IC...
{Menurut pemahaman sy pribadi sd saat ini, 'pikiran' tidak akan diam, yg diam hanyalah EGO (AKU), maka dalam banyak diskusi, sy menghindari memakai kata 'pikiran yg diam', melainkan memilih menggunakan kalimat 'Ego yg padam'}.
belum beberapa lama ini sepertinya saya sedikit mengerti arti kata pikiran "diam".. saat di sebuah Cafe saya memesan minuman yang tidak tau seperti apa minuman tersebut..
Begitu datang minumannya dan ditaruh di meja..
sepertinya jika saya tidak salah perhatikan ada 2 fenomena berlangsung..
pertama :
melihat gelas berisi air dengan warna kuning dengan busa dan buih diatasnya, disaat itu saya menyadari seperti itulah minuman yang ada didepan saya
Kedua:
Setelah melewati tahap pertama baru pikiran mengenali obyek dan bekerja.. idih kenapa mirip air seni/air kencing ya.. kenapa begini ya.. kenapa begitu ya.. baru muncul perasaan yang tidak menyenangkan.. menjijikan dan lain-lain
menurut pak hud, apakah kejadian pertama dapat digolongkan pikiran "diam" mohon sharing wawasannya pak hud..
Rekan Radi,
Bila Anda sudah bisa 'melihat' (mengalami) bahwa ada DUA fase kesadaran yang Anda sebutkan di atas, maka berarti Anda sudah mengalami 'diamnya pikiran' di cafe itu ...
Biasanya (dalam kesadaran sehari-hari) fase kesatu itu tidak berlangsung lama, paling lama cuma satu detik ... lalu langsung diikuti munculnya pikiran kembali. ... Fase kesatu itu bisa juga muncul dalam keadaan: (1) sangat terkejut; atau (2) sangat asyik, misalnya sangat asyik dengan cerita sebuah film di sebuah bioskop.
Untuk Rekan Willibordus,
Menurut pemahaman sy pribadi sd saat ini, 'pikiran' tidak akan diam, yg diam hanyalah EGO (AKU), ...
Sang Buddha sudah menceritakan 'berhentinya pikiran' itu dalam Mulapariyaya-sutta, Majjhima Nikaya, 1. Di situ, beliau menjelaskan terjadinya proses pikiran dalam diri seorang puthujjana. Proses itu terjadi secepat kilat melalui 6 langkah:
(1) 'persepsi murni' - ketika pikiran belum bergerak, belum menanggapi, belum mengenali, belum memberi label, belum membanding-bandingkan, belum mengambil kesimpulan dst. ... dalam bahasa Pali ini disebut 'sa~njanati' ... inilah yang dinamakan oleh Rekan Radi sebagai "fase kesatu" dari pikiran;
(2)-(6) 'proses pikiran' itu sendiri (pembentukan konsep, pengenalan, pemberian label, pembandingan, pengambilan keputusan dst); ini terjadi melalui lima langkah secepat kilat ... berpikir ini dalam bahasa Pali disebut 'ma~n~nati'(conceptualizing, thinking):
(2) 'konseptualisasi' (pembentukan konsep, pelabelan) - kalau saya melihat suatu wujud (dalam langkah #1 disebut 'persepsi murni'), maka dalam langkah #2 ini wujud itu saya kenali, saya beri label, misalnya "bunga";
(3) 'munculnya atta/diri (self)', tapi masih belum terpisah dasi obyek semula ... diri masih menyatu dengan "bunga";
(4) 'diri/atta' memisahkan diri dari 'obyek' ... maka untuk pertama kali dalam proses itu terjadilah DUALITAS antara 'subyek' dan 'obyek' ... 'aku' berhadapan dengan "bunga";
(5) 'diri/atta' membentuk relasi/hubungan dengan 'obyek' ... "aku ingin memetik bunga" -- kalau obyeknya lain, misalnya "ular", maka relasinya lain pula;
(6) muncul 'perasaan/emosi' menyertai pikiran ... melihat "bunga" timbul "senang hati", melihat "ular" timbul "rasa takut" dsb.
Itulah proses pikiran dalam batin seorang puthujjana yang terjadi secepat kilat setiap kali kita berpikir.
Sang Buddha juga menjelaskan, dalam diri seorang 'sekha' (yang berlatih vipassana), "hendaknya proses itu berhenti sampai langkah #1, dan tidak timbul langkah #2-6".
Lalu, Sang Buddha menjelaskan, dalam diri seorang arahat/Buddha proses pikiran itu berhenti pada langkah #1 saja, dan tidak pernah lagi timbul langkah #2-6.
Rekan Willibordus, bagaimanakah Anda menyikapi khotbah Sang Buddha itu? Tidakkah "seharusnya" Anda berlatih pula untuk menerapkannya dalam kesadaran vipassana Anda?
Salam,
Hudoyo