78 Samaṇamaṇḍikā Sutta
Samaṇamaṇḍikāputta1. DEMIKIANLAH YANG KUDENGAR. Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Pada saat itu
, Pengembara Uggāhamāna Samaṇamaṇḍikāputta sedang menetap di Taman Mallikā, di aula tunggal
Kebun Tinduka untuk perdebatan
filosofis,
[ ][34] bersama dengan sejumlah besar para pengembara, berjumlah tiga ratus pengembara.
2. Tukang kayu Pañcakanga keluar dari Sāvatthī pada suatu siang hari untuk menemui Sang Bhagavā. Kemudian ia berpikir: “Bukan waktu yang
[ ]tepat untuk menemui Sang Bhagavā; Beliau masih bermeditasi. Dan bukan waktu yang tepat untuk menemui para bhikkhu yang layak dihormati; mereka masih bermeditasi. Bagaimana jika aku pergi ke Taman Mallikā, mengunjungi Pengembara Uggāhamāna Samaṇamaṇḍikāputta?” Dan ia pergi ke Taman Mallikā.
3. Pada saat itu
, Pengembara Uggāhamāna sedang duduk bersama dengan sejumlah besar para pengembara yang sangat gaduh, ribut
, dan berisik membicarakan berbagai jenis pembicaraan tanpa arah. Seperti pembicaraan tentang raja-raja … (seperti Sutta 76, §4) … apakah hal-hal adalah seperti ini atau tidak seperti ini.
Kemudian Pengembara Uggāhamāna Samaṇamaṇḍikāputta dari jauh melihat kedatangan si tukang kayu Pañcakanga. Melihatnya, ia menenangkan kelompoknya sebagai berikut: “Tuan-tuan, diamlah, jangan berisik. Telah datang si tukang kayu Pañcakanga, seorang siswa Petapa Gotama, salah satu umat awam berpakaian putih dari Petapa Gotama yang menetap di Sāvatthī. Para Mulia ini menyukai ketenangan dan menghargai ketenangan. Mungkin jika ia melihat kelompok kita yang tenang, ia akan berpikir untuk bergabung dengan kita.” Kemudian para pengembara itu menjadi diam.
4.
Si tukang kayu Pañcakanga
mendatangi Pengembara Uggāhamāna dan saling bertukar sapa dengannya. [24] Ketika ramah-tamah ini berakhir, ia duduk di satu sisi. Kemudian Pengembara Uggāhamāna berkata kepadanya:
5. “Tukang kayu, ketika seseorang memiliki empat kualitas,
kugambarkan ia sebagai terampil dalam apa yang bermanfaat, sempurna dalam apa yang bermanfaat, seorang petapa tak-terkalahkan yang mencapai pencapaian tinggi. Apakah empat ini? Di sini ia tidak melakukan perbuatan buruk jasmani, ia tidak mengucapkan ucapan buruk, ia tidak memiliki kehendak yang buruk, dan ia tidak mencari penghidupan dengan segala penghidupan yang buruk. Ketika seseorang memiliki empat kualitas,
kugambarkan ia sebagai terampil dalam apa yang bermanfaat, sempurna dalam apa yang bermanfaat, seorang petapa tak-terkalahkan yang mencapai pencapaian tinggi.
”6. Kemudian si tukang kayu Pañcakanga dengan tidak menyetujui juga tidak membantah kata-kata Pengembara Uggāhamāna. Dengan tidak melakukan salah satunya
, ia bangkit dari duduknya dan pergi, dengan berpikir: “
Aku akan mempelajari makna dari pernyataan ini di hadapan Sang Bhagavā.”
7. Kemudian ia mendatangi Sang Bhagavā, dan setelah bersujud kepada Beliau, ia duduk di satu sisi dan melaporkan kepada Sang Bhagavā seluruh pembicaraannya dengan Pengembara Uggāhamāna. Kemudian Sang Bhagavā berkata:
8. “Kalau begitu, Tukang kayu, maka seorang bayi yang lembut yang berbaring telungkup adalah terampil dalam apa yang bermanfaat, sempurna dalam apa yang bermanfaat, seorang petapa tak-terkalahkan yang mencapai pencapaian tinggi, menurut pernyataan Pengembara Uggāhamāna. Karena seorang bayi yang lembut yang berbaring telungkup bahkan tidak memiliki gagasan ‘jasmani
’, jadi
, bagaimana ia melakukan perbuatan buruk jasmani yang lebih dari sekadar menggeliat? Seorang bayi yang lembut yang berbaring telungkup bahkan tidak memiliki gagasan ‘ucapan
’, jadi
, bagaimana ia mengucapkan ucapan buruk melebihi rengekan? Seorang bayi yang lembut yang berbaring telungkup bahkan tidak memiliki gagasan ‘kehendak
’, jadi
, bagaimana ia memiliki kehendak buruk melebihi merajuk? Seorang bayi yang lembut yang berbaring telungkup bahkan tidak memiliki gagasan ‘penghidupan
’, jadi
, bagaimana [25] ia
bagaimana melakukan penghidupan buruk yang melebihi menyusu pada dada ibunya? Kalau begitu, Tukang kayu, maka seorang bayi yang lembut yang berbaring telungkup adalah terampil dalam apa yang bermanfaat … menurut pernyataan Pengembara Uggāhamāna.
“Ketika seseorang memiliki empat kualitas, Kugambarkan ia bukan sebagai terampil dalam apa yang bermanfaat, bukan sempurna dalam apa yang bermanfaat, dan bukan seorang petapa tak-terkalahkan yang mencapai pencapaian tinggi, tetapi sebagai seseorang yang berada dalam kelompok yang sama dengan bayi lembut yang berbaring telungkup itu. Apakah empat ini? Di sini ia tidak melakukan perbuatan buruk jasmani, ia tidak mengucapkan ucapan buruk, ia tidak memiliki kehendak yang buruk, dan ia tidak mencari penghidupan dengan segala penghidupan yang buruk. Ketika seseorang memiliki empat kualitas, Kugambarkan ia bukan sebagai terampil dalam apa yang bermanfaat … tetapi sebagai seseorang yang berada dalam kelompok yang sama dengan bayi lembut yang berbaring telungkup itu.
9. “Ketika seseorang memiliki sepuluh kualitas, Kugambarkan ia sebagai terampil dalam apa yang bermanfaat, sempurna dalam apa yang bermanfaat, seorang petapa tak-terkalahkan yang mencapai pencapaian tinggi. [Tetapi pertama-tama] Aku katakan, harus dipahami bahwa: ‘Ini adalah kebiasaan-kebiasaan tidak bermanfaat,’ dan bahwa: ‘Kebiasaan-kebiasaan tidak bermanfaat berasal-mula dari ini,’ dan bahwa: ‘Kebiasaan-kebiasaan tidak bermanfaat lenyap tanpa sisa di sini,’ dan bahwa: ‘Seorang yang
mempraktikkan jalan ini berarti mempraktikkan jalan menuju lenyapnya kebiasaan-kebiasaan tidak bermanfaat.’ Dan Aku katakan, harus dipahami bahwa: ‘Ini adalah kebiasaan-kebiasaan bermanfaat,’ dan bahwa: ‘Kebiasaan-kebiasaan bermanfaat berasal-mula dari ini,’ dan bahwa: ‘Kebiasaan-kebiasaan bermanfaat lenyap tanpa sisa di sini,’ dan bahwa: ‘Seorang yang
mempraktikkan jalan ini berarti mempraktikkan jalan menuju lenyapnya kebiasaan-kebiasaan bermanfaat.’ Dan Aku katakan, harus dipahami bahwa: ‘Ini adalah kehendak-kehendak tidak bermanfaat,’ dan bahwa: ‘Kehendak-kehendak tidak bermanfaat berasal-mula dari ini,’ [26] dan bahwa: ‘Kehendak-kehendak tidak bermanfaat lenyap tanpa sisa di sini,’ dan bahwa: ‘Seorang yang
mempraktikkan jalan ini berarti mempraktikkan jalan menuju lenyapnya kehendak-kehendak tidak bermanfaat.’ Dan Aku katakan, harus dipahami bahwa: ‘Ini adalah kehendak-kehendak bermanfaat,’ dan bahwa: ‘Kehendak-kehendak bermanfaat berasal-mula dari ini,’ dan bahwa: ‘Kehendak-kehendak bermanfaat lenyap tanpa sisa di sini,’ dan bahwa: ‘Seorang yang
mempraktikkan jalan ini berarti mempraktikkan jalan menuju lenyapnya kehendak-kehendak bermanfaat.’
10. “Apakah kebiasaan-kebiasaan tidak bermanfaat ini? Yaitu perbuatan jasmani yang tidak bermanfaat, perbuatan ucapan yang tidak bermanfaat, dan penghidupan yang buruk. Ini disebut kebiasaan-kebiasaan yang tidak bermanfaat.
“Dan dari manakah
kebiasaan-kebiasaan tidak bermanfaat ini berasal-mula? Asal-mulanya disebutkan: kebiasaan-kebiasaan tidak bermanfaat ini harus dikatakan berasal-mula dari pikiran. Pikiran apakah? Akan tetapi
, pikiran ada banyak, bervariasi, dan terdiri dari banyak aspek, ada pikiran yang terpengaruh oleh nafsu, oleh kebencian, dan oleh kebodohan. Kebiasaan-kebiasaan tidak bermanfaat berasal-mula dari ini.
“Dan di manakah kebiasaan-kebiasaan tidak bermanfaat ini lenyap tanpa sisa? Lenyapnya disebutkan: di sini seorang bhikkhu meninggalkan perbuatan salah jasmani dan mengembangkan perbuatan baik jasmani, ia meninggalkan perbuatan salah ucapan dan mengembangkan perbuatan baik ucapan; ia meninggalkan perbuatan salah pikiran dan mengembangkan perbuatan baik pikiran; ia meninggalkan penghidupan salah dan mencari nafkah melalui penghidupan benar.
[ ]Adalah di sini kebiasaan-kebiasaan tidak bermanfaat itu lenyap tanpa sisa.
“Dan bagaimanakah ia mempraktikkan jalan menuju lenyapnya kebiasaan-kebiasaan tidak bermanfaat? Di sini seorang bhikkhu membangkitkan semangat untuk tidak memunculkan kondisi-kondisi buruk yang tidak bermanfaat yang belum muncul dan ia berusaha, membangkitkan kegigihan, mengerahkan pikirannya, dan berupaya. Ia membangkitkan semangat untuk meninggalkan kondisi-kondisi buruk yang tidak bermanfaat yang telah muncul … Ia membangkitkan semangat untuk memunculkan kondisi-kondisi bermanfaat yang belum muncul … Ia membangkitkan semangat untuk mempertahankan kelangsungan,
ketidaklenyapan, memperkuat, meningkatkan, dan memenuhi dengan pengembangan kondisi-kondisi yang bermanfaat yang telah muncul, dan ia berusaha, membangkitkan kegigihan, mengerahkan pikirannya, dan berupaya. [27] Seorang yang berlatih demikian mempraktikkan jalan menuju lenyapnya kebiasaan-kebiasaan tidak bermanfaat.
11. “Apakah kebiasaan-kebiasaan bermanfaat ini? Yaitu perbuatan jasmani yang bermanfaat, perbuatan ucapan yang bermanfaat, dan pemurnian penghidupan. Ini disebut kebiasaan-kebiasaan yang bermanfaat.
“Dan dari manakah
kebiasaan-kebiasaan bermanfaat ini berasal-mula? Asal-mulanya disebutkan: kebiasaan-kebiasaan bermanfaat ini harus dikatakan berasal-mula dari pikiran. Pikiran apakah? Akan tetapi
, pikiran ada banyak, bervariasi, dan terdiri dari banyak aspek, ada pikiran yang tidak
[ ]terpengaruh oleh nafsu, oleh kebencian, dan oleh kebodohan. Kebiasaan-kebiasaan bermanfaat berasal-mula dari ini.
“Dan di manakah kebiasaan-kebiasaan bermanfaat ini lenyap tanpa sisa? Lenyapnya disebutkan: di sini seorang bhikkhu bermoral, tetapi ia tidak
mengidentifikasi diri dengan moralitasnya, dan ia memahami sebagaimana adanya kebebasan pikiran dan kebebasan melalui kebijaksanaan itu di mana kebiasaan-kebiasaan bermanfaat itu lenyap tanpa sisa.
“Dan bagaimanakah ia mempraktikkan jalan menuju lenyapnya kebiasaan-kebiasaan bermanfaat? Di sini seorang bhikkhu membangkitkan semangat untuk tidak memunculkan kondisi-kondisi buruk yang tidak bermanfaat yang belum muncul … untuk mempertahankan kelangsungan,
ketidaklenyapan, memperkuat, meningkatkan, dan memenuhi dengan pengembangan kondisi-kondisi yang bermanfaat yang telah muncul, dan ia berusaha, membangkitkan kegigihan, mengerahkan pikirannya, dan berupaya. Seorang yang berlatih demikian mempraktikkan jalan menuju lenyapnya kebiasaan-kebiasaan bermanfaat.
12. “Dan apakah kehendak-kehendak tidak bermanfaat? Yaitu kehendak keinginan indria, kehendak niat buruk, dan kehendak kekejaman. Ini disebut kehendak-kehendak tidak bermanfaat.
“Dan dari manakah kehendak-kehendak tidak bermanfaat ini berasal-mula? Asal-mulanya disebutkan: kehendak-kehendak tidak bermanfaat ini harus dikatakan bermula dari persepsi. Persepsi apakah? Akan tetapi
, persepsi ada banyak, bervariasi, dan terdiri dari banyak aspek, ada persepsi keinginan indria, persepsi niat buruk, dan persepsi kekejaman. Kehendak-kehendak tidak bermanfaat berasal-mula dari ini.
“Dan di manakah kehendak-kehendak tidak bermanfaat ini lenyap tanpa sisa? Lenyapnya disebutkan: di sini, dengan cukup terasing dari kenikmatan indria, terasing dari [28] kondisi-kondisi tidak bermanfaat, seorang bhikkhu masuk dan berdiam dalam jhāna pertama, yang disertai dengan awal pikiran dan kelangsungan pikiran, dengan kegembiraan dan kenikmatan yang muncul dari keterasingan. Adalah di sini kehendak-kehendak tidak bermanfaat itu lenyap tanpa sisa.
“Dan bagaimanakah ia mempraktikkan jalan menuju lenyapnya kehendak-kehendak tidak bermanfaat? Di sini seorang bhikkhu membangkitkan semangat untuk tidak memunculkan kondisi-kondisi buruk yang tidak bermanfaat yang belum muncul … untuk mempertahankan kelangsungan,
ketidaklenyapan, memperkuat, meningkatkan, dan memenuhi dengan pengembangan kondisi-kondisi yang bermanfaat yang telah muncul, dan ia berusaha, membangkitkan kegigihan, mengerahkan pikirannya, dan berupaya. Seorang yang berlatih demikian mempraktikkan jalan menuju lenyapnya kehendak-kehendak tidak bermanfaat.
13. “Dan apakah kehendak-kehendak bermanfaat? Yaitu kehendak pelepasan keduniawian, kehendak tanpa niat buruk, dan kehendak tanpa-kekejaman. Ini disebut kehendak-kehendak bermanfaat.
“Dan dari manakah kehendak-kehendak bermanfaat ini berasal-mula? Asal-mulanya disebutkan: kehendak-kehendak bermanfaat ini harus dikatakan bermula dari persepsi. Persepsi apakah? Akan tetapi
, persepsi ada banyak, bervariasi, dan terdiri dari banyak aspek, ada persepsi pelepasan keduniawian, persepsi
tanpa niat buruk, dan persepsi tanpa-kekejaman. Kehendak-kehendak bermanfaat berasal-mula dari ini.
“Dan di manakah kehendak-kehendak bermanfaat ini lenyap tanpa sisa? Lenyapnya disebutkan: di sini, dengan menenangkan awal pikiran dan kelangsungan pikiran, seorang bhikkhu masuk dan berdiam dalam jhāna ke dua, yang memiliki keyakinan-diri dan keterpusatan pikiran tanpa awal pikiran dan kelangsungan pikiran. Adalah di sini kehendak-kehendak bermanfaat itu lenyap tanpa sisa.
“Dan bagaimanakah ia mempraktikkan jalan menuju lenyapnya kehendak-kehendak bermanfaat? Di sini seorang bhikkhu membangkitkan semangat untuk tidak memunculkan kondisi-kondisi buruk yang tidak bermanfaat yang belum muncul … untuk mempertahankan kelangsungan,
ketidaklenyapan, memperkuat, meningkatkan, dan memenuhi dengan pengembangan kondisi-kondisi yang bermanfaat yang telah muncul, dan ia berusaha, membangkitkan kegigihan, mengerahkan pikirannya, dan berupaya. Seorang yang berlatih demikian mempraktikkan jalan menuju lenyapnya kehendak-kehendak bermanfaat.
14. “Sekarang, Tukang kayu,
kapankah seseorang memiliki sepuluh kualitas, [29] Aku
[ ]gambarkan sebagai terampil dalam apa yang bermanfaat, sempurna dalam apa yang bermanfaat, seorang petapa tak-terkalahkan yang mencapai pencapaian tinggi? Di sini, seorang bhikkhu memiliki pandangan benar dari seorang yang melampaui latihan,
[ ]kehendak benar dari seorang yang melampaui latihan, ucapan benar dari seorang yang melampaui latihan, perbuatan benar dari seorang yang melampaui latihan, penghidupan benar dari seorang yang melampaui latihan, usaha benar dari seorang yang melampaui latihan, perhatian benar dari seorang yang melampaui latihan
, konsentrasi benar dari seorang yang melampaui latihan, pengetahuan benar dari seorang yang melampaui latihan, dan kebebasan benar dari seorang yang melampaui latihan. Ketika seseorang memiliki sepuluh kualitas ini, Aku gambarkan ia sebagai terampil dalam apa yang bermanfaat, sempurna dalam apa yang bermanfaat, seorang petapa tak-terkalahkan yang mencapai pencapaian tinggi.”
Itu adalah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā. Tukang kayu Pañcakanga merasa puas dan gembira mendengar kata-kata Sang Bhagavā.
ko indra, sutta 77, no. 9, ada kata "bulu labu", memang begitukah?