda?”

“Ia disebut yang tertua, Guru Gotama. Demikianlah ia adalah yang tertua di antara anak-anak ayam itu.”

“Demikianlah pula, Brahmana, dalam populasi yang terbenam dalam ketidak-tahuan, menjadi seperti sebutir telur, sepenuhnya terbungkus,<1647> Aku telah menusuk cangkang ketidak-tahuan. Aku adalah satu-satunya orang di dunia ini yang telah tercerahkan hingga pencerahan sempurna yang tiada taranya. Maka aku adalah yang tertua, yang terbaik di dunia ini.

“KegigihanKu, Brahmana, telah dibangkitkan tanpa mengendur; perhatianku ditegakkan tanpa kekacauan; tubuhku tenang tanpa gangguan; pikiranku terkonsentrasi dan terpusat. Dengan terasing dari kenikmatan-kenikmatan indria, terasing dari kondisi-kondisi tidak bermanfaat, Aku masuk dan berdiam dalam jhāna pertama, dengan sukacita dan kenikmatan yang muncul dari keterasingan, yang disertai oleh pemikiran dan pemeriksaan. Dengan meredanya pemikiran dan pemeriksaan, Aku masuk dan berdiam dalam jhāna ke dua, yang memiliki ketenangan internal dan keterpusatan pikiran, dengan sukacita dan kenikmatan yang muncul dari konsentrasi, tanpa pemikiran dan pemeriksaan. [177] Dengan memudarnya sukacita, Aku berdiam seimbang dan, dengan penuh perhatian dan memahami dengan jernih, Aku mengalami kenikmatan pada jasmani; Aku masuk dan berdiam dalam jhāna ke tiga yang dinyatakan oleh para mulia: ‘Ia seimbang, penuh perhatian, seorang yang berdiam dengan bahagia.’ Dengan meninggalkan kenikmatan dan kesakitan, dan dengan pelenyapan sebelumnya atas kegembiraan dan kesedihan, Aku masuk dan berdiam dalam jhāna ke empat, yang bukan menyakitkan juga bukan menyenangkan, dengan pemurnian perhatian melalui keseimbangan.

“Ketika pikiranKu terkonsentrasi, murni, bersih, tanpa noda, bebas dari kekotoran, lentur, lunak, kokoh, dan mencapai ketanpa-gangguan, Aku mengarahkannya pada pengetahuan mengingat kehidupan lampau.<1648> Aku mengingat banyak kehidupan lampau, yaitu, satu kelahiran, dua kelahiran, tiga kelahiran, empat kelahiran, lima kelahiran, sepuluh kelahiran, dua puluh kelahiran, tiga puluh kelahiran, empat puluh kelahiran, lima puluh kelahiran, seratus kelahiran, seribu kelahiran, seratus ribu kelahiran, banyak kappa penghancuran dunia, banyak kappa pengembangan dunia, banyak kappa penghancuran dunia dan pengembangan dunia, sebagai berikut: “Di sana Aku bernama ini, dari suku ini, dengan penampilan begini, makananKu seperti ini, pengalaman kenikmatan dan kesakitanKu seperti ini, umur kehidupanKu selama ini; meninggal dunia dari sana, Aku terlahir kembali di tempat lain, dan di sana juga aku bernama itu, dari suku itu, dengan penampilan begitu, makananKu seperti itu, pengalaman kenikmatan dan kesakitanKu seperti itu, umur kehidupanKu selama itu; meninggal dunia dari sana, Aku terlahir kembali di sini.” Demikianlah Aku mengingat banyak kehidupan lampauKu dengan aspek-aspek dan rinciannya.

“Ini, Brahmana, adalah pengetahuan sejati pertama yang Kucapai pada jaga pertama malam itu. Ketidak-tahuan tersingkirkan, pengetahuan sejati telah muncul; kegelapan tersingkirkan, cahaya telah muncul, seperti yang terjadi pada seorang yang tekun, rajin, dan bersungguh-sungguh. Ini, Brahmana, adalah penerobosanKu yang pertama, seperti anak ayam yang keluar dari cangkangnya. [178]

“Ketika pikiranKu terkonsentrasi, murni, bersih, tanpa noda, bebas dari kekotoran, lentur, lunak, kokoh, dan mencapai ketanpa-gangguan, Aku mengarahkannya pada pengetahuan kematian dan kelahiran kembali makhluk-makhluk, hina dan mulia, cantik dan buruk rupa, kaya dan miskin, dan Aku memahami bagaimana makhluk-makhluk mengembara sesuai kamma mereka sebagai berikut: “Makhluk-makhluk ini yang terlibat dalam perbuatan buruk melalui jasmani, ucapan, dan pikiran, yang mencela para mulia, menganut pandangan salah, dan melakukan kamma yang berdasarkan pada pandangan salah, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, telah terlahir kembali di alam sengsara, di alam tujuan  yang buruk, di alam rendah, di neraka; tetapi makhluk-makhluk ini yang terlibat dalam perbuatan baik melalui jasmani, ucapan, dan pikiran, yang tidak mencela para mulia, yang menganut pandangan benar, dan melakukan kamma yang berdasarkan pada pandangan benar, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, telah terlahir kembali di alam tujuan  yang baik, di alam surga.’ Demikianlah dengan mata dewa, yang murni dan melampaui manusia, Aku melihat makhluk-makhluk meninggal dunia dan terlahir kembali, hina dan mulia, cantik dan buruk rupa, kaya dan miskin, dan Aku memahami bagaimana makhluk-makhluk mengembara sesuai kamma mereka.

“Ini, Brahmana, adalah pengetahuan sejati ke dua yang Kucapai pada jaga pertengahan malam itu. Ketidak-tahuan tersingkirkan, pengetahuan sejati telah muncul; kegelapan tersingkirkan, cahaya telah muncul, seperti yang terjadi pada seorang yang tekun, rajin, dan bersungguh-sungguh. Ini, Brahmana, adalah penerobosanKu yang ke dua, seperti anak ayam yang keluar dari cangkangnya.

“Ketika pikiranKu terkonsentrasi, murni, bersih, tanpa noda, bebas dari kekotoran, lentur, lunak, kokoh, dan mencapai ketanpa-gangguan, Aku mengarahkannya pada pengetahuan hancurnya noda-noda. Aku memahami sebagaimana adanya: ‘Ini adalah penderitaan.’ Aku memahami sebagaimana adanya: ‘Ini adalah asal-mula penderitaan.’ Aku memahami sebagaimana adanya: ‘Ini adalah lenyapnya penderitaan.’ Aku memahami sebagaimana adanya: ‘Ini adalah jalan menuju lenyapnya penderitaan.’ Aku memahami sebagaimana adanya: ‘Ini adalah noda-noda’. [179] Aku memahami sebagaimana adanya: ‘Ini adalah asal-mula noda-noda’. Aku memahami sebagaimana adanya: ‘Ini adalah lenyapnya noda-noda.’ Aku memahami sebagaimana adanya: ‘Ini adalah jalan menuju lenyapnya noda-noda.’

“Ketika Aku mengetahui dan melihat demikian, pikiranKu terbebas dari noda indriawi, dari noda penjelmaan, dan dari noda ketidak-tahuan.<1649> Ketika terbebaskan muncullah pengetahuan: ‘Terbebaskan.’ Aku secara langsung mengetahi ‘Kelahiran telah dihancurkan, kehidupan spiritual telah dijalani, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, tidak akan kembali pada kondisi makhluk apa pun.’

“Ini, Brahmana, adalah pengetahuan sejati ke tiga yang Kucapai pada jaga terakhir malam itu. Ketidak-tahuan tersingkirkan, pengetahuan sejati telah muncul; kegelapan tersingkirkan, cahaya telah muncul, seperti yang terjadi pada seorang yang tekun, rajin, dan bersungguh-sungguh. Ini, Brahmana, adalah penerobosanKu yang ke tiga, seperti anak ayam yang keluar dari cangkangnya.

Ketika hal ini dikatakan, Brahmana Verañja berkata kepada Sang Bhagavā: “Guru Gotama adalah yang tertua! Guru Gotama adalah yang terbaik! Bagus sekali, Guru Gotama! Bagus sekali, Guru Gotama! Guru Gotama telah menjelaskan Dhamma dalam berbagai cara, seolah-olah Beliau menegakkan apa yang terbalik, mengungkapkan apa yang tersembunyi, menunjukkan jalan kepada seseorang yang tersesat, atau memegang pelita di dalam kegelapan agar mereka yang berpenglihatan baik dapat melihat bentuk-bentuk. Sekarang aku berlindung pada Guru Gotama, pada Dhamma, dan pada Saṅgha para bhikkhu. Sudilah Guru Gotama meganggapku sebagai seorang umat awam yang telah berlindung mulai hari ini hingga seumur hidup.”


Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku DELAPAN
« Reply #4 on: 12 August 2013, 10:34:19 PM »
12 (2) Siha

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Vesālī di aula beratap lancip di Hutan Besar. Pada saat itu, sejumlah Licchavi terkenal telah berkumpul di aula pertemuan dan sedang duduk bersama membicarakan berbagai hal memuji Sang Buddha, Dhamma, dan Saṅgha. [180] Pada saat itu Jenderal Sīha, seorang siswa Nigaṇṭha, sedang duduk dalam pertemuan itu. Kemudian ia berpikir: “Tidak diragukan, Beliau pasti seorang Bhagavā, seorang Arahant, seorang Yang Tercerahkan Sempurna. Karena sejumlah Licchavi terkenal telah berkumpul di aula pertemuan dan sedang duduk bersama membicarakan berbagai hal memuji Sang Buddha, Dhamma, dan Saṅgha. Biarlah Aku pergi menemui Sang Bhagavā, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna itu.”

Kemudian Sīha mendatangi Nigaṇṭha Nātaputta dan berkata kepadanya: “Bhante, aku ingin pergi menemui Petapa Gotama.”

“Karena engkau adalah seorang penganut perbuatan-perbuatan, Sīha, mengapa menemui Petapa Gotama, seorang penganut tidak-berbuat? Karena Petapa Gotama adalah seorang penganut tidak-berbuat yang mengajarkan Dhamma demi tidak-berbuat dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya.”<1650>

Demikianlah tekad Sīha untuk menemui Sang Bhagavā mereda.

Untuk ke dua kalinya sejumlah Licchavi terkenal berkumpul di aula pertemuan dan sedang duduk bersama membicarakan berbagai hal memuji Sang Buddha, Dhamma, dan Saṅgha … [Semuanya sama seperti di atas, kecuali di sini dikatakan “untuk ke dua kalinya.”] [181] … Untuk ke dua kalinya, tekad Sīha untuk menemui Sang Bhagavā mereda.

Untuk ke tiga kalinya, sejumlah Licchavi terkenal telah berkumpul di aula pertemuan dan sedang duduk bersama membicarakan berbagai hal memuji Sang Buddha, Dhamma, dan Saṅgha. Kemudian Sīha berpikir: “Tidak diragukan, Beliau pasti seorang Bhagavā, seorang Arahant, seorang Yang Tercerahkan Sempurna. Karena sejumlah Licchavi terkenal telah berkumpul di aula pertemuan dan sedang duduk bersama membicarakan berbagai hal memuji Sang Buddha, Dhamma, dan Saṅgha. Apakah yang dapat dilakukan para Nigaṇṭha padaku apakah aku mendapatkan izin dari mereka atau tidak? Tanpa sebelumnya meminta izin dari para Nigaṇṭha, biarlah aku pergi menemui Sang Bhagavā, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna itu.”<1651>

Kemudian, bersama dengan lima ratus kereta, Jenderal Sīha  pergi dari Vesālī di tengah hari untuk menemui Sang Bhagavā. Ia mengendarai kereta sejauh jalan yang dapat dilalui kereta, dan kemudian ia turun dari kereta dan memasuki halaman vihara dengan berjalan kaki. Ia mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, duduk di satu sisi, dan berkata kepada Beliau:

“Aku telah mendengar, Bhante: ‘Petapa Gotama adalah seorang penganut tidak-berbuat [182] yang mengajarkan Dhamma demi tidak-berbuat dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya.’ Apakah mereka yang berkata demikian mengatakan apa yang telah dikatakan oleh Sang Bhagavā dan tidak salah menafsirkan Beliau dengan apa yang berlawanan dengan fakta? Apakah mereka menjelaskan sesuai Dhamma sehingga mereka tidak menimbulkan kritikan yang logis atau dasar bagi celaan?<1652> Karena kami tidak ingin salah menafsirkan Sang Bhagavā.”

(1) “Ada, Sīha, satu cara yang dengannya seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang penganut tidak-berbuat [182] yang mengajarkan DhammaNya demi tidak-berbuat dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya.’<1653>

(2) “Ada satu cara yang dengannya seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang penganut perbuatan-perbuatan yang mengajarkan DhammaNya demi perbuatan-perbuatan dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya.’

(3) “Ada satu cara yang dengannya seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang nihilis yang mengajarkan DhammaNya demi pemusnahan dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya.’

(4) “Ada satu cara yang dengannya seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang penolak yang mengajarkan DhammaNya demi penolakan dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya.’

(5) “Ada satu cara yang dengannya seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang pembasmi yang mengajarkan DhammaNya demi pembasmian dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya.’

(6) “Ada satu cara yang dengannya seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang penyiksa yang mengajarkan DhammaNya demi siksaan dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya.’

(7) “Ada satu cara yang dengannya seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang yang sedang pensiun yang mengajarkan DhammaNya demi pensiun dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya.’

(8 ) “Ada satu cara yang dengannya seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang penghibur<1654> yang mengajarkan DhammaNya demi penghiburan dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya.’

(1) “Dan dengan cara bagaimanakah, Sīha, seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang penganut tidak-berbuat [183] yang mengajarkan DhammaNya demi tidak-berbuat dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya’? Karena Aku mengajarkan tidak berbuat perbuatan-perbuatan buruk melalui jasmani, ucapan, dan pikiran; Aku mengajarkan tidak berbuat berbagai jenis perbuatan buruk yang tidak bermanfaat. Adalah dengan cara ini seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang penganut tidak-berbuat yang mengajarkan DhammaNya demi tidak-berbuat dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya.’

(2) “Dan dengan cara bagaimanakah seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang penganut perbuatan-perbuatan yang mengajarkan DhammaNya demi perbuatan-perbuatan dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya’? Karena Aku mengajarkan tidak berbuat perbuatan-perbuatan baik melalui jasmani, ucapan, dan pikiran; Aku mengajarkan untuk berbuat berbagai jenis perbuatan baik yang tidak bermanfaat. Adalah dengan cara ini seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang penganut perbuatan-perbuatan yang mengajarkan DhammaNya demi perbuatan-perbuatan dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya.’

(3) “Dan dengan cara bagaimanakah seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang nihilis yang mengajarkan DhammaNya demi pemusnahan dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya’? Karena Aku mengajarkan pemusnahan nafsu, kebencian, dan delusi; Aku mengajarkan pemusnahan berbagai jenis kualitas buruk yang tidak bermanfaat. Adalah dengan cara ini seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang nihilis yang mengajarkan DhammaNya demi pemusnahan dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya.’

(4) “Dan dengan cara bagaimanakah seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang penolak yang mengajarkan DhammaNya demi penolakan dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya’? Karena Aku menolak perbuatan buruk melalui jasmani, ucapan, dan pikiran; Aku menolak perolehan berbagai jenis kualitas buruk yang tidak bermanfaat. Adalah dengan cara ini seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang penolak.’

(5) “Dan dengan cara bagaimanakah seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Guru Gotama adalah seorang pembasmi yang mengajarkan DhammaNya demi pembasmian dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya’? Karena Aku mengajarkan Dhamma untuk membasmi nafsu, kebencian, dan delusi; [184] Aku mengajarkan Dhamma untuk membasmi berbagai jenis kualitas buruk yang tidak bermanfaat. Adalah dengan cara ini seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang pembasmi.’ Tetapi engkau tidak mengatakan sehubungan dengan ini.”

(6) “Dan dengan cara bagaimanakah seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Guru Gotama adalah seorang penyiksa yang mengajarkan DhammaNya demi siksaan dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya’? Karena Aku mengajarkan bahwa kualitas-kualitas buruk yang tidak bermanfaat – perbuatan buruk melalui jasmani, ucapan, dan pikiran – harus dibakar habis. Aku mengatakan bahwa seseorang adalah penyiksa ketika ia telah meninggalkan kualitas-kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang harus dibakar; ketika ia telah memotongnya di akar, membuatnya seperti tunggul pohon palem, melenyapkannya sehingga tidak muncul lagi di masa depan. Sang Tathāgata telah meninggalkan kualitas-kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang harus dibakar habis; Beliau telah memotongnya di akar, membuatnya seperti tunggul pohon palem, melenyapkannya sehingga tidak muncul lagi di masa depan. Adalah dengan cara ini seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang penyiksa yang mengajarkan DhammaNya demi siksaan dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya.’

(7) “Dan dengan cara bagaimanakah seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang yang sedang pensiun yang mengajarkan DhammaNya demi pensiun dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya’? Karena Aku mengatakan bahwa seseorang pensiun ketika ia telah meninggalkan produksi penjelmaan baru, tempat tidur rahim di masa depan; ketika ia telah memotongnya di akar, membuatnya seperti tunggul pohon palem, melenyapkannya sehingga tidak muncul lagi di masa depan. Sang Tathāgata telah meninggalkan produksi penjelmaan baru, tempat tidur rahim di masa depan; Beliau telah memotongnya di akar, membuatnya seperti tunggul pohon palem, melenyapkannya sehingga tidak muncul lagi di masa depan. Adalah dengan cara ini seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang yang sedang pensiun yang mengajarkan DhammaNya demi pensiun dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya.’

(8 ) “Dan dengan cara bagaimanakah seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang penghibur yang mengajarkan DhammaNya demi penghiburan dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya’? karena Aku [185] adalah seorang penghibur dengan penghiburan tertinggi; Aku mengajarkan Dhamma demi penghiburan dan dengan itu Aku membimbing para siswaKu. Adalah dengan cara ini seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: Petapa Gotama adalah seorang penghibur yang mengajarkan DhammaNya demi penghiburan dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya’”<1655>

Ketika hal ini dikatakan, Jenderal Sīha  berkata kepada Sang Bhagavā: “Bagus sekali, Bhante! Bagus sekali, Bhante! … Sudilah Sang Bhagavā menerimaku sebagai seorang umat awam yang telah menerima perlindungan sejak hari ini hingga seumur hidup.”

“Selidikilah, Sīha! Baik sekali bagi seorang terkenal sepertimu untuk melakukan penyelidikan.”<1656>

“Bhante, aku bahkan menjadi lebih puas dan gembira dengan Bhante memberitahuku: ‘Selidikilah, Sīha! Baik sekali bagi seorang terkenal sepertimu untuk melakukan penyelidikan.’ Karena jika para anggota sekte lain mendapatkan aku sebagai siswa mereka, maka mereka akan membawa bendera ke seluruh Vesālī mengumumkan: ‘Jenderal Sīha telah menjadi siswa kami.’ Tetapi sebaliknya Sang Bhagavā memberitahuku: ‘Selidikilah, Sīha! Baik sekali bagi seorang terkenal sepertimu untuk melakukan penyelidikan.’ Untuk ke dua kalinya, Bhante, Aku berlindung kepada Sang Bhagavā, kepada Dhamma, dan kepada Saṅgha para bhikkhu. Sudilah Sang Bhagavā menerimaku sebagai seorang umat awam yang telah menerima perlindungan sejak hari ini hingga seumur hidup.”

“Sīha, keluargamu sejak lama telah menjadi penyokong para Nigaṇṭha; karena itu engkau harus mempertimbangkan untuk tetap melanjutkan memberi dana kepada mereka ketika mereka mendatangimu.”

“Bhante, aku bahkan menjadi lebih puas dan gembira dengan Bhante memberitahuku: ‘Sīha, keluargamu sejak lama telah menjadi penyokong para Nigaṇṭha; karena itu engkau harus mempertimbangkan untuk tetap melanjutkan memberi dana kepada mereka ketika mereka mendatangimu.’ Karena aku telah mendengar: ‘Petapa Gotama mengatakan sebagai berikut: [186] “Dana harus diberikan hanya kepadaKu, bukan kepada orang lain; dana harus diberikan hanya kepada para siswaKu, bukan kepada para siswa orang lain. Hanya apa yang diberikan kepadaKu yang sangat berbuah, bukan apa yang diberikan kepada orang lain; hanya apa yang diberikan kepada para siswaKu yang sangat berbuah, bukan apa yang diberikan kepada para siswa orang lain.”’<1657> Namun Sang Bhagavā mendorongku untuk memberi kepada para Nigaṇṭha, juga. Kami akan mengetahui waktu yang tepat untuk ini. Maka untuk ke tiga kalinya, Bhante, Aku berlindung kepada Sang Bhagavā, kepada Dhamma, dan kepada Saṅgha para bhikkhu. Sudilah Sang Bhagavā menerimaku sebagai seorang umat awam yang telah menerima perlindungan sejak hari ini hingga seumur hidup.”

Kemudian Sang Bhagavā membabarkan khotbah bertingkat kepada Jenderal Sīha, yaitu, khotbah tentang berdana, perilaku bermoral, dan alam surga; Beliau mengungkapkan bahaya, keburukan, dan kekotoran dari kenikmatan indria dan manfaat dari pelepasan keduniawian. Ketika Sang Bhagavā mengetahui bahwa pikiran Sīha telah lentur, lunak, bebas dari rintangan, gembira, dan percaya, maka Beliau mengungkapkan ajaran Dhamma yang khas para Buddha: penderitaan, asal-mulanya, lenyapnya, dan sang jalan. Kemudian, bagaikan sehelai kain bersih yang bebas dari noda-noda gelap akan dengan mudah menerima warna celupan, demikian pula, selagi Jenderal Sīha  duduk di tempat duduk yang sama itu, muncullah padanya mata-Dhamma yang bebas dari debu dan tanpa noda: ‘Segala sesuatu yang tunduk pada kemunculan juga tunduk pada pelenyapan.’ Jenderal Sīha  menjadi seorang yang telah melihat Dhamma, mencapai Dhamma, memahami Dhamma, mengukur Dhamma, menyeberangi keragu-raguan, bebas dari kebingungan, mencapai kepercayaan-diri, dan menjadi tidak bergantung pada yang lain dalam ajaran Sang Guru. Kemudian ia berkata kepada Sang Bhagavā:

“Bhante, sudilah Sang Bhagavā [187] bersama dengan Saṅgha para bhikkhu menerima dana makanan dariku besok.”

Sang Bhagavā menerima dengan berdiam diri. Setelah memahami bahwa Sang Bhagavā telah menerima, Sīha bangkit dari duduknya, bersujud kepada Sang Bhagavā, mengelilingi Beliau dengan sisi kanannya menghadap Beliau, dan pergi. Kemudian Sīha berkata kepada seseorang: “Pergilah, engkau, temukan daging yang siap untuk dijual.”

Kemudian, ketika malam telah berlalu, Jenderal Sīha  ṃempersiapkan berbagai jenis makanan baik di kediamannya, setelah itu ia memberitahukan waktunya kepada Sang Bhagavā: “Sudah waktunya, Bhante, makanan telah siap.”

Kemudian, pada pagi harinya, Sang Bhagavā merapikan jubah, membawa mangkuk dan jubahNya, pergi ke kediaman Sīha bersama dengan Saṅgha para bhikkhu, dan duduk di tempat yang dipersiapkan untuk Beliau. Pada saat itu sejumlah Nigaṇṭha [pergi] dari jalan ke jalan dan dari lapangan ke lapangan di Vesālī, mengibaskan lengan mereka dan berseru: “Hari ini Jenderal Sīha  telah menyembelih seekor binatang gemuk untuk mempersiapkan makanan bagi Petapa Gotama! Petapa Gotama dengan sadar menggunakan makanan [yang diperoleh dari seekor binatang yang dibunuh] khusus untukNya, tindakan yang dilakukan karena Beliau.”

Kemudian seseorang mendatangi Jenderal Sīha  dan membisikkan ke telinganya: “Tuan, engkau harus tahu bahwa sejumlah Nigaṇṭha [pergi] dari jalan ke jalan dan dari lapangan ke lapangan di Vesālī, mengibaskan lengan mereka dan berseru: ‘Hari ini Jenderal Sīha  telah menyembelih seekor binatang gemuk untuk mempersiapkan makanan bagi Petapa Gotama! Petapa Gotama dengan sadar menggunakan makanan [yang diperoleh dari seekor binatang yang dibunuh] khusus untukNya, [188] tindakan yang dilakukan karena Beliau.’

“Cukup, teman. Sejak lama para mulia itu telah ingin mencemarkan reputasi Sang Buddha, Dhamma, dan Saṅgha. Mereka tidak akan pernah berhenti<1658> secara keliru menafsirkan Sang Bhagavā dengan apa yang tidak benar, tanpa dasar, yang salah, dan berlawanan dengan fakta, dan kami tidak akan pernah dengan sengaja membunuh makhluk hidup, bahkan demi hidup kami.”<1659>

Kemudian, dengan kedua tangannya, Jenderal Sīha  melayani Saṅgha para bhikkhu yang dipimpin oleh Sang Buddha dengan berbagai jenis makanan baik. Kemudian, ketika Sang Bhagavā telah selesai makan dan telah mengesampingkan mangkuknya, Sīha duduk di satu sisi. Kemudian Sang Bhagavā mengajarkan, mendorong, menginspirasi, dan menggembirakan Sīha dengan khotbah Dhamma, setelah itu Beliau bangkit dari duduknya dan pergi.

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku DELAPAN
« Reply #5 on: 12 August 2013, 10:35:16 PM »
13 (3) Berdarah Murni

“Para bhikkhu, dengan memiliki delapan faktor seekor kuda kerajaan yang baik yang berdarah murni adalah layak menjadi milik seorang raja, perlengkapan seorang raja, dan dianggap sebagai satu faktor kerajaan. Apakah delapan ini?

“Di sini, (1) seekor kuda kerajaan yang baik yang berdarah murni adalah berkelahiran baik dari kedua pihak, ibu dan ayah; ia dilahirkan di tempat mana pun kuda yang baik yang berdarah murni lainnya dilahirkan. (2) Ia dengan hormat memakan makanan apa pun yang diberikan kepadanya, apakah basah atau kering, tanpa menebarkannya kesana-sini. (3) Ia menolak untuk duduk atau berbaring di dekat kotoran tinja atau air kencing. (4) Ia lembut<1660> [189] dan ia menyenangkan untuk hidup bersama, dan ia tidak mengganggu kuda-kuda lainnya. (5) Ia mengungkapkan muslihatnya, kecerdikannya, siasatnya, dan akalnya sebagaimana adanya kepada pelatihnya agar pelatihnya dapat mengendalikannya. (6) Ia mengangkut beban, dengan tekad: ‘Apakah kuda-kuda lain mengangkut beban atau tidak, aku sendiri akan mengangkutnya.’ (7) Ketika berjalan, ia hanya berjalan di sepanjang jalan yang lurus. (8 ) ia kuat, dan ia menunjukkan kekuatannya hingga akhir hidupnya. Dengan memiliki kedelapan faktor ini seekor kuda kerajaan yang baik yang berdarah murni adalah layak menjadi milik seorang raja, perlengkapan seorang raja, dan dianggap sebagai satu faktor kerajaan.

“Demikian pula, para bhikkhu, dengan memiliki delapan kualitas, seorang bhikkhu adalah layak menerima pemberian … lahan jasa yang tiada taranya di dunia. Apakah delapan ini?

(1) “Di sini, seorang bhikkhu adalah bermoral; ia berdiam dengan terkendali oleh Pātimokkha, memiliki perilaku dan tempat kunjungan yang baik, melihat bahaya dalam pelanggaran kecil. Setelah menerima aturan-aturan latihan, ia berlatih di dalamnya. (2) Ia dengan hormat memakan makanan apa pun yang mereka berikan, apakah kasar atau baik, tanpa merasa terganggu. (3) Ia menolak perbuatan buruk melalui jasmani, ucapan, dan pikiran; ia menolak perolehan berbagai jenis kualitas buruk yang tidak bermanfaat. (4) ia lembut dan menyenangkan untuk hidup bersama, dan ia tidak mengganggu para bhikkhu lain. (5) Ia mengungkapkan muslihatnya, [190] kecerdikannya, siasatnya, dan akalnya sebagaimana adanya kepada Sang Guru atau teman-temannya para bhikkhu agar mereka dapat mengendalikannya. (6) Ia adalah seorang yang menjalani latihan, dengan bertekad: ‘Apakah para bhikkhu lainnya berlatih atau tidak, aku akan berlatih.’ (7) Ketika berjalan, ia hanya berjalan di sepanjang jalan yang lurus. Sehubungan dengan hal ini, jalan yang lurus adalah: pandangan benar … konsentrasi benar. (8 ) Ia telah membangkitkan kegigihan sebagai berikut: ‘Dengan rela, biarpun hanya kulit, urat, dan tulangku yang tersisa, dan biarpun daging dan darahku mengering dalam tubuhku, aku tidak akan mengendurkan kegigihanku selama aku belum mencapai apa yang dapat dicapai melalui kekuatan, kegigihan, dan usaha manusia.’<1661> Dengan memiliki delapan kualitas, seorang bhikkhu adalah layak menerima pemberian … lahan jasa yang tiada taranya di dunia.”

14 (4) Anak Kuda Liar

“Para bhikkhu, Aku akan mengajarkan kepada kalian tentang delapan jenis anak kuda liar dan delapan cacat seekor kuda, dan Aku akan mengajarkan kepada kalian tentang delapan jenis orang yang serupa dengan anak kuda liar dan delapan cacat seseorang. Dengarkan dan perhatikanlah, Aku akan berbicara.”

“Baik, Bhante,” para bhikkhu itu menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

“Dan apakah, para bhikkhu, delapan jenis anak kuda liar dan delapan cacat seekor kuda?

(1) “Di sini, ketika seekor anak kuda liar disuruh: ‘Maju!’ dan dengan dipacu dan didorong oleh pelatihnya, ia mundur [191] dan memutar kereta ke sekeliling di belakangnya.<1662> Ada jenis anak kuda liar demikian di sini. Ini adalah cacat pertama seekor kuda.

(2) “Kemudian, ketika seekor anak kuda liar disuruh: ‘Maju!’ dan dengan dipacu dan didorong oleh pelatihnya, ia melompat mundur dan [karenanya] merusak jeruji dan mematahkan tongkat tiga.<1663> Ada jenis anak kuda liar demikian di sini. Ini adalah cacat ke dua seekor kuda.

(3) “Kemudian, ketika seekor anak kuda liar disuruh: ‘Maju!’ dan dengan dipacu dan didorong oleh pelatihnya, ia melonggarkan pahanya dari tiang kereta dan ṃenabrak tiang kereta.<1664> Ada jenis anak kuda liar demikian di sini. Ini adalah cacat ke tiga seekor kuda.

(4) “Kemudian, ketika seekor anak kuda liar disuruh: ‘Maju!’ dan dengan dipacu dan didorong oleh pelatihnya, ia mengambil jalan yang salah dan menarik kereta itu keluar dari jalurnya. Ada jenis anak kuda liar demikian di sini. Ini adalah cacat ke empat seekor kuda.

(5) “Kemudian, ketika seekor anak kuda liar disuruh: ‘Maju!’ dan dengan dipacu dan didorong oleh pelatihnya, ia melompat dengan bagian depan tubuhnya dan mengaduk udara dengan kaki-kaki depannya. Ada jenis anak kuda liar demikian di sini. Ini adalah cacat ke lima seekor kuda.

(6) “Kemudian, ketika seekor anak kuda liar disuruh: ‘Maju!’ dan dengan dipacu dan didorong oleh pelatihnya, ia tidak mematuhi pelatihnya atau tongkat kendali<1665> melainkan menghancurkan kekang mulutnya dengan giginya [192] dan pergi ke manapun yang ia suka. Ada jenis anak kuda liar demikian di sini. Ini adalah cacat ke enam seekor kuda.

(7) “Kemudian, ketika seekor anak kuda liar disuruh: ‘Maju!’ dan dengan dipacu dan didorong oleh pelatihnya, ia tidak berjalan maju atau berbalik melainkan berdiri diam bagaikan sebuah tiang. Ada jenis anak kuda liar demikian di sini. Ini adalah cacat ke tujuh seekor kuda.

(8 ) “Kemudian, ketika seekor anak kuda liar disuruh: ‘Maju!’ dan dengan dipacu dan didorong oleh pelatihnya, ia melipat kaki depan dan kaki belakangnya dan duduk di sana di atas keempat kakinya. Ada jenis anak kuda liar demikian di sini. Ini adalah cacat ke delapan seekor kuda.

“Ini adalah kedelapan jenis anak kuda liar itu dan kedelapan cacat seekor kuda itu.

“Dan apakah, para bhikkhu, delapan jenis orang yang serupa dengan anak kuda liar dan delapan cacat seseorang?

(1) “Di sini, ketika para bhikkhu mengecam seorang bhikkhu atas suatu pelanggaran, ia berdalih dengan alasan tidak ingat, dengan mengatakan: ‘Aku tidak ingat [telah melakukan pelanggaran demikian].’ Aku katakan orang ini serupa dengan anak kuda liar yang, ketika disuruh: ‘Maju!’ dan ketika dipacu dan didorong oleh pelatihnya, ia mundur  dan memutar kereta ke sekeliling di belakangnya. Ada jenis orang demikian di sini yang serupa dengan seekor anak kuda liar. Ini adalah cacat pertama seseorang.

(2) “Kemudian, para bhikkhu mengecam seorang bhikkhu atas suatu pelanggaran, [193] ia balik memarahi si pengecam: ‘Hak apa yang engkau, seorang dungu yang tidak kompeten, miliki untuk berbicara? Apakah engkau benar-benar berpikir bahwa engkau boleh mengatakan sesuatu?’ Aku katakan orang ini serupa dengan anak kuda liar yang, ketika disuruh: ‘Maju!’ dan ketika dipacu dan didorong oleh pelatihnya, ia melompat mundur dan [karenanya] merusak jeruji dan mematahkan tongkat tiga. Ada jenis orang demikian di sini yang serupa dengan seekor anak kuda liar. Ini adalah cacat ke dua seseorang.

(3) “Kemudian, para bhikkhu mengecam seorang bhikkhu atas suatu pelanggaran, ia ṃembalikkan pelanggaran itu pada si pengecam, dengan mengatakan: ‘Engkau telah melakukan pelanggaran itu. Perbaikilah itu terlebih dulu.’ Aku katakan orang ini serupa dengan anak kuda liar yang, ketika disuruh: ‘Maju!’ dan ketika dipacu dan didorong oleh pelatihnya, ia melonggarkan pahanya dari tiang kereta dan ṃenabrak tiang kereta. Ada jenis orang demikian di sini yang serupa dengan seekor anak kuda liar. Ini adalah cacat ke tiga seseorang.

(4) “Kemudian, para bhikkhu mengecam seorang bhikkhu atas suatu pelanggaran, ia menjawab dengan cara mengelak, mengalihkan pembicaraan pada topik yang tidak berhubungan, dan memperlihatkan kemarahan, kebencian, dan kekesalan. Aku katakan orang ini serupa dengan anak kuda liar yang, ketika disuruh: ‘Maju!’ dan ketika dipacu dan didorong oleh pelatihnya, ia mengambil jalan yang salah dan menarik kereta itu keluar dari jalurnya. Ada jenis orang demikian di sini yang serupa dengan seekor anak kuda liar. Ini adalah cacat ke empat seseorang.

(5) “Kemudian, para bhikkhu mengecam seorang bhikkhu atas suatu pelanggaran, ia berbicara sambil melambai-lambaikan tangannya di tengah-tengah Saṅgha. Aku katakan orang ini serupa dengan [194] anak kuda liar yang, ketika disuruh: ‘Maju!’ dan ketika dipacu dan didorong oleh pelatihnya, ia melompat dengan bagian depan tubuhnya dan mengaduk udara dengan kaki-kaki depannya. Ada jenis orang demikian di sini yang serupa dengan seekor anak kuda liar. Ini adalah cacat ke lima seseorang.

(6) “Kemudian, para bhikkhu mengecam seorang bhikkhu atas suatu pelanggaran, ia tidak mematuhi Saṅgha atau pengecamnya melainkan pergi ke manapun yang ia suka sambil masih membawa pelanggarannya. Aku katakan orang ini serupa dengan anak kuda liar yang, ketika disuruh: ‘Maju!’ dan ketika dipacu dan didorong oleh pelatihnya, ia tidak mematuhi pelatihnya atau tongkat kendali melainkan menghancurkan kekang mulutnya dengan giginya dan pergi ke manapun yang ia suka. Ada jenis orang demikian di sini yang serupa dengan seekor anak kuda liar. Ini adalah cacat ke enam seseorang.

(7) “Kemudian, para bhikkhu mengecam seorang bhikkhu atas suatu pelanggaran, ia tidak mengatakan, ‘aku melakukan pelanggaran,’ ia juga tidak mengatakan, ‘aku tidak melakukan pelanggaran,’ melainkan ia menjengkelkan Saṅgha dengan berdiam diri. Aku katakan orang ini serupa dengan anak kuda liar yang, ketika disuruh: ‘Maju!’ dan ketika dipacu dan didorong oleh pelatihnya, ia tidak berjalan maju atau berbalik melainkan berdiri diam bagaikan sebuah tiang. Ada jenis orang demikian di sini yang serupa dengan seekor anak kuda liar. Ini adalah cacat ke tujuh seseorang.

(8 ) “Kemudian, para bhikkhu mengecam seorang bhikkhu atas suatu pelanggaran, ia mengatakan: [195] ‘Mengapa engkau begitu cerewet tentang aku? Sekarang aku akan menolak latihan dan kembali kepada kehidupan rendah.’ Kemudian ia menolak latihan, kembali kepada kehidupan rendah, dan mengatakan: ‘Sekarang kalian boleh puas!’ Aku katakan orang ini serupa dengan anak kuda liar yang, ketika disuruh: ‘Maju!’ dan ketika dipacu dan didorong oleh pelatihnya, ia melipat kaki depan dan kaki belakangnya dan duduk di sana di atas keempat kakinya. Ada jenis orang demikian di sini yang serupa dengan seekor anak kuda liar. Ini adalah cacat ke delapan seseorang.

“Ini, para bhikkhu, adalah kedelapan jenis orang itu yang serupa dengan anak kuda liar dan kedelapan cacat seseorang itu.”

15 (5) Noda

“Para bhikkhu, ada delapan noda ini. Apakah delapan ini? (1) Tidak melafalkan adalah noda bagi hymne-hymne. (2) Noda bagi perumahan adalah tidak ada pemeliharaan.<1666> (3) Noda bagi kecantikan adalah kemalasan. (4) Kelengahan adalah noda bagi seorang penjaga. (5) Noda bagi seorang perempuan adalah perbuatan buruk. (6) Kekikiran adalah noda bagi seorang penyumbang. (7) Kualitas-kualitas buruk yang tidak bermanfaat adalah noda-noda di dunia ini dan dunia berikutnya. (8 ) Noda yang lebih berat dari ini adalah ketidak-tahuan, noda yang paling buruk. Ini, para bhikkhu, adalah kedelapan noda itu.”

   Tidak-melafalkan adalah noda bagi hymne-hymne;<1667>
   Noda bagi perumahan adalah tidak ada pemeliharaan;
   Noda bagi kecantikan adalah kemalasan,
   Kelengahan adalah noda bagi seoang penjaga.

   Noda bagi seorang perempuan adalah perbuatan buruk,
   Kekikiran adalah noda bagi seorang penyumbang;
   Kualitas-kualitas buruk yang tidak bermanfaat adalah noda-noda
   Di dunia ini dan dunia berikutnya.
   Noda yang lebih berat daripada noda-noda ini
   Adalah ketidak-tahuan, noda terburuk. [196]

16 (6) Tugas

“Para bhikkhu, dengan memiliki delapan kualitas, seorang bhikkhu adalah layak untuk mengemban suatu tugas. Apakah delapan ini?

“Di sini, (1) – (2) seorang bhikkhu adalah seorang yang mendengar dan membuat orang lain mendengar; (3) – (4) ia adalah seorang yang belajar dengan baik dan membuat orang lain belajar; (5) – (6) ia adalah seorang yang memahami dan berkomunikasi dengan baik; (7) ia mahir dalam [mengetahui] apa yang berhubungan dan apa yang tidak berhubungan; dan (8 ) ia tidak menimbulkan pertengkaran. Dengan memiliki kedelapan kualitas ini, seorang bhikkhu adalah layak untuk mengemban suatu tugas.

“Para bhikkhu, dengan memiliki delapan kualitas, Sāriputta adalah layak untuk mengemban suatu tugas. Apakah delapan ini?

“Di sini, Sāriputta adalah seorang yang mendengar dan yang membuat orang lain mendengar … ia tidak menimbulkan pertengkaran. Dengan memiliki kedelapan kualitas ini, Sāriputta adalah layak untuk mengemban suatu tugas.”

   Seorang yang tidak gemetar ketika ia tiba
   Pada suatu kumpulan dengan para pendebat yang ganas;
   Yang tidak menghilangkan kata-kata
   Atau menyembunyikan pesannya;
   Yang tidak segan berbicara,
   Dan tidak goyah ketika ditanya suatu pertanyaan;
   Seorang bhikkhu seperti ini adalah layak
   Mengemban suatu tugas.

17 (7) Ikatan (1)

“Para bhikkhu, seorang perempuan mengikat seorang laki-laki dalam delapan cara. Apakah delapan ini? Seorang perempuan mengikat seorang laki-laki dengan bentuknya … dengan senyumnya … dengan ucapannya … dengan nyanyiannya [197] … dengan menangis … dengan penampilannya … dengan sebuah hadiah<1668> … dengan sentuhannya.<1669> Seorang perempuan mengikat seorang laki-laki dalam kedelapan cara ini. Makhluk-makhluk itu yang terikat dengan sentuhan telah terikat erat.”<1670>

18 (8 ) Ikatan (2)

“Para bhikkhu, seorang laki-laki mengikat seorang perempuan dalam delapan cara. Apakah delapan ini? Seorang laki-laki mengikat seorang perempuan dengan bentuknya … dengan senyumnya … dengan ucapannya … dengan nyanyiannya … dengan menangis … dengan penampilannya … dengan sebuah hadiah … dengan sentuhannya. Seorang laki-laki mengikat seorang perempuan dalam kedelapan cara ini. Makhluk-makhluk itu yang terikat dengan sentuhan telah terikat erat.”


Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku DELAPAN
« Reply #6 on: 12 August 2013, 10:35:54 PM »
19 (9) Pahārāda

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Verañja di bawah pohon neem Naḷeru. Kemudian Pahārāda, penguasa para asura, mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, dan berdiri di satu sisi. Kemudian Sang Bhagavā berkata kepadanya: [198]

“Pahārāda, apakah para asura bersenang di samudra raya”

“Bhante, para asura bersenang-senang di samudra raya.”

“Tetapi, Pahārāda, berapa banyakkah kualitas menakjubkan dan mengagumkan yang dilihat oleh para asura dalam samudra raya yang karenanya mereka bersenang di dalamnya?”

“Para asura melihat delapan kualitas menakjubkan dan mengagumkan dalam samudra raya yang karenanya mereka bersenang di dalamnya. Apakah delapan ini?

(1) “Samudra raya, Bhante, miring, melandai, dan condong secara berangsur-angsur, tidak menurun secara tiba-tiba.<1671> Ini adalah kualitas menakjubkan dan mengagumkan pertama yang dilihat oleh para asura dalam samudra raya yang karenanya mereka bersenang di dalamnya.

(2) “Kemudian, samudra raya stabil dan tidak meluapi perbatasannya. Ini adalah kualitas menakjubkan dan mengagumkan ke dua yang dilihat oleh para asura dalam samudra raya …

(3) “Kemudian, samudra raya tidak bergaul dengan bangkai, namun dengan cepat membawanya ke pantai dan menyapunya ke daratan. Ini adalah kualitas menakjubkan dan mengagumkan ke tiga yang dilihat oleh para asura dalam samudra raya …

(4) “Kemudian, ketika sungai-sungai besar – Gangga, Yamunā, Aciravatī, Sarabhū, dan Mahī – mencapai samudra raya, sungai-sungai itu meninggalkan nama dan sebutannya [199] dan hanya disebut sebagai samudra raya. Ini adalah kualitas menakjubkan dan mengagumkan ke empat yang dilihat oleh para asura dalam samudra raya …

(5) “Kemudian, arus apa pun di dunia ini yang mengalir masuk ke samudra raya dan berapa pun banyaknya hujan turun dari langit, tidak ada pengurangan atau penambahan yang terlihat di samudra raya. Ini adalah kualitas menakjubkan dan mengagumkan ke lima yang dilihat oleh para asura dalam samudra raya …

(6) “Kemudian, samudra raya hanya memiliki satu rasa, rasa asin. Ini adalah kualitas menakjubkan dan mengagumkan ke enam yang dilihat oleh para asura dalam samudra raya …

(7) “Kemudian, samudra raya berisikan banyak materi berharga, seperti mutiara, permata, lapis lazuli, kulit kerang, kwarsa, koral, perak, emas, batu delima, dan batu mata-kucing. Ini [200] adalah kualitas menakjubkan dan mengagumkan ke tujuh yang dilihat oleh para asura dalam samudra raya …

(8 ) “Kemudian, samudra raya adalah kediaman para makhluk besar seperti timi, timiṅgala, timirapiṇgala, asura, nāga, dan gandhabba.<1672> Ada di samudra raya makhluk-makhluk dengan tubuh sepanjang seratus yojana, dua ratus, tiga ratus, empat ratus, dan lima ratus yojana. Ini adalah kualitas menakjubkan dan mengagumkan ke delapan yang dilihat oleh para asura dalam samudra raya yang karenanya mereka bersenang di dalamnya.

“Ini, Bhante, adalah kedelapan kualitas itu yang menakjubkan dan mengagumkan yang dilihat oleh para asura dalam samudra raya yang karenanya mereka bersenang di dalamnya. Tetapi apakah para bhikkhu bersenang dalam Dhamma dan disiplin ini?”

“Para bhikkhu melihat delapan kualitas menakjubkan dan mengagumkan dalam Dhamma dan disiplin ini yang karenanya mereka bersenang di dalamnya. Apakah delapan ini?

(1) “Seperti halnya, Pahārāda, samudra raya yang miring, melandai, dan condong secara berangsur-angsur, tidak menurun secara tiba-tiba, [201] demikian pula, dalam Dhamma dan disiplin ini penembusan pada pengetahuan akhir terjadi melalui latihan bertahap, aktivitas bertahap, dan praktik bertahap, bukan secara tiba-tiba.<1673> Ini adalah kualitas menakjubkan dan mengagumkan pertama yang dilihat oleh para bhikkhu dalam Dhamma dan disiplin ini yang karenanya mereka bersenang di dalamnya.

(2) “Seperti halnya, samudra raya yang stabil dan tidak meluapi perbatasannya, demikian pula, ketika Aku telah menetapkan aturan latihan untuk para siswaKu, maka mereka tidak akan melanggarnya bahkan demi hidup mereka. Ini adalah kualitas menakjubkan dan mengagumkan ke dua yang dilihat oleh para bhikkhu dalam Dhamma dan disiplin ini …

(3) “Seperti halnya, samudra raya yang tidak bergaul dengan bangkai, namun dengan cepat membawanya ke pantai dan menyapunya ke daratan, demikian pula, Saṅgha tidak bergaul dengan orang yang tidak bermoral, berkarakter buruk, tidak murni, berperilaku mencurigakan, tindakan-tindakannya penuh kerahasiaan, bukan seorang petapa walaupun mengaku sebagai seorang petapa, tidak hidup selibat walaupun mengaku selibat, busuk di dalam, jahat, rusak; melainkan, dengan cepat berkumpul dan mengusirnya. Walaupun ia duduk di tengah-tengah Saṅgha para bhikkhu, namun  ia jauh dari Saṅgha dan Saṅgha jauh darinya. [202] Ini adalah kualitas menakjubkan dan mengagumkan ke tiga yang dilihat oleh para bhikkhu dalam Dhamma dan disiplin ini …

(4) “Seperti halnya, ketika sungai-sungai besar …  sungai-sungai itu meninggalkan nama dan sebutannya dan hanya disebut sebagai samudra raya, demikian pula, ketika anggota-anggota dari empat kelompok sosial – khattiya, brahmana, vessa, dan sudda – meninggalkan keduniawian dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah dalam Dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Tathāgata, mereka meninggalkan nama dan suku sebelumnya dan hanya disebut sebagai para petapa yang mengikuti putra Sakya.  Ini adalah kualitas menakjubkan dan mengagumkan ke empat yang dilihat oleh para bhikkhu dalam Dhamma dan disiplin ini …

(5) “Seperti halnya, arus apa pun di dunia ini yang mengalir masuk ke samudra raya dan berapa pun banyaknya hujan turun dari langit, tidak ada pengurangan atau penambahan yang terlihat di samudra raya, demikian pula, bahkan jika banyak bhikkhu yang mencapai nibbāna akhir melalui elemen nibbāna tanpa sisa, tidak ada pengurangan atau penambahan yang terlihat dalam elemen nibbāna.<1674> [203] Ini adalah kualitas menakjubkan dan mengagumkan ke lima yang dilihat oleh para bhikkhu dalam Dhamma dan disiplin ini …

(6) “Seperti halnya, samudra raya hanya memiliki satu rasa, rasa asin, demikian pula, Dhamma dan disiplin ini hanya memiliki satu rasa, rasa kebebasan. Ini adalah kualitas menakjubkan dan mengagumkan ke enam yang dilihat oleh para bhikkhu dalam Dhamma dan disiplin ini …

(7) “Seperti halnya, , samudra raya berisikan banyak materi berharga seperti mutiara … batu mata-kucing, demikian pula, Dhamma dan disiplin ini berisikan banyak materi berharga: empat penegakan perhatian, empat usaha benar, empat landasan kekuatan batin, lima indria spiritual, lima kekuatan, tujuh faktor pencerahan sempurna, jalan mulia berunsur delapan. Ini adalah kualitas menakjubkan dan mengagumkan ke tujuh yang dilihat oleh para bhikkhu dalam Dhamma dan disiplin ini …

(8 ) “Seperti halnya, samudra raya adalah kediaman para makhluk besar seperti timi … [204] … gandhabba; dan ada di samudra raya makhluk-makhluk dengan tubuh sepanjang seratus yojana … lima ratus yojana, demikian pula dalam Dhamma dan disiplin ini terdapat makhluk-makhluk agung: pemasuk-arus, orang yang berlatih untuk merealisasikan buah memasuki-arus, yang-kembali-sekali, orang yang berlatih untuk merealisasikan buah yang-kembali-sekali; yang-tidak-kembali, orang yang berlatih untuk merealisasikan buah yang-tidak-kembali; Arahant, orang yang berlatih untuk merealisasikan buah Kearahattaan. Ini adalah kualitas menakjubkan dan mengagumkan ke delapan yang dilihat oleh para bhikkhu dalam Dhamma dan disiplin ini yang karenanya mereka bersenang di dalamnya.

“Ini, Parāhāda, adalah kedelapan kualitas yang menakjubkan dan mengagumkan itu yang dilihat oleh para bhikkhu dalam Dhamma dan disiplin ini yang karenanya mereka bersenang di dalamnya.”

20 (10) Uposatha <1675>

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Sāvatthī di Istana Migāramātā di Taman Timur. Pada saat itu, pada hari uposatha, Sang Bhagavā sedang duduk dikelilingi oleh Saṅgha para bhikkhu. Kemudian, pada larut malam, ketika jaga pertama telah berlalu, Yang Mulia Ānanda bangkit dari duduknya, merapikan jubah atasnya di satu bahunya, memberi hormat kepada Sang Bhagavā, dan berkata kepada Beliau: “Bhante, malam telah larut; jaga pertama telah berlalu; Saṅgha para bhikkhu telah duduk cukup lama. Sudilah Sang Bhagavā melafalkan Pātimokkha untuk para bhikkhu.” Ketika hal ini dikatakan, Sang Bhagavā berdiam diri: [205]

Ketika malam [semakin] larut, ketika jaga pertengahan telah berlalu, , Yang Mulia Ānanda bangkit dari duduknya untuk ke dua kalinya, merapikan jubah atasnya di satu bahunya, memberi hormat kepada Sang Bhagavā, dan berkata kepada Beliau: “Bhante, malam telah [semakin] larut; jaga pertengahan telah berlalu; Saṅgha para bhikkhu telah duduk cukup lama. Bhante, sudilah Sang Bhagavā melafalkan Pātimokkha untuk para bhikkhu.” Untuk ke dua kalinya Sang Bhagavā berdiam diri.

Ketika malam [semakin] larut [lagi], ketika jaga terakhir telah berlalu, ketika fajar menyingsing dan berkas cahaya kemerahan muncul di cakrawala, Yang Mulia Ānanda bangkit dari duduknya, merapikan jubah atasnya di satu bahunya, memberi hormat kepada Sang Bhagavā, dan berkata kepada Beliau: “Bhante, malam telah [semakin] larut [lagi]; jaga terakhir telah berlalu; fajar telah menyingsing dan berkas cahaya kemerahan telah muncul di cakrawala; Saṅgha para bhikkhu telah duduk cukup lama. Sudilah Sang Bhagavā melafalkan Pātimokkha untuk para bhikkhu.”

“Kumpulan ini tidak murni, Ānanda.”

Kemudian Yang Mulia Mahāmoggallāna berpikir: “Siapakah yang dirujuk oleh Sang Bhagavā ketika Beliau berkata: ‘Kumpulan ini tidak murni, Ānanda.’?” Kemudian Yang Mulia Mahāmoggallāna memusatkan perhatiannya pada keseluruhan Saṅgha para bhikkhu, melingkupi pikiran mereka dengan pikirannya sendiri. Kemudian ia melihat orang itu duduk di tengah-tengah Saṅgha para bhikkhu: seorang yang tidak bermoral, berkarakter buruk, tidak murni, berperilaku mencurigakan, tindakan-tindakannya penuh kerahasiaan, bukan seorang petapa walaupun mengaku sebagai seorang petapa, tidak hidup selibat walaupun mengaku selibat, busuk di dalam, jahat, rusak. Setelah melihatnya, ia bangkit dari duduknya, mendatangi orang itu, dan berkata kepadanya: “Bangkitlah, teman. Sang Bhagavā telah melihatmu. Engkau tidak boleh hidup bersama dengan para bhikkhu.” Ketika hal ini dikatakan, orang itu berdiam diri.

Untuk ke dua kalinya … Untuk ke tiga kalinya Yang Mulia Mahāmoggallāna berkata kepada orang itu: [206] “Bangkitlah, teman. Sang Bhagavā telah melihatmu. Engkau tidak boleh hidup bersama dengan para bhikkhu.” Untuk ke tiga kalinya orang itu berdiam diri.

Kemudian Yang Mulia Mahāmoggallāna mencengkeram orang itu pada lengannya, mengeluarkannya melalui gerbang luar rumah itu, dan mengunci pintu. Kemudian ia kembali kepada Sang Bhagavā dan berkata kepada Beliau: “Aku telah mengeluarkan orang itu, Bhante. Kumpulan ini sudah murni. Sudilah Sang Bhagavā melafalkan Pātimokkha untuk para bhikkhu.”

“Sungguh menakjubkan dan mengagumkan, Moggallāna, bagaimana manusia kosong itu menunggu<1676> hingga ia dicengkeram pada lengannya.” Kemudian Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Sekarang, para bhikkhu, kalian sendiri yang harus mengadakan uposatha dan melafalkan Pātimokkha. Sejak hari ini dan seterusnya, Aku tidak akan lagi melakukannya. Adalah tidak mungkin dan tidak terbayangkan bahwa Sang Tathāgata dapat mengadakan uposatha dan melafalkan Pātimokkha dalam sebuah kumpulan yang tidak murni.

“Para asura, para bhikkhu, melihat delapan kualitas menakjubkan dan mengagumkan ini dalam samudra raya yang karenanya mereka bersenang di dalamnya. Apakah delapan ini?

(1) “Samudra raya, para bhikkhu, miring, melandai, dan condong secara berangsur-angsur, tidak menurun secara tiba-tiba. Ini adalah kualitas menakjubkan dan mengagumkan pertama yang dilihat oleh para asura dalam samudra raya yang karenanya mereka bersenang di dalamnya …

[Semuanya sama seperti 8:19, tetapi dibabarkan kepada para bhikkhu.]

(8 ) “Kemudian, samudra raya adalah kediaman para makhluk besar … [207] … lima ratus yojana. Ini adalah kualitas menakjubkan dan mengagumkan ke delapan yang dilihat oleh para asura dalam samudra raya yang karenanya mereka bersenang di dalamnya.

“Ini, para bhikkhu, adalah kedelapan kualitas itu yang menakjubkan dan mengagumkan yang dilihat oleh para asura dalam samudra raya yang karenanya mereka bersenang di dalamnya. Demikian pula, para bhikkhu melihat delapan kualitas menakjubkan dan mengagumkan dalam Dhamma dan disiplin ini yang karenanya mereka bersenang di dalamnya. Apakah delapan ini?

(1) “Seperti halnya, para bhikkhu, samudra raya yang miring, melandai, dan condong secara berangsur-angsur, tidak menurun secara tiba-tiba, demikian pula, dalam Dhamma dan disiplin ini penembusan pada pengetahuan akhir terjadi melalui latihan bertahap, aktivitas bertahap, dan praktik bertahap, bukan secara tiba-tiba. Ini adalah kualitas menakjubkan dan mengagumkan pertama yang dilihat oleh para bhikkhu dalam Dhamma dan disiplin ini yang karenanya mereka bersenang di dalamnya.

[Semuanya sama seperti 8:19, tetapi dibabarkan kepada para bhikkhu.]

(8 ) “Seperti halnya, samudra raya adalah kediaman para makhluk besar … lima ratus yojana [208], demikian pula dalam Dhamma dan disiplin ini terdapat makhluk-makhluk agung: pemasuk-arus, orang yang berlatih untuk merealisasikan buah memasuki-arus … Arahant, orang yang berlatih untuk merealisasikan buah Kearahattaan. Ini adalah kualitas menakjubkan dan mengagumkan ke delapan yang dilihat oleh para bhikkhu dalam Dhamma dan disiplin ini yang karenanya mereka bersenang di dalamnya.

“Ini, para bhikkhu, adalah kedelapan kualitas yang menakjubkan dan mengagumkan itu yang dilihat oleh para bhikkhu dalam Dhamma dan disiplin ini yang karenanya mereka bersenang di dalamnya.”

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku DELAPAN
« Reply #7 on: 12 August 2013, 10:36:27 PM »
III. PARA PERUMAH TANGGA

21 (1) Ugga (1)

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Vesālī di aula beratap lancip di Hutan Besar. Di sana Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Para bhikkhu!”

“Yang Mulia!” para bhikkhu itu menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

“Para bhikkhu, kalian harus mengingat perumah tangga Ugga dari Vesālī sebagai seorang yang memiliki delapan kualitas yang menakjubkan dan mengagumkan.”<1677> [209] Ini adalah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā. Setelah mengatakan ini, Yang Berbahagia bangkit dari dudukNya dan memasuki kediamanNya.

Kemudian, pada pagi harinya, seorang bhikkhu tertentu merapikan jubah, membawa mangkuk dan jubahnya, dan mendatangi kediaman perumah tangga Ugga dari Vesālī. Ketika ia tiba, ia duduk di tempat yang dipersiapkan untuknya. Kemudian perumah tangga Ugga dari Vesālī mendatangi bhikkhu tersebut, bersujud kepadanya, dan duduk di satu sisi. Kemudian bhikkhu itu berkata kepadanya:

“Perumah tangga, Sang Bhagavā menyatakan bahwa engkau memiliki delapan kualitas menakjubkan dan mengagumkan. Apakah itu?”

“Aku tidak tahu, Bhante, delapan kualitas menakjubkan dan mengagumkan apa yang yang kumiliki yang dinyatakan oleh Sang Bhagavā. Akan tetapi, ada padaku delapan kualitas menakjubkan dan mengagumkan. Dengarkan dan perhatikanlah. Aku akan berbicara.”

“Baik, perumah tangga,” bhikkhu itu menjawab. Perumah tangga Ugga dari Vesālī berkata sebagai berikut:

(1) “Ketika, Bhante, pertama kali aku melihat Sang Bhagavā dari kejauhan, segera ketika aku melihat Beliau pikiranku memperoleh keyakinan pada Beliau. Ini adalah kualitas menakjubkan dan mengagumkan pertama yang terdapat dalam diriku.

(2) “Dengan pikiran penuh keyakinan, aku menantikan Sang Bhagavā. Kemudian Sang Bhagavā membabarkan khotbah bertingkat kepadaku, yaitu khotbah tentang berdana, perilaku bermoral, dan alam surga; Beliau mengungkapkan bahaya, keburukan, dan kekotoran dari kenikmatan-kenikmatan indria dan manfaat dari pelepasan keduniawian. Ketika Sang Bhagavā mengetahui bahwa pikiranku telah lunak, lembut, bebas dari rintangan, gembira, dan penuh keyakinan, Beliau [210] mengungkapkan ajaran Dhamma itu yang khas para Buddha: penderitaan, asal-mulanya, lenyapnya, dan sang jalan. Kemudian, bagaikan sehelai kain bersih yang bebas dari noda-noda gelap akan dapat menyerap celupan, demikian pula, selagi aku duduk di tempat duduk yang sama itu, mata-Dhamma yang tanpa noda, bebas dari debu, muncul dalam diriku: ‘Apa pun yang tunduk pada kemunculan semuanya tunduk pada kelenyapan.’ Aku melihat Dhamma, mencapai Dhamma, memahami Dhamma, mengukur Dhamma, menyeberangi keragu-raguan, bebas dari kebingungan, mencapai kepercayaan-diri, dan menjadi tidak bergantung pada yang lain dalam ajaran Sang Guru. Di sana juga aku menyatakan berlindung pada Sang Buddha, Dhamma, dan Saṅgha, dan menerima aturan-aturan latihan dengan hidup selibat sebagai yang ke lima.<1678> Ini adalah kualitas menakjubkan dan mengagumkan ke dua yang terdapat dalam diriku.

(3) “Aku memiliki empat istri yang masih muda. Aku kemudian mendatangi mereka dan berkata: ‘Saudari-saudari, aku telah menerima aturan-aturan latihan dengan hidup selibat sebagai yang ke lima. Jika kalian mau, kalian dapat menikmati kekayaan di sini dan melakukan jasa, atau kembali kepada lingkaran keluarga kalian, atau memberitahukan kepadaku jika kalian ingin agar aku menyerahkan kalian kepada laki-laki lain.’ Kemudian istriku yang tertua berkata kepadaku: ‘Tuan muda, serahkanlah aku kepada laki-laki itu.’ Aku memanggil laki-laki itu, dan dengan tangan kiriku memegang istriku, dengan tangan kananku memegang kendi upacara, aku menyerahkannya kepada laki-laki itu. Tetapi bahkan selagi menyerahkan istriku yang masih muda, aku tidak ingat ada terjadi perubahan dalam pikiranku. Ini adalah kualitas menakjubkan dan mengagumkan ke tiga yang terdapat dalam diriku.

(4) “Keluargaku kaya tetapi kekayaan itu dibagikan secara tanpa syarat dengan orang-orang bermoral dan berkarakter baik. Ini adalah kualitas menakjubkan dan mengagumkan ke empat yang terdapat dalam diriku.

(5) “Kapan pun aku melayani seorang bhikkhu, aku melayaninya dengan hormat, bukan dengan tidak hormat. Ini adalah kualitas menakjubkan dan mengagumkan ke lima yang terdapat dalam diriku.

(6) “Jika yang mulia itu mengajarkan Dhamma kepadaku, maka aku mendengarkan dengan hormat, bukan dengan tidak hormat. Jika ia tidak mengajarkan Dhamma kepadaku, maka aku mengajarkan Dhamma kepadanya. Ini adalah kualitas menakjubkan dan mengagumkan ke enam yang terdapat dalam diriku.

(7) “Bukanlah tidak biasa bagi para dewata mendatangi dan memberitahukan kepadaku: ‘Perumah tangga, Dhamma telah dibabarkan dengan sempurna oleh Sang Bhagavā.’ Kemudian aku berkata kepada para dewata itu: ‘Apakah engkau mengatakannya atau tidak, tetapi Dhamma memang telah dibabarkan dengan sempurna oleh Sang Bhagavā.’ Namun, aku tidak ingat kegirangan pernah muncul karena para dewata mendatangiku atau karena aku berbicara dengan para dewata itu. Ini adalah kualitas menakjubkan dan mengagumkan ke tujuh yang terdapat dalam diriku.

(8 ) “Dari kelima belenggu yang lebih rendah yang diajarkan oleh Sang Bhagavā, aku tidak melihat satu pun belum kutinggalkan.<1679> Ini adalah kualitas menakjubkan dan mengagumkan ke delapan yang terdapat dalam diriku. [212]

“Ini, Bhante, adalah kedelapan kualitas menakjubkan dan mengagumkan ke delapan yang terdapat dalam diriku. Tetapi aku tidak mengetahui delapan kualitas menakjubkan dan mengagumkan apa yang yang kumiliki yang dinyatakan oleh Sang Bhagavā.”

Kemudian bhikkhu itu, setelah menerima dana makanan dari kediaman perumah tangga Ugga dari Vesālī, bangkit dari duduknya dan pergi. Setelah makan, setelah kembali dari perjalanan menerima dana makanan itu, ia mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, duduk di satu sisi, dan melaporkan kepada Beliau seluruh pembicaraannya dengan perumah tangga Ugga dari Vesālī.

[Sang Bhagavā berkata:] “Bagus, bagus, bhikkhu! Aku telah menyatakan bahwa perumah tangga Ugga dari Vesālī memiliki delapan kualitas menakjubkan dan mengagumkan ini yang sama dengan yang ia jelaskan kepadamu. Engkau harus mengingat perumah tangga Ugga dari Vesālī sebagai seorang yang memiliki  delapan kualitas menakjubkan dan mengagumkan ini.”

22 (2) Ugga (2)

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di antara penduduk Vajji di Hatthigāma. Di sana Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu …

“Para bhikkhu, kalian harus mengingat perumah tangga Ugga dari Hatthigāma sebagai seorang yang memiliki delapan kualitas yang menakjubkan dan mengagumkan.” Ini adalah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā. Setelah mengatakan ini, Yang Berbahagia bangkit dari dudukNya dan memasuki kediamanNya.

Kemudian, pada pagi harinya, seorang bhikkhu tertentu merapikan jubah, membawa mangkuk dan jubahnya, dan mendatangi kediaman perumah tangga Ugga dari Hatthigāma. Ketika ia tiba, ia duduk di tempat yang dipersiapkan untuknya. Kemudian perumah tangga Ugga dari Hatthigāma mendatangi bhikkhu tersebut, bersujud kepadanya, dan duduk di satu sisi. Kemudian bhikkhu itu berkata kepadanya: [213]

“Perumah tangga, Sang Bhagavā menyatakan bahwa engkau memiliki delapan kualitas menakjubkan dan mengagumkan. Apakah itu?”

“Aku tidak tahu, Bhante, delapan kualitas menakjubkan dan mengagumkan apa yang yang kumiliki yang dinyatakan oleh Sang Bhagavā. Akan tetapi, ada padaku delapan kualitas menakjubkan dan mengagumkan. Dengarkan dan perhatikanlah. Aku akan berbicara.”

“Baik, perumah tangga,” bhikkhu itu menjawab. Perumah tangga Ugga dari Hatthigāma berkata sebagai berikut:

(1) “Bhante, aku sedang bermabuk-mabukan di Hutan Nāga ketika pertama kali aku melihat Sang Bhagavā dari kejauhan. Segera setelah aku melihat Beliau pikiranku memperoleh keyakinan pada Beliau dan kemabukanku lenyap. Ini adalah kualitas menakjubkan dan mengagumkan pertama yang terdapat dalam diriku.

(2) “Dengan pikiran penuh keyakinan, aku menantikan Sang Bhagavā. Kemudian Sang Bhagavā membabarkan khotbah bertingkat kepadaku … [seperti pada 8:21] … Di sana juga [214] aku menyatakan berlindung pada Sang Buddha, Dhamma, dan Saṅgha, dan menerima aturan-aturan latihan dengan hidup selibat sebagai yang ke lima. Ini adalah kualitas menakjubkan dan mengagumkan ke dua yang terdapat dalam diriku.

(3) “Aku memiliki empat istri yang masih muda. Aku kemudian mendatangi mereka … [seperti pada 8:21] … Tetapi bahkan selagi menyerahkan istriku yang masih muda, aku tidak ingat ada terjadi perubahan dalam pikiranku. Ini adalah kualitas menakjubkan dan mengagumkan ke tiga yang terdapat dalam diriku.

(4) “Keluargaku kaya tetapi kekayaan itu dibagikan secara tanpa syarat dengan orang-orang bermoral dan berkarakter baik. Ini adalah kualitas menakjubkan dan mengagumkan ke empat yang terdapat dalam diriku. [215]

(5) “Kapan pun aku melayani seorang bhikkhu, aku melayaninya dengan hormat, bukan dengan tidak hormat. Jika yang mulia itu mengajarkan Dhamma kepadaku, maka aku mendengarkan dengan hormat, bukan dengan tidak hormat. Jika ia tidak mengajarkan Dhamma kepadaku, maka aku mengajarkan Dhamma kepadanya. Ini adalah kualitas menakjubkan dan mengagumkan ke lima yang terdapat dalam diriku.

(6) “Bukanlah tidak biasa ketika aku mengundang Saṅgha [untuk makan], para dewata mendatangi dan memberitahukan kepadaku: ‘Bhikkhu itu, perumah tangga, telah terbebaskan dalam kedua cara. Yang itu terbebaskan melalui kebijaksanaan. Yang itu adalah seorang saksi tubuh. Yang itu telah mencapai pandangan. Yang itu telah terbebaskan melalui keyakinan. Yang itu adalah pengikut Dhamma. Yang itu adalah pengikut keyakinan. Yang itu bermoral, berkarakter baik. Yang itu tidak bermoral, berkarakter buruk.’ Namun, ketika aku sedang melayani Saṅgha, aku tidak ingat pernah berpikir: ‘Biarlah aku memberikan sedikit kepada yang ini, biarlah aku memberikan banyak kepada yang itu.’ Sebaliknya, aku memberikan dengan pikiran seimbang. Ini adalah kualitas menakjubkan dan mengagumkan ke enam yang terdapat dalam diriku.

(7) “Bukanlah tidak biasa bagi para dewata mendatangi dan memberitahukan kepadaku: ‘Perumah tangga, Dhamma telah dibabarkan dengan sempurna oleh Sang Bhagavā.’ Kemudian aku berkata kepada para dewata itu: ‘Apakah engkau mengatakannya atau tidak, tetapi Dhamma memang telah dibabarkan dengan sempurna oleh Sang Bhagavā.’ Namun, aku tidak ingat kegirangan pernah muncul karena para dewata mendatangiku atau karena aku berbicara dengan para dewata itu. Ini adalah kualitas menakjubkan dan mengagumkan ke tujuh yang terdapat dalam diriku. [216]

(8 ) “Jika aku meninggal dunia sebelum Sang Bhagavā, tidaklah mengherankan jika Sang Bhagavā akan menyatakan tentang aku: ‘Tidak ada belenggu yang mengikat yang karenanya perumah tangga Ugga dari Hatthigāma dapat kembali ke alam ini.’<1680> Ini adalah kualitas menakjubkan dan mengagumkan ke delapan yang terdapat dalam diriku.

“Ini, Bhante, adalah kedelapan kualitas menakjubkan dan mengagumkan ke delapan yang terdapat dalam diriku. Tetapi aku tidak mengetahui delapan kualitas menakjubkan dan mengagumkan apa yang yang kumiliki yang dinyatakan oleh Sang Bhagavā.”

Kemudian bhikkhu itu, setelah menerima dana makanan dari kediaman perumah tangga Ugga dari Hatthigāma, bangkit dari duduknya dan pergi. Setelah makan, setelah kembali dari perjalanan menerima dana makanan itu, ia mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, duduk di satu sisi, dan melaporkan kepada Beliau seluruh pembicaraannya dengan perumah tangga Ugga dari Hatthigāma.

[Sang Bhagavā berkata:] “Bagus, bagus, bhikkhu! Aku telah menyatakan bahwa perumah tangga Ugga dari Hatthigāma memiliki delapan kualitas menakjubkan dan mengagumkan ini yang sama dengan yang ia jelaskan kepadamu. Engkau harus mengingat perumah tangga Ugga dari Hatthigāma sebagai seorang yang memiliki  delapan kualitas menakjubkan dan mengagumkan ini.”

23 (3) Hatthaka (1)

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Āḷavī di Altar Aggāḷava. Di sana Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu … [217]

“Para bhikkhu, kalian harus mengingat Hatthaka dari Āḷavī sebagai seorang yang memiliki tujuh kualitas menakjubkan dan mengagumkan. Apakah tujuh ini? (1) Hatthaka dari Āḷavī memiliki keyakinan. (2) Ia bermoral, dan (3) memiliki rasa malu bermoral dan (4) rasa takut bermoral. (5) Ia terpelajar, (6) dermawan, dan (7) bijaksana. Kalian harus mengingat Hatthaka dari Āḷavī sebagai seorang yang memiliki ketujuh kualitas menakjubkan dan mengagumkan ini. Setelah mengatakan ini, Yang Berbahagia bangkit dari duduknya dan memasuki kediamannya.

Kemudian, pada pagi harinya, seorang bhikkhu tertentu merapikan jubah, membawa mangkuk dan jubahnya, dan mendatangi kediaman perumah tangga Hatthaka dari Āḷavī. Ketika ia tiba, ia duduk di tempat yang dipersiapkan untuknya. Kemudian Hatthaka dari Āḷavī mendatangi bhikkhu tersebut, bersujud kepadanya, dan duduk di satu sisi. Kemudian bhikkhu itu berkata kepadanya:

“Teman,<1681> Sang Bhagavā menyatakan bahwa engkau memiliki tujuh kualitas menakjubkan dan mengagumkan. Apakah tujuh ini? ‘Para bhikkhu, Hatthaka dari Āḷavī memiliki keyakinan. Ia bermoral dan memiliki rasa malu bermoral dan rasa takut bermoral. Ia terpelajar,  dermawan, dan bijaksana.’ Sang Bhagavā menyatakan bahwa engkau memiliki ketujuh kualitas menakjubkan dan mengagumkan ini.”

“Kuharap, Bhante, tidak ada umat awam berjubah putih yang hadir?”

“Tidak, teman. Tidak ada umat awam berjubah putih yang hadir.”

“Itu bagus, Bhante.”

Kemudian bhikkhu itu, setelah menerima dana makanan dari kediaman Hatthaka dari Āḷavī, bangkit dari duduknya dan pergi. Setelah makan, setelah kembali dari perjalanan menerima dana makanan itu, ia mendatangi Sang Bhagavā, [218] bersujud kepada Beliau, duduk di satu sisi, [dan melaporkan kepada Beliau tentang semua yang telah terjadi].<1682>

[Sang Bhagavā berkata:] “Bagus, bagus, bhikkhu! Anggota keluarga itu memiliki sedikit keinginan, karena ia tidak ingin kualitas-kualitas baiknya diketahui oleh orang lain. Oleh karena itu, bhikkhu, engkau harus mengingat kediaman Hatthaka dari Āḷavī sebagai seorang yang memiliki kualitas menakjubkan dan mengagumkan ke delapan ini, yaitu (8 ) keinginan yang sedikit.”

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku DELAPAN
« Reply #8 on: 12 August 2013, 10:36:57 PM »
24 (4) Hatthaka (2)

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Āḷavī di Altar Aggāḷava. Kemudian Hatthaka dari Āḷavī, disertai dengan lima ratus umat awam, [219] mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, dan duduk di satu sisi. Kemudian Sang Bhagavā berkata kepadanya:

“Pengikutmu banyak, Hatthaka. Bagaimanakah engkau mempertahankan pengikut yang banyak ini?”

“Aku melakukannya, Bhante, dengan empat cara mempertahankan hubungan yang baik yang diajarkan oleh Sang Bhagavā.<1683> Ketika aku mengetahui: ‘Orang ini harus dipertahankan dengan pemberian,’ maka aku mempertahankannya dengan pemberian. Ketika aku mengetahui: ‘Orang ini harus dipertahankan dengan kata-kata kasih sayang,’ maka aku mempertahankannya dengan kata-kata kasih sayang. Ketika aku mengetahui: ‘Orang ini harus dipertahankan dengan perbuatan dermawan,’ maka aku mempertahankannya dengan perbuatan dermawan. Ketika aku mengetahui: ‘Orang ini harus dipertahankan dengan ketidak-memihakan,’ maka aku mempertahankannya dengan ketidak-memihakan. Ada kekayaan dalam keluargaku, Bhante. Mereka tidak berpikir bahwa mereka harus mendengarkan aku seolah-olah aku miskin.”<1684>

“Bagus, bagus, Hatthaka! Ini adalah metode yang dengannya engkau dapat mempertahankan banyak pengikut. Karena mereka semua di masa lampau yang mempertahankan pengikut yang banyak melakukannya dengan empat cara mempertahankan hubungan baik yang sama ini. Mereka semua di masa depan yang akan mempertahankan pengikut yang banyak akan melakukannya dengan empat cara mempertahankan hubungan baik yang sama ini. Dan mereka semua di masa sekarang yang mempertahankan pengikut yang banyak melakukannya dengan empat cara mempertahankan hubungan baik yang sama ini.”

Kemudian, setelah Sang Bhagavā mengajarkan, mendorong, menginspirasi, dan menggembirakan Hatthaka dari Āḷavī dengan khotbah Dhamma, Hatthaka dari Āḷavī bangkit dari duduknya, bersujud kepada Beliau, mengelilingi Beliau dengan sisi kanannya menghadap Beliau, [220] dan pergi.

Kemudian, tidak lama setelah Hatthaka dari Āḷavī pergi, Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Para bhikkhu, kalian harus mengingat Hatthaka dari Āḷavī sebagai seorang yang memiliki delapan kualitas menakjubkan dan mengagumkan. Apakah delapan ini? (1) Ia memiliki keyakinan. (2) Ia bermoral, dan (3) memiliki rasa malu bermoral dan (4) rasa takut bermoral. (5) Ia terpelajar, (6) dermawan, dan (7) bijaksana. (8 ) Ia memiliki sedikit keinginan. Kalian harus mengingat Hatthaka dari Āḷavī sebagai seorang yang memiliki kedelapan kualitas menakjubkan dan mengagumkan ini.”

25 (5) Mahānāma

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di antara penduduk Sakya di Kapilavatthu di Taman Pohon Banyan. Kemudian Mahānāma orang Sakya mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, duduk di satu sisi, dan berkata kepada Beliau:

“Dengan cara bagaimanakah, Bhante, seseorang adalah seorang umat awam?”

“Ketika, Mahānāma, ia telah berlindung pada Sang Buddha, Dhamma, dan Saṅgha, dengan cara demikian seseorang adalah seorang umat awam?”

“Dengan cara bagaimanakah, Bhante, seorang umat awam adalah bermoral?”

“Ketika, Mahānāma, seorang umat awam menghindari membunuh, menghindari mengambil apa yang tidak diberikan, menghindari hubungan seksual yang salah, menghindari berbohong, dan menghindari minuman keras, anggur, dan minuman memabukkan, yang menjadi landasan bagi kelengahan., dengan cara demikian seorang umat awam adalah bermoral.”

“Dengan cara bagaimanakah, Bhante, seorang umat awam berlatih demi kesejahteraannya sendiri tetapi tidak demi kesejahteraan orang lain?” [221]

(1) “Ketika, Mahānāma, seorang umat awam sempurna dalam keyakinan tetapi tidak mendorong orang lain agar sempurna dalam keyakinan; (2) ketika ia sendiri sempurna dalam perilaku bermoral tetapi tidak mendorong orang lain agar sempurna dalam perilaku bermoral; (3) ketika ia sendiri sempurna dalam kedermawanan tetapi tidak mendorong orang lain agar sempurna dalam kedermawanan; (4) ketika ia sendiri ingin menemui para bhikkhu tetapi tidak mendorong orang lain untuk menemui para bhikkhu; (5) ketika ia sendiri ingin mendengarkan Dhamma sejati tetapi tidak mendorong orang lain untuk mendengar Dhamma sejati; (6) ketika ia sendiri mengingat ajaran yang telah ia dengar tetapi tidak mendorong orang lain untuk mengingat ajaran; (7) ketika ia sendiri memeriksa makna dari ajaran-ajaran yang ia ingat tetapi tidak mendorong orang lain untuk memeriksa makna-maknanya; (8 ) ketika ia sendiri telah memahami makna dan Dhamma dan berlatih sesuai Dhamma, tetapi tidak mendorong orang lain agar melakukan hal serupa; dengan cara inilah, Mahānāma, umat awam itu berlatih demi kesejahteraannya sendiri tetapi tidak demi kesejahteraan orang lain.”

“Dengan cara bagaimanakah, Bhante, seorang umat awam berlatih demi kesejahteraannya sendiri dan juga demi kesejahteraan orang lain?”

(1) “Ketika, Mahānāma, seorang umat awam sempurna dalam keyakinan dan juga mendorong orang lain agar sempurna dalam keyakinan; (2) ketika ia sendiri sempurna dalam perilaku bermoral dan juga mendorong orang lain agar sempurna dalam perilaku bermoral; (3) ketika ia sendiri sempurna dalam kedermawanan dan juga mendorong orang lain agar sempurna dalam kedermawanan; (4) ketika ia sendiri ingin menemui para bhikkhu dan juga mendorong orang lain untuk menemui para bhikkhu; (5) ketika ia sendiri ingin mendengarkan Dhamma sejati dan juga mendorong orang lain untuk mendengar Dhamma sejati; (6) ketika ia sendiri mengingat ajaran yang telah ia dengar dan juga mendorong orang lain untuk mengingat ajaran; (7) ketika ia sendiri memeriksa makna dari ajaran-ajaran yang ia ingat dan juga mendorong orang lain untuk memeriksa makna-maknanya; (8 ) ketika ia sendiri telah memahami makna [222] dan Dhamma dan berlatih sesuai Dhamma dan juga mendorong orang lain agar melakukan hal serupa; dengan cara inilah, Mahānāma, umat awam itu berlatih demi kesejahteraannya sendiri dan juga demi kesejahteraan orang lain.”

26 (6) Jīvaka

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Rājagaha di hutan mangga Jīvaka. Kemudian Jīvaka Komārabhacca mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, duduk di satu sisi, dan berkata kepada Beliau:<1685>

“Dengan cara bagaimanakah, Bhante, seseorang adalah seorang umat awam?”

[Selanjutnya seperti pada 8:25.] [223]

27 (9) Kekuatan (1)

“Para bhikkhu, ada delapan kekuatan ini. Apakah delapan ini? (1) Kekuatan anak-anak adalah menangis; (2) kekuatan para perempuan adalah kemarahan; (3) kekuatan para pencuri adalah senjata; (4) kekuatan raja-raja adalah kekuasaan; (5) kekuatan orang-orang dungu adalah mengeluh; (6) kekuatan para bijaksana adalah kehati-hatian;<1686> (7) kekuatan para terpelajar adalah refleksi; (8 ) kekuatan para petapa dan brahmana adalah kesabaran. Ini adalah kedelapan kekuatan itu.”

28 (8 ) Kekuatan (2)

Yang Mulia Sāriputta mendatangi Sang Bhagavā … Kemudian Sang Bhagavā berkata kepadanya: [224]

“Sāriputta, ketika noda-noda seorang bhikkhu telah dihancurkan, berapa banyakkah kekuatan yang ia miliki yang karenanya ia boleh mengaku: ‘Noda-nodaku telah dihancurkan’?”

“Bhante, ketika noda-noda seorang bhikkhu telah dihancurkan, maka ia memiliki delapan kekuatan yang karenanya ia boleh mengaku: ‘Noda-nodaku telah dihancurkan.’ Apakah delapan ini?

(1) “Di sini, Bhante, seorang bhikkhu dengan noda-noda dihancurkan telah dengan jelas melihat segala fenomena terkondisi sebagaimana adanya dengan kebijaksanaan benar sebagai tidak kekal. Ini adalah satu kekuatan seorang bhikkhu dengan noda-noda dihancurkan yang karenanya ia boleh mengaku: ‘Noda-nodaku telah dihancurkan.’

(2) “Kemudian, seorang bhikkhu dengan noda-noda dihancurkan telah dengan jelas melihat kenikmatan-kenikmatan indriawi sebagaimana adanya dengan kebijaksanaan benar sebagai serupa dengan lubang arang membara. Ini adalah satu kekuatan seorang bhikkhu dengan noda-noda dihancurkan …

(3) “Kemudian, pikiran seorang bhikkhu dengan noda-noda dihancurkan miring, melandai, dan condong pada kesendirian; pikirannya terasing,<1687> bersenang dalam pelepasan keduniawian, dan sepenuhnya selesai dengan segala sesuatu yang menjadi landasan bagi noda-noda. Ini adalah satu kekuatan seorang bhikkhu dengan noda-noda dihancurkan …

(4) “Kemudian, seorang bhikkhu dengan noda-noda dihancurkan telah mengembangkan dan mengembangkan dengan baik keempat penegakan perhatian. Karena [225] itu, ini adalah satu kekuatan seorang bhikkhu dengan noda-noda dihancurkan …

(5) – (8 ) “Kemudian, seorang bhikkhu dengan noda-noda dihancurkan telah mengembangkan dan mengembangkan dengan baik keempat landasan kekuatan batin … kelima indria spiritual … ketujuh faktor pencerahan … jalan mulia berunsur delapan. . Ini adalah satu kekuatan seorang bhikkhu dengan noda-noda dihancurkan yang karenanya ia boleh mengaku: ‘Noda-nodaku telah dihancurkan.’

“Bhante, ketika noda-noda seorang bhikkhu telah dihancurkan, maka ia memiliki kedelapan kekuatan ini yang dengan berlandaskan pada kekuatan-kekuatan ini ia boleh mengaku: ‘Noda-nodaku telah dihancurkan.’

29 (9) Momen yang Tidak Menguntungkan

“Para bhikkhu, kaum duniawi yang tidak terpelajar mengatakan: ‘Dunia telah memperoleh kesempatan! Dunia telah memperoleh kesempatan!’<1688> tetapi ia tidak mengetahui apa yang merupakan kesempatan dan apa yang bukan kesempatan. Ada, para bhikkhu, delapan momen tidak menguntungkan ini yang bukan merupakan kesempatan yang tepat untuk menjalani kehidupan spiritual. Apakah delapan ini?

(1) “Di sini, seorang Tathāgata telah muncul di dunia, seorang Arahant, tercerahkan sempurna, sempurna dalam pengetahuan sejati dan perilaku, berbahagia, pengenal dunia, pelatih terbaik bagi orang-orang yang harus dijinakkan, guru para deva dan manusia, Yang Tercerahkan, Yang Suci, dan Dhamma mengarah menuju kedamaian, nibbāna, dan pencerahan diajarkan seperti yang dinyatakan oleh Yang Berbahagia. Tetapi seseorang terlahir kembali di neraka. Ini adalah momen pertama yang tidak menguntungkan yang bukan merupakan kesempatan yang tepat untuk menjalani kehidupan spiritual. [226]

(2) “Kemudian, seorang Tathāgata telah muncul di dunia … dan Dhamma mengarah menuju kedamaian, nibbāna, dan pencerahan diajarkan seperti yang dinyatakan oleh Yang Berbahagia. Tetapi seseorang terlahir kembali di alam binatang. Ini adalah momen ke dua yang tidak menguntungkan yang bukan merupakan kesempatan yang tepat untuk menjalani kehidupan spiritual.

(3) “Kemudian, seorang Tathāgata telah muncul di dunia … dan Dhamma mengarah menuju kedamaian, nibbāna, dan pencerahan diajarkan seperti yang dinyatakan oleh Yang Berbahagia. Tetapi seseorang terlahir kembali di alam hantu menderita. Ini adalah momen ke tiga yang tidak menguntungkan yang bukan merupakan kesempatan yang tepat untuk menjalani kehidupan spiritual.

(4) “Kemudian, seorang Tathāgata telah muncul di dunia … dan Dhamma mengarah menuju kedamaian, nibbāna, dan pencerahan diajarkan seperti yang dinyatakan oleh Yang Berbahagia. Tetapi seseorang terlahir kembali di alam para deva berumur panjang tertentu.<1689> Ini adalah momen ke empat yang tidak menguntungkan yang bukan merupakan kesempatan yang tepat untuk menjalani kehidupan spiritual.

(5) “Kemudian, seorang Tathāgata telah muncul di dunia … dan Dhamma mengarah menuju kedamaian, nibbāna, dan pencerahan diajarkan seperti yang dinyatakan oleh Yang Berbahagia. Tetapi seseorang terlahir kembali di propinsi terpencil di antara orang-orang asing yang kasar, [suatu tempat] di mana para bhikkhu, bhikkhunī, umat awam laki-laki, dan umat awam perempuan tidak berkunjung ke sana. Ini adalah momen ke lima yang tidak menguntungkan yang bukan merupakan kesempatan yang tepat untuk menjalani kehidupan spiritual.

(6) “Kemudian, seorang Tathāgata telah muncul di dunia … dan Dhamma mengarah menuju kedamaian, nibbāna, dan pencerahan diajarkan seperti yang dinyatakan oleh Yang Berbahagia. Seseorang terlahir kembali di propinsi tengah, tetapi ia menganut pandangan salah dan memiliki perspektif menyimpang: ‘Tidak ada yang diberikan, tidak ada yang dikorbankan, tidak ada yang dipersembahkan; tidak ada buat atau akibat dari perbuatan baik dan buruk; tidak ada dunia ini, tidak ada dunia lain; tidak ada ibu, tidak ada ayah; tidak ada makhluk-makhluk yang terlahir kembali secara spontan; tidak ada di dunia ini para petapa dan brahmana berperilaku baik dan berpraktik benar yang, setelah merealisasikan dunia ini dan dunia lain untuk diri mereka sendiri melalui pengetahuan langsung, kemudian mengajarkannya kepada orang lain.’ Ini adalah momen ke enam yang tidak menguntungkan yang bukan merupakan kesempatan yang tepat untuk menjalani kehidupan spiritual.

(7) “Kemudian, seorang Tathāgata telah muncul di dunia … dan Dhamma mengarah menuju kedamaian, nibbāna, dan pencerahan diajarkan seperti yang dinyatakan oleh Yang Berbahagia. Seseorang terlahir kembali di propinsi tengah, tetapi ia tidak bijaksana, bodoh, tumpul, tidak mampu memahami makna dari apa yang dinyatakan dengan baik dan apa yang dinyatakan dengan buruk. Ini adalah momen ke tujuh yang tidak menguntungkan yang bukan merupakan kesempatan yang tepat untuk menjalani kehidupan spiritual.

(8 ) “Kemudian, seorang Tathāgata tidak  muncul di dunia … dan Dhamma [227] mengarah menuju kedamaian, nibbāna, dan pencerahan tidak diajarkan seperti yang dinyatakan oleh Yang Berbahagia. Tetapi Seseorang terlahir kembali di propinsi tengah, dan ia bijaksana, cerdas, cerdik, mampu memahami makna dari apa yang dinyatakan dengan baik dan apa yang dinyatakan dengan buruk. Ini adalah momen ke delapan yang tidak menguntungkan yang bukan merupakan kesempatan yang tepat untuk menjalani kehidupan spiritual.

“Ini adalah kedelapan momen tidak menguntungkan yang bukan merupakan kesempatan yang tepat untuk menjalani kehidupan spiritual.

“Ada, para bhikkhu, satu momen menguntungkan yang istimewa yang merupakan kesempatan yang tepat untuk menjalani kehidupan spiritual. Apakah ini? Di sini, seorang Tathāgata telah muncul di dunia, seorang Arahant, tercerahkan sempurna, sempurna dalam pengetahuan sejati dan perilaku, berbahagia, pengenal dunia, pelatih terbaik bagi orang-orang yang harus dijinakkan, guru para deva dan manusia, Yang Tercerahkan, Yang Suci, dan Dhamma mengarah menuju kedamaian, nibbāna, dan pencerahan diajarkan seperti yang dinyatakan oleh Yang Berbahagia. Dan seseorang telah terlahir kembali di propinsi tengah, dan ia bijaksana, cerdas, cerdik, mampu memahami makna dari apa yang dinyatakan dengan baik dan apa yang dinyatakan dengan buruk. Ini, para bhikkhu, adalah satu momen menguntungkan yang istimewa yang merupakan kesempatan yang tepat untuk menjalani kehidupan spiritual.”

   Setelah mendapatkan kelahiran sebagai manusia
   Ketika Dhamma sejati telah dinyatakan dengan sempurna,
   Mereka yang tidak menangkap momen ini
   Telah melewatkan momen yang tepat.

   Karena banyak saat tidak menguntungkan yang dibicarakan,
   Kesempatan-kesempatan yang menghalangi sang jalan;
   Karena hanya kadang-kadang, sekali-sekali,
   Para Tathāgata muncul di dunia.

   Jika seseorang telah secara langsung bertemu Mereka,
   [keberuntungan] yang jarang diperoleh di dunia ini,
   Jika seseorang memperoleh kelahiran sebagai manusia,
   Dan Dhamma sejati sedang diajarkan,
   Bagi seorang yang menginginkan kebaikannya sendiri,
   Ini adalah dorongan yang cukup untuk berusaha. [228]

   Bagaimana seseorang dapat memahami Dhamma sejati,
   Sehingga momen itu tidak terlewatkan?
   Karena mereka yang melewatkan momen ini bersedih
   Ketika mereka terlahir kembali di neraka.

   Seseorang di sini yang telah gagal mendapatkan
   Jalan pasti dari Dhamma sejati,<1690>
   Akan menyesalinya dalam waktu yang lama
   Bagaikan pedagang yang kehilangan keuntungan.

   Seseorang yang terhalangi oleh ketidak-tahuan
   Yang telah gagal dalam Dhamma sejati
   Akan lama mengalami pengembaraan
   Dalam [lingkaran] kelahiran dan kematian.

   Tetapi mereka yang mendapatkan kelahiran sebagai manusia
   Ketika Dhamma sejati dinyatakan dengan sempurna,
   Telah memenuhi kata-kata Sang Guru,
   Atau akan memenuhinya, atau sedang memenuhinya sekarang.

   Mereka yang telah mempraktikkan sang jalan,
   Yang dinyatakan oleh Sang Tathāgata,
   Telah menembus momen yang tepat di dunia ini
   Kehidupan spiritual yang tiada taranya.

   Engkau harus berdiam tanpa kebocoran,
   Terjaga, senantiasa penuh perhatian dalam pengendalian
   Yang diajarkan oleh Ia Yang Berpenglihatan,
   Sang Kerabat Matahari.

   Setelah memotong semua kecenderungan tersembunyi
   Yang mengikuti seseorang yang hanyut dalam wilayah Māra,<1691>
   Mereka yang mencapai hancurnya noda-noda,
   Walaupun berada di dunia ini, tetapi telah menyeberang.

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku DELAPAN
« Reply #9 on: 12 August 2013, 10:37:20 PM »
30 (10) Anuruddha

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di antara penduduk Bhagga di Suṃsumāragira di taman rusa Hutan Bhesakalā. Pada saat itu Yang Mulia Anuruddha menetap di antara penduduk Ceti di taman bambu timur. Sewaktu Yang Mulia Anuruddha sedang sendirian dalam keterasingan, seuatu pemikiran muncul dalam pikirannya sebagai berikut:<1692>

(1) “Dhamma ini adalah untuk seorang dengan sedikit keinginan, bukan untuk seorang yang berkeinginan kuat. (2) Dhamma [229] ini adalah untuk seorang yang puas, bukan untuk seorang yang tidak puas. (3) Dhamma ini adalah untuk seorang yang menyukai kesendirian, bukan untuk seorang yang bersenang dalam kumpulan. (4) Dhamma ini adalah untuk seorang yang bersemangat, bukan untuk seorang yang malas. (5) Dhamma ini adalah untuk seorang dengan perhatian ditegakkan, bukan untuk seorang yang berpikiran kacau. (6) Dhamma ini adalah untuk seorang yang terkonsentrasi, bukan untuk seorang yang tidak terkonsentrasi. (7) Dhamma ini adalah untuk seorang yang bijaksana, bukan untuk seorang yang tidak bijaksana.”

Dengan pikiranNya Sang Bhagavā mengetahui jalannya pemikiran dalam pikiran Yang Mulia Anuruddha. Kemudian, secepat seorang kuat merentangkan lengannya yang tertekuk atau menekuk lengannya yang terentang, Sang Bhagavā lenyap dari antara para penduduk Bhagga di Suṃsumāragira, di taman rusa di Hutan Bhesakalā, dan muncul kembali di hadapan Yang Mulia Anuruddha di antara para penduduk Ceti di taman bambu timur. Sang Bhagavā duduk di tempat yang telah dipersiapkan untukNya. Kemudian Yang Mulia Anuruddha bersujud kepada Beliau dan duduk di satu sisi, dan Sang Bhagavā berkata kepadanya: “Bagus, bagus, Anuruddha! Bagus sekali engkau telah merefleksikan pemikiran-pemikiran tentang orang mulia ini, yaitu: ‘Dhamma ini adalah untuk seorang dengan sedikit keinginan, bukan untuk seorang yang berkeinginan kuat … Dhamma ini adalah untuk seorang yang bijaksana, bukan untuk seorang yang tidak bijaksana.’ Oleh karena itu, refleksikan jugalah pemikiran ke delapan tentang orang mulia ini: (8 ) ‘Dhamma ini adalah untuk seorang yang menyukai ketiadaan proliferasi, yang bersenang dalam ketiadaan proliferasi, bukan untuk seorang yang menyukai proliferasi, yang bersenang dalam proliferasi.’<1693>
   
“Ketika, Anuruddha, engkau merefleksikan kedelapan pemikiran orang mulia ini, maka, sejauh yang engkau kehendaki, dengan terasing dari kenikmatan-kenikmatan indria, terasing dari kondisi-kondisi tidak bermanfaat, [230] engkau akan masuk dan berdiam dalam jhāna pertama, dengan sukacita dan kenikmatan yang muncul dari keterasingan, yang disertai oleh pemikiran dan pemeriksaan.

“Ketika engkau merefleksikan kedelapan pemikiran orang mulia ini, maka, sejauh yang engkau kehendaki, dengan meredanya pemikiran dan pemeriksaan, engkau akan masuk dan berdiam dalam jhāna ke dua, yang memiliki ketenangan internal dan keterpusatan pikiran, dengan sukacita dan kenikmatan yang muncul dari konsentrasi, tanpa pemikiran dan pemeriksaan.

“Ketika engkau merefleksikan kedelapan pemikiran orang mulia ini, maka, sejauh yang engkau kehendaki, dengan memudarnya sukacita, engkau akan berdiam seimbang dan, dengan penuh perhatian dan memahami dengan jernih, mengalami kenikmatan pada jasmani; engkau akan masuk dan berdiam dalam jhāna ke tiga yang dinyatakan oleh para mulia: ‘Ia seimbang, penuh perhatian, seorang yang berdiam dengan bahagia.’

“Ketika engkau merefleksikan kedelapan pemikiran orang mulia ini, maka, sejauh yang engkau kehendaki, dengan meninggalkan kenikmatan dan kesakitan, dan dengan pelenyapan sebelumnya atas kegembiraan dan kesedihan, engkau akan masuk dan berdiam dalam jhāna ke empat, yang bukan menyakitkan juga bukan menyenangkan, dengan pemurnian perhatian melalui keseimbangan.

“Ketika engkau merefleksikan kedelapan pemikiran orang mulia ini dan mendapatkan sesuai kehendak, tanpa kesusahan atau kesulitan, keempat jhāna yang merupakan pikiran yang lebih tinggi dan kediaman yang nyaman dalam kehidupan ini, maka, sewaktu engkau berdiam dengan puas, jubah kain usangmu akan tampak bagimu seperti selemari penuh pakaian warna-warni bagi seorang perumah tangga atau putra perumah tangga, dan ini akan berguna untuk kesenanganmu, kelegaan, dan kemudahan, dan untuk memasuki nibbāna. [231]

“Ketika engkau merefleksikan kedelapan pemikiran orang mulia ini dan mendapatkan sesuai kehendak … keempat jhāna ini … maka, sewaktu engkau berdiam dengan puas, sisa makananmu akan tampak bagimu seperti sepiring nasi yang telah dibersihkan dari butiran-butiran hitam dan disajikan dengan kuah daging dan kari bagi seorang perumah tangga atau putra perumah tangga, dan ini akan berguna untuk kesenanganmu, kelegaan, dan kemudahan, dan untuk memasuki nibbāna.

“Ketika engkau merefleksikan kedelapan pemikiran orang mulia ini dan mendapatkan sesuai kehendak … keempat jhāna ini … maka, sewaktu engkau berdiam dengan puas, tempat tinggalmu di bawah pohon akan tampak seperti sebuah rumah beratap lancip, yang diplester bagian dalam dan luarnya, tanpa-lubang, dengan pintu dan jendela tertutup bagi seorang perumah tangga atau putra perumah tangga, dan ini akan berguna untuk kesenanganmu, kelegaan, dan kemudahan, dan untuk memasuki nibbāna.

“Ketika engkau merefleksikan kedelapan pemikiran orang mulia ini dan mendapatkan sesuai kehendak … keempat jhāna ini … maka, sewaktu engkau berdiam dengan puas, alas tidur dan tempat dudukmu yang terbuat dari jerami akan tampak seperti sebuah dipan yang dilapisi permadani, selimut, dan penutup, dengan penutup yang bagus terbuat dari kulit rusa, dengan kanopi di atas dan bantal guling merah di kedua ujungnya bagi seorang perumah tangga atau putra perumah tangga, dan ini akan berguna untuk kesenanganmu, kelegaan, dan kemudahan, dan untuk memasuki nibbāna. [232]

“Ketika engkau merefleksikan kedelapan pemikiran orang mulia ini dan mendapatkan sesuai kehendak … keempat jhāna ini … maka, sewaktu engkau berdiam dengan puas, obat-obatanmu yang terbuat dari fermentasi air kencing sapi akan tampak bagimu seperti berbagai obat-obatan ghee, mentega, minyak, madu, dan sirup bagi seorang perumah tangga atau putra perumah tangga, dan ini akan berguna untuk kesenanganmu, kelegaan, dan kemudahan, dan untuk memasuki nibbāna.

“Oleh karena itu, Anuruddha, engkau harus melewatkan kediaman musim hujan berikutnya di sini lagi di antara para penduduk Ceti di taman bambu timur.”

“Baik, Bhante.” Yang Mulia Anuruddha menjawab.

Kemudian, setelah menasihati Yang Mulia Anuruddha, secepat seorang kuat merentangkan lengannya yang tertekuk atau menekuk lengannya yang terentang, Sang Bhagavā lenyap dari hadapan Yang Mulia Anuruddha di antara para penduduk Ceti di taman bambu timur dan muncul kembali di antara para penduduk Bhagga di Suṃsumāragira. Kemudian Beliau duduk di tempat duduk yang dipersiapkan untuk Beliau dan berkata kepada para bhikkhu: ‘Aku akan mengajarkan kepada kalian, para bhikkhu, tentang delapan pemikiran orang mulia. Dengarkan dan perhatikanlah. Aku akan berbicara.”

“Baik, Bhante.” Para bhikkhu itu menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

“Dan apakah, para bhikkhu, delapan pemikiran orang mulia? (1) Dhamma ini adalah untuk seorang dengan sedikit keinginan, bukan untuk seorang yang berkeinginan kuat. (2) Dhamma ini adalah untuk seorang yang puas, bukan untuk seorang yang tidak puas. (3) Dhamma ini adalah untuk seorang yang menyukai kesendirian, bukan untuk seorang yang bersenang dalam kumpulan. (4) Dhamma ini adalah untuk seorang yang bersemangat, bukan untuk seorang yang malas. (5) Dhamma ini adalah untuk seorang dengan perhatian ditegakkan, bukan untuk seorang yang berpikiran kacau. (6) Dhamma ini adalah untuk seorang yang terkonsentrasi, bukan untuk seorang yang tidak terkonsentrasi. (7) Dhamma ini adalah untuk seorang yang bijaksana, [233] bukan untuk seorang yang tidak bijaksana. (8 ) Dhamma ini adalah untuk seorang yang menyukai ketiadaan proliferasi, yang bersenang dalam ketiadaan proliferasi, bukan untuk seorang yang menyukai proliferasi, yang bersenang dalam proliferasi.

(1) “Ketika dikatakan: ‘Dhamma ini adalah untuk seorang dengan sedikit keinginan, bukan untuk seorang yang berkeinginan kuat,’ sehubungan dengan apakah hal ini dikatakan? Di sini, ketika seorang bhikkhu adalah seorang dengan sedikit keinginan, ia tidak menginginkan: ‘Semoga orang-orang mengenaliku sebagai seorang dengan sedikit keinginan.’ Ketika ia puas, ia tidak menginginkan: ‘Semoga orang-orang mengenaliku sebagai seorang yang puas.’ Ketika ia mendatangi kesendirian, ia tidak menginginkan: ‘Semoga orang-orang mengenaliku sebagai seorang yang menyukai kesendirian.’ Ketika ia bersemangat, ia tidak menginginkan: ‘Semoga orang-orang mengenaliku sebagai seorang yang bersemangat.’ Ketika ia penuh perhatian, ia tidak menginginkan: ‘Semoga orang-orang mengenaliku sebagai seorang yang penuh perhatian.’ Ketika ia terkonsentrasi, ia tidak menginginkan: ‘Semoga orang-orang mengenaliku sebagai seorang yang terkonsentrasi.’ Ketika ia bijaksana, ia tidak menginginkan: ‘Semoga orang-orang mengenaliku sebagai seorang yang bijaksana.’ Ketika ia menyukai ketiadaan proliferasi, ia tidak menginginkan: ‘Semoga orang-orang mengenaliku sebagai seorang yang menyukai ketiadaan proliferasi.’ Ketika dikatakan: : ‘Dhamma ini adalah untuk seorang dengan sedikit keinginan, bukan untuk seorang yang berkeinginan kuat,’ adalah sehubungan dengan ini hal itu dikatakan.

(2) “Ketika dikatakan: ‘Dhamma ini adalah untuk seorang yang puas, bukan untuk seorang yang tidak puas,’ sehubungan dengan apakah hal ini dikatakan? Di sini, seorang bhikkhu puas dengan segala jenis jubah, makanan, tempat tinggal, dan obat-obatan dan perlengkapan bagi yang sakit. Ketika dikatakan: ‘Dhamma ini adalah untuk seorang yang puas, bukan untuk seorang yang tidak puas,’ adalah sehubungan dengan ini hal itu dikatakan.

(3) “Ketika dikatakan: ‘Dhamma ini adalah untuk seorang yang menyukai kesendirian, bukan untuk seorang yang bersenang dalam kumpulan,’ sehubungan dengan apakah hal ini dikatakan? Di sini, ketika seorang bhikkhu mendatangi kesendirian, para bhikkhu, bhikkhunī, umat awam laki-laki, umat awam perempuan, raja-raja, para menteri kerajaan, para pemimpin sekte lain, dan para murid dari sekte lain mendatanginya. Dalam setiap kasus, dengan pikiran yang miring, melandai, dan condong pada kesendirian, terasing,<1694> bersenang dalam pelepasan keduniawian, ia membabarkan khotbah secara tanpa kecuali hanya untuk membubarkan mereka. [234] Ketika dikatakan: ‘Dhamma ini adalah untuk seorang yang menyukai kesendirian, bukan untuk seorang yang bersenang dalam kumpulan,’ adalah sehubungan dengan ini hal itu dikatakan.

(4) “Ketika dikatakan: ‘Dhamma ini adalah untuk seorang yang bersemangat, bukan untuk seorang yang malas,’ sehubungan dengan apakah hal ini dikatakan? Di sini, seorang bhikkhu membangkitkan kegigihan untuk meninggalkan kualitas-kualitas tidak bermanfaat dan mendapatkan kualitas-kualitas bermanfaat, ia kuat, kokoh dalam usaha, tidak mengabaikan tugas melatih kualitas-kualitas bermanfaat. Ketika dikatakan: ‘Dhamma ini adalah untuk seorang yang bersemangat, bukan untuk seorang yang malas,’ adalah sehubungan dengan ini hal itu dikatakan.

(5) “Ketika dikatakan: ‘Dhamma ini adalah untuk seorang dengan perhatian ditegakkan, bukan untuk seorang yang berpikiran kacau,’ sehubungan dengan apakah hal ini dikatakan? Di sini, seorang bhikkhu penuh perhatian, memiliki perhatian dan keawasan tertinggi, seorang yang mengingat apa yang telah dilakukan dan diucapkan yang telah lama berlalu. Ketika dikatakan: ‘Dhamma ini adalah untuk seorang dengan perhatian ditegakkan, bukan untuk seorang yang berpikiran kacau,’ adalah sehubungan dengan ini hal itu dikatakan.

(6) “Ketika dikatakan: ‘Dhamma ini adalah untuk seorang yang terkonsentrasi, bukan untuk seorang yang tidak terkonsentrasi,’ sehubungan dengan apakah hal ini dikatakan? Di sini, dengan terasing dari kenikmatan-kenikmatan indria … seorang bhikkhu masuk dan berdiam dalam jhāna ke empat. Ketika dikatakan: ‘Dhamma ini adalah untuk seorang yang terkonsentrasi, bukan untuk seorang yang tidak terkonsentrasi,’ adalah sehubungan dengan ini hal itu dikatakan.

(7) “Ketika dikatakan: ‘Dhamma ini adalah untuk seorang yang bijaksana, bukan untuk seorang yang tidak bijaksana,’ sehubungan dengan apakah hal ini dikatakan? Di sini, seorang bhikkhu adalah bijaksana; ia memiliki kebijaksanaan yang melihat muncul dan lenyapnya, yang mulia dan menembus dan mengarah menuju kehancuran penderitaan sepenuhnya. Ketika dikatakan: ‘Dhamma ini adalah untuk seorang yang bijaksana, bukan untuk seorang yang tidak bijaksana,’ adalah sehubungan dengan ini hal itu dikatakan. [235]

(8 ) “Ketika dikatakan: ‘Dhamma ini adalah untuk seorang yang menyukai ketiadaan proliferasi, yang bersenang dalam ketiadaan proliferasi, bukan untuk seorang yang menyukai proliferasi, yang bersenang dalam proliferasi,’ sehubungan dengan apakah hal ini dikatakan? Di sini, pikiran seorang bhikkhu meluncur keluar pada lenyapnya proliferasi, menjadi tenang, diam, dan terbebaskan di dalamnya. Ketika dikatakan: ‘Dhamma ini adalah untuk seorang yang menyukai ketiadaan proliferasi, yang bersenang dalam ketiadaan proliferasi, bukan untuk seorang yang menyukai proliferasi, yang bersenang dalam proliferasi,’ adalah sehubungan dengan ini hal itu dikatakan.”

Kemudian Yang Mulia Anuruddha melewatkan kediaman musim hujannya di sana di antara para penduduk Ceti di taman bambu timur. Dengan berdiam sendirian, terasing, tekun, rajin, dan bersungguh-sungguh, dalam waktu tidak lama Yang Mulia Anuruddha merealisasikan untuk dirinya sendiri dengan pengetahuan langsung, dalam kehidupan ini, kesempurnaan kehidupan spiritual yang tiada taranya yang karenanya para anggota keluarga dengan benar pergi meninggalkan kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah, dan setelah memasukinya, ia berdiam di dalamnya. Ia secara langsung mengetahui: ‘Kelahiran telah dihancurkan, kehidupan spiritual telah dijalani, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, tidak akan kembali lagi pada kondisi makhluk apa pun.” Dan Yang Mulia Anuruddha menadi salah satu di antara para Arahant.

Pada kesempatan itu, ketika ia telah mencapai Kearahattaan, Yang Mulia Anuruddha mengucapkan syair ini:<1695>

   “Setelah memahami pemikiran-pemikiranku,
   Guru yang tiada taranya di dunia
   Mendatangiku melalui kekuatan batin
   Dalam tubuh ciptaan-pikiran.

   “Beliau mengajarkan aku lebih
   Dari apa yang ada dalam pikiranku:
   Sang Buddha, yang bersenang dalam ketiadaan-proliferasi,
   Mengajariku dalam ketiadaan-proliferasi.

   “Setelah memperlajari DhammaNya,
   Aku bersenang dalam ajaranNya.
   Aku telah mendapatkan tiga pengetahuan sejati;
   Ajaran Sang Buddha telah selesai.” [236]

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku DELAPAN
« Reply #10 on: 12 August 2013, 10:37:44 PM »
IV. MEMBERI

31 (1) Memberi (1)

“Para bhikkhu, ada delapan pemberian ini.<1696> Apakah delapan ini? (1) Setelah menghina [si penerima], seseorang memberikan suatu pemberian.<1697> (2) Seseorang memberikan suatu pemberian karena takut. (3) Seseorang memberikan suatu pemberian, [dengan berpikir]: ‘Ia memberi padaku.’ (4) Seseorang memberikan suatu pemberian, [dengan berpikir]: ‘Ia akan memberi padaku.’ (5) Seseorang memberikan suatu pemberian, [dengan berpikir]: ‘Memberi adalah baik.’ (6) Seseorang memberikan suatu pemberian, [dengan berpikir]: ‘Aku memasak; orang-orang ini tidak memasak. Tidaklah benar jika aku yang memasak tidak memberikan kepada mereka yang tidak memasak.’ (7) Seseorang memberikan suatu pemberian, [dengan berpikir]: ‘Karena aku telah memberikan pemberian ini, maka aku akan memperoleh reputasi baik.’ (8 ) Seseorang memberikan suatu pemberian dengan tujuan untuk menghias pikirannya, melengkapi pikirannya.”<1698>

32 (2) Memberi (2) <1699>

   Keyakinan, rasa takut bermoral, dan tindakan bermanfaat memberi
   Adalah kualitas-kualitas yang dikejar oleh orang baik;
   Karena ini, mereka mengatakan, adalah jalan surgawi
   Yang dengannya seseorang pergi ke alam para deva.

33 (3) Landasan

“para bhikkhu, ada delapan landasan untuk memberi ini.<1700> Apakah delapan ini? (1) Seseorang memberikan suatu pemberian karena keinginan. (2) Seseorang memberikan suatu pemberian karena kebencian. (3) Seseorang memberikan pemberian karena delusi. (4) Seseorang memberikan pemberian karena takut.<1701> (5) Seseorang memberikan pemberian, [dengan berpikir]: ‘Memberi telah dipraktikkan sebelumnya oleh ayahku dan leluhurku; aku tidak boleh meninggalkan kebiasaan keluarga yang sudah berlangsung sejak lama ini.’ (6) Seseorang memberikan pemberian, [dengan berpikir]: ‘Setelah memberikan pemberian ini, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, aku akan terlahir kembali di alam tujuan yang baik, di alam surga.’ (7) Seseorang memberikan pemberian, [dengan berpikir]: ‘Ketika aku sedang memberikan pemberian ini pikiranku menjadi tenang, [237] dan kegirangan dan kegembiraan muncul.’ (8 ) Seseorang memberikan pemberian dengan tujuan menghias pikiran, melengkapi pikiran. Ini adalah kedelapan landasan untuk memberi itu.”

34 (4) Lahan

“Para bhikkhu, sebutir benih yang ditanam di sebuah lahan yang memiliki delapan faktor tidak akan menghasilkan buah berlimpah, [buah]nya tidak lezat, dan tidak menghasilkan keuntungan. Apakah delapan ini?

“Di sini, (1) ada banyak gundukan dan parit di lahan itu; (2) ada banyak batu dan kerikil di lahan itu; (3) lahan itu mengandung garam; (4) lahan itu tidak dibajak cukup dalam; (5) tidak ada jalan masuk [bagi air untuk mengalir masuk]; (6) tidak ada jalan keluar [bagi air untuk mengalir keluar]; (7) tidak ada saluran irigasi; dan (8 ) tidak ada batas pinggir. Sebutir benih yang ditanam di sebuah lahan yang memiliki kedelapan faktor ini tidak akan menghasilkan buah berlimpah, [buah]nya tidak lezat, dan tidak menghasilkan keuntungan.

“Demikian pula, para bhikkhu, suatu pemberian kepada para petapa dan brahmana yang memiliki delapan faktor adalah tidak berbuah dan tidak bermanfaat, dan tidak sangat cemerlang atau menyebar. Apakah delapan faktor ini? Di sini, para petapa dan brahmana itu memiliki pandangan salah, kehendak salah, ucapan salah, perbuatan salah, penghidupan salah, usaha salah, perhatian salah, dan konsentrasi salah. Suatu pemberian kepada para petapa dan brahmana yang memiliki kedelapan faktor ini adalah tidak berbuah dan tidak bermanfaat, dan tidak sangat cemerlang atau menyebar.

“Para bhikkhu, sebutir benih yang ditanam di sebuah lahan yang memiliki delapan faktor akan menghasilkan buah berlimpah, [buah]nya lezat, dan menghasilkan keuntungan. Apakah delapan ini?

“Di sini, (1) tidak ada gundukan dan parit di lahan itu; (2) tidak ada batu dan kerikil di lahan itu; (3) lahan itu tidak mengandung garam; (4) lahan itu dibajak cukup [238] dalam; (5) ada jalan masuk [bagi air untuk mengalir masuk]; (6) ada jalan keluar [bagi air untuk mengalir keluar]; (7) ada saluran irigasi; dan (8 ) ada batas pinggir. Sebutir benih yang ditanam di sebuah lahan yang memiliki kedelapan faktor ini akan menghasilkan buah berlimpah, [buah]nya lezat, dan menghasilkan keuntungan.

“Demikian pula, para bhikkhu, suatu pemberian kepada para petapa dan brahmana yang memiliki delapan faktor adalah berbuah dan bermanfaat, dan sangat cemerlang dan menyebar. Apakah delapan faktor ini? Di sini, para petapa dan brahmana itu memiliki pandangan benar, kehendak benar, ucapan benar, perbuatan benar, penghidupan benar, usaha benar, perhatian benar, dan konsentrasi benar. Suatu pemberian kepada para petapa dan brahmana yang memiliki kedelapan faktor ini adalah berbuah dan bermanfaat, dan sangat cemerlang dan menyebar.”

   Ketika lahannya baik,
   Dan benih yang ditanam juga baik,
   Dan ada curah hujan yang cukup,
   Maka hasil panennya juga baik.<1702>

   Kesehatannya baik;
   Pertumbuhannya [juga] baik;
   Kematangannya juga baik;
   Buahnya sungguh baik.

   Demikian pula ketika seseorang memberikan makanan yang baik
   Kepada mereka yang sempurna dalam perilaku bermoral.
   Pemberian itu akan tiba pada beberapa jenis kebaikan,
   Karena apa yang dilakukan adalah baik.

   Oleh karena itu jika seseorang menginginkan kebaikan
   Biarlah seseorang di sini sempurna;
   Seseorang harus mendatangi mereka yang sempurna dalam kebijaksanaan;
   Dengan demikian kesempurnaannya akan berkembang.

   Seseorang yang sempurna dalam pengetahuan sejati dan perilaku,
   Setelah memperoleh kesempurnaan pikiran,
   Melakukan perbuatan yang sempurna
   Dan menyempurnakan yang baik.

   Setelah mengetahui dunia ini sebagaimana adanya,
   Seseorang harus mencapai kesempurnaan dalam pandangan.
   Seseorang yang sempurna dalam pikiran maju
   Dengan mengandalkan kesempurnaan dalam sang jalan. [239]

   Setelah menggosok segala noda,
   Setelah mencapai nibbāna,
   Maka seseorang terbebas dari segala penderitaan:
   Ini adalah kesempurnaan sepenuhnya.

35 (5) Kelahiran Kembali Karena Memberi

“Para bhikkhu, ada delapan jenis kelahiran kembali karena memberi. Apakah delapan ini?

(1) “Di sini, seseorang memberikan pemberian kepada seorang petapa atau seorang brahmana: makanan dan minuman; pakaian dan kendaraan; kalung bunga, wewanginan, dan salep; tempat tidur, tempat tinggal, dan cahaya. Apapun yang ia berikan, ia mengharapkan sesuatu sebagai balasan. Ia melihat para khattiya kaya, para brahmana kaya, atau para perumah tangga kaya memiliki dan menikmati kelima objek kenikmatan indria. Ia berpikir: ‘Oh, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, semoga aku terlahir kembali dalam kumpulan para khattiya kaya, para brahmana kaya, atau para perumah tangga kaya!’ Ia mengarahkan pikirannya pada hal ini, memusatkan pikirannya pada hal ini, dan mengembangkan kondisi pikiran ini. Aspirasinya itu,<1703> yang ditekadkan pada apa yang rendah,<1704> tidak dikembangkan lebih tinggi, mengarah pada kelahiran kembali di sana. Dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali dalam kumpulan para khattiya kaya, para brahmana kaya, atau para perumah tangga kaya – dan itu adalah untuk seorang yang bermoral, Aku katakan, bukan untuk seorang yang tidak bermoral. Harapan dari seorang yang bermoral terpenuhi karena kemurniannya.

(2) “Seseorang lainnya memberikan pemberian kepada seorang petapa atau seorang brahmana: makanan dan minuman … dan cahaya. Apapun yang ia berikan, ia mengharapkan sesuatu sebagai balasan. Ia telah mendengar; ‘Para deva [yang dipimpin oleh] Empat Raja Dewa [240] berumur panjang, rupawan, dan berkelimpahan kebahagiaan.’ Ia berpikir: ‘Oh, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, semoga aku terlahir kembali dalam kumpulan para deva [yang dipimpin oleh] Empat Raja Dewa!’ Ia mengarahkan pikirannya pada hal ini, memusatkan pikirannya pada hal ini, dan mengembangkan kondisi pikiran ini. Aspirasinya itu, yang ditekadkan pada apa yang rendah, tidak dikembangkan lebih tinggi, mengarah pada kelahiran kembali di sana. Dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali dalam kumpulan para deva [yang dipimpin oleh] Empat Raja Dewa kaya – dan itu adalah untuk seorang yang bermoral, Aku katakan, bukan untuk seorang yang tidak bermoral. Harapan dari seorang yang bermoral terpenuhi karena kemurniannya.

(3) – (7) “Seseorang lainnya memberikan pemberian kepada seorang petapa atau seorang brahmana: makanan dan minuman … dan cahaya. Apapun yang ia berikan, ia mengharapkan sesuatu sebagai balasan. Ia telah mendengar; ‘Para deva Tāvatiṃsa … para deva Yāma … para deva Tusita … para deva yang bersenang dalam penciptaan … para deva yang mengendalikan apa yang diciptakan oleh para deva lain berumur panjang, rupawan, dan berkelimpahan kebahagiaan.’ Ia berpikir: ‘Oh, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, semoga aku terlahir kembali dalam kumpulan para deva yang mengendalikan apa yang diciptakan oleh para deva lain!’ Ia mengarahkan pikirannya pada hal ini, memusatkan pikirannya pada hal ini, dan mengembangkan kondisi pikiran ini. Aspirasinya itu, yang ditekadkan pada apa yang rendah, tidak dikembangkan lebih tinggi, mengarah pada kelahiran kembali di sana. Dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali dalam kumpulan para deva yang mengendalikan apa yang diciptakan oleh para deva lain – dan itu adalah untuk seorang yang bermoral, Aku katakan, bukan untuk seorang yang tidak bermoral. Harapan dari seorang yang bermoral terpenuhi karena kemurniannya.

(8 )  “Seseorang lainnya memberikan pemberian kepada seorang petapa atau seorang brahmana: makanan dan minuman … dan cahaya. Apapun yang ia berikan, ia mengharapkan sesuatu sebagai balasan. Ia telah mendengar; ‘Para deva kumpulan Brahmā [241] berumur panjang, rupawan, dan berkelimpahan kebahagiaan.’ Ia berpikir: ‘Oh, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, semoga aku terlahir kembali dalam kumpulan para deva kumpulan Brahmā!’ Ia mengarahkan pikirannya pada hal ini, memusatkan pikirannya pada hal ini, dan mengembangkan kondisi pikiran ini. Aspirasinya itu, yang ditekadkan pada apa yang rendah, tidak dikembangkan lebih tinggi, mengarah pada kelahiran kembali di sana. Dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali dalam kumpulan para deva kumpulan Brahmā – dan itu adalah untuk seorang yang bermoral, Aku katakan, bukan untuk seorang yang tidak bermoral; untuk seorang yang tanpa nafsu, bukan untuk seorang yang bernafsu.<1705> Harapan dari seorang yang bermoral terpenuhi karena kemurniannya.

“Ini, para bhikkhu, adalah kedelapan jenis kelahiran kembali karena memberi itu.”

36 (6) Aktivitas

“Para bhikkhu, ada tiga landasan aktivitas berjasa ini. Apakah tiga ini? Landasan aktivitas berjasa yang terdapat dalam memberi; landasan aktivitas berjasa yang terdapat dalam perilaku bermoral; dan landasan aktivitas berjasa yang terdapat dalam pengembangan meditatif.

(1) “Di sini, para bhikkhu, seseorang telah mempraktikkan landasan aktivitas berjasa yang terdapat dalam memberi dalam jangkauan terbatas; ia telah mempraktikkan landasan aktivitas berjasa yang terdapat dalam perilaku bermoral dalam jangkauan terbatas; tetapi ia tidak melakukan landasan aktivitas berjasa yang terdapat dalam pengembangan meditatif. Dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali di antara manusia dalam kondisi yang kurang menguntungkan.

(2) “Seseorang lainnya telah mempraktikkan landasan aktivitas berjasa yang terdapat dalam memberi dalam jangkauan menengah; ia telah mempraktikkan landasan aktivitas berjasa yang terdapat dalam perilaku bermoral dalam jangkauan menengah; tetapi ia tidak melakukan landasan aktivitas berjasa yang terdapat dalam pengembangan meditatif. Dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali di antara manusia dalam kondisi yang menguntungkan.

(3) “Seseorang lainnya telah mempraktikkan landasan aktivitas berjasa yang terdapat dalam memberi dalam jangkauan luas; ia telah mempraktikkan landasan aktivitas berjasa yang terdapat dalam perilaku bermoral [242] dalam jangkauan luas; tetapi ia tidak melakukan landasan aktivitas berjasa yang terdapat dalam pengembangan meditatif. Dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali di antara para deva [yang dipimpin oleh] Empat Raja Dewa. Di sana keempat raja dewa, yang telah dengan sangat baik mempraktikkan landasan aktivitas berjasa yang terdapat dalam memberi dan landasan aktivitas berjasa yang terdapat dalam perilaku bermoral melampaui para deva [yang dimpin oleh] Empat Raja Dewa dalam sepuluh hal: dalam hal umur kehidupan surgawi, keindahan surgawi, kebahagiaan surgawi, keagungan surgawi, dan kekuasaan surgawi; dan dalam bentuk-bentuk, suara-suara, bau-bauan, rasa-rasa kecapan, dan objek-objek sentuhan surgawi.

(4) “Seseorang lainnya telah mempraktikkan landasan aktivitas berjasa yang terdapat dalam memberi dalam jangkauan luas; ia telah mempraktikkan landasan aktivitas berjasa yang terdapat dalam perilaku bermoral dalam jangkauan luas; tetapi ia tidak melakukan landasan aktivitas berjasa yang terdapat dalam pengembangan meditatif. Dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali di antara para deva Tāvatiṃsa. Di sana Sakka, penguasa para deva, yang telah dengan sangat baik mempraktikkan landasan aktivitas berjasa yang terdapat dalam memberi dan landasan aktivitas berjasa yang terdapat dalam perilaku bermoral melampaui para deva Tāvatiṃsa dalam sepuluh hal: dalam hal umur kehidupan surgawi …  dan objek-objek sentuhan surgawi.

(5) “Seseorang lainnya telah mempraktikkan landasan aktivitas berjasa yang terdapat dalam memberi dalam jangkauan luas; ia telah mempraktikkan landasan aktivitas berjasa yang terdapat dalam perilaku bermoral dalam jangkauan luas; tetapi ia tidak melakukan landasan aktivitas berjasa yang terdapat dalam pengembangan meditatif. Dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali di antara para deva Yāma. Di sana deva muda Suyāma, yang telah dengan sangat baik mempraktikkan landasan aktivitas berjasa yang terdapat dalam memberi dan landasan aktivitas berjasa yang terdapat dalam perilaku bermoral melampaui para deva Yāma dalam sepuluh hal: dalam hal umur kehidupan surgawi …  dan objek-objek sentuhan surgawi.

(6) “Seseorang lainnya telah mempraktikkan landasan aktivitas berjasa yang terdapat dalam memberi dalam jangkauan luas; ia telah mempraktikkan landasan aktivitas berjasa yang terdapat dalam perilaku bermoral dalam jangkauan luas; tetapi ia tidak melakukan landasan aktivitas berjasa yang terdapat dalam pengembangan meditatif. Dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali di antara para deva Tusita. [243] Di sana deva muda Santusita, yang telah dengan sangat baik mempraktikkan landasan aktivitas berjasa yang terdapat dalam memberi dan landasan aktivitas berjasa yang terdapat dalam perilaku bermoral melampaui para deva Tusita dalam sepuluh hal: dalam hal umur kehidupan surgawi …  dan objek-objek sentuhan surgawi.

(7) “Seseorang lainnya telah mempraktikkan landasan aktivitas berjasa yang terdapat dalam memberi dalam jangkauan luas; ia telah mempraktikkan landasan aktivitas berjasa yang terdapat dalam perilaku bermoral dalam jangkauan luas; tetapi ia tidak melakukan landasan aktivitas berjasa yang terdapat dalam pengembangan meditatif. Dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali di antara para deva yang bersenang dalam penciptaan. Di sana deva muda Sunimitta, yang telah dengan sangat baik mempraktikkan landasan aktivitas berjasa yang terdapat dalam memberi dan landasan aktivitas berjasa yang terdapat dalam perilaku bermoral melampaui para deva yang bersenang dalam penciptaan dalam sepuluh hal: dalam hal umur kehidupan surgawi …  dan objek-objek sentuhan surgawi.

(8 ) “Seseorang lainnya telah mempraktikkan landasan aktivitas berjasa yang terdapat dalam memberi dalam jangkauan luas; ia telah mempraktikkan landasan aktivitas berjasa yang terdapat dalam perilaku bermoral dalam jangkauan luas; tetapi ia tidak melakukan landasan aktivitas berjasa yang terdapat dalam pengembangan meditatif. Dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali di antara para deva yang mengendalikan ciptaan para deva lainnya. Di sana deva muda Vasavattī, yang telah dengan sangat baik mempraktikkan landasan aktivitas berjasa yang terdapat dalam memberi dan landasan aktivitas berjasa yang terdapat dalam perilaku bermoral melampaui para deva yang yang mengendalikan ciptaan para deva lainnya dalam sepuluh hal: dalam hal umur kehidupan surgawi, keindahan surgawi, kebahagiaan surgawi, keagungan surgawi, dan kekuasaan surgawi; dan dalam bentuk-bentuk, suara-suara, bau-bauan, rasa-rasa kecapan, dan objek-objek sentuhan surgawi.

“Ini, para bhikkhu, adalah ketiga landasan aktivitas berjasa itu.”

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku DELAPAN
« Reply #11 on: 12 August 2013, 10:38:08 PM »
37 (7) Pemberian Orang Baik

“Para bhikkhu, ada delapan pemberian orang baik ini.<1706> Apakah delapan ini? [244] (1) Ia memberikan apa yang murni; (2) ia memberikan apa yang baik; (3) ia memberikan pemberian yang tepat waktu; (4) ia memberikan apa yang diperbolehkan; (5) ia memberi setelah menyelidiki; (6) ia sering memberi; (7) sewaktu memberi ia mengokohkan pikirannya dalam keyakinan; dan (8 ) setelah memberi, ia bergembira. Ini adalah kedelapan pemberian orang baik itu.”

   Ia memberikan apa yang murni dan baik,
   Minuman dan makanan yang diperbolehkan pada waktu yang tepat;
   Ia sering memberi kepada lahan jasa yang subur,
   Kepada mereka yang menjalani kehidupan spiritual.

   Ia tidak merasa menyesal,
   Setelah memberikan banyak benda-benda materi.
   Mereka yang berpandangan terang yang mendalam memuji
   Pemberian yang diberikan dengan cara ini.

   Setelah mempraktikkan kedermawanan demikian
   Dengan pikiran yang dermawan dengan bebas,
   Seorang yang cerdas dan bijaksana, kaya dalam keyakinan,
   Terlahir kembali di alam yang menyenangkan, tanpa kesengsaraan.

38 (8 ) Orang Baik <1707>

“Para bhikkhu, ketika seorang yang baik terlahir pada sebuah keluarga, itu adalah demi kebaikan, kesejahteraan, dan kebahagiaan banyak orang. Itu adalah demi kebaikan, kesejahteraan, dan kebahagiaan (1) ibu dan ayahnya, (2) istri dan anak-anaknya, (3) para budak, pekerja, dan pelayannya, (4) teman-teman dan kerabatnya, (5) para leluhurnya yang telah meninggal dunia, (6) raja, (7) para dewata, dan (8 ) para petapa dan brahmana. Seperti halnya hujan deras yang turun, memelihara semua tanaman, muncul demi kebaikan, kesejahteraan, dan kebahagiaan banyak orang, demikian pula, ketika seorang yang baik terlahir pada sebuah keluarga, itu adalah demi kebaikan, kesejahteraan, dan kebahagiaan banyak orang. Itu adalah demi kebaikan, kesejahteraan, dan kebahagiaan ibu dan ayahnya … [245] … para petapa dan brahmana.”

   Orang bijaksana, berdiam di rumah,
   Sesungguhnya hidup demi kebaikan banyak orang.
   Siang dan malam dengan tekun terhadap
   Ibu, ayah, dan para leluhurnya,<1708>
   Ia menghormati mereka sesuai Dhamma,
   Mengingat apa yang telah mereka lakukan [untuknya] di masa lalu.<1709>

   Kokoh dalam keyakinan, orang yang religius,
   Setelah mengetahui kualitas-kualitas baiknya,<1710>
   Menghormati mereka yang meninggalkan kehidupan rumah tangga,
   Para pengemis yang menjalani kehidupan spiritual.<1711>

   Berguna bagi raja dan para deva,
   Berguna bagi sanak-saudara dan teman-temannya,
   Sebenarnya, berguna bagi semuanya,
   Tegak dengan kokoh dalam Dhamma sejati,
   Ia telah melenyapkan noda kekikiran
   Dan mengembara menuju alam yang menguntungkan.

39 (9) Arus

“Para bhikkhu, ada delapan arus jasa ini, arus yang bermanfaat, makanan bagi kebahagiaan – surgawi, matang dalam kebahagiaan, mengarah menuju surga – yang mengarah pada apa yang diinginkan, disukai, dan menyenangkan, pada kesejahteraan dan kebahagiaan seseorang.<1712> Apakah delapan ini?

(1) “Di sini, seorang siswa mulia telah berlindung pada Sang Buddha. Ini adalah arus jasa pertama, arus yang bermanfaat, makanan bagi kebahagiaan – surgawi, matang dalam kebahagiaan, mengarah menuju surga – yang mengarah pada apa yang diinginkan, disukai, dan menyenangkan, pada kesejahteraan dan kebahagiaan seseorang.

(2) “Kemudian, seorang siswa mulia telah berlindung pada Dhamma. Ini adalah arus jasa ke dua … yang mengarah pada apa yang diinginkan, disukai, dan menyenangkan, pada kesejahteraan dan kebahagiaan seseorang.

(3) “Kemudian, seorang siswa mulia telah berlindung pada Saṅgha. Ini adalah arus jasa ke tiga … yang mengarah pada apa yang diinginkan, disukai, dan menyenangkan, pada kesejahteraan dan kebahagiaan seseorang. [246]

(4) “Di sini, seorang siswa mulia, setelah meninggalkan pembunuhan, menghindari pembunuhan. Dengan menghindari pembunuhan, siswa mulia itu memberikan kebebasan dari ketakutan, dari permusuhan, dan kesengsaraan yang tidak terbatas kepada tidak terhitung banyaknya makhluk. Ia sendiri pada gilirannya juga menikmati kebebasan dari ketakutan, dari permusuhan, dan kesengsaraan yang tidak terbatas. Ini adalah pemberian pertama, pemberian besar, yang utama, telah berlangsung sejak lama, tradisional, primitif, tidak dapat dipalsukan, dan belum pernah dipalsukan, yang tidak dipalsukan dan tidak akan dipalsukan, yang tidak dibantah oleh para petapa dan brahmana bijaksana. Ini adalah arus jasa ke empat … yang mengarah pada apa yang diinginkan, disukai, dan menyenangkan, pada kesejahteraan dan kebahagiaan seseorang.

(5) – (8 ) “Kemudian, seorang siswa mulia, setelah meninggalkan perbuatan mengambil apa yang tidak diberikan, menghindari mengambil apa yang tidak diberikan … menghindari hubungan seksual yang salah … menghindari berbohong … menghindari minuman keras, anggur, dan minuman memabukkan, yang menjadi landasan bagi kelengahan, siswa mulia itu memberikan kebebasan dari ketakutan, dari permusuhan, dan dari kesengsaraan yang tidak terbatas kepada tidak terhitung banyaknya makhluk. Ia sendiri pada gilirannya juga menikmati kebebasan dari ketakutan, dari permusuhan, dan kesengsaraan yang tidak terbatas. Ini adalah pemberian ke lima, pemberian besar, yang utama, telah berlangsung sejak lama, tradisional, primitif, tidak dapat dipalsukan, dan belum pernah dipalsukan, yang tidak dipalsukan dan tidak akan dipalsukan, yang tidak dibantah oleh para petapa dan brahmana bijaksana. Ini adalah arus jasa ke delapan [247] … yang mengarah pada apa yang diinginkan, disukai, dan menyenangkan, pada kesejahteraan dan kebahagiaan seseorang.

“Ini, para bhikkhu, adalah kedelapan arus jasa itu, arus yang bermanfaat, makanan bagi kebahagiaan – surgawi, matang dalam kebahagiaan, mengarah menuju surga – yang mengarah pada apa yang diinginkan, disukai, dan menyenangkan, pada kesejahteraan dan kebahagiaan seseorang.”

40 (10) Kondusif

(1) “Para bhikkhu, pembunuhan, yang berulang-ulang dilakukan, dikembangkan, dan dilatih, adalah kondusif untuk mencapai neraka, mencapai alam binatang, dan mencapai alam hantu menderita; bagi seorang yang terlahir kembali sebagai manusia, pembunuhan paling sedikit adalah kondusif untuk mendapatkan umur kehidupan yang singkat.

(2) “Mengambil apa yang tidak diberikan, yang berulang-ulang dilakukan, dikembangkan, dan dilatih, adalah kondusif untuk mencapai neraka, mencapai alam binatang, dan mencapai alam hantu menderita; bagi seorang yang terlahir kembali sebagai manusia, mengambil apa yang tidak diberikan paling sedikit adalah kondusif untuk mengalami kehilangan kekayaan.

(3) “Hubungan seksual yang salah, yang berulang-ulang dilakukan, dikembangkan, dan dilatih, adalah kondusif untuk mencapai neraka, mencapai alam binatang, dan mencapai alam hantu menderita; bagi seorang yang terlahir kembali sebagai manusia, melakukan hubungan seksual yang salah paling sedikit adalah kondusif untuk mendapatkan permusuhan dan persaingan.

(4) “Berbohong, yang berulang-ulang dilakukan, dikembangkan, dan dilatih, adalah kondusif untuk mencapai neraka, mencapai alam binatang, dan mencapai alam hantu menderita; bagi seorang yang terlahir kembali sebagai manusia, berbohong paling sedikit adalah kondusif untuk mendapatkan tuduhan palsu.

(5) “Ucapan memecah-belah, yang berulang-ulang dilakukan, dikembangkan, dan dilatih, adalah kondusif untuk mencapai neraka, mencapai alam binatang, dan mencapai alam hantu menderita; bagi seorang yang terlahir kembali sebagai manusia, ucapan memecah-belah paling sedikit adalah kondusif untuk mengalami perpecahan dengan teman. [248]

(6) “Ucapan kasar, yang berulang-ulang dilakukan, dikembangkan, dan dilatih, adalah kondusif untuk mencapai neraka, mencapai alam binatang, dan mencapai alam hantu menderita; bagi seorang yang terlahir kembali sebagai manusia, ucapan kasar paling sedikit adalah kondusif untuk mendengar suara-suara yang tidak menyenangkan.

(7) “Bergosip, yang berulang-ulang dilakukan, dikembangkan, dan dilatih, adalah kondusif untuk mencapai neraka, mencapai alam binatang, dan mencapai alam hantu menderita; bagi seorang yang terlahir kembali sebagai manusia, bergosip paling sedikit adalah kondusif untuk mengalami ketidak-percayaan orang lain atas kata-katanya.

(8 ) “Meminum minuman keras dan anggur, yang berulang-ulang dilakukan, dikembangkan, dan dilatih, adalah kondusif untuk mencapai neraka, mencapai alam binatang, dan mencapai alam hantu menderita; bagi seorang yang terlahir kembali sebagai manusia, meminum minuman keras dan anggur paling sedikit adalah kondusif untuk mengalami kegilaan.”


Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku DELAPAN
« Reply #12 on: 12 August 2013, 10:39:47 PM »
V. UPOSATHA

43 (1) Secara Ringkas

Demikianlah yang kudengar. Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Di sana Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Para bhikkhu!”

“Yang Mulia!” para bhikkhu itu menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

“Para bhikkhu, dengan menjalankan lengkap dalam delapan faktor, uposatha adalah berbuah dan bermanfaat besar, luar biasa cemerlang dan menyebar. Dan bagaimanakah uposatha dijalankan dengan lengkap dalam delapan faktor, sehingga berbuah dan bermanfaat besar, luar biasa cemerlang dan menyebar?<1713> [249]

(1) “Di sini, para bhikkhu, seorang siswa mulia merefleksikan sebagai berikut: ‘Seumur hidupnya para Arahant meninggalkan dan menghindari pembunuhan; dengan tongkat pemukul dan senjata dikesampingkan, berhati-hati dan tulus, mereka berdiam dengan berbelas kasih pada semua makhluk hidup. Hari ini, selama sehari semalam ini, aku juga akan meninggalkan dan menghindari pembunuhan; dengan tongkat pemukul dan senjata dikesampingkan, berhati-hati dan tulus, aku juga akan berdiam dengan berbelas kasih pada semua makhluk hidup. Aku akan meniru para Arahant dalam hal ini dan uposatha akan kujalankan.’ Uposatha memiliki faktor pertama ini.

(2) “‘Seumur hidupnya para Arahant meninggalkan dan menghindari mengambil apa yang tidak diberikan; mereka hanya mengambil apa yang diberikan, mengharapkan hanya apa yang diberikan, dan berdiam dengan jujur tanpa pikiran untuk mencuri. Hari ini, selama sehari semalam ini, aku juga akan meninggalkan dan menghindari mengambil apa yang tidak diberikan; aku hanya mengambil apa yang diberikan, mengharapkan hanya apa yang diberikan, dan berdiam dengan jujur tanpa pikiran untuk mencuri. Aku akan meniru para Arahant dalam hal ini dan uposatha akan kujalankan.’ Uposatha memiliki faktor ke dua ini.

(3) “‘Seumur hidupnya para Arahant meninggalkan aktivitas seksual dan menjalankan hidup selibat, hidup terpisah, menghindari hubungan seksual, praktik orang biasa. Hari ini, selama sehari semalam ini, aku juga akan meninggalkan aktivitas seksual dan menjalankan hidup selibat, hidup terpisah, menghindari hubungan seksual, praktik orang biasa. Aku akan meniru para Arahant dalam hal ini dan uposatha akan kujalankan.’ Uposatha memiliki faktor ke tiga ini.

(4) “‘Seumur hidupnya para Arahant meninggalkan dan menghindari berbohong; mereka mengucapkan kebenaran, setia pada kebenaran; mereka dapat dipercaya dan dapat diandalkan, bukan penipu dunia. Hari ini, selama sehari semalam ini, aku juga akan meninggalkan dan menghindari berbohong; [250] Aku akan mengucapkan kebenaran, setia pada kebenaran; aku akan dapat dipercaya dan dapat diandalkan, bukan penipu dunia. Aku akan meniru para Arahant dalam hal ini dan uposatha akan kujalankan.’ Uposatha memiliki faktor ke empat ini.

(5) “‘Seumur hidupnya para Arahant meninggalkan dan menghindari meminum minuman keras, anggur, dan minuman memabukkan, yang menjadi landasan bagi kelengahan. Hari ini, selama sehari semalam ini, aku juga akan meninggalkan dan menghindari meminum minuman keras, anggur, dan minuman memabukkan, yang menjadi landasan bagi kelengahan. Aku akan meniru para Arahant dalam hal ini dan uposatha akan kujalankan.’ Uposatha memiliki faktor ke lima ini.

(6) “‘Seumur hidupnya para Arahant makan sekali sehari, menghindari makan pada malam hari dan di luar waktu yang selayaknya. Hari ini, selama sehari semalam ini, aku juga akan makan sekali sehari, menghindari makan pada malam hari dan di luar waktu yang selayaknya. Aku akan meniru para Arahant dalam hal ini dan uposatha akan kujalankan.’ Uposatha memiliki faktor ke enam ini.

(7) “‘Seumur hidupnya para Arahant menghindari tarian, nyanyian, musik instrumental, dan pertunjukan yang tidak layak, dan menghindari menghias dan mempercantik diri dengan mengenakan kalung bunga dan mengoleskan wewangian dan salep. Hari ini, selama sehari semalam ini, aku juga akan menghindari tarian, nyanyian, musik instrumental, dan pertunjukan yang tidak layak, dan menghindari menghias dan mempercantik diriku dengan mengenakan kalung bunga dan mengoleskan wewangian dan salep. Aku akan meniru para Arahant dalam hal ini dan uposatha akan kujalankan.’ Uposatha memiliki faktor ke tujuh ini.

(8 ) “‘Seumur hidupnya para Arahant meninggalkan dan menghindari menggunakan tempat tidur yang tinggi dan mewah; mereka berbaring di tempat tidur yang rendah, apakah tempat tidur kecil atau alas tidur jerami. Hari ini, selama sehari semalam ini, aku juga akan meninggalkan dan menghindari menggunakan tempat tidur yang tinggi dan mewah; aku akan berbaring di tempat tidur yang rendah, apakah tempat tidur kecil atau alas tidur jerami. Aku akan meniru para Arahant dalam hal ini [251] dan uposatha akan kujalankan.’ Uposatha memiliki faktor ke delapan ini.

“Adalah dengan cara ini, para bhikkhu, maka uposatha dijalankan lengkap dalam delapan faktor, sehingga berbuah dan bermanfaat besar, luar biasa cemerlang dan menyebar.”

42 (2) Secara Terperinci

“Para bhikkhu, dengan menjalankan lengkap dalam delapan faktor, uposatha adalah berbuah dan bermanfaat besar, luar biasa cemerlang dan menyebar. Dan bagaimanakah uposatha dijalankan dengan lengkap dalam delapan faktor, sehingga berbuah dan bermanfaat besar, luar biasa cemerlang dan menyebar?

(1) “Di sini, para bhikkhu, seorang siswa mulia merefleksikan sebagai berikut: ‘Seumur hidupnya para Arahant meninggalkan dan menghindari pembunuhan; dengan tongkat pemukul dan senjata dikesampingkan, berhati-hati dan tulus, mereka berdiam dengan berbelas kasih pada semua makhluk hidup. Hari ini, selama sehari semalam ini, aku juga akan meninggalkan dan menghindari pembunuhan; dengan tongkat pemukul dan senjata dikesampingkan, berhati-hati dan tulus, aku juga akan berdiam dengan berbelas kasih pada semua makhluk hidup. Aku akan meniru para Arahant dalam hal ini dan uposatha akan kujalankan.’ Uposatha memiliki faktor pertama ini.

[Seperti pada 8:41 hingga:] …

(8 ) “‘Seumur hidupnya para Arahant meninggalkan dan menghindari menggunakan tempat tidur yang tinggi dan mewah; mereka berbaring di tempat tidur yang rendah, apakah tempat tidur kecil atau alas tidur jerami. Hari ini, selama sehari semalam ini, aku juga akan meninggalkan dan menghindari menggunakan tempat tidur yang tinggi dan mewah; aku akan berbaring di tempat tidur yang rendah, apakah tempat tidur kecil atau alas tidur jerami. Aku akan meniru para Arahant dalam hal ini [251] dan uposatha akan kujalankan.’ Uposatha memiliki faktor ke delapan ini.

“Adalah dengan cara ini, para bhikkhu, maka uposatha dijalankan lengkap dalam delapan faktor, sehingga berbuah dan bermanfaat besar, luar biasa cemerlang dan menyebar. [252]

“Sejauh apakah hal ini berbuah dan bermanfaat besar? Sejauh apakah hal ini luar biasa cemerlang dan menyebar? Misalkan seseorang menguasai dan memerintah enam belas negeri besar ini dalam hal yang dipenuhi dengan tujuh benda berharga, yaitu, [negeri-negeri] Aṅga, Magadha, Kāsi, Kosala, Vajji, Malla, Ceti, Vaṅga, Kuru, Pañcala, Maccha, Sūrasena, Assaka, Avanti, Gandhāra, dan Kamboja. Hal ini tidak sebanding dengan seper enam belas bagian dari pelaksanaan uposatha yang lengkap dengan delapan faktor itu. Karena alasan apakah? Karena kekuasaan manusia adalah buruk dibandingkan dengan kebahagiaan surgawi.

“Bagi para deva [yang diperintah oleh] empat raja dewa, sehari semalam adalah setara dengan lima puluh tahun manusia; tiga puluh hari demikian menjadi satu bulan, dan dua belas bulan menjadi satu tahun. Umur kehidupan para deva itu adalah lima ratus tahun surgawi. Adalah mungkin, para bhikkhu, bahwa seorang perempuan atau laki-laki yang menjalankan uposatha yang lengkap dengan delapan faktor ini akan, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, terlahir kembali dalam kumpulan para deva [yang diperintah oleh] empat raja dewa. Adalah sehubungan dengan hal ini maka Aku katakan bahwa kekuasaan manusia adalah buruk dibandingkan dengan kebahagiaan surgawi.

“Bagi para deva Tāvatiṃsa sehari semalam adalah setara dengan seratus tahun manusia; tiga puluh hari demikian menjadi satu bulan, dan dua belas bulan menjadi satu tahun. Umur kehidupan para deva itu adalah seribu tahun surgawi.  [253] Adalah mungkin, para bhikkhu, bahwa seorang perempuan atau laki-laki yang menjalankan uposatha yang lengkap dengan delapan faktor ini akan, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, terlahir kembali dalam kumpulan para deva Tāvatiṃsa. Adalah sehubungan dengan hal ini maka Aku katakan bahwa kekuasaan manusia adalah buruk dibandingkan dengan kebahagiaan surgawi.

“Bagi para deva Yāma sehari semalam adalah setara dengan dua ratus tahun manusia; tiga puluh hari demikian menjadi satu bulan, dan dua belas bulan menjadi satu tahun. Umur kehidupan para deva itu adalah dua ribu tahun surgawi. Adalah mungkin, para bhikkhu, bahwa seorang perempuan atau laki-laki yang menjalankan uposatha yang lengkap dengan delapan faktor ini akan, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, terlahir kembali dalam kumpulan para deva Yāma. Adalah sehubungan dengan hal ini maka Aku katakan bahwa kekuasaan manusia adalah buruk dibandingkan dengan kebahagiaan surgawi.

“Bagi para deva Tusita sehari semalam adalah setara dengan empat ratus tahun manusia; tiga puluh hari demikian menjadi satu bulan, dan dua belas bulan menjadi satu tahun. Umur kehidupan para deva itu adalah empat ribu tahun surgawi. Adalah mungkin, para bhikkhu, bahwa seorang perempuan atau laki-laki yang menjalankan uposatha yang lengkap dengan delapan faktor ini akan, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, terlahir kembali dalam kumpulan para deva Tusita. Adalah sehubungan dengan hal ini maka Aku katakan bahwa kekuasaan manusia adalah buruk dibandingkan dengan kebahagiaan surgawi.

“Bagi para deva yang bersenang-senang dalam penciptaan, sehari semalam adalah setara dengan delapan ratus tahun manusia; tiga puluh hari demikian menjadi satu bulan, dan dua belas bulan menjadi satu tahun. Umur kehidupan para deva itu adalah delapan ribu tahun surgawi. Adalah mungkin, para bhikkhu, bahwa seorang perempuan atau laki-laki [254] yang menjalankan uposatha yang lengkap dengan delapan faktor ini akan, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, terlahir kembali dalam kumpulan para deva yang bersenang-senang dalam penciptaan. Adalah sehubungan dengan hal ini maka Aku katakan bahwa kekuasaan manusia adalah buruk dibandingkan dengan kebahagiaan surgawi.

“Bagi para deva yang mengendalikan apa yang diciptakan oleh para deva lain, sehari semalam adalah setara dengan seribu enam  ratus tahun manusia; tiga puluh hari demikian menjadi satu bulan, dan dua belas bulan menjadi satu tahun. Umur kehidupan para deva itu adalah enam belas ribu tahun surgawi itu. Adalah mungkin, para bhikkhu, bahwa seorang perempuan atau laki-laki di sini yang menjalankan uposatha yang lengkap dengan delapan faktor ini akan, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, terlahir kembali dalam kumpulan para deva yang yang mengendalikan apa yang diciptakan oleh para deva lain. Adalah sehubungan dengan hal ini maka Aku katakan bahwa kekuasaan manusia adalah buruk dibandingkan dengan kebahagiaan surgawi.”

Seseorang tidak boleh membunuh makhluk-makhluk hidup atau mengambil apa yang tidak diberikan;<1714>
Ia seharusnya tidak berkata bohong atau meminum minuman memabukkan;
Ia harus menahan diri dari aktivitas seksual, dari ketidak-sucian;
Ia tidak boleh makan di malam hari atau pada waktu yang tidak tepat.

Ia tidak boleh mengenakan kalung bunga atau mengoleskan wangi-wangian;
Ia harus tidur di tempat tidur [yang rendah] atau alas tidur di lantai;
Ini, mereka katakan, adalah uposatha berfaktor delapan
Yang dinyatakan oleh Sang Buddha,
Yang telah mencapai akhir penderitaan.

Sejauh matahari dan rembulan berputar,
Memancarkan cahaya, begitu indah dipandang,
Penghalau kegelapan, bergerak di sepanjang cakrawala,
Bersinar di angkasa, menerangi segala penjuru. [255]

Kekayaan apa pun yang ada di sini –
Mutiara, permata, dan beryl yang baik,
Emas tanduk dan emas gunung,
Dan emas alami yang disebut haṭaka

Semua itu tidak sebanding dengan seper enam belas bagian
Dari uposatha yang lengkap dengan delapan faktor,
Seperti halnya sekumpulan bintang
[tidak dapat menandingi] cahaya rembulan.

Oleh karena itu seorang perempuan atau laki-laki yang bermoral
Setelah menjalankan uposatha yang lengkap dengan delapan faktor,
Dan setelah melakukan jasa yang menghasilkan kebahagiaan,
Pergi tanpa cela menuju alam surga.


Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku DELAPAN
« Reply #13 on: 12 August 2013, 10:40:38 PM »
43 (3) Visākhā (1)

Demikianlah yang kudengar. Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Sāvatthī di Istana Migāramātā di Taman Timur. Kemudian Visākhā Migāramātā mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau¸dan duduk di satu sisi. Kemudian Sang Bhagavā berkata kepadanya:

“Visākhā, dengan menjalankan lengkap dalam delapan faktor, uposatha adalah berbuah dan bermanfaat besar, luar biasa cemerlang dan menyebar. Dan bagaimanakah uposatha dijalankan dengan lengkap dalam delapan faktor, sehingga berbuah dan bermanfaat besar, luar biasa cemerlang dan menyebar?”

[Semuanya seperti pada 8:42, termasuk syairnya.] [256-258]

44 (4) Vāseṭṭha

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Vesālī di aula beratap lancip di Hutan Besar. Kemudian seorang umat awam laki-laki bernama Vāseṭṭha mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, dan duduk di satu sisi. Kemudian Sang Bhagavā berkata kepadanya:

“Vāsaṭṭha, dengan menjalankan lengkap dalam delapan faktor, uposatha adalah berbuah dan bermanfaat besar, luar biasa cemerlang dan menyebar. Dan bagaimanakah uposatha dijalankan dengan lengkap dalam delapan faktor, sehingga berbuah dan bermanfaat besar, luar biasa cemerlang dan menyebar?”
 
[Semuanya seperti pada 8:42, termasuk syairnya.]

Ketika hal ini dikatakan, umat laki-laki Vāseṭṭha berkata kepada Sang Bhagavā: [259] “Bhante, jika sanak-saudaraku dan anggota-anggota keluargaku yang tercinta menjalankan uposatha yang lengkap dalam delapan faktor ini, maka itu akan mengarah pada kesejahteraan dan kebahagiaan mereka untuk waktu yang lama. Jika semua khattiya menjalankan uposatha yang lengkap dalam delapan faktor ini, maka itu akan mengarah pada kesejahteraan dan kebahagiaan mereka untuk waktu yang lama. Jika semua brahmana … vessa … sudda menjalankan uposatha yang lengkap dalam delapan faktor ini, maka itu akan mengarah pada kesejahteraan dan kebahagiaan mereka untuk waktu yang lama.

“Demikianlah, Vāseṭṭha, demikianlah! Jika semua khattiya menjalankan uposatha yang lengkap dalam delapan faktor ini, maka itu akan mengarah pada kesejahteraan dan kebahagiaan mereka untuk waktu yang lama. Jika semua brahmana … vessa … sudda menjalankan uposatha yang lengkap dalam delapan faktor ini, maka itu akan mengarah pada kesejahteraan dan kebahagiaan mereka untuk waktu yang lama. Jika dunia ini bersama dengan para deva, Māra, dan Brahmā, populasi ini bersama dengan para petapa dan brahmana, para deva dan manusia, menjalankan uposatha yang lengkap dalam delapan faktor ini, maka itu akan mengarah pada kesejahteraan dan kebahagiaan mereka untuk waktu yang lama. Jika pepohonan sal besar ini menjalankan uposatha yang lengkap dalam delapan faktor ini, maka itu akan mengarah pada kesejahteraan dan kebahagiaan pepohonan sal besar ini untuk waktu yang lama, [jika mereka dapat memilih].<1715> Apalagi manusia!”

45 (5) Bojjhā

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Kemudian seorang umat awam laki-laki bernama Bojjhā mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, dan duduk di satu sisi. Kemudian Sang Bhagavā berkata kepadanya:

“Bojjhā, dengan menjalankan lengkap dalam delapan faktor, uposatha adalah berbuah dan bermanfaat besar, luar biasa cemerlang dan menyebar …” [260]
 
[Semuanya seperti pada 8:42, termasuk syairnya.] [261-62]

46 (6) Anuruddha

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Kosambī di Taman Ghosita. Pada saat itu Yang Mulia Anuruddha telah pergi untuk melewatkan hari dan sedang berada dalam keterasingan ketika sejumlah dewata dengan tubuh menyenangkan mendatanginya, bersujud kepadanya, berdiri di satu sisi, dan berkata kepadanya:<1716>

“Bhante Anuruddha, kami [263] para dewata bertubuh menyenangkan menguasai dan mengendalikan tiga hal. Kami dengan segera memperoleh warna apa pun yang kami inginkan. Kami dengan segera memperoleh kesenangan apa pun yang kami inginkan. Dan kami dengan segera memperoleh suara apa pun yang kami inginkan. Kami para dewata bertubuh menyenangkan menguasai dan mengendalikan ketiga hal ini.”

Kemudian Yang Mulia Anuruddha berpikir: ‘Semoga semua dewata ini menjadi biru, berkulit biru, dengan pakaian biru dan perhiasan biru.” Mengetahui pikiran Yang Mulia Anuruddha, para dewata itu menjadi biru, berkulit biru, dengan pakaian biru dan perhiasan biru. Kemudian Yang Mulia Anuruddha berpikir: ‘Semoga semua dewata ini menjadi kuning … merah … putih, berkulit putih, dengan pakaian putih dan perhiasan putih.” Mengetahui pikiran Yang Mulia Anuruddha, para dewata itu menjadi putih, berkulit putih, dengan pakaian putih dan perhiasan putih.

Kemudian satu di antara para dewata itu bernyanyi, satu menari, dan satu menjentikkan jarinya. Seperti halnya sebuah kwintet musik yang terlatih baik dan iramanya terkoordinasi dengan baik,<1717> dan terdiri dari para musisi terampil, musiknya indah, menggoda, merdu, memikat, dan memabukkan, [264] demikian pula pertunjukan para dewata itu indah, menggoda, merdu, memikat, dan memabukkan. Selanjutnya Yang Mulia Anuruddha menarik organ-organ indrianya. Kemudian para dewata itu, [dengan berpikir:] “Guru Anuruddha tidak menikmati [ini],” lenyap dari sana.<1718>

Kemudian, pada malam harinya, Yang Mulia Anuruddha keluar dari keterasingan dan mendatangi Sang Bhagavā. Ia bersujud kepada Sang Bhagavā, duduk di satu sisi, dan berkata kepada Beliau: “Di sini, Bhante, aku telah pergi untuk melewatkan hari dan sedang berada dalam keterasingan … [Ia melaporkan segala yang terjadi hingga:] [265] … Kemudian para dewata itu, [dengan berpikir:] “Guru Anuruddha tidak menikmati [ini],” lenyap dari sana.

“Bhante, berapa banyakkah kualitas yang harus dimiliki oleh seorang perempuan sehingga, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali dalam kumpulan para dewata yang bertubuh menyenangkan?”

“Jika ia memiliki delapan kualitas, Anuruddha, seorang perempuan, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali dalam kumpulan para dewata yang bertubuh menyenangkan. Apakah delapan ini?<1719>

(1) “Di sini, Anuruddha, kepada suami mana pun orang tuanya menyerahkannya – yang melakukannya karena menginginkan kebaikannya, mengusahakan kesejahteraannya, berbelas kasih padanya, bertindak demi belas kasihan padanya – seorang perempuan bangun sebelum suaminya dan pergi tidur setelah suaminya, melakukan apa pun yang perlu dilakukan, menyenangkan dalam perilakunya dan disukai dalam ucapannya.

(2) “Ia menghormati, menghargai, menjunjung, dan memuliakan siapa pun yang dihormati oleh suaminya – ibu dan ayahnya, para petapa dan brahmana – dan ketika mereka datang ia mempersembahkan tempat duduk dan air kepada mereka.

(3) “Ia terampil dan rajin dalam mengerjakan urusan-urusan rumah tangga suaminya, apakah merajut atau menenun; ia memiliki penilaian yang baik atas urusan-urusan itu untuk dapat melaksanakan dan mengaturnya dengan benar.

(4) “Ia mencari tahu apa yang telah dilakukan dan belum dilakukan oleh para pembantu rumah tangga suaminya [266] – apakah budak-budak, utusan-utusan, atau para pekerja; ia mencari tahu kondisi dari mereka yang sakit; dan ia membagikan porsi makanan yang selayaknya bagi mereka masing-masing.

(5) “Ia menjaga dan melindungi pendapatan apa pun yang dibawa pulang oleh suaminya – apakah uang, padi, perak, atau emas<1720> - dan ia tidak menghambur-hamburkan, mencuri, memboroskan, atau menyia-nyiakan pendapatannya itu.

(6) “Ia adalah seorng umat awam perempuan yang telah berlindung pada Sang Buddha, Dhamma, dan Saṅgha.

(7) “Ia bermoral, menghindari pembunuhan, menghindari mengambil apa yang tidak diberikan, menghindari hubungan seksual yang salah, menghindari berbohong, dan menghindari minuman keras, anggur, dan minuman memabukkan, yang menjadi landasan bagi kelengahan.

(8 ) “Ia dermawan, seorang yang berdiam di rumah dengan pikiran yang hampa dari noda kekikiran, dermawan dengan bebas, bertangan terbuka, bersenang dalam melepaskan, menekuni derma, bersenang dalam memberi dan berbagi.

“Dengan memiliki kedelapan kualitas ini, Anuruddha, seorang perempuan, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali dalam kumpulan para dewata yang bertubuh menyenangkan.”

   Ia tidak memandang rendah suaminya,
   Orang yang terus-menerus menyokongnya,
   Yang dengan tekun dan bersemangat
   Selalu membawakan apa pun yang ia inginkan.<1721>

   Seorang perempuan yang baik juga tidak memarahi suaminya
   Dengan ucapan yang disebabkan oleh kecemburuan;<1722>
   Perempuan bijaksana memperlihatkan penghormatan
   Kepada mereka semua yang dihormati oleh suaminya.

   Ia bangun lebih awal, bekerja dengan rajin,
   Mengatur bantuan rumah tangga;
   Ia memperlakukan suaminya dengan cara-cara yang menyenangkan
   Dan menjaga harta yang ia dapatkan.

   Perempuan yang memenuhi tugas-tugasnya demikian,
   Mengikuti kehendak dan keinginan suaminya,
   Terlahir kembali di antara para deva
   Yang disebut “mereka yang menyenangkan.” [267]

47 (7) Visākhā (2)

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Sāvatthī di Istana Migāramātā di Taman Timur. Kemudian Visākhā Migāramātā mendatangi Sang Bhagavā …  Kemudian Sang Bhagavā berkata kepadanya:

“Visākhā, dengan memiliki delapan kualitas, seorang perempuan, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali dalam kumpulan para dewata yang bertubuh menyenangkan. Apakah delapan ini?”

[Seperti pada 8:46, termasuk syairnya.] [268]

48 (8 ) Nakula

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di antara penduduk Bhagga di Suṃsumāragira di taman rusa di Hutan Bhesakalā. Kemudian ibu rumah tangga Nakulamātā mendatangi Sang Bhagavā … Kemudian Sang Bhagavā berkata kepadanya:

“Nakulamātā, dengan memiliki delapan kualitas, seorang perempuan, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali dalam kumpulan para dewata yang bertubuh menyenangkan. Apakah delapan ini?”

[Seperti pada 8:46, termasuk syairnya.] [269]

49 (9) Dunia Sekarang (1) <1723>

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Sāvatthī di Istana Migāramātā di Taman Timur. Kemudian Visākhā Migāramātā mendatangi Sang Bhagavā … Kemudian Sang Bhagavā berkata kepadanya:

“Visākhā, dengan memiliki empat kualitas, seorang perempuan mengarah pada kemenangan di dunia ini dan kehidupannya di dunia berikutnya.<1724> Apakah empat ini? Di sini, seorang perempuan mampu melakukan pekerjaannya; ia mengatur bantuan rumah tangga; ia bersikap menyenangkan bagi suaminya, dan ia menjaga pendapatan suaminya.

(1) “Dan bagaimanakah, Visākhā, seorang perempuan mampu melakukan pekerjaannya? Di sini, seorang perempuan terampil dan rajin dalam mengerjakan urusan-urusan rumah tangga suaminya, apakah merajut atau menenun; ia memiliki penilaian yang baik atas urusan-urusan itu untuk dapat melaksanakan dan mengaturnya dengan benar. Adalah dengan cara ini seorang perempuan [270] mampu melakukan pekerjaannya.

(2) “Dan bagaimanakah seorang perempuan mengatur bantuan rumah tangga? Di sini, seorang perempuan mencari tahu apa yang telah dilakukan dan belum dilakukan oleh para pembantu rumah tangga suaminya – apakah budak-budak, utusan-utusan, atau para pekerja; ia mencari tahu kondisi dari mereka yang sakit; dan ia membagikan porsi makanan yang selayaknya bagi mereka masing-masing. Adalah dengan cara ini seorang perempuan mengatur bantuan rumah tangga.

(3) “Dan bagaimanakah seorang perempuan bersikap menyenangkan bagi suaminya? Di sini, bahkan dengan taruhan hidupnya seorang perempuan tidak melakukan perbuatan buruk yang oleh suaminya dianggap tidak menyenangkan. Adalah dengan cara ini seorang perempuan bersikap menyenangkan bagi suaminya.

(4) “Dan bagaimanakah seorang perempuan menjaga pendapatan suaminya?Di sini, seorang perempuan menjaga dan melindungi pendapatan apa pun yang dibawa pulang oleh suaminya – apakah uang, padi, perak, atau emas - dan ia tidak menghambur-hamburkan, mencuri, memboroskan, atau menyia-nyiakan pendapatannya itu. Adalah dengan cara ini seorang perempuan menjaga pendapatan suaminya.

“Dengan memiliki keempat kualitas ini, seorang perempuan mengarah pada kemenangan di dunia ini dan kehidupannya di dunia berikutnya.

“Dengan memiliki empat kualitas [lainnya], Visākhā, seorang perempuan mengarah pada kemenangan di dunia lain dan kehidupannya di dunia berikutnya. Apakah empat ini? Di sini, seorang perempuan sempurna dalam keyakinan, sempurna dalam perilaku bermoral, sempurna dalam kedermawanan, dan sempurna dalam kebijaksanaan.

(5) “Dan bagaimanakah, Visākhā, seorang perempuan sempurna dalam keyakinan? Di sini, seorang perempuan memiliki keyakinan. Ia berkeyakinan pada pencerahan Sang Tathāgata sebagai berikut: ‘Sang Bhagavā adalah seorang Arahant, tercerahkan sempurna, sempurna dalam pengetahuan sejati dan perilaku, Yang Berbahagia pengenal dunia, pelatih terbaik bagi orang-orang yang harus dijinakkan, guru para deva dan manusia, Yang Tercerahkan, Yang Suci.’ Adalah dengan cara ini seorang perempuan sempurna dalam keyakinan.

(6) “Dan bagaimanakah, Visākhā, seorang perempuan sempurna dalam perilaku bermoral? [271] Di sini, seorang perempuan menghindari pembunuhan … menghindari meminum minuman keras, anggur, dan minuman memabukkan, yang menjadi landasan bagi kelengahan. Adalah dengan cara ini seorang perempuan sempurna dalam perilaku bermoral.

(7) “Dan bagaimanakah seorang perempuan sempurna dalam kedermawanan? Di sini, seorang perempuan berdiam di rumah dengan pikiran yang hampa dari noda kekikiran, dermawan dengan bebas, bertangan terbuka, bersenang dalam melepaskan, menekuni derma, bersenang dalam memberi dan berbagi. Adalah dengan cara ini seorang perempuan sempurna dalam kedermawanan.

(8 ) “Dan bagaimanakah seorang perempuan sempurna dalam kebijaksanaan? Di sini, seorang perempuan adalah bijaksana; ia memiliki kebijaksanaan yang melihat muncul dan lenyapnya, yang mulia dan menembus dan mengarah menuju kehancuran penderitaan sepenuhnya.<1725> Adalah dengan cara ini seorang perempuan sempurna dalam kebijaksanaan.

“Dengan memiliki keempat kualitas ini, Visākhā, seorang perempuan mengarah pada kemenangan di dunia lain dan kehidupannya di dunia berikutnya.”

   Mampu melakukan pekerjaannya,
   Mengatur bantuan rumah tangga,
   Ia memperlakukan suaminya dalam cara-cara yang menyenangkan
   Dan menjaga kekayaan yang diperoleh suaminya

   Kaya dalam keyakinan, memiliki moralitas,
   Dermawan dan hampa dari kekikiran,
   Ia terus-menerus memurnikan sang jalan
   Yang mengarah pada keamanan dalam kehidupan mendatang.

   Mereka menyebut perempuan mana pun
   Yang memiliki kedelapan kualitas ini,
   Yang bermoral, kokoh dalam Dhamma,
   Seorang pengucap kebenaran.

   Sempurna dalam enam belas aspek,<1726>
   Lengkap dalam delapan faktor,
   Umat awam perempuan yang bermoral demikian
   Terlahir kembali di alam deva yang menyenangkan.

50 (10) Dunia Sekarang (2)

“Para bhikkhu, dengan memiliki empat kualitas, seorang perempuan mengarah pada kemenangan di dunia ini dan kehidupannya di dunia berikutnya. Apakah empat ini? [272]

[Berikutnya identik dengan 8:49, termasuk syairnya, tetapi dibabarkan kepada para bhikkhu.] [273-74]


Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku DELAPAN
« Reply #14 on: 12 August 2013, 10:41:34 PM »
LIMA PULUH PERTAMA

I. GOTAMĪ

51 (1) Gotamī <1727>

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di antara para penduduk Sakya di Kapilavatthu di Taman Pohon Banyan.<1728> Kemudian Mahāpajāpatī Gotamī mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, berdiri di satu sisi, dan berkata kepada Beliau:

“Bhante, baik sekali jika para perempuan dapat memperoleh pelepasan keduniawian dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah dalam Dhamma dan disiplin yang dinyakan oleh Sang Tathāgata.”<1729>

“Cukup, Gotamī! Jangan mendukung pelepasan keduniawian bagi para perempuan dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah dalam Dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Tathāgata.”

Untuk ke dua kalinya … untuk ke tiga kalinya Mahāpajāpatī Gotamī berkata kepada Sang Bhagavā: “Bhante, baik sekali jika para perempuan dapat memperoleh pelepasan keduniawian dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah dalam Dhamma dan disiplin yang dinyakan oleh Sang Tathāgata.”

“Cukup, Gotamī! Jangan mendukung pelepasan keduniawian bagi para perempuan dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah dalam Dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Tathāgata.”<1730>

Kemudian Mahāpajāpatī Gotamī, dengan berpikir: “Sang Bhagavā tidak memperbolehkan pelepasan keduniawian bagi para perempuan dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah,” menjadi nelangsa dan bersedih, menangis dengan wajah basah oleh air mata. Kemudian ia bersujud kepada Sang Bhagavā, mengelilingi Beliau dengan sisi kanannya menghadap Beliau, dan pergi.

Setelah menetap di Kapilavatthu selama yang Beliau kehendaki, Sang Bhagavā pergi melakukan perjalanan menuju Vesālī. Sambil mengembara dalam perjalanan itu, Beliau akhirnya tiba di Vesālī, di mana Beliau menetap di aula beratap lancip di Hutan Besar.

Kemudian Mahāpajāpatī Gotamī mencukur rambutnya, mengenakan jubah kuning, dan bersama dengan sejumlah para perempuan Sakya,<1731> [275] melakukan perjalanan menuju Vesālī. Akhirnya, ia tiba di Vesālī dan [mendatangi] aula beratap lancip di Hutan Besar. Kemudian, dengan kaki membengkak dan tubuh terselimuti debu, nelangsa dan bersedih, menangis dengan wajah basah oleh air mata, ia berdiri di luar gerbang. Yang Mulia Ānanda melihatnya berdiri di sana dalam kondisi demikian dan berkata kepadanya:

“Gotamī, mengapakah engkau berdiri di luar gerbang dengan kaki membengkak dan tubuh terselimuti debu, nelangsa dan bersedih, menangis dengan wajah basah oleh air mata?”

“Aku melakukan ini, Bhante Ānanda, karena Sang Bhagavā tidak memperbolehkan pelepasan keduniawian bagi para perempuan dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah.”

“Baiklah, Gotamī, engkau tunggulah di sini [sebentar]<1732> sementara aku memohon pada Sang Bhagavā untuk memperbolehkan pelepasan keduniawian bagi para perempuan.”

Kemudian Yang Mulia Ānanda mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, duduk di satu sisi, dan berkata kepada Beliau: “Bhante, Mahāpajāpatī Gotamī sedang engkau berdiri di luar gerbang dengan kaki membengkak dan tubuh terselimuti debu, nelangsa dan bersedih, menangis dengan wajah basah oleh air mata, karena Sang Bhagavā tidak memperbolehkan pelepasan keduniawian bagi para perempuan. Bhante, baik sekali jika para perempuan dapat memperoleh pelepasan keduniawian dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah dalam Dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Tathāgata.”

“Cukup, Ānanda! Jangan mendukung pelepasan keduniawian bagi para perempuan dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah dalam Dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Tathāgata.”

Untuk ke dua kalinya … untuk ke tiga kalinya Yang Mulia Ānanda berkata kepada Sang Bhagavā: “Bhante, baik sekali jika para perempuan dapat memperoleh pelepasan keduniawian dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah dalam Dhamma dan disiplin yang dinyakan oleh Sang Tathāgata.”

“Cukup, Ānanda! Jangan mendukung pelepasan keduniawian bagi para perempuan dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah dalam Dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Tathāgata.” [276]
 
Kemudian Yang Mulia Ānanda berpikir: “Sang Bhagavā tidak memperbolehkan pelepasan keduniawian bagi para perempuan dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah. Biarlah aku memohon pada Sang Bhagavā agar memperbolehkan pelepasan keduniawian bagi para perempuan dengan cara lain.”

Kemudian Yang Mulia Ānanda berkata kepada Sang Bhagavā: “Bhante, jika seorang perempuan meninggalkan keduniawian dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah dalam Dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Bhagavā, mungkinkah baginya untuk merealisasikan buah memasuki-arus, buah yang-kembali-sekali, buah yang-tidak-kembali, dan buah Kearahattaan?”

“Mungkin saja, Ānanda.”

“Jika, Bhante, adalah mungkin bagi seorang perempuan untuk merealisasikan buah memasuki-arus, buah yang-kembali-sekali, buah yang-tidak-kembali, dan buah Kearahattaan, [dan dengan mempertimbangkan bahwa] Mahāpajāpatī Gotamī telah sangat membantu bagi Sang Bhagavā – telah menjadi bibiNya, menjadi ibu Susu bagiNya, dan menjadi ibu angkat yang mengasuhNya dengan susu dari dadanya ketika ibu kandungNya meninggal dunia - baik sekali jika para perempuan dapat memperoleh pelepasan keduniawian dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah dalam Dhamma dan disiplin yang dinyakan oleh Sang Tathāgata.”

“Jika, Ānanda, Mahāpajāpatī Gotamī menerima delapan prinsip penghormatan,<1733> biarlah itu menjadi penahbisan penuh baginya.<1734>

(1) “Seorang bhikkhunī yang telah ditahbiskan selama seratus tahun harus memberi hormat kepada seorang bhikkhu yang ditahbiskan pada hari itu, harus bangkit untuknya, memberikan salam hormat kepadanya, dan bersikap sopan terhadapnya. Prinsip ini harus dihormati, dihargai, dijunjung, dan dimuliakan, dan tidak boleh dilanggar seumur hidupnya.<1735>

(2) “Seorang bhikkhunī tidak boleh memasuki masa pengasingan musim hujan di tempat di mana tidak ada bhikkhu.<1736> Prinsip ini juga harus dihormati, dihargai, dijunjung, dan dimuliakan, dan tidak boleh dilanggar seumur hidupnya.

(3) “Setiap setengah bulan seorang bhikkhunī harus menanyakan dua hal dari Saṅgha para bhikkhu: tentang [hari] uposatha, dan tentang kunjungan untuk memberikan nasihat.<1737> [277] Prinsip ini juga harus dihormati, dihargai, dijunjung, dan dimuliakan, dan tidak boleh dilanggar seumur hidupnya.

(4) “Ketika seorang bhikkhunī telah melaksanakan masa pengasingan musim hujan, ia harus mengundang koreksi dari kedua Saṅgha sehubungan dengan tiga hal: sehubungan dengan apa yang  dilihat, didengar, atau dicurigai.<1738> Prinsip ini juga harus dihormati, dihargai, dijunjung, dan dimuliakan, dan tidak boleh dilanggar seumur hidupnya.

(5) “Seorang bhikkhunī yang telah melakukan pelanggaran berat harus menjalani periode hukuman selama setengah bulan di hadapan kedua Saṅgha.<1739> Prinsip ini juga harus dihormati, dihargai, dijunjung, dan dimuliakan, dan tidak boleh dilanggar seumur hidupnya.

(6) “Seorang yang menjalani masa percobaan yang telah menyelesaikan masa dua tahun latihan dalam enam prinsip boleh memohon penahbisan penuh dari kedua Saṅgha.<1740> Prinsip ini juga harus dihormati, dihargai, dijunjung, dan dimuliakan, dan tidak boleh dilanggar seumur hidupnya.

(7) “Seorang bhikkhunī tidak boleh dengan alasan apa pun menghina atau mencaci seorang bhikkhu. Prinsip ini juga harus dihormati, dihargai, dijunjung, dan dimuliakan, dan tidak boleh dilanggar seumur hidupnya.

(8 ) “Mulai hari ini dan seterusnya, Ānanda, para bhikkhunī dilarang menasihati para bhikkhu, tetapi para bhikkhu tidak dilarang untuk menasihati para bhikkhunī. Prinsip ini juga harus dihormati, dihargai, dijunjung, dan dimuliakan, dan tidak boleh dilanggar seumur hidupnya.

“Jika, Ānanda, Mahāpajāpatī Gotamī menerima delapan prinsip penghormatan, biarlah itu menjadi penahbisan penuh baginya.”<1741>

Kemudian Yang Mulia Ānanda, setelah mempelajari kedelapan prinsip penghormatan ini dari Sang Bhagavā, mendatangi Mahāpajāpatī Gotamī dan berkata kepadanya: “Jika, Gotamī, engkau menerima delapan prinsip penghormatan ini, maka itu akan menjadi penahbisan penuh bagimu:

(1) “Seorang bhikkhunī yang telah ditahbiskan selama seratus tahun harus memberi hormat kepada seorang bhikkhu yang ditahbiskan pada hari itu, harus bangkit untuknya, memberikan salam hormat kepadanya, dan bersikap sopan terhadapnya. Prinsip ini harus dihormati, dihargai, dijunjung, dan dimuliakan, dan tidak boleh dilanggar seumur hidupnya …

(8 ) “Mulai hari ini dan seterusnya, Ānanda, para bhikkhunī dilarang menasihati para bhikkhu, [278] tetapi para bhikkhu tidak dilarang untuk menasihati para bhikkhunī. Prinsip ini juga harus dihormati, dihargai, dijunjung, dan dimuliakan, dan tidak boleh dilanggar seumur hidupnya.

“Jika, Gotamī, engkau menerima delapan prinsip penghormatan ini, maka itu akan menjadi penahbisan penuh bagimu.”

“Bhante, Ānanda, jika seorang perempuan atau laki-laki – muda, berpenampilan muda, dan menyukai perhiasan, dengan kepala dicuci – memperoleh kalung bunga dari teratai biru, bunga melati, atau bakung,<1742> ia akan menerimanya dengan kedua tangannya dan meletakkannya di atas kepalanya. Dengan cara yang sama, aku menerima kedelapan prinsip penghormatan ini untuk tidak dilanggar seumur hidup.”

Kemudian Yang Mulia Ānanda mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, duduk di satu sisi, dan berkata: “Bhante, Mahāpajāpatī Gotamī telah menerima kedelapan prinsip penghormatan ini untuk tidak dilanggar seumur hidup.”

“Jika, Ānanda, para perempuan tidak memperoleh pelepasan keduniawian dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah dalam Dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Tathāgata, maka kehidupan spiritual ini akan bertahan lama; Dhamma sejati akan berdiri kokoh selama seribu tahun. Akan tetapi, Ānanda, para perempuan telah meninggalkan keduniawian dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah dalam Dhamma dan disiplin yang dinyatakan oleh Sang Tathāgata, maka sekarang kehidupan spiritual tidak akan bertahan lama; Dhamma sejati hanya akan bertahan lima ratus tahun.<1743>

“Seperti halnya, Ānanda, para perampok yang sedang mencari mangsa<1744> akan dengan mudah menyerang keluarga-keluarga itu yang memiliki banyak perempuan dan sedikit laki-laki, demikian pula dalam Dhamma dan disiplin mana pun para perempuan memperoleh pelepasan keduniawian dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah, maka kehidupan spiritual tidak bertahan lama.

“Seperti halnya, Ānanda, sebidang lahan padi gunung telah masak, [279] jika penyakit keputihan menyerangnya,<1745> maka lahan padi itu tidak bertahan lama, demikian pula dalam Dhamma dan disiplin mana pun para perempuan memperoleh pelepasan keduniawian dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah, maka kehidupan spiritual tidak bertahan lama.

“Seperti halnya, Ānanda, sebidang lahan tebu telah masak, jika penyakit karat menyerangnya,<1746> maka lahan tebu itu tidak bertahan lama, demikian pula dalam Dhamma dan disiplin mana pun para perempuan memperoleh pelepasan keduniawian dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah, maka kehidupan spiritual tidak bertahan lama.

“Seperti halnya, Ānanda, seorang laki-laki dapat membangun sebuah tanggul di sekeliling waduk sebagai pencegahan agar air tidak meluap, demikian pula, sebagai pencegahan Aku telah menetapkan kedelapan prinsip penghormatan ini untuk para bhikkhunī agar tidak dilanggar seumur hidup.”<1747>

52 (2) Nasihat

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Vesālī di aula beratap lancip di Hutan Besar. Kemudian Yang Mulia Ānanda mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, dan berkata kepada Beliau:

“Bhante, berapa banyakkah kualitas yang harus dimiliki oleh seorang bhikkhu agar dapat ditunjuk menasihati para bhikkhunī?”<1748>

“Āṅanda, seorang bhikkhu harus memiliki delapan kualitas agar dapat ditunjuk untuk menasihati para bhikkhumī. Apakah delapan ini?

(1) “Di sini, Ānanda, seorang bhikkhu bermoral … [seperti pada 8:2 §4] … setelah menerima aturan-aturan latihan, ia berlatih di dalamnya.

(2)   “Ia telah banyak belajar … [seperti pada 8:2 §5] … dan ditembus dengan baik melalui pandangan.

(3)   “Kedua Pātimokkha telah dengan baik disampaikan kepadanya secara terperinci, dianalisis dengan baik, dikuasai dengan baik, dipastikan dengan baik dalam hal aturan-aturan dan penjelasan terperincinya.

(4)   “Ia adalah seorang pembabar yang baik dengan penyampaian yang baik; ia memiliki ucapan yang halus, jernih, jelas, ekspresif dalam makna.

(5)   “Ia mampu [280] mengajari, mendorong, menginspirasi, dan menggembirkan Saṅgha para bhikkhunī dengan khotbah Dhamma.

(6)   “Ia menyenangkan dan disukai sebagian besar Saṅgha para bhikkhunī.

(7)   “Ia belum pernah melakukan pelanggaran berat terhadap seorang perempuan yang mengenakan jubah kuning yang telah meninggalkan keduniawian di bawah Sang Bhagavā.

(8)   “Ia memiliki senioritas dua puluh tahun atau lebih.


“Seorang bhikkhu yang memiliki kedelapan kualitas ini boleh ditunjuk untuk menasihati para bhikkhunī.”

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku DELAPAN
« Reply #15 on: 12 August 2013, 10:41:58 PM »
53 (3) Secara Ringkas <1749>

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Vesālī di aula beratap lancip di Hutan Besar. Kemudian Mahāpajāpatī Gotamī mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, berdiri di satu sisi, dan berkata kepada Beliau: “Bhante, baik sekali jika Sang Bhagavā sudi mengajarkan Dhamma kepadaku secara ringkas, sehingga, setelah mendengar Dhama dari Sang Bhagavā, aku dapat berdiam sendirian, terasing, tekun, rajin, dan bersungguh-sungguh.”

“Gotamī, hal-hal itu yang engkau ketahui: ‘Hal-hal ini mengarah pada (1) nafsu, bukan pada kebebasan dari nafsu; (2) pada ikatan, bukan pada keterlepasan; (3) pada pembangunan, bukan pada pembongkaran; (4) pada keinginan kuat, bukan pada keinginan yang sedikit; (5) pada ketidak-puasan, bukan pada kepuasan; (6) pada kumpulan, bukan pada kesendiran; (7) pada kemalasan, bukan pada pembangkitan semangat; (8 ) pada kesulitan untuk disokong, bukan pada kemudahan untuk disokong,’ maka engkau harus dengan tegas mengenalinya: ‘Ini bukanlah Dhamma; ini bukanlah disiplin; ini bukanlah ajaran Sang Guru.’ Tetapi, Gotamī, hal-hal itu yang engkau ketahui: ‘Hal-hal ini mengarah pada (1) kebebasan dari nafsu, bukan pada nafsu; (2) pada keterlepasan, bukan pada ikatan; (3) pada pembongkaran, bukan pada pembangunan; (4) pada keinginan yang sedikit, bukan pada keinginan kuat; (5) pada kepuasan, bukan pada ketidak-kepuasan; (6) pada kesendirian, bukan [281] pada kumpulan; (7) pada pembangkitan semangat, bukan pada kemalasan; (8 ) pada kemudahan untuk disokong, bukan pada kesulitan untuk disokong,’ maka engkau harus dengan tegas mengenalinya: ‘Ini adalah Dhamma; ini adalah disiplin; ini adalah ajaran Sang Guru.’

54 (4) Dīghajāṇu

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di antara penduduk Koliya di dekat pemukiman Koliya bernama Kakkarapatta. Di sana pemuda Koliya Dīghajāṇu mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, duduk di satu sisi, dan berkata kepada Beliau:

“Bhante, kami adalah para umat awam yang menikmati kenikmatan-kenikmatan indria, menetap di rumah yang penuh dengan anak-anak. Kami menggunakan kayu cendana dari Kāsi; kami memakai kalung bunga, wewangian, dan salep; kami menerima emas dan perak. Sudilah Sang Bhagavā mengajarkan Dhamma kepada kami dalam suatu cara yang dapat mengarah pada kesejahteraan dan kebahagiaan kami dalam kehidupan ini dan kehidupan mendatang.”

“Ada, Byagghapajja,<1750> empat hal ini yang mengarah pada kesejahteraan dan kebahagiaan seorang anggota keluarga dalam kehidupan ini. Apakah empat ini? Kesempurnaan dalam inisiatif, kesempurnaan dalam perlindungan, pertemanan yang baik, dan kehidupan yang seimbang.

(1) “Dan apakah kesempurnaan dalam inisiatif? Di sini, cara apa pun yang dengannya seorang anggota keluarga mencari penghidupannya – apakah dengan bertani, berdagang, beternak, keterampilan memanah, pelayanan pemerintahan, atau keterampilan-keterampilan lainnya – ia terampil dan rajin; ia memiliki penilaian yang baik atasnya agar dapat melaksanakan dan mengaturnya dengan benar. Ini disebut kesempurnaan dalam inisiatif.

(2) “Dan apakah kesempurnaan dalam perlindungan? Di sini, seorang anggota keluarga mendirikan perlindungan dan penjagaan atas kekayaan yang telah ia [282] peroleh, yang diusahakan dengan keringat di dahinya, kekayaan yang benar yang diperoleh dengan benar, dengan berpikir: ‘Bagaimanakah aku dapat mencegah raja-raja dan para pencuri merampasnya, api membakarnya, banjir menghanyutkannya, dan para pewaris yang tidak disukai mengambilnya?’ ini disebut kesempurnaan dalam perlindungan.

(3) “Dan apakah pertemanan yang baik? Di sini, di desa atau pemukiman mana pun seorang anggota keluarga menetap, ia bergaul dengan para perumah tangga atau para putra mereka – apakah yang masih muda dengan moralitas yang matang, atau yang sudah tua dengan moralitas yang matang – yang sempurna dalam keyakinan, perilaku bermoral, kedermawan, dan kebijaksanaan; ia berbincang-bincang dengan mereka dan terlibat dalam diskusi dengan mereka. Sejauh mereka sempurna dalam keyakinan, ia meniru mereka dalam hal kesempurnaan dalam keyakinan; sejauh mereka sempurna dalam perilaku bermoral, ia meniru mereka dalam hal kesempurnaan dalam perilaku bermoral; sejauh mereka sempurna dalam kedermawanan, ia meniru mereka dalam hal kesempurnaan dalam kedermawanan; sejauh mereka sempurna dalam kebijaksanaan, ia meniru mereka dalam hal kesempurnaan dalam kebijaksanaan. Ini disebut pertemanan yang baik.

(4) “Dan apakah kehidupan yang seimbang? Di sini, seorang anggota keluarga mengetahui pendapatan dan pengeluarannya dan menjalani kehidupan seimbang, tidak terlalu boros juga tidak terlalu berhemat, [dengan memahami]: ‘Dengan cara ini pendapatanku akan melebihi pengeluaranku dan bukan sebaliknya.’ Bagaikan seorang petugas penimbang atau pembantunya, dengan memegang timbangan, mengetahui: ‘Dengan sebanyak ini timbangan akan turun, dengan sebanyak ini timbangan akan naik,’ demikian pula seorang anggota keluarga mengetahui pendapatan dan pengeluarannya dan menjalani hidup seimbang, tidak terlalu boros juga tidak terlalu hemat, [dengan memahami]: ‘Dengan cara ini pendapatanku akan melebihi pengeluaranku [283] dan bukan sebaliknya.’

“Jika anggota keluarga ini memiliki pendapatan yang kecil namun hidup mewah, orang lain akan berkata tentangnya: ‘Anggota keluarga ini memakan hartanya bagaikan pemakan buah ara.’<1751> Tetapi jika ia memiliki pendapatan besar namun hidup hemat.’ Orang lain akan berkata tentangnya: ‘Anggota keluarga ini bahkan bisa kelaparan.’<1752> Tetapi ini disebut kehidupan seimbang ketika seorang anggota keluarga mengetahui pendapatan dan pengeluarannya dan menjalani hidup seimbang, tidak terlalu boros juga tidak terlalu hemat, [dengan memahami]: ‘Dengan cara ini pendapatanku akan melebihi pengeluaranku dan bukan sebaliknya.’

“Kekayaan yang dikumpulkan demikian memiliki empat sumber pemborosan: bermain perempuan, bermabuk-mabukan, berjudi, dan pertemanan yang buruk. Seperti halnya ada sebuah waduk besar dengan empat saluran masuk dan empat saluran keluar, dan seseorang menutup saluran-saluran masuk dan membuka saluran-saluran keluar, dan tidak ada turun hujan, maka seseorang dapat berharap air dalam waduk tersebut menjadi berkurang dan bukan bertambah; demikian pula, kekayaan  yang dikumpulkan demikian memiliki empat sumber pemborosan: bermain perempuan … pertemanan yang buruk.

“Kekayaan yang dikumpulkan demikian memiliki empat sumber pertambahan: ia menghindari bermain perempuan, menghindari bermabuk-mabukan, dan [284] menghindari berjudi, dan mengembangkan pertemanan yang baik. Seperti halnya ada sebuah waduk besar dengan empat saluran masuk dan empat saluran keluar, dan seseorang membuka saluran-saluran masuk dan menutup saluran-saluran keluar, dan hujan turun dengan cukup, maka seseorang dapat berharap air dalam waduk tersebut menjadi bertambah dan bukan berkurang; demikian pula, kekayaan  yang dikumpulkan demikian memiliki empat sumber pertambahan: ia menghindari bermain perempuan … dan mengembangkan pertemanan yang baik.

“Ini adalah keempat hal itu yang mengarah pada kesejahteraan dan kebahagiaan seorang anggota keluarga dalam kehidupan ini.

“Ada, Byagghapajja, empat hal [lainnya] yang mengarah pada kesejahteraan dan kebahagiaan seorang anggota keluarga dalam kehidupan mendatang. Apakah empat ini? Kesempurnaan dalam keyakinan, kesempurnaan dalam perilaku bermoral, kesempurnaan dalam kedermawanan, dan kesempurnaan dalam kebijaksanaan.

(5) “Dan apakah kesempurnaan dalam keyakinan? Di sini, seorang anggota keluarga memiliki keyakinan. Ia berkeyakinan pada pencerahan Sang Tathāgata sebagai berikut: ‘Sang Bhagavā adalah seorang Arahant … guru para deva dan manusia, Yang Tercerahkan, Yang Suci.’ Ini disebut kesempurnaan dalam keyakinan.

(6) “Dan apakah kesempurnaan dalam perilaku bermoral? Di sini, seorang anggota keluarga menghindari pembunuhan, menghindari mengambil apa yang tidak diberikan, menghindari hubungan seksual yang salah, menghindari berbohong, dan menghindari meminum minuman keras, anggur, dan minuman memabukkan, yang menjadi landasan bagi kelengahan. Ini disebut kesempurnaan dalam perilaku bermoral.

(7) “Dan apakah kesempurnaan dalam kedermawanan? Di sini, seorang anggota keluarga berdiam di rumah dengan pikiran yang hampa dari noda kekikiran, dermawan dengan bebas, bertangan terbuka, bersenang dalam melepaskan, menekuni derma, bersenang dalam memberi dan berbagi. Ini disebut kesempurnaan kedermawanan.

(8 ) “Dan apakah kesempurnaan dalam kebijaksanaan? [285] Di sini, seorang anggota keluarga bijaksana, ia memiliki kebijaksanaan yang melihat muncul dan lenyapnya, yang mulia dan menembus dan mengarah menuju kehancuran penderitaan sepenuhnya. Ini disebut kesempurnaan dalam kebijaksanaan.

“Ini adalah keempat hal [lainnya] yang mengarah kesejahteraan dan kebahagiaan seorang anggota keluarga dalam kehidupan mendatang.”

   Berusaha dalam pekerjaannya,
   cermat dalam pengaturannya,
   seimbang dalam gaya hidupnya,
   ia menjaga kekayaan yang ia peroleh.

   Dengan memiliki keyakinan, sempurna dalam moralitas,
   Dermawan dan hampa dari kekikiran,
   Ia terus-menerus memurnikan sang jalan
   Yang mengrah pada keamanan dalam kehidupan mendatang.

   Demikianlah kedelapan kualitas ini
   Dari seorang pencari kehidupan rumah tangga yang berkeyakinan
   Dikatakan oleh Ia yang dinamai dengan benar<1753>
   Mengarah pada kebahagiaan di kedua keadaan:

   Kebaikan dan kesejahteraan dalam kehidupan ini,
   Dan kebahagiaan dalam kehidupan mendatang.
   Demikianlah bagi mereka yang berdiam di rumah,
   Kedermawanan dan jasa mereka bertambah.

55 (5) Ujjaya

Brahmana Ujjaya mendatangi Sang Bhagavā dan saling bertukar sapa dengan Beliau. Ketika mereka telah mengakhiri ramah-tamah itu, ia duduk di satu sisi dan berkata kepada Sang Bhagavā:

“Guru Gotama, aku hendak pergi ke luar negeri. Sudilah Guru Gotama mengajarkan Dhamma kepadaku tentang hal-hal yang mengarah pada kesejahteraan dan kebahagiaanku dalam kehidupan ini dan kehidupan mendatang.”

[Berikutnya identik dengan 8:54, termasuk syairnya, tetapi dibabarkan kepada sang Brahmana.] [286-89].

56 (6) Bahaya <1754>

“Para bhikkhu, (1) ‘bahaya’ adalah sebutan untuk kenikmatan indria. (2) ‘Penderitaan’ adalah sebutan untuk kenikmatan indria. (3) ‘Penyakit’ adalah sebutan untuk kenikmatan indria. (4) ‘Bisul’ adalah sebutan untuk kenikmatan indria. (5) ‘Anak panah’ adalah sebutan untuk kenikmatan indria. (6) ‘Ikatan’ adalah sebutan untuk kenikmatan indria. (7) ‘Rawa-rawa’ adalah sebutan untuk kenikmatan indria. (8 ) ‘Rahim’ adalah sebutan untuk kenikmatan indria.

“Dan mengapakah, para bhikkhu ‘bahaya’ adalah sebutan untuk kenikmatan indria? Seseorang yang tergerak oleh nafsu indriawi, terikat oleh keinginan dan nafsu, tidak terbebas dari bahaya yang berhubungan dengan kehidupan ini [290] atau dari bahaya yang berhubungan dengan kehidupan mendatang; oleh karena itu ‘bahaya’ adalah sebutan untuk kenikmatan indria.

“Dan mengapakah ‘penderitaan’ … ‘penyakit’ … ‘bisul’ … ‘anak panah’ … ‘ikatan’ … ‘rawa-rawa’ … ‘rahim’ adalah sebutan untuk kenikmatan indria? Seseorang yang tergerak oleh nafsu indriawi, terikat oleh keinginan dan nafsu, tidak terbebas dari rahim yang berhubungan dengan kehidupan ini atau dari rahim yang berhubungan dengan kehidupan mendatang;<1755> oleh karena itu ‘rahim’ adalah sebutan untuk kenikmatan indria.

   Bahaya, penderitaan, dan penyakit,
   Bisul, anak panah, dan ikatan,
   Rawa-rawa dan rahim:
   Ini menggambarkan kenikmatan-kenikmatan indria.
   Yang padanya para kaum duniawi terikat.
   Karena terbenam dalam apa yang dinikmati
   Ia sekali lagi pergi menuju rahim.

   Tetapi ketika seorang bhikkhu tekun
   Dan tidak mengabaikan pemahaman jernih
   Dengan cara demikian ia melampaui
   Lumpur kesengsaraan ini;
   Ia mengamati populasi yang goyah ini
   Yang telah jatuh ke dalam kelahiran dan usia tua.

57 (7) Layak Menerima Persembahan (1)

“Para bhikkhu, dengan memiliki delapan kualitas, seorang bhikkhu adalah layak menerima pemberian, layak menerima keramahan, layak menerima persembahan, layak menerima penghormatan, lahan jasa yang tiada taranya di dunia. Apakah delapan ini?

(1) “Di sini, seorang bhikkhu bermoral … Setelah menerima aturan-aturan latihan, ia berlatih di dalamnya.

(2) “Ia telah banyak belajar … dan ditembus dengan baik melalui pandangan.

(3) “Ia memiliki teman-teman, kawan-kawan, sahabat-sahabat yang baik.

(4) “Ia adalah seorang yang berpandangan benar, [291] memiliki perspektif benar.

(5) “Ia memperoleh sesuai kehendak, tanpa kesusahan atau kesulitan, keempat jhāna yang merupakan pikiran yang lebih tinggi dan kediaman dalam kebahagiaan dalam kehidupan ini.

(6) “Ia mengingat banyak kehidupan lampaunya, yaitu, satu kelahiran, dua kelahiran … [seperti pada 8:11] … demikianlah ia mengingat banyak kehidupan lampaunya dengan aspek-aspek dan rinciannya.

(7) “Dengan mata dewa, yang murni dan melampaui manusia … [seperti pada 8:11] … ia memahami bagaimana makhluk-makhluk mengembara sesuai kamma mereka.

(8 ) “Dengan hancurnya noda-noda, ia telah merealisasikan untuk dirinya sendiri dengan pengetahuan langsung, dalam kehidupan ini, kebebaasn yang tanpa noda, kebebasan melalui kebijaksanaan, dan setelah memasukinya, ia berdiam di dalamnya.

 “Dengan memiliki delapan kualitas, seorang bhikkhu adalah layak menerima pemberian, layak menerima keramahan, layak menerima persembahan, layak menerima penghormatan, lahan jasa yang tiada taranya di dunia.”

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku DELAPAN
« Reply #16 on: 12 August 2013, 10:42:25 PM »
58 (8 ) Layak Menerima Persembahan (2)

“Para bhikkhu, dengan memiliki delapan kualitas, seorang bhikkhu adalah layak menerima pemberian, layak menerima keramahan, layak menerima persembahan, layak menerima penghormatan, lahan jasa yang tiada taranya di dunia. Apakah delapan ini?

(1) “Di sini, seorang bhikkhu bermoral … Setelah menerima aturan-aturan latihan, ia berlatih di dalamnya.

(2) “Ia telah banyak belajar … dan ditembus dengan baik melalui pandangan.

(3) “Ia telah membangkitkan kegigihan;<1756> ia kuat, kokoh dalam usaha, dan tidak mengabaikan tugas melatih kualitas-kualitas bermanfaat.

(4) “Ia adalah seorang penghuni hutan, seorang yang mendatangi tempat-tempat tinggal terpencil.

(5) “Ia telah menaklukkan ketidak-puasan; ia mengatasi ketidak-puasan kapan pun munculnya.

(6) “Ia telah menaklukkan ketakutan dan teror; ia mengatasi ketakutan dan teror kapan pun munculnya. [292]

(7) “Ia memperoleh sesuai kehendak, tanpa kesusahan atau kesulitan, keempat jhāna yang merupakan pikiran yang lebih tinggi dan kediaman dalam kebahagiaan dalam kehidupan ini.

(8 ) “Dengan hancurnya noda-noda, ia telah merealisasikan untuk dirinya sendiri dengan pengetahuan langsung, dalam kehidupan ini, kebebaasn yang tanpa noda, kebebasan melalui kebijaksanaan, dan setelah memasukinya, ia berdiam di dalamnya.

 “Dengan memiliki delapan kualitas, seorang bhikkhu adalah layak menerima pemberian, layak menerima keramahan, layak menerima persembahan, layak menerima penghormatan, lahan jasa yang tiada taranya di dunia.”

59 (9) Delapan Orang (1)

“Para bhikkhu, delapan orang ini adalah layak menerima pemberian, layak menerima keramahan, layak menerima persembahan, layak menerima penghormatan, lahan jasa yang tiada taranya di dunia. Apakah delapan ini? pemasuk-arus, orang yang berlatih untuk merealisasikan buah memasuki-arus, yang-kembali-sekali, orang yang berlatih untuk merealisasikan buah yang-kembali-sekali; yang-tidak-kembali, orang yang berlatih untuk merealisasikan buah yang-tidak-kembali; Arahant, orang yang berlatih untuk merealisasikan buah Kearahattaan.<1757> Delapan orang ini adalah layak menerima pemberian, layak menerima keramahan, layak menerima persembahan, layak menerima penghormatan, lahan jasa yang tiada taranya di dunia.”

   Empat berlatih sang jalan<1758>
   Dan empat kokoh dalam buah:
   Ini adalah Saṅgha yang lurus –
   Tenang dalam kebijaksanaan dan perilaku bermoral.<1759>

   Bagi orang-orang yang tekun pada pengorbanan,
   Bagi makhluk-makhluk hidup yang mencari jasa,
   Melakukan jasa yang matang dalam perolehan,<1760>
   Apa yang diberikan pada Saṅgha ini menghasilkan buah yang besar.

60 (10) Delapan Orang (2)

“Para bhikkhu, delapan orang ini adalah layak menerima pemberian … lahan jasa yang tiada taranya di dunia. Apakah delapan ini? [293] pemasuk-arus, orang yang berlatih untuk merealisasikan buah memasuki-arus … Arahant, orang yang berlatih untuk merealisasikan buah Kearahattaan. Delapan orang ini adalah layak menerima pemberian, layak menerima keramahan, layak menerima persembahan, layak menerima penghormatan, lahan jasa yang tiada taranya di dunia.”

   Empat berlatih sang jalan
   Dan empat kokoh dalam buah:
   Delapan orang di antara makhluk-makhluk –
   Ini adalah Saṅgha terunggul.

   Bagi orang-orang yang tekun pada pengorbanan,
   Bagi makhluk-makhluk hidup yang mencari jasa,
   Melakukan jasa yang matang dalam perolehan,
   Apa yang diberikan pada Saṅgha ini menghasilkan buah yang besar.

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku DELAPAN
« Reply #17 on: 12 August 2013, 10:42:54 PM »
II. CĀPĀLA

61 (1) Keinginan

“Para bhikkhu, ada delapan jenis orang ini terdapat di dunia. Apakah delapan ini?

(1) “Di sini, ketika seorang bhikkhu sedang berdiam dalam kesendiran, hidup dengan tidak bergantung, suatu keinginan muncul padanya untuk mendapatkan keuntungan. Ia bangkit, berjuang, dan berusaha untuk memperoleh keuntungan itu.<1761> Namun demikian, ia gagal memperoleh keuntungan. Karena tidak memperoleh keuntungan, ia berduka, merana, dan meratap; ia menangis dengan memukul dadanya dan menjadi kebingungan. Ini disebut seorang bhikkhu yang menginginkan keuntungan [294] yang bangkit, berjuang, dan berusaha untuk memperoleh keuntungan, tetapi tidak mendapatkannya: ia telah jatuh dari Dhamma sejati.

(2) “Tetapi ketika seorang bhikkhu sedang berdiam dalam kesendiran, hidup dengan tidak bergantung, suatu keinginan muncul padanya untuk mendapatkan keuntungan. Ia bangkit, berjuang, dan berusaha untuk memperoleh keuntungan itu. Ia memperoleh keuntungan. Karena keuntungan itu, ia menjadi mabuk, memunculkan kelengahan, dan hanyut dalam kelengahan. Ini disebut seorang bhikkhu yang menginginkan keuntungan yang bangkit, berjuang, dan berusaha untuk memperoleh keuntungan, dan mendapatkannya: ia telah jatuh dari Dhamma sejati.

(3) “Tetapi, ketika seorang bhikkhu sedang berdiam dalam kesendiran, hidup dengan tidak bergantung, suatu keinginan muncul padanya untuk mendapatkan keuntungan. Ia tidak bangkit, tidak berjuang, dan tidak berusaha untuk memperoleh keuntungan itu. Ia tidak memperoleh keuntungan. Karena tidak memperoleh keuntungan, ia berduka, merana, dan meratap; ia menangis dengan memukul dadanya dan menjadi kebingungan. Ini disebut seorang bhikkhu yang menginginkan keuntungan yang tidak bangkit, tidak berjuang, dan tidak berusaha untuk memperoleh keuntungan, dan tidak mendapatkannya: ia telah jatuh dari Dhamma sejati.

(4) “Tetapi, ketika seorang bhikkhu sedang berdiam dalam kesendiran, hidup dengan tidak bergantung, suatu keinginan muncul padanya untuk mendapatkan keuntungan. Ia tidak bangkit, tidak berjuang, dan tidak berusaha untuk memperoleh keuntungan itu. Namun demikian, ia memperoleh keuntungan. Karena keuntungan itu, ia menjadi mabuk, memunculkan kelengahan, dan hanyut dalam kelengahan. Ini disebut seorang bhikkhu yang menginginkan keuntungan yang tidak bangkit, tidak berjuang, dan tidak berusaha untuk memperoleh keuntungan, tetapi ia mendapatkannya, menjadi mabuk dan lengah: ia telah jatuh dari Dhamma sejati.

(5) “Tetapi, ketika seorang bhikkhu sedang berdiam dalam kesendiran, hidup dengan tidak bergantung, suatu keinginan muncul padanya untuk mendapatkan keuntungan. Ia bangkit, berjuang, dan berusaha untuk memperoleh keuntungan itu. Namun demikian, [295] ia gagal memperoleh keuntungan. Ia tidak berduka, tidak merana, dan tidak meratap karena tidak memperoleh keuntungan; ia tidak menangis dengan memukul dadanya dan tidak menjadi kebingungan. Ini disebut seorang bhikkhu yang menginginkan keuntungan yang bangkit, berjuang, dan berusaha untuk memperoleh keuntungan, dan walaupun tidak mendapatkannya, ia tidak bersedih atau meratap: ia tidak jatuh dari Dhamma sejati.

(6) “Tetapi ketika seorang bhikkhu sedang berdiam dalam kesendiran, hidup dengan tidak bergantung, suatu keinginan muncul padanya untuk mendapatkan keuntungan. Ia bangkit, berjuang, dan berusaha untuk memperoleh keuntungan itu. Ia memperoleh keuntungan. Ia tidak menjadi mabuk, tidak memunculkan kelengahan, dan tidak hanyut dalam kelengahan karena keuntungan itu. Ini disebut seorang bhikkhu yang menginginkan keuntungan yang bangkit, berjuang, dan berusaha untuk memperoleh keuntungan, dan setelah mendapatkannya, ia tidak menjadi mabuk atau lengah: ia tidak jatuh dari Dhamma sejati.

(7) “Tetapi, ketika seorang bhikkhu sedang berdiam dalam kesendiran, hidup dengan tidak bergantung, suatu keinginan muncul padanya untuk mendapatkan keuntungan. Ia tidak bangkit, tidak berjuang, dan tidak berusaha untuk memperoleh keuntungan itu. Ia tidak memperoleh keuntungan. Ia tidak berduka, tidak merana, dan tidak meratap karena tidak mendapat keuntungan; ia tidak menangis dengan memukul dadanya dan tidak menjadi kebingungan. Ini disebut seorang bhikkhu yang menginginkan keuntungan yang tidak bangkit, tidak berjuang, dan tidak berusaha untuk memperoleh keuntungan, dan setelah tidak mendapatkannya, ia tidak berduka atau meratap: ia tidak jatuh dari Dhamma sejati.

(8 ) “Tetapi, ketika seorang bhikkhu sedang berdiam dalam kesendiran, hidup dengan tidak bergantung, suatu keinginan muncul padanya untuk mendapatkan keuntungan. Ia tidak bangkit, tidak berjuang, dan tidak berusaha untuk memperoleh keuntungan itu. Namun demikian, ia memperoleh keuntungan. Ia tidak menjadi mabuk, tidak memunculkan kelengahan, dan tidak hanyut dalam kelengahan karena keuntungan itu. Ini disebut seorang bhikkhu yang menginginkan keuntungan yang tidak bangkit, tidak berjuang, dan tidak berusaha untuk memperoleh keuntungan, dan setelah ia mendapatkannya, ia tidak menjadi mabuk atau lengah: ia tidak jatuh dari Dhamma sejati.

“Ini adalah kedelapan jenis orang itu yang terdapat di dunia.” [296]

62 (2) Mampu

(1) “Para bhikkhu, dengan memiliki enam kualitas, seorang bhikkhu mampu [memberikan manfaat] untuk dirinya sendiri dan orang lain.<1762> Apakah enam ini?

“Di sini, (i) seorang bhikkhu adalah seorang yang memiliki pemahaman cepat sehubungan dengan ajaran-ajaran yang bermanfaat;<1763> (ii) ia mampu mengingat ajaran-ajaran yang telah ia pelajari; (iii) ia menyelidiki makna dari ajaran-ajaran yang telah ia ingat; (iv) ia telah memahami makna dan Dhamma dan berlatih sesuai Dhamma; (v) ia adalah seorang pembabar yang baik dengan penyampaian yang baik; ia memiliki ucapan yang halus, jernih, jelas, ekspresif dalam makna; (vi) ia adalah seorang yang mengajarkan, mendorong, menginspirasi, dan menggembirakan teman-temannya para bhikkhu. Dengan memiliki keenam kualitas ini seorang bhikkhu mampu [memberikan manfaat] untuk dirinya sendiri dan orang lain.

(2) “Dengan memiliki lima kualitas, seorang bhikkhu mampu [memberikan manfaat] untuk dirinya sendiri dan orang lain. Apakah lima ini?

“Di sini, seorang bhikkhu bukanlah seorang yang memiliki pemahaman cepat sehubungan dengan ajaran-ajaran yang bermanfaat. Akan tetapi, (i) ia mampu mengingat ajaran-ajaran yang telah ia pelajari; (ii) ia menyelidiki makna dari ajaran-ajaran yang telah ia ingat; (iii) ia telah memahami makna dan Dhamma dan berlatih sesuai Dhamma; (iv) ia adalah seorang pembabar yang baik dengan penyampaian yang baik … ekspresif dalam makna; (v) ia adalah seorang yang mengajarkan, mendorong, menginspirasi, dan menggembirakan teman-temannya para bhikkhu. Dengan memiliki kelima kualitas ini seorang bhikkhu mampu [memberikan manfaat] untuk dirinya sendiri dan orang lain.

(3) “Dengan memiliki empat kualitas, seorang bhikkhu mampu [memberikan manfaat] untuk dirinya sendiri tetapi tidak untuk orang lain. Apakah empat ini?

Di sini, (i) seorang bhikkhu adalah seorang yang memiliki pemahaman cepat sehubungan dengan ajaran-ajaran yang bermanfaat; (ii) ia mampu mengingat ajaran-ajaran yang telah ia pelajari; [297] (iii) ia menyelidiki makna dari ajaran-ajaran yang telah ia ingat; (iv) ia telah memahami makna dan Dhamma dan berlatih sesuai Dhamma. Akan tetapi  ia bukanlah seorang pembabar yang baik dengan penyampaian yang baik; ia juga tidak memiliki ucapan yang halus, jernih, jelas, ekspresif dalam makna; dan ia bukanlah seorang yang mengajarkan, mendorong, menginspirasi, dan menggembirakan teman-temannya para bhikkhu. Dengan memiliki keempat kualitas di atas seorang bhikkhu mampu [memberikan manfaat] untuk dirinya sendiri tetapi tidak untuk orang lain.

(4) “Dengan memiliki empat kualitas, seorang bhikkhu mampu [memberikan manfaat] untuk orang lain tetapi tidak untuk dirinya sendiri. Apakah empat ini?

Di sini, (i) seorang bhikkhu adalah seorang yang memiliki pemahaman cepat sehubungan dengan ajaran-ajaran yang bermanfaat; (ii) ia mampu mengingat ajaran-ajaran yang telah ia pelajari. Akan tetapi, ia tidak menyelidiki makna dari ajaran-ajaran yang telah ia ingat, dan  ia tidak memahami makna dan Dhamma dan tidak berlatih sesuai Dhamma. (iii) Namun,  ia adalah seorang pembabar yang baik dengan penyampaian yang baik … ekspresif dalam makna; dan (iv) ia adalah seorang yang mengajarkan, mendorong, menginspirasi, dan menggembirakan teman-temannya para bhikkhu. Dengan memiliki keempat kualitas di atas seorang bhikkhu mampu [memberikan manfaat] untuk orang lain tetapi tidak untuk dirinya sendiri.

(5) “Dengan memiliki tiga kualitas, seorang bhikkhu mampu [memberikan manfaat] untuk dirinya sendiri tetapi tidak untuk orang lain. Apakah tiga ini?

“Di sini, seorang bhikkhu bukanlah seorang yang memiliki pemahaman cepat sehubungan dengan ajaran-ajaran yang bermanfaat. Akan tetapi, (i) ia mampu mengingat ajaran-ajaran yang telah ia pelajari; (ii) ia menyelidiki makna dari ajaran-ajaran yang telah ia ingat; dan (iii) ia telah memahami makna dan Dhamma dan berlatih sesuai Dhamma. Tetapi ia bukanlah seorang pembabar yang baik dengan penyampaian yang baik … [298] …ekspresif dalam makna; dan ia bukanlah seorang yang mengajarkan, mendorong, menginspirasi, dan menggembirakan teman-temannya para bhikkhu. Dengan memiliki ketiga kualitas di atas, seorang bhikkhu mampu [memberikan manfaat] untuk dirinya sendiri tetapi tidak untuk orang lain.

(6) “Dengan memiliki tiga kualitas, seorang bhikkhu mampu [memberikan manfaat] untuk orang lain tetapi tidak untuk dirinya sendiri. Apakah tiga ini?

Di sini, seorang bhikkhu bukanlah seorang yang memiliki pemahaman cepat sehubungan dengan ajaran-ajaran yang bermanfaat; tetapi (i) ia mampu mengingat ajaran-ajaran yang telah ia pelajari. Akan tetapi, ia tidak menyelidiki makna dari ajaran-ajaran yang telah ia ingat, dan  ia tidak memahami makna dan Dhamma dan tidak berlatih sesuai Dhamma. (iii) Namun,  ia adalah seorang pembabar yang baik dengan penyampaian yang baik … ekspresif dalam makna; dan (iii) ia adalah seorang yang mengajarkan, mendorong, menginspirasi, dan menggembirakan teman-temannya para bhikkhu. Dengan memiliki ketiga kualitas di atas seorang bhikkhu mampu [memberikan manfaat] untuk orang lain tetapi tidak untuk dirinya sendiri.

(7) “Dengan memiliki dua kualitas, seorang bhikkhu mampu [memberikan manfaat] untuk dirinya sendiri tetapi tidak untuk orang lain. Apakah dua ini?

“Di sini, seorang bhikkhu bukanlah seorang yang memiliki pemahaman cepat sehubungan dengan ajaran-ajaran yang bermanfaat, dan ia tidak mampu mengingat ajaran-ajaran yang telah ia pelajari. Akan tetapi (i) ia menyelidiki makna dari ajaran-ajaran yang telah ia ingat; dan (ii) ia telah memahami makna dan Dhamma dan berlatih sesuai Dhamma. Tetapi  ia bukanlah seorang pembabar yang baik dengan penyampaian yang baik … ekspresif dalam makna; dan ia bukanlah seorang yang mengajarkan, mendorong, menginspirasi, dan menggembirakan teman-temannya para bhikkhu. Dengan memiliki kedua kualitas di atas, seorang bhikkhu mampu [memberikan manfaat] untuk dirinya sendiri tetapi tidak untuk orang lain.

(8 ) “Dengan memiliki dua kualitas, seorang bhikkhu mampu [memberikan manfaat] untuk orang lain tetapi tidak untuk dirinya sendiri. Apakah dua ini?

“Di sini, seorang bhikkhu bukanlah seorang yang memiliki pemahaman cepat sehubungan dengan ajaran-ajaran yang bermanfaat; ia tidak mampu mengingat ajaran-ajaran yang telah ia pelajari; ia tidak menyelidiki makna dari ajaran-ajaran yang telah ia ingat; [299] dan ia tidak memahami makna dan Dhamma dan tidak berlatih sesuai Dhamma. Tetapi  (i) ia adalah seorang pembabar yang baik dengan penyampaian yang baik … ekspresif dalam makna; dan (ii) ia adalah seorang yang mengajarkan, mendorong, menginspirasi, dan menggembirakan teman-temannya para bhikkhu. Dengan memiliki kedua kualitas di atas, seorang bhikkhu mampu [memberikan manfaat] untuk untuk orang lain tetapi tidak untuk dirinya sendiri.”

63 (3) Secara Ringkas

Seorang bhikkhu tertentu mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, duduk di satu sisi, dan berkata kepada Beliau:

“Bhante, baik sekali jika Sang Bhagavā sudi mengajarkan Dhamma kepadaku secara ringkas, setelah mendengarkan Dhamma dari Sang Bhagavā, aku akan berdiam sendirian, terasing, tekun, rajin, dan bersungguh-sungguh.

“Seperti inilah caranya beberapa manusia kosong di sini memohon padaKu, tetapi ketika Dhamma sedang dibabarkan, mereka hanya berpikir untuk mengikutiKu kemana-mana.”<1764>

“Bhante, sudilah Sang Bhagavā mengajarkan Dhamma kepadaku secara ringkas. Sudilah Yang Berbahagia mengajarkan Dhamma kepadaku secara ringkas. Mungkin aku dapat memahami makna dari pernyataan Sang Bhagavā; mungkin aku dapat menjadi seorang pewaris dari pernyataan Sang Bhagavā.”

“Kalau begitu, bhikkhu, engkau harus berlatih sebagai berikut: ‘Pikiranku akan kokoh dan tenang secara internal. Kualitas-kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang telah muncul tidak akan menguasai pikiranku.’ Demikianlah engkau harus berlatih.

(1) “Ketika, bhikkhu, pikiranmu kokoh dan tenang secara internal, dan kualitas-kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang telah muncul tidak menguasai pikiranmu, maka engkau harus berlatih sebagai berikut: [300] ‘Aku akan mengembangkan dan melatih kebebasan pikiran melalui cinta kasih, menjadikannya kendaraan dan landasan, menjalankannya, mengokohkan, dan dengan benar melakukannya,’ Demikinlah engkau harus berlatih.

“Ketika konsentrasi ini telah dikembangkan dan dilatih olehmu dengan cara ini, maka engkau harus mengembangkan konsentrasi ini dengan pemikiran dan pemeriksaan; engkau harus mengembangkannya tanpa pemikiran melainkan hanya dengan pemeriksaan; engkau harus mengembangkannya tanpa pemikiran dan tanpa pemeriksaan; engkau harus mengembangkannya dengan sukacita; engkau harus mengembangkannya tanpa sukacita; engkau harus mengembangkannya dengan disertai kenyamanan; dan engkau harus mengembangkannya dengan disertai keseimbangan.<1765>

(2) – (4) “Ketika, bhikkhu, konsentrasi ini telah dikembangkan dan dikembangkan dengan baik olehmu dengan cara ini, maka engkau harus berlatih sebagai berikut: ‘Aku akan mengembangkan dan melatih kebebasan pikiran melalui belas kasihan … kebebasan pikiran melalui kegembiraan altruistik … kebebasan pikiran melalui keseimbangan

“Ketika konsentrasi ini telah dikembangkan dan dilatih<1766> olehmu dengan cara ini, maka engkau harus mengembangkan konsentrasi ini dengan pemikiran dan pemeriksaan; engkau harus mengembangkannya tanpa pemikiran melainkan hanya dengan pemeriksaan; engkau harus mengembangkannya tanpa pemikiran dan tanpa pemeriksaan; engkau harus mengembangkannya dengan sukacita; engkau harus mengembangkannya tanpa sukacita; engkau harus mengembangkannya dengan disertai kenyamanan; dan engkau harus mengembangkannya dengan disertai keseimbangan.

(5) “Ketika, bhikkhu, konsentrasi ini telah dikembangkan dan dikembangkan dengan baik olehmu dengan cara ini, maka engkau harus berlatih sebagai berikut: ‘Aku akan berdiam dengan merenungkan jasmani dalam jasmani, tekun, memahami dengan jernih, penuh perhatian, setelah melenyapkan kerinduan dan kesedihan sehubungan dengan dunia.’ Demikianlah engkau harus berlatih.

“Ketika konsentrasi ini telah dikembangkan dan dilatih olehmu dengan cara ini, maka engkau harus mengembangkan konsentrasi ini dengan pemikiran dan pemeriksaan; engkau harus mengembangkannya tanpa pemikiran melainkan hanya dengan pemeriksaan [301]; engkau harus mengembangkannya tanpa pemikiran dan tanpa pemeriksaan; engkau harus mengembangkannya dengan sukacita; engkau harus mengembangkannya tanpa sukacita; engkau harus mengembangkannya dengan disertai kenyamanan; dan engkau harus mengembangkannya dengan disertai keseimbangan.

(6) – (8 ) “Ketika, bhikkhu, konsentrasi ini telah dikembangkan dan dikembangkan dengan baik olehmu dengan cara ini, maka engkau harus berlatih sebagai berikut: ‘Aku akan berdiam dengan merenungkan perasaan dalam perasaan … pikiran dalam pikiran … fenomena dalam fenomena, tekun, memahami dengan jernih, penuh perhatian, setelah melenyapkan kerinduan dan kesedihan sehubungan dengan dunia.’ Demikianlah engkau harus berlatih.

“Ketika konsentrasi ini telah dikembangkan dan dilatih olehmu dengan cara ini, maka engkau harus mengembangkan konsentrasi ini dengan pemikiran dan pemeriksaan; engkau harus mengembangkannya tanpa pemikiran melainkan hanya dengan pemeriksaan; engkau harus mengembangkannya tanpa pemikiran dan tanpa pemeriksaan; engkau harus mengembangkannya dengan sukacita; engkau harus mengembangkannya tanpa sukacita; engkau harus mengembangkannya dengan disertai kenyamanan; dan engkau harus mengembangkannya dengan disertai keseimbangan.

“Ketika, bhikkhu, konsentrasi ini telah dikembangkan dan dikembangkan dengan baik olehmu dengan cara ini, maka kemana pun engkau berjalan, engkau akan berjalan dengan nyaman; di mana pun engkau berdiri, engkau akan berdiri dengan nyaman, di mana pun engkau duduk, engkau akan duduk dengan nyaman; di mana pun engkau berbaring, engkau akan berbaring dengan nyaman.”

Setelah menerima nasihat demikian dari Sang Bhagavā, bhikkhu itu bangkit dari duduknya, bersujud kepada Sang Bhagavā, mengelilingi Beliau dengan sisi kanannya menghadap Beliau, dan pergi.<1767> Kemudian, dengan berdiam sendirian, terasing, tekun, rajin, dan bersungguh-sungguh, dalam waktu tidak lama bhikkhu itu merealisasikan untuk dirinya sendiri, dalam kehidupan ini, kesempurnaan kehidupan spiritual yang tiada taranya yang karenanya para anggota keluarga dengan benar meninggalkan keduniawian dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah, dan setelah memasukinya, ia berdiam di dalamnya. [302] Ia secara langsung mengetahui:”Kelahiran telah dihancurkan, kehidupan spiritual telah dijalani, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, tidak akan kembali lagi pada kondisi makhluk apa pun.” Dan bhikkhu itu menjadi salah satu di antara para Arahant.

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku DELAPAN
« Reply #18 on: 12 August 2013, 10:43:23 PM »
64 (4) Gayā

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Gayā di Gayāsīsa. Di sana Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Para bhikkhu!”

“Yang Mulia” para bhikkhu itu menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

(1) “Para bhikkhu, sebelum pencerahanKu, sewaktu Aku masih menjadi seorang bodhisatta, masih belum tercerahkan sempurna, aku hanya mempersepsikan cahaya, tetapi tidak melihat bentuk-bentuk.<1768>

(2) “Aku berpikir, para bhikkhu: ‘Jika aku dapat mempersepsikan cahaya dan juga melihat bentuk-bentuk, dalam kasus demikian maka pengetahuan dan penglihatanKu ini akan menjadi semakin murni.’<1769> Demikianlah beberapa waktu kemudian, ketika Aku sedang berdiam dengan tekun, rajin, dan bersungguh-sungguh, Aku mempersepsikan cahaya dan juga melihat bentuk-bentuk. Namun Aku tidak bergaul dengan para dewata itu, tidak berbincang-bincang dengan mereka, dan tidak terlibat dalam suatu diskusi dengan mereka.

 (3) “Aku berpikir, para bhikkhu: ‘Jika aku dapat mempersepsikan cahaya dan juga melihat bentuk-bentuk, dan juga bergaul dengan para dewata itu, berbincang-bincang dengan mereka, dan terlibat dalam suatu diskusi dengan mereka, dalam kasus demikian maka pengetahuan dan penglihatanKu ini akan menjadi semakin murni.’ Demikianlah beberapa waktu kemudian, ketika Aku sedang berdiam dengan tekun, rajin, dan bersungguh-sungguh, Aku mempersepsikan cahaya dan melihat bentuk-bentuk, dan aku juga bergaul dengan para dewata itu, berbincang-bincang dengan mereka, dan terlibat dalam suatu diskusi dengan mereka. Namun aku tidak mengetahui tentang para dewata itu: ‘Para dewata ini berasal dari kelompok deva ini atau itu.’ [303]

(4) Aku berpikir, para bhikkhu: ‘Jika aku dapat mempersepsikan cahaya dan juga melihat bentuk-bentuk, dan bergaul dengan para dewata itu, berbincang-bincang dengan mereka, dan terlibat dalam suatu diskusi dengan mereka,dan juga mengetahui tentang para dewata itu: ‘Para dewata ini berasal dari kelompok deva ini dan itu.’ dalam kasus demikian maka pengetahuan dan penglihatanKu ini akan menjadi semakin murni.’ Demikianlah beberapa waktu kemudian, ketika Aku sedang berdiam dengan tekun, rajin, dan bersungguh-sungguh, Aku mempersepsikan cahaya dan melihat bentuk-bentuk, dan bergaul dengan para dewata itu, berbincang-bincang dengan mereka, dan terlibat dalam suatu diskusi dengan mereka, dan aku juga mengetahui tentang para dewata itu: ‘Para dewata ini berasal dari kelompok deva ini dan itu.’ Namun aku tidak mengetahui tentang para dewata itu: ‘Setelah meninggal dunia di sini para dewata itu terlahir kembali sebagai akibat dari kamma apa.’

(5) “… dan aku juga mengetahui tentang para dewata itu: ‘Setelah meninggal dunia di sini para dewata itu terlahir kembali sebagai akibat dari kamma ini.’ Namun aku tidak mengetahui tentang para dewata itu: ‘Sebagai akibat dari kamma ini, para dewata itu bertahan hidup dari makanan apa dan mengalami kenikmatan dan kesakitan apa.’

(6) “… dan Aku juga mengetahui tentang para dewata itu: ‘Sebagai akibat dari kamma ini, para dewata itu bertahan hidup dari makanan ini dan mengalami kenikmatan dan kesakitan ini.’ Namun aku tidak mengetahui tentang para dewata itu: ‘Sebagai akibat dari kamma ini, para dewata ini memiliki umur kehidupan berapa lama.’

(7) “…dan Aku juga mengetahui tentang para dewata itu: ‘Sebagai akibat dari kamma ini, para dewata ini memiliki umur kehidupan berapa lama.’ Namun aku tidak mengetahui apakah Aku sebelumnya pernah hidup bersama dengan para dewata itu atau tidak.

(8 ) “aku berpikir, para bhikkhu: ‘Jika (i) Aku mempersepsikan cahaya dan (ii) melihat bentuk-bentuk; dan (iii) Aku bergaul dengan para dewata itu, berbincang-bincang dengan mereka, dan terlibat dalam suatu diskusi dengan mereka [304]; dan (iv) Aku mengetahui tentang para dewata itu: ‘Para dewata ini berasal dari kelompok deva ini atau itu’; dan (v) ‘Setelah meninggal dunia di sini para dewata itu terlahir kembali sebagai akibat dari kamma ini; dan (vi) ‘Sebagai akibat dari kamma ini, para dewata itu bertahan hidup dari makanan apa dan mengalami kenikmatan ini dan kesakitan ini; dan (vii) : ‘Sebagai akibat dari kamma ini, para dewata ini memiliki umur kehidupan berapa lama’; dan (viii) juga mengetahui apakah Aku sebelumnya pernah hidup bersama dengan para dewata itu atau tidak, dalam kasus demikian maka pengetahuan dan penglihatanKu ini akan menjadi semakin murni

Demikianlah beberapa waktu kemudian, ketika Aku sedang berdiam dengan tekun, rajin, dan bersungguh-sungguh: (i) Aku mempersepsikan cahaya; dan (ii) melihat bentuk-bentuk; dan (iii) Aku bergaul dengan para dewata itu, berbincang-bincang dengan mereka, dan terlibat dalam suatu diskusi dengan mereka; dan (iv) Aku mengetahui tentang para dewata itu: ‘Para dewata ini berasal dari kelompok deva ini atau itu’; dan (v) ‘Setelah meninggal dunia di sini para dewata itu terlahir kembali sebagai akibat dari kamma ini’; dan (vi) ‘Sebagai akibat dari kamma ini, para dewata itu bertahan hidup dari makanan apa dan mengalami kenikmatan dan kesakitan apa’; dan (vii) : ‘Sebagai akibat dari kamma ini, para dewata ini memiliki umur kehidupan berapa lama’; dan (viii) juga mengetahui apakah Aku sebelumnya pernah hidup bersama dengan para dewata itu atau tidak.<1770>

“Selama, para bhikkhu, pengetahuan dan penglihatanKu tentang para dewa dengan delapan seginya tidak murni sempurna, maka Aku tidak mengaku telah tercerahkan hingga pencerahan sempurna yang tidak terlampaui dalam dunia ini bersama dengan para deva, Māra, dan Brahmā, dalam populasi ini bersama dengan para petapa dan brahmana, para deva dan manusia. Tetapi ketika pengetahuan dan penglihatanKu tentang para dewa dengan delapan seginya telah murni sempurna, maka Aku [305] mengaku telah tercerahkan hingga pencerahan sempurna yang tidak terlampaui dalam dunia ini bersama dengan … para deva dan manusia. Pengetahuan dan penglihatan muncul padaKu: ‘Kebebasan pikiranKu tidak tergoyahkan; ini adalah kelahiranKu yang terakhir; sekarang tidak ada lagi penjelmaan baru.”

65 (5) Melampaui

“Para bhikkhu, ada delapan landasan yang nelampaui ini.<1771> Apakah delapan ini?

(1) “Seseorang yang mempersepsikan bentuk-bentuk secara internal melihat bentuk-bentuk secara eksternal, terbatas, indah atau buruk. Setelah melampauinya, ia ṃempersepsikan sebagai berikut: ‘Aku mengetahui, aku melihat.’ Ini adalah landasan yang melampaui yang pertama.<1772>

(2) “Seseorang yang mempersepsikan bentuk-bentuk secara internal melihat bentuk-bentuk secara eksternal, tidak terbatas, indah atau buruk. Setelah melampauinya, ia ṃempersepsikan sebagai berikut: ‘Aku mengetahui, aku melihat.’ Ini adalah landasan yang melampaui yang ke dua.<1773>

(3) “Seseorang yang tidak mempersepsikan bentuk-bentuk secara internal melihat bentuk-bentuk secara eksternal, terbatas, indah atau buruk. Setelah melampauinya, ia ṃempersepsikan sebagai berikut: ‘Aku mengetahui, aku melihat.’ Ini adalah landasan yang melampaui yang ke tiga.<1774>

(4) “Seseorang yang tidak mempersepsikan bentuk-bentuk secara internal melihat bentuk-bentuk secara eksternal, tidak terbatas, indah atau buruk. Setelah melampauinya, ia ṃempersepsikan sebagai berikut: ‘Aku mengetahui, aku melihat.’ Ini adalah landasan yang melampaui yang ke empat.

(5) “Seseorang yang tidak mempersepsikan bentuk-bentuk secara internal melihat bentuk-bentuk secara eksternal, yang biru, berwarna biru, bercorak biru, bernuansa biru. Setelah melampauinya, ia ṃempersepsikan sebagai berikut: ‘Aku mengetahui, aku melihat.’ Ini adalah landasan yang melampaui yang ke lima.<1775>

(6) “Seseorang yang tidak mempersepsikan bentuk-bentuk secara internal melihat bentuk-bentuk secara eksternal, yang kuning, berwarna kuning, bercorak kuning, bernuansa kuning. Setelah melampauinya, ia ṃempersepsikan sebagai berikut: ‘Aku mengetahui, aku melihat.’ Ini adalah landasan yang melampaui yang ke enam. [306]

(7) “Seseorang yang tidak mempersepsikan bentuk-bentuk secara internal melihat bentuk-bentuk secara eksternal, yang merah, berwarna merah, bercorak merah, bernuansa merah. Setelah melampauinya, ia ṃempersepsikan sebagai berikut: ‘Aku mengetahui, aku melihat.’ Ini adalah landasan yang melampaui yang ke tujuh.

(8 ) “Seseorang yang tidak mempersepsikan bentuk-bentuk secara internal melihat bentuk-bentuk secara eksternal, yang putih, berwarna putih, bercorak putih, bernuansa putih. Setelah melampauinya, ia ṃempersepsikan sebagai berikut: ‘Aku mengetahui, aku melihat.’ Ini adalah landasan yang melampaui yang ke delapan.

“Ini, para bhikkhu, adalah kedelapan landasan yang melampaui itu.”

66 (6) Pembebasan

“Para bhikkhu, ada delapan pembebasan ini.<1776> Apakah delapan ini?

(1) “Seorang yang memiliki bentuk melihat bentuk-bentuk. Ini adalah pembebasan pertama.<1777>

(2) “Seorang yang tidak mempersepsikan bentuk-bentuk secara internal melihat bentuk-bentuk secara eksternal.<1778>

(3) “Seorang hanya berfokus pada yang ‘indah.’ Ini adalah pembebasan ke tiga.<1779>

(4) “Dengan sepenuhnya melampaui persepsi bentuk-bentuk, dengan lenyapnya persepsi kontak indria, dengan tanpa-perhatian pada persepsi keberagaman, [dengan mempersepsikan] ‘ruang adalah tidak terbatas,’ seseorang masuk dan berdiam dalam landasan ruang tanpa batas. Ini adalah pembebasan ke empat.

(5) “Dengan sepenuhnya melampaui landasan ruang tanpa batas, [dengan mempersepsikan] ‘kesadaran adalah tanpa batas,’ seseorang masuk dan berdiam dalam landasan kesadaran tanpa batas. Ini adalah pembebasan ke lima.

(6) “Dengan sepenuhnya melampaui landasan kesadaran tanpa batas, [dengan mempersepsikan] ‘tidak ada apa-apa,’ seseorang masuk dan berdiam dalam landasan kekosongan. Ini adalah pembebasan ke enam.

(7) “Dengan sepenuhnya melampaui landasan kekosongan, seseorang masuk dan berdiam dalam landasan bukan persepsi juga bukan bukan-persepsi. Ini adalah pembebasan ke tujuh.

(8 ) “Dengan sepenuhnya melampaui landasan bukan persepsi juga bukan bukan-persepsi. Seseorang masuk dan berdiam dalam lenyapnya persepsi dan perasaan.<1780> Ini adalah pembebasan ke delapan.

“Ini, para bhikkhu, adalah kedelapan pembebasan itu.” [307]

67 (7) Pernyataan (1)

“Para bhikkhu, ada delapan pernyataan tidak mulia ini.<1781> Apakah delapan ini? (1) Mengatakan bahwa ia telah melihat apa yang sesungguhnya tidak ia lihat; (2) mengatakan bahwa ia telah mendengar apa yang sesungguhnya tidak ia dengar; (3) mengatakan bahwa ia telah mengindera apa yang sesungguhnya tidak ia indera; (4) mengatakan bahwa ia telah mengenali apa yang sesungguhnya tidak ia kenali; (5) mengatakan bahwa ia tidak melihat apa yang sesungguhnya telah ia lihat; (6) mentakan bahwa ia tidak mendengar apa yang sesungguhnya telah ia dengar; (7)mengatakan bahwa ia tidak mengindera apa yang sesungguhnya telah ia indera; (8 ) mengatakan bahwa ia tidak mengenali apa yang sesungguhnya telah ia kenali. Ini adalah kedelapan pernyataan tidak mulia itu.”

68 (8 ) Pernyataan (2)

“Para bhikkhu, ada delapan pernyataan mulia ini.<1782> Apakah delapan ini? (1) Mengatakan bahwa ia tidak melihat apa yang sesungguhnya tidak ia lihat; (2) mengatakan bahwa ia tidak mendengar apa yang sesungguhnya tidak ia dengar; (3) mengatakan bahwa ia tidak mengindera apa yang sesungguhnya tidak ia indera; (4) mengatakan bahwa ia tidak mengenali apa yang sesungguhnya tidak ia kenali; (5) mengatakan bahwa ia telah melihat apa yang sesungguhnya telah ia lihat; (6) mentakan bahwa ia telah mendengar apa yang sesungguhnya telah ia dengar; (7)mengatakan bahwa ia telah mengindera apa yang sesungguhnya telah ia indera; (8 ) mengatakan bahwa ia telah mengenali apa yang sesungguhnya telah ia kenali. Ini adalah kedelapan pernyataan mulia itu.”

69 (9) Kumpulan <1783>

“Para bhikkhu, ada delapan kumpulan ini. Apakah delapan ini? Kumpulan para khattiya, kumpulan para brahmana, kumpulan para perumah tangga, kumpulan para petapa, kumpulan para deva [yang dipimpin oleh] Empat Raja Dewa, kumpulan para deva Tāvatiṃsa, kumpulan Māra, kumpulan Brahmā.

(1) “Sekarang Aku ingat, para bhikkhu, mendatangi suatu kumpulan yang terdiri dari ratusan khattiya. Sebelumnya Aku duduk di sana, berbincang-bincang, dan berdiskusi. Aku tampak persis seperti mereka, dan suaraku menjadi seperti suara mereka. Aku mengajarkan, mendorong, menginspirasi, dan menggembirakan mereka dengan khotbah Dhamma, dan sewaktu aku berbicara mereka tidak mengenali Aku melainkan berpikir: ‘Siapakah ini yang sedang berbicara, apakah deva atau manusia?’ setelah mengajarkan, mendorong, menginspirasi, dan menggembirakan mereka dengan khotbah Dhamma, Aku menghilang dan ketika Aku menghilang mereka tidak mengenali Aku melainkan berpikir: ‘Siapakah ini yang telah menghilang, apakah dewa atau manusia?’<1784> [308]

(2) – (8 ) “Kemudian Aku ingat, para bhikkhu, mendatangi suatu kumpulan yang terdiri dari ratusan brahmana … suatu kumpulan yang terdiri dari ratusan perumah tangga … suatu kumpulan yang terdiri dari ratusan petapa … suatu kumpulan yang terdiri dari ratusan petapa … suatu kumpulan yang terdiri dari ratusan deva [yang dipimpin oleh] Empat Raja Dewa … suatu kumpulan yang terdiri dari ratusan deva Tāvatiṃsa … suatu kumpulan yang terdiri dari ratusan pengikut Māra … suatu kumpulan yang terdiri dari ratusan pengikut Brahmā. Sebelumnya Aku duduk di sana, berbincang-bincang, dan berdiskusi. Aku tampak persis seperti mereka, dan suaraku menjadi seperti suara mereka. Aku mengajarkan, mendorong, menginspirasi, dan menggembirakan mereka dengan khotbah Dhamma, dan sewaktu aku berbicara mereka tidak mengenali Aku melainkan berpikir: ‘Siapakah ini yang sedang berbicara, apakah deva atau manusia?’ setelah mengajarkan, mendorong, menginspirasi, dan menggembirakan mereka dengan khotbah Dhamma, Aku menghilang dan ketika Aku menghilang mereka tidak mengenali Aku melainkan berpikir: ‘Siapakah ini yang telah menghilang, apakah dewa atau manusia?

“Ini, para bhikkhu, adalah kedelapan kumpulan itu.”

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku DELAPAN
« Reply #19 on: 12 August 2013, 10:44:09 PM »
70 (10) Gempa Bumi <1785>

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Vesālī di aula beratap lancip di Hutan Besar. Kemudian, pada pagi harinya, Sang Bhagavā merapikan jubah, membawa mangkuk dan jubahNya, dan memasuki Vesālī untuk menerima dana makanan. Ketika Beliau telah melakukan perjalanan menerima dana makanan di Vesālī, setelah makan, ketika kembali dari perjalanan menerima dan makanan itu, Beliau berkata kepada Yang Mulia Ānanda: ‘Bawalah alas duduk, Ānanda. Mari kita pergi ke Altar Cāpāla untuk melewatkan hari.”

“Baik, Bhante,” Yang Mulia Ānanda menjawab, dan setelah mengambil alas duduk, ia mengikuti persis di belakang Sang Bhagavā. Kemudian Sang Bhagavā pergi ke Altar Cāpāla, duduk di tempat yang telah dipersiapkan untuk Beliau, dan berkata kepada Yang Mulia Ānanda: [309]

“Vesālī sungguh menyenangkan, Ānanda. Altar Udena sungguh menyenangkan, Altar Gotamaka sungguh menyenangkan, Altar Sattamba sungguh menyenangkan, Altar Bahuputta sungguh menyenangkan, Altar Sārandada sungguh menyenangkan, Altar Cāpāla sungguh menyenangkan. Siapa pun, Ānanda, yang telah mengembangkan dan melatih empat landasan kekuatan batin, menjadikannya kendaraan dan landasan, menjalankannya, mengokohkan, dan dengan benar melakukannya maka ia dapat, jika ia menghendaki, hidup selama satu kappa atau selama sisa dari kappa itu. Sang Tathāgata, Ānanda, telah mengembangkan dan melatih empat landasan kekuatan batin, menjadikannya kendaraan dan landasan, menjalankannya, mengokohkan, dan dengan benar melakukannya. Jika Beliau mengjhendaki, maka Sang Tathāgata dapat hidup selama satu kappa atau selama sisa dari kappa itu.”<1786>

Tetapi walaupun Yang Mulia Ananda diberikan isyarat yang jelas itu oleh Sang Bhagavā, walaupun ia diberikan petunjuk yang jelas itu, ia tidak mampu menangkap petunjuk itu. Ia tidak memohon kepada Sang Bhagavā: “Bhante, sudilah Sang Bhagavā hidup selama satu kappa! Sudilah Yang Berbahagia hidup selama satu kappa, demi kesejahteraan banyak orang, demi kebahagiaan banyak orang, demi belas kasihan pada dunia, demi kebaikan, kesejahteraan, dan kebahagiaan para deva dan manusia.” Karena pikirannya dikuasai oleh Māra.<1787>

Untuk ke dua kalinya … Untuk ke tiga kalinya Sang Bhagavā berkata kepada Yang Mulia Ānanda: “Vesālī sungguh menyenangkan … Altar Udena sungguh menyenangkan … Altar Cāpāla sungguh menyenangkan. Siapa pun, Ānanda, yang telah mengembangkan dan melatih empat landasan kekuatan batin … dan dengan benar melakukannya maka ia dapat, jika ia menghendaki, hidup selama satu kappa atau selama sisa dari kappa itu. Sang Tathāgata, Ānanda, telah mengembangkan dan melatih empat landasan kekuatan batin, menjadikannya kendaraan dan landasan, menjalankannya, mengokohkan, dan dengan benar melakukannya. Jika Beliau mengjhendaki, maka Sang Tathāgata dapat hidup selama satu kappa atau selama sisa dari kappa itu.”

Tetapi sekali lagi, walaupun Yang Mulia Ānanda [310] diberikan isyarat yang jelas itu oleh Sang Bhagavā, walaupun ia diberikan petunjuk yang jelas itu, ia tidak mampu menangkap petunjuk itu … Karena pikirannya dikuasai oleh Māra.

Kemudian Sang Bhagavā berkata kepada Yang Mulia Ānanda: “Engkau boleh pergi, Ānanda, jika engkau menghendaki.”

“Baik, Bhante,” Yang Mulia Ānanda menjawab, dan ia bangkit dari duduknya, bersujud kepada Sang Bhagavā, mengelilingi Beliau dengan sisi kanannya menghadap Beliau, dan duduk di bawah sebatang pohon tidak jauh dari Sang Bhagavā.

Kemudian, tidak lama setelah Yang Mulia Ānanda pergi, Māra Yang Jahat berkata kepada Sang Bhagavā: “Bhante, sudilah Sang Bhagavā mencapai nibbāna akhir sekarang! Sudilah Yang Berbahagia mencapai nibbāna akhir sekarang! Sekarang adalah waktunya, Bhante, bagi Sang Bhagavā untuk mencapai nibbāna akhir! Kata-kata ini diucapkan, Bhante, oleh Sang Bhagavā:<1788> ‘Aku tidak akan mencapai nibbāna akhir, Yang Jahat, hingga ada para siswaKu para bhikkhu yang kompeten, disiplin, percaya-diri, mencapai keamanan dari belenggu, terpelajar, penegak Dhamma, berlatih sesuai Dhamma, berlatih dengan cara yang benar, dan berperilaku sesuai Dhamma; yang telah mempelajari ajaran guru mereka dan dapat menjelaskannya, mengajarkannya, menyatakannya, menegakkannya, mengungkapkannya, menganalisisnya, dan menguraikannya; yang dapat sepenuhnya membantah dalam cara-cara yang logis ajaran-ajaran orang lain dan mengajarkan Dhamma penawar.’<1789> Sekarang pada saat ini Sang Bhagavā memiliki para bhikkhu siswa yang kompeten … dan yang dapat mengajarkan Dhamma penawar. Bhante, sudilah Sang Bhagavā mencapai nibbāna akhir sekarang! Sudilah Yang Berbahagia mencapai nibbāna akhir sekarang! Sekarang adalah waktunya bagi Sang Bhagavā untuk mencapai nibbāna akhir!

“Dan kata-kata ini diucapkan, Bhante, oleh Sang Bhagavā: ‘Aku tidak akan mencapai nibbāna akhir, Yang Jahat, hingga ada para siswaKu para bhikkhunī  yang kompeten … hingga ada para siswaKu umat awam laki-laki [311] yang kompeten … hingga ada para siswaKu umat awam perempuan yang kompeten … dan mengajarkan Dhamma penawar.’ Sekarang pada saat ini Sang Bhagavā memiliki para siswa  bhikkhunī, para siswa umat awam laki-laki … para siswa umat awam perempuan yang kompeten, disiplin, percaya-diri, mencapai keamanan dari belenggu, terpelajar, penegak Dhamma, berlatih sesuai Dhamma, berlatih dengan cara yang benar, dan berperilaku sesuai Dhamma; yang telah mempelajari ajaran guru mereka dan dapat menjelaskannya, mengajarkannya, menyatakannya, menegakkannya, mengungkapkannya, menganalisisnya, dan menguraikannya; yang dapat sepenuhnya membantah dalam cara-cara yang logis ajaran-ajaran orang lain dan mengajarkan Dhamma penawar. Bhante, sudilah Sang Bhagavā mencapai nibbāna akhir sekarang! Sudilah Yang Berbahagia mencapai nibbāna akhir sekarang! Sekarang adalah waktunya bagi Sang Bhagavā untuk mencapai nibbāna akhir!

“Dan kata-kata ini diucapkan, Bhante, oleh Sang Bhagavā: ‘Aku tidak akan mencapai nibbāna akhir, Yang Jahat, hingga kehidupan spiritual dariKu telah menjadi berhasil dan makmur, meluas, terkenal, menyebar luas, dinyatakan dengan baik di antara para deva dan manusia.’ Kehidupan spiritual dari Sang Bhagavā itu telah berhasil dan makmur, meluas, terkenal, menyebar luas, dinyatakan dengan baik di antara para deva dan manusia. Bhante, sudilah Sang Bhagavā mencapai nibbāna akhir sekarang! Sudilah Yang Berbahagia mencapai nibbāna akhir sekarang! Sekarang adalah waktunya bagi Sang Bhagavā untuk mencapai nibbāna akhir!”

[Sang Bhagavā berkata:] “Tenanglah, Yang jahat. Tidak akan lama lagi sebelum nibbāna akhir Sang Tathāgata terjadi. Tiga bulan dari sekarang Sang Tathāgata akan mencapai nibbāna akhir.”

Kemudian Sang Bhagavā, di Altar Cāpāla, dengan penuh perhatian dan memahami dengan jernih, melepaskan kekuatan vitalNya.<1790> Dan ketika Sang Bhagavā melepaskan kekuatan vitalNya, suatu gempa bumi terjadi, menakutkan dan mengerikan, dan gemuruh halilintar mengguncang angkasa.

Kemudian, setelah memahami makna ini, Sang Bhagavā pada kesempatan itu mengucapakan ucapan inspiratif ini: [312]

“Membandingkan yang tidak dapat dibandingkan dan penjelmaan yang berkelanjutan,
Sang Bijaksana melepaskan kekuatan kehidupan.
Bergembira secara internal, terkonsentrasi,
Beliau memutuskan kehidupanNya sendiri bagaikan jaket perisai.”<1791>

Kemudian Yang Mulia Ānanda berpikir: “Gempa bumi ini sungguh kuat! Gempa bumi ini sungguh kuat, menakutkan dan mengerikan, dan dan gemuruh halilintar mengguncang angkasa! Apakah penyebab dan kondisi dari gempa bumi yang kuat ini?”

Kemudian Yang Mulia Ānanda mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, duduk di satu sisi, dan berkata kepada Beliau: “Bhante, gempa bumi ini sungguh kuat! Gempa bumi ini sungguh kuat, menakutkan dan mengerikan, dan dan gemuruh halilintar mengguncang angkasa! Apakah penyebab dan kondisi dari gempa bumi yang kuat ini?”

“Ānanda, ada delapan penyebab dan kondisi bagi sebuah gempa bumi yang kuat. Apakah delapan ini?

(1) “Ānanda, bumi ini berdiri di atas air; air bersandar pada angin; angin bertiup di angkasa. Akan tiba waktunya, Ānanda, ketika angin kencang bertiup dan mengguncang air. Air itu, karena terguncang, juga mengguncang bumi ini. Ini adalah penyebab dan kondisi pertama bagi gempa bumi yang kuat.

(2) “Kemudian, ada petapa atau brahmana yang memiliki kekuatan batin dan mencapai penguasaan pikiran, atau dewata yang sangat kuat dan perkasa. Ia telah mengembangkan persepsi tanah yang tebatas dan persepsi air yang tidak terbatas. Ia membuat bumi ini berguncang, bergoyang keras, dan bergetar.<1792> Ini adalah penyebab dan kondisi ke dua bagi gempa bumi yang kuat.

(3) “Kemudian, ketika Sang Bodhisatta meninggal dunia dari kumpulan Tusita dan, dengan penuh perhatian dan memahami dengan jernih, memasuki rahim ibunya, bumi [313] ini berguncang, bergoyang keras, dan bergetar. Ini adalah penyebab dan kondisi ke tiga bagi gempa bumi yang kuat.

(4) “Kemudian, ketika Sang Bodhisatta, dengan penuh perhatian dan memahami dengan jernih, keluar dari rahim ibunya, bumi ini berguncang, bergoyang keras, dan bergetar. Ini adalah penyebab dan kondisi ke empat bagi gempa bumi yang kuat.

(5) “Kemudian, ketika Sang Tathāgata tercerahkan hingga pencerahan sempurna yang tidak taranya, bumi ini berguncang, bergoyang keras, dan bergetar. Ini adalah penyebab dan kondisi ke lima bagi gempa bumi yang kuat.

(6) “Kemudian, ketika Sang Tathāgata memutar roda Dhamma yang tiada taranya, bumi ini berguncang, bergoyang keras, dan bergetar. Ini adalah penyebab dan kondisi ke enam bagi gempa bumi yang kuat.

(7) “Kemudian, ketika Sang Tathāgata, dengan penuh perhatian dan memahami dengan jernih, melepaskan kekuatan vitalNya, bumi ini berguncang, bergoyang keras, dan bergetar. Ini adalah penyebab dan kondisi ke tujuh bagi gempa bumi yang kuat.

(8 ) “Kemudian, ketika Sang Tathāgata mencapai nibbāna akhir melalui elemen nibbāna tanpa sisa, bumi ini berguncang, bergoyang keras, dan bergetar. Ini adalah penyebab dan kondisi ke tujuh bagi gempa bumi yang kuat.

“Ini adalah kedelapan penyebab dan kondisi itu bagi sebuah gempa bumi yang kuat.” [314]

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku DELAPAN
« Reply #20 on: 12 August 2013, 10:44:27 PM »
III. PASANGAN

71 (1) Keyakinan (1)

(1) “Para bhikkhu, seorang bhikkhu mungkin memiliki keyakinan tetapi tidak bermoral; dengan demikian ia tidak lengkap sehubungan dengan faktor itu. Ia harus memenuhi faktor itu, [dengan berpikir]: ‘Bagaimanakah aku dapat memiliki keyakinan dan juga menjadi bermoral?’ Tetapi ketika seorang bhikkhu memiliki keyakinan dan juga bermoral, maka ia lengkap sehubungan dengan faktor itu.

(2) “Seorang bhikkhu mungkin memiliki keyakinan dan bermoral, tetapi ia tidak terpelajar; dengan demikian ia tidak lengkap sehubungan dengan faktor itu. Ia harus memenuhi faktor itu, [dengan berpikir]: ‘Bagaimanakah aku dapat memiliki keyakinan, bermoral, dan juga terpelajar?’ Tetapi ketika seorang bhikkhu memiliki keyakinan, bermoral, dan juga terpelajar, maka ia lengkap sehubungan dengan faktor itu.

(3) “Seorang bhikkhu mungkin memiliki keyakinan, bermoral, dan terpelajar, tetapi ia bukan seorang pembabar Dhamma … (4) … seorang pembabar Dhamma, tetapi bukan seorang yang sering mengunjungi kumpulan-kumpulan … (5) … seorang yang sering mengunjungi kumpulan-kumpulan, tetapi bukan seorang yang dengan percaya diri mengajar Dhamma pada suatu kumpulan … (6) … seorang yang dengan percaya diri mengajar Dhamma pada suatu kumpulan, tetapi bukan seorang yang memperoleh sesuai kehendak, tanpa kesusahan atau kesulitan, keempat jhāna yang merupakan pikiran yang lebih tinggi dan kediaman yang nyaman dalam kehidupan ini … (7) … seorang yang memperoleh sesuai kehendak, tanpa kesusahan atau kesulitan, keempat jhāna yang merupakan pikiran yang lebih tinggi dan kediaman yang nyaman dalam kehidupan ini, tetapi bukan seorang yang, dengan hancurnya noda-noda, telah merealisasikan untuk dirinya sendiri dengan pengetahuan langsung, dalam kehidupan ini, kebebasan pikiran yang tanpa noda, kebebasan melalui kebijaksanaan, dan setelah memasukinya, ia berdiam di dalamnya. Dengan demikian ia tidak lengkap sehubungan dengan faktor itu. Ia harus memenuhi faktor itu, [315] [dengan berpikir]: ‘Bagaimanakah aku dapat memiliki keyakinan … dan juga menjadi seorang yang, dengan hancurnya noda-noda, telah merealisasikan untuk dirinya sendiri dengan pengetahuan langsung, dalam kehidupan ini, kebebasan pikiran yang tanpa noda, kebebasan melalui kebijaksanaan, dan setelah memasukinya, ia berdiam di dalamnya’?

(8 ) “Tetapi ketika seorang bhikkhu (i) memiliki keyakinan, (ii) bermoral, dan (iii) terpelajar; (iv) seorang pembabar Dhamma; (v) seorang yang sering mengunjungi kumpulan-kumpulan; (vi) seorang yang dengan percaya diri mengajar Dhamma pada suatu kumpulan; (vii) seorang yang memperoleh sesuai kehendak, tanpa kesusahan atau kesulitan, keempat jhāna yang merupakan pikiran yang lebih tinggi dan kediaman yang nyaman dalam kehidupan ini; dan (viii) ia juga seorang yang, dengan hancurnya noda-noda, telah merealisasikan untuk dirinya sendiri dengan pengetahuan langsung, dalam kehidupan ini, kebebasan pikiran yang tanpa noda, kebebasan melalui kebijaksanaan, dan setelah memasukinya, ia berdiam di dalamnya, maka ia lengkap sehubungan dengan faktor itu.

“Seorang bhikkhu yang memiliki kedelapan kualitas ini adalah seorang yang menginspirasi kepercayaan dalam segala hal dan seorang yang lengkap dalam segala aspek.”

72 (2) Keyakinan (2)

(1) “Para bhikkhu, seorang bhikkhu mungkin memiliki keyakinan tetapi tidak bermoral; dengan demikian ia tidak lengkap sehubungan dengan faktor itu. Ia harus memenuhi faktor itu, [dengan berpikir]: ‘Bagaimanakah aku dapat memiliki keyakinan dan juga menjadi bermoral?’ Tetapi ketika seorang bhikkhu memiliki keyakinan dan juga bermoral, maka ia lengkap sehubungan dengan faktor itu.

(2) “Seorang bhikkhu mungkin memiliki keyakinan dan bermoral, tetapi ia tidak terpelajar; dengan demikian ia tidak lengkap sehubungan dengan faktor itu. Ia harus memenuhi faktor itu, [dengan berpikir]: ‘Bagaimanakah aku dapat memiliki keyakinan, bermoral, dan juga terpelajar?’ Tetapi ketika seorang bhikkhu memiliki keyakinan, bermoral, dan juga terpelajar, maka ia lengkap sehubungan dengan faktor itu.

(3) “Seorang bhikkhu mungkin memiliki keyakinan, bermoral, dan terpelajar, tetapi ia bukan seorang pembabar Dhamma … (4) … seorang pembabar Dhamma, tetapi bukan seorang yang sering mengunjungi kumpulan-kumpulan … (5) … seorang yang sering mengunjungi kumpulan-kumpulan, tetapi bukan seorang yang dengan percaya diri mengajar Dhamma pada suatu kumpulan [316] … (6) … seorang yang dengan percaya diri mengajar Dhamma pada suatu kumpulan, tetapi ia bukan seorang menyentuh dengan tubuhnya dan berdiam dalam pembebasan-pembebasan yang damai itu, yang melampaui bentuk-bentuk, yang tanpa bentuk … (7) … seorang menyentuh dengan tubuhnya dan berdiam dalam pembebasan-pembebasan yang damai itu, yang melampaui bentuk-bentuk, yang tanpa bentuk, tetapi bukan seorang yang, dengan hancurnya noda-noda, telah merealisasikan untuk dirinya sendiri dengan pengetahuan langsung, dalam kehidupan ini, kebebasan pikiran yang tanpa noda, kebebasan melalui kebijaksanaan, dan setelah memasukinya, ia berdiam di dalamnya. Dengan demikian ia tidak lengkap sehubungan dengan faktor itu. Ia harus memenuhi faktor itu, [dengan berpikir]: ‘Bagaimanakah aku dapat memiliki keyakinan … dan juga menjadi seorang yang, dengan hancurnya noda-noda, telah merealisasikan untuk dirinya sendiri dengan pengetahuan langsung, dalam kehidupan ini, kebebasan pikiran yang tanpa noda, kebebasan melalui kebijaksanaan, dan setelah memasukinya, ia berdiam di dalamnya’?

(8 ) “Tetapi ketika seorang bhikkhu (i) memiliki keyakinan, (ii) bermoral, dan (iii) terpelajar; (iv) seorang pembabar Dhamma; (v) seorang yang sering mengunjungi kumpulan-kumpulan; (vi) seorang yang dengan percaya diri mengajar Dhamma pada suatu kumpulan; (vii) seorang menyentuh dengan tubuhnya dan berdiam dalam pembebasan-pembebasan yang damai itu, yang melampaui bentuk-bentuk, yang tanpa bentuk; dan (viii) ia juga seorang yang, dengan hancurnya noda-noda, telah merealisasikan untuk dirinya sendiri dengan pengetahuan langsung, dalam kehidupan ini, kebebasan pikiran yang tanpa noda, kebebasan melalui kebijaksanaan, dan setelah memasukinya, ia berdiam di dalamnya, maka ia lengkap sehubungan dengan faktor itu.

“Seorang bhikkhu yang memiliki kedelapan kualitas ini adalah seorang yang menginspirasi kepercayaan dalam segala hal dan seorang yang lengkap dalam segala aspek.”

73 (3) Perenungan pada Kematian (1) <1793>

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Nādika di aula bata. Di sana Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: [317] “Para bhikkhu!”

“Yang Mulia!” para bhikkhu itu menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

“Para bhikkhu, perenungan pada kematian, ketika dikembangkan dan dilatih, adalah berbuah dan bermanfaat besar, memuncak dalam keabadian, dengan keabadian sebagai kesempurnaannya. Tetapi apakah kalian, para bhikkhu, mengembangkan perenungan pada kematian?”

(1) Ketika hal ini dikatakan, seorang bhikkhu berkata kepada Sang Bhagavā: “Bhante, aku mengembangkan perenungan pada kematian.”

“Tetapi bagaimanakah, bhikkhu, engkau mengembangkan perenungan pada kematian?”

“Di sini, Bhante, aku berpikir sebagai berikut: ‘Semoga aku dapat hidup sehari semalam sehingga aku dapat menekuni ajaran Sang Bhagavā. Dan aku berhasil sejauh itu!’ Adalah dengan cara ini aku mengembangkan perenungan pada kematian.”

(2) Seorang bhikkhu lainnya berkata kepada Sang Bhagavā: “Aku juga, Bhante, mengembangkan perenungan pada kematian.”

“Tetapi bagaimanakah, bhikkhu, engkau mengembangkan perenungan pada kematian?”

“Di sini, Bhante, aku berpikir sebagai berikut: ‘Semoga aku dapat hidup sehari sehingga aku dapat menekuni ajaran Sang Bhagavā. Dan aku berhasil sejauh itu!’ Adalah dengan cara ini aku mengembangkan perenungan pada kematian.”

(3) Seorang bhikkhu lainnya berkata kepada Sang Bhagavā: “Aku juga, Bhante, mengembangkan perenungan pada kematian.”

“Tetapi bagaimanakah, bhikkhu, engkau mengembangkan perenungan pada kematian?”

“Di sini, Bhante, aku berpikir sebagai berikut: ‘Semoga aku dapat hidup setengah hari sehingga aku dapat menekuni ajaran Sang Bhagavā. Dan aku berhasil sejauh itu!’ Adalah dengan cara ini aku mengembangkan perenungan pada kematian.”

(4) Seorang bhikkhu lainnya lagi berkata kepada Sang Bhagavā: “Aku juga, Bhante, mengembangkan perenungan pada kematian.”

“Tetapi bagaimanakah, bhikkhu, engkau mengembangkan perenungan pada kematian?”

“Di sini, Bhante, aku berpikir sebagai berikut: ‘Semoga aku dapat hidup selama waktu yang diperlukan untuk satu kali makan sehingga aku dapat menekuni ajaran Sang Bhagavā. Dan aku berhasil sejauh itu!’ Adalah dengan cara ini aku mengembangkan perenungan pada kematian.”

(5) Seorang bhikkhu lainnya lagi berkata kepada Sang Bhagavā: “Aku juga, Bhante, mengembangkan perenungan pada kematian.”

“Tetapi bagaimanakah, bhikkhu, engkau mengembangkan perenungan pada kematian?”

“Di sini, [318] Bhante, aku berpikir sebagai berikut: ‘Semoga aku dapat hidup selama waktu yang diperlukan untuk setengah kali makan sehingga aku dapat menekuni ajaran Sang Bhagavā. Dan aku berhasil sejauh itu!’ Adalah dengan cara ini aku mengembangkan perenungan pada kematian.”

(6) Seorang bhikkhu lainnya lagi berkata kepada Sang Bhagavā: “Aku juga, Bhante, mengembangkan perenungan pada kematian.”

“Tetapi bagaimanakah, bhikkhu, engkau mengembangkan perenungan pada kematian?”

“Di sini, Bhante, aku berpikir sebagai berikut: ‘Semoga aku dapat hidup selama waktu yang diperlukan untuk mengunyah dan menelan empat atau lima suapan makanan, sehingga aku dapat menekuni ajaran Sang Bhagavā. Dan aku berhasil sejauh itu!’ Adalah dengan cara ini aku mengembangkan perenungan pada kematian.”

(7) Seorang bhikkhu lainnya lagi berkata kepada Sang Bhagavā: “Aku juga, Bhante, mengembangkan perenungan pada kematian.”

“Tetapi bagaimanakah, bhikkhu, engkau mengembangkan perenungan pada kematian?”

“Di sini, Bhante, aku berpikir sebagai berikut: ‘Semoga aku dapat hidup selama waktu yang diperlukan untuk mengunyah dan menelan satu suapan makanan, sehingga aku dapat menekuni ajaran Sang Bhagavā. Dan aku berhasil sejauh itu!’ Adalah dengan cara ini aku mengembangkan perenungan pada kematian.”
   
(8 ) Seorang bhikkhu lainnya lagi berkata kepada Sang Bhagavā: “Aku juga, Bhante, mengembangkan perenungan pada kematian.”

“Tetapi bagaimanakah, bhikkhu, engkau mengembangkan perenungan pada kematian?”

“Di sini, Bhante, aku berpikir sebagai berikut: ‘Semoga aku dapat hidup selama waktu yang diperlukan untuk mengembuskan nafas setelah menarik nafas, atau untuk menarik nafas setelah mengembuskan nafas, sehingga aku dapat menekuni ajaran Sang Bhagavā. Dan aku berhasil sejauh itu!’ Adalah dengan cara ini aku mengembangkan perenungan pada kematian.”

Ketika hal ini dikatakan, Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu itu:

“Para bhikkhu, (1) bhikkhu yang mengembangkan perenungan pada kematian sebagai berikut: ‘Semoga aku dapat hidup sehari semalam sehingga aku dapat menekuni ajaran Sang Bhagavā. Dan aku berhasil sejauh itu!’; dan (2) bhikkhu yang mengembangkan perenungan pada kematian sebagai berikut: [319] ‘Semoga aku dapat hidup sehari sehingga aku dapat menekuni ajaran Sang Bhagavā. Dan aku berhasil sejauh itu!’; dan (3) bhikkhu yang mengembangkan perenungan pada kematian sebagai berikut: ‘Semoga aku dapat hidup setengah hari sehingga aku dapat menekuni ajaran Sang Bhagavā. Dan aku berhasil sejauh itu!’; dan (4) bhikkhu yang mengembangkan perenungan pada kematian sebagai berikut: ‘Semoga aku dapat hidup selama waktu yang diperlukan untuk satu kali makan sehingga aku dapat menekuni ajaran Sang Bhagavā. Dan aku berhasil sejauh itu!’; dan (5) bhikkhu yang mengembangkan perenungan pada kematian sebagai berikut: ‘Semoga aku dapat hidup selama waktu yang diperlukan untuk setengah kali makan sehingga aku dapat menekuni ajaran Sang Bhagavā. Dan aku berhasil sejauh itu!’; dan (6) bhikkhu yang mengembangkan perenungan pada kematian sebagai berikut: ‘Semoga aku dapat hidup selama waktu yang diperlukan untuk mengunyah dan menelan empat atau lima suapan makanan, sehingga aku dapat menekuni ajaran Sang Bhagavā.  Dan aku berhasil sejauh itu!’: mereka ini disebut para bhikkhu yang berdiam dengan lengah. Mereka mengembangkan perenungan pada kematian dengan lambat demi hancurnya noda-noda.

“Tetapi (7) bhikkhu yang mengembangkan perenungan pada kematian sebagai berikut: ‘Semoga aku dapat hidup selama waktu yang diperlukan untuk mengunyah dan menelan satu suapan makanan, sehingga aku dapat menekuni ajaran Sang Bhagavā. Dan aku berhasil sejauh itu!’ ; dan (8 ) bhikkhu yang mengembangkan perenungan pada kematian sebagai berikut: Semoga aku dapat hidup selama waktu yang diperlukan untuk mengembuskan nafas setelah menarik nafas, atau untuk menarik nafas setelah mengembuskan nafas, sehingga aku dapat menekuni ajaran Sang Bhagavā. Dan aku berhasil sejauh itu!’: mereka ini disebut para bhikkhu yang berdiam dengan tekun. Mereka mengembangkan perenungan pada kematian dengan giat demi hancurnya noda-noda.

“Oleh karena itu, para bhikkhu, kalian harus berlatih sebagai berikut: ‘Kami akan berdiam dengan tekun, kami akan mengembangkan perenungan pada kematian dengan giat demi hancurnya noda-noda.’ Demikianlah kalian harus berlatih.” [320]

74 (4) Perenungan pada Kematian (2) <1794>

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Nādika di aula bata. Di sana Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Para bhikkhu!”

“Yang Mulia!” para bhikkhu itu menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

“Para bhikkhu, perenungan pada kematian, ketika dikembangkan dan dilatih, adalah berbuah dan bermanfaat besar, memuncak pada keabadian, dengan keabadian sebagai kesempurnaannya. Dan bagaimanakah hal ini demikian?

“Di sini, para bhikkhu, ketika siang hari berlalu dan malam menjelang, seorang bhikkhu merefleksikan sebagai berikut: ‘Aku dapat mati karena banyak penyebab. (1) Seekor ular mungkin menggigitku, atau seekor kalajengking atau seekor lipan mungkin menyengatku, dan aku bisa mati; itu akan menjadi rintangan bagiku. (2) Aku mungkin tersandung dan jatuh, atau (3) makananku mungkin tidak cocok bagiku, atau (4) empeduku mungkin menjadi terganggu, atau (5) dahakku mungkin menjadi terganggu, atau (6) angin tajam dalam tubuhku mungkin menjadi terganggu, atau (7) orang-orang mungkin menyerangku, atau (8 ) makhluk-makhluk halus yang jahat mungkin menyerangku, dan aku bisa mati; itu akan menjadi rintangan bagiku.’

“Bhikkhu ini harus merefleksikan sebagai berikut: ‘Apakah aku memiliki kualitas-kualitas tidak bermanfaat apa pun yang belum ditinggalkan, yang dapat menjadi rintangan bagiku jika aku mati malam ini?’ Jika, setelah meninjau kembali, bhikkhu itu mengetahui: ‘Aku memiliki kualitas-kualitas tidak bermanfaat yang belum ditinggalkan, yang dapat menjadi rintangan bagiku jika aku mati malam ini,’ maka ia harus mengerahkan keinginan, usaha, kemauan, semangat, tanpa mengenal lelah, perhatian, dan pemahaman jernih yang luar biasa untuk meninggalkan kualitas-kualitas buruk yang tidak bermanfaat itu. Seperti halnya seseorang yang pakaian atau kepalanya terbakar akan mengerahkan keinginan, usaha, kemauan, semangat, tanpa mengenal lelah, perhatian, dan pemahaman jernih yang luar biasa untuk memadamkan [api pada] pakaian atau kepalanya, demikian pula bhikkhu itu [321] harus mengerahkan keinginan, usaha, kemauan, semangat, tanpa mengenal lelah, perhatian, dan pemahaman jernih yang luar biasa untuk meninggalkan kualitas-kualitas buruk yang tidak bermanfaat itu.

“Tetapi jika, setelah meninjau kembali, bhikkhu itu mengetahui sebagai berikut: ‘Aku tidak memiliki kualitas-kualitas tidak bermanfaat yang belum ditinggalkan, yang dapat menjadi rintangan bagiku jika aku mati malam ini,’ maka ia boleh berdiam dalam sukacita dan kegembiraan yang sama itu, berlatih siang dan malam dalam kualitas-kualitas bermanfaat.

“Tetapi ketika malam hari berlalu dan pagi menjelang, seorang bhikkhu merefleksikan sebagai berikut: ‘Aku dapat mati karena banyak penyebab. Seekor ular mungkin menggigitku …  atau angin tajam dalam tubuhku mungkin menjadi terganggu, dan aku dapat mati; itu akan menjadi rintangan bagiku.’

“Bhikkhu ini harus merefleksikan sebagai berikut: [308] ‘Apakah aku memiliki kualitas-kualitas tidak bermanfaat apa pun yang belum ditinggalkan, yang dapat menjadi rintangan bagiku jika aku mati siang ini?’ Jika, setelah meninjau kembali, bhikkhu itu mengetahui: ‘Aku memiliki kualitas-kualitas tidak bermanfaat yang belum ditinggalkan, yang dapat menjadi rintangan bagiku jika aku mati siang ini,’ maka ia harus mengerahkan keinginan, usaha, kemauan, semangat, tanpa mengenal lelah, perhatian, dan pemahaman jernih yang luar biasa untuk meninggalkan kualitas-kualitas buruk yang tidak bermanfaat itu. Seperti halnya seseorang yang pakaian atau kepalanya terbakar akan mengerahkan keinginan, usaha, kemauan, semangat, tanpa mengenal lelah, perhatian, dan pemahaman jernih yang luar biasa untuk memadamkan [api pada] pakaian atau kepalanya, demikian pula bhikkhu itu harus mengerahkan keinginan, usaha, kemauan, semangat, tanpa mengenal lelah, perhatian, dan pemahaman jernih yang luar biasa untuk meninggalkan kualitas-kualitas buruk yang tidak bermanfaat itu.

“Tetapi jika, setelah meninjau kembali, bhikkhu itu mengetahui sebagai berikut: ‘Aku tidak memiliki kualitas-kualitas tidak bermanfaat yang belum ditinggalkan, yang dapat menjadi rintangan bagiku jika aku mati siang ini,’ maka ia boleh berdiam dalam sukacita dan kegembiraan yang sama itu, berlatih siang dan malam dalam kualitas-kualitas bermanfaat.

“Adalah, para bhikkhu, ketika perenungan pada kematian dikembangkan dan dilatih dengan cara ini, maka akan berbuah dan bermanfaat besar, memuncak pada keabadian, dengan keabadian sebagai kesempurnaannya.” [309]

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku DELAPAN
« Reply #21 on: 12 August 2013, 10:44:50 PM »
75 (5) Kesempurnaan (1)

“Para bhikkhu, ada delapan kesempurnaan ini. Apakah delapan ini? Kesempurnaan dalam inisiatif, kesempurnaan dalam perlindungan, pertemanan yang baik, kehidupan yang seimbang, kesempurnaan dalam keyakinan, kesempurnaan dalam perilaku bermoral, kesempurnaan dalam kedermawanan, dan kesempurnaan dalam kebijaksanaan. Ini adalah kedelapan kesempurnaan itu.”

[Empat syair identik dengan syair pada 8:54.]

76 (6) Kesempurnaan (2)


“Para bhikkhu, ada delapan kesempurnaan ini. Apakah delapan ini?<1795> Kesempurnaan dalam inisiatif, kesempurnaan dalam perlindungan, pertemanan yang baik, kehidupan yang seimbang, kesempurnaan dalam keyakinan, kesempurnaan dalam perilaku bermoral, kesempurnaan dalam kedermawanan, dan kesempurnaan dalam kebijaksanaan.

(1) “Dan apakah kesempurnaan dalam inisiatif? Di sini, cara apa pun yang dengannya seorang anggota keluarga mencari penghidupannya – apakah dengan bertani, berdagang, beternak, keterampilan memanah, pelayanan pemerintahan, atau keterampilan-keterampilan lainnya [323] – ia terampil dan rajin; ia memiliki penilaian yang baik atasnya agar dapat melaksanakan dan mengaturnya dengan benar. Ini disebut kesempurnaan dalam inisiatif.

(2) “Dan apakah kesempurnaan dalam perlindungan? Di sini, seorang anggota keluarga mendirikan perlindungan dan penjagaan atas kekayaan yang telah ia peroleh, yang diusahakan dengan keringat di dahinya, kekayaan yang benar yang diperoleh dengan benar, dengan berpikir: ‘Bagaimanakah aku dapat mencegah raja-raja dan para pencuri merampasnya, api membakarnya, banjir menghanyutkannya, dan para pewaris yang tidak disukai mengambilnya?’ ini disebut kesempurnaan dalam perlindungan.

(3) “Dan apakah pertemanan yang baik? Di sini, di desa atau pemukiman mana pun seorang anggota keluarga menetap, ia bergaul dengan para perumah tangga atau para putra mereka – apakah yang masih muda dengan moralitas yang matang, atau yang sudah tua dengan moralitas yang matang – yang sempurna dalam keyakinan, perilaku bermoral, kedermawan, dan kebijaksanaan; ia berbincang-bincang dengan mereka dan terlibat dalam diskusi dengan mereka. Sejauh mereka sempurna dalam keyakinan, ia meniru mereka dalam hal kesempurnaan dalam keyakinan; sejauh mereka sempurna dalam perilaku bermoral, ia meniru mereka dalam hal kesempurnaan dalam perilaku bermoral; sejauh mereka sempurna dalam kedermawanan, ia meniru mereka dalam hal kesempurnaan dalam kedermawanan; sejauh mereka sempurna dalam kebijaksanaan, ia meniru mereka dalam hal kesempurnaan dalam kebijaksanaan. Ini disebut pertemanan yang baik.

(4) “Dan apakah kehidupan yang seimbang? Di sini, seorang anggota keluarga mengetahui pendapatan dan pengeluarannya dan menjalani kehidupan seimbang, tidak terlalu boros juga tidak terlalu berhemat, [dengan memahami]: ‘Dengan cara ini pendapatanku akan melebihi pengeluaranku dan bukan sebaliknya.’ Bagaikan seorang petugas penimbang atau pembantunya, dengan memegang timbangan, mengetahui: ‘Dengan sebanyak ini timbangan akan turun, [324] dengan sebanyak ini timbangan akan naik,’ demikian pula seorang anggota keluarga mengetahui pendapatan dan pengeluarannya dan menjalani hidup seimbang, tidak terlalu boros juga tidak terlalu hemat, [dengan memahami]: ‘Dengan cara ini pendapatanku akan melebihi pengeluaranku dan bukan sebaliknya.’

“Jika anggota keluarga ini memiliki pendapatan yang kecil namun hidup mewah, orang lain akan berkata tentangnya: ‘Anggota keluarga ini memakan hartanya bagaikan pemakan buah ara.’ Tetapi jika ia memiliki pendapatan besar namun hidup hemat.’ Orang lain akan berkata tentangnya: ‘Anggota keluarga ini bahkan bisa kelaparan.’ Tetapi ini disebut kehidupan seimbang ketika seorang anggota keluarga mengetahui pendapatan dan pengeluarannya dan menjalani hidup seimbang, tidak terlalu boros juga tidak terlalu hemat, [dengan memahami]: ‘Dengan cara ini pendapatanku akan melebihi pengeluaranku dan bukan sebaliknya.’

 (5) “Dan apakah kesempurnaan dalam keyakinan? Di sini, seorang anggota keluarga memiliki keyakinan. Ia berkeyakinan pada pencerahan Sang Tathāgata sebagai berikut: ‘Sang Bhagavā adalah seorang Arahant … guru para deva dan manusia, Yang Tercerahkan, Yang Suci.’ Ini disebut kesempurnaan dalam keyakinan.

(6) “Dan apakah kesempurnaan dalam perilaku bermoral? Di sini, seorang anggota keluarga menghindari pembunuhan, menghindari mengambil apa yang tidak diberikan, menghindari hubungan seksual yang salah, menghindari berbohong, dan menghindari meminum minuman keras, anggur, dan minuman memabukkan, yang menjadi landasan bagi kelengahan. Ini disebut kesempurnaan dalam perilaku bermoral.

(7) “Dan apakah kesempurnaan dalam kedermawanan? Di sini, seorang anggota keluarga berdiam di rumah dengan pikiran yang hampa dari noda kekikiran, dermawan dengan bebas, bertangan terbuka, bersenang dalam melepaskan, menekuni derma, bersenang dalam memberi dan berbagi. Ini disebut kesempurnaan kedermawanan.

(8 ) “Dan apakah kesempurnaan dalam kebijaksanaan? [325] Di sini, seorang anggota keluarga bijaksana, ia memiliki kebijaksanaan yang melihat muncul dan lenyapnya, yang mulia dan menembus dan mengarah menuju kehancuran penderitaan sepenuhnya. Ini disebut kesempurnaan dalam kebijaksanaan.

“Ini, para bhikkhu, adalah kedelapan kesempurnaan itu.”

[Empat syair identik dengan syair pada 8:54.]

77 (7) Keinginan

Yang Mulia Sāriputta berkata kepada para bhikkhu: “Teman-teman, para bhikkhu!”

“Teman,” para bhikkhu itu menjawab. Yang Mulia Sāriputta berkata sebagai berikut:

“Teman-teman, ada delapan jenis orang ini terdapat di dunia. Apakah delapan ini?

[Bagian selanjutnya identik dengan 8:61, tetapi dibabarkan oleh Sāriputta.] … [326-28]

“Ini adalah kedelapan orang itu yang terdapat di dunia.”

78 (8 ) Mampu

Yang Mulia Sāriputta berkata kepada para bhikkhu: “Teman-teman, para bhikkhu!” …

(1) “Teman-teman, dengan memiliki enam kualitas, seorang bhikkhu mampu [memberikan manfaat] untuk dirinya sendiri dan untuk orang lain. Apakah enam ini? …

(2) [Bagian berikutnya identik dengan 8:62, tetapi dibabarkan oleh Sāriputta … [329-31]

“Dengan memiliki kedua kualitas ini, seorang bhikkhu mampu [memberikan manfaat] untuk orang lain tetapi bukan dirinya sendiri.”

79 (9) Kemunduran <1796>

“Para bhikkhu, delapan kualitas ini mengarah pada kemunduran seorang bhikkhu yang masih berlatih. Apakah delapan ini? Bersenang dalam bekerja, bersenang dalam berbicara, bersenang dalam tidur, bersenang dalam kumpulan, tidak menjaga pintu-pintu organ indria, makan berlebihan, bersenang dalam ikatan, dan bersenang dalam proliferasi. Kedelapan kualitas ini mengarah pada kemunduran seorang bhikkhu yang masih berlatih.

“Para bhikkhu, delapan kualitas ini mengarah pada ketidak-munduran seorang bhikkhu yang masih berlatih. Apakah delapan ini? Tidak bersenang dalam bekerja, tidak bersenang dalam berbicara, tidak bersenang dalam tidur, tidak bersenang dalam kumpulan, menjaga pintu-pintu organ indria, makan secukupnya, tidak bersenang dalam ikatan, dan tidak bersenang dalam proliferasi. Kedelapan kualitas ini mengarah pada ketidak-munduran seorang bhikkhu yang masih berlatih.” [332]

80 (10) Dasar-Dasar Bagi Kemalasan dan Pembangkitan Kegigihan

“Para bhikkhu, ada delapan dasar bagi kemalasan ini. Apakah delapan ini?

(1) “Di sini, seorang bhikkhu harus melakukan suatu pekerjaan. Ia berpikir: ‘Aku harus melakukan suatu pekerjaan. Sewaktu aku sedang bekerja, tubuhku akan menjadi lelah. Biarlah aku berbaring.’ Ia berbaring. Ia tidak membangkitkan kegigihan untuk mencapai apa yang belum dicapai, untuk memperoleh apa yang belum diperoleh, untuk merealisasikan apa yang belum direalisasikan. Ini adalah dasar pertama bagi kemalasan.

(2) “Kemudian, seorang bhikkhu telah menyelesaikan suatu pekerjaan. Ia berpikir: ‘Aku telah menyelesaikan suatu pekerjaan. Karena pekerjaan itu, tubuhku menjadi lelah. Biarlah aku berbaring.’ Ia berbaring. Ia tidak membangkitkan kegigihan … untuk merealisasikan apa yang belum direalisasikan. Ini adalah dasar ke dua bagi kemalasan.

(3) “Kemudian, seorang bhikkhu harus melakukan suatu perjalanan. Ia berpikir: ‘Aku harus melakukan suatu perjalanan. Sewaktu sedang melakukan perjalanan, tubuhku akan menjadi lelah. Biarlah aku berbaring.’ Ia berbaring. Ia tidak membangkitkan kegigihan … untuk merealisasikan apa yang belum direalisasikan. Ini adalah dasar ke tiga bagi kemalasan.

(4) “Kemudian, seorang bhikkhu telah melakukan suatu perjalanan. Ia berpikir: ‘Aku telah melakukan suatu perjalanan. Sewaktu sedang melakukan perjalanan, tubuhku telah menjadi lelah. Biarlah aku berbaring.’ Ia berbaring. Ia tidak membangkitkan kegigihan … untuk merealisasikan apa yang belum direalisasikan. Ini adalah dasar ke empat bagi kemalasan.

(5) “Kemudian, seorang bhikkhu telah berjalan untuk menerima dana makanan di sebuah desa atau pemukiman namun tidak mendapatkan sebanyak yang ia butuhkan, apakah kasar atau baik. Ia berpikir: [333] ‘Aku telah berjalan untuk menerima dana makanan di sebuah desa atau pemukiman namun tidak mendapatkan sebanyak yang kubutuhkan, apakah kasar atau baik. Tubuhku telah menjadi lelah dan susah digerakkan. Biarlah aku berbaring.’ Ia berbaring. Ia tidak membangkitkan kegigihan … untuk merealisasikan apa yang belum direalisasikan. Ini adalah dasar ke lima bagi kemalasan.

(6) “Kemudian, seorang bhikkhu telah berjalan untuk menerima dana makanan di sebuah desa atau pemukiman dan telah mendapatkan sebanyak yang ia butuhkan, apakah kasar atau baik. Ia berpikir: ‘Aku telah berjalan untuk menerima dana makanan di sebuah desa atau pemukiman dan telah mendapatkan sebanyak yang kubutuhkan, apakah kasar atau baik. Tubuhku telah menjadi berat dan susah digerakkan bagaikan tumpukan biji-bijian basah. Biarlah aku berbaring.’ Ia berbaring. Ia tidak membangkitkan kegigihan … untuk merealisasikan apa yang belum direalisasikan. Ini adalah dasar ke enam bagi kemalasan.

(7) “Kemudian, seorang bhikkhu merasa kurang sehat. Ia berpikir: ‘Aku merasa kurang sehat. Biarlah aku berbaring.’ Ia berbaring. Ia tidak membangkitkan kegigihan … untuk merealisasikan apa yang belum direalisasikan. Ini adalah dasar ke tujuh bagi kemalasan.

(8 ) “Kemudian, seorang bhikkhu telah sembuh dari sakitnya. Segera setelah ia sembuh, ia berpikir: ‘Aku telah sembuh dari sakit; aku baru saja sembuh dari sakit. Tubuhku masih lemah dan susah digerakkan. Biarlah aku berbaring.’ Ia berbaring. Ia tidak membangkitkan kegigihan untuk mencapai apa yang belum dicapai, untuk memperoleh apa yang belum diperoleh, untuk merealisasikan apa yang belum direalisasikan. Ini adalah dasar ke delapan bagi kemalasan.

“Ini adalah kedelapan dasar bagi kemalasan itu. [334]

“Para bhikkhu, ada delapan dasar ini untuk membangkitkan kegigihan. Apakah delapan ini?

(1) “Di sini, seorang bhikkhu harus melakukan suatu pekerjaan. Ia berpikir: ‘Aku harus melakukan suatu pekerjaan. Sewaktu sedang bekerja, tidaklah mudah bagiku untuk menekuni ajaran para Buddha. Biarlah aku terlebih dulu membangkitkan kegigihan untuk untuk mencapai apa yang belum dicapai, untuk memperoleh apa yang belum diperoleh, untuk merealisasikan apa yang belum direalisasikan.’ Ia membangkitkan kegigihan untuk untuk mencapai apa yang belum dicapai, untuk memperoleh apa yang belum diperoleh, untuk merealisasikan apa yang belum direalisasikan. Ini adalah dasar pertama untuk membangkitkan kegigihan.

(2) “Kemudian, seorang bhikkhu telah menyelesaikan suatu pekerjaan. Ia berpikir: ‘Aku telah menyelesaikan suatu pekerjaan. Sewaktu sedang bekerja, tidaklah mudah bagiku untuk menekuni ajaran para Buddha. Biarlah aku membangkitkan kegigihan  …‘ Ini adalah dasar ke dua untuk membangkitkan kegigihan.

(3) “Kemudian, seorang bhikkhu harus melakukan suatu perjalanan. Ia berpikir: ‘Aku harus melakukan suatu perjalanan. Sewaktu sedang melakukan perjalanan, tidaklah mudah bagiku untuk menekuni ajaran para Buddha. Biarlah aku terlebih dulu membangkitkan kegigihan  …‘ Ini adalah dasar ke tiga untuk membangkitkan kegigihan.

(4) “Kemudian, seorang bhikkhu telah melakukan suatu perjalanan. Ia berpikir: ‘Aku telah melakukan suatu perjalanan. Sewaktu sedang melakukan perjalanan, tidaklah mudah bagiku untuk menekuni ajaran para Buddha. . Biarlah aku membangkitkan kegigihan  …‘ Ini adalah dasar ke empat untuk membangkitkan kegigihan. [335]

(5) “Kemudian, seorang bhikkhu telah berjalan untuk menerima dana makanan di sebuah desa atau pemukiman namun tidak mendapatkan sebanyak yang ia butuhkan, apakah kasar atau baik. Ia berpikir: [333] ‘Aku telah berjalan untuk menerima dana makanan di sebuah desa atau pemukiman namun tidak mendapatkan sebanyak yang kubutuhkan, apakah kasar atau baik. Tubuhku telah menjadi ringan dan mudah digerakkan. Biarlah aku membangkitkan kegigihan  …‘ Ini adalah dasar ke lima untuk membangkitkan kegigihan.

(6) “Kemudian, seorang bhikkhu telah berjalan untuk menerima dana makanan di sebuah desa atau pemukiman dan telah mendapatkan sebanyak yang ia butuhkan, apakah kasar atau baik. Ia berpikir: ‘Aku telah berjalan untuk menerima dana makanan di sebuah desa atau pemukiman dan telah mendapatkan sebanyak yang kubutuhkan, apakah kasar atau baik. Tubuhku telah menjadi kuat dan mudah digerakkan. Biarlah aku membangkitkan kegigihan  …‘ Ini adalah dasar ke enam untuk membangkitkan kegigihan.

(7) “Kemudian, seorang bhikkhu merasa kurang sehat. Ia berpikir: ‘Aku merasa kurang sehat. Adalah mungkin bahwa penyakitku akan bertambah parah. Biarlah aku terlebih dulu membangkitkan kegigihan  …‘ Ini adalah dasar ke tujuh untuk membangkitkan kegigihan.

(8 ) “Kemudian, seorang bhikkhu telah sembuh dari sakitnya. Segera setelah ia sembuh, ia berpikir: ‘Aku telah sembuh dari sakit; baru saja sembuh dari sakit. Adalah mungkin bahwa penyakitku akan kambuh. Biarlah aku terlebih dulu membangkitkan kegigihan untuk untuk mencapai apa yang belum dicapai, untuk memperoleh apa yang belum diperoleh, untuk merealisasikan apa yang belum direalisasikan.’ Ia membangkitkan kegigihan untuk untuk mencapai apa yang belum dicapai, untuk memperoleh apa yang belum diperoleh, untuk merealisasikan apa yang belum direalisasikan. Ini adalah dasar ke delapan untuk membangkitkan kegigihan.

“Ini adalah kedelapan dasar untuk membangkitkan kegigihan itu.” [336]

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku DELAPAN
« Reply #22 on: 12 August 2013, 10:45:42 PM »
IV. PERHATIAN

81 (1) Perhatian <1797>

“Para bhikkhu, (1) ketika tidak ada perhatian dan pemahaman jernih, pada seorang yang tidak memiliki perhatian dan pemahaman jernih, maka (2) rasa malu bermoral dan rasa takut bermoral tidak memiliki penyebab terdekatnya. Ketika tidak ada rasa malu bermoral dan rasa takut bermoral, pada seorang yang tidak memiliki rasa malu bermoral dan rasa takut bermoral, maka (3) pengendalian organ-organ indria tidak memiliki penyebab terdekatnya. Ketika tidak ada pengendalian atas organ-organ indria, pada seorang yang tidak memiliki pengendalian atas organ-organ indria, maka (4) perilaku bermoral tidak memiliki penyebab terdekatnya. Ketika tidak ada perilaku bermoral, pada seorang yang tidak memiliki perilaku bermoral, maka (5) konsentrasi benar tidak memiliki penyebab terdekatnya. Ketika tidak ada konsentrasi benar, pada seorang yang tidak memiliki konsentrasi benar, maka (6) pengetahuan dan penglihatan pada segala sesuatu sebagaimana adanya tidak memiliki penyebab terdekatnya. Ketika tidak ada pengetahuan dan penglihatan pada segala sesuatu sebagaimana adanya, pada seorang yang tidak memiliki pengetahuan dan penglihatan pada segala sesuatu sebagaimana adanya, maka (7) kekecewaan dan kebosanan tidak memiliki penyebab terdekatnya. Ketika tidak ada kekcewaan dan kebosanan, pada seorang yang tidak memiliki kekecewaan dan kebosanan, maka (8 ) pengetahuan dan penglihatan pada kebebasan tidak memiliki penyebab terdekatnya.

“Misalkan ada sebatang pohon yang tidak memiliki dahan-dahan dan dedaunan. Maka tunasnya tidak tumbuh sempurna; kulit kayunya, kayu lunaknya, dan inti kayunya juga tidak tumbuh sempurna. Demikian pula, ketika tidak ada perhatian dan pemahaman jernih, pada seorang yang tidak memiliki perhatian dan pemahaman jernih, maka rasa malu bermoral dan raas takut bermoral tidak memiliki penyebab terdekatnya. Ketika tidak ada rasa malu bermoral dan rasa takut bermoral … maka pengetahuan dan penglihatan pada kebebasan tidak memiliki penyebab terdekatnya.

“Para bhikkhu, (1) ketika ada perhatian dan pemahaman jernih, pada seorang yang memiliki perhatian dan pemahaman jernih, maka (2) rasa malu bermoral dan rasa takut bermoral memiliki penyebab terdekatnya. Ketika ada rasa malu bermoral dan rasa takut bermoral, pada seorang yang memiliki rasa malu bermoral dan rasa takut bermoral, maka (3) pengendalian organ-organ indria memiliki penyebab terdekatnya. Ketika ada pengendalian atas organ-organ indria, pada seorang yang memiliki pengendalian atas organ-organ indria, maka (4) perilaku bermoral memiliki penyebab terdekatnya. Ketika ada perilaku bermoral, pada seorang yang memiliki perilaku bermoral, maka (5) konsentrasi benar memiliki penyebab terdekatnya. Ketika ada konsentrasi benar, pada seorang yang memiliki konsentrasi benar, maka (6) pengetahuan dan penglihatan pada segala sesuatu sebagaimana adanya memiliki penyebab terdekatnya. Ketika ada pengetahuan dan penglihatan pada segala sesuatu sebagaimana adanya, pada seorang yang memiliki pengetahuan dan penglihatan pada segala sesuatu sebagaimana adanya, maka (7) kekecewaan dan kebosanan memiliki penyebab terdekatnya. [337] Ketika ada kekcewaan dan kebosanan, pada seorang yang memiliki kekecewaan dan kebosanan, maka (8 ) pengetahuan dan penglihatan pada kebebasan memiliki penyebab terdekatnya.

“Misalkan ada sebatang pohon yang memiliki dahan-dahan dan dedaunan. Maka tunasnya tumbuh sempurna; kulit kayunya, kayu lunaknya, dan inti kayunya juga tumbuh sempurna. Demikian pula, ketika ada perhatian dan pemahaman jernih, pada seorang yang memiliki perhatian dan pemahaman jernih, maka rasa malu bermoral dan raas takut bermoral memiliki penyebab terdekatnya. Ketika ada rasa malu bermoral dan rasa takut bermoral … maka pengetahuan dan penglihatan pada kebebasan memiliki penyebab terdekatnya.”

82 (2) Puṇṇiya

Yang Mulia Puṇṇiya mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, duduk di satu sisi, dan berkata kepada Beliau:

“Bhante, mengapakah kadang-kadang Sang Tathāgata condong untuk mengajarkan Dhamma dan kadang-kadang tidak condong untuk mengajar?”<1798>

(1) “Ketika, Puṇṇiya, seorang bhikkhu memiliki keyakinan tetapi tidak mendatangi Beliau, maka Sang Tathāgata tidak condong untuk mengajarkan Dhamma. (2) Tetapi ketika seorang bhikkhu memiliki keyakinan dan mendatangi Beliau, maka Sang Tathāgata condong untuk mengajar.

(3) “Ketika seorang bhikkhu memiliki keyakinan dan mendatangi Beliau, tetapi ia tidak memperhatikan Beliau … (4) Ketika ia memperhatikan Beliau tetapi tidak mengajukan pertanyaan … (5) Ketika ia mengajukan pertanyaan tetapi tidak mendengarkan Dhamma dengan menyimak … (6) Ketika ia mendengarkanDhamma dengan menyimak, tetapi setelah mendengarnya, ia tidak mengingatnya … (7) ketika, setelah mendengarnya, ia mengingatnya tetapi tidak memeriksa makna dari ajaran-ajaran yang telah diingat … (8 ) Ketika ia memeriksa makna dari ajaran-ajaran yang telah diingat tetapi tidak memahami makna dan Dhamma dan kemudian berlatih sesuai Dhamma, maka Sang Tathāgata tidak condong untuk mengajar.

“Tetapi, Puṇṇiya, (1) ketika seorang bhikkhu memiliki keyakinan, [338] (2) mendatangi [Sang Tathāgata], (3) memperhatikan [Sang Tathāgata], (4) mengajukan pertanyaan, dan (5) mendengarkan Dhamma dengan menyimak; dan (6) setelah mendengarkan Dhamma, ia mengingatnya, (7) memeriksa makna ajaran-ajaran yang telah ia ingat, dan (8 ) memahami makna dan Dhamma dan kemudian berlatih sesuai Dhamma, maka Sang Tathāgata condong untuk mengajarkan Dhamma. Ketika, Puṇṇiya, seseorang memiliki kedelapan kualitas ini, maka Sang Tathāgata sepenuhnya condong untuk mengajarkan Dhamma.”<1799>

83 (3) Berakar

“Para bhikkhu, para pengembara sekte lain mungkin bertanya kepada kalian: (1) ‘Dalam apakah, teman-teman, segala sesuatu itu berakar? (2) Melalui apakah segala sesuatu itu menjadi ada? (3) Dari manakah segala sesuatu itu berasal-mula?<1800> (4) Atas apakah segala sesuatu itu bertemu? (5) Dengan apakah segala sesuatu itu dipimpin? (6) Kekuasaan apakah yang mengendalikan segala sesuatu itu? (7) Apakah pengawas dari segala sesuatu itu? (8 ) Apakah inti dari segala sesuatu itu? Jika kalian ditanya demikian, bagaimanakah kalian akan menjawabnya?”

“Bhante, ajaran kami berakar pada Sang Bhagavā, dituntun oleh Sang Bhagavā, dilindungi oleh Sang Bhagavā. Baik sekali jika Sang Bhagavā sudi menjelaskan makna dari pernyataan ini. Setelah mendengarnya dari Beliau, para bhikkhu akan mengingatnya.”

“Maka dengarkanlah, para bhikkhu, dan perhatikanlah dengan seksama. Aku akan berbicara.”

‘Baik, Bhante,” para bhikkhu itu menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

“Para bhikkhu, jika para pengembara sekte lain bertanya kepada kalian: ‘Dalam apakah, teman-teman, segala sesuatu itu berakar? … [339] …  Apakah inti dari segala sesuatu itu?’ maka kalian harus menjawabnya sebagai berikut:

“Teman-teman, (1) segala sesuatu berakar dalam keinginan. (2) Segala sesuatu itu menjadi ada melalui pengamatan. (3) Segala sesuatu itu berasal-mula dari kontak. (4) Segala sesuatu bertemu pada perasaan. (5) Segala sesuatu itu dipimpin oleh konsentrasi. (6) Perhatian adalah kekuasaan yang mengendalikan segala sesuatu. (7) Kebijaksanaan adalah pengawasnya. (8 ) Kebebasan adalah intinya.’<1801>

“Jika kalian ditanya dengan pertanyaan-pertanyaan ini, demikianlah kalian harus menjawab para pengembara sekte lain itu.”

84 (4) Pencuri

“Para bhikkhu, dengan memiliki delapan faktor, seorang pencuri ulung dengan cepat menemui kesulitan dan tidak bertahan lama. Apakah delapan ini? (1) Ia menyerang seorang yang tidak menyerangnya. (2) Ia mencuri tanpa meninggalkan sisa. (3) Ia membunuh perempuan. (4) Ia memperkosa gadis muda. (5) Ia merampok bhikkhu. (6) Ia merampok bendahara kerajaan. (7) Ia melakukan pekerjaannya di lingkungannya. Dan (8 ) ia tidak mahir dalam menyembunyikan [barang rampasannya].<1802> Dengan memiliki delapan faktor, seorang pencuri ulung dengan cepat menemui kesulitan dan tidak bertahan lama.

“Para bhikkhu, dengan memiliki delapan faktor, seorang pencuri ulung tidak dengan cepat menemui kesulitan dan dapat bertahan lama. Apakah delapan ini? (1) Ia tidak menyerang seorang yang tidak menyerangnya. (2) Ia tidak mencuri tanpa meninggalkan sisa. (3) Ia tidak membunuh perempuan. (4) Ia tidak memperkosa gadis muda. (5) Ia tidak merampok bhikkhu. (6) Ia tidak merampok bendahara kerajaan. (7) Ia tidak melakukan pekerjaannya di lingkungannya. Dan (8 ) ia mahir dalam menyembunyikan [barang rampasannya]. Dengan memiliki kedelapan faktor ini, seorang pencuri ulung tidak dengan cepat menemui kesulitan dan dapat bertahan lama.” [340]

85 (5) Sebutan

“Para bhikkhu, (1) “Petapa’ adalah sebutan bagi Sang Tathāgata, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna. (2) ‘Brahmana’ adalah sebutan bagi Sang Tathāgata, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna. (3) ‘Penyembuh’ … (4) ‘Penguasa Pengetahuan’<1803> … (5) ‘Seorang Yang Tak Ternoda’ … (6) ‘Seorang yang tanpa noda’ … (7) ‘Pengenal’ … (8 ) ‘Yang terbebaskan’ adalah sebutan bagi Sang Tathāgata, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna.

   Keadaan tertinggi yang harus dicapai oleh seorang petapa,<1804>
   Oleh seorang brahmana yang telah menjalani kehidupan spiritual,
   Untuk dicapai oleh seorang penguasa pengetahuan dan seorang penyembuh –
   Keadaan tertinggi itu harus dicapai oleh seorang yang tak ternoda,
   Oleh seorang yang tanpa noda yang murni,

   Untuk dicapai oleh seorang pengenal, oleh seorang yang terbebaskan –
   [Di atas itu] Aku adalah pemenang dalam peperangan;
   Terbebaskan, Aku bebas dari ikatan.
   Aku adalah nāga, yang jinak sepenuhnya,<1805>
   Seorang yang melampaui latihan, mencapai nibbāna.

86 (6) Nāgita <1806>

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang mengembara dalam suatu perjalanan di antara penduduk Kosala bersama dengan sejumlah besar Saṅgha para bhikkhu ketika Beliau tiba di desa brahmana Kosala bernaam Icchānaṅgala. Di sana Sang Bhagavā menetap di hutan belantara Icchānaṅgala. Kemudian para brahmana perumah tangga dari Icchānaṅgala mendengar: ‘Dikatakan bahwa Petapa Gotama, putra Sakya yang meninggalkan keduniawian dari keluarga Sakya, telah tiba di Icchānaṅala dan sedang menetap [341] di hutan belantara Icchānaṅgala. Sekarang suatu berita baik tentang Guru Gotama telah beredar sebagai berikut: ‘Bahwa Sang Bhagavā adalah seorang Arahant, tercerahkan sempurna … [seperti pada 6:42] … Beliau mengungkapkan kehidupan spiritual yang lengkap dan murni sempurna.’ Sekarang adalah baik sekali menjumpai para Arahant demikian.”

Kemudian, ketika malam telah berlalu, para brahmana perumah tangga dari Icchānaṅgala membawa banyak makanan dari berbagai jenis dan mendatangi hutan belantara Icchānaṅgala. Mereka berdiri di luar pintu masuk membuat kegaduhan dan keributan. Pada saat itu Yang Mulia Nāgita adalah pelayan Sang Bhagavā. Sang Bhagavā berkata kepada Yang Mulia Nāgita: “Siapakah yang membuat kegaduhan dan keributan demikian, Nāgita? Seseorang akan berpikir bahwa mereka adalah para nelayan yang sedang mengangkut ikan.”

“Bhante, mereka adalah para brahmana perumah tangga Icchānaṅgala yang membawa makanan berlimpah berbagai jenis. Mereka berdiri di luar pintu masuk, [ingin mempersembahkannya] kepada Sang Bhagavā dan Saṅgha para bhikkhu.”

“Biarlah Aku tidak mendapatkan kemasyhuran, Nāgita, dan semoga kemasyhuran tidak menghampiriku. Seorang yang tidak memperoleh sesuai kehendak, tanpa kesulitan atau kesusahan, kebahagiaan pelepasan keduniawian ini, kebahagiaan keterasingan ini, kebahagiaan kedamaian ini, kebahagiaan pencerahan ini yang kuperoleh sesuai kehendak, tanpa kesulitan atau kesusahan, boleh menerima kenikmatan kotor ini, kenikmatan malas ini, kenikmatan perolehan, kehormatan, dan pujian.”

“Sudilah Sang Bhagavā menerimanya sekarang, Bhante, sudilah Yang Berbahagia menerimanya. Sekarang adalah waktunya bagi Sang Bhagavā untuk menerima. Ke mana pun Sang Bhagavā pergi sekarang, para brahmana perumah tangga di pemukiman dan di pedalaman akan condong ke arah yang sama. Seperti halnya, [342] ketika tetesan besar air hujan turun, airnya akan mengalir turun di sepanjang lereng, demikian pula, ke mana pun Sang Bhagavā pergi sekarang, para brahmana perumah tangga di pemukiman dan di pedalaman akan condong ke arah yang sama. Karena alasan apakah? Karena perilaku bermoral dan kebijaksanaan dari Sang Bhagavā.”
 
“Biarlah Aku tidak mendapatkan kemasyhuran, Nāgita, dan semoga kemasyhuran tidak menghampiriku. Seorang yang tidak memperoleh sesuai kehendak, tanpa kesulitan atau kesusahan, kebahagiaan pelepasan keduniawian ini …  boleh menerima kenikmatan kotor ini, kenikmatan malas ini, kenikmatan perolehan, kehormatan, dan pujian.

“Bahkan beberapa dewata, Nāgita, tidak memperoleh sesuai kehendak, tanpa kesusahan atau kesulitan, kebahagiaan pelepasan keduniawian ini, kebahagiaan keterasingan, kebahagiaan kedamaian, kebahagiaan pencerahan yang Kuperoleh sesuai kehendak, tanpa kesusahan atau kesulitan.

(1) “Ketika,<1807> Nāgita, engkau datang bersama dan bertemu, bertekad untuk menjalin pertemanan, Aku berpikir: ‘Para mulia ini pasti tidak memperoleh sesuai kehendak, tanpa kesusahan atau kesulitan, kebahagiaan pelepasan keduniawian ini, kebahagiaan keterasingan, kebahagiaan kedamaian, kebahagiaan pencerahan yang Kuperoleh sesuai kehendak, tanpa kesusahan atau kesulitan; karena ketika mereka [343] datang bersama dan bertemu, mereka bertekad untuk menjalin pertemanan.’

(2) “Aku melihat, Nāgita, para bhikkhu tertawa dan bermain dengan saling menepuk satu sama lain dengan jari-jari mereka. Aku berpikir: ‘Para mulia ini pasti tidak memperoleh sesuai kehendak, tanpa kesusahan atau kesulitan, kebahagiaan pelepasan keduniawian ini … yang Kuperoleh sesuai kehendak, tanpa kesusahan atau kesulitan; karena para mulia ini tertawa dan bermain dengan saling menepuk satu sama lain dengan jari-jari mereka.’

(3) “Aku melihat, Nāgita, para bhikkhu yang, setelah makan sebanyak yang mereka inginkan hingga perut mereka penuh, menyerah pada kenikmatan beristirahat, kenikmatan kemalasan, kenikmatan tidur. Aku berpikir: ‘Para mulia ini pasti tidak memperoleh sesuai kehendak, tanpa kesusahan atau kesulitan, kebahagiaan pelepasan keduniawian ini … yang Kuperoleh sesuai kehendak, tanpa kesusahan atau kesulitan. Karena setelah makan sebanyak yang mereka inginkan hingga perut mereka penuh, mereka menyerah pada kenikmatan beristirahat, kenikmatan kemalasan, kenikmatan tidur.’

(4) “Aku melihat, Nāgita, seorang bhikkhu yeng menetap di pinggiran desa duduk dalam keadaan konsentrasi. Aku berpikir: ‘Sekarang seorang pelayan vihara atau seorang samaṇera akan kembali pada yang mulia ini dan menyebabkannya jatuh dari konsentrasi itu.’<1808> [344] Karena alasan ini aku tidak bersenang dengan kediaman bhikkhu ini di pinggiran sebuah desa.

(5) “Aku melihat, Nāgita, seorang bhikkhu penghuni hutan sedang duduk mengantuk di dalam hutan. Aku berpikir: ‘Sekarang yang mulia ini akan menghalau kantuk dan letihnya dan memperhatikan hanya pada persepsi hutan, [suatu keadaan] kemanunggalan.’ Karena alasan ini aku bersenang atas kediaman bhikkhu ini di dalam hutan.

(6) “Aku melihat, Nāgita, seorang bhikkhu penghuni hutan sedang duduk di dalam hutan dalam keadaan tidak terkonsentrasi. Aku berpikir: ‘Sekarang yang mulia ini akan mengkonsentrasikan pikirannya yang tidak terkonsentrasi atau menjaga pikirannya yang terkonsentrasi.’ Karena alasan ini aku bersenang atas kediaman bhikkhu ini di dalam hutan.

(7) “Aku melihat, Nāgita, seorang bhikkhu penghuni hutan sedang duduk di dalam hutan dalam keadaan terkonsentrasi. Aku berpikir: ‘Sekarang yang mulia ini akan membebaskan pikirannya atau menjaga pikirannya yang terbebaskan.’ Karena alasan ini aku bersenang atas kediaman bhikkhu ini di dalam hutan.

(8 ) “Ketika, Nāgita, Aku sedang melakukan perjalanan di jalan raya dan tidak melihat siapa pun di depan dan di belakangku, bahkan jika hanya untuk buang air besar atau air kecil, pada saat itu Aku merasa nyaman.”

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku DELAPAN
« Reply #23 on: 12 August 2013, 10:46:11 PM »
87 (7) Mangkuk Makanan

“Para bhikkhu, ketika seorang umat awam memiliki delapan kualitas, Saṅgha, jika menghendaki, boleh membalikkan mangkuk makanan terhadapnya.<1809> Apakah delapan ini? [345] (1) Ia berusaha mencegah para bhikkhu memperoleh keuntungan; (2) ia berusaha membahayakan para bhikkhu; (3) ia berusaha mencegah para bhikkhu menetap [di tempat tertentu]; (4) ia menghina dan mencaci para bhikhu; (5) ia memecah-belah para bhikkhu satu sama lain; (6) ia mencela Sang Buddha; (7) ia mencela Dhamma; (8 ) ia mencela Saṅgha. Ketika seorang umat awam memiliki kedelapan kualitas ini, Saṅgha, jika menghendaki, boleh membalikkan mangkuk makanan terhadapnya.

“Para bhikkhu, ketika seorang umat awam memiliki delapan kualitas, Saṅgha, jika menghendaki, boleh menegakkan mangkuk makanan terhadapnya. Apakah delapan ini? (1) Ia tidak berusaha mencegah para bhikkhu memperoleh keuntungan; (2) ia tidak berusaha membahayakan para bhikkhu; (3) ia tidak berusaha mencegah para bhikkhu menetap [di dekatnya]; (4) ia tidak menghina dan tidak mencaci para bhikhu; (5) ia tidak memecah-belah para bhikkhu satu sama lain; (6) ia memuji Sang Buddha; (7) ia memuji Dhamma; (8 ) ia memuji Saṅgha. Ketika seorang umat awam memiliki kedelapan kualitas ini, Saṅgha, jika menghendaki, boleh menegakkan mangkuk makanan terhadapnya.”

88 (8 ) Tidak Memiliki Kepercayaan

“Para bhikkhu, ketika seorang bhikkhu memiliki delapan kualitas, para umat awam, jika menghendaki, boleh menyatakan ketidak-percayaan terhadapnya.<1810> Apakah delapan ini? (1) Ia berusaha mencegah umat-umat awam memperoleh keuntungan; (2) ia berusaha membahayakan umat-umat awam; (3) ia menghina dan mencaci umat-umat awam; (4) ia memecah-belah umat-umat awam satu sama lain; (5) ia mencela Sang Buddha; (6) ia mencela Dhamma; (7) ia mencela Saṅgha; (8 ) mereka melihatnya di tempat yang tidak selayaknya.<1811> Ketika seorang bhikkhu memiliki kedelapan kualitas ini, para umat awam, jika menghendaki, boleh menyatakan ketidak-percayaan terhadapnya. [346]

“Para bhikkhu, ketika seorang bhikkhu memiliki delapan kualitas, para umat awam, jika menghendaki, boleh menyatakan kepercayaan terhadapnya. Apakah delapan ini? (1) Ia tidak berusaha mencegah umat-umat awam memperoleh keuntungan; (2) ia tidak berusaha membahayakan umat-umat awam; (3) ia tidak menghina dan tidak mencaci umat-umat awam; (4) ia tidak memecah-belah umat-umat awam satu sama lain; (5) ia memuji Sang Buddha; (6) ia memuji Dhamma; (7) ia memuji Saṅgha; (8 ) mereka melihatnya di tempat yang [selayaknya]. Ketika seorang bhikkhu memiliki kedelapan kualitas ini, para umat awam, jika menghendaki, boleh menyatakan kepercayaan terhadapnya.”

89 (9) Rekonsiliasi

“Para bhikkhu, ketika seorang bhikkhu memiliki delapan kualitas, Saṅgha, jika menghendaki, boleh memerintahkan suatu tindakan rekonsiliasi terhadapnya.<1812> Apakah delapan ini? (1) Ia berusaha mencegah umat-umat awam memperoleh keuntungan; (2) ia berusaha membahayakan umat-umat awam; (3) ia menghina dan mencaci umat-umat awam; (4) ia memecah-belah umat-umat awam satu sama lain; (5) ia mencela Sang Buddha; (6) ia mencela Dhamma; (7) ia mencela Saṅgha; (8 ) ia tidak memenuhi janji yang sah pada umat-umat awam. Ketika seorang bhikkhu memiliki kedelapan kualitas ini, Saṅgha, jika menghendaki, boleh memerintahkan suatu tindakan rekonsiliasi terhadapnya.

“Para bhikkhu, ketika seorang bhikkhu memiliki delapan kualitas, Saṅgha, jika menghendaki, boleh mencabut suatu tindakan rekonsiliasi [yang dijatuhkan padanya sebelumnya]. Apakah delapan ini? (1) Ia tidak berusaha mencegah umat-umat awam memperoleh keuntungan; (2) ia tidak berusaha membahayakan umat-umat awam; (3) ia tidak menghina dan tidak mencaci umat-umat awam; (4) ia tidak memecah-belah umat-umat awam satu sama lain; (5) ia memuji Sang Buddha; [347] (6) ia memuji Dhamma; (7) ia memuji Saṅgha; (8 ) ia memenuhi janji yang sah pada umat-umat awam. Ketika seorang bhikkhu memiliki kedelapan kualitas ini, Saṅgha, jika menghendaki, boleh mencabut suatu tindakan rekonsiliasi rekonsiliasi [yang dijatuhkan padanya sebelumnya].”

90 (10) Perilaku

“Para bhikkhu, seorang bhikkhu yang dituduh dengan perbuatan buruk yang menjengkelkan<1813> harus bersikap dengan benar sehubungan dengan delapan prinsip. (1) Ia tidak boleh memberikan penahbisan penuh; (2) ia tidak boleh menjadi tempat bergantung;<1814> (3) ia tidak boleh memiliki seorang samaṇera melayaninya; (4) ia tidak boleh menerima penunjukan untuk memberikan nasihat kepada para bhikkhunī; (5) bahkan jika ia ditunjuk, ia tidak boleh menasihati para bhikkhunī; (6) ia tidak boleh menerima penunjukan [sebagai seorang petugas] di dalam Saṅgha; (7) ia tidak boleh diangkat dalam posisi pemimpin apa pun; (8 ) ia tidak boleh memberikan rehabilitasi [dalam sebuah kasus] dengan akar itu.<1815> Seorang bhikkhu yang dituduh dengan perbuatan buruk yang menjengkelkan harus bersikap dengan benar sehubungan dengan kedelapan prinsip ini.”

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku DELAPAN
« Reply #24 on: 12 August 2013, 10:46:34 PM »
V. KEMIRIPAN<1816>

91 (1) – 117 (27) <1817>

Umat awam perempuan Bojjhā … Sirimā … Padumā … Sutanā … Manujā … Uttarā … Muttā … Khemā … Somā<1818> … Ruci … Putri Cundī … umat awam perempuan Bimbī … putrid Sumanā … [348] Ratu Mallikā … umat awam perempuan Tissā … Soṇa ibunya Tissā … ibunya Soṇā … Kāṇā … ibunya Kāṇā … Uttarā Nandamātā<1819> … Visākā Migāramātā … umat awam perempuan Khujjuttarā … umat awam perempuan Sāmāvatī … Suppavāsā putrid Koliya … umat awam perempuan Suppiyā … perumah tangga Nākulamātā …

VI. RANGKAIAN PENGULANGAN NAFSU DAN SETERUSNYA<1820>

118 (1)

“Para bhikkhu, demi pengetahuan langsung pada nafsu, maka delapan hal harus dikembangkan. Apakah delapan ini? Pandangan Benar, kehendak benar, ucapan benar, perbuatan benar, penghidupan benar, usaha benar, perhatian benar, dan konsentrasi benar. demi pengetahuan langsung pada nafsu, maka kedelapan hal ini harus dikembangkan.

119 (2)

“Para bhikkhu, demi pengetahuan langsung pada nafsu, maka delapan hal harus dikembangkan. Apakah delapan ini? (1) Seseorang yang mempersepsikan bentuk-bentuk secara internal melihat bentuk-bentuk secara eksternal, terbatas, indah atau buruk. Setelah melampauinya, ia ṃempersepsikan sebagai berikut: ‘Aku mengetahui, aku melihat.’ (2) Seseorang yang mempersepsikan bentuk-bentuk secara internal melihat bentuk-bentuk secara eksternal, tidak terbatas, indah atau buruk. Setelah melampauinya, ia ṃempersepsikan sebagai berikut: ‘Aku mengetahui, aku melihat.’ (3) Seseorang yang tidak mempersepsikan bentuk-bentuk secara internal melihat bentuk-bentuk secara eksternal, terbatas, indah atau buruk. Setelah melampauinya, ia ṃempersepsikan sebagai berikut: ‘Aku mengetahui, aku melihat.’ (4) Seseorang yang tidak mempersepsikan bentuk-bentuk secara internal melihat bentuk-bentuk secara eksternal, tidak terbatas, indah atau buruk. Setelah melampauinya, ia ṃempersepsikan sebagai berikut: ‘Aku mengetahui, aku melihat.’ [349] (5) Seseorang yang tidak mempersepsikan bentuk-bentuk secara internal melihat bentuk-bentuk secara eksternal, yang biru, berwarna biru, bercorak biru, bernuansa biru … (6) … yang kuning, berwarna kuning, bercorak kuning, bernuansa kuning … (7) … yang merah, berwarna merah, bercorak merah, bernuansa merah … (8 ) … yang putih, berwarna putih, bercorak putih, bernuansa putih.. Setelah melampauinya, ia ṃempersepsikan sebagai berikut: ‘Aku mengetahui, aku melihat.’ demi pengetahuan langsung pada nafsu, maka kedelapan hal ini harus dikembangkan.”

120 (3)

“Para bhikkhu, demi pengetahuan langsung pada nafsu, maka delapan hal harus dikembangkan. Apakah delapan ini? (1) Seorang yang memiliki bentuk melihat bentuk-bentuk. (2) Seorang yang tidak mempersepsikan bentuk secara internal melihat bentuk-bentuk secara eksternal. (3) Seseorang berfokus hanya pada ‘yang indah.’ (4) Dengan sepenuhnya melampai persepsi bentuk-bentuk, dengan lenyapnya persepsi kontak indria, dengan tanpa-perhatian pada persepsi keberagaman, [dengan mempersepsikan] ‘ruang adalah tanpa batas,’ seseorang masuk dan berdiam dalam landasan ruang tanpa batas. (5) Dengan sepenuhnya melampaui landasan ruang tanpa batas, [dengan mempersepsikan] ‘kesadaran adalah tanpa batas,’ seseorang masuk dan berdiam dalam landasan kesadaran tanpa batas. (6) Dengan sepenuhnya melampaui landasan kesadaran tanpa batas, [dengan mempersepsikan] ‘tidak ada apa-apa,’ seseorang masuk dan berdiam dalam landasan kekosongan. (7) dengan sepenuhnya melampui landasan kekosongan, seseorang masuk dan berdiam dalam landasan bukan persepsi juga bukan bukan-persepsi. (8 ) Dengan sepenuhnya melampaui landasan bukan persepsi juga bukan bukan-persepsi, seseorang masuk dan berdiam dalam lenyapnya persepsi dan perasaan. demi pengetahuan langsung pada nafsu, maka kedelapan hal ini harus dikembangkan.

121 (4) – 147 (30)

“Para bhikkhu, demi pemahaman penuh pada nafsu … demi kehancuran sepenuhnya … demi ditinggalkannya … demi hancurnya … demi hilangnya … demi peluruhan … demi lenyapnya … demi terhentinya … demi terlepasnya nafsu, maka kedelapan hal harus dikembangkan.”

148 (31) – 627 (510)


“Para bhikkhu, demi pengetahuan langsung … demi pemahaman penuh … demi kehancuran total … demi ditinggalkannya … demi hancurnya … demi hilangnya … demi peluruhan … demi lenyapnya … demi terhentinya … demi terlepasnya kebencian … delusi … kemarahan … permusuhan … sikap merendahkan … sikap kurang ajar … iri … kekikiran [350] … kecurangan … muslihat … kekeras-kepalaan … sifat berapi-api … keangkuhan … kesombongan … kemabukan … kelengahan … maka kedelapan hal ini harus dikembangkan.”

Ini adalah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā. Dengan gembira, para bhikkhu itu bersenang dalam pernyataan Sang Bhagavā



Buku Kelompok Delapan selesai


Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku DELAPAN
« Reply #25 on: 12 August 2013, 10:47:06 PM »
Catatan kaki

1615 > Amanussā. Lit. “bukan manusia.” Kata ini secara khusus merujuk pada para dewa bumi, yakkha, dan siluman. Vism 312,9 – 313,18 (Ppn 9,24-69), mengilustrasikan manfaat ini dengan sebuah kisah tentang seorang bhikkhu yang memenangkan kasih-sayang para dewa pohon.

1616 > Sabbe ca pāne manasānukampī. Anukampā (kata benda abstrak dari anukampī) memiliki nuansa yang agak berbeda dari karuṇā, kualitas tak terbatas ke dua. Anukampā biasanya menyiratkan belas kasihan sebagai motif atas perbuatan yang mewakili orang lain, sedangkan karuṇā umumnya merujuk pada keadaan meditatif.

1617 > Saya menerjemahkan dengan berdasarkan Be dan Ee yang menuliskan assamedhaṃ, yang selaras dengan nama kelompok pengorbanan tradisional pertama yang disebutkan di tempat lain dalam Nikāya-Nikāya. Pada 4:39 pengorbanan ini dikecam karena bahaya yang ditimbulkan atas makhluk-makhluk yang tidak berdaya. Ce di sini menuliskan sassamedhaṃ, “pengorbanan jagung,” suatu kemasan yang terdapat dalam Mp (baik Ce maupun Be. Kemasan ini mungkin bersifat pembetulan, yang dimaksudkan untuk membenarkan asal-usul pengorbanan ini dari para bangsawan kerajaan.

1618 > Ini adalah nama-nama pengorbanan lainnya.

1619 > Bersama Be dan Ee membaca tāraganā va, bukan seperti Ce tāragaṇa cā.

1620 > Mettaṃso sabbabhūtānaṃ veraṃ tassa na kenaci. Mp menganggap mettaṃso sebagai kata majemuk dari mettā dan aṃso, mengemasnya menjadi mettāyamānacittakoṭṭhāso, “seporsi pikiran cinta.” BHSD sv amśa membuktikan kemunculan maitra amśa dalam literatur BHS; maitreṇāṃśena sphuritvā dalam Divyāvadāna 60.24 dan 61.12.

1621 > Ādibrahmacariyikāya paññāya. Mp: “[Ini adalah] pandangan terang, kebijaksanaan yang menjadi landasan bagi kehidupan spiritual sang jalan” (maggabrahmacariyassa ādibhūtāya paññāyā ti vipassanāya).
 
1622 > Ariyaṃ vā tuṇhībhāvaṃ nātimaññati. Lit., “atau ia tidak merendahkan keheningan mulia.”

1623 > Piyattāya garuttāya bhāvanāya sāmaññāya ekībhāvāya saṃvattati. Mp mengemas bhāvanāya di sini sebagai bhāvanatthāya guṇasambhāvanāya vā, “pada pengembangan [meditatif] atau pada penghargaan atas moralitas.” Makna terakhir tampaknya lebih sesuai dengan konteks. Mp mengemas sāmaññāya sebagai samaṇadhammathāya, “demi tugas petapa,” tetapi saya pikir lebih mungkin bahwa samaññā adalah kata benda abstrak dari samāṇa, yang berarti “sama” atau “serupa.” Saya menerjemahkannya sebagai “kerukunan,” yang sesuai dengan kata berikutnya “akibhāvāya. PED mengartikan sāmañña sebagai “kesesuaian” dan “persatuan.” Kata ini muncul dalam makna ini sebagai nama dari vagga ke lima dari kelimpok Lima Puluh Ke Dua (bca p.1237 di bawah). Tidak terdapat paralel China, tapi baca pp.1848-49, catatan 2106.

1624 > Sebuah paralel yang diperluas dari 7:1. Walaupun menggunakan kerangka yang sama, 8:4 bukanlah sebuah paralel yang persis dari 7:2.

1625 > Asuci. Mp hanya mengatakan “ia memiliki perbuatan jasmani yang tidak murni, dan seterusnya”

1626 > Devadatta telah memecah-belah Saṅgha dan pergi bersama kumpulan para bhikkhunya, bermaksud untuk mendirikan kelompok tandingan.

1627 > Yaṃ kiñci subhāsitaṃ sabbaṃ taṃ tassa bhagavato vacanaṃ arahato sammāsambuddhassa. Tato upādāy’upādāya mayañ c’aññe ca bhaṇāma. Ini dapat diterjemahkan, “Apa pun kata-kata Sang Bhagavā … diucapkan dengan baik.” Seperti disebutkan, ini mengungkapkan gagasan bahwa ajaran yang baik yang mana pun yang disampaikan oleh para siswa, bahkan ketika berasal dari mereka sendiri, dapat dianggap sebagai buddhavacana karena berdasarkan atas ajaran Sang Buddha.

1628 > Kemungkinan bahwa sutta ini dimasukkan dalam Kelompok Delapan karena delapan kondisi buruk yang disebutkan dalam khotbah tentang Devadatta.

1629 > Sulit untuk melihat atas dasar apa Sakka mengatakan bahwa pembabaran Dhamma ini belum dikenal luas di antara empat kumpulan (d’ayaṃ dhammapariyāyo kismiñci patiṭṭhito). Khotbah tentang mengetahui kegagalan dan pencapaian diri sendiri telah diajarkan kepada para bhikkhu, yang kemungkinan besar juga telah mengajarkannya kepada tiga kumpulan lainnya.

1630 > Nanda, adik sepupu Sang Buddha, jelas memiliki keinginan indriawi yang kuat. Setelah ia menjadi seorang bhikkhu ia terus-menerus memikirkan tunangannya dan kelak berharap dapat terlahir di antara para bidadari surgawi. Kisahnya terdapat pada Ud 3:2,21-24.

1631 > Pada 4:41, ini disebut pengembangan konsentrasi yang mengarah pada perhatian dan pemahaman jernih.

1632 > Aññenāññaṃ paṭicarati, bahiddhā kathaṃ apanāmeti, kopañca dosañca appaccayañca pātukaroti.

1633 > Bersama Ce dan Be saya membaca niddhamath’etaṃ … niddhamath’etaṃ, bukan seperti Ee dhammath’etaṃ … niddhamath’etaṃ.

1634 > Semua tulisan atas kalimat ini tampaknya membingungkan. Ce menuliskan kiṃ vo paraputto vihethīyati, di mana kata kerja pasif tampaknya tidak sesuai. Ee menuliskan kiṃ vo paraputtā viheṭheti, yang menghubungkan ebuah subjek jamak pada kata kerja aktif tunggal. Be menuliskan kiṃ vo tena paraputtena visodhitena, “Apakah hubungan antara engkau dengan putra orang lain yang telah murni?”   yang tidak sesuai dalam konteks ini. Ee mencantumkan variasi lainnya lagi dalam catatan kaki. Saya menganggap tulisan yang seharusnya adalah: kiṃ vo paraputto viheṭheyya. Mp tidak memberikan penjelasan, tetapi maknanya tampaknya adalah bahwa si bhikkhu yang bermasalah, karena perilakunya, bukanlah seorang siswa sejati Sang Buddha dan oleh karena itu dapat dianggap sebagai “putra” (yaitu, siswa) dari guru lain.

1635 > Aññesaṃ bhaddakānaṃ bhikkhūnaṃ. Saya menganggap bahwa ini adalah delapan modus perilaku di atas yang mendasari klasifikasi sutta ini dalam Kelompok Delapan.

1636 > Kuṭhāripāsena. DOP ragu-ragu atas makna ini tetapi mengusulkan bahwa ini adalah cincin atau bilah dari kapak. PED menuliskan “lemparan kapak.”

1637 > Naḷerupucimandamūle. Sp I 108,29-30 mengatakan bahwa Naḷeru adalah nama sesosok yakkha.

1638 > Kecaman serupa terhadap Sang Buddha terdapat pada 4:22.

1639 > Arasarūpo bhavaṃ Gotamo. Mp: “Brahmana itu, karena kurangnya kebijaksanaan, tidak mengenali Sang Buddha sebagai yang tertua di dunia. Sama sekali tidak ingin menerima pernyataan Sang Buddha, ia berkata demikian, dengan merujuk pada ‘rasa kerukunan’ (sāmaggirasa), yang di dunia ini berarti memberi hormat, berdiri dengan hormat, salam hormat, dan perilaku sopan. Untuk melunakkan pikirannya, Sang Buddha menghindari secara langsung membantahnya; sebaliknya Beliau mengatakan bahwa sebutan itu berlaku untuk Beliau, tetapi dalam makna berbeda. [Sang Buddha mengatakan tentang ‘rasa’] sebagai kepuasan dalam kenikmatan indria yang muncul pada kaum duniawi – bahkan pada mereka yang dianggap terbaik dalam hal kasta atau kelahiran kembali – yang menyukai, menyambut, dan bernafsu pada objek-objek seperti bentuk, dan sebagainya.”

1640 > Nibbhogo bhavaṃ Gotamo.Mp mengatakan bahwa brahmana itu bermaksud mengatakan ini dalam makna bahwa Sang Buddha tidak memiliki “kenikmatan kerukunan” (sāmaggiparibhogo, kebersamaan), yang dengannya sekali lagi ia merujuk pada isyarat hormat seperti memberi hormat kepada sesepuh, dan sebagainya. Tetapi Sang Buddha menjawab dengan merujuk pada kenikmatan indriawi yang muncul pada makhluk-makhluk biasa.

1641 > Akiriyavādo bhavaṃ Gotamo. Doktrin tidak-berbuat, seperti yang diungkapkan oleh para penganutnya, menyangkal adanya perbedaan antara baik dan buruk. Baca DN 2.17, I 52,22-53,2; MN 60.13, I 404,21-35; MN 76.10, I 516,3-17; SN 24.6, III 208,20-209,6. Mp mengatakan bahwa brahmana itu mengatakan ini dengan maksud bahwa Sang Buddha tidak berbuat sesuai kebiasaan, seperti memberi hormat kepada sesepuh, dan sebagainya. Tetapi Sang Buddha menjawab dengan merujuk pada tidak-berbuat perbuatan buruk melalui jasmani, ucapan, dan pikiran.

1642 > Ucchedavādo bhavaṃ Gotamo. Para penganut nihilis menyatakan “pemusnahan, kehancuran, dan pembinasaan” seorang yang benar-benar ada pada saat kematian. Baca DN 1.3.9-16, I 34,2-35,36. Mp mengatakan bahwa brahmana itu bermaksud untuk menuduh bahwa Sang Buddha berusaha memusnahkan kebiasaan menghormati para sesepuh, dan sebagainya yang telah lama ada, tetapi Sang Buddha menjawab dengan merujuk pada pemusnahan segala kekotoran dan kualitas-kualitas tidak bermanfaat melalui empat jalan mulia.

1643 > Jegucchi bhavaṃ Gotamo. Mp: “Brahmana itu menyebut Sang Bhagavā seorang ‘penolak’ (JegucchI); ia berpikir bahwa karena Sang Buddha menolak (jigucchati) perilaku sopan seperti menghormati para sesepuh, maka Beliau tidak melakukan perbuatan demikian. Tetapi Sang Bhagavā mengakui hal ini dalam makna metafora. Beliau menolak perbuatan buruk melalui jasmani, ucapan, dan pikiran dan berbagai kualitas buruk yang tidak bermanfaat, seperti halnya seseorang yang menyukai perhiasan akan menolak dan jijik pada kotoran tinja.

1644 > Venayiko bhavaṃ Gotami. Venayika, dari kata kerja vineti (mendisiplinkan, melenyapkan), dapat berarti “seorang yang menjatuhkan disiplin, seorang yang melatih orang lain.” Tetapi pada masa Sang Buddha kata venayika tampaknya juga bermakna “seorang yang menyesatkan,” yang mengarahkan seseorang menuju kehancuran.. demikianlah Mp mengemas vineti, dalam pandangan si brahmana, sebagai vināseti, “menghancurkan.” Tetapi Sang Buddha menegaskan hal ini dalam makna bahwa Beliau mengajarrkan Dhamma untuk pelenyapan nafsu dan kekotoran lainnya (rāgādīnaṃ vinayāya).

1645 > Tapassī bhavaṃ Gotamo. Seorang tapassī biasanya adalah seorang petapa yang menekuni praktik menyiksa-diri. Kata ini diturunkan dari kata kerja tapati, “membakar, memanaskan.” Si brahmana, menurut Mp, menggunakan kata ini dalam makna seorang yang menyiksa para sesepuh dengan tidak menunjukkan penghormatan selayaknya kepada mereka. Tetapi Sang Buddha menggunakan kata ini dalam makna bahwa Beliau membakar habis kualitas-kualitas tidak bermanfaat.

1646 > Apagabbho bhavaṃ Gotamo. SED menjelaskan Skt apagalbha sebagai “kurangnya keberanian, malu, bingung” (baca juga DOP sv apagabbha). Sang Buddha bermain kata seolah-olah bermakna “bebas dari (apa) rahim (gabbha).” Adalah nyaris mustahil untuk menangkap permainan kata itu dalam terjemahan; penggunaan “pensiun” oleh saya adalah suatu usaha yang canggung untuk menjembatani kedua makna “takut” dan “berhenti” dari pengembaraan melalui lingkaran kelahiran kembali.

1647 > Baca 4:128 §4.

1648 > Mengikuti Be dan Ee, saya menerjemahkan kedua pengetahuan secara lengkap. Ce menyingkatnya.

1649 > Saya tidak mengikuti Ce, yang di sini memasukkan diṭṭhāsava, noda pandangan, yang tidak ada dalam Be atau Ee. Kalimat paralel dalam Ce pada 3:59, 4:198, dan sebagainya, tidak memasukkan diṭṭhāsava.

1650 > Agak aneh bahwa Mahāvīra (Nigaṇṭha Nātaputta) digambarkan membuat pernyataan demikian. Kaum Jain pasti sudah mengetahui bahwa Sang Buddha juga mengajarkan doktrin kamma, walaupun berbeda dengan doktrin mereka. Mp mengatakan bahwa Nātaputta sangat tidak senang atas permohonan Sīha dan berniat untuk mencegahnya pergi. Kata-katanya “menghancurkan kegembiraan yang telah muncul dalam diri Sīha, seolah-olah dengan tongkat kayu memukul seekor sapi yang sedang berkeliaran, memadamkan pelita yang menyala, atau membalikkan mangkuk berisi makanan.”

1651 > Bersama dengan Be dan Ee saya membaca: yannūnāhaṃ anapaloketvā va nigaṇṭhe, bukan seperti Ce yannūnāhaṃ anapalokitā va nigaṇṭhe. Dalam kalimat sebelumnya, dengan nigaṇṭhā sebagai subjek, bentuk lampau apalokitā vā anapalokitā vā cocok sebagai nominatif sesuai dengan subjek. Dalam kalimat ini, di mana subjeknya adalah ahaṃ, bentuk absolutif yang menyiratkan tindakan Sīha lebih disukai.

1652 > Baca p.1646, catatan 416.

1653 > Dalam 8:11 tuduhan §§1, 3-7 diarahkan pada Sang Buddha.

1654 > Ce dan Be menuliskan assāsako; Ee membaca assattho, yang berarti “terhibur.” Saya tidak yakin bagaimana hal ini dimaksudkan sebagai kritikan.

1655 > Mp: “Penghiburan tertinggi (paramena assāsena): empat jalan dan empat buah.”

1656 > Bagian berikutnya di sini, hingga “menjadi tidak bergantung pada yang lain dalam ajaran Sang Guru,” sangat mirip dengan pengalaman Upāli dalam MN 56.16-18, I 379,2 – 380,10.

1657 > Tuduhan ini juga disebutkan pada 3:57.

1658 > Ce dan Ee jīranti; Be jiridanti. Mp: “Mereka tidak membatasi fitnahan mereka (abbhakkhānassa antaṃ na gacchanti). Atau, kata jiridanti ini berarti malu (lajjanatthe). Artinya adalah bahwa mereka tidak malu (na lajjanti).”

1659 > Baca Jīvaka Sutta (MN 55) untuk posisi Sang Buddha atas makan-daging. Agak mengherankan, bahkan nyaris tidak jujur, bahwa teks Buddhis menggambarkan kaum Jain mengkritik Sang Buddha karena memakan daging dari binatang yang dibunuh khusus untuknya. Tuduhan ini berperan pada protes Buddhis bahwa Sang Buddha sedang difitnah dan pembelaan mereka bahwa Beliau tidak akan pernah dengan sengaja menyebabkan makhluk hidup terbunuh untuk makananNya. Tetapi karena kaum Jain adalah praktisi vegetarian keras, maka kita dapat yakin bahwa mereka mengkritik Sang Buddha dan para siswaNya, bukan karena menyebabkan binatang terbunuh untuk makanan mereka, melainkan hanya karena makan daging. Tentang  larangan makan daging oleh Jain, baca http://www.jainworld.com/jainbooks/guideline/28.htm.

1660 > Dalam Ee, so rato harus dibaca tanpa spasi sebagai sorato.

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku DELAPAN
« Reply #26 on: 12 August 2013, 10:47:59 PM »
1661 > Juga terdapat pada 2:5.

1662 > Piṭṭhito rathaṃ pavatteti. Mp: “mendorong gandar ke atas dengan bahunya, ia mundur, memutar kereta ke sekeliling dengan sisi badannya.”

1663 > Pacchā laṅghati, kubbaraṃ hanati, tidaṇḍaṃ bhañjati. Mp: “Ia menendang dengan kedua kaki belakangnya, menghantam jeruji kereta, dan merusak jeruji. Ia mematahkan tongkat tiga, ketiga tongkat di depan kereta.”

1664 > Rathīsāya satthiṃ ussajjitvā rathīsaṃyeva ajjhomaddati. Mp: “Setelah menurunkan kepalanya, ia menjatuhkan gandar ke tanah dan memukul tiang kereta dengan pahanya dan mematahkan tiang kereta dengan kedua kaki depannya.”

1665 > Saya mengikuti Ce dan Ee, yang di sini dan di bawah membaca patodaṃ, bukan seperti Be patodalaṭṭhi, “tongkat kendali dan cambuk.”

1666 > Anuṭṭhānamalā gharā. Lit., “Perumahan memiliki ketiadaan inisiatif sebagai nodanya.” Mp: “Noda perumahan adalah ketiadaan inisiatif, ketiadaan kegigihan.” Mp-ṭ: “Ini dikatakan karena sebuah rumah akan hancur jika seseorang tidak terus-menerus berinisiatif untuk memperbaiki apa yang sudah usang, dan seterusnya.”

1667 > Syair ini terdapat pada Dhp 241-43ab. Dhp 243cd menambahkan: “Setelah meninggalkan noda-noda ini, menjadi tanpa noda, O para bhikkhu” (etaṃ malaṃ pahatvāna nimmalā hotha bhikkhavo).

1668 > Vanabhaṅgena. Lit., “dengan apa yang rusak [dari] hutan.” Mp: “Dengan sebuah hadiah, seperti bunga atau buah, yang diambil dari hutan dan diberikan kepadanya.”

1669 > Saya menerjemahkan dengan berdasarkan atas Ce dan Ee. Be, dalam sutta ini dan sutta berikutnya, memiliki delapan cara pengikatan yang berbeda, yang muncul dalam urutan yang berbeda, yaitu: dengan menangis, dengan senyuman, dengan ucapan, dengan penampilan, dengan hadiah, dengan bau-bauan, dengan rasa kecapan, dengan sentuhan (ruṇṇena, hasitena, bhaṇitena, ākappena, vanabhaṅgena, gandhena, rasena, phassena). Demikianlah, selain dari perubahan urutan, Be mengganti “bentuk” dan “nyanyian” dari Ce dan Ee menjadi “bau-bauan” dan “rasa kecapan.” Menurut Mp, “penampilan” (ākappa) berarti “cara berpakaian dan sebagainya,” tetapi ini menjadi terlalu sempit. Paralel China pada EĀ II 765c24-766a2 mengurutkan sembilan cara seorang perempuan mengikat seorang laki-laki: dengan nyanyian, tarian, keterampilannya, sentuhannya, senyumnya, menangis, suatu cara yang berguna, mempercantik wajahnya dan tubuhnya, dan penampilan dan sikapnya.

1670 > Bersama dengan Ce dan Be saya membaca subaddhā yeva phassena baddhā. Ee menuliskan sebuah variasi di sini dan dalam sutta berikutnya: subaddhā yeva pāsena baddhā, “[mereka] yang terikat oleh jerat telah terikat erat.”

1671 > Frasa terakhir ini sering diterjemahkan sebagai “dengan turunan terjal setelah dataran panjang.” Tetapi Pāli na āyataken’eva papāto, dengan partikel negatif na, sesungguhnya berarti sebaliknya: bahwa tidak ada turunan terjal. Baca DOP sv āyataka, instr. Āyatakena, “secara tiba-tiba, tanpa peringatan, mendadak.” Mp menjelaskan: “tidak menurun seketika bagaikan jurang curam atau lubang dalam. Dimulai dari pantai¸bertambah dalam inci demi inci, kaki demi kaki, meter demi meter, [dan berturut-turut dalam satuan ukuran yang lebih panjang] hingga sedalam 84.000 yojana di kaki Gunung Sineru.”

1672 > Tiga pertama adalah ikan legenda berukuran raksasa.

1673 > Anupubbasikkha, anupubbakiriyā, anupubbapaṭipadā. Saya menganggap kata-kata ini adalah kata instrumental singkat relatif untuk aññāpaṭiveddho. Mp mengemasnya dengan anupubbasikkhāya, dan seterusnya. Mp menghubungkan masing-masing kata dengan sekelompok faktor latihan: “Dengan latihan bertahap ketiga latihan termasuk (baca 3:89); dengan aktivitas bertahap, ketujuh perenungan, delapan belas pandangan terang agung (baca Vism 694,3-27, Ppn 22.113), tiga puluh delapan objek meditasi, dan tiga puluh tujuh bantuan menuju pencerahan termasuk. Penembusan pada pengetahuan akhir terjadi … bukan secara tiba-tiba (na āyataken’eva aññāpaṭivedho): tidak ada penembusan pada Kearahattaan secara seketika (ādito va) bagaikan lompatan seekor kodok, tanpa memenuhi perilaku bermoral dan seterusnya. Seseorang dapat mencapai Kearahattaan hanya setelah memenuhi sesuai urutan (paṭipātiyā) perilaku bermoral, konsentrasi, dan kebijaksanaan.” Baca juga MN I 479.

1674 > Na tena nibbānadhātuyā ūnattaṃ vā purattaṃ vā paññāyati. Mp: “Ketika tidak ada Buddha yang muncul dalam tidak terhitung banyaknya kappa, tidaklah mungkin bagi bahkan satu makhluk untuk mencapai nibbāna. Namun seseorang tidak dapat mengatakan, ‘Elemen nibbāna kosong.’ Dan selama masa munculnya seorang Buddha, ketika tidak terhitung banyaknya makhluk mencapai keabadian pada satu pertemuan, seseorang juga tidak dapat mengatakan, ‘Elemen nibbāna telah penuh.’”

1675 > Sebuah versi singkat dari sutta ini, dengan syair yang ditambahkan pada bagian akhirnya, adalah Ud 5:5, 51-56. Juga terdapat pada Vin II 236-40, yang menjadi kisah latar belakang untuk aturan dalam menskors hak seorang bhikkhu untuk mengikuti pembacaan Pātimokkha.

1676 > Bersama dengan Ce saya membaca āgamessati, bukan seperti Be dan Ee āgamissati.

1677 > Pada 1:253 ia dinyatakan sebagai yang terunggul di antara mereka yang memberikan apa yang menyenangkan. Pada 5:44 ia memberikan persembahan yang menyenangkan kepada Sang Buddha.

1678 > Brahmacariyapañcamāni sikkhāpadāni. Ini adalah lima aturan yang biasa, tetapi dengan “menghindari aktivitas seksual” menggantikan “menghindari hubungan seksual yang salah” sebagai aturan ke tiga.

1679 > Seperti pada 7:53 §7. Dengan ini ia menyatakan dirinya sebagai yang-tidak-kembali.

1680 > Ini adalah cara lain untuk menyatakan diri sendiri sebagai seorang yang-tidak-kembali. Dengan mengatakan bahwa ia tidak akan kembali ke “alam ini” (imaṃ lokaṃ) ia menunjukkan bahwa ia telah melenyapkan lima belenggu yang lebih rendah, yang mengikat seseorang pada alam indria ini, dan juga bahwa ia masih belum menjadi seorang Arahant, yang tidak akan kembali pada kondisi makhluk apa pun.

1681 > Walaupun Hatthaka dikatakan berdiam di rumah (nivesana), namun tidak seperti kedua umat awam sebelumnya, di sini ia tidak dipanggil sebagai “perumah tangga” (gahapati) melainkan sebagai “teman” (avuso). Apakah ini adalah kesengajaan atau kesalahan dalam penyampaian adalah mustahil untuk dipastikan. Akan tetapi, pada 6:123, Hatthaka dirujuk sebagai seorang perumah tangga (gahapati) sementara beberapa siswa awam lainnya dalam vagga ini disebut sebagai umat awam (upāsaka).

1682 > Teks mengulangi semuanya dari kunjungan bhikkhu itu ke rumah Hatthaka hingga akhir percakapan.

1683 > Disebutkan pada 4:32 dan 4:256.

1684 > Daḷiddassa kho no tathā sotabbaṃ maññanti. Mp: “Mereka tidak mendengarkan aku seperti yang mereka lakukan pada orang miskin, yang tidak dapat memberikan apa pun atau melakukan apa pun; melainkan mereka berpikir bahwa mereka harus mendengarkan aku dan mengikuti nasihatku dan tidak berpikir bahwa mereka boleh melanggar instruksiku.

1685 > Jīvaka adalah tabib pribadi Sang Buddha. Untuk kisah latar belakangnya, baca Vin I 268-80.

1686 > Tampaknya bahwa kedua kata Pāli ujjhatti dan nijjhati secara sengaja dilawankan satu sama lain. Mp mengemas ujjhatibala sebagai ujjhānabala dan menjelaskan: “Karena si dungu hanya memiliki kekuatan mengeluh: ‘Ketika orang itu mengatakan ini dan itu, ia mengatakannya kepadaku, bukan kepada orang lain.’ Tetapi [si bijaksana] memiliki kekuatan menyimpulkan, menarik kesimpulan atas apa yang bermanfaat dan apa yang berbahaya: ‘Ini bukan begitu, karenanya ini adalah itu.’” Tentang nijjhatti dan kata kerjanya, nijjhāpeti, baca 2:51.

1687 > Bersama dengan Ce membaca vavakaṭṭhaṃ, bukan vivekaṭṭhaṃ seperti pada Be dan Ee. Vavakaṭṭha adalah bentuk lampau dari vavakassati. PED mendefinisikan, “menarik diri, menjauhi, menyendiri, mengasingkan diri.”

1688 > Khaṇakicco loko. Lit., “ dunia tugas-momen.” Mp: “Seseorang melakukan tugasnya pada suatu momen. Setelah memperoleh kesempatan ini, seseorang melakukan tugasnya.”

1689 > Dīghāyukaṃ devanikāyaṃ. Mp: “Ini dikatakan dengan merujuk pada kelompok para deva tanpa-persepsi (asaññaṃ devanikāyaṃ).” Akan tetapi, ini juga tampaknya berlaku untuk para deva di alam tanpa bentuk, yang (karena tidak memiliki tubuh) tidak dapat mendengarkan Sang Buddha atau para siswaNya mengajarkan Dhamma dan dengan demikian bahkan tidak dapat mencapai jalan memasuki-arus.

1690 > Saddhammassa niyāmataṃ: Mp mengemas sebagai jalan mulia (ariyaṃ maggaṃ).

1691 > Bersama dengan Ce dan Ee saya membaca māradheyyasarānuge, bukan seperti Be māradheyyaparānuge. Mp: “Yang menyertai saṃsāra, disebut ‘alam Māra’” (māradheyyasaṅkhātaṃ saṃsāraṃ anugate).

1692 > Mp: “Setelah meninggalkan keduniawian, pada masa pengasingan musim hujan pertamanya Anuruddha memperoleh pencapaian meditatif dan memperoleh pengetahuan mata-dewa yang dengannya ia dapat melihat seribu sistem dunia. Ia mendatangi Sāriputta untuk meminta nasihat … dan Sāriputta menjelaskan suatu subjek meditasi kepadanya. Ia mempelajari subjek meditasi tersebut, meminta izin dari Sang Buddha, dan pergi ke Negeri Ceti, di mana selama delapan bulan ia melewatkan waktu dengan meditasi berjalan. Tubuhnya menjadi kelelahan karena usaha itu, maka ia duduk di semak bambu. Kemudian pemikiran ini muncul padanya.”

1693 > Nippapañcāramassāyaṃ dhammo nippapañcaratino nāyaṃ dhammo papañcārāmassa papañcaratino. Mp: “[Dhamma ini adalah] untuk seorang ‘yang menyukai ketiadaan proliferasi,’ yang bersenang dalam keadaan nibbāna, disebut ‘ketiadaan-proliferasi’ karena hampa dari proliferasi melalui ketagihan, keangkuhan, dan pandangan” (taṇhāmānadiṭṭhipapañcarahitattā nippapañcasankhāte nibbānapade abhiratassa). Tentang papañca, baca juga 4:173.

1694 > Bersama dengan Ce saya membaca vavakaṭṭhena, bukan seperti Be dan Ee vivekaṭṭhena. PED mengatakan bahwa vavakaṭṭha dan vūpakaṭṭha adalah bentuk-bentuk alternatif dari kata yang sama. Keduanya berbeda dengan vivekaṭṭha, “kokoh dalam keterasingan.” Karena kata majemuk viveka mendahului kata ini, maka mudah untuk melihat bagaimana kata aslinya mungkin telah mengalami perubahan. Baca p.1797, catatan 1687.

1695 > Termasuk di antara syair-syair Anuruddha pada Th 901-3.

1696 > Motif untuk memberi yang ke lima, enam, dan delapan juga terdapat pada 7:52.

1697 > Āsajja dānaṃ deti. Mp: “Seseorang memberikan pemberian ketika seseorang datang. Setelah melihat seseorang telah datang, ia segera mempersilakannya duduk, memberi hormat kepadanya, dan memberikan suatu pemberian kepadanya. Ia berpikir, “Aku akan memberi, tetapi tidak menyusahkannya.” Penjelasan ini menganggap āsajja sebagai bentuk absolutif dari āsīdati, dikemas oleh Mp sebagai nisīdāpetvā, “setelah mempersilakannya duduk.” Akan tetapi, dalam Nikāya-Nikāya, āsajja tampaknya tidak pernah bermakna ini melainkan selalu bermakna “setelah menghina, setelah menyinggung, setelah mengganggu.” Karena jenis pemberian ini muncul pertama dalam daftar yang jelas bertingkat, maka makna yang umum dari āsajja lebih sesuai.

1698 > Seluruh tiga edisi menuliskan cittālaṅkāracittaparikkhāratthaṃ dānaṃ deti. Baca 7:52, di mana Ce menuliskan cittālaṅkāraṃ cittaparikkhāranti dānaṃ deti. Mp: “Untuk tujuan menghias dan melengkapi pikirannya dengan ketenangan dan pandangan terang.”

1699 > Kemungkinan besar sutta ini awalnya adalah sebuah syair yang melekat pada sutta sebelumnya, yang pada suatu titik telah terpecah dan diperlakukan sebagai sutta terpisah. Dalam bentuk yang sekarang ini, tidak ada kelompok delapan faktor yang menjadi alasan dimasukkannya sutta ini dalam kelompok delapan.

1700 > Dānavatthūni. Mp: dānakāraṇāni, “sebab-sebab untuk memberi.”

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku DELAPAN
« Reply #27 on: 12 August 2013, 10:49:19 PM »
1701 > Bersama dengan Be dan Ee membaca bhayā dānaṃ deti; Ce menuliskan garahā dānaṃ deti, “seseorang memberikan suatu pemberian karena kritikan,” mungkin dengan implikasi “karena takut kritikan.”

1702 > Dalam menerjemahkan syair ini, saya berganti-ganti antara “kesempurnaan” dan “kebaikan” sebagai terjemahan untuk sampadā, dan “sempurna” dan “baik” sebagai terjemahan untuk sampanna. Dalam masing-masing kasus, saya telah membiarkan gaya bahasa wajar dalam Bahasa Inggris untuk menentukan pilihan yang sesuai.

1703 > Teks menuliskan tassa taṃ cittaṃ, tetapi “aspirasi” di sini lebih baik daripada “pikiran” untuk cittaṃ.

1704 > Bersama dengan Ee saya membaca hīne ‘dhimuttaṃ (= hīne adhimuttaṃ), sama seperti edisi Siam. Ce dan Ee menuliskan hīne vimuttaṃ, yang merupakan tulisan pada Mp. Mp-ṭ mengemas: “Terbebaskan pada adalah ditekadkan pada, yang berarti ‘mengarah pada, miring ke arah, condong pada’” (vimuttan ti adhimuttaṃ, ninnaṃ ponaṃ pabbhāranti attho[/i]). Mp: “Yang rendah (hīna) adalah kelima objek kenikmatan indria.”

1705 > Vītarāgassa, no sarāgassa. Ini ditambahkan karena kelahiran kembali di alam brahmā memerlukan lebih dari sekedar praktik kedermawanan. Melainkan juga harus didukung oleh pencapaian jhāna-jhāna, yang muncul melalui lenyapnya ketagihan pada kenikmatan-kenikmatan indria.

1706 > Baca 5:148. Satu-satunya faktor yang umum di antara kelima kualitas yang disebutkan di sana dan yang terdapat di sini adalah memberi pada waktu yang tepat.

1707 > Ini adalah sebuah paralel yang diperluas dari 5:42, tetapi dengan syair berbeda.

1708 > Mp mengemas pubbe sebagai paṭhamaṃeva, tetapi saya mencurigai ini adalah singkatan dari pubbapeta, yang disebutkan pada bagian prosa. Saya menerjemahkan dengan berdasarkan pada asumsi ini.

1709 > Saya membaca syair ini sebagai terdiri dari dua bait enam baris dan satu bait yang terdiri dari empat baris. Ce dan Be keduanya membaginya ke dalam empat bait yang terdiri dari empat baris. Ee tidak membaginya dalam bait-bait.

1710 > Bersama dengan Be dan Ee saya membaca ñatvā dhamme ca pesalo, bukan seperti Ce ñatvā dhamme’dha pesale.

1711 > Apace brahmacārayo. Mp mengemas seolah-olah apace mewakili apacayati, “menghormati”: brahmacārino apacayati, nīcavuttitaṃ nesaṃ āpajjati. Akan tetapi, DOP menganggap apaca sebagai berarti “tidak memasak,” dan dengan demikian menyiratkan tanpa-rumah. Saya mengikuti ini dengan menerjemahkan sebagai “pengemis.”

1712 > Baca 4:51-52, 5:45.

1713 > Tentang pelaksanaan uposatha para mulia, baca 3:70

1714 > Syair ini identik dengan syair pada 3:70.

1715 > Dari ketiga edisi, hanya Ee yang menuliskan sace ceteyyuṃ, yang konsisten dengan tulisan pada paralelnya pada 4:193, II 194,24-25.

1716 > Dihubungkan dengan 5:33. Mp mengidentifikasikan para dewata ini sebagai “para deva yang senang dalam penciptaan” (nimmānaratino devā). Mp menceritakan asal-mula sutta ini sebagai berikut: “Dikatakan bahwa para dewata itu, setelah memeriksa keagungan mereka sendiri, bertanya kepada mereka sendiri: ‘Bagaimanakah kami memperoleh keagungan ini?’ Dengan merefleksikan, mereka melihat Anuruddha dan mengetahui: ‘Di masa lampau, ketika ia adalah seorang raja pemutar-roda, kami adalah para selirnya. Kami menerima bimbingan darinya dan dengan demikian kami memperoleh keagungan ini. Marilah kita pergi. Kita akan membawa sesepuh itu dan [bersama-sama] kita akan menikmati (anubhavissāma) keagungan ini.’ Demikianlah pada hari itu mereka mendatangi Anuruddha.”

1717 > Suppaṭipatāḷitassa. Paṭipatāḷita tidak tercantum dalam PED, ettapi SED sv prati > pratitāla, dijelaskan sebagai “dalam musik, sejenis birama.” Mp (Ce) mengemas suppaṭipatālitassa sebagai pamāṇena ṭhitabhāvajananatthaṃ suṭṭhu paṭipatāḷitassa, yang saya terjemahkan: ‘terkoordinasi baik untuk tujuan mempertahankan birama tertentu.”

1718 > Tā devatā’na khvayyo anuruddho sādiyatī’ ti tatth’ev’antaradhāyiṃsu. Mp: “[Para dewata itu berpikir:] ‘Guru Anuruddha tidak menikmati tarian dan nyanyian kita. Ia memejamkan matanya dan menolak melihat kita. Mengapa kita harus menari dan menyanyi?’ Kemudian mereka lenyap dari sana.”

1719 > Lima hal pertama di sini secara substantif identik dengan apa yang disebutkan pada 5:33, kecuali untuk perubahan tata bahasa yang diperlukan untuk menyesuaikan dengan konteks.

1720 > Bersama dengan Ee saya membaca rajataṃ vā jātarūpaṃ vā, seperti pada 5:33. baik Ce maupun Be tidak memasukkan rajataṃ di sini tetapi seluruh tiga edisi memasukkannya pada 8:49 persis di bawah.

1721 > Bersama dengan Be dan Ee (dan Ce pada 5:33) saya membaca sabbakāmaharaṃ, bukan seperti Ce sabbakāmadaṃ di sini.

1722 > Seluruh tiga edisi di sini membaca issāvādena. Secara berlawanan, pada 5:33 ketiganya membaca frasa ini secara berbeda. Baca p.1726, catatan 1010.

1723 > Sutta ini dapat dianggap sebagai gabungan, karena delapan hal diperoleh dengan menggabungkan dua kelompok empat.

1724 > Mp menjelaskan ayaṃ’sa loko āraddho hoti sebagai berikut: AYam assa loko idhaloke karaṇamattāya āraddhattā paripuṇṇattā āraddho hoti paripuṇna (“Dunia berikutnya baginya dan dipenuhi karena ia berlanjut dan mencapai pemenuhan hanya dengan melakukan [apa yang harus dilakukan] di dunia sekarang”).

1725 > Mengikuti Ee, saya telah melengkapi teks, yang disingkat dalam Ce dan Be.

1726 > Soḷasākārasampannā. Referensinya tidak segera jelas dari teks itu sendiri. Mp: “Delapan yang disebutkan dalam sutta, dan delapan dalam syir, menjadikan enam belas aspek. Atau delapan yang ia miliki dan delapan [yang sama] yang menyuruh orang lain, menjadikan enam belas aspek.”

1727 > Sutta ini, kisah kanonis tentang berdirinya Saṅgha Bhikkhunī, telah menjadi subjek penyelidikan yang luas dikalangan para terpelajar. Narasi ini juga terdapat pada Vin II 253-56. beberapa penelitian belakangan atas sutta ini, dari perspektif kritis, terdapat pada Mohr dan Tsedroen 2010. Yang secara khusus mengandung pelajaran adalah Ute Hüsken, “The Eight Garudhamma,” dan Anālayo, “Women’s Renunciation in Early Buddhism: The Four Assemblies and the Foundation of the Order of Nuns,” yang memperlakukan problem kronologis pada pp.86-90.

1728 > Kronologinya tidak jelas bagi saya. Mp mengatakan bahwa pada waktu sutta ini dimulai Sang Buddha sedang menetap di antara penduduk Sakya pada kunjungan pertamaNya ke Kapilavatthu (paṭhamagamanena gantvā viharati). Namun, karena Mahāpajāpati Gotamī hanya bisa meninggalkan keduniawian setelah kematian suaminya, Suddhodana, ayah Sang Buddha, dan tampaknya tidak mungkin bahwa Suddhodana meninggal dunia pada kunjungan pertama Sang Buddha ke Kapilavatthu, yang terjadi segera setelah pencerahanNya, fakta ini nyaris tidak dapat dipercaya. Hal ini juga mengarah pada anakhronisme [penempatan kejadian pada waktu yang salah, penj.]. Cuḷavagga mengatakan bahwa Ānanda dan orang-orang penting Sakya lainnya menjadi bhikkhu setelah kunjungan pertama Sang Buddha ke Kapilavatthu (Vin II 182-83). Ānanda menjadi pelayan tetap Sang Buddha dua puluh tahun setelah pencerahanNya, ketika Sang Buddha berusia lima puluh lima, dan melayani Sang Buddha dalam kapasitas ini selama dua puluh lima tahun, hingga akhir hidup Sang Guru (Th 1041-43). Akan tetapi, dalam sutta ini, Ānanda digambarkan sebagai pelayan Sang Buddha sebelum berdirinya Saṅgha Bhikkhunī. Apakah kejadian ini terjadi tidak lama setelah kunjungan pertama Sang Buddha ke Kapilavatthu, atau bahkan lima atau sepuluh tahun kemudian, tetap saja masih terlalu awal bagi Ānanda untuk melayani Sang Buddha sebagai pelayanNya. Dengan demikian, jika Ānanda bukan pelayan tetap Sang Buddha pada waktu itu, tampaknya terdapat pertentangan antara situasi yang digambarkan dalam sutta dan masa yang mungkin ketika para perempuan pertama kali diperbolehkan untuk menerima penahbisan.

1729 > Saya merangkum urutan kejadian dari Mp. Ketika Sang Buddha kembali ke Kapilavatthu, Beliau memberikan pelepasan keduniawian kepada Nanda dan Rāhula dan memecahkan konflik antara penduduk Sakya dan tetangga mereka, penduduk Koliya (kerabat Sang Buddha dari pihak ibu). Setelah itu, 250 pemuda dari masing-masing pihak meninggalkan kehidupan rumah tangga di bawah Sang Buddha. Tidak lama kemudian, mereka mulai merindukan istri-istri mereka. Sang Buddha membawa mereka ke danau Kuṇāla, di mana Beliau mengajarkan Kuṇala Jātaka kepada mereka tentang muslihat dan kepalsuan perempuan. Setelah mendengar ini, kelima ratus pemuda itu mencapai tingkat memasuki-arus dan tidak lama kemudian menjadi para Arahant. Istri-istri mereka mengirimkan pesan kepada mereka memohon agar mereka kembali pulang ke rumah, tetapi mereka menjawan bahwa mereka sekarang tidak mampu lagi menjalani kehidupan rumah tangga. Oleh karena itu para perempuan itu mendatangi Mahāpajāpatī Gotami dan memintanya agar memohon pada Sang Buddha, anak angkatnya, untuk memperbolehkan para perempuan untuk meninggalkan keduniawian. Mahāpajāpatī Gotami membawa mereka mendatangi Sang Buddha, dan mengajukan permohanan ini.

1730 > Mp: “Mengapakah Beliau menolaknya? Bukankah semua Buddha juga memiliki empat kelompok? Ini benar, namun Beliau menolaknya dengan pikiran bahwa jika para perempuan diperbolehkam meninggalkan keduniawian hanya setelah mereka berusaha berulang-ulang, maka mereka akan menjaga penahbisan mereka itu dan menghormatinya, dengan mengingat betapa sulitnya memperoleh pelepasan keduniawian.

1731 > Mereka adalah kelima ratus perempuan Sakya yang suaminya telah meninggalkan keduniawian dan mencapai Kearahattaan. Dalam sebuah komunikasi pribadi, Pruitt menulis: “Tidak ada petunjuk berapa lama waktu telah berlalu antara keberangkatan Sang Buddha dan apa yang terjadi di sini. Dalam Thī-a 3, [komentator] Dhammapāla berkata, ‘Beliau menahbiskan pemuda Nanda dan pemuda Rāhula dan kemudian Beliau kembali lagi ke Rājagaha. Pada kesempatan berikutnya, ketika Sang Guru sedang menetap di Aula Kuṭāgāra di Vesālī, Raja Suddhodana yang agung mencapai pemadaman akhir [nibbāna], setelah mencapai Kearahattaan selagi ia masih [berkuasa] di bawah payung putih. Keinginan untuk meninggalkan keduniawian muncul pada Mahā-Pajāpatī (Pruitt 1998: 6-7). Ini juga dikisahkan pada Thī-a 141 (Pruitt 1998: 181). Raja Suddhodana adalah satu-satunya umat awam yang saya ketahui yang menjadi seorang Arahant dan tetap menjadi umat awam, yang berarti bahwa ia tidak dapat hidup selama lebih dari tujuh hari setelah menjadi seorang Arahant.”

1732 > Be menuliskan muhuttaṃ, yang tidak terdapat pada Ce ataupun Ee.

1733 > Aṭṭha garudhamme. Kata garudhamma bermakna ganda. Kata garu biasanya berarti “berat, penting, serius,” seperti contohnya pada ungkapan garukā āpatti, sebuah pelanggaran berat atau besar. Tetapi garuṃ karoti, lit. “menganggap penting,” berarti “menghormati,” dan garukata, “terhormat.” Dengan demikian garudhamma dapat berarti “aturan berat, serius” atau “aturan yang harus dihormati, prinsip penghormatan.” Mp mendukung interpretasi ke dua. “Garudhamma adalah prinsip-prinsip yang harus diperlakukan dengan hormat oleh para bhikkhunī yang menerimanya.” Penerjemah Vinaya ke dalam bahasa China juga condong pada interpretasi ini. Dengan demikian dalam paragraf yang bersesuaian dalam Vinaya Sarvāstivāda (pada T XXIII 345b29-c33) aturan-aturan itu dirujuk sebagai (MANDARIN), “delapan prinsip penghormatan.” Vinaya Mūlasarvāstivāda (misalnya pada T XXIV 350c29) menyebutnya (MANDARIN), “delapan prinsip  penghargaan dan penghormatan.” Tetapi Vinaya Dharmaguptaka (pada T XXII 923a27 dan di tempat lainnya) menyebutnya (MANDARIN), “delapan prinsip yang tidak boleh dilanggar seumur hidup,” yang bersesuaian denga Pāli yāvajīvaṃ anatikkamanīyo. Dan Vinaya Mahīśasaka (pada T XXII 185c19) juga demikian menyebutnya (MANDARIN), “delapan prinsip yang tidak boleh dilanggar.”

1734 > Cukup menarik bagaimana topik diskusi bergeser hampir tidak terlihat dari pelepasan keduniawian (pabbajjāi) bagi para perempuan menjadi penahbisan penuh mereka (upasampadā). Pelepasan keduniawian hanya merujuk pada mereka meninggalkan kehidupan rumah tangga, sedangkan penahbisan penuh adalah tindakan bergabung dalam Saṅgha.

1735 > ṃahāpajāpatī kelak memohon pada Sang Buddha agar memperbolehkan para bhikkhu dan bhikkhunī untuk saling memberi hormat satu sama lain (dan menunjukkan isyarat hormat lainnya) dengan berdasarkan senioritas, tanpa perbedaan jenis kelamin. Sang Buddha menolak dan menetapkan aturan: “Para bhikkhu tidak boleh memberi hormat kepada perempuan, berdiri untuk mereka, memberi salam hormat kepada mereka, atau bersikap hormat kepada mereka. Siapa pun yang melakukannya berarti melakukan pelanggaran perbuatan-salah” (na bhikkhave mātugāmassa abhivaādanaṃ paccuṭṭhānaṃ añkalikammaṃ sāmīcikammaṃ kātabbaṃ; yo kareyya āpatti dukkatassa). Peristiwa ini tercatat pada Vin II 257-58.

1736 > Ini merujuk pada tiga bulan masa pengasingan tetap selama musim hujan.

1737 > Demikianlah pada hari uposatha seorang bhikkhu ditunjuk untuk mengemban tugas memberikan nasihat (ovāda) kepada para bhikkhunī. Baca Thānissaro 2007b: 446-47.

1738 > “Undangan” (pavāraṇā) adalah suatu upacara yang diadakan pada hari terakhir masa pengasingan musim hujan yang mana semua anggota Saṅgha dalam urutan senioritas meminta yang lainnya untuk menunjukkan pelanggaran yang mungkin telah mereka lakukan, apakah yang dilihat, didengar, atau dicurigai. Masing-masing bhikkhu menyampaikan undangan kepada para bhikkhu lainnya. Akan tetapi, dengan peraturan ini, para bhikkhunī wajib untuk mengundang koreksi dari kedua Saṅgha para bhikkhu dan para bhikkhunī. Baca Thānissaro 2007b: 447-48.

1739 > Periode hukuman (mānatta) dijatuhkan atas kesalahan monastik pelanggaran saṅghādisesa. Selama masa ini, bhikkhu yang melanggar harus menjalani hukuman selama masa enam hari; setiap hari ia juga harus memberitahukan pelanggarannya kepada semua teman-temannya para bhikkhu, sebuah pengalaman yang memalukan, akan tetapi, dalam kasus para bhikkhunī, masa hukuman berlangsung selama dua minggu dan harus dijalankan sehubungan dengan kedua Saṅgha para bhikkhu dan para bhikkhunī. Untuk penjelasan terperinci, baca Thānissaro 2007b: 358-73. Dalam aturan ini, kata garudhamma memiliki makna berbeda dari penggunaannya sehubungan dengan delapan prinsip sebagai satu kelompok. Di sini, Mp mengemasnya sebagai garukaṃ saṅghādisesāpattiṃ, yaitu, pelanggaran pada aturan saṅghādisesa. Hüskin (dalam Mohr dan Tsedroen 2010, p.144)  menggabungkan kedua makna kata itu dan dengan demikian melihat ketidak-konsistenan di sini walaupun sebenarnya tidak ada.

1740 > Seorang yang menjalani masa percobaan (sikkhamānā) adalah seorang perempuan yang menjadi kandidat untuk menerima penahbisan penuh yang telah meninggalkan keduniawian. Untuk melengkapi persyaratan untuk penahbisan, ia wajib menjalani dua tahun latihan khusus sehubungan dengan enam aturan (cha dhammā). Enam aturan ini – dijelaskan dalam Vin IV 319,24-29 sehubungan dengan Bhikkhunī Pācittiya 63 – termasuk menjalankan tanpa pelanggaran aturan-aturan menghindari membunuh makhluk hidup, menghindari mengambil apa yang tidak diberikan, menghindari aktivitas seksual, menghindari berbohong, menghindari makan di waktu yang salah (antara tengah hari hingga fajar keesokan harinya). Pelanggaran atas aturan-aturan ini menuntut dikembalikannya si kandidat ke awal dari dua tahun masa latihannya.


Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku DELAPAN
« Reply #28 on: 12 August 2013, 10:50:17 PM »
1741 > Dalam bagian Vibhaṅga dari Vinaya Piṭaka, aturan-aturn Bhikkhunī Pāṭimokkha ditunjukkan telah ditetapkan sebagai respon atas kejadian-kejadian perilaku salah oleh bhikkhunī tertentu (atau sekelompok bhikkhunī). Beberapa di antara aturan-aturan ini sudah termasuk di antara garudhamma. Dengan demikian garudhamma 2,3,4, dan 7 bersesuaian dengan BhikkhunI Pācittiya 56, 59, 57, dan 52. Garudhamma 6 memiliki padanan dalam Bhikkhunī Pācittiya 63 dan 64. Fakta bahwa kisah latar belakang dari aturan-aturan ini yang menunjukkan asal-mula pada hal berbeda dalam sejarah awal Saṅgha Bhikkhunī melontarkan keragu-raguan pada kebenaran sejarah atas kisah sekarang ini, yang menunjukkan bahwa delapan garudhamma ditetapkan pada saat awal Saṅgha Bhikkhunī. Jika delapan garudhamma ini ditetapkan pada saat berdirinya Saṅgha Bhikkhunī, maka aturan-aturan itu telah berlaku dan Sang Buddha tidak perlu menetapkan aturan yang melarang perilaku yang tidak menyenangkan yang sama itu. Beliau cukup merujuk pada peratuan yang telah ada. Fakta bahwa Beliau menetapkan aturan-aturan baru dengan demikian bertentangan dengan tesis bahwa delapan garudhamma ditetapkan pada masa awal dimulainya Saṅgha Bhikkhunī.

1742 > Untuk atimuttaka, DOP mengartikan “sejenis semak belukar (mungkin Ougeinia oojeinensis); bunganya.” Daripada menggunakan kata Pāli atau latin yang tidak jelas, saya dengan bebas menerjemahkan nama bunga ini sebagai “bakung.”

1743 > Dengan asumsi kebenaran sejarah atas paragraf ini, jika Sang Buddha ingin mencegah penahbisan perempuan, tampaknya Beliau kemungkinan besar akan menunjukkan bahaya ini pada Ānanda di awal pembicaraan mereka. Maka Ānanda kemudian akan menghentikan usahanya dan para perempuan tidak akan menerima hak untuk ditahbiskan.

1744 > Corehi kumbhatthenakehi. Lit., “Para penjahat yang melakukan pencurian kendi.” Mp: “Mereka menggunakan lampu dengan sebuah kendi dan dengan cahayanya mereka mencari benda-benda berharga di rumah-rumah orang lain.”


1745 > Setaṭṭhikā rogajāti nipatati. Mp: “Sejenis serangga menusuk tangkainya dan memasuki bagian tengah batangnya. Ketika tangkai itu tertusuk, getahnya keluar dan tidak dapat mencapai pucuk tanaman padi.”

1746 > Mañjiṭṭhikā rogajāti nipatati. Mp: “Kemerahan internal pada tebu.”

1747 > Mp (Ce): “Dengan ini Beliau menunjukkan sebagai berikut: ‘Ketika sebuah tanggul tidak didirikan di sekeliling waduk besar, maka air mana pun yang ada di sana jika tanggul telah dibangun terlebih dulu tidak akan ada di sana karena tidak adanya tanggul. Demikian pula, prinsip-prinsip penghormatan ini telah ditetapkan terlebih dulu, sebelum kejadiannya terjadi, untuk tujuan mencegah pelanggaran. Jika aturan-aturan itu tidak ditetapkan, maka, karena para perempuan telah meninggalkan keduniawian, maka Dhamma sejati akan bertahan selama lima ratus tahun. Tetapi karena aturan-aturan itu telah ditetapkan terlebih dulu, maka Dhamma sejati akan berlanjut selama lima ratus tahun berikutnya dan dengan demikian bertahan selama seribu tahun yang disebutkan di awal.’ Dan ungkapan ‘seribu tahun’ ini dikatakan dengan merujuk pada para Arahant yang telah mencapai pengetahuan analitis (paṭisambhidāpabhedappattakhīṇāsavānaṃ vsen’eva vuttaṃ). Setelah ini, untuk seribu tahun berikutnya, akan muncul para Arahant pandangan terang kering; seama seribu tahun berikutnya lagi, yang-tidak-kembali; selama seribu tahun berikutnya lagi, yang-kembali-sekali; dan selama seribu tahun berikutnya lagi, para pemasuk-arus. Demikianlah Dhamma sejati penembusan (paṭivedhasaddhamo) akan bertahan selama lima ribu tahun. Dhamma pembelajaran (pariyattidhammo) juga akan bertahan selama ini. Karena tanpa adanya pembelajaran, maka tidak ada penembusan.” Dari penjelasan di atas, kita dapat melihat bahwa menurut komentar, diperbolehkannya para perempuan untuk meninggalkan keduniawian tidak memperpendek umur Dhamma; ini adalah karena Sang Buddha telah menetapkan delapan prinsip penghormatan yang berfungsi sebagai tanggul.

1748 > Ini jelas merujuk pada garudhamma ke tiga. anakhronisme lainnya juga terjadi di sini, setidaknya sehubungan dengan kronologi pada komentar. Saṅgha Bhikkhunī, pada kronologi ini, didirikan segera setelah kunjungan pertama Sang Buddha ke Kapilavatthu (atau, pada kronologi lainnya, mungkin lima atau sepuluh tahun setelah pencerahan), namun hal ini menuntut bhikkhu yang memberikan nasihat harus memiliki senioritas dua puluh tahun. Ini, tentu saja, tidak dimungkinkan hingga paling sedikit dua puluh tahun sejak berdirinya Saṅgha Bhikkhu. Akan tetapi, pada waktu itu, Mahāpajāpatī tentu saja sudah terlalu tua untuk melakukan perjalanan jauh menuju Vesālī dengan berjalan kaki.

1749 > Juga terdapat pada Vin II 258-59. Sutta ini mirip dengan 7:83.

1750 > Walaupun Ce mengeja nama ini “Vyagghapajja,” namun saya menggunakan ejaan ini yang konsisten dengan ejaan nama pada 4:194. Ini kemungkinan adalah nama sukunya, Dīghajāṇu adalah nama pribadinya.

1751 > Ce dan Ee udumbarakhādikaṃ va; Be udumbarakhādivāyaṃ. Makna yang dimaksudkan tidak jelas. Mp menjelaskan: ‘Seseorang yang ingin memakan buah ara akan mengguncang sebatang pohon ara yang sudah matang dan dengan usahanya ia meruntuhkan banyak buah. Ia akan memakan buah yang matang dan pergi, meninggalkan sisanya di belakang; demikian pula, seseorang yang menghabiskan sebagian besar dari pendapatannya memakan kekayaannya bagaikan si pemakan buah ara.” Sebuah paralel China, SĀ 81 (T II 23a22-c17), menuliskan pada T II 23b17: (MANDARIN); “Semua orang menyebutnya sebutir ara tanpa benih. Seorang dungu, mangsa bagi ketagihan, tidak mempertimbangkan siapa yang akan datang setelahnya.”

1752 > Ce dan Ee ajaddhumārikaṃ; Be ajeṭṭhamaranaṃ. DOP menghubungkan kata majemuk itu pada Skt jadhvā, “setelah memakan,” dan mendefinisikan ajaddhumārikā sebagai “kematian karena kelaparan.” Baca PED sv jaddhu, dikatakan hanya muncul sebagai bentuk negatif ajaddhu, “tidak makan, menghindari makanan.” Mp (Ce) mengemas dengan anāthamaraṇaṃ, “kematian tanpa pelindung,” Mp (Be) anāyakamaraṇaṃ, “kematian tanpa pemimpin.” Tampaknya Mp (Ce) mengemas tulisan yang terdapat pada Be. Versi China pada T II 23b19-20 menuliskan (MANDARIN), “Orang lain semuanya akan mengatakan bahwa orang dungu itu bagaikan anjing yang kelaparan sampai mati.”

1753 > Akkhāta saccanāmena. Seorang “yang dinamai dengan benar” adalah Sang Buddha, karena nama “Buddha” sesuai dengan statusNya yang sebenarnya sebagai seorang yang tercerahkan. Baca juga p.1757, catatan 1320.

1754 > Sebuah paralel yang diperluas dari 6:23. sebutan tambahan untuk kenikmatan indria adalah “anak panah” (salla) dan “rahim” (gabbha). Syairnya berbeda dengan syair pada 6:23. keseluruhan sutta, dengan syairnya, terdapat pada Nidd II 62,29-38 (edisi VRI 240).

1755 > Ditthadhammikāpi gabbhā na parimuccati, samparāyikāpi gabbhā na parimuccati. Mp: “Rahim yang berhubungan dengan kehidupan sekarang adalah rahim manusia; rahim yang berhubungan dengan kehidupan mendatang adalah rahim selain manusia.”

1756 > Frasa umum, “untuk meninggalkan kualitas-kualitas tidak bermanfaat dan mendapatkan kualitas-kualitas bermanfaat,” dihilangkan, mungkin secara sengaja karena bhikkhu ini adalah seorang Arahant.

1757 > Teks di sini menuliskan arahattaphalasacchikiriyāya paṭipanno, sedangkan 8:19 menuliskan arahattāya paṭipanno.

1758 > Syair ini juga terdapat pada SN II:16, I 233.

1759 > Paññāsīlasamāhito. Mp mengemas: paññāya ca sīlena ca samannāgato. Walaupun ini meganggap samāhito berarti “memiliki” dan bukan pencapaian samādhi, dengan menerjemahkannya sebagai “tenang” kita dapat melihat bagaimana kata itu secara tidak langsung merujuk pada samādhi.

1760 > Karotaṃ opadhikaṃ puññaṃ. Kata opadhikaṃ berarti bahwa jasanya matang pada upadhi, perolehan kelima kelompok unsur kehidupan di masa depan.

1761 > Mp: “Untuk memperoleh empat kebutuhan,” yaitu, jubah, makanan, tempat tinggal, dan obat-obatan.

1762 > Alaṃ attano alaṃ paresaṃ. Saya menambahkan frasa dalam kurung dengan berdasarkan pada Mp, yang mengatakan “Mampu [memberikan manfaat] untuk dirinya sendiri dan mampu [memberikan manfaat] untuk orang lain: mampu, dapat, memiliki perlengkapan dalam praktik demi kesejahteraan dirinya sendiri dan orang lain” (attano ca paresañca hitapaṭipattiyaṃ samattho pariyatto anucchaviko).

1763 > Khippanisanti ca hoti kusalesu dhammesu. Mp: “Ia menangkapnya dengan cepat, yang berarti bahwa ketika subjek-subjek seperti kelompok-kelompok unsur kehidupan, elemen-elemen, dan landasan-landasan indria sedang diajarkan, ia memahaminya dengan cepat” (khippaṃ upadhāreti khandhadātu-āyatanādīsu kathiyamānesu te dhamme khippaṃ jānāti).

1764 > Dhamme ca bhāsite mamaññeva anubhanditabbaṃ maññanti. Mp: “Dikatakan bahwa walaupun nasihat diberikan [kepadanya], bhikkhu ini tetap lengah. Setelah mendengarkan Dhamma, ia hanya berkeliaran namun tidak berusaha. Oleh karena itu Sang Bhagavā menegurnya. Tetapi karena bhikkhu itu memiliki kondisi pendukung untuk mencapai Kearahattaan, maka Sang Buddha menasihatinya dengan kata-kata [di bawah], ‘Demikianlah engkau harus berlatih.’”

1765 > Mp: “Ini adalah maknanya: ‘Ketika, bhikkhu, engkau telah mengembangkan konsentrasi cinta-kasih yang dasar ini dengan cara itu, engkau tidak boleh puas hanya dengan sejauh itu, melainkan engkau harus mencapai jhāna ke empat atau ke lima [dalam skema lima jhāna] sehubungan dengan obek-objek meditasi lainnya. Demikianlah engkau harus mengembangkannya menurut metode “dengan pemikiran dan pemeriksaan” dan seterusnya.’” Walaupun, dalam skema jhāna dalam Nikāya-Nikāya, transisi dari jhāna pertama ke kedua ditandai dengan pelenyapan pemikiran (vitakka) dan pemeriksaan (vicāra) secara bersamaan, namun teks lainnya membedakan samādhi dalam tiga: dengan pemikiran dan pemeriksaan, tanpa pemikiran tetapi dengan pemeriksaan, dan tanpa pemikiran dan tanpa pemeriksaan (baca DN 33.1.10, III 219,19-20; MN 128.31, III 13-16; SN 43:3, IV 360,11-13). Tahap pertengahan samādhi ini memunculkan skema lima jhāna dalam Abhidhamma, yang menyisipkannya, setelah jhāna pertama, terdapat jhāna ke dua yang tanpa pemikiran tetapi dengan pemeriksaan. Skema ini kemudian mengurutkan ulang penomoran jhāna ke dua, ke tiga, dan ke empat dari skema empat menjadi jhāna ke tiga, ke empat, dan ke lima dalam skema lima. Samādhi dengan sukacita (sappītika) termasuk dalam jhāna pertama dan ke dua (dari skema empat); yang tanpa sukacita (nippītika) termasuk dalam jhāna ke tiga dan ke empat. Samādhi dengan kenyamanan (sātasahagata) adalah jhāna ke tiga, and samādhi dengan keseimbangan (upekkhāsahagata) adalah jhāna ke empat.

1766 > Bersama dengan Ee saya membaca bahulīkato, bukan seperti Ce dan Be subhāvito.

1767 > Kalimat ini tidak terdapat dalam Ce, jelas dihilangkan karena kekliruan.

1768 > Obhāsaññeva kho sañjānāmi, no ca rūpāni passāmi. Mp mengemas obhāsaṃ sebagai “cahaya pengetahuan mata dewa” (dibbacakkhuñāṇobhāsaṃ).

1769 > Mp: “Di sini, pengetahuan dan penglihatan (ñāṇadassana) adalah mata dewa (dibbacakkhubhūtaṃ).”

1770 > Mp menghubungkan kedelapan segi ini berturut-turut dengan delapan jenis pengetahuan yang lebih tinggi berikut ini: (1) pengetahuan mata dewa, (2) pengetahuan kekuatan spiritual, (3) pengetahuan melingkupi pikiran makhluk lain, (4) pengetahuan bagaimana makhluk-makhluk mengembara sesuai kamma mereka, (5) pengetahuan masa depan, (6) pengetahuan masa sekarang, (7) pengetahuan masa lalu, dan (8 ) pengetahuan kehidupan lampau. Mp melanjutkan: “Ini adalah delapan pengetahuan yang telah diturunkan dalam teks. Tetapi sutta ini harus dijelaskan dengan menghubungkan hal-hal ini dengan pengetahuan pandangan terang, empat pengetahuan sang jalan, empat pengetahuan buah, empat pengetahuan peninjauan kembali, empat pengetahuan analitis, dan enam pengetahuan khas seorang Buddha.”

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku DELAPAN
« Reply #29 on: 12 August 2013, 10:50:46 PM »
1771 > Abhibhāyatanāni. Dari penjelasan baik dalam teks maupun dalam komentar, tampaknya bahwa “landasan yang melampaui” sebenarnya adalah pendekatan pada kasiṇa, yang dijelaskan secara terperinci dalam Vism, bab 4 dan 5. Mp: “Abhibhāyatanāni adalah penyebab-penyebab bagi pelampauan (abhibhāvanakāraṇāni). Apakah yang dilampaui? Kualitas-kualitas yang berlawanan dan objek-objeknya. Karena landasan-landasan ini melampaui kualitas-kualitas yang berlawanan dengannya (paṭipakkhabhāvena paccanīkadhamme) dan, melalui pengetahuan tinggi seseorang [landasan-landasan ini melampaui] objek-objeknya (puggalassa ñāṇuttariyatāya ārammaṇāni).

1772 > Mp: “mempersepsikan bentuk-bentuk secara internal (ajjhattaṃ rūpasaññī): ini merujuk pada bentuk internal yang digunakan dalam tahap persiapan. Untuk seseorang yang melakukan tahap persiapan [meditasi] pada bentuk biru, seperti rambut kepala, empedu, atau selaput pelangi pada mata. Melakukan tahap persiapan pada bentuk kuning, ia menggunakan lemak tubuh, kulit, atau permukaan tangan dan kaki, atau bagian kuning pada mata. Melakukan tahap persiapan pada warna merah, ia menggunakan daging, darah, lidah, atau bidang merah pada mata. Melakukan tahap persiapan pada warna putih, ia menggunakan tulang, gigi, kuku, atau bagian putih pada mata. Ini tidak benar-benar biru, kuning, merah, atau putih, melainkan tidak murni. [Ia] melihat bentuk-bentuk secara eksternal (eko bahiddhā rūpāni passati): Ketika tahap persiapan telah muncul demikian secara internal, tetapi gambaran muncul secara eksternal, maka ia dikatakan sebagai ‘seorang yang mempersepsikan bentuk-bentuk secara internal [yang] melihat bentuk-bentuk secara eksternal,’ yaitu, pekerjaan persiapannya dilakukan secara internal namun penyerapann (jhāna) muncul secara eksternal. Setelah melampauinya (tāni abhibhuyya): Seperti seorang dengan pencernaan yang baik yang telah memperoleh  hanya sesendok makanan mengambilnya, dengan berpikir: ‘Apakah yang dapat dimakan di sini?’ dan menggunakan kemampuan yang terbatas, demikian pula seseorang yang pengetahuannya telah muncul, seorang dengan pengetahuan jernih, berpikir: ‘Apakah yang dapat dicapai sehubungan dengan objek yang terbatas? Ini tidak sulit bagiku.’ Setelah melampaui bentuk-bentuk itu, ia memasuki sebuah pencapaian, dan dengan munculnya gambaran, ia mencapai penyerapan. Ia mempersepsikan sebagai berikut (evaṃsaññī hoti): Ia mempersepsikan dengan persepsi perhatian reflektif (ābhoga) dan dengan persepsi jhāna. ‘Aku mengetahui, aku melihat’ (jānāni passāmi): Yang dibicarakan di sini adalah perhatian reflektifnya; karena hal itu muncul setelah ia keluar dari pencapaian itu, bukan di dalam pencapaian itu sendiri. Persepsi yang melampaui (abhibhavanasaññā) ada dalam pencapaian, tetapi persepsi perhatian reflektif (ābhogasaññā) muncul setelah ia keluar dari pencapaian itu.”

1773 > Mp: “Seperti seorang yang lapar yang telah memperoleh banyak makanan tidak melihatnya sebagai banyak namun berpikir: ‘Berikan aku ke dua dan ke tiga. Ini tidak cukup untukku’demikianlah seorang yang pengetahuannya muncul, seorang dengan pengetahuan jernih, berpikir: ‘Apa yang harus dicapai di sini? Ini bukan objek yang tidak terbatas. Tidaklah menyusahkan bagiku unruk memperoleh keterpusatan pikiran.’ Setelah melampaui [bentuk-bentuk itu] ia memasuki pencapaian, dan dengan munculnya gambaran ia mencapai penyerapan.”

1774 > Mp: “Seorang yang tidak mempersepsikan bentuk-bentuk secara internal melihat bentuk-bentuk secara eksternal (ajjhatta arūpasaññī eko bahiddhā rūpāni passati): Ini menggambarkan seseorang yang baginya pekerjaan persiapan dan gambaran telah muncul secara eksternal. Dengan demikian keduanya melalui tahap persiapan dan melalui penyerapan, ia disebut seorang yang tidak mempersepsikan bentuk-bentuk secara internal [tetapi] melihat bentuk-bentuk secara eksternal.

1775 > Mp: “Dari landasan yang melampaui yang ke lima dan seterusnya, Beliau menunjukkan pemurnian menyuluruh. Karena landasan-landasan ini disebutkan melalui warna yang dimurnikan (visuddhavaṇṇavasen’eva).” Pelampauan berdasarkan warna diilustrasikan dengan perumpamaan di bawah pada 10:29, serta pada DN 16.3.29-32, II.110-11.

1776 > Kata vimokkha digunakan di sini dalam makna yang khusus dan terbatas dan tidak menyiratkan kebebasan dari segala kekotoran yang tidak dapat berbalik; kebebasan yang tidak dapat berbalik itu biasanya disiratkan dengan akuppā cetovimutti atau cetovimutti paññāvimutti. Mp: “Dalam makna apakah pembebasan itu? Dalam makna melepaskan (adhimuccanaṭṭhena). Dalam makna melepaskan apakah? Dalam makna sepenuhnya terbebaskan dari kualitas-kualitas yang berlawanan, dan dalam makna sepenuhnya terbebas melalui kesenangan di dalam objek. Apa yang dimaksudkan adalah kejadian [pikiran] di dalam objek tanpa paksaan, bebas dari kekhawatiran, bagaikan seorang anak tertidur di pangkuan ayahnya, tubuhnya sama sekali santai. Makna ke dua ini [sehubungan dengan objek] tidak berlaku untuk pembebasan terakhir, melainkan hanya untuk yang lainnya (karena dalam pembebasan terakhir, tidak ada objek persepsi].”

1777 > Rūpī rūpāni passati. Mp: “Di sini, ‘bentuk’ adalah jhāna dengan objek bentuk, yang telah muncul melalui kasiṇa biru, dan seterusnya, berdasarkn pada sesuatu yang internal seperti rambut kepala, dan sebagainya. Seorang yang memperoleh [jhāna] ini dikatakan memiliki bentuk. Seseorang juga mungkin melihat bentuk-bentuk dengan mata jhāna secara eksternal, seperti kasiṇa biru, dan seterusnya. Apa yang ditunjukkan oleh ini adalah empat jhāna berbentuk dalam kasus seorang yang telah mencapai jhāna melalui kasiṇa dengan dasar internal atau eksternal.

1778 > Seorang yang tidak mempersepsikan bentuk-bentuk secara internal melihat bentuk-bentuk secara eksteral (ajjhattaṃ arūpasaññī, bahiddhā rūpāni passati). Mp: “Seorang yang tidak mempersepsikan bentuk-bentuk secara internal adalah seorang yang tidak mencapai jhāna berbentuk berdasarkan rambut kepala sendiri, dan seterusnya. Apa yang ditunjukkan oleh ini adalah jhāna berbentuk dari seorang yang mencapai jhāna secara eksternal, setelah melakukan tahap persiapan secara eksternal.”

1779 > Subhant’eva adhimutto hoti. Mp: “Dengan ini apa yang ditunjukkan adalah jhāna-jhāna yang berdasarkan pada kasiṇa warna yang telah sangat dimurnikan, seperti biru, dan seterusnya.” Mp menunjukkan bahwa Paṭis, sebuah naskah penafsiran kanonis, mendefinisikan pembebasan atas yang indah sebagai empat keadaan tanpa batas (cinta-kasih, belas kasihan, kegembiraan altruistik, dan keseimbangan); baca Paṭis II 39,14-26. Tampaknya bahwa pembebasan pertama terdiri dari kedua landasan yang melampaui yang pertama; yang kedua terdiri dari dua landasan yang melampaui ke dua; dan ke tiga terdiri dari empat landasan yang melampaui selebihnya.

1780 > Tentang lenyapnya persepsi dan perasaan (saññāvedayitanirodha), baca MN 43.25, I 296,5-23; MN 44.16-21, 301,30-302,27; SN 41.6, IV 293-95; Vism 702-9, Ppn 23.16-52.

1781 > Diperoleh dengan menggabungkan empat dari 4:250 dan empat dari 4:252.

1782 > Diperoleh dengan menggabungkan empat dari 4:251 dan empat dari 4:253.

1783 > Juga terdapat pada DN 16.3.21-23, II 109-10.

1784 > Paragraf ini, yang menunjukkan Sang Buddha sebagai seorang ahli transformasi tubuh, tampaknya memiliki cirri proto-mahāyānistis. Mp megomentari: “Apakah yang lain berwarna putih, hitam, atau coklat, Sang Guru berwarna keemasan. Tetapi ini disebutkan sehubungan dengan bentuk. Dan hanya bentuk yang terlihat oleh mereka. Bukan berarti bahwa Sang Bhagavā menjadi seperti orang asing atau seperti seorang yang mengenakan anting-anting mutiara; Beliau duduk di sana dalam bentuk seorang Buddha. Tetapi mereka melihatnya memiliki bentuk yang sama dengan mereka. Beberapa berbicara dengan suara parau, beberapa dengan suara serak, beberapa dengan suara seperti burung gagak, tetapi Sang Guru selalu bersuara Brahmā. Ini disebutkan sehubungan dengan bahasa. Karena jika Sang Guru sedang duduk di tempat duduk raja, mereka berpikir, “Raja berbicara manis hari ini.’ Ketika Sang Bhagavā pergi setelah berbicara, dan mereka melihat raja [yang sebenarnya] datang, mereka bertanya-tanya: ‘Siapakah itu?’ … walaupun mereka menyelidiki, mereka tidak akan mengetahuinya. Kalau begitu mengapakah Sang Buddha mengajarkan Dhamma kepada mereka jika mereka tidak mengenalinya? Untuk menanamkan kesan (vāsanatthāya). Karena ketika Dhamma didengar bahkan dalam cara demikian, itu akan menjadi kondisi di masa depan. Demikianlah Beliau mengajar dengan pertimbangan masa depan.

1785 > Bagian sutta ini sampai pada bagian syair juga terdapat pada SN 51:10, V 258-63. Keseluruhan sutta terdapat pada DN 16.3.1-20, II 102-9.

1786 > Kappaṃ vā tiṭṭheyya kappāvasesaṃ vā. Mp mengemas kappa sebagai āyukappa, “kappa umur kehidupan,”umur kehidupan normal manusia pada waktu tertentu, pada saat itu adalah seratus tahun. Kappāvasesa, “sisa dari kappa,” dijelaskan sebagai sedikit lebih dari umur kehidupan normal yang seratus tahun. Mp menyebutkan pandangan seorang sesepuh bernama Mahāsīva, yang berpendapat bahwa Sang Buddha dapat hidup selama sisa kappa kosmis, tetapi Mp mengutip komentar kuno yang berpendapat bahwa hanya “kappa umur kehidupan” yang dimaksudkan (idameva aṭṭhakathāya niyānitaṃ). Namun demikian, tidak ada dalam Nikāya-Nikāya kata kappa digunakan dalam makna umur kehidupan normal, dan tampaknya tidak ada alasan untuk mengartikan kata yang digunakan di sini memiliki makna yang berbeda dari penggunaan biasa, yaitu, kappa kosmis.

1787 > Yathā taṃ Mārena pariyuṭṭhitacitto. Mp: “Seperti halnya semua kaum duniawi tidak akan dapat menangkap petunjuk itu, demikian pula Ānanda tidak mampu menangkapnya. Karena Māra dapat menguasai pikiran siapa pun yang belum sepenuhnya meninggalkan dua belas pembalikan persepsi (vipallāsa; baca 4:49), dan Ānanda [sebagai hanya seorang pemasuk-arus] masih memiliki empat di antaranya. [Mp-ṭ: Pembalikan persepsi dan pikiran yang menganggap apa yang tidak menarik sebagai menarik dan yang menyakitkan sebagai menyenangkan.] Māra menguasai pikirannya dengan memperlihatkan pemandangan yang menyeramkan. Ketika melihat ini, Ānanda gagal menangkap petunjuk jelas yang diberikan kepadanya oleh Sang Buddha.

1788 > Menarik bahwa dalam Nikāya-Nikāya tidak terdapat percakapan demikian antara Sang Buddha dan Māra yang tercatat pernah terjadi sebelumnya dalam kehidupan Sang Buddha. Ini hanya terdapat dalam sutta ini dan paralelnya pada DN 16.3.7-8, II 104-6; dan SN 51:10, V 260,29-262,11.

1789 > Ungkapan pattayogakkhemā, “mencapai keamanan dari belenggu,” terdapat dalam seluruh tiga edisi AN tetapi tidak terdapat pada beberapa (tidak semua) edisi teks paralel dalam DN dan SN yang disebutkan dalam catatan sebelumnya. Karena frasa ini biasanya menunjukkan pencapaian Kearahattaan, tampaknya tidak pada tempatnya untuk menggambarkan umat-umat awam. Mp mengomentari semua ungkapan lainnya di sini kecuali ini, yang menyiratkan bahwa ungkapan ini tidak ada dalam versi yang digunakan oleh komentator.

Mp mengemas sappāṭihāriyaṃ dhammaṃ desenti dengan “mereka mengajarkan Dhamma yang membebaskan” (yāva niyyānikaṃ katvā dhammaṃ desessanti). Mp-ṭ menjelaskan: “Mereka menjelaskan Dhamma sedemikian sehingga doktrin-doktrin orang lain terbantahkan dan doktrin mereka sendiri ditegakkan; demikianlah, dengan mengutip alasan-alasan yang membawa pencapaian tujuan [yang harus] dicapai]” (yathā paravādaṃ bhañjitvā sakavādo patiṭṭhahati, evaṃ hetūdāharaṇehi yathādhigatamatthaṃ sampādetvā dhammaṃ kathessanti). Alasan saya menerjemahkan sappāṭihariya sebagai “penawar” dijelaskan pada p.1673, catatan 586.

1790 > Āyusaṅkhāraṃ ossaji. Mp: “Setelah sepenuhnya menegakkan perhatian, setelah membatasinya dengan pengetahuan, Beliau melepaskan, meninggalkan kekuatan vitalNya. Sang Bhagavā tidak melepaskan kekuatan vitalNya dengan cara seperti seseorang menjatuhkan segumpal tanah dengan tangannya, melainkan Beliau bertekad, “Aku akan memasuki buah pencapaian selama hanya tiga bulan lagi tetapi tidak lebih dari itu.’”

1791 > Syair ini sulit, khususnya bait pertama. Dikomentari secara identik oleh Spk III 254-55, Sv II 557-58, Mp IV 153-54, dan Ud-a 329-30. komentar memberikan dua interpretasi, satu menganggap tulaṃ dan atulaṃ sebagai berlawanan, yang lainnya menganggap tulaṃ sebagai singkatan dari kata kerja kini (= tulento) dan atulaṃ dan sambhavaṃ sebagai berlawanan. Saya mengadopsi interpretasi ke dua untuk pembahasan terperinci atas syair ini, baca CDB 1941-44, catatan 255.

1792 > Ce dan Ee menuliskan kampeti, saṅkampeti, sampakampeti. Be menambahkan kata kerja ke empat, sampavedheti, yang dapat diterjemahkan “membuat[nya] bergoyang keras.” Persis di bawah, padanan non-kausatif dari ketiga kata kerja muncul dalam Ce dan Ee: kampati, saṅkampati, sampakampati. Be menuliskan yang ke empat, sampavedhati.

1793 > Sebuah paralel yang diperluas dari 6:19. bagian tambahan adalah tentang hidup selama setengah hari dan tentang waktu yang dibutuhkan untuk setengah kali makan.

1794 > Sebuah paralel yang diperluas dari 6:20.

1795 > Delapan kesempurnaan (sampadā) dan definisinya terdapat pada 8:54, tetapi tanpa bagian tentang empat pemborosan kekayaan.

1796 > Sebuah paralel yang diperluas dari 6:13 dan sebagian dari 5:90 dan 7:26.

1797 > Sebuah paralel yang diperluas dari 5:24, 6:50, dan 7:65.

1798 > Tathāgataṃ dhammadesanā paṭibhāti. Di sini saya menerjemahkan idiom Pāli yang ganjil ini menurut konteksnya sebagai “condong untuk mengajar.” Secara literal, seharusnya diterjemahkan “suatu ajaran Dhamma yang menyinari [atau ‘muncul pada’] Sang Tathāgata.”

1799 > Ekantapaṭibhānā tathāgataṃ dhammadesanā hoti.

1800 > Sebuah perbedaan antara sambhava (dalam pertanyaan 2) dan samudaya (dalam pertanyaan 3) sulit ditentukan, karena dalam sutta-surra kedua kata ini sering kali digunakan secara hampir bersinonim. Mp menurunkan samudaya dari kata kerja samudenti dan mengemasnya sebagai rāsī bhavanti, “mengumpulkan, menjadi tumpukan.”
« Last Edit: 12 August 2013, 10:53:03 PM by Indra »

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: ANGUTTARA NIKAYA buku DELAPAN
« Reply #30 on: 12 August 2013, 10:51:36 PM »
1801 > Brahmāli (dalam suatu komunikasi pribadi) menawarkan penjelasan yang baik atas sutta yang samar-samar ini: “Saya memahami sabbe dhamma sebagai suatu rujukan pada dunia pengalaman pribadi. Maka maknaya adalah sebagai berikut: Semua elemen dari pengalaman kita adalah berakar pada keinginan (chandamūlakā) dalam makna bahwa kita ada karena keinginan (dengan menganggap chanda sebagai sama dengan ketagihan). Semua itu menjadi ada melalui pengamatan (manasikārasambhavā) dalam makna bahwa kita hanya mengalami apa yang kita amati. Semua itu berasal-mula dari kontak (phassamaudaya) karena tanpa kontak kita tidak mengalami apa pun sama sekali. Semua itu bertemu pada perasaan (vedanāsamosaraṇā) dalam makna bahwa perasaan adalah aspek yang paling penting dari pengalaman kita, faktor pendorong utama dalam segala sesuatu yang kita lakukan. Semua itu dipimpin oleh oleh konsentrasi (samādhippamukhā) dalam makna bahwa konsentrasi adalah kemampuan pengendali (sebuah indriya) yang memimpin yang semua elemen pengalaman kita harus diikuti. Semua itu di bawah kekuasaan perhatian (satādhipateyyā) karena perhatian adalah indriya lainnya yang mengarahkan kita dalam apa pun yang kita lakukan atau alami. Segala sesuatu memiliki kebijaksanaan sebagai pengawasnya (paññuttarā) karena kebijaksanaan adala pemimpin dari indriya-indriya pengendali; kebijaksanaan, lebih dari yang lainnya, mengendalikan pengalaman kita (tiga faktor terakhir adalah apa yang memungkinkan kita untuk mendapatkan rasa kemakhlukan yang bertanggung jawab atas kehidupan kita). Kebebasan adalah intinya (vimuttisāra), yang terunggul dari segalanya, sudah jelas.
1802< > Mp mengklarifikasi beberapa hal di sini. (1) Seorang pencuri yang tidak terampil  menyerang mereka yang seharusnya tidak diserang; seperti orang tua, anak-anak, dan orang-orang bermoral yang bukan musuhnya dan yang tidak menyerangnya. (2) Seorang pencuri yang terampil mengambil hanya setengah dari apa yang ada; misalnya ada dua pakaian ia hanya mengambil satu; seporsi makanan, ia hanya mengambil untuk dirinya sendiri dan meninggalkan sisanya (ia dapat mengambil benda yang lebih berharga untuk dirinya). (7) Seorang pencuri yang tidak terampil melakukan pencurian di desa, pemukiman, atau kota di dekatnya. (8 ) Seorang pencuri yang tidak terampil tidak memurnikan jalan menuju dunia lain dengan “menyimpan” sebagian dari barang rampasannya dalam suatu pemberian kepada mereka “yang layak menerima persembahan” (yaṃ laddhaṃ taṃ dakkhiṇeyya nidahituṃ cheko na hoti, paralokamaggaṃ na sodheti). Barangkali Seorang pencuri yang terampil akan “menyimpan” sebagian dari rampasannya dengan mempersembahkannya kepada para bhikkhu yang layak dan dengan itu “memurnikan jalan menuju dunia lain.”

1803 > Saya mengikuti Ce di sini, Be dan Ee menuliskan vedagū sebelum bhisakko.

1804 > Syair yang dilestarikan ini tampaknya tidak lengkap karena klausa relatif yang dimulai dengan yaṃ tidak lengkap secara eksplisit dengan klausa demonstratif. Dengan demikian saya mengikuti saran dari Vanarata bahwa sebuah klausa demonstratif implisit yang bersesuaian dengan anuttaraṃ pattabbaṃ seharusnya dituliskan dalam syair penutup. Tampaknya bahwa vijitasaṅgamo secara tepat merujuk pada hal ini, dan karena itu saya menambahkan “di atas itu” dalam tanda kurung siku.

1805 > Ce paramo danto; Be paramadanto; Ee paramaṃ danto. Kemasan dalam Mp, paramadamathena dantattā paramadanto nāma, menyarankan bahwa parama mensyaratkan danto, bukan nāgo seperti dalam Ce.

1806 > Kerangka pembuka sutta ini sama dengan pada 5:30 dan 6:42 tetapi isinya sebagian berbeda.

1807 > Dalam bagian selanjutnya, faktor-faktor §§4-7 identik dengan §§1-4 pada  6:42. dalam Ce dan Ee, §§5-6 dari 6:42 dikeluarkan dari sutta ini, tetapi kalimat terakhir dari 6:42, bukan faktor bernomor di sana, di sini menjadi §8. Be memasukkan §§5-6 dari 6:42, yang kemudian menjadi §§8-9. Maka kalimat terakhir sutta ini menjadi salah penomoran atau dihitung sebagai §10. jika mengikuti Be, sulit untuk menganggap sutta ini adalah Kelompok Delapan dan bukan Kelompok Sembilan atau Sepuluh. §§1-3 dari sutta sekarang ini tidak memiliki padanan dalam versi-versi sebelumnya. Brahmāli menyarankan penomoran kalimat yang dimulai dengan “Bahkan beberapa dewata” sebagai §1 dan memperlakukan kalimat terakhir sutta ini sebagai tanpa nomor, yang akan menjadi konsisten dengan 6:42. Akan tetapi, di sini saya mengikuti penomoran Ce, sumber teks utama saya.

1808 > Tulisan pada Ce di sini lebih mendekati tulisan pada Be atas 6:42 daripada tulisan Ce atas 6:42. tetapi Ce menuliskan kata kerja paccessati, “kembali” (yang tidak ada pada Ce 6:42), sedangkan dalam kedua sutta Be menuliskan upaṭṭhahissati, “akan mendorong.” Saccessati dari Be kemungkinan besar adalah kesalahan penulisan dari paccesati. Versi ini tidak menyebutkan tentang sahadhammika, sesama penganut-religius, seperti pada 6:42.

1809 > Pattaṃ nikkujjeyya. Prosedur membalikkan mangkuk makan dan menegakkannya ditetapkan pada Vin II 124-27. baca Thānissaro 2007b: 411-12. Mp: “Boleh membalikkan mangkuk makanan terhadapnya: mereka tidak benar-benar membalikkan mangkuk makanan dalam posisi terbalik di hadapannya, melainkan mereka melakukan isyarat “membalikkan mangkuk makanan,’ yang berarti mereka tidak menerima pemberian dari orang itu. Dengan cara serupa, mereka boleh memutuskan untuk mencabut tindakan ini dengan isyarat menegakkan mangkuk (ukkujjeya), yang berarti mereka menerima pemberiannya lagi.” Prosedur ini digunakan di Burma selama periode huru-hara pada tahun 2007 ketika para bhikkhu memutuskan bahwa perilaku junta militer terhadap Saṅgha menuntut hukuman itu. Para bhikkhu berjalan di sepanjang jalan dengan mangkuk mereka benar-benar dibalikkan untuk mengungkapkan penolakan mereka atas tindakan penguasa.

1810 > Appasāda. Mp: “Ketika hal ini telah diumumkan, mereka tidak perlu bangkit dari duduk mereka untuknya, atau memberi hormat kepadanya, atau pergi menemuinya, atau memberikan pemberian kepadanya.

1811 > Mp menyebutkan “lima tempat kunjungan yang tidak selayaknya,” mungkin merujuk pada apa yang tercantum dalam 5:102.

1812 > Paṭisāraṇiyakamma. Ketika hal ini dijatuhkan, bhikkhu itu harus mendatangi si perumah tangga, disertai oleh bhikkhu lain, dan meminta maaf padanya. Jika ia tidak berhasil mendapatkan maaf dari si perumah tangga, pendampingnya harus berusaha untuk mendamaikan mereka. Kisah latar belakangnya terdapat pada Vin II 15-18, dengan persyaratan resmi pada Vin II 18-21. Untuk penjelasan terperinci, baca Thānissaro 2007b: 407-11.

1813 > Tassapāpiyasikakamma. Dasar-dasar hukuman ini dibahas pada Vin II 85-86. baca juga, Thānissaro 2007a: 549-51, di mana ini diterjemahkan “transaksi hukuman lebih lanjut.” Menurut kisah aslinya, hukuman ini dijatuhkan kepada seorang bhikkhu yang berbicara dengan mengelak atau bereaksi secara agresif ketika dituduh atas suatu pelanggaran berat (suatu pelanggaran dalam kelompok saṅghādisesa) dan kemudian mengakuinya setelah ditekan.

1814 > Baca pp.1732-33, catatan 1085.

1815 > Na ca tena mūtena vuṭṭhāpetabbo. Mp mengatakan: “Ia tidak boleh melakukan tindakan rehabilitasi [dalam sebuah kasus] dengan akar itu” (taṃ mūlaṃ katvā abbhānakammaṃ kātuṃ na labhati). Makna tepatnya tidak jelas. Saya mengikuti saran Brahmāli bahwa mūla di sini adalah “pelanggaran akar,” yaitu, pelangaran semula yang mengarah pada tuduhan resmi perilaku buruk yang menjengkelkan.

1816 > Ee tidak menomori bab ini atau sutta-sutta di dalamnya. Ce dan Be menomorinya X (atau 10), melanjutkan skema penomoran yang digunakan pada vagga-vagga sebelumnya dalam nipāta ini. Ce menomori sutta-sutta 1-27, Be 91-116. perbedaan dalam penomoran berawal dari penambahan satu umat awam perempuan yang disebutkan dalam Ce dan Ee (yang saya ikuti) tetapi tidak terdapat dalam Be.

1817 > Tiap edisi berbeda dalam hal bagaimana mereka mendapatkan gelar pada nama pribadi perempuan-perempuan itu. Ce mencantumkan paling banyak, beberapa di antaranya mungkin penambahan belakangan. Ee menambahkan upāsikā hanya pada Khujjuttarā, Sāmāvatī, dan Suppiyā; BE menambahkannya pada ketiga ini dan Bojjhā. Sebutan rājakumārī (putri) dan devī (ratu) hanya terdapat dalam Ce. Saya telah tidak konsisten dalam perlakuan saya atas kata mātā yang berhubungan dengan identitas perempuan. Jika mengikuti nama lain yang muncul dalam bentuk genitif, saya menerjemahkannya “ibu.” Jika kata itu adalah bagian terakhir dari suatu kata majemuk, seperti dalam Migāramātā, saya membiarkannya tidak diterjemahkan, menganggapnya mungkin sebagai bagian dari nama yang digunakan oleh perempuan itu dan bukan sekedar cara untuk menunjukkan identitasnya. Mp mengatakan bahwa semua sutta ini harus dijelaskan melalui pelaksanaan uposatha lengkap dengan delapan faktor. Dengan demikian mungkin harus dimodelkan atas 8:42b. Pada 8:43 dan 8:45 kita telah menemukannya untuk Visākhā dan Bojjha berturut-turut.

1818 > Nama ini dihilangkan dalam Be, yang karena itu hanya memiliki dua puluh enam sutta dalam bab ini.

1819 > Ia mungkin identik dengan Veḷukaṇṭakī Nandamātā. Baca p.1610, catatan 141.

1820 > Ee tidak menomori vagga ini. Ce dan Be menomorinya XI (atau 11), melanjutkan skema penomoran berurutan. Seperti juga pada Buku Kelompok Tujuh, saya telah menomorinya seolah-olah bab ini adalah bab ke enam dalam kelompok lima puluh ini. Ce menomori sutta-sutta dalam rangkaian ini dari 1-510. Be menomori sutta-sutta ini secara berkelanjutan dengan sutta-sutta dalam keseluruhan nipāta, dari 117 hingga 226. saya mengikuti penomoran sutta dari Be, walaupun penomoran saya diawali dan diakhiri satu nomor lebih tinggi karena penambahan umat awam perempuan dalam vagga berikutnya (yang tidak ada dalam Be).