95 Cankī Sutta
Bersama Cankī
[164] 1. DEMIKIANLAH YANG KUDENGAR. [ ]Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang mengembara di Negeri Kosala bersama dengan sejumlah besar Sangha para bhikkhu, dan akhirnya Beliau tiba di sebuah desa brahmana Kosala bernama Opasāda. Di sana Sang Bhagavā menetap di Hutan Para Dewa, [ ]Hutan Pohon-Sāla di utara Opasāda.
2. Pada saat itu, Brahmana Cankī adalah penguasa Opasāda, wilayah tanah kerajaan dengan makhluk hidup yang berlimpah, kaya akan padang rumput, hutan, sungai, dan sawah, suatu anugerah kerajaan, pemberian keramat yang diberikan kepadanya oleh Raja Pasenadi dari Kosala.
3. Para brahmana perumah tangga di Opasāda mendengar: “Petapa Gotama … (seperti Sutta 91, §3) … Sekarang adalah baik sekali jika dapat menemui para Arahant demikian.”
4. Kemudian para brahmana perumah tangga dari Opasāda berjalan dari Opasāda secara berkelompok dan berbaris mengarah ke utara menuju Hutan Para Dewa, Hutan Pohon Sāla.
5. Pada saat itu, Brahmana Cankī telah naik ke lantai atas istananya untuk beristirahat siang. Kemudian ia melihat para brahmana perumah tangga dari Opasāda berjalan dari Opasāda secara berkelompok dan berbaris mengarah ke utara menuju Hutan Para Dewa, Hutan Pohon Sāla. Ketika ia melihat mereka, ia bertanya kepada menterinya: “Menteriku, mengapakah brahmana perumah tangga dari Opasāda berjalan dari Opasāda secara berkelompok dan berbaris mengarah ke utara menuju Hutan Para Dewa, Hutan Pohon Sāla?”
6. “Tuan, ada Petapa Gotama, putra Sakya yang meninggalkan keduniawian dari suku Sakya, yang sedang mengembara di Negeri Kosala … (seperti Sutta 91, §3) … Mereka pergi menemui Guru Gotama.”
“Kalau begitu, Menteriku, temui para brahmana perumah tangga itu dan katakan: ‘Tuan-tuan, Brahmana Cankī berkata sebagai berikut: “Mohon Tuan-tuan menunggu sebentar. Brahmana Cankī juga akan pergi menemui Petapa Gotama[.]”’”
“Baik, Tuan,” menteri itu menjawab, [165] dan ia menjumpai para brahmana perumah tangga dari Opasāda dan menyampaikan pesannya.
7. Pada saat itu, lima ratus brahmana dari berbagai wilayah sedang menetap di Opasāda untuk suatu urusan. Mereka mendengar: “Brahmana Cankī, dikatakan, akan menemui Petapa Gotama.” Kemudian mereka mendatangi Brahmana Cankī dan bertanya kepadanya: “Tuan, benarkah bahwa engkau akan menemui Petapa Gotama?”
“Demikianlah, Tuan-tuan. Aku akan menemui Petapa Gotama.”
8. “Tuan, jangan pergi menemui Petapa Gotama. Tidaklah selayaknya, Guru Cankī, bagimu untuk pergi menemui Petapa Gotama; sebaliknya, adalah selayaknya bagi Petapa Gotama untuk datang menemui engkau. Karena engkau, Tuan, terlahir dari kedua pihak, ibu dan ayah yang murni sampai tujuh generasi sebelumnya, tidak terbantahkan dan tidak tercela dalam hal kelahiran. Oleh karena itu, Guru Cankī, tidaklah selayaknya bagimu untuk pergi menemui Petapa Gotama, adalah selayaknya bagi Petapa Gotama untuk datang menemui engkau. Engkau, Tuan, kaya, dengan kekayaan berlimpah dan banyak kepemilikan. Engkau, Tuan, adalah seorang yang menguasai Tiga Veda dengan kosa-kata, liturgi, fonologi, dan etimologi, dan sejarah-sejarah sebagai yang ke lima; mahir dalam ilmu bahasa dan tata bahasa, ia mahir dalam filosofi alam dan dalam tanda-tanda manusia luar biasa. Engkau, Tuan, tampan, menarik, dan anggun, memiliki keindahan kulit yang luar biasa, dengan keindahan luar biasa dan penampilan luar biasa, menyenangkan dipandang. Engkau, Tuan, bermoral, matang dalam moralitas, memiliki moralitas yang matang. Engkau, Tuan, adalah seorang pembabar yang baik dengan penyampaian yang baik; [166] engkau mengucapkan kata-kata yang ramah, jelas, tanpa cacat, dan menyampaikan maknanya. Engkau, Tuan, mengajarkan guru-guru dari banyak orang, dan engkau mengajarkan pembacaan syair puji-pujian kepada tiga ratus murid brahmana. Engkau, Tuan, dihormati, dihargai, dipuja, dimuliakan, dan dijunjung oleh Raja Pasenadi dari Kosala. Engkau, Tuan, dihormati, dihargai, dipuja, dimuliakan, dan dijunjung oleh Brahmana Pokkharasāti. [ ]Engkau, Tuan, menguasai Opasāda, wilayah tanah kerajaan dengan makhluk hidup yang berlimpah … pemberian keramat yang diberikan kepadanya oleh Raja Pasenadi dari Kosala. Oleh karena itu, Guru Cankī, tidaklah selayaknya bagimu untuk pergi menemui Petapa Gotama, adalah selayaknya bagi Petapa Gotama untuk datang menemui engkau.”
9. Ketika hal ini dikatakan, Brahmana Cankī berkata kepada para brahmana itu: “Sekarang, Tuan-tuan, dengarkanlah dariku mengapa selayaknya bagiku untuk pergi menemui Guru Gotama, dan mengapa tidak selayaknya bagi Guru Gotama untuk datang menemuiku. Tuan-tuan, Petapa Gotama terlahir dari kedua pihak, ibu dan ayah yang murni sampai tujuh generasi sebelumnya, tidak terbantahkan dan tidak tercela dalam hal kelahiran. Oleh karena itu, Tuan-tuan, tidaklah selayaknya bagi Petapa Gotama untuk datang menemuiku, adalah selayaknya bagiku untuk pergi menemui Guru Gotama. Tuan-tuan, Petapa Gotama meninggalkan keduniawian dengan melepaskan banyak emas dan perak yang tersimpan dalam gudang dan lumbung. Tuan-tuan, Petapa Gotama meninggalkan keduniawian dari kehidupan rumah tangga dan menjalani kehidupan tanpa rumah selagi masih muda, seorang pemuda berambut hitam yang memiliki berkah kemudaan, dalam masa utama kehidupannya. Tuan-tuan, Petapa Gotama mencukur rambut dan janggutnya, mengenakan jubah kuning, dan meninggalkan keduniawian dari kehidupan rumah tangga dan menjalani kehidupan tanpa rumah walaupun ibu dan ayahnya menginginkan sebaliknya dan menangis dengan wajah berlinang air mata. Tuan-tuan, Petapa Gotama tampan, menarik, dan anggun, memiliki keindahan kulit yang luar biasa, [167] dengan keindahan luar biasa dan penampilan luar biasa, menyenangkan dipandang. Tuan-tuan, Petapa Gotama bermoral, dengan moralitas mulia, dengan moralitas bermanfaat, memiliki moralitas yang bermanfaat. Tuan-tuan, Petapa Gotama adalah seorang pembabar yang baik dengan penyampaian yang baik; Beliau mengucapkan kata-kata yang ramah, jelas, tanpa cacat, dan menyampaikan maknanya. Tuan-tuan, Petapa Gotama adalah guru bagi guru-guru dari banyak orang. Tuan-tuan, Petapa Gotama bebas dari nafsu indria dan tidak membanggakan diri. Tuan-tuan, Petapa Gotama menganut doktrin efektivitas tindakan bermoral, doktrin efektivitas perbuatan bermoral; Beliau tidak berniat mencelakai silsilah para brahmana. Tuan-tuan, Petapa Gotama meninggalkan keduniawian dari keluarga kerajaan, dari salah satu keluarga mulia yang asli. Tuan-tuan, Petapa Gotama meninggalkan keduniawian dari keluarga kaya, dari keluarga dengan kekayaan berlimpah dan kepemilikan berlimpah. Tuan-tuan, orang-orang datang dari kerajaan-kerajaan yang jauh dan daerah-daerah yang jauh untuk bertanya kepada Petapa Gotama. Tuan-tuan, ribuan dewa telah berlindung seumur hidup kepada Petapa Gotama. Tuan-tuan, berita baik sehubungan dengan Petapa Gotama telah menyebar sebagai berikut: ‘Bahwa Sang Bhagavā sempurna, telah tercerahkan sempurna, sempurna dalam pengetahuan dan perilaku sejati, mulia, pengenal seluruh alam, pemimpin yang tanpa bandingnya bagi orang-orang yang harus dijinakkan, guru para dewa dan manusia. Tercerahkan, terberkahi.’ Tuan-tuan, Petapa Gotama memiliki tiga puluh dua tanda Manusia Luar Biasa. Tuan-tuan, Raja Seniya Bimbisāra dari Magadha dan istrinya dan anak-anaknya telah berlindung seumur hidup kepada Petapa Gotama. Tuan-tuan, Raja Pasenadi dari Kosala dan istrinya dan anak-anaknya telah berlindung seumur hidup kepada Petapa Gotama. Tuan-tuan, Brahmana Pokkharasāti dan istrinya dan anak-anaknya telah berlindung seumur hidup kepada Petapa Gotama. Tuan-tuan, Petapa Gotama telah tiba di Opasāda dan menetap di Opasāda di Hutan Para Dewa, di Hutan Pohon Sāla di utara Opasāda. Sekarang, setiap petapa atau brahmana yang datang ke pemukiman kita adalah tamu kita, dan tamu seharusnya dihormati, dihargai, dipuja, dan dimuliakan oleh kita. Karena Petapa Gotama telah tiba di Opasāda, maka Beliau adalah tamu kita, dan karena tamu kita seharusnya dihormati, dihargai, dipuja, dan dimuliakan oleh kita. [168] Oleh karena itu, Tuan-tuan, tidaklah selayaknya bagi Guru Gotama untuk datang menemuiku; sebaliknya, adalah selayaknya bagiku untuk pergi menemui Guru Gotama.
“Tuan-tuan, sebanyak ini pujian atas Guru Gotama yang telah kuketahui, tetapi pujian atas Guru Gotama tidak terbatas pada itu, karena pujian atas Guru Gotama adalah tidak terbatas. Karena Guru Gotama memiliki masing-masing dari faktor-faktor ini, maka tidaklah selayaknya bagi Beliau untuk datang menemuiku; sebaliknya, adalah selayaknya bagiku untuk pergi menemui Guru Gotama. Oleh karena itu, Tuan-tuan, marilah kita semuanya pergi menemui Petapa Gotama.”
10. Kemudian Brahmana Cankī, bersama dengan sejumlah besar brahmana, pergi mendatangi Sang Bhagavā dan saling bertukar sapa dengan Beliau. Ketika ramah-tamah ini berakhir, ia duduk di satu sisi.
11. Pada saat itu, Sang Bhagavā sedang duduk dan beramah-tamah dengan beberapa brahmana yang sangat senior. Ketika itu, duduk dalam kumpulan itu, seorang murid brahmana bernama Kāpaṭhika. Muda, berkepala-gundul, berusia enam belas tahun, ia adalah seorang yang menguasai Tiga Veda dengan kosa-kata, liturgi, fonologi, dan etimologi, dan sejarah-sejarah sebagai yang ke lima; mahir dalam ilmu bahasa dan tata bahasa, ia mahir dalam filosofi alam dan dalam tanda-tanda manusia luar biasa. Sementara para brahmana yang sangat senior sedang berbincang-bincang dengan Sang Bhagavā, ia berulang-ulang menyela pembicaraan mereka. Kemudian Sang Bhagavā menegur murid brahmana Kāpaṭhika sebagai berikut: “Mohon Yang Mulia Bhāradvāja tidak menyela pembicaraan para brahmana senior ketika mereka sedang berbicara. Mohon Yang Mulia Bhāradvāja menunggu hingga pembicaraan selesai.”
Ketika hal ini dikatakan, Brahmana Cankī berkata kepada Sang Bhagavā: “Mohon Guru Gotama tidak menegur murid brahmana Kāpaṭhika. Murid brahmana Kāpaṭhika adalah seorang anggota keluarga, ia sangat terpelajar, ia adalah penyampai ajaran yang baik, ia bijaksana; ia mampu mengambil bagian dalam diskusi dengan Guru Gotama.”
12. Kemudian Sang Bhagavā berpikir: “Tentu saja, [169] karena para brahmana menghormatinya demikian, murid brahmana Kāpaṭhika pasti mahir dalam kitab-kitab Tiga Veda.”
Kemudian murid brahmana Kāpaṭhika berpikir: “Ketika Petapa Gotama melihatku, aku akan mengajukan pertanyaan kepada Beliau.”
Kemudian, mengetahui pikiran murid brahmana Kāpaṭhika dengan pikiran Beliau sendiri, Sang Bhagavā berpaling kepadanya. Kemudian murid brahmana Kāpaṭhika berpikir: “Petapa Gotama telah berpaling kepadaku. Bagaimana jika aku mengajukan sebuah pertanyaan.” Kemudian ia berkata kepada Sang Bhagavā: “Guru Gotama, sehubungan dengan syair-syair pujian brahmanis kuno yang diturunkan melalui penyampaian lisan, yang dilestarikan dalam kitab-kitab, para brahmana sampai pada kesimpulan pasti: ‘Hanya ini yang benar, yang lainnya adalah salah.’ Apakah yang Guru Gotama katakan sehubungan dengan hal ini?”
13. “Bagaimanakah, Bhāradvāja, di antara para brahmana adakah bahkan seorang brahmana yang mengatakan sebagai berikut: ‘Aku mengetahui ini, aku melihat ini: hanya ini yang benar, yang lainnya adalah salah’?”—“Tidak, Guru Gotama.”
“Bagaimanakah, Bhāradvāja, di antara para brahmana adakah bahkan seorang guru atau guru dari para guru sampai tujuh generasi para guru sebelumnya yang mengatakan sebagai berikut: ‘Aku mengetahui ini, aku melihat ini: hanya ini yang benar, yang lainnya adalah salah’?”—“Tidak, Guru Gotama.”
“Bagaimanakah, Bhāradvāja, para petapa brahmana masa lampau, para pencipta syair-syair pujian, para penggubah syair-syair pujian, yang syair-syair pujiannya dulu dibacakan, diucapkan, dan dihimpun, yang oleh para brahmana sekarang masih dibacakan dan diulangi—yaitu, Aṭṭhaka, Vāmaka, Vāmadeva, Vessāmitta, Yamataggi, Angirasa, Bhāradvāja, Vāseṭṭha, Kassapa, dan Bhagu—apakah bahkan para petapa brahmana masa lampau ini mengatakan sebagai berikut: ‘Aku mengetahui ini, aku melihat ini: hanya ini yang benar, yang lainnya adalah salah’?”—[170] “Tidak, Guru Gotama.”
“Jadi, Bhāradvāja, sepertinya di antara para brahmana tidak ada bahkan seorang brahmana yang mengatakan sebagai berikut: ‘Aku mengetahui ini, aku melihat ini: hanya ini yang benar, yang lainnya adalah salah.’ Dan di antara para brahmana tidak ada bahkan seorang guru atau guru dari para guru sampai tujuh generasi para guru sebelumnya yang mengatakan sebagai berikut: ‘Aku mengetahui ini, aku melihat ini: hanya ini yang benar, yang lainnya adalah salah.’ Dan para petapa brahmana masa lampau, para pencipta syair-syair pujian, para penggubah syair-syair pujian … bahkan para petapa brahmana masa lampau ini tidak mengatakan sebagai berikut: ‘Aku mengetahui ini, aku melihat ini: hanya ini yang benar, yang lainnya adalah salah.’ Misalkan terdapat sebaris orang buta yang masing-masing bersentuhan dengan yang berikutnya: orang pertama tidak melihat, yang di tengah tidak melihat, dan yang terakhir tidak melihat. Demikian pula, Bhāradvāja, sehubungan dengan pernyataan mereka, para brahmana itu tampak seperti sebaris orang buta itu: orang pertama tidak melihat, yang di tengah tidak melihat, dan yang terakhir tidak melihat. Bagaimana menurutmu, Bhāradvāja, oleh karena itu, apakah keyakinan para brahmana itu terbukti tidak berdasar?”
14. “Para brahmana menghormati ini hanya karena keyakinan, Guru Gotama. Mereka juga menghormatinya sebagai tradisi lisan.”
[ ]“Bhāradvāja, pertama-tama engkau berpegang pada keyakinan, sekarang engkau mengatakan tradisi lisan. Ada lima hal, Bhāradvāja, yang mungkin terbukti dalam dua cara berbeda di sini dan saat ini. Apakah lima ini? Keyakinan, persetujuan, tradisi lisan, penalaran, dan penerimaan pandangan melalui perenungan. [ ]Kelima hal ini mungkin terbukti dalam dua cara berbeda di sini dan saat ini. Sekarang, sesuatu mungkin sepenuhnya diterima karena keyakinan, namun hal itu mungkin kosong, hampa, dan salah; tetapi hal lainnya mungkin tidak sepenuhnya diterima karena keyakinan, namun hal itu mungkin adalah fakta, benar, dan tidak salah. Kemudian, [171] sesuatu mungkin sepenuhnya disetujui … disampaikan dengan baik … dinalar dengan baik … direnungkan dengan baik, namun hal itu mungkin kosong, hampa, dan salah; tetapi hal lainnya mungkin tidak direnungkan dengan baik, namun hal itu mungkin adalah fakta, benar, dan tidak salah. [Dalam kondisi-kondisi ini] adalah tidak selayaknya bagi seorang bijaksana yang melestarikan kebenaran untuk sampai pada kesimpulan pasti: ‘Hanya ini yang benar, yang lainnya adalah salah.’”
------------
Bersambung